Anda di halaman 1dari 42

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) PADA PASIEN

ANEMIA PADA CANCER (CA) OVARIUM PARITAS 2X, ABORTUS 4X (P2A4),


DENGAN RESIKO PENDARAHAN
DI RUANG PERAWATAN ABIMANYU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NYI AGENG SERANG
SENTOLO

Disusun Oleh:
Widiastuti

Clinical Instructure:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta
Jurusan Gizi, Prodi Profesi Dietisien
Tahun 2023
HALAMAN PENGESAHAN

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) PADA PASIEN

ANEMIA PADA CANCER (CA) OVARIUM PARITAS 2X, ABORTUS 4X (P2A4),


DENGAN RESIKO PENDARAHAN
DI RUANG PERAWATAN ……
RUMAH SAKIT ……

Disusun Oleh:
Widiastuti

Telah disetujui pada tanggal ….. April 2023

Mengetahui, Menyetujui,
Kepala Instalasi Gizi Clinical Instructure
RS…….

Nama
NIP.

Mengetahui,
Ka. Program Studi Diploma IV Gizi
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT. Yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Rotasi Gizi Klinik di RS…… dalam rangka menempuh Pendidikan
Diploma IV di Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
membimbing dan memberikan arahan, penjelasan serta bimbingan, maka dari itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Joko Susilo, S.Gz., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Yogyakarta
2. ……… selaku kepala Instalasi Gizi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
3. Bapak Nurhidayat, SKM., M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta
4. …... selaku Kepala Program Studi Diploma IV Gizi Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.
5. …… selaku Clinical Instructure (CI) dalam rotasi gizi klinik yang telah
memberikan ilmu, bimbingan dan arahan
6. Seluruh ahli gizi ruangan/bangsal di RS….. yang telah memberikan pengarahan
juga pendampingan selama pelaksanaan Praktik Klinik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan
sehingga penulis mengharap saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua
pihak. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semuanya.
Klaten, April 2023

Penulis

4
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................2
C. Waktu dan Tempat..........................................................................................3
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data..................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Malignant Neoplasma Of Bladder..................................................................4
B. Ca Bulli...........................................................................................................4
C. Konstipasi.......................................................................................................6
D. Hemoroid........................................................................................................8
E. Pro Cystektomi..............................................................................................10
F. Diet Tinggi Protein...........................................................................................11
G. Diet Tinggi Serat...........................................................................................11
H. Klasifikasi Standar........................................................................................12
BAB III HASIL
A. Identitas Pasien.............................................................................................13
B. Hasil Skrining Gizi.......................................................................................15
C. Riwayat Makan.............................................................................................16
D. Standar Pembanding.....................................................................................17
E. Antropometri.................................................................................................18
F. Pemeriksaaan Fisik Dan Klinis.........................................................................19
G. Biokimia........................................................................................................19
H. Terapi Medis Dan Fungsi..............................................................................20
I. Diagnosa Gizi...................................................................................................20
J. Intervensi Gizi..................................................................................................21
K. Domain Konseling (C)..................................................................................23
L. Domain Edukasi (E.1)...................................................................................23
M. Kolaborasi.....................................................................................................23
N. Rencana Monitoring......................................................................................23
O. Monitoring dan Evaluasi...............................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................28
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................31
B. Saran.............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................v

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Stadium Karsinoma Buli


Tabel 2. Data Personal
Tabel 3. Riwayat Penyakit Pasien
Tabel 4. Riwayat Klien yang lain
Tabel 5. Formulir skrining MNA, 2014
Tabel 6. Riwayat makan pasien
Tabel 7. Hasil riwayat makan dibanding dengan kebutuhan pasien
Tabel 8. Hasil Asupan Recall 24 Jam Pasien
Tabel 9. Standar Pembanding SQFFQ
Tabel 10. Antropometri
Tabel 11. Pemeriksaan fisik/klinis
Tabel 12. Pemeriksaan biokimia
Tabel 13. Pemeriksaan Biokimia
Tabel 14. Implementasi diet Rumah Sakit
Tabel 15. Rekomendari diet
Tabel 16. Kolaborasi
Tabel 17. Rencana Monitoring
Tabel 18. Monitoring Antropometri
Tabel 19. Monitoring Biokimia
Tabel 20. Monitoring Fisik dan Klinis
Tabel 21. Monitoring Asupan Makan

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel –
sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel – sel kanker akan terus berkembang
dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membela diri (ISTIGHOSAH &
Yunita, 2019). Kanker ovarium adalah tumor ganas yang berasal dari ovarium
dengan berbagai tipe histologi yang dapat mengenai semua umur. Kanker
ovarium menem-pati posisi ke-3 dari 10 kanker tersering pada wanita. Minimnya
pengetahuan terha-dap kanker sendiri merupakan salah satu penghambat
pendeteksian dini kejadian kanker ovarium (Purwoko, 2018).
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium yang paling sering
ditemukan pada wanita berusia 50-70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke
bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem
pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru (Utami, 2016). Kanker ovarium
merupakan penyakit keganasan ginekologi dengan angka mortalitas tertinggi
dengan prognosis yang buruk disebabkan oleh tidak adanya gejala yang khas pada
stadium awal (Hariyono Winarto & Andrew Wijaya, 2020).
Berdasarkan national cancer institute pada tahun 2018 prevelensi kanker
ovarium menurut dunia menunjukkan Tingkat Kasus Baru dan Kematian per
100.000, Tingkat kasus baru kanker ovarium adalah 10,9 per 100.000 wanita
perahun. Angka kematian 6,7 per 100.000 wanita per tahun. Angka ini
disesuaikan dengan usia dan berdasarkan kasus dan kematian 2014-2018.
Sedangkan angka kejadian kanker ovarium diindonesia menurut globocan pada
kasus baru tahun 2020 terdapat 14,896 jumlah ini mewakili 7% dari total kasus
kanker baru dan banyaknya populasi wanita diindonesia 135 805 760.
Berdasarkan data ca ovarium yang ditemukan di RSUD dr. Kanujoso
Djatiwibowo dari tahun 2019 hingga tahun 2020 di ruang khemoterapy terdapat
11 kasus.
Kanker ovarium adalah tumor ganas yang berasal dari ovarium dengan
berbagai tipe histologi yang dapat mengenai semua umur. Kanker ovarium
menempati posisi ke-3 dari 10 kanker tersering pada wanita. Minimnya
pengetahuan terhadap kanker sendiri merupakan salah satu penghambat
pendeteksian dini kejadian kanker ovarium. Kanker ovarium dikenal sebagai
silent killer karena pada stadium awal penyakit ini tidak menunjukkan gejala
klinis yang spesifik. Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti akan
tetapi berbagai faktor risiko diduga memiliki pengaruh terhadap timbulnya kanker
ini (Apri & Desi, 2016).

1
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlunya dilakukan proses asuhan gizi
terstandar pada pasien dengan diagnosis Anemia Pada Cancer (Ca) Ovarium
Paritas 2x, Abortus 4x (P2A4), Dengan Resiko Pendarahan .

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan terapi diet pada pasien Anemia
Pada Cancer (Ca) Ovarium Paritas 2x, Abortus 4x (P2A4), Dengan Resiko
Pendarahan di bangsal ……...
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melaksanakan assessment gizi pada pasien Anemia
Pada Cancer (Ca) Ovarium Paritas 2x, Abortus 4x (P2A4), Dengan
Resiko Pendarahan.
b. Mahasiswa mamppu memberikan diagnose gizi pada pasien Anemia
Pada Cancer (Ca) Ovarium Paritas 2x, Abortus 4x (P2A4), Dengan
Resiko Pendarahan.
c. Mahasiswa mampu melaksanakan intervensi dan implementasi gizi pada
pasien Malignant Neoplasma Of Bladder, Cancer Buli CT4N1M0,
Hemoroid, Konstipasi, Pro Cystektomi.
d. Mahasiswa mampu melakukan monitoring danevaluasi pada pasien
Anemia Pada Cancer (Ca) Ovarium Paritas 2x, Abortus 4x (P2A4),
Dengan Resiko Pendarahan.
e. Mahasiswa mampu merencanakan dan menyusun menu sesuai dengan
kebutuhan gizi pasien dan standar menu Rumah Sakit.

C. Waktu dan Tempat


Pengambilan data dan monitoring pasien dilakukan pada tanggal ….. April
2023 di ruang perawatan …, Rumah sakit…..

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data


1) Jenis data
a. Data primer
Data primer meliputi data antropometri, riwayat gizi pasien, dan fisik
b. Data sekunder
Data sekunder meliputi data fisik, klinis, biokimia, pengobatan/
tindakan dan diagnosis medis yang didapatkan dari rekam medis pasien.
2) Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan
dari data rekam medis pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia
1. Definisi
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang
rendah dalam darah (WHO,2015). National Institute of Health (NIH) Amerika
2011 menyatakan bahwa anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah
sel darah merah yang cukup (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).
Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin darah
yang lebih rendah daripada normal sebagai akibat ketidakmampuan jaringan
pembentuk sel darah merah dalam produksinya guna mempertahankan kadar
hemoglobin pada tingkat normal. Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul
karena kekurangan zat besi sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan
fungsi lain dalam tubuh terganggu (Adriani & Wijatmadi, 2012).
Secara definisi, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan
oleh kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk
eritropoesis tidak cukup ditandai dengan gambaran sel darah merah yang
hipokrom mikrositik, kadar besi serum dan saturasi (jenuh) transferrin
menurun, mampu ikat besi total (TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam
sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak sama sekali (Gultom
2003).
2. Penyebab Anemia
Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat besi,
infeksi atau ganguan genetik.Yang paling sering terjadi adalah anemia yang
disebabkan oleh kekurangan asupan zat besi.Kehilangan darah yang cukup
banyak, seperti saat menstruasi, kecelakaan dan donor darah berlebihan
jugadapat menghilangkan zat besi dalam tubuh.Wanita yang mengalami
menstruasi setiap bulan berisiko menderita anemia. Kehilangan darah secara
perlahan-lahan di dalam tubuh, seperti ulserasi polip kolon dan kanker kolon
juga dapat menyebabkan anemia (Briawan, 2014).
Selain zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering timbul
pada anak-anak dan remaja.Aplastic anemia terjadi bila sel yang
memproduksi butiran darah merah tidak dapat menjalankan tugasnya.Hal ini
dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi atau obat
tertentu.Adapun jenis berikutnya adalah haemolityc anemia, yang terjadi
karena sel darah merah hancur secara dini, lebih cepat dari kemampuan tubuh
untuk memperbaharuinya. Penyebab anemia jenis ini bermacam-macam, bisa
bawaan seperti talasemia atau sickle cell anemia (Adriani & Wirjatmadi,
2014).

3
Menurut Dr. Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Ph.D, Arinda
Veretamala (2017) dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Dan Remaja
penyebab anemia antara lain:
a) Meningkatnya Kebutuhan Zat Besi
Peningkatan kebutuhan zat besi pada massa remaja memuncak pada
usia antara14-15 tahun untuk perempuan dan satu sampai dua tahun
kemudian pada laki-laki. Setelah kematangan seksual, terjadi penurunan
kebutuhan zat besi, sehingga terdapat peluang untuk memperbaiki
kekurangan zat besi terutama pada remaja laki-laki. Sedangkan pada
remaja perempuan, menstruasi mulai terjadi satu tahun setelah puncak
pertumbuhan dan menyebabkan kebutuhan zat besi akan tetap tinggi
sampai usia reproduktif untuk mengganti kehilangan zat besi yang terjadi
saat menstruasi.Itulah sebabnya kelompok remaja putri lebih rentan
mengalami anemia dibanding remaja putra.
b) Kurangnya Asupan Zat Besi
Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah rendahnya asupan dan
buruknya bioavailabilitas dari zat besi yang dikonsumsi, yang berlawanan
dengan tingginya kebutuhan zat besi pada masa remaja.
c) Kehamilan pada Usia Remaja
Masih adanya praktik tradisional pernikahan dini di negara-negara di
Asia Tenggara juga berkontribusi terhadap kejadian anemia gizi besi.
Pernikahan dini umunya berhubungan dengan kehamilan dini, dimana
kehamilan dini, dimana kehamilan meningkatkan kebutuhan zat besi dan
berpengaruh terhadap semakin parahnya kekurangan zat besi dan anemia
gizi besi yang dialami remaja perempuan.
d) Penyakit Infeksi dan Infeksi Parasit
Sering terjadinya penyakit infeksi dan infeksi parasit di negara
berkembang juga dapat meningkatkan kebutuhan zat besi dan
memperbesar peluang terjadinya status gizi negatif dan anemia gizi besi.
e) Sosial-Ekonomi
Tempat tinggal juga dapat berhubungan dengan kejadian anemia,
remaja yang tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak memiliki pilihan
dalam menentukan makanan karena ketersediaannya yang lebih luas di
bandingkan pedesaan. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga
menunjukan bahwa masyarakat pedesaan (22,8%) lebih banyak
mengalami anemia di bandingkan dengan masyarakat yang tinggal di
perkotaan (20,6%).
f) Status Gizi

4
Adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia. Remaja
dengan status gizi kurus mempunyai risiko mengalami anemia 1,5 kali
dibandingkan remaja dengan status gizi normal. Hal tersebut juga di
dukung oleh studi yang di lakukan oleh Briawan dan Hardinsyah (2010)
bahwa status gizi normal dan lebih merupakan faktor protektif anemia.
g) Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat
dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membantu keyakinan tertentu
sehingga seseorang berprilaku sesuai keyakinan tersebut
3. Gejala Anemia
Menurut Natalia Erlina Yuni (2015) dalam bukunya yang berjudul
Kelainan Darah menyebutkan gejala anemia sebagai berikut:
- kulit pucat;
- detak jantung meningkat;
- sulit bernafas;
- kurang tenaga atau cepat lelah;
- pusing terutama saat berdiri;
- siklus menstruasi tidak menentu;
- penyembuhan luka atau jaringan yang terganggu.

B. Cancer Ovarium
1. Definisi
Kanker merupakan penyakit kronik yang terjadi karena adanya
perubahan pertumbuhan sel yang tidak terkendali, menyerang jaringan
biologis terdekat dan bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi
darah atau system limfatik (metastasis) yang dapat disebabkan dari dalam
tubuh (faktor mutasi genetic, homoral atau metabolism) dan luar tubuh (faktor
lingkungan) (Hamilton, 2017).
Kanker ovarium adalah kanker ginekologis yang paling mematikan
sebab pada umumnya baru bisa dideteksi ketika sudah parah. Tidak ada tes
Screening awal yang terbukti untuk kanker ovarium. Tidak ada tandatanda
awal yang pasti. Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan pada abdomen
dan bengkak (Digitulio, 2014).
Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah tumor ganas pada
ovarium (indung telur). Kanker ini paling sering ditemukan pada wanita 50 –
70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, seperti panggul dan

5
perut melalui sistem bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke
hati dan paru-paru (Dr. Sardjito, 2019).
2. Etiologi Kanker Ovarium
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Menurut
Manuaba (2013) faktor resiko terjadinya kanker ovarium sebagai berikut:
a) Menstruasi dini Jika seorang wanita mengalami haid sejak usia dini maka
akan memiliki resiko tinggi terkena kanker ovarium.
b) Faktor usia Wanita usia lebih dari 45 tahun lebih rentan terkena kanker
ovarium.
c) Faktor reproduksi
- Meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya risiko
menderita kanker ovarium karena tidak sempurnanya perbaikan epitel
ovarium.
- Induksi ovulasi dengan menggunakan chomiphene sitrat meningkatkan
resiko dua sampai tiga kali.
- Kondisi yang dapat menurunkan frekuensi ovulasi dapat mengurangi
risiko terjadinya kanker
- Pemakaian pil kb menurunkan resiko hingga 50% jika dikonsumsi
selama 5 tahun lebih
d) Wanita mandul atau tidak bisa hamil
e) Wanita yang belum pernah hamil akan memiliki resiko tinggi terkena
kanker ovarium.
f) Faktor genetik
- Sebesar 5% sampai dengan 10% adalah herediter.
- Angka resiko terbesar 5% pada penderita satu saudara dan meningkat
menjadi 7% bila memiliki dua saudara yang menderita kanker
ovarium.
g) Makanan Terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak hewani yang
dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium.
h) Obesitas Wanita yang mengalami obesitas (kegemukan) memiliki resiko
tinggi terkena kanker ovarium.
3. Patofisiologi
Teori menurut hipotesis incessant ovulation, teori ini menyatakan
bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka
pada saat terjadi ovulasi proses penyembuhan sel- sel epitel yang terganggu
bisa menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor. Terdapat di
ovulasi menyebabkan kerusakan pada sel-sel ovarium menyebabkan proses
penyembuhan luka sangat lama sehingga terjadi ovulasi lagi atau trauma baru
dan proses penyembuhan luka terganggu lalu sel-sel ovarium menjadi

6
abnormal Teori hipotesis gonadtropin, teori ini berdasarkan adanya aktivitas
ovarium dikontrol oleh gonadotropin. Pada menopause, gonadotropin yang
meningkat akan menyebabkan keganasan ovarium, hipotesis gonadotropin
adalah hipotesis hormonal yang dikembangkan untuk menjelaskan
pathogenesis kanker ovarium yang mengendalikan bahwa kanker ovarium
berkembang sebagai konsekuensi dari stimulasi yang berlebihan jaringan
ovarium gonadotropin hipofisis (LH dan FSH). Terdapat hormone estrogen
menurun sehingga menyebabkan hormone gonadotropin meningkat
(meningkatkan kesuburan) sehingga proses ovulasi cepat.
4. Manifestasi Klinik
Pada umumnya pada awal terjadinya kanker (stadium awal) tidak
menimbulkan gejala yang akan mengganggu pasien. Akan tetapi, seiring
berkembangnya sel abnormal dan mengganggu pasien. Gejala primer yang
sering dialami pasien antara lain sebagai berikut:
a) Perununan nafsu makan.
b) Penurunan berat badan secara signifikan dalam waktu yang cukup singkat
tanpa diketahui penyebabnya.
c) Sindrom Cushing (gejala karena tingginya hormon kortisol).
d) Terjadi Dermatitis atau peradangan yang timbul pada kulit. Terjadi
kemerahan,kulit terasa kering dan merasakan sensasi gatal.
e) Perubahan kebiasaan buang air besar, misalnya diare kemudian adanya
darah dalam tinja.
f) Mengalami gejala batuk yang tidak kunjung sembuh atau berkepanjangan
disertai dengan nyeri dan beberapa kasus disebutkan jika batuk disertai
darah.
g) Disfagia atau kesulitan menelan baik makanan maupun minuman.
h) Nausea atau mual yang disertai dengan muntah.
i) Fatigue yang parah dan berlangsung untuk waktu yang lama.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
14 untuk pasien dengan diagnosa kanker. Terdapat beberapa cara untuk
pengobatan pasien dengan diagnosa kanker antara lain:
a) Radioterapi
Terapi ini merupakan salah satu terapi kanker dengan penggunaan
radioaktif untuk menghancurkan sel tumor maligna. Jenis terapi kanker
yang ada di Indonesia yaitu dengan menggunakan jenis sinar radiasi antara
lain Kobalt-60, Sinar Gamma dan Sinar-X.
b) Pembedahan

7
Terapi ini bertujuan untu menghilangkan dan mengambil sel tumor.
Pembedahan ini umumnya akan berhasil jika sel kanker belum terjadi
metastasis.
c) Kemoterapi
Terapi ini merupakan terapi dengan menggunakan obat anti kanker.
Obat ini bekerja dengan membuat sel apoptosis (programed cell death).
d) Imunoterapi
Secara umum, imunoterapi merupakan suatu terapi yang
memanfaatkan bagian tertentu dari sistem kekebalan tubuh untuk
mengatasi masalah kanker.

C. Anemia pada Cancer Ovarium


Terjadinya anemia pada penderita kanker (tumor ganas), dapat disebabkan
karena aktivasi sistem imun tubuh dan sistem inflamasi yang ditandai dengan
peningkatan beberapa petanda sistem imun seperti interferon, Tumor Necrosis
Factor (TNF) dan interleukin yang semuanya disebut sitokin, dan dapat juga
disebabkan oleh sel kanker sendiri (Kar, 2005).

D. Diet Tinggi Protein


Diet tinggi protein diberikan pada pasien kanker dengan tujuan (PERSAGI &
ASDI, 2019):

1. Memenuhi kebutuhan protein yang meningkat untuk mencegah dan


mengurangi kerusakan jaringan tubuh
2. Mempertahankan atau memperbaiki status gizi
3. Mengurangi gejala kanker kakeksi (ditandai oleh asupan <70%, penurunan
berat badan drastis, hilang massa lemak otot, retensi cairan)

Syarat dan prinsip diet tinggi protein (PERSAGI & ASDI, 2019):

1. Energi cukup sesuai kebutuhan pasien


2. Protein tinggi dengan target asupan 1,2 – 1,5 g/kg BB, termasuk pada usia
lanjut.
3. Lemak cukup 10-25% dari kebutuhan energi total
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari total energi (protein dan lemak)
5. Vitamin dan mineral dianjurkan sesuai dengan kebutuhan normal
6. Cairan/air 20 – 40 ml/kg, atau bila asupan pasien dalam bentuk makanan cair
maka perlu diperhatikan balans cairan, dimana bila balans cairan negative

8
dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan atau sesuai dengan kebutuhan
energi pasien ± 1cc/kkal
7. Serat 30 g/hari atau setara dengan 5 porsi sayur dan buah
8. Pada pasien kanker dengan konstipasi diberikan makanan tinggi serat dan
cairan. Meningkatkan konsumsi sayur, buah-buahan, susu dan biji-bijian.
9. Pada pasien dengan kondisi anemia, sebaiknya diberikan diet seimbang
dengan protein bernilai biologi tinggi, penuhi kebutuhan vitamin B kompleks,
besi dan vitamin C.
10. Untuk kondisi tertentu diet dapat diberikan secara bertahap sesuai
kondisi/status metabolic.

E. Klasifikasi Standar
1. Klasifikasi tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat sebagai
berikut (WNPG, 2012):

- Defisit tingkat berat : <70% Angka kebutuhan


- Defisit tingkat sedang : 70 -79% Angka kebutuhan
- Defisit tingkat ringan : 80-89% Angka kebutuhan
- Normal : 90 – 119 % Angka kebutuhan
- Berlebih : >120% Angka kebutuhan
2. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO, 2000 asia pasific:

Berat Badan
Rumus=
¿¿

Tabel 1. Kategori IMT asia pasific


Keterangan IMT
Underweight <18,5
Normal 18,5 – 22,9
Overweight 23 – 24,9
Obese 1 25 – 29,9
Obese II ≥30

9
BAB III
HASIL

A. Identitas Pasien
1) Data Personal (CH)
Tabel 2. Data Personal
Kode IDNT Jenis Data Data Personal
CH.1.1 Nama Ab
CH.1.1.1 Umur 35 tahun (06-07-1987)
CH.1.1.2 Jenis Kelamin Perempuan
CH.1.1.5 Suku/etnik Jawa
CH.1.1.9 Peran dalam keluarga Ibu Rumah Tangga
Diagnosis medis Anemia pada Ca Ovarium P2A4,
dengan Resiko Pendarahan

Nomor RM : 0858xx
Ruang Perawatan :-
Tanggal MRS : -- Maret 2023
Tanggal pengambilan kasus : -- Maret 2023

2) Riwayat Penyakit (CH)


Tabel 3. Riwayat Penyakit Pasien
Kode Jenis Data Keterangan
IDNT
CH.2.1 Keluhan utama Pusing, badan lemas, CM, nyeri perut,
asupan makan menurun, mual dan
muntah, sering berobat rutin
Riwayat penyakit Anemia pada Ca Ovarium P2A4, dengan
sekarang Resiko Pendarahan
Riwayat penyakit Ca Ovarium P2A4
dahulu

3) Riwayat Klien yang Lain


Tabel 4. Riwayat Klien yang lain
Kode IDNT Jenis Data Keterangan
CH.2.1.5 Gastrointestinal Nyeri perut, perut terasa cepat penuh
CH.2.1.8 Imun Tidak ada alergi makanan
CH.3.1.1 Riwayat social -

Ny. Ab berusia 35 tahun, suku Jawa datang ke Rumah Sakit…. pada


…. April 2022 dengan keluhan Pusing, badan lemas, CM, nyeri perut, asupan
makan menurun, mual, muntah, dan perut terasa lebih cepat penuh. Pasien
saat ini di diagnosis Anemia pada Ca Ovarium P2A4, dengan Resiko Pendarahan.
Pasien menderita kanker sejak…..
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Neoplasma,
adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak
terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan itu telah berhenti. Dalam

10
istilah kedokteran, neoplasma dikenal sebagai tumor. Tumor ganas (maligna)
secara kolektif disebut kanker. Ganas, bila diterapkan pada neoplasma,
menunjukkan bahwa lesi dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya
dan menyebar ke tempat yang jauh (metastasis) serta menyebabkan kematian
(Kumar, Cotran dan Robbins, 2007).
Kanker ovarium adalah kanker ginekologis yang paling mematikan
sebab pada umumnya baru bisa dideteksi ketika sudah parah. Tidak ada tes
Screening awal yang terbukti untuk kanker ovarium. Tidak ada tandatanda
awal yang pasti. Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan pada abdomen
dan bengkak (Digitulio, 2014).
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang
rendah dalam darah (WHO,2015). Terjadinya anemia pada penderita kanker
(tumor ganas), dapat disebabkan karena aktivasi sistem imun tubuh dan sistem
inflamasi yang ditandai dengan peningkatan beberapa petanda sistem imun
seperti interferon, Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin yang
semuanya disebut sitokin, dan dapat juga disebabkan oleh sel kanker sendiri
(Kar, 2005).

11
B. Hasil Skrining Gizi
Skrining gizi pada Ny. Ba (35 tahun) menggunakan formulir skrining dewasa
MST dan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Formulir skrining MST


1. Apakah Anda kehilangan berat badan secara tidak a. Tidak (skor 0)
sengaja? b. Ragu (skor 2)
Jika ya, berapa banyak (kg) Anda kehilangan berat Skor 1
badan? Skor 2
a. 1-5 kg Skor 3
b. 6-10 kg Skor 4
c. 11-15 kg Skor 2
d. >15 kg
e. Ragu
2. Apakah Anda mengalami penurunan asupan makan a. Tidak (Skor 0)
karena penurunan nafsu m(atau karena tidak bisa b. Iya (Skor 1)
mengunyah dan menelan)
Total Skor Skrining MST (Malnutrition Skrining Tools) 5
Pasein dengan diagnosis khusus: Kanker ovarium

(bila skor ≥2 dan atau pasdien dengan diagnose khususmaka perlu dilaporkan
ke dokter dan pasien beresiko malnutrisi)
Berdasarkan hasil skrining gizi pasien menggunakan MST diperoleh
skor 5 yang berarti pasien tersebut termasuk dalam kategori beresiko
malnutrisi hal ini disebabkan oleh pasien mengalami penurunan berat badan
sebanyak 27 Kg dalam 6 bulan terakhir, dimana pasien mengalami penurunan
asupan makan dikarenakan perut yang terasa penuh lebih cepat sehingga
makanan pasien berkurang.
Berdasarkan Journal Of Clinical Nursing Tahun 2011, alat skrining
gizi yang cepat, mudah dan cocok digunakan sesuai dengan kondisi pasien
yang dirawat di rumah sakit adalah MST (Malnutrition Skrining Tools)
dibandingkan dengan alat skrining lain seperti MUST, NRS 2002, MNA,
SNAQ, STAMP, PNI dan SGA. Kelebihan dari alat skrining MST adalah
lebih efisien (waktu 30 detik), pertanyaan lebih sederhana, nilai sensitivitas
dan spesifisitas 93-95%, nilai keandalan 90-97%, tidak tergantung pada nilai
antropometri dan laboratorium. Meskipun demikikan MST juga memiliki
kelemahan yaitu tidak bisa diterapkan pada pasien yang mengalami kesulitan
komunikasi. Di Indonesia alat skrining gizi MST sudah digunakan di rumah
sakit yang sudah terakreditasi KARS Versi JCI seperti RSCM Jakarta dan
RSUP Sanglah (Herawati dkk. 2014).

12
C. Riwayat Makan
1. SQFFQ SMRS

Tabel 6. Riwayat makan pasien


Kode IDNT Jenis Data Keterangan
FH.2.1 Riwayat Diet Pola Makan SMRS:
Makan 2x sehari
 Makanan pokok: nasi 2x/hari @1sdm
 Lauk hewani: daging/ayam 2x/hari @1ptg
sdg
 Lauk nabati: tahu, tempe 2x/Hri @1 ptg
sedang
 Sayur: kurang suka sayur 1x/hari @2 sdm
 Buah: setiap hari mengkonsumsi buah
2x/hari @1bh
 Minum: susu Gold ensure 3x/hari @1gls
 Snack: kue, kurma, kacang 1x/hari @1
ptg, 2 bh, 1 genggam
FH.2.1.1 Pemesanan Diet Tinggi protein
Diet
FH.2.1.3 Lingkungan -
makan
FH.4.1 Pengetahuan Pernah konsultasi ke dokter umum
tentang
makanan dan
gizi
Wawancara kebiasaan makan pasien dilakukan kepada keluarga pasien
dengan waktu 1 bulan sebelum pasien dibawa ke rumah sakit, dari hasil
wawancara diketahui kebiasaan makan pasien 2x/hari dan 1x selingan.
Asupan makan dan minumpasien lebih sedikit dibandingkan saat kondisi
pasien baik, hal ini terjadi karena pasien merasa perutnya penuh dan kembung
sehingga pasien hanya mengkonsumsi makanan dan minuman dalam jumlah
sedikit.
Diet saat ini yang diberikan yaitu diet tinggi protein dengan bentuk
makanan padat (nasi) Berdasarkan tabel 6, maka dapat diketahui asupan
pasien SMRS adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil riwayat makan dibanding dengan kebutuhan pasien
Energi Protein Lemak KH
(kkal) (gram) (gram) (gram)
Asupan Oral
Kebutuhan 1.983,215 62,64 55,09 309,211
% Asupan
Interpretasi
Berdasarkan hasil wawancara SQFFQ asupan pasien sebelum masuk RS
(Buku foto makanan & penuntun diet ed.4) dibandingkan dengan kebutuhan
(rumus mifflin) dapat diketahui bahwa asupan pasien masih kurang/defisit
tingkat ringan (WNPG, 2012).
2. Recall 24 jam (FH.7.2.8)
Tanggal : April 2023
Makanan dari RS : diet Tinggi Protein

13
(Nasi @1sdm, LH dan LN @1porsi, sayur @1sdm,
buah @1porsi, minum @1posri)
Makanan dari luar RS : -
Tabel 8. Hasil Asupan Recall 24 Jam Pasien
Energi Protein Lemak KH
(kkal) (gram) (gram) (gram)
Asupan Oral
Kebutuhan 1.830,66 62,64 50,85 280,61
% Asupan
Interpretasi
Berdasarkan hasil wawancara asupan makan dalam 24 jam di RS yaitu
pasien menghabiskan 1 porsi lauk hewani, lauk nabati, buah dan minum tetapi
hanya nasi dan sayur pasien hanya mampu mengkonsumsi 1 sendok makana
dikarenakan perut yang terasa penuh. Hasil asupan pasien selama 24 jam di
Rumah Sakit dibandingkan dengan kebutuhan pasien (rumus mifflin) dimana
pasien terbaring di tempat tidur sehingga dapat diketahui bahwa asupan pasien
termasuk dalam ketegori defisit tetapi berlebih untuk lemak dan masih kurang
serat karena pasien masih membatasi sayur (WNPG, 2012).

D. Standar Pembanding
Tabel 9. Standar Pembanding SQFFQ
Kode
Jenis Data Keterangan
IDNT
CS.1.1.1 Estimasi SQFFQ
Kebutuhan BMR = (10 x BB) + (6,25 x TB) – (5 x U) -161
Energi = (10x52,2) + (6,25x158) – (5x35) -161
(Mifflin) = 522+987,5-175-161
= 1.173,5 kkal
TEE = BMR x FA x FS
= 1.173,5x 1,3 x 1,3
= 1.983,215 kkal

RECALL 24 JAM
BMR = (10 x BB) + (6,25 x TB) – (5 x U) -161
= (10x52,2) + (6,25x158) – (5x35) -161
= 522+987,5-175-161
= 1.173,5 kkal
TEE = BMR x FA x FS
= 1.173,5x 1,2 x 1,3
= 1.830,66 kkal
CS.2.1.1 Estimasi SQFFQ
Kebutuhan 1,2 Kg/BB = 62,64 gram
Protein
RECALL 24 JAM
1,2 Kg/BB = 62,64 gram
CS.2.2.1 Estimasi SQFFQ
Kebutuhan 25% = 55,09 gram
Lemak
RECALL 24 JAM
25% dari kebutuhan = 50,85 gram

CS.2.3.1 Estimasi SQFFQ


Kebutuhan = 309,211 gram

14
Karbohidrat
RECALL 24 JAM
= 280,61 gram
CS.5.1.1 Rekomendasi % LILA = 18,5 – 22,9 kg/m2
IMT Status Gizi : Gizi Baik (WHO 2000 Asia Pasific)
Perhitungan kebutuhan pasien menggunkan rumus Mifflin pada buku
Hanbook Cagi Azura dan penuntun diet (Fajar, 2019; PERSAGI & ASDI, 2019;
Almatsier, 2010). Pada standar pembanding asupan SQFFQ pasien faktor
aktifitas pasien 1,3 dimana pasien masih melakukan aktifitas seperti biasa,
sedangkan faktor stress pasien 1,2 dimana pasien telah menderita ca Ovarium
sejak…..

E. Antropometri
Tabel 10. Antropometri
Kode IDNT Jenis Data Keterangan
AD.1.1.1 Tinggi Badan 158 Cm
AD 1.1.2 Berat Badan Aktual 60 Kg
Berat Badan Ideal 52,2 Kg
AD 1.1.4 Perubahan Berat Badan Penurunan berat badan dari 87 kg
menjadi 60 kg dalam 6 bulan (31%)
IMT 24,035 kg/m2 (Overweight)

Pengumpulan data pasien dilakukan dengan cara wawancara berat badan


pasien dan tinggi badan pasien hal ini dilakukan dimana pasien telah melakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan sebelumnya. Dari hasil wawancara
pasien didapatkan hasil perhitungan status gizi menurut IMT 24,035 Kg/m2
dimana termasuk dalam kategori overweight.

F. Pemeriksaaan Fisik Dan Klinis


Tabel 11. Pemeriksaan fisik/klinis
Kode IDNT Data fisik/klinis Hasil
PD.1.1.1 Penampilan Keseluruhan Keadaan umum cukup, Kesadaran
CM, Pusing, badan lemas, CM,
nyeri perut, asupan makan menurun,
mual dan muntah, sering berobat
rutin
PD.1.1.9 Vital sign
Nadi 80 x/menit
Suhu 36,5 0C
Respirasi 18 x/menit
Tekanan darah 140/80 mmHg
SpO2 98%

G. Biokimia
Tanggal: 15-16 Januari 2023
Tabel 12. Pemeriksaan biokimia
Kode Data
Hasil Nilai Rujukan Ket.
IDNT Biokimia
BD.1.10.1 Hemoglobin 8,2 12 – 16 Rendah
Leukosit 10,13 4,8 – 10,8 Tinggi
Trombosit 610 150 – 450 Tinggi

15
BD.1.10.2 Hematokrit 27 37 – 52 Rendah
BD.1.5.2 GDP 106 70 – 140 Normal
Berdasarkan data pemeriksaan biokimia pasien diketahui bahwa pasien
mengalami anemia yang ditandai dengan Hb pasien rendah (8,2 g/dL),
Hematokrit rendah, serta adanya infeksi yang ditandai dengan Leukosit tinggi,
monosit tinggi. Setelah dilakukan tindakan operasi Hb dan albumin pasien turun
hal ini terjadi karena kehilangan sejumlah sel darah merah akibat operasi,
Seseorang bisa mengalami anemia ketika tubuhnya menghasilkan terlalu sedikit
sel darah merah dan atau kehilangan jumlah sel darah merah yang sangat banyak
melalui perdarahan. (Susianti, 2019).

H. Terapi Medis Dan Fungsi


Tabel 13. Terapi Medis
Kode Jenis Terapi Interaksi Obat dan
Fungsi
IDNT Medis makanan
FH.3.1

I. Diagnosa Gizi
Diagnosis gizi dibuat berdasarkan IDNT (2018), sehingga didapatkan
diagnosis gizi pasien yaitu sebagai berikut:
NI 2.1 Asupan makanan dan minumam per oral tidak adekuat berkaitan
dengan penyakit katabolik, penyebab psikologis ditandai dengan
penurunan berat badan >5%, Ca Ovarirum, asupan <50%, pasien
mengurangi makan karena perut terasa penuh.
NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein berkaitan dengan hipermetabolisme,
penyakit kronis ditandai dengan Ca Ovarium, penurunan berat badan
>5% dalam 6 bulan

J. Intervensi Gizi
1. Tujuan
 Memberikan asupan memenuhi kebutuhan pasien 100%
 Memberikan asupan tinggi protein untuk mencegah bertambah rusaknya
jaringan akibat Ca Ovarium

2. Prinsip Diet

16
a. Makanan diberikan memenuhi kebutuhan pasien dengan bentuk makanan
sesuai kemampuan pasien.
b. Energi diberikan cukup
c. Karbohidrat diberikan cukup
d. Lemak cukup (25% dari kebutuhan)
e. Protein tinggi 1,3 g/kgBB
3. Preskripsi Diet
a. Rencana pemberian makanan dan selingan (ND.1)
b. Jenis DIIT : Tinggi protein Tinggi serat
Saat ini diet pasien tinggi protein dan tinggi serat
 Bentuk Makanan : Padat (Nasi)
 Route : Oral
 Jadwal/Frekuensi Pemberian : 3x makan utama, 2x selingan
c. Energi : BMR = (10 x BB) + (6,25 x TB) – (5 x U) -161
= (10x52,2) + (6,25x158) – (5x35) -161
= 522+987,5-175-161
= 1.173,5 kkal
TEE = BMR x FA x FS
= 1.173,5x 1,2 x 1,3
= 1.830,66 kkal
d. Protein : 1,2 Kg/BB = 62,64 gram
e. Lemak : 25% dari kebutuhan = 50,85 gram
f. Karbohidrat : Sisa dari protein dan lemak = 280,61 gram
g. Implementasi Diet Rumah Sakit
Tabel 14. Implementasi diet Rumah Sakit
Energi Protein Lemak KH Serat (g)
(kcal) (g) (g) (g)
Standar Diet 1.917,5 69,5 54,5 294,5 17
Extra Enteral - - - - -
Total 1.917,5 69,5 54,5 294,5 17
Kebutuhan (Planning) 1.951,75 74,1 54,22 291,85 30
% Standar /Kebutuhan 98,24 93,79 100,53 100,91 56,67
Pada tanggal 15 Januari 2023 pasien diberikan diet nasi gizi seimbang
dimana memenuhu 98,24% kebutuhan energi pasien, 93,79% kebutuhan
protein dan 100% memenuhi kebutuhan lemak dan karbohidrat tetapi
kebutuhan serat pasien belum terpenuhi.
h. Rekomendasi Diet
Tabel 15. Rekomendari diet
Waktu Standar diet RS saat ini Rekomendasi Diet sebelum
Makan operasi
07:00 Nasi 100 g Nasi 100 g
Daging 50 g Telur 50 g
Tahu 50 g Tahu 50 g
Sayur 75 g Sayur 100 g
Gula pasir 15 g Gula pasir 5 g
Minyak 5 g Buah 75 g
Minyak 5 g
10:00 Kue 50 g Kue 50 g

17
Susu 150 ml Susu 200 ml
13:00 Nasi 150 g Nasi 150 g
Telur 60 g Putih telur 30 g
Tempe 50 g Telur 50 g
Sayuran 75 g Tempe 50 g
Buah 75 g Sayuran 100 g
Minyak 5 g Buah 75 g
Gula pasir 15 g Minyak 5 g
Gula pasir 5 g
16:00 Kue 50 g Kue 50 g
Gula pasir 15 g Gula pasir 10 g
19:00 Nasi 100 g Nasi 100 g
Ayam 83 g Ayam 50 g
Sayur 75 g Sayur 100 g
Buah 75 g Buah 50 g
Minyak 5 g Minyak 5 g
Gula pasir 5 g Gula pasir 5 g
Nilai Energi : 1.917,5 Kkal (98,24% ) Energi : 1.898 Kkal (97%)
Gizi Protein : 69,5 gram (93,79%) Protein :72,2 gram (97%)
Lemak : 54,5 gram (100,53%) Lemak : 6,4 gram (92%)
KH : 294,5 gram (100,91%) KH : 277,35 gram (95%)
Serat : 29,6 gram (98,67%)
Serat : 17 gram (56,67%)
Rekomendasi diet diatas diberikan sebelum dan setelah pasien melakukan
operasi, dimana sebelum pasien operasi diberikan diet tinggi protein dan tinggi
serat tetapi setelah pasien operasi maka lebih difokuskan pada diet tinggi protein.
Serta bila telah dilakukan operasi maka diet yang diberikan bertahap sesuai
kemampuan dan keadaan pasien, dimana bentuk dan volume makanan
disesuaikan dengan kemampuan pasien (setelah operasi target asupan pasien
memenuhi 80% kebutuhan).

K. Domain Konseling (C)


a. Tujuan
Memberikan pengetahuan terkait dengan diet Tinggi Protein kepada Ny. Ab
b. Preskripsi
1) Sasaran : pasien dan keluarga pasien
2) Tempat : ruang rawat …. Di RS
3) Waktu : saat pasien dirawat (setelah dilakukan pengamatan)
4) Permasalahan gizi : Diet Tinggi Protein
5) Metode : cerama, tanya jawab
6) Media : leaflet Tinggi Protein
7) Materi : diet Tinggi Protein

L. Domain Edukasi (E.1)


Tujuan Edukasi (E 1.1)

- Memberikan penjelasan terkait dengan pemberian diet Tinggi Protein

Prioritas Modifikasi (E.1.2)

- Pemberian asupan secara bertahap sampai memenuhi kebutuhan pasien

18
M. Kolaborasi
Tabel 16. Kolaborasi
No Tenaga Kesehatan Koordinasi
1 Ahli gizi Diskusi mengenai pasien untuk diambil
menjadi studi kasus dan rencana asuhan gizi
2 Pasien dan keluarga pasien Meminta persetujuan keluarga pasien untuk
melakukan intervensi terhadap pola makan dan
asupan pasien sebelum dirawat di Rumah sakit.
3 Perawat ruangan Meminta izin untuk melihat rekam medis dan
melihat keadaan pasien
4 Pramusaji Memberikan informasi tentang diet pasien,
jenis, jumlah, frekuensinya, informasi bila ada
perubahan diet

N. Rencana Monitoring
Tabel 17. Rencana Monitoring
Anamnesis Hal Yang diukur Waktu Evaluasi/Target
Pengukuran
Antropometri  Berat Badan Awal dan akhir Tidak ada penurunan
pengamatan masa otot
Biokimia  Hb Saat dilakukan Mendekati nilai
 Hematokrit pengukuran nilai normal
 Leukosit laboratorium

Klinis/fisik  HR Setiap hari Keluhan berkurang
 RR
 Suhu
 TD
 Keadaan umum
 Kesadaran
Dietary Energi Setiap hari Asupan sebelum
Protein operasi memenuhi
Lemak 100% kebutuhan,
Karbohidrat Asupan setelah operasi
memenuhi kebutuhan
minimal basal

O. Monitoring dan Evaluasi


1. Antropometri

Tabel 18. Monitoring Antropometri


Parameter TANGGAL
-4-2023 -4-2023 -4-2023
Berat Badan 60 kg - 60 Kg
Tidak terdapat perubahan dalam pengukuran antropometri pasien pada
awal pengamatan dan akhir pengamatan pasien dimana penurunan asupan 500-
1000 kkal/hari dapat menurunkan berat badan 0,5-1 kg dalam 1 minggu, sehingga
perubahan antropometri dapat dilihat perubahannya setidaknya dengan kurun
waktu 1 minggu (PERSAGI and AsDI, 2019).

2. Biokimia

19
Tabel 19. Monitoring Biokimia
TANGGAL
Nilai
Parameter 16-1-2023 17-1- 18-1-2023 19-1- 20-1-
rujukan
2023 (operasi) 2023 2023
Hb 11, 6 - 11,4 10,1 - 14 – 18
Eritrosit 4,01 - 3,91 3,42 - 4,7 – 6,2
Leukosit 7,71 - 11,18 16,12 - 4,8 – 10,8
Trombosit 311 - 240 215 - 150 – 450
Hematokrit 35,5 - 35,1 29,8 - 37 – 52
MCV 88,5 - 89,8 87,1 - 80 – 99
MCH 29,9 - 29,2 29,5 - 27 – 31
MCHC 32,7 - 32,5 33,9 - 33 – 37
RDW-CV 15,6 - 15,4 15,5 - 10 – 15
Basofil 0,4 - 0,2 0,1 - 0–1
Netrofil 62,9 - 84,5 90,20 - 50 – 70
Eusinofil 6,20 - 2,1 0,20 - 1–3
Limfosit 20,4 - 10,6 6,1 - 20 – 40
Monosit 10,10 - 2,6 3,4 - 2–8
Albumin - - 2,4 2,6 - 3,5 – 5
PT 12,8 - - - - 12 – 18
APTT 28,9 - - - - 25 – 34
Ureum 37,7 - 42,6 - - 19 – 44
Creatinin 1,18 - 0,77 - - 0,7 – 1,1
BUN 17,6 - 19,9 - - 7 – 18
ALT 24 - - - - 7 – 41
AST 25,5 - - - - 7 – 45
Natrium 145 - 139,2 - - 136 – 145
Kalium 4,09 - 3,78 - - 3,5 – 5,1
Clorida 108,3 - 111,9 - - 98 – 107
Dari hasil monitoring nilai laboratorium pasien dapat diketahui pasien
masih mengalami anemia serta hipoalbumin. Dimana setelah dilakukan tindakan
operasi Hb dan albumin pasien turun hal ini terjadi karena kehilangan sejumlah
sel darah merah akibat operasi, Seseorang bisa mengalami anemia ketika
tubuhnya menghasilkan terlalu sedikit sel darah merah dan atau kehilangan
jumlah sel darah merah yang sangat banyak melalui perdarahan. Prosedur medis
seperti operasi berpotensi menyebabkan perdarahan dengan tingkat keparahan
yang berkisar dari ringan hingga mengancam jiwa, tergantung jenis operasi yang
dilakukan.

Protein memiliki peran sangat penting pada seluruh proses atau fase
penyembuhan luka. Pasien trauma/bedah membutuhkan asupan protein yang lebih
banyak. Parameter kadar protein yang digunakan adalah kadar albumin yang telah
banyak digunakan sebagai salah satu skrining pra pembedahan. Keadaan
hipoalbuminemia dapat menyebabkan kelainan berupa komplikasi dari penyakit
yang diderita sebelumnya sehingga berakibat pada tingkat morbiditas dan
mortalitas pasien (Pararesthi, et al., 2019).

P. Fisik dan Klinis

Tabel 20. Monitoring Fisik dan Klinis


Parame TANGGAL
ter 16-1-2023 17-1-2023 18-1-2023 19-1-2023 20-1-2023

20
(operasi)
Tekanan 140/80 138/80 160/92 mmHg 120/72 148/83 mmHg
Darah mmHg mmHg mmHg
Suhu 36,5 0C 36 0C 36 0C 36,5 0C 36 0C
Nadi 80 x/menit 82 x/menit 71 x/menit 93 x/menit 84 x/menit
RR 18 x/menit - 14 x/menit 15 x/menit -
SPO2 98 % 99 % 99 % 99 % 99 %
Keluhan Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan
umum umum umum lemah, umum umum cukup,
cukup, cukup, Kesadaran lemah, Kesadaran
Kesadaran Kesadaran CM, nyeri luka Kesadaran CM, Nyeri
CM, Nyeri CM, Nyeri bekas operasi, CM, nyeri bekas operasi,
perut bawah perut pada venus pada luka perut
dan anus, bawah dan ada benjolan bekas kembung,
Perih saat anus, Perih (Hemoroid) operasi, pada pada venus
BAB dan saat BAB venus ada ada benjolan
BAK, pada dan BAK, benjolan (Hemoroid)
venus ada pada venus (Hemoroid)
benjolan ada
(Hemoroid), benjolan
5 hari (Hemoroid)
belum BAB
Pada hari setelah operasi pada 18 januari 2022 tekanan darah pasien
meningkat menjadi 160/92 mmHg hal ini kemungkinan dapat disebabkan
karena faktor stress yang pasien alami dimana pada tanggal 18 Januari 2023
dilakukan operasi pada pasien (Jain, 2011). Keadaan pasien setelah operasi
lemas dan nyeri bekas operasi, serta pasien masih mengalami hemoroid.

Q. Asupan Makan (Comstock)

Tabel 21. Monitoring Asupan Makan


Uraian Energi Protein Lemak KH Serat
Tanggal
(kkal) (gram) (gram) (gram) (gram)
Asupan 2.223 90,2 60,4 317,35 30.09
Kebutuhan 1.951,75 74,1 54,22 291,85 30
17-01-2023 % Asupan 113,9 121,73 111,4 108,73 100.3
Kategori Baik Berlebih Baik Baik Baik

18-01-2023
PUASA
Operasi
Pada tanggal 18 pasien stop makan minum untuk menjalankan operasi,
dimana pasien mulai puasa pada malam hari tanggal 17 januari 2023 dan
dilakukan operasi pada pagi hari, setelah operasi pasien dipindahkan di ruang
ICU dan di sore hari saat snack sore pasien diberikan makanan cair berupa
formula gizi seimbang tetapi tidak diminum kemudian saat kondisi pasien
stabil pasien dipindahkan ke ruang rawat inap melati 2 dengan bentuk
makanan bubur saring. Dalam hal ini pemberian asupan pasien diberikan
secara bertahap dengan preskripsi diet setelah operasi:

a) Rencana pemberian makanan dan selingan (ND.1)


b) Jenis DIIT : Tinggi protein
 Bentuk Makanan : Lunak (bubur saring)

21
 Route : Oral
 Jadwal/Frekuensi Pemberian : 3x makan utama, 2x selingan
c) Energi (mifflin) : BMR = (10 x BB) + (6,25 x TB) – (5 x U) + 5
= (10x57) + (6,25x163,38) – (5x69) + 5
= 570 + 1.021,125 – 345 + 5
= 1.251,125 kkal
d) Protein : 15% dari BMR = 46,92 gram
e) Lemak : 25% dari BMR = 34,75 gram
f) Karbohidrat : 60% dari BMR = 187,67 gram

Uraian Energi Protein Lemak KH Serat


Tanggal
(kkal) (gram) (gram) (gram) (gram)
Asupan 856 42,4 22,8 124,93 8.1
BMR 1.251,125 46,92 34,75 187,67 30
19-01-2023 % asupan 68,44 69,06 65,60 66,57 40.5
Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit Defisit

Asupan 1.159,37 47,9 37,8 149,3 8.4


BMR 1.431,29 53,67 39,76 214,69 30
20-01-2023 % asupan 92,67 102,09 108,77 79,55 42
Kategori Baik Baik Baik Defisit Defisit

Selama 3 hari pengamatan, asupan pasien pada pengamatan hari


pertama yaitu berlebih dimana pasien mendapatkan makanan nasi dengan diet
Tinggi protein tinggi serat. Asupan pasien berlebih disebabkan karena pasien
disore hari saat snack sore pasien mengkonsumsi/membeli nasi bungkus
dengan lauk telur bacem.
Pada pengamatan hari ke-2 pasien dipuasakan untuk dilakukan operasi
cistektomi sehingga adanya diagnosa baru berupa asupan oral tidak adekuat,
perubahan nilai laboratorim, serta penambahan symptom pada peningkatan
kebutuhan protein. Dimana pemberian makanan pada pasien setelah operasi
diberikan secara bertahap minimal memenuhi kebutuhan basal serta bentuk
makanan yang disesuaikan dengan kemampuan pasien dimulai dari bubur
saring.
Pada pengamatan hari ke-3 asupan pasien mengalami penurunan
dibandingkan asupan pada pengamatan hari pertama terutama hal ini terjadi
dimana pasien masih merasakan nyeri pada perut bekas operasi serta merasa
perut kembung dan buang angin belum lancer, serta pasien tidak menyukai
lauk hewani berupa bola-bila daging, sehingga perlunya dilakukan edukasi
kembali mengenai asupan pasien.
Pada pengamatan hari ke-4 asupan pasien meningkat dimana pasien
menghabiskan semua lauk yang diberikan terlebih dahulu dan mengkonsumsi
bubur saring semampunya.

22
23
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa: Tn. BS usia 69


tahun, Pasien datang ke RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tanggal 15
januari 2023 dengan keluhan Perih saat kemih dan BAB, pada venus ada benjolan
ambein, nyeri perut dan anus, BAB sulit, 5 hari belum BAB, pasien mengalami
hemoroid/ambeien sejak 3 tahun yang lalu dan pernah menjalankan operasi di rumah
sakit Pandan Arang Boyolali. Saat ini pasien dirawat di bangsal Melati 3 dengan
diagnosa medis malignant neoplasma of bladder, cancer buli, hemoroid, konstipasi,
pro cystektomi. Dimana Cystectomy adalah salah satu tindakan bedah dengan
mengangkat seluruh atau sebagian kandung kemih (American Cancer Society, 2019).
Pasien beresiko mengalami malnutrisi dengan asupan SMRS defisit, serta status gizi
pasien gizi kurang,

Diagnosis gizi pasien yaitu NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein dan serat
berkaitan dengan hipermetabolisme dan gangguan fungsi intertinal ditandai dengan
Hb 11,6 Ca buli, malignant neoplasma of bladder, pro cystektomi, konstipasi, BAB
dan BAK sakit; NI 5.8.5 Asupan serat tidak adekuat berkaitan dengan kurangnya
pengetahuan terkait makanan dan zat ditandai dengan adanya benjolan di anus
(hemoroid) tidak BAB 5 hari (konstipasi), asupan serat 7 gram atau defisit tingkat
berat (13,33%), mengurangi konsumsi sayur dan buah; dan NB 1.1 Kurang
pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan dengan kurangnya paparan terkait
makanan dan zat gizi ditandai dengan sebelum masuk rumah sakit memilih makanan
yang lembek, mengurangi konsumsi sayur dan buah.

Diagnosa gizi setelah dilakukan operasi mengalami perubahan diagnose dimana


terdapat diagnose baru yaitu: NI 2.1 Asupan makan dan minum per-oral tidak adekuat
berkaitan dengan penurunan kemampuan mengkonsumsi energi yang cukup ditandai
dengan pasien dipuasakan untuk menjalankan operasi, adanya pemberian obat bius;
NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein berkaitan dengan hipermetabolisme/pasca
operasi ditandai dengan Hb 10,1 (rendah), eritrosit 3,42 (rendah), leukosit 16,12
(tinggi), albumin 2,6 (rendah), Ca buli, malignant neoplasma of bladder, post
cystektomi; NC 2.2 perubahan nilai laboratorium berkaitan denga post operasi
ditandai dengan Hb 10,1 (rendah), eritrosit 3,42 (rendah), leukosit 16,12 (tinggi),
albumin 2,6 (rendah), post cytektomi. Diagnosa gizi dibuat berdasarkan hasil
assasment kondisi pasien dan disesuaikan dengan diagnosa yang ada pada NCPT
(IDNT, 2018).

24
Makanan diberikan memenuhi kebutuhan pasien dengan bentuk makanan sesuai
kemampuan pasien. Energi diberikan cukup, Karbohidrat diberikan cukup, Lemak
cukup (25% dari kebutuhan), Protein tinggi 1,3 g/kgBB memenuhi kebutuhan protein
yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh, Serat
tinggi 30 g untuk merangsang peristaltik usus agar défekasi berjalan normal
(Almatsier, 2010).

Hasil monitoring antropometri pasien Tidak terdapat perubahan dalam


pengukuran antropometri pasien pada awal pengamatan dan akhir pengamatan pasien
dimana LILA pasien yaitu 25,7 cm. Hasil monitoring antropometri pasien tidak
terdapat perubahan yaitu dengan LILA 22 cm, hal ini terjadi dikarenakan
antropometri membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengalami perubahan
dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya, dimana penurunan asupan 500-1000
kkal/hari dapat menurunkan berat badan 0,5-1 kg dalam 1 minggu, sehingga
perubahan antropometri dapat dilihat perubahannya setidaknya dengan kurun waktu 1
minggu.

Dari hasil monitoring nilai laboratorium pasien dapat diketahui pasien masih
mengalami anemia serta hipoalbumin. Dimana setelah dilakukan tindakan operasi Hb
pasien turun hal ini terjadi karena kehilangan sejumlah sel darah merah akibat
operasi, Seseorang bisa mengalami anemia ketika tubuhnya menghasilkan terlalu
sedikit sel darah merah dan atau kehilangan jumlah sel darah merah yang sangat
banyak melalui perdarahan. Prosedur medis seperti operasi berpotensi menyebabkan
perdarahan dengan tingkat keparahan yang berkisar dari ringan hingga mengancam
jiwa, tergantung jenis operasi yang dilakukan.

Pada hari setelah operasi pada 18 januari 2022 tekanan darah pasien meningkat
menjadi 160/92 mmHg hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena faktor stress
yang pasien alami dimana pada tanggal 18 Januari 2023 dilakukan operasi pada
pasien (Jain, 2011). Keadaan pasien setelah operasi lemas dan nyeri bekas operasi,
serta pasien masih mengalami hemoroid.

25
Selama 3 hari pengamatan diperoleh hasil asupan pasien sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram pengamatan asupan pasien sebelum operasi

Asupan Pre Operasi (TEE)


140%
120% energi
100% protein
80% lemak
KH
60% serat
40%
20%
0%
17-01-2023 18-01-2023

Gambar 2. Diagram pengamatan asupan pasien setelah operasi

Asupan post operasi (BMR)


120%

100%
energi
80% protein
lemak
60% KH
serat
40%

20%

0%
19-01-2023 20-01-2023

Selama 4 hari pengamatan, asupan pasien pada pengamatan hari pertama yaitu
berlebih dimana pasien mendapatkan makanan nasi dengan diet Tinggi protein tinggi
serat. Asupan psien berlebih disebabkan karena pasien disiang hari mengkonsumsi/
membeli nasi bungkus dengan lauk telur bacem. Pada pengamatan hari ke-2 pasien
dipuasakan untuk dilakukan operasi cistektomi, pada pengamatan hari ke-3 asupan
pasien mengalami penurunan dibandingkan asupan pada pengamatan hari pertama hal
ini terjadi dimana asupan pasien diberikan secara bertahap dan pasien masih
merasakan nyeri pada perut bekas operasi serta merasa perut kembung dan buang
angin belum lancar, pasien tidak menyukai lauk bola-bola daging. Setelah diedukasi
pada hari ke-4 asupan pasien meningkat. Setelah operasi bentuk makanan yang
diberikan pada pasien yaitu bubur saring. Asupan pasien setelah operasi defisit tetapi
ini sudah cukup baik dimana asupan pasien telah mencapai >60% kebutuhan.

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tn. BS lahir pada tanggal 12 Oktober 1953, suku Jawa. Pasien datang ke
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tanggal 15 januari 2023 dengan
keluhan Perih saat kemih dan BAB, pada venus ada benjolan ambein, nyeri perut
dan anus, BAB sulit, 5 hari belum BAB, pasien mengalami hemoroid/ambeien
sejak 3 tahun yang lalu dan pernah menjalankan operasi di rumah sakit Pandan
Arang Boyolali. Saat ini pasien dirawat di bangsal Melati 3 dengan diagnosa
medis malignant neoplasma of bladder, cancer buli, hemoroid, konstipasi, pro
cystektomi. Skrining gizi dilakukan menggunakan MNA diperoleh hasil pasien
berisiko malnutrisi, sehingga dilakukan asuhan gizi kepada pasien dengan hasil:
1. Assasment Awal
a. Antropometri dilakukan dengan pengukuran LILA, ULNA dan lingkar
betis, status gizi gizi kurang.
b. Pemeriksaan biokimia pasien mengalami anemia
c. Keadaan fisik dan klinis pasien yaitu Keadaan umum cukup, Kesadaran CM,
Nyeri perut bawah dan anus, Perih saat kemih dan BAB, pada venus ada benjolan
(hemoroid), BAB sulit, 5 hari belum BAB, terpasang DC, terpasang Infus
d. Asupan makan SMRS termasuk kategori baik tetapi asupan pasien
termasuk kurang untuk serat
e. Diagnosis gizi yaitu Peningkatan kebutuhan protein dan serat, asupan serat
tidak adekuat berkaitan, kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi
f. Intervensi yang diberikan yaitu pemberian makanan tinggi protein dan
tinggi serat
2. Reassesment
a. Tidak terjadi penurunan berat badan atau massa atrofi otot
b. Terdapat peningkatan Hb pasien serta adanya penurunan kadar leukosit
pasien
c. Fisik dan klinis pasien membaik
d. Asupan pasien selama monitoring mengalami penurunan di hari ke-2
dimana pasien dipuasakan untuk menjalani operasi, sehingga pemberian
setelah operasi secara bertahap sesuai kemampuan pasien dan asupan
pasien mengaalami penurunan dibandingkan dengan sebelum operasi
g. Diagnosis gizi pasien setelah operasi, adanya diagnose baru pada pasien
setelah operasi yaitu asupan makanan dan minuman per oral tidak adekuat,
perubahan nilai laboratorium, peningkatan kebutuhan protein
e. Intervensi diet selama monitoring yaitu dengan tinggi protein dan tinggi
serat, pada hari pertama pasien diberikan diet nasi tinggi protein tinggi

27
serat dengan target pemenuhan gizi 100%, setelah operasi maka pasien
diberikan bertahap minimal memenuhi basal dengan diet tinggi protein
serta bentuk makanan yang disesuaikan dengan kemampuan pasien

B. Saran
Saran yang dapat saya berikan yaitu sebaiknya di awal pasien masuk RS
dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan pasien, supaya
data yang digunakan lebih akurat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M dan Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana.Jakarta:


48-57.
Briawan, D. 2014. Anemia Masalah Gizi pada Remaja Wanita. EGC. Jakarta:15- 34.
Briawan, D., & Hardinsyah. (2010). Faktor Risiko Non-Makanan Terhadap Kejadian
Anemia pada Perempuan Usia Subur (15-45 Tahun) di Indonesia. dalam S.
Fikawati, A. Syafiq, & A. Veratamala, Gizi Anak dan Remaja. PGM: 33 (2).
Digiulio Mary, Jackson dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Ed.1. Yogyakarta:
Rapha Publishing
Fikawati, S., Syafiq, A., & Veratamala, A. (2017). Gizi Anak dan Remaja. Depok:
PT. RajaGrafindo Persada.
Gultom, L., 2003. Hubungan Beberapa Parameter Anemia dengan Derajad Keparahan
Sirosis Hati. Tesis . Medan: Universitas Sumatra Utara
Hariyono Winarto & Andrew Wijaya. (2020). Gambaran Mielosupresi pada Pasien
Kanker Ovarium yang Menerima Kemoterapi Carboplatin-Paclitaxel di RSUPN
Cipto Mangunkusumo Tahun 2018. Artikel J Indon Med Assoc, Volum: 70,
Nomor:4
Herawati, dkk. (2014) Metode Skrining Gizi di Rumah Sakit MST Lebih Efektif
dibandingkan SGA. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.28, No. 1
ISTIGHOSAH, N., & Yunita, N. (2019). Perbedaan Pengetahuan Wanita Usia Subur
( Wus ) Tentang Kanker Ovarium Sebelum Dan Sesudah Diberi Penyuluhan ( Di
RT 03 RT 04 Desa Sumengko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk ).
Jurnal Kebidanan
Kar, A.S. (2005). Pengaruh anemia pada kanker terhadap kualitas hidup dan hasil
pengobatan (Master’s thesis, Universitas Sumatera Utara, Medan). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/732/3/08E00105.pdf.txt
Kartasapoetra, G. (2008). Ilmu gizi: korelasi gizi, kesehatan dan produktivitas
kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Kementerian Kesehatan R.I. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Diakses dari : http://depkes.go.id/
Pararesthi, N.L.G.A., Putra, K.A.H., Kurniyata, P. (2019). Hubungan antara Kadar
Albumin dengan Penyembuhan Luka Pada Pasien Pasca Bedah di Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar. CrossMark Intisari Sains Medis, 10 (3)
DPD AsDI DKI Jakarta. Nutrition Care Process Terminology (NCPT). Reference
manual eat right
Fajar, S. A. (2019). Handbook Cagi Azzura Buku Catatan Ahli Gizi Indonesia

v
Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta:
EGC. Hal 186-94, 200-11, 788-801.
Hamilton, K & Barbara L. Grant. (2017). Medical Nutrition Therapy On Cancer,
Prevention, Treatment, and Survivorship dalam Krause’s: Food and Nutrition
Care Process. Halaman 729 – 256. Elseviier, 14 th edition 2017
Manuaba, I. (2013). Ilmu kebidanan penyakit kandungan dan keluarga berencana.
PERSAGI & ASDI. (2019). Penuntun Diet Dan Terapi Diet. Jakarta: EGC.
Purwoko, M. 2018. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan dengan Tingkat
Pengetahuan Mengenai Kanker Ovarium pada Wanita. Mutiara medika Jurnal
kedokteran dan kesehatan Vol 18 No 2 Juli 2018, hal 45-48.
Utami, Sri. (2016). Efektifitas Latihan Progressive Muscle Relaxation (Pmr)
Terhadap Mual Muntah Kemoterapi Pasien Kanker Ovarium. Jurnal
Keperawatan Volume 4 No 2, Hal 83 - 90,
WHO. The Global Prevalence Of Anemia in 2011. Geneva : World Health
Organization, 2015
Yuni, Natalia Erlina. 2015. Kelaianan Darah. Yogyakarta : Nuha Medika.

vi
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran 1. Leaflet edukasi

1
Lampiran 2. Perencanaan menu sebelum operasi

Lampiran 3. Perencanaan menu setelah operasi

2
Lampiran 4. Resumo Monev

Jenis Tanggal Diagnosis Medis Monitoring dan Evaluasi


Antropometri Biokimia Fisik/Klinis Dietary Diagnosis Gizi
Hari 16-01-2023 Malignant Neoplasma LILA 25,7 cm - Hb 11,6 (R) - Keadaan umum cukup, Asupan oral NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein dan serat berkaitan
pengambila Of Bladder ULNA 25 cm - Eritrosit 4,01 (R) - Kesadaran CM, NTPTS (TEE) dengan hipermetabolisme dan gangguan fungsi intertinal
n kasus Cancer Buli CT4N1M0 L.Betis 30,5 cm - Leukosit 7,71 (N) - Nyeri perut bawah dan anus, E 110% ditandai dengan Hb 11,6 Ca buli, malignant neoplasma of
Hemoroid - Trombosit 311 (N) - Perih saat BAB dan BAK, P 118% bladder, pro cystektomi, konstipasi, BAB dan BAK sakit,
Konstipasi - Hematokrit 35,5 (R) - pada venus ada benjolan L 126% NI 5.8.5 Asupan serat tidak adekuat berkaitan dengan
Pro Cystektomi - MCV 88,5 (N) (Hemoroid), KH 100% kurangnya pengetahuan terkait makanan dan zat ditandai
- MCH 29,9 (N) - 5 hari belum BAB Serat 23.3% dengan adanya benjolan di anus (hemoroid) tidak BAB 5
- TD: 140/80 mmHg hari (konstipasi), asupan serat 7 gram atau defisit tingkat
- MCHC 32,7 (R)
berat (13,33%), mengurangi konsumsi sayur dan buah
- RDW-CV 15,6 (T) - HR: 80x/menit
NB 1.1 Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi
- Basofil 0,4 (N) - RR: 18x/menit
berkaitan dengan kurangnya paparan terkait makanan dan zat
- Netrofil 62,9 (N) - Suhu: 36,5 0C gizi ditandai dengan sebelum masuk rumah sakit memilih
- Eusinofil 6,20 (T) - SPO: 90% makanan yang lembek, mengurangi konsumsi sayur dan
- Limfosit 20,4 (N) buah.
- Monosit 10,10 (T)
- PT 12,8 (N)
- APTT 28,9 (N)
- Ureum 37,7 (N)
- Creatinin 1,18 (T)
- BUN 17,6 (N)
- ALT 24 (N)
- AST 25,5 (N)
- NA 145 (N)
- K 4,09(N)
- CL 108,3 (T)
Monev hari 17-01-2023 Malignant Neoplasma - - - Keadaan umum cukup, Asupan oral NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein dan serat berkaitan
ke-1 Of Bladder - Kesadaran CM, NTPTS (TEE) dengan hipermetabolisme dan gangguan fungsi intertinal
Cancer Buli CT4N1M0 - Nyeri perut bawah dan anus, E 114% ditandai dengan Hb 11,6 Ca buli, malignant neoplasma of
Hemoroid - Perih saat BAB dan BAK, P 111% bladder, pro cystektomi, konstipasi, BAB dan BAK sakit,
Konstipasi - pada venus ada benjolan L 109% NI 5.8.5 Asupan serat tidak adekuat berkaitan dengan
Pro Cystektomi (Hemoroid), KH 122% kurangnya pengetahuan terkait makanan dan zat ditandai
- TD: 138/80 mmHg Serat 100% dengan adanya benjolan di anus (hemoroid) tidak BAB 5
- HR: 82x/menit hari (konstipasi), asupan serat 7 gram atau defisit tingkat
berat (13,33%), mengurangi konsumsi sayur dan buah
- Suhu: 36 0C
- SPO: 99% NB 1.1 Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi
berkaitan dengan kurangnya paparan terkait makanan dan zat
gizi ditandai dengan sebelum masuk rumah sakit memilih
makanan yang lembek, mengurangi konsumsi sayur dan
buah.
Monev hari 18-01-2023 Malignant Neoplasma - - Hb 11,4 (R) - Keadaan umum lemah, Puasa NI 2.1 Asupan makan dan minum per-oral tidak adekuat
Ke-2 Of Bladder - Eritrosit 3,91 (R) - Kesadaran CM, tindakan berkaitan dengan penurunan kemampuan mengkonsumsi
Cancer Buli CT4N1M0 - Leukosit 11,18 (T) - nyeri luka bekas operasi, operasi energi yang cukup ditandai dengan pasien dipuasakan untuk
Hemoroid - Trombosit 240 (N) - pada venus ada benjolan menjalankan operasi, adanya pemberian obat bius
Pro – Post Cystektomi - Hematokrit 35,1 (Hemoroid) NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein berkaitan dengan
(R) - TD: 160/92 mmHg hipermetabolisme/pasca operasi ditandai dengan Hb 10,1
- MCV 89,8 (N) - HR: 71x/menit (rendah), eritrosit 3,42 (rendah), leukosit 16,12 (tinggi),
- MCH 29,2 (N) - RR: 14x/menit albumin 2,6 (rendah), Ca buli, malignant neoplasma of
bladder, post cystektomi
- MCHC 32,5 (R) - Suhu: 36 0C
NC 2.2 perubahan nilai laboratorium berkaitan denga post
- RDW-CV 15,4 (T) - SPO: 99%
operasi ditandai dengan Hb 10,1 (rendah), eritrosit 3,42
- Basofil 0,2 (N) (rendah), leukosit 16,12 (tinggi), albumin 2,6 (rendah), post
- Netrofil 84,5 (T) cytektomi.
- Eusinofil 2,1 (N)
- Limfosit 10,6 (R)
- Monosit 2,6 (N)
- Albumin 2,4 (R)
- Ureum 42,6 (N)
- Creatinin 0,77 (N)
- BUN 19,9 (T)
- NA 139,2 (N)
- K 3,78(N)
- CL 111,9 (T)
Monev hari 19-01-2023 Hemoroid - - Hb 10,1 (R) - Keadaan umum lemah, Asupan oral NI 2.1 Asupan makan dan minum per-oral tidak adekuat
Ke-3 Post op Cystektomi - Eritrosit 3,42 (R) - Kesadaran CM, BSTPTS berkaitan dengan penurunan kemampuan mengkonsumsi
Malignant Neoplasma - Leukosit 16,12 (T) - nyeri luka bekas operasi, E 68% energi yang cukup ditandai dengan pasien dipuasakan untuk
Of Bladder - Trombosit 215 (N) - pada venus ada benjolan P 69% menjalankan operasi, adanya pemberian obat bius
Cancer Buli CT4N1M0 - Hematokrit 29,8 (Hemoroid) L 66% NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein berkaitan dengan
(R) - TD: 120/72 mmHg KH 67% hipermetabolisme/pasca operasi ditandai dengan Hb 10,1
- MCV 87,1 (N) - HR: 93x/menit Serat 40% (rendah), eritrosit 3,42 (rendah), leukosit 16,12 (tinggi),
- MCH 29,5 (N) - RR: 15x/menit albumin 2,6 (rendah), Ca buli, malignant neoplasma of
bladder, post cystektomi
- MCHC 33,9 (N) - Suhu: 36,5 0C
NC 2.2 perubahan nilai laboratorium berkaitan denga post

1
- RDW-CV 15,5 (T) - SPO: 99% operasi ditandai dengan Hb 10,1 (rendah), eritrosit 3,42
- Basofil 0,1 (N) (rendah), leukosit 16,12 (tinggi), albumin 2,6 (rendah), post
- Netrofil 90,2 (T) cytektomi.
- Eusinofil 0,2 (R)
- Limfosit 6,1 (R)
- Monosit 3,4 (N)
- Albumin 2,6 (R)
Monev hari 20-01-2023 Hemoroid LILA 25,7 cm - - Keadaan umum cukup, Asupan oral NI 2.1 Asupan makan dan minum per-oral tidak adekuat
Ke-4 Post op Cystektomi - Kesadaran CM, BSTPTS dari berkaitan dengan penurunan kemampuan mengkonsumsi
Malignant Neoplasma - nyeri luka bekas operasi, BMR energi yang cukup ditandai dengan pasien dipuasakan untuk
Of Bladder - kembung E 93% menjalankan operasi, adanya pemberian obat bius
Cancer Buli CT4N1M0 - pada venus ada benjolan P 102% NI 5.1 Peningkatan kebutuhan protein berkaitan dengan
(Hemoroid) L 109% hipermetabolisme/pasca operasi ditandai dengan Hb 10,1
- TD: 148/83 mmHg KH 80% (rendah), eritrosit 3,42 (rendah), leukosit 16,12 (tinggi),
- HR: 84x/menit Serat 42% albumin 2,6 (rendah), Ca buli, malignant neoplasma of
bladder, post cystektomi
- Suhu: 36 0C
NC 2.2 perubahan nilai laboratorium berkaitan denga post
- SPO: 99%
operasi ditandai dengan Hb 10,1 (rendah), eritrosit 3,42
(rendah), leukosit 16,12 (tinggi), albumin 2,6 (rendah), post
cytektomi.

Anda mungkin juga menyukai