Anda di halaman 1dari 6

Nama : Wahyu Ciptaqning Tyas

NIM :
Dosen Pengampu :
1. Pengertian Pembeli Beritikad Baik?
- Yang beritikad baik diartikan pembeli yang sama sekali tidak mengetahui bahwa ia
berhadapan dengan orang yang sebenarnya bukan pemilik’ (Subekti).
- Pembeli yang beritikad baik adalah seseorang yang membeli barang dengan penuh
kepercayaan bahwa si penjual benar-benar pemilik dari barang yang dijualnya itu’
(Ridwan Khairandy)
- Pembeli yang beritikad baik adalah orang yang jujur dan tidak mengetahui cacat yang
melekat pada barang yang dibelinya itu’ (Agus Yudha Hernoko)
- Pembeli yang beritikad baik adalah pembeli yang tidak mengetahui dan tidak dapat
dianggap sepatutnya telah mengetahui adanya cacat cela dalam proses peralihan hak
atas tanah yang dibelinya.
Pasal 531 KUH Perdata menentukan: “Besit dalam itikad baik terjadi bila
pemegang besit memperoleh barang itu dengan mendapatkan hak milik tanpa
mengetahui adanya cacat cela di dalamnya.
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi: perjanjian harus dilaksanakan
berdasarkan itikad baik
Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah menyebutkan: ”Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat
secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut
dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya …”

2. Klasifikasi
- Pembelian Tanah Melalui Pelelangan Umum
Seorang pembeli yang melakukan pembelian tanah melalui lelang umum—sepanjang
sesuai dengan prosedur, dianggap pembeli yang beritikad baik. Pelelangan ini
merupakan jual beli dalam bentuk berbeda, karena jual-beli barang dilaksanakan
melalui Kantor Lelang Negara.
- Pembelian Tanah di Hadapan PPAT
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta tanah tertentu. Pembelian dilakukan di hadapan PPAT
menghasilkan produk berupa Akta Jual Beli (AJB).
Dalam penjelasan Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997tentang
Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) menyebutkan bahwa;
“… Fungsi dan tanggung jawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran tanah. Akta
PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk
pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena
itu, PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan
hukum yang bersangkutan, dengan antara lain mencocokkan data yang terdapat dalam
sertifikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.
Itulah mengapa seorang melakukan pembelian tanah di hadapan PPAT disebut
sebagai pembeli yang beritikad baik. Pembelian terhadap Tanah milik adat / yang
belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat, yaitu:
- Dilakukan secara Tunai dan Terang
Di samping pembelian dilakukan di hadapan PPAT, juga dapat dilakukan di hadapan
atau setidaknya diketahui Kepala Desa atau Lurah setempat. Hal ini dilakukan apabila
di wilayahnya tidak terdapat PPAT. Pembelian tersebut haruslah memenuhi asas tunai
dan terang. Apa maksudnya?
Menurut pendapat saya, “terang” merupakan adanya keterbukaan dalam transaksi
jual-beli tanah dan dilakukan di hadapan pihak yang berwenang. Sementara “tunai”
menurut saya, adalah pembayaran berupa uang yang ada saat itu juga sesuai dengan
harga yang disepakati para pihak.
- Didahului dengan Penelitian Status Tanah
Didahului dengan penelitian mengenai status Tanah objek jual beli dan berdasarkan
penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
Setidaknya ada dua penelitian atas status tanah yang harus dilakukan sebelum
melakukan transaksi jual-beli tanah. Pertama, meneliti data yuridis. Kedua, data fisik
tanah. Keduanya haruslah dilakukan karena untuk mengetahui apakah objek fisik
tanah sama dengan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat.
Di samping itu, juga untuk mengetahui apakah tanah objek jual beli adalah milik
penjual atau tidak. Hal ini sangat penting dilakukan agar pembeli disebut beritikad
baik.
- Pembelian Dilakukan dengan Harga yang Layak
Salah satu kriteria pembeli yang beritikad baik adalah pembelian tanah dilakukan
dengan harga yang layak.
Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal yang berkaitan dengan objek Tanah
yang diperjanjikan, antara lain:
- Penjual adalah Orang yang Berhak.
Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual
beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya.
Sebagaimana disebutkan di atas, penelitian dilakukan dalam bentuk data fisik dan
data yuridis. Hal ini untuk mengetahui bahwa penjual adalah orang yang berhak atau
pemilik hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti
kepemilikannya.
- Tanah yang Diperjualbelikan tidak Dalam Status Sita
Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita. Kriteria pembeli
yang beritikad baik selanjutnya adalah mengecek apakah tanah yang diperjualbelikan
masih dalam status sita atau tidak.
Perlu dipahami bahwa tanah yang masih dalam status sita dilarang untuk dialihkan
kepada pihak lain.
Sebagaimana pula disebutkan dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf f PP
24/1997:PPAT menolak untuk membuat akta, jika:
“obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data
fisik dan atau data yuridisnya”.
Untuk itu, calon pembeli harus memastikan dengan saksama apakah objek tanah yang
diperjualbelikan merupakan status sita atau tidak oleh pengadilan.
- Tanah tidak Dalam Status Jaminan atau Hak Tanggungan
Terhadap objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan.
Selain tanah yang diperjualbelikan tidak dalam status sita, juga tidak dalam status
jaminan atau hak tanggungan. Agar dianggap sebagai pembeli yang beritikad baik,
harus meneliti dengan cermat apakah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status
jaminan atau hak tanggungan.
- Memperoleh Keterangan dari BPN
Terhadap Tanah yang bersertifikat telah memperoleh keterangan dari BPN dan
riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Poin ini secara langsung berkaitan dengan penelitian data yuridis. Caranya adalah
dengan meminta penjelasan secara tertulis kepada pihak Badan Pertanahan Nasional
(BPN) di wilayah objek jual-beli berada.
Artinya, bagi tanah yang telah bersertifikat, akan ketahuan dalam data BPN—
mengenai riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.

3. Mahkamah Agung membuat pedoman terkait pengertian dan syarat pembeli beritikad
baik dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 (“SEMA 4/2016”)
sebagai berikut:
a. Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen
yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:
- Pembelian Tanah melalui pelelangan umum, atau
- Pembelian Tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997) atau
- Pembelian terhadap Tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan
menurut ketentuan hukum adat, yaitu:
 Dilakukan secara tunai dan terang (dihadapan/diketahui Kepala Desa/Lurah
setempat).
 Didahului dengan penelitian mengenai status Tanah objek jual beli dan
berdasarkan penelitian tersebut menunjukan bahwa tanah objek jual beli adalah
milik penjual.
 Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
b. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal yang berkaitan dengan objek Tanah
yang diperjanjikan, antara lain:
- Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek
jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau
- Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau
- Terhadap objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak
tanggungan, atau
- Terhadap Tanah yang bersertifikat telah memperoleh keterangan dari BPN dan
riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Berdasarkan uraian diatas, pemilik tanah harus hati-hati menghadapi gugatan dari
pihak ketiga yang tiba-tiba mengaku sebagai pemilik tanah. Pemilik tanah harus
betul-betul mempersiapkan dan membuktikan dirinya sebagai pembeli beritikad baik
sebagaimana diatur dalam SEMA 4/2016 sehingga dilindungi oleh hukum.

4. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 Tentang Petunjuk


Pelaksanaan Lelang, mensyaratkan nilai limit dalam setiap pelaksanaan lelang. Nilai
Limit adalah nilai minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual.
Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual, nilai limit ditetapkan
berdasarkan penilaian oleh penilai atau penaksiran oleh penaksir. Setelah dilaksanakan
lelang dan ditetapkan pemenang lelang oleh pejabat lelang, diperoleh yang namanya
Harga Lelang. Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh Peserta
Lelang yang telah disahkan sebagai pemenang oleh Pejabat Lelang.
Dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi Pasar 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT),
Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai, dan Lelang Eksekusi harta
Pailit, Nilai Limit ditetapkan dengan rentang paling tinggi sama dengan nilai pasar dan
paling rendah sama dengan nilai likuidasi (Pasal 51 PMK 213/2020).

5. Wajar, sampai 2-3 kali lipat NJOP tergantung lokasi (strategis atau tidak) dan tergantung
harga pasaran di daerah itu.
NJOP merupakan singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak. Menentukan nilai jual tanah
berdasarkan NJOP ini sangat penting terutama bagi Anda yang bergerak di bidang
properti.
NJOP merupakan taksiran harga untuk tanah dan bangunan dimana perhitungannya
dibuat berdasarkan luas, zona rumah serta bangunannya. Penentuan NJOP tanah per
meter persegi pada dasarnya ditentukan oleh pemerintah daerah dan dilakukan secara
massal.
Penentuan NJOP ini dilakukan untuk menetapkan besarnya NJOP untuk biaya PBB.
Dengan mengetahui NJOP, Anda bisa tahu berapa banyak pajak yang harus ditanggung
dari transaksi jual beli tanah. NJOP juga digunakan oleh pembeli maupun penjual sebagai
patokan harga terendah sebuah tanah dan atau rumah.

6. Iya tentu saja, karena pemenang lelang adalah pembeli baik orang atau badan
hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai
pemenang lelang oleh pejabat lelang. Pemenang dalam lelang disahkan oleh pejabat
lelang dan dimuat dalam risalah lelang.
Lelang eksekusi sebagai suatu perbuatan hukum yang sah menimbulkan hak dan
kewajiban terhadap pemenang lelang. Pemenang lelang sebagai pembeli yang sah
memiliki kewajiban terkait pembayaran lelang dan pajak/pungutan sah lainnya sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
7. Perlindungan hukum preventif bagi pemenang lelang juga terdapat dalam risalah lelang,
yang merupakan berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat
oleh pejabat lelang sebagai akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna. Pemenang lelang eksekusi, selain perlindungan hukum secara preventif, juga
mendapatkan perlindungan secara represif. Perlindungan represif, menurut
Hadjon, adalah upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang dilakukan melalui
badan peradilan.

Pemerintah telah memberikan perlindungan hukum kepada pembeli lelang yang beritikad
baik yang mengikuti lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu yang secara tegas
diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menegaskan bahwa lelang yang telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Dari rumusan tersebut,
telah mencerminkan adanya asas kepastian hukum terhadap pemenang lelang.

Hal ini juga ditegaskan oleh Yahya Harahap, bahwa hukum yang ditegakkan oleh instansi
penegak hukum yang disertai tugas untuk itu, harus menjamin kepastian hukum demi
tegaknya ketertiban dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Ketidakpastian hukum,
akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan akan saling berbuat
sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. Nomor


821K/Sip/1974,yang menyatakan bahwa pembeli yang membeli suatu barang melalui
pelelangan umum oleh Kantor Lelang Negara adalah sebagai pembeli yang beritikad baik
dan harus dilindungi oleh undang-undang. Yurisprudensi tersebut membenarkan bahwa
pembeli lelang yang beritikad baik harus dilindungi untuk memberikan kepastian hukum
sekaligus keadilan bagi pembeli lelang.

Melalui Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Lelang, Negara dalam hal ini KPKNL telah memberikan perlindungan
hukum terhadap pembeli lelang yang beritikad baik, lembaga peradilan melalui Putusan
Mahkamah Agung RepubIik Indonesia Reg. Nomor 821K/Sip/1974, juga menegaskan
perlindungan hukum terhadap pembeli lelang yang beritikad baik, sehingga kepastian hak
pembeli lelang pasti dan dijamin oleh hukum.

8. Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebelum tahun 1919 oleh Hoge
Raad diartikan secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang
lain yang timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang.
Menurut ajaran yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut
ganti kerugian karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak
bertentangan dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut adalah bertentangan
dengan hal-hal yang diwajibkan oleh moral atau hal-hal yang diwajibkan dalam
pergaulan masyarakat. Pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan
adanya keputusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lindebaum lawan
Cohen.
Hoge Raad telah memberikan pertimbangan yaitu : “bahwa dengan perbuatan melawan
hukum (onrechmatige daad) diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau
bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, baik pergaulan hidup terhadap orang
lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu
telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar ganti
kerugian”.19

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380
KUH Perdata. Gugatan perbuatan melawan hukum didasarkan pada Pasal 1365 KUH
Perdata yang berbunyi: “setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”. Pasal 1365 tersebut biasanya dikaitkan dengan Pasal 1371
ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “penyebab luka atau cacatnya sesuatu badan atau
anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberikan hak kepada si korban
untuk, selain penggantian biaya pemulihan, menuntut ganti kerugian yang disebabkan
oleh luka cacat tersebut”.

9. Pasal 1365 KUH Perdata memuat ketentuan sebagai berikut : “ Setiap perbuatan melawan
hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang
yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”. Dari
Ketentuan tersebut maka seseorang dikatakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) apabila
terpenuhi syarat-syarat atau unsurunsur sebagai berikut :
a. Perbuatan tersebut perbuatan melawan hukum ( Onrechtmatige daad)
b. Harus ada kesalahan
c. Harus ada kerugian yang ditimbulkan
d. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian

10. Iya, karena dari awal penjual telah melakukan penipuan atau hal yang bukan
kewenangannya.

11. Penjual, karena penjual melakukannya atas dasar kesadaran.

Anda mungkin juga menyukai