Salah satu peristiwa hukum yang memerlukan barang bukti tertulis yang memiliki sifat
autentik yaitu pelelangan. Lelang adalah suatu bentuk perjanjian yang termasuk di dalam
kegiatan jual-beli baik di Civil Law ataupun di Common Law (Sianturi, 2013). Lelang
merupakan proses jual-beli yang dimulai dengan melakukan pengumuman yang berisikan
penawaran terhadap barang yang dijadikan objek lelang oleh pemilik barang.
19
Di dalam kegiatan lelang harus menjamin kepastian hukum antar pihak untuk
menjaga kepentingan masing-masing pihak. Untuk itu di dalam lelang wajib diterbitkan
akta autentik yaitu akta risalah lelang. Akta risalah lelang memiliki kekuatan pembuktian
yang ideal. Penerbitan akta risalah lelang dalam kegiatan lelang ditegaskan di Peraturan
Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016 Pasal 85 ayat (1) yaitu Pejabat Lelang yang
melakukan lelang haruslah menciptakan Risalah Lelang. Pasal 9 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 menegaskan Pejabat Lelang mencakup pejabat
lelang kelas I serta II. Pejabat lelang kelas I wewenangnya melakukan lelang bagi seluruh
tipe lelang 555 NOTARIUS, Volume 15 Nomor 1 (2022) E-ISSN:2686-2425 ISSN:
2086-1702 terhadap permohonan penjualan, serta pejabat lelang kelas II wewenangnya
melakukan lelang Non Eksekusi Sukarela terhadap permohonan Balai Lelang / Penjualan.
Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016, pejabat
lelang kelas I Pejabat Lelang Kelas I yakni Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara yang memiliki wewenang melakukan Lelang Noneksekusi Wajib,
Lelang Noneksekusi Sukarela, serta Lelang Eksekusi.
Peserta lelang yakni badan usaha ataupun perorangan bisa menjadi peserta lelang,
selain faktanya
tidak diperbolehkan aturan yang ada misalnya: Jaksa, Hakim, Pengacara, Panitera, Juru
Sita,
Pejabat Lelang, Notaris, yang berkaitan pada pengadaan lelang (Salbiah, 2004).
Sesudah ditetapkan
pemenang lelang, pembeli harus melunasi harga lelang yang diperhitungkan
menggunakan uang
jaminan, serta bagi uang miskin membayar sejumlah 0%. Jika pembeli tak memenuhi
kewajiban
maka terdapatnya sanksi yang dijatuhkan pada pembeli lelang bahwa badan hukum
ataupun
individu tak diizinkan ikut lelang di semua daerah di Indonesia pada waktu 6 bulan,
terdapat pada
No/ 40 / PMK.07 / 2006.
Setelah objek lelang tersebut telah terjual maka pemenang/ pembeli lelang
melakukan kewajiban- kewajibanya sebagai pemenang lelang. Pemenang/pembeli
lelang juga berhak mengambil alih aset atau objek lelang yang telah ia beli yang
dapat di buktikan dengan akta Risalah Lelang. Namun hak dari pemenang lelang
tersebut tidak bisa ia dapatkan di karenakan adanya permasalahan bahwa pihak
nasabah tidak ingin menyerahkan objek lelang yang telah ia beli. Oleh karena itu
maka pihak pembeli lelang melakukan permohonan untuk melakukan eksekusi
pengosongan melalui pengadilan. Dalam praktek penjualan barang secara lelang
tidak selalu berfungsi dengan baik, karena adanya kendala dalam pelaksanaannya.
1
Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 21
2
Sutarjo, Pelelangan Dalam Rangka Eksekusi Oleh Pengadilan Negeri Dan PUPN, Serta
Aspek-Aspek Hukum Yang Timbul Dalam Praktek, Makalah Penyuluhan Lelang,
Medan:1995,hlm. 22