Anda di halaman 1dari 2

Upaya Konsumen yang Dirugikan atas Penjualan dan Pemasaran Produk Kosmetik oleh Pelaku Usaha

Kosmetik sebagaimana disebutkan oleh Food and Drug Administration (FDA)1 merupakan produk
yang digunakan pada kulit dengan maksud untuk membersihkan, mempercantik, meningkatkan daya
tarik maupun memperbaiki penampilan. Saat ini produk kosmetik tidak hanya digunakan oleh orang
dewasa tetapi juga untuk anak-anak hingga orang usia lanjut (Felicia, 2013). 2 Peredaran kosmetik di
kalangan masyarakat perlu dilakukan pengawasan karena maraknya kosmetik yang tidak aman dan
mengandung bahan kimia berbahaya.3
Pada semester II tahun 2016, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 39 jenis
kosmetik yang meliputi 25 merk produk lokal dan 14 merk produk impor yang mengandung bahan kimia
berbahaya. Produk-produk tersebut cenderung didominasi oleh produk kosmetik dekoratif, seperti
bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain. Sedangkan, produk perawatan kulit, seperti misal
pelembab, tabir surya, facial wash, toner, dan lain-lain. Mayoritas produk mengandung bahan pewarna
merah K3 dan K10 (rhodamin B)4 sebanyak 46,16%, diikuti produk kosmetik yang mengandung
hidrokinon dan merkuri masing-masing sebanyak 17,95%. Selain itu, ditemukan juga kosmetik yang
mengandung klindamisin dan teofilin. 5 Menyikapi banyaknya peredaran produk kosmetik berbahaya
yang beredar di Indonesia, lantas apa yang harus dilakukan oleh para konsumen?
Sejatinya BPOM telah melarang penggunanaannya pada produk kosmetik tersebut berdasarkan
Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika. Produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya tersebut perlu diwaspadai oleh
masyarakat agar terhindar dari bahayanya. Mengenai hal ini, para pelaku usaha pada dasarnya dilarang
memproduksi barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan, salah satunya mengandung bahan berbahaya. 6
Adapun bagi konsumen yang dirugikan, maka berhak atas perlindungan hokum. Perlindungan
hukum terhadap konsumen pada dasarnya adalah melindungi hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen
secara jelas dan terinci dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan yang semestinya
diperhatikan dan dilindungi oleh pihak pelaku usaha. Akan tetapi, dalam prakteknya hal ini seringkali
terabaikan karena itikad tidak baik dari pelaku usaha serta dalam melakukan usaha hanya didorong
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. 7 Konsumen berhak mendapatkan hak-haknya

1
FDA, “Is It a Cosmetic, a Drug, or Both? (Or Is It Soap?)”, FDA, New Hampshire Avenue, 2012.
2
Nadia Felicia, “Riset: Pasar Kosmetik di Indonesia Terus Bertumbuh”, Berita Satu, (Diakses pada 30 November
2021).
3
Ahmad Dzulfikri Nurhan, et.al., “Pengetahuan Ibu-Ibu Mengenai Kosmetik yang Aman dan Bebas dari
Kandungan Bahan Kimia Berbahaya”, Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 4, No. 1, (2017), h. 15.
4
Rhodamin B merupakan bahan pewarna sintetis yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan kosmetik
menurut Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika adalah Rhodamin B.
5
BPOM, “Penertiban Kosmetik Impor Ilegal dan Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya - Berantas Produk
Ilegal dan Berbahaya untuk Keadilan dalam Berusaha”, Diakses dari http://www.pom.go.id pada 30 November
2021.
6
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
7
Ni Putu Januaryanti Pande, 2017, ” Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang Tidak
Terdaftar Di BPOM Denpasar”, Jurnal Magister Hukum Universitas Udayana, Vol.6 No.1, hlm. 18.
sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi produk kosmetik impor ilegal yang
mengandung bahan berbahaya dapat menuntut ganti kerugian.7 Dalam hal ini ganti rugi tersebut bukan
merupakan tugas pokok Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM), karena Badan Pengawas Obat
Dan Makanan (BPOM) hanya melakukan pengawasan. BPOM dalam melakukan pengawasan, berkaitan
dengan ius poenandi apabila ditemukan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya maka kosmetik
tersebut akan disita dan apabila sudah mendapatkan persetujuan dari Pengadilan kemudian penyidik
melakukan pemusnahan untuk kemudian dibakar di tempat pembuangan akhir. 8
Saat konsumen mengalami kerugian atau permasalahan maka konsumen wajib untuk
mendapatkan adokasi dan perlindungan dalam upaya penyelesaian sengketa tersebut, pemerintah
sudah memberikan fasilitas berupa lembaga-lembaga yang dapat menanggulangi masalah tersebut salah
satunya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) konsumen yang memiliki sengketa bisa
mendapatkan bantuan hukum atau advokasi dari permaslaahan yang mereka hadapi serta bantuan dari
beberapa pakar atau ahli dalam bidang tersebut.
Hal ini diperkuat dengan adanya Teori Perlindungan Hukum, menurut Phillipus M. Hadjon bahwa
perlindungan hukum bagi rakyat adalah sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan
refresif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa yang
mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hatihati dalam pengambilan keputusan berdasarkan
diskresi, dan perlindungan hukum yang bersifat refresif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya
sengketa termasuk penanganannya di Lembaga Pengadilan. 9
Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi produk
kosmetik impor ilegal yang mengandung bahan berbahaya dapat menuntut ganti kerugian. Badan
Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) dalam melakukan pengawasan, berkaitan dengan ius poenandi
apabila ditemukan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya maka kosmetik tersebut akan disita
dan apabila sudah mendapatkan persetujuan dari Pengadilan kemudian penyidik melakukan
pemusnahan untuk kemudian dibakar di tempat pembuangan akhir.

8
Ni Made Dyah Nanda Widyaswari, Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, 2015, ”Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Terkait Produk Kosmetik Yang Menyebabkan Ketergantungan Di BPOM Provinsi Bali”, Jurnal Kertha
Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol.3 No.2, hlm.6
9
Phillipus M. Hadjon, 1987,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h. 29.

Anda mungkin juga menyukai