Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES 1

COMPRESSIBLE FLOW

Dosen Pembimbing: Ir. Dijan Supramono, M.Sc.

Praktikan:

Kelompok 8 – Selasa Siang

Angela Lesmono 1606887251

Anton Prayoga 1606905292

Muhammad Agus Setiawan 1606830511

Pael Desen Thesa Lonika 1606950592

LABORATORIUM UNIT OPERASI PROSES

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2018
DAFTAR ISI

Daftar Isi __________________________________________________________________2

Bab I: Prosedur Percobaan


1.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi pada Aliran Udara ___________________3
1.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser/Saluran Difuser _____________________________3

1.3. Percobaan 4: Hubungan Koefisien Friksi/Gesekan dengan Bilangan/Nomor Reynold


pada pipa _______________________________________________________________4
1.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice ______________________________________4

1.5. Percobaan 6: Kompresor _______________________________________________5

Bab II: Data Pengamatan dan Pengolahan Data


2.1. Data Pengamatan _____________________________________________________7
2.2. Pengolahan Data _____________________________________________________9

Bab III: Analisis


3.1. Analisis Percobaan 1 _________________________________________________22
3.2. Analisis Percobaan 3 _________________________________________________23

3.3. Analisis Percobaan 4 _________________________________________________25


3.4. Analisis Percobaan 5 _________________________________________________27

3.5. Analisis Percobaan 6 _________________________________________________29

Kesimpulan _______________________________________________________________31

Daftar Pustaka _____________________________________________________________32

2
BAB I

PROSEDUR PERCOBAAN

1.1 Percobaan 1 : Pengaruh Proses Kompresi pada Aliran Udara

1) Memasang pipa konvergen-divergen.


2) Menyalakan mesin kompresor kemudian mengatur laju alir udara menjadi 20
kg/s.
3) Mendiamkan mesin kompresor selama kurang lebih 40 detik agar aliran udara
menjadi stabil.
4) Mengukur beda tekanan (P0-P1) dan (P0-P2) dengan menggunakan manometer
digital kemudian mencatatnya.
5) Mengulangi langkah percobaan 4) dengan memvariasikan penambahan laju alir
udara sebesar 5 kg/s sehingga didapatkan 10 data.
6) Menggambarkan grafik (P0-P1) terhadap (P0-P2).
7) Memberikan ulasan ilmiah bagi berlakunya rumus aliran inkompresibel.

1.2 Percobaan 3 : Efisiensi Difuser/Saluran Difuser

1) Memasang pipa konvergen-divergen ke kompresor.


2)

Gambar 1. Pipa kovergen-divergen


(Sumber : Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik I, Departemen Teknik
Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1989)

3) Menyalakan mesin kompresor kemudian mengatur laju alir udara menjadi 20


kg/s.
4) Mendiamkan mesin kompresor selama kurang lebih 40 detik agar aliran udara
menjadi stabil kemudian mencatatnya.
5) Mengukur beda tekanan (P3-P2) dan (P1-P2) dengan menggunakan manometer
digital.
6) Mengulangi langkah percobaan 5) dengan melakukan penambahan laju alir
sebesar 5 kg/s sehingga didapatkan variasi data sebanyak 10 data.
7) Menggambarkan gradik (P3-P2) terhadap (P1-P2)

3
8) Memberikan pendapat tentang pengaruh kompresibilitas terhadap efisiensi
difuser.

1.3 Percobaan 4 : Hubungan Koefisien Friksi/Gesekan dengan Bilangan/Nomor


Reynold pada Pipa

1) Memasang pipa yang mempunyai gesekan.

Gambar 2. Saluran pipa yang mempunyai gesekan


(Sumber : Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik I, Departemen Teknik
Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1989)

2) Menyalakan mesin kompresor kemudian mengatur alir udara menjadi 20 kg/s.


3) Mendiamkan mesin kompresor selama kurang lebih 40 detik agar aliran udara
menjadi stabil.
4) Mengukur beda takanan (P0-P1), (P0-P2), dan (P0-P3) dengan menggunakan
manometer digital kemudian mencatatnya.
5) Mengulangi langkah percobaan 4) dengan melakukan penambahan laju alir
sebesar 5 kg/s hingga didapatkan variasi data sebanyak 10.
6) Membuat tabel f, NR, log(f), log(NR), 1/Vf, dan log(NR.Vf).
7) Menggambar log(f) terhadap log(NR) dan 1/Vf terhadap log(NR.Vf).
8) Memberikan pendapat tentang hubungan koefisien friksi dengan bilangan
Reynold.

1.4 Percobaan 5 : Aliran Melalui Orifice

1) Merangkai dan memasang pipa Orifice.

Gambar 3. Saluran pipa yang dimasukkan Orifice

4
(Sumber : Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik I, Departemen Teknik
Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1989)

2) Menyalakan mesin kompresor kemudian mengatur laju alir udara menjadi 35


kg/s.
3) Mendiamkan mesin kompresor selama kurang lebih 40 detik agar aliran udara
menjadi stabil kemudian mencatatnya.
4) Mengukur beda tekanan (P0-P1), (P0-P2), dan (P0-P3) dengan menggunakan
manometer digital.
5) Mengulangi langkah percobaan 4) dengan melakukan penambahan laju alir
sebesar 3 kg/s hingga didapatkan variasi data sebanyak 10.
6) Menggambarkan grafik k(P0-P1) terhadap (P2-P3) kemudian tentukan harga C
dari kemiringan grafik.
7) Memberikan pendapat mengenai harga C yang sangat kecil pada Orifice.

1.5 Percobaan 6 : Kompresor

1) Memasang pipa konvergen-divergen.

Gambar 4. Skema peralatan kompresor


(Sumber : Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik I, Departemen Teknik
Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1989)

2) Menyalakan mesin komproser kemudian mengatur laju alir udara menjadi 35


kg/s dan memberikan beban pada kompresor sebesar 50 gr.
3) Mendiamkan mesin kompresor selama kurang lebih 40 detik agar aliran udara
menjadi stabil.
4) Mengukur beda tekanan (P0-P1), (P0-P2), dan (P0-P3) dengan menggunakan
manometer digital kemudian mencatat beda tekanannya.
5) Mengukur kecepatan rotasi dari kompresor dengan menggunakan tachometer
dengan cara mengatur kecepatan pada tachometer hingga bagian putih pada
kompresor berhenti berputar, kemudian catat kecepatan rotasinya.

5
6) Mengukur suhu input dan suhu output dengan menggunakan termometer digital
kemudian catat suhunya.
7) Mengulangi langkah 4) sampai 6) dengan variasi laju alir udara dan beban
sebagai berikut : 34 kg/s dan 50 gr, 36 kg/s dn 60 gr, 40 kg/s dan 70 gr, 44 kg/s
dan 80 gr, 46 kg/s dan 90 gr, dan 48 kg/s dan 100 gr.
8) Menghitung efisiensi isothermal termodinamika dan efisiensi isothermal
keseluruhan dan buat tabelnya.
9) Menggambar grafik m terhadap (P3-P2), m terhadap 𝜔.Tr, m terdapat efisiensi
termodinamik, dan m terhadap efisiensi keseluruhan.
10) Berikan pendapat tentang bentuk – bentuk kurva karakteristik yang diperoleh
dan alasan perbedaan efisiensi termodinamika dengan efisiensi keseluruhan.

6
BAB II

DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

2.1. Data Pengamatan

2.1.1. Percobaan 1: Pengaruh Kompresi pada Aliran Udara

Tabel 1. Data Pengamatan Percobaan 1


Laju Udara P0-P1 P0-P2
No.
(Kg/s) (Psi) (Psi)
1 20 0.10 0.34
2 25 0.11 0.49
3 30 0.11 0.64
4 35 0.12 0.84
5 40 0.12 1.05
6 45 0.13 1.30
7 50 0.15 1.53
8 55 0.15 1.82
9 60 0.16 2.14
10 65 0.17 2.39

2.1.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser / Saluran Difuser

Tabel 2. Data Pengamatan Percobaan 3


Laju Udara P3-P2 P1-P2
No.
(Kg/s) (Psi) (Psi)
1 20 0.30 0.30
2 25 0.42 0.46
3 30 0.54 0.62
4 35 0.69 0.80
5 40 0.88 1.03
6 45 1.03 1.21
7 50 1.30 1.51
8 55 1.46 1.82
9 60 1.66 2.12
10 65 1.92 2.37

2.1.3. Percobaan 4: Hubungan Antara Koefisien Friksi dengan Bilangan Reynold pada Pipa

Tabel 3. Data Pengamatan Percobaan 4

7
Laju Udara P0-P1 P0-P2 P0-P3
No.
(Kg/s) (Psi) (Psi) (Psi)
1 20 0.14 0.16 0.17
2 25 0.16 0.18 0.20
3 30 0.17 0.20 0.24
4 35 0.19 0.23 0.28
5 40 0.21 0.26 0.33
6 45 0.23 0.31 0.38
7 50 0.25 0.34 0.44
8 55 0.28 0.38 0.50
9 60 0.31 0.44 0.56
10 65 0.34 0.48 0.64

2.1.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice

Tabel 4. Data Pengamatan Percobaan 5


Laju Udara P0-P1 P0-P2 P0-P3 P2-P3
No.
(Kg/s) (Psi) (Psi) (Psi) (Psi)
1 35 0.13 0.13 0.28 0.28
2 38 0.13 0.14 0.31 0.31
3 41 0.13 0.15 0.34 0.34
4 44 0.14 0.15 0.38 0.38
5 47 0.14 0.15 0.41 0.40
6 50 0.15 0.16 0.45 0.44
7 53 0.15 0.16 0.49 0.50
8 56 0.15 0.17 0.54 0.57
9 59 0.16 0.17 0.57 0.63
10 62 0.16 0.17 0.63 0.72

2.1.5. Percobaan 6: Kompresor

Tabel 5. Data Pengamatan Percobaan 6


Laju Udara Beban T-in T-out P0-P1 P3-P2
No. RPM
(Kg/s) (gram) (°C) (°C) (Psi) (Psi)
1 33 50 1070.0 28.4 30.3 0.01 0.02
2 37.5 70 1206.0 28.6 30.7 0.02 0.03
3 45 90 1434.0 29.2 31.4 0.03 0.04
4 47.5 110 1548.0 28.7 31.5 0.03 0.04
5 55.5 130 1787.0 28.8 32.4 0.04 0.06

8
2.2. Pengolahan Data

Sebelum melakukan pengolahan data, dihitung terlebih dahulu beberapa konstanta yang
dibutuhkan:

a. Berat molekul udara


Diketahui komposisi dan berat molekul komposisi udara sebagai berikut:

Tabel 6. Komposisi Udara


Komponen x Mr (g/mol)

N2 0.79 28

O2 0.21 32

Maka dapat dihitung berat molekul udara sebesar:


𝑀𝑟𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝑥1 . 𝑀𝑟1 + 𝑥2 . 𝑀𝑟2
= 0,79 × 28 + 0,21 × 32
= 28,84 𝑔/𝑚𝑜𝑙

b. Densitas udara
Untuk dapat menghitung densitas udara digunakan persamaan gas ideal.

𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇
𝑚 𝑚
𝑃 = 𝑅𝑇
𝜌 𝑀𝑟

𝑃 𝑀𝑟
𝜌=
𝑅𝑇
Berdasarkan pengamatan Tudara = 27.8°C (300.8 K), maka:
𝑔
1,013 × 105 𝑃𝑎 × 28,84 𝑔 𝑘𝑔
𝜌= 𝑚𝑜𝑙 = 1168,2 = 1.1682
𝑚3 𝑃𝑎 𝑚3 𝑚3
8,314 −1 −1 × 300,8 𝐾
𝑚𝑜𝑙 𝐾

2.2.1. Percobaan 1 : Pengaruh Kompresi pada Aliran Udara


Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah berikut:
a. Menghitung kecepatan udara pada titik 1 dan titik 2 menggunakan persamaan:

2(𝑃0 − 𝑃1 )
𝑣1 = √
𝜌0

9
2(𝑃0 − 𝑃2 )
𝑣2 = √
𝜌0

b. Menentukan nilai teoritis 𝑃0 − 𝑃2 berdasarkan plot kurva dengan sebagai ordinat


dan 𝑃0 − 𝑃1 sebagai absis. Persamaan di bawah ini diturunkan berdasarkan Asas
Kontinuitas.

𝑎1 2
𝑃0 − 𝑃2 = ( ) (𝑃0 − 𝑃1 )
𝑎2

Keterangan:

𝑃𝑜 − 𝑃2 adalah y

𝑎 2
(𝑎1 ) adalah b
2

(𝑃𝑜 − 𝑃1 ) sebagai x

Dari hasil plot (𝑃0 − 𝑃2 ) vs (𝑃0 − 𝑃1 ), didapatkan grafik sebagai berikut:

3.00

2.50
y = 29.074x - 2.5837
R² = 0.9729
2.00
P0 - P2 (Psi)

1.50

1.00

0.50

0.00
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20
P0 - P1 (Psi)

Gambar 5. Grafik Hubungan (𝑃0 − 𝑃2 ) terhadap (𝑃0 − 𝑃1 )

c. Dari grafik di atas diperoleh persamaan:

(𝑃0 − 𝑃2 ) = 29,074(𝑃0 − 𝑃1 ) − 2,5837

Persamaan garis yang dihasilkan akan digunakan untuk menghitung (𝑃0 − 𝑃2 )


teoritis. Setelah itu, dihitung nilai kecepatan pada titik 1 berdasarkan percobaan dan
kecepatan pada titik 2 berdasarkan percobaan dan teoritis. Kemudian dihitung nilai
kesalahan relatifnya.

10
Tabel 7. Hasil Pengolahan Data Percobaan 1

Laju Percobaan Teoritis


Udara KR (%)
V1 V2 P0-P2 V2
(kg/s) P0-P1 P0-P2
20 0.10 0.34 0.41 0.76 0.32 0.74 2.49
25 0.11 0.49 0.43 0.92 0.61 1.03 10.70
30 0.11 0.64 0.43 1.05 0.61 1.03 2.06
35 0.12 0.84 0.45 1.20 0.91 1.24 3.67
40 0.12 1.05 0.45 1.34 0.91 1.24 7.70
45 0.13 1.30 0.47 1.49 1.20 1.43 4.26
50 0.15 1.53 0.51 1.62 1.78 1.74 7.22
55 0.15 1.82 0.51 1.77 1.78 1.74 1.19
60 0.16 2.14 0.52 1.91 2.07 1.88 1.72
65 0.17 2.39 0.54 2.02 2.36 2.01 0.66

Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh besar kesalahan relative rata-rata antara
nilai kecepatan rata-rata eksperimen dengan kecepatan rata-rata teoritis sebesar
4,17%.

2.2.2. Percobaan 3 : Efisiensi Difuser / Saluran Difuser


Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah berikut:
a. Menghitung efisiensi difuser dengan persamaan:
𝑃3 − 𝑃2
𝜂=
𝑃1 − 𝑃2

Tabel 8. Hasil Pengolahan Data Percobaan 3

Laju
P3-P2 P1-P2 Efisiensi
No. Udara
(Psi) (Psi) (%)
(Kg/s)
1 20 0.30 0.30 100.00
2 25 0.42 0.46 91.30
3 30 0.54 0.62 87.10
4 35 0.69 0.80 86.25
5 40 0.88 1.03 85.44
6 45 1.03 1.21 85.12
7 50 1.30 1.51 86.09
8 55 1.46 1.82 80.22
9 60 1.66 2.12 78.30
10 65 1.92 2.37 81.01

11
b. Membuat kurva dengan 𝑃3 − 𝑃2 sebagai ordinat dan 𝑃1 − 𝑃2 sebagai absis. Gradien
yang dihasilkan merupakan efisiensi dari difuser.

2.50

2.00 y = 0.7714x + 0.0758


R² = 0.9972
1.50
P3 - P2

1.00

0.50

0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
P1 - P2

Gambar 6. Grafik Hubungan (P3 – P2) terhadap (P1 – P2)


Berdasarkan grafik di atas, dapat diperoleh persamaan hasil regresi linear y =
0,7714x + 0,0758 dengan gradient 0,7714. Dengan demikian diperoleh efisiensi
diffuser sebesar 77,14%.

2.2.3. Percobaan 4 : Hubungan antara Koefisien Friksi dengan Bilangan Reynold pada Pipa
Proses pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah berikut :
a. Menghitung persamaan koefisien friksi

𝑑(𝑃3 − 𝑃2 )
𝑓=
4𝑙𝑘(𝑃0 − 𝑃1 )

dengan
k : faktor koreksi kemiringan pipa, bernilai 1.
d : diameter tube, bernilai 0.05 m.
l : panjang tube, bernilai 1.2 m.

b. Menghitung bilangan Reynold


𝑓 = ∅(𝑅𝑒)
𝜌𝑣𝑑 𝜌𝑑 2𝑘(𝑃0 − 𝑃1 )
𝑁𝑅 = = √
𝜇 𝜇 𝜌
dengan
k : faktor koreksi kemiringan pipa, bernilai 1.

𝜌 : densitas udara, bernilai 1.1682 kg/m3

12
𝜇 : viskositas udara, bernilai 1.26 x 10 -5 N.s/m2

c. Memeriksa apakah hubugan antara bilangan Reynold dan koefisien friksi sesuai
dengan persamaan Blasius.
𝑓 = 0.079𝑁𝑅−0.25
−4
𝑓
𝑁𝑅 = ( )
0.0079
dengan NR = bilangan Reynold.

d. Memeriksa apakah hubungan antara bilangan Reynold dan koefisien friksi sesuai
dengan persamaan Nikuradse-von Karman.

1 0.396
= 4.0 log(𝑁𝑅 √𝑓 )
√𝑓

1/0.396
1
√𝑓
log(𝑁𝑅 √𝑓 ) =
4
( )

Data – data hasil perhitungan ditabulasikan dalam tabel berikut :

Tabel 9. Pengolahan Data Percobaan 4

Q
f KR
udara P0-P1 P0-P2 P0-P3 P2-P3 f NR log NR
blausius (%)
(kg/s)

20.00 0.02 0.08 0.09 0.01 0.0021 28231.2906 4.4507 0.0061 66

25.00 0.05 0.10 0.12 0.02 0.0017 44637.5897 4.6497 0.0054 69

30.00 0.09 0.12 0.16 0.04 0.0019 59887.6110 4.7773 0.0051 63

35.00 0.12 0.15 0.20 0.05 0.0017 69152.2567 4.8398 0.0049 64

40.00 0.18 0.18 0.25 0.07 0.0016 84693.8717 4.9279 0.0046 65

45.00 0.18 0.23 0.30 0.07 0.0016 84693.8717 4.9279 0.0046 65

50.00 0.26 0.26 0.36 0.10 0.0016 101789.3657 5.0077 0.0044 64

13
55.00 0.31 0.33 0.45 0.12 0.0016 111146.7021 5.0459 0.0043 63

60.00 0.33 0.36 0.48 0.12 0.0015 114676.0444 5.0595 0.0043 65

65.00 0.44 0.40 0.56 0.16 0.0015 132416.4902 5.1219 0.0041 63

Dengan menggunakan persamaan Blausius dan von Karman, didapatkan data – data
sebagai berikut :

Tabel 10. Pengolahan Data Percobaan 4

Q udara log f
NR f f Blasius log NR log f
(Kg/s) Blasius

20.00 28231.2906 0.0021 0.0061 4.4507 -2.6812 -2.2151

25.00 44637.5897 0.0017 0.0054 4.6497 -2.7782 -2.2648

30.00 59887.6110 0.0019 0.0051 4.7773 -2.7324 -2.2967

35.00 69152.2567 0.0017 0.0049 4.8398 -2.7604 -2.3123

40.00 84693.8717 0.0016 0.0046 4.9279 -2.7904 -2.3343

45.00 84693.8717 0.0016 0.0046 4.9279 -2.7904 -2.3343

50.00 101789.3657 0.0016 0.0044 5.0077 -2.7952 -2.3543

55.00 111146.7021 0.0016 0.0043 5.0459 -2.7924 -2.3638

60.00 114676.0444 0.0015 0.0043 5.0595 -2.8195 -2.3672

65.00 132416.4902 0.0015 0.0041 5.1219 -2.8195 -2.3829

14
Grafik log f vs log NR
-1.90
4.40 4.50 4.60 4.70 4.80 4.90 5.00 5.10 5.20
Log f -2.10

-2.30

-2.50

-2.70

-2.90
Log NR
Blausius Data

Gambar 7. Grafik Hasil Persamaan Blasius

Tabel 11. Hasil Persamaan von Karman

Q udara f 1/√𝑓 von


NR f log NR√𝑓 1/√𝑓
(kg/s) blausius Karman

20 28231.2906 0.0021 0.0061 3.11 12.81 21.91

25 44637.5897 0.0017 0.0054 3.26 13.56 24.49

30 59887.6110 0.0019 0.0051 3.41 14.07 23.24

35 69152.2567 0.0017 0.0049 3.46 14.33 24.00

40 84693.8717 0.0016 0.0046 3.53 14.69 24.84

45 84693.8717 0.0016 0.0046 3.53 14.69 24.84

50 101789.3657 0.0016 0.0044 3.61 15.04 24.98

55 111146.7021 0.0016 0.0043 3.65 15.20 24.90

60 114676.0444 0.0015 0.0043 3.65 15.26 25.69

65 132416.4902 0.0015 0.0041 3.71 15.54 25.69

15
Grafik 1/√𝑓 vs NR√𝑓
27.00
25.00
23.00
1/√𝑓

21.00
19.00
17.00
15.00
13.00
11.00
3.00 3.10 3.20 3.30 3.40 3.50 3.60 3.70 3.80

log NR√𝑓
von Karman Data

Gambar 8. Grafik Hasil Persamaan von Karman

2.2.4. Percobaan V: Aliran Melalui Orifice

Proses pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghitung nilai 𝑃2 − 𝑃3

(𝑃2 − 𝑃3 ) = (𝑃0 − 𝑃3 ) − (𝑃0 − 𝑃2 )

b. Membuat persamaan garis pada diagram Cartesius dimana 𝑃0 − 𝑃1 sebagai sumbu


y dan 𝑃2 − 𝑃3 sebagai sumbu x:

1 𝐴
(𝑃0 − 𝑃1 ) = 𝐶 2 (𝑃 − 𝑃3 )
1 − 𝑛 𝐴2𝑖 2
2

𝑦 = 𝑚𝑥

Persamaan tersebut merupakan penurunan dari persamaan aliran melalui pipa yaitu;

2𝜌2 (𝑃2 − 𝑃3 )
𝑚̇ = 𝐶 𝐴 √
1 − 𝑛2

Dengan nilai 𝐴 merupakan luas dari piringan Orifice, n menyatakan kuadrat


perbandingan luas, 𝑑 merupakan diameter Orifice, dan C merupakan koefisien
pelepasan yang nilainya tergantung pada nilai n. Pada aliran inkompresibel, nilai

16
𝑃2 −𝑃1
koefisien pelepasan (C) dipengaruhi oleh dan laju alirnya dapat dihitung
𝑃2
dengan persamaan sebagai berikut:

𝑚̇ = 𝐴1 √2𝜌0 𝑘(𝑃0 − 𝑃1 )

Lalu dengan mensubstitusi dan mengkuadratkan kedua persamaan laju alir, akan
diperoleh:

𝐴2
2𝐴21 𝜌0 𝑘(𝑃0 − 𝑃1 ) = 𝐶 2 2𝜌 (𝑃 − 𝑃3 )
1 − 𝑛2 2 2

Pada tekanan yang relatif rendah, nilai densitas udara 𝜌0 dan 𝜌2 dapat diasumsikan
sama besar, maka persamaan di atas dapat diubah ke dalam bentuk:

𝐴2
𝐴21 𝑘(𝑃0 − 𝑃1 ) = 𝐶 2 (𝑃 − 𝑃3 )
1 − 𝑛2 2

Jika disusun ulang, maka persamaan akan menjadi sebagai berikut:

1 𝐴2
𝑘(𝑃0 − 𝑃1 ) = 𝐶 2 (𝑃 − 𝑃3 )
1 − 𝑛2 𝐴21 2

Dan persamaan tersebut akan digunakan sebagai persamaan garis yang akan
digambarkan dalam grafik, dan nilai 𝑘 merupakan faktor koreksi. Dalam
perhitungan percobaan ini, digunakan faktor koreksinya bernilai 1.

c. Slope yang dapat digunakan untuk menghitung nilai C (discharge coefficient)

1 𝐴2
Slope = 𝑚 = 𝐶 2
1 − 𝑛2 𝐴21
𝑚
𝐶=
√ 1 𝐴2
1 − 𝑛2 𝐴21

Dengan nilai 𝐴 merupakan luas penampang Orifice, dan 𝐴1 adalah luas penampang
pipa. Tabel pengolahan data dapat ditulis sebagai berikut:

Tabel 12. Data Pengamatan Percobaan 5


Laju Udara P0-P1 P0-P2 P0-P3 P2-P3
No.
(Kg/s) (Psi) (Psi) (Psi) (Psi)
1 35 0.13 0.13 0.28 0.28

17
2 38 0.13 0.14 0.31 0.31
3 41 0.13 0.15 0.34 0.34
4 44 0.14 0.15 0.38 0.38
5 47 0.14 0.15 0.41 0.40
6 50 0.15 0.16 0.45 0.44
7 53 0.15 0.16 0.49 0.50
8 56 0.15 0.17 0.54 0.57
9 59 0.16 0.17 0.57 0.63
10 62 0.16 0.17 0.63 0.72

Dan jika diplot ke dalam grafik adalah sebagai berikut:

Grafik P0-P1 terhadap P2-P3


0.17
0.17
0.16
0.16
0.15 y = 0.0765x + 0.109
P0-P1

0.15
0.14
0.14
0.13
0.13
0.12
0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80
P2-P3

Gambar 9. Grafik 𝑃0 − 𝑃1 terhadap 𝑃2 − 𝑃3

Dari trendline garis linier, diperoleh persamaan garis dari metode regresi yaitu:

𝑦 = 0.0765𝑥 + 0.109
(𝑃0 − 𝑃1 ) = 0.0765(𝑃2 − 𝑃3 ) + 0.109

Diketahui diameter pipa adalah 3.8 cm atau 0.038 m dan diameter Orifice adalah 2
cm atau 0.02 m sehingga dapat dihitung nilai n:

𝜋 2 𝜋
𝐴1 = 𝑑 = (0.0382 ) = 0.0011335 𝑚2
4 1 4
𝜋 𝜋
𝐴 = 𝑑 2 = (0.022 ) = 0.000314 𝑚2
4 4
𝐴 0.000314
𝑛= = = 0.27665
𝐴1 0.0011335

18
Setelah memperoleh nilai n, dapat dihitung koefisien pelepasan sebagai berikut:

𝑚
𝐶=
√ 1 𝐴2
1 − 𝑛2 𝐴21

0.0765
𝐶=
√ 1 0.0003142
(1 − 0.27665 ) 0.00113352
2

𝐶 = 0.46

Diperoleh nilai koefisien pelepasan (C) sebesar 0.46.

2.2.5. Percobaan VI: Kompresor

Proses pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan laju alir massa udara berdasarkan persamaan (4.4) sebagai berikut:

𝑚̇ = 𝑎1 √2𝜌0 𝑘(𝑃0 − 𝑃1 )

b. Menentukan efisiensi isotermal termodinamika:

𝑃3 − 𝑃2 𝑃3 − 𝑃2
𝜌0 (1 − 2𝑃0 )
𝛾
𝛾 − 1 𝑅(𝑇𝑖𝑛 − 𝑇𝑜𝑢𝑡 )

c. Menentukan efisiensi isotermal keseluruhan:

𝑃3 − 𝑃2 𝑃3 − 𝑃2
𝑚̇ 𝜌0 (1 − 2𝑃0 )
𝜔𝑇𝑟

Data-data hasil perhitungan dapat ditabulasikan dalam tabel berikut:

Tabel 13. Pengolahan Data Percobaan 6

Tout-
P0-P1 P3-P2 ω Gaya Tr m Eff. Eff.
No. Tin ω.Tr
(Pa) (Pa) (rad/s) (N) (N.m) (Kg/s) Termo Keseluruhan
(°C)
1 68.93 137.86 1.9 111.99 0.490 0.1676 18.77 0.0257 0.4287 0.1643

19
2 137.86 206.79 2.1 126.23 0.686 0.2346 29.61 0.0363 0.6423 0.2208
3 206.79 275.71 2.2 150.09 0.882 0.3016 45.27 0.0445 0.8558 0.2358
4 206.79 275.71 2.8 162.02 1.078 0.3687 59.73 0.0445 0.8539 0.1787
5 275.71 413.57 3.6 187.04 1.274 0.4357 81.49 0.0513 1.2763 0.2267

Grafik (P3-P2) vs Laju Alir Udara


450
400
350
300
(P3-P2)

250
200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60
Laju Alir Massa Udara

Gambar 10. Grafik hubungan (P3-P2) Terhadap Laju Alir Massa Udara

Grafik ω.Tr vs Laju Alir Udara


90
80
70
60
50
ω.Tr

40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60
Laju Alir Massa Udara

Gambar 11. Grafik hubungan ω.Tr Terhadap Laju Alir Massa Udara

20
Grafik Eff. Termo vs Laju Alir Udara
1.4

1.2

1
Eff. Termo

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 10 20 30 40 50 60
Laju Alir Massa Udara

Gambar 12. Grafik hubungan Eff. Termo Terhadap Laju Alir Massa Udara

Grafik Eff. Keseluruhan vs Laju Alir Udara


0.25

0.2
Eff. Keseluruhan

0.15

0.1

0.05

0
0 10 20 30 40 50 60
Laju Alir Massa Udara

Gambar 13. Grafik hubungan Eff. Keseluruhan Terhadap Laju Alir Massa Udara

21
BAB III

ANALISIS

3.1. Analisis Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi pada Aliran Udara

a. Analisis Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh kompresi pada aliran udara
di dalam saluran konvergen-divergen. Sistem pipa konvergen-divergen, yaitu pipa
yang diameternya mengecil kemudian membesar.
Langkah pertama pada praktikum ini adalah memasang set pipa konvergen-
divergen pada meja percobaan. Selanjutnya, mengukur perbedaan tekanan pada
titik-titik yang ditentukan. Pengukuran dilakukan menggunakan manometer digital.
Set pipa tersebut sudah memiliki 3 lubang, yaitu di depan mulut pipa (titik 0), di
daerah konvergen pipa (diameter pipa mengecil) (titik 1), dan di daerah divergen
pipa (diameter pipa membesar) (titik 2). Praktikan melakukan pengambilan data
pada titik 0 sebagai titik awal dikarenakan pada titik ini nilai tekanan belum
dipengaruhi oleh keadaan lain atau dapat diasumsikan tekanan di luar pipa. Titik ini
dijadikan titik acuan (P0). Kemudian mengukur besarnya perubahan tekanan pada
titik 1 (P0-P1) dan titik 2 (P0-P2) dengan memvariasikan laju alir udara yang
dimulai pada 20kg/s. variasi laju udara dilakukan pada kompresor dengan cara
memutar pengatur laju alir udara yang terdapat pada bagian kanan bawah
Compressible Flow Bench Set. Interval laju udara yang digunakan sebesar 5 kg/s
sampai 65 kg/s. sehingga diperoleh 10 data agar percobaan lebih akurat.

b. Analisis Data dan Perhitungan


Setelah melakukan seluruh rangkaian percobaan, diperoleh data berupa laju alir
udara yang digunakan serta pressure drop di setiap titik. Dari hasil tersebut,
diperoleh sebuah kencenderungan bahwa dengan laju alir udara yang semakin
meningkat, maka pressure drop yang terjadi juga semakin meningkat. Hal ini sesuai
dengan prinsip hukum Bernoulli dan juga asas kontinuitas, dimana ketika laju alir
semakin besar maka pressure drop juga semakin besar.
Langkah pertama yang praktikan lakukan adalah menghitung densitas dari udara
yang digunakan dalam percobaan ini. Perhitungan dilakukan dengan
mengasumsikan komposisi udara terdiri atas 79% N2 dan 21% O2. Setelah
dilakukan perhitungan, diperoleh Mr campuran dari udara sebesar 28,84 g/mol.
Berdasarkan nilai tersebut, densitas udara dapat ditentukan melalui penurunan
rumus persamaan gas ideal. Densitas udara yang diperoleh adalah sebesar 1.1682
kg/m3. Berdasarkan data (P0-P1) dan (P0-P2), praktikan dapat menghitung v1 dan
v2 berdasarkan hasil percobaan yang telah diperoleh. Nilai kecepatan diperoleh
dengan menggunakan persamaan Bernoulli dengan mengabaikan kerja, panas, dan
rugi-rugi. Nilai kecepatan yang diperoleh tersebut dapat dibandingkan dengan nilai
teoritis yang diperoleh dari perbedaan tekanan (P0-P2) teoritis. P0-P2 teoritis dapat

22
ditentukan dengan cara membandingkan antara luas penampang di titik satu dan di
titik dua lalu mengalikannya dengan P0-P1. Setelah melakukan perhitungan,
perbedaan antara P0-P2 teoritis rata-rata lebih kecil dari P0-P2 hasil percobaan.
Namun ada juga P0-P2 teoritis lebih besar dari P0-P2 hasil percobaan. Adanya
keseimbangan antara P0-P2 teoritis dan P0-P2 hasil percobaan, menyebabkan
kesalahan relatif pada percobaan ini tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil
penghitungan, nilai kesalahan relatif rata-rata pada percobaan ini diperoleh sebesar
4,17 %.

c. Analisis Grafik
Berdasarkan grafik yang didapatkan, terdapat kecenderungan bahwa jika laju alir
dinaikkan maka nilai tekanan akan semakin naik. Hal ini menunjukkan bahwa laju
alir dan tekanan berbanding lurus. Laju alir massa secara matematis berperan
sebagai konstanta, di mana sebenarnya dapat diabaikan. Namun, energi yang
dihasilkan kompresor akan semakin besar sehingga akan meningkatkan kecepatan
fluida dan menaikkan pressure drop. Dari percobaan didapatkan grafik hubungan
antara nilai P0 – P1 dengan P0 – P2, di mana P0 – P1 merupakan sumbu-x dan P0
– P2 merupakan sumbu y. Dari grafik dapat diperoleh persamaan garis 𝑦 = 29,074𝑥
– 2,5837 dengan R2 = 0.9729. Dari persamaan tersebut, diperoleh grafik
mempunyai slope yang positif, yaitu 29,074. Hal ini menunjukkan bahwa seiring
dengan naiknya P0-P1, maka nilai P0-P2 juga akan naik.

d. Analisis Kesalahan
Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan yang terjadi. Hal ini menyebabkan
terjadinya penyimpangan dan kurang baiknya hasil regresi. Pengukuran nilai
tekanan (P0-P1) dan (P0-P2), bisa tidak akurat karena dilakukan pada saat kondidi
aliran belum steady. Hal ini disebabkan oleh kesalahan praktikan yang terlalu cepat
mengukur tekanan setiap mengubah laju alir udara. Selain itu, perbedaan tekanan
yang kecil dapat tidak terbaca oleh manometer digital dimana manometer digital
hanya menunjukkan dua angka dibelakang koma. Praktikan juga mengabaikan
kehilangan energy akibat friksi dan kehilanan kalor ke lingkungan. Hal ini
menyebabkan perbedaan antar hasil eksperimen dengan teoritis. Selain itu, aliran
udara yang sebenarnya tidak menyerupai gas idela sehingga tidak
merepresentasikan keadaan yang sebenarnya.

3.2. Analisis Percobaan 3: Efisiensi Difuser/Saluran Difuser

a. Analisis Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tekanan sepanjang saluran
divergen agar dapat ditentukan besar efisiensinya. Prinsip percobaan ini adalah
mengukur beda tekanan pada titik awal bagian konvergen (titik 1) dengan titik
throat (titik 2) dan pada titik ujung bagian divergen (titik 3). Dalam percobaan ini
efisiensi diffuser, dapat dihitung dengan persamaan:

23
𝑃3 − 𝑃2
𝜂= 𝑥 100%
𝑃1 − 𝑃2

Berdasarkan rumus di atas, untuk mendapatkan efiensi diffuser yang besar, maka
P3-P2 harus lebih kecil daripada P1–P2. Hal ini sesuai dengan tujuan dari diffuser,
yaitu untuk meningkatkan tekanan. Pada aliran kompresibel tekanan yang masuk
akan berbeda dengan tekanan yang keluar, sementara untuk aliran inkompresibel
tidak ada perbedaan tekanan dari yang masuk maupun yang keluar. Sehingga
efisiensi untuk aliran inkompresibel akan mendekati 1 karena P3 = P1. Percobaan
ini dilakukan dengan mengukur nilai P3-P2 dan P1-P2 dengan menggunakan
manometer digital, dan memvariasikan laju alir udara dari 20 kg/s sampai 65 kg/s
untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

b. Analisis Data dan Perhitungan


Berdasarkan hasil dari percobaan, P3 –P2 lebih kecil daripada P1 –P2 dengan luas
penampang 1 dan 3 yang sama. Hal ini berarti bahwa tekanan di titik 3 tidak dapat
sebesar tekanan di titik 1 walaupun luas penampangnya sama, hal ini dikarenakan
sepanjang saluran divergen (titik 2 ke titik 3) telah terjadi friksi antara fluida dengan
dinding dan friksi antara fluida. Friksi ini menghasilkan panas sehingga panas akan
menjadi kehilangan energi, hal inilah yang menyebabkan tekanan di titik 3 tidak
dapat sebesar tekanan di titik 1 walaupun dengan luas penampang yang sama. Dari
hasil pengolahan terlihat bahwa efisiensi difuser rata-rata dengan pengukuran
menggunakan manometer adalah 86,08% efisiensi cenderung akan semakin besar
apabila P3 semakin besar.. Efisiensi diffuser akan bernilai 100% jika P3 = P1.
Namun, kenyataannya hal ini jarang terjadi. Hal ini disebabkan ketika fluida
melewati kerongkongan diffuser akan ada konversi energi ke dalam bentuk lain.
Seperti energi panas karena friksi yang terjadi ketika aliran telah melalui saluran
konvergen yang mengakibatkan P3 < P1. Karena efisiensi diffuser berkurang akibat
semakin besarnya friksi, Hal ini juga menunjukan bahwa efisiensi diffuser
dipengaruhi juga oleh jenis fluida yang melaluinya. Semakin viscous fluidanya
maka friksinya akan semakin besar dan efisiensi diffuser semakin tidak optimal.

c. Analisis Grafik
Dalam percobaan ini diperoleh grafik yang merupakan hubungan antara P1-P2
sebagai sumbu x dan P3-P2 sebagai sumbu y. Setelah dilakukan plotting, diperoleh
persamaan garis y = 0,7714x + 0,0758. Dapat dilihat bahwa hubungan antara P3-
P2 dan P1-P2 membentuk hubungan berbanding lurus dan bersifat mendekati linier
dengan gradien yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan P3-P2
berbanding lurus dengan P1-P2 dalam berbagai laju alir massa udara. Nilai gradien
dari persamaan yang diperoleh menunjukkan efisiensi difuser dari seluruh
percobaan sebesar 0,7714 sehingga efiensi diffuser menjadi 77,14%. Nilai ini cukup
berbeda dengan nilai efisiensi rata-rata, namun keduanya tidak dapat dibandingkan
karena nilai efisiensi akan makin tinggi sesuai dengan kenaikan laju alir massa
udara atau kenaikan beda tekanan P1-P2.

24
d. Analisis Kesalahan
Berdasarkan data yang diperoleh, percobaan sudah cukup akurat, hal ini dapat
dilihat dari grafik yang terbentuk memiliki nilai R2 mendekati 1. Hal ini
menyatakan bahwa percobaan sudah dilakukan dengan baik serta sesuai prosedur.
Namun, dalam percobaan ini tentunya terdapat kesalahan-kesalahan baik itu dari
faktor praktikan maupun dari faktor alat. Kesalahan-kesalahan tersebut diantaranya
adalah praktikan tidak menunggu laju alir udara hingga kondisi steady setelah
mengubah laju alir massa udara dalam kompresor sehingga terjadi kesalahan
pengambilan data. Dari faktor alat kesalahannya adalah ketidakakuratan manometer
dalam menentukan beda tekanan dinding pipa yang mungkin menambah faktor
friksi pipa.

3.3 Analisis Percobaan 4: Hubungan Koefisien Friksi/Gesekan dengan


Bilangan/Nomor Reynold pada Pipa

a. Analisis Percobaan
Percobaan empat ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koefisien
friksi dengan bilangan Reynold. Agar terdapat friksi pada pipa, digunakan pipa
panjang yang memiliki permukaan kasar dengan nilai kekaasaran tertentu. Pada
percobaan ini, udara digunakan sebagai fulida. Hal tersebut dikarenakan udara
memiliki viskositas yang rendah. Viskositas yang rendah bisa menyebabkan data
yang didapatkan lebih akurat karena dapat memperkecil pengaruh gaya gesek.
Koefisien friksi dapat dipelajari dari hubungannya dengan bilangan Reynold.
Pokok dari percobaan 4 ini adalah melakukan pengukuran perbedaan tekanan
di tiga titik yang ada pada pipa yaitu titik 0 – 1, 0 – 2, dan 0 – 3, sesuai gambar 2.
Pengambilan data pada titik 0 -1 bertujuan untuk menghitung besarnya laju alir dari
fluida. Data yang diambil perbedaan tekanan 0 – 1 karena pada titik 1 fluida belum
banyak dipengaruhi oleh shear stress. Oleh karena itu, laju alir yang terukur akan
sesuai dengan laju alir yang sebenarnya. Pengambilan data perbedaan tekanan pada
titik 0 – 2 dan 0 – 3 digunakan untuk mengukur besarnya perbedaan tekanan di titik
2 dan titik 3 yang besarnya digunakan untuk menghitung besarnya koefisien friksi.
Perhitungan perbedaan dilakukan di titik 2 dan 3 agar sudah terbentuk profil
kecepatan berkembang penuh (fully developed). Besarnya koefisien friksi dapat
diinterpretasikan dari besarnya perbedaan tekanan. Hal tesebut karena persamaan
Bernoulli pada gambar 2 hanya terdapat energi yang berasal dari perbedaan
tekanan dan energi dari shear stress. Oleh karena itu, akan didapatkan nilai
koefisien friksi.
Agar didapatkan data yang lebih akurat, dilakukan pengambilan data dengan
laju alir udara pada kompresor yang berbeda – beda. Pada praktikum kali ini,
diambil sepuluh data dengan laju alir pertama adalah 20 kg/s dan setelah
ditambahkan 5 kg/s sehingga data diambil dengan laju alir 20 kg/s sampai 65 kg/s.

25
Interval dibuat hanya 5 kg/s agar perbedaan tekanan di titik 2 dan titik 3 sudah
terbentuk profil kecepatan yang bersifat fully developed.
Setelah semua data diolah berdasarkan persamaan yang sudah ada, data – data
tersebut dibandingkan dengan hasil dari perhitungan Blasius dan von Karman. Dua
persamaan tersebut digunakan karena percobaan yang sudah dilakukan berada
dalam range kedua persamaan tersebut. Persamaan Blasius berlaku untuk N R 2100
– 100000 dan persamaan von Karman berlaku untuk NR 4 x 103 sampai 3,4 x 106.

b. Analisis Data dan Perhitungan


Dilihat dari tren perbedaan tekanan yang ada pada tabel, semakin jauh sebuah
titik dari titik 0 maka perbedaan tekanannya akan semakin besar. Hal tersebut
dikarenakan semakin jauh suatu titik maka fluida akan lebih banyak mengalami
gesekan dengan permukaan pipa. Selain itu, dilihat dari lapisan batas (boundary
layer) di awal perjalanan fluida masih belum terbentuk secara sempurna sehingga
friksinya masih kecil namun semakin jauh dari titik 0, boundary layer akan
terbentuk sempurna dan lebih tebal. Oleh karena itu, perbedaan tekanannya akan
bertambah jika titiknya semakin jauh dari titik 0.
Hubungan koefisien friksi dan bilangan Reynold bisa didapatkan dari
persamaan Blasius dan persamaan von Karman karena range percobaan masih
berada di dalamnya. Semakin besar laju alir maka bilangan Reynold juga akan
bertambah. Namun pada saat tertentu, koefisien friksi akan konstan walaupun
bilangan Reynold bertambah. Pada daerah itu disebut Hydrocitically Smooth.

c. Analisis Grafik
Untuk mengetahui apakah suatu data percobaan fit dengan persamaan atau
tidak, harus dilakukan plotting dengan persamaan yang sudah dimodifikasi menjadi
linier. Dari hasil linieritas persamaan akan didapatkan bahwa grafik gambar 7
memiliki sumbu x yaitu log NR dan sumbu y yaitu log f. Dari hasil linieritas
persamaan akan didapatkan bahwa grafik gambar 8 memiliki sumbu x yaitu log
NR√𝑓 dan sumbu y yaitu 1/√𝑓. Grafik pada gambar 7 dan gambar 8 memiliki tren
yang sama dengan grafik hasil dari perhitungan persamaan Blasius dan von
Karman. Namun, hanya titik kedua yang tidak mengikuti pola persamaan Blasius
dan von Karman. Dan juga, kedua grafik tidak saling tindih yang berarti data harus
dikalikan dengan faktor koreksi sehingga hasilnya sama dengan hasil persamaan
Blasius dan persamaan Von Karman.

d. Analisis Kesalahan
Jika dilihat dari grafik gambar 7 dan gambar 8, hasil praktikum sudah cukup
baik karena tren dari data eksperimen dan data hasil perhitungan persamaan Blasius
dan persamaan von Karman sudah sama. Namun masih belum cukup akurat, karena
grafiknya tidak tepat sama dengan hasil persamaan. Hal tersebut mungkin terjadi
karena ada beberapa alat yang belum dilakukan kalibrasi sehingga semua hasil data
eksperimen bergeser dan juga bisa terjadi karena pada titik 2 dan titik 3 bukan

26
merupakan daerah fully developed. Data titik kedua tidak mengikuti tren bisa terjadi
karena pengamatan yang kurang baik dari praktikan dan juga karena getaran yang
cukup besar sehingga pengamatan perbedaan tekanannya tidak tepat.

3.4. Analisis Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice

a. Analisis Percobaan
Percobaan 5 dengan judul Aliran Melalui Orifice memiliki tujuan untuk mencari
hubungan laju alir dengan beda tekanan (pressure drop) pada aliran pipa yang
melalui Orifice. Selain itu, percobaan ini juga bertujuan untuk menghitung
koefisien pelepasan Orifice (discharge coefficient). Dengan variasi laju alir yang
berbeda-beda, praktikan mengukur beda tekanan masing-masing pada Orifice. Hal
tersebut menandakan bahwa laju alir berperan sebagai variabel bebas dan beda
tekanan merupakan variabel terikatnya. Semakin besar laju alir fluida yang
dialirkan ke dalam pipa, perbedaan tekanan yang terjadi akan semakin besar pula.
Aliran udara dalam pipa juga terhambat oleh adanya friksi atau gaya gesekan
antara fluida dengan dinding pipa. Orifice dipasang di tengah-tengah pipa sehingga
udara yang masuk akan mengalir melalui pipa panjang dan tiba-tiba mengalami
penyempitan dan perluasan karena adanya Orifice. Penyempitan dan perluasan
penampang secara tiba-tiba tersebut menyebabkan adanya pressure loss yang besar
dibandingkan aliran penyempitan seperti pada venturimeter. Dibandingkan dengan
venturimeter, orificemeter memiliki nilai koefisien lepas yang lebih besar
dibandingkan dengan venturimeter karena tidak ada tabung konvergen dan divergen
pada Orifice sehingga energi yang hilang jauh lebih besar dan koefisien
pelepasannya akan menurun.
Pada percobaan, dapat diamati bahwa ketika daya motor dinaikkan, kecepatan
tangensial kompresor akan semakin besar pula sehingga kompresor akan menarik
udara lebih kuat. Lalu pada aliran di tengah Orifice, terjadi penurunan tekanan yang
sangat drastis, akibatnya laju alir massa akan bertambah setelah melalui Orifice
karena perbedaan tekanan yang sangat besar. Terjadi penghilangan massa pula
akibat friksi di dinding pipa dan massa yang hilang ini akan semakin banyak
ditandai dengan koefisien pelepasan yang semakin kecil.
Pengukuran beda tekanan menggunakan manometer digital. Pengukuran harus
dilakukan setelah kompresor beroperasi sekitar kurang lebih 30 detik sehingga
diharapkan aliran udara dalam pipa sudah stabil. Namun, walaupun memakai
manometer digital, terjadi beberapa kesalahan alat yang akan dibahas di analisis
kesalahan.

b. Analisis Data dan Perhitungan


Dari hasil pengukuran di data pengamatan, beda tekanan antara titik 0 dan titik
1 bernilai lebih kecil dibanding perbedaan tekanan antara titik 2 dan titik 3.
Fenomena ini disebabkan oleh penyempitan luas penampang yang mengakibatkan
peningkatan laju alir udara di Orifice dan terjadi pula penurunan tekanan yang lebih

27
besar dibanding daerah masuknya fluida (pressure loss). Perbedaan tekanan juga
dipengaruhi oleh adanya gaya gesek antara udara dengan dinding pipa maupun
gesekan antara udara dengan Orifice. Penurunan tekanan pada daerah sekitar
Orifice juga disebabkan oleh adanya tumbukan yang terjadi pada permukaan
penampang Orifice.
Koefisien pelepasan (discharge coefficient) merupakan suatu besaran yang
menunjukkan seberapa ideal Orifice tersebut ketika digunakan. Range besar
koefisien pelepasan adalah antara 0 sampai 1. Nilai koefisien pelepasan sama
dengan 1 berarti Orifice tersebut sangat ideal dimana gesekan antara fluida dengan
dinding pipa nilainya sangat kecil.
Dari hasil pengolahan data, praktikan memperoleh bahwa nilai koefisien
pelepasan pada Orifice dalam percobaan ini adalah 0.46 berarti Orifice yang
digunakan ini jauh dari keadaan ideal dan berdasarkan literatur, seharusnya Orifice
memiliki koefisien pelepasan sekitar 0.6 sampai 0.7. Nilai koefisien pelepasan
tersebut menandakan bahwa friksi yang terjadi selama percobaan lebih kecil dari
nilai friksi Orifice secara teoritis. Akibatnya koefisien pelepasannya bernilai lebih
kecil dan jauh dari nilai 1.

c. Analisis Grafik
Grafik yang dihasilkan dari pengolahan data percobaan adalah grafik yang
menunjukkan hubungan nilai 𝑃0 − 𝑃1 terhadap 𝑃2 − 𝑃3 dengan gradient (slope)
yang diperoleh dari persamaan garis linier dapat digunakan untuk menghitung
koefisien pelepasannya. Nilai 𝑃0 − 𝑃1 sebagai sumbu y dan nilai 𝑃2 − 𝑃3 sebagai
sumbu x. Nilai gradient yang dihasilkan bernilai positif sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai perbedaan tekanan pada titik 0 dan 1 berbanding lurus dengan
perbedaan tekanan pada titik 2 dan 3. Namun, pada praktiknya grafik yang
dihasilkan tidak linier dan memiliki nilai kelinieritas yang belum mendekati 1
disebabkan oleh beberapa faktor.

d. Analisis Kesalahan
Data-data yang diperoleh dari hasil percobaan kurang sesuai karena grafik yang
dihasilkan tidak sesuai dengan dengan apa yang diharapkan. Garis linier yang
dihasilkan juga banyak terjadi penyimpangan titik-titik sehingga dapat dikatakan
hasil perhitungan percobaan kurang akurat. Kesalahan tersebut dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain kesalahan praktikan saat melakukan pengukuran
tekanan dengan manometer yaitu tidak mengkalibrasi alat sebelum digunakan
sehingga pengukuran tidak akurat dan posisi manometer kurang sejajar dengan
pipa. Kesalahan juga dapat disebabkan oleh adanya rongga pada sambungan pipa
dengan kompresor yang menyebabkan ada udara yang keluar melalui rongga
tersebut karena sambungan tidak begitu rapat. Kesalahan terakhir yang mungkin
terjadi adalah dengan tidak memperhatikan perubahan densitas pada fluida. Pada
perhitungan, diasumsikan bahwa densitas fluida relatif sama sepanjang aliran.
Namun, pada kenyataannya pada aliran fluida kompresibel seperti udara, terjadi
perbedaan densitas pada setiap titik aliran.

28
3.5. Analisis Percobaan 6: Kompresor

a. Analisis Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perbedaan tekanan,
efisiensi isotermal, serta input daya pada laju alir tertentu. Percobaan dilakukan
dengan melakukan variasi pada laju alir fluida dan beban pada kompresor. Pada
setiap laju alir, akan diberikan variasi beban. Beban tersebut diberikan untuk
mengetahui nilai torsi kompresor terhadap beban yang digunakan. Adapun pada
setiap variasi laju alir dan beban, perbedaan tekanan dan suhu diukur, agar dapat
menghitung efisiensi isotermal termodinamika dan efisiensi isotermal keseluruhan.
Selain itu, nilai RPM poros kompresor diukur dengan menggunakan tachometer.
Pembacaan tachometer yang tepat adalah ketika titik putih yang terdapat pada
kompresor tampak berhenti berputar karena frekuensi kedip sinar sama dengan
RPM kompresor. Adapun besarnya RPM dipengaruhi oleh laju alir fluida yang
digunakan. Di mana semakin besar laju alirnya, nilai RPM pun akan semakin besar
pula.

b. Analisis Data dan Perhitungan


Berdasarkan data, diperoleh bahwa perbedaan suhu inlet dan outlet pada tiap-tiap
variasi sekitar 1,9-3,6°C. Perbedaan suhu fluida tersebut terjadi karena adanya friksi
antara sesama partikel fluida ataupun friksi antara fluida dengan bidang yang
dilaluinya. Selanjutnya, dapat dilihat bahwa saat dilakukan peningkatan laju alir
massa udara dan peningkatan beban untuk menyeimbangkan, kecepatan putar poros
kompresor juga meningkat. Penghitungan laju alir massa udara menunjukkan
bahwa laju alir massa udara berbanding lurus dengan akar perbedaan tekanan di
titik 1. Sehingga, semakin besar nilai laju alir massa, akan semakin besar juga nilai
udara pressure drop pada titik 1.
Efisiensi isotermal termodinamika menunjukkan rasio atau perbandingan antara
kerja fluida dengan perubahan entalpi. Nilai efisiensi isotermal termodinamika
cenderung menurun seiring dengan peningkatan laju alir massa fluida. Hal tersebut
disebabkan oleh terjadinya peningkatan perbedaan tekanan antara titik 2 dan titik 3
(P3-P2) seiring dengan peningkatan laju alir massa udara. Sementara itu, nilai
efisiensi isotermal keseluruhan menunjukkan rasio atau perbandingan antara kerja
sistem dengan kerja torsi kompresor. Peningkatan torsi akan mengakibatkan
penurunan nilai efisiensi untuk kerja sistem yang tetap.

c. Analisis Grafik

Grafik Perbedaan Tekanan (P3-P2) Terhadap Laju Alir Massa Udara


Berdasarkan grafik, diperoleh bahwa laju alir massa memiliki hubungan yang
cenderung linier dengan perbedaan tekanan. Semakin besar laju alir massa udara,
maka pressure drop semakin besar. Persamaan grafik perbedaan tekanan (P3-P2)

29
terhadap laju alir massa udara adalah y = 11.447x - 238.3 dengan nilai R2 sebesar
0.9662.

Grafik ω.Tr Terhadap Laju Alir Massa Udara


Pada grafik terlihat bahwa laju alir massa memiliki hubungan yang linier dengan
nilai ωTr. Nilai ωTr memiliki hubungan yang linear dengan laju alir massa. Sebab,
seiring dengan penambahan laju alir massa, dilakukan juga penambahan beban.
Ketika beban yang digunakan semakin besar, nilai Tr akan semakin besar pula. Hal
tersebut disebabkan karena Tr berbanding lurus dengan besarnya gaya yang
diberikan oleh beban. Selain itu, saat dilakukan penambahan beban, akan semakin
besar pula daya motor yang diperlukan untuk memutar pelat kompresor, sehingga
nilai ω akan bertambah seiring dengan penambahan laju alir massa. Oleh karena itu,
nilai ωTr berbanding lurus dengan laju alir massa. Adapun persamaan grafik yang
dihasilkan adalah y = 2.7992x - 75.35, di mana nilai R² = 0.9844.

Grafik Efisiensi Isotermal Termodinamika Terhadap Laju Alir Massa Udara


Berdasarkan grafik, diperoleh bahwa laju alir massa memiliki hubungan yang
cenderung linier dengan Efisiensi Isotermal Termodinamika. Semakin besar laju
alir massa udara, maka efisiensi isotermalnya semakin besar. Persamaan grafik
efisiensi isotermal terhadap laju alir massa udara adalah y = 0.0352x - 0.7263
dengan nilai R2 sebesar 0.9665.

Grafik Efisiensi Isotermal Keseluruhan Terhadap Laju Alir Massa


Data hasil pengamatan hubungan Efisiensi Isotermal Keseluruhan terhadap
Laju Alir Massa udara memberikan pola grafik yang tidak beraturan. Trend grafik
cenderung naik pada percobaan satu sampai percobaan tiga, tetapi turun pada
percobaan empat dan naik lagi pada percobaan kelima. Seharusnya, grafik yang
diperoleh adalah grafik linier, sebab Efisiensi Isotermal Keseluruhan berbanding
lurus dengan laju alir massa udara. Jadi, semakin tinggi laju alir massa udara maka
seharusnya efisiensi isotermal keseluruhannya juga semakin tinggi.

d. Analisis Kesalahan
Kesalahan-kesalahan dalam praktikum ini dapat disebabkan oleh kesalahan
praktikan saat melakukan praktikum. Seperti, saat mengukur dengan menggunakan
manometer digital, posisi manometer lebih rendah/tinggi dibandingkan dengan
pipa, sehingga hasil pengukuran yang didapatkan menjadi kurang akurat. Selain itu,
dapat juga terjadi saat mengukur RPM menggunakan tachometer, di mana
praktikan kesulitan untuk mengatur agar titik putih pada pelat kompresor tepat
berhenti, sehingga data yang didapatkan pun menjadi kurang akurat.

30
KESIMPULAN

Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi pada Aliran Udara


 Kecepatan aliran fluida berbanding terbalik dengan luas penampang aliran terbukti
dengan adanya asas kontinuitas (kecepatan meningkat ketika luas penampang aliran
semakin kecil).
 Laju alir fluida juga berlawanan dengan beda tekanan, yaitu semakin tinggi laju alir
udara, maka semakin besar penurunan tekanan yang terjadi.

Percobaan 3: Efisiensi Difuser/Saluran Difuser


 Efisiensi diffuser menunjukkan adanya pengembalian tekanan pada bagian divergen
pipa setelah terjadinya penurunan tekanan yang terjadi pada bagian konvergen.
 Nilai efisiensi akan selalu lebih kecil dari 1 akibat adanya tekanan yang berlawanan
arah dan membentuk profil aliran turbulen eddy yang berlawanan dengan aliran fluida.

Percobaan 4: Hubungan Koefisien Friksi/Gesekan dengan Bilangan/Nomor Reynold


pada Pipa
 Nilai friksi atau gaya gesek pada pipa berbanding terbalik dengan bilangan Reynold
(semakin besar bilangan Reynoldnya, maka koefisien friksi akan semakin kecil
nilainya).
 Korelasi koefisien friksi dengan persamaan-persamaan yang dibuat oleh pada ahli dapat
disesuaikan ketika percobaan berlangsung dengan baik dengan kesalahan relatif kecil.

Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice


 Peningkatan laju alir pada Orifice meningkatkan turbulensi dan gesekan yang terjadi
dalam pipa.
 Penurunan tekanan yang terjadi pada Orifice sangat tinggi sehingga terjadi
penghilangan energi yang besar pula.
 Koefisien pelepasan yang terjadi pada percobaan ini adalah 0.46.

Percobaan 6: Kompresor
 Peningkatan laju alir massa udara membutuhkan kenaikan torsi dan RPM kompresor
yang lebih besar.
 Semakin besar laju alir massa udara yang masuk kompresor, maka semakin besar
efisiensi termodinamika.
 Semakin besar laju alir massa udara yang masuk kompresor, maka semakin besar
efisiensi termodinamika keseluruhan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Modul Praktikum Proses dan Operasi Teknik 1. Depok: Departemen Teknik
Gas dan Petrokimia.

De Nevers, Noel. 1991. Fluid Mechanics for Chemical Engineering (2nd ed.). New York:
Marcel Dekker, Inc.

McCabe, W. L., Smith, J. C., & Harriott, P. 1993. Unit Operations of Chemical Engineering
(5th ed.). New York; London: McGraw-Hill.

32

Anda mungkin juga menyukai