Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ANALISIS PUTUSAN

No. 592/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel.

Disusun Oleh:

AZIMATUS SA’DIAH (12222048)


DIMAS RANGGA KUSUMA AJI (12222049)
NUZUL SHINTA NUR RAHMASARI (12222050)
SHANE GEONA LIMANTO (12222052)
WILSON (12222053)
SUDARGO TANDIONO (12222065)
RIZKA APRILIA BERLIANA (12222071)

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NAROTAMA
SURABAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lelang sebagai suatu lembaga hukum, sudah ada pengaturannya dalam peraturan
perundang-undangan sejak jaman Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, peraturan tersebut
terdapat pada Vendu Reglement atau VR yang diumumkan pada Staatsblad 1908 nomor 189 dan
perubahan Lelang harus diadakan di hadapan juru lelang. Berdasarkan hal tersebut, yang
dimaksud dengan lelang adalah penjualan suatu barang secara umum yang dipimpin oleh pejabat
lelang dengan memberikan harga secara terbuka, lisan, naik atau turun, dan/atau tertulis dan
tertutup, serta didahului dengan pemberitahuan lelang. Berdasarkan pengertian lelang di atas,
dapat diketahui bahwa lelang merupakan suatu tata cara dan mekanisme pasar yang sangat
mendasar di mana orang-orang berkumpul untuk membeli dan menjual berbagai macam barang.
Lelang merupakan lembaga hukum yang selalu ada dalam sistem hukum di Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat salah satunya memenuhi penjualan suatu objek melalui
lelang sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan-undangan. Pelaksanaan lelang sudah
diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 27/PMK.06/2016, tanggal 22 Februari
2016, berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Dalam Pasal 1 angka 1 PMK nomor 27/PMK.06/2016 menyatakan bahwa,
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi,
yang didahului dengan Pengumuman Lelang.
Di Indonesia sendiri kegiatan lelang masih jarang dipergunakan oleh masyarakat secara
sukarela, hal ini dikarenakan masyarakat indonesia mempunyai pandangan yang negatif terhadap
lelang. Masyarakat indonesia berpendapat bahwa lelang selalu berhubungan dengan pengadilan,
walaupun pada kenyataannya hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar proses lelang
dilaksanakan karena adanya putusan dari pengadilan terhadap pihak yang kalah dalam suatu
perkara. Keengganan masyarakat Indonesia untuk melakukan lelang mengakibatkan apa yang
diharapkan oleh pemerintah yaitu agar masyarakat memanfaatkan lembaga lelang tidak tercapai,
sehingga manfaat lelang tidak dapat dirasakan oleh masyarakat. Dengan melakukan penjualan
dengan lelang. ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh masyarakat. Manfaat-manfaat yang
dapat diperoleh dari lelang yaitu cepat dan efisien, aman, adil, mewujudkan harga yang wajar
karena menggunakan sistem penawaran serta memberikan kepastian hukum karena dilaksanakan
oleh pejabat lelang serta dibuat risalah lelang sebagai akta otentik yang dipergunakan untuk
proses balik nama kepada pemenang lelang.
Dalam banyak kasus gugatan terhadap pelaksanaan lelang, yang menjadi petitum
penggugat adalah perbuatan melawan hukum (PMH). Tuntutan/petitum yang diajukan oleh
penggugat dalam gugatannya pada intinya adalah gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).
Prakteknya di lapangan tidak jarang proses lelang menimbulkan gugatan yang merugikan
beberapa pihak, dimana halnya terjadi pada putusan No. 592/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Putusan
tersebut dilatarbelakangi dengan adanya objek berupa tanah bangunan milik PT. SURI KARYA
KERTASINDO INDUSTRI (SKKI) atau Tergugat I yang dibebankan sita jaminan dan telah
ditetapkan untuk dilaksanakan lelang eksekusi oleh Pejabat Lelang Kelas II atau Tergugat IV
dengan Risalah Lelang no.: RL-03/PLII.16/2013 kemudian Sertipikat atas bidang-bidang Tanah
berikut bangunan yang berada diatasnya tersebut telah di balik nama oleh Kepala Kantor Badan
Pertanahan Kota Tangerang atau Tergugat III menjadi ke atas nama Tergugat II padahal bidang-
bidang tanah dan bangunan yang berada diatasnya tersebut telah telah diletakkan sita jaminan
berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.: 102/PDT.G/2002/PN.Jak.Sel.
tanggal 2 September 2002 Jo. Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor :
102/Pdt.G/2002/PN.Jak.Sel tanggal 10 September 2002; Jo. Berita Acara Sita Jaminan No.: 102
BA / PDT. G/2002/PN.JAK. SEL. tanggal 12 September 2002. selanjutnya bidang-bidang tanah
berikut bangunan yang berada diatasnya yang telah dirubah sertipikatnya dan dibalik nama ke
atas Tergugat II dan dijaminkan ke Bank. Permasalahan terjadi ketika pejabat lelang kelas II
mengeluarkan risalah lelang tanpa memastikan terlebih dahulu status objek jaminannya sehingga
menempatkan perbuatan Pejabat Lelang Kelas II sebagai perbuatan melawan hukum.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pertanggungjawaban pejabat lelang atas risalah lelang yang dibuatnya atas
pelelangan barang yang masih dijaminkan?
2. Apa pembeli beritikad baik dalam pembelian objek lelang yang masih dijaminkan
mendapat perlindungan hukum?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pejabat lelang atas risalah lelang yang dibuatnya
atas pelelangan barang yang masih dijaminkan
2. Untuk mengetahui bahwa pembeli beritikad baik dalam pembelian objek lelang yang
masih dijaminkan mendapat perlindungan hukum
1.4. Manfaat
1. Manfaat secara praktis: Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
hukum lelang di Indonesia yang secara khusus mengenai Pejabat Lelang Kelas II dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya ketika dihadapkan pada situasi dimana objek
lelang masih dijaminkan. Sehingga penulisan analisis putusan ini dapat sebagai refrensi
untuk penelitian sejenis yang akan datang.
2. Manfaat Secara Teoritis: Meningkatkan pemahaman dalam konsep pertanggungjawaban
Pejabat lelang dalam membuat risalah lelang serta mengetahui kriteria itikad baik dalam
melakukan pembelian tanah melalui lelang.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Lelang
Dalam bahasa Belanda, lelang merupakan vendu dan bahasa inggris auction yang dikenal
juga dalam bahasa Belanda yaitu openbare verkooping, openbare veiling, atau openbare
verkopingen yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai lelang atau penjualan yang
dilakukan di muka umum (HS, 2017). Berdasarkan PMK 213/PMK.06/2020, pengertian lelang
adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis
dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang
didahului dengan Pengumuman Lelang. Lelang merupakan salah satu sarana ketika ingin
melakukan penjualan barang yang tata caranya telah diatur secara khusus dalam peraturan
perundang-undangan serta peraturan lain yang terkait.
Di Indonesia, pelaksanaan lelang sudah dilakukan sejak masa penjajahan oleh Hindia
Belanda. Lelang secara resmi telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan sejak
Februari 1908 dengan dikeluarkannya peraturan lelang yang dikenal dengan Vendu Reglement,
Stbl. 1908 Nomor 189 yang diubah dengan Stbl. 1940 Nomor 56 dan intruksi lelang yang
dikenal dengan Vendu Instructie Stbl. 1908 Nomor 190 yang diubah dengan Stbl. 1940 Nomor
47 yang menjadi asal mula pengaturan sistem lelang di Indonesia. Hingga saat ini, peraturan-
peraturan tersebut masih berlaku dan menjadi salah satu dasar hukum penyelenggaraan lelang.
Namun demikian, terdapat beberapa penyesuaian pada pelaksanaannya akibat perubahan zaman.
Lelang memiliki beberapa fungsi diantaranya fungsi privat, fungsi publik, dan, fungsi
budgeter. Lelang memiliki fungsi publik dikarenakan mendukung penegakan hukum (law
enforcement), baik itu perdata, pidana, atau lainnya. Fungsi privat artinya lelang menjadi sarana
transaksi jual beli antara subjek hukum. Sedangkan fungsi budgeter ada dikarenakan lelang dapat
menjadi sarana menghasilkan penerimaan negara melalui adanya bea lelang.
Lelang di Indonesia memiliki 5 macam asas, antara lain :
2.1.1. Asas Kepastian hukum (certainty)
Kepastian hukum disebut juga dengan istilah principle of legal security dan
rechtszekerheid. Kepastian hukum adalah perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin
hak dan kewajiban setiap warga negara. Kepastian hukum juga diartikan dengan jaminan bagi
anggota masyarakat, bahwa semuanya akan diperlakukan oleh negara atau penguasa berdasarkan
pengaturan hukum, yang tidak dengan sewenang-wenang.
Lelang dilakukan oleh pejabat umum (pemerintah) yang menjual untuk dan atas nama
negara. Oleh karena itu harus ada kepastian untuk melindungi rakyat. Asas kepastian mencakup: 1
1. Kepastian berkaitan dengan apakah lelang jadi terlaksana atau tidak
2. Berkaitan dengan tempat pelaksanaan lelang, dan
3. Berkaitan dengan uang jaminan yang sudah dibayarkan calon pembeli apabila lelang
tidak jadi atau dibatalkan pelaksanaannya
Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan penjual atau
penetapan provisional atau putusan dari lembaga peradilan umum. Pembatalan lelang sebelum
pelaksanaan lelang diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan oleh
Pejabat Lelang dalam hal : 2
a. SKT (Surat Keterangan Tanah) untuk pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan
belum ada;
b. Barang yang akan dilelang dalam status sita pidana, khusus Lelang Eksekusi;
c. Terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT
dari pihak lain selain debitor/suami atau istri debitor/tereksekusi;
d. Barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan/sita eksekusi/sita pidana, khusus
Lelang Noneksekusi;
e. Tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang karena terdapat perbedaan data
pada dokumen persyaratan lelang;
f. Penjual tidak dapat memperlihatkan atau menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada
Pejabat Lelang;
g. Penjual tidak hadir pada saat pelaksanaan lelang, kecuali lelang yang dilakukan melalui
internet;
h. Pengumuman Lelang yang dilaksanakan Penjual tidak dilaksanakan sesuai perundang-
undangan;

1 Adwin Tista, Perkembangan Sistem Lelang Di Indonesia, Al’ Adl, Volume V Nomor 10, Juli-Desember 2013
2 Ibid
i. Keadaan memaksa peraturan (forcemajeur)/kahar;
j. Nilai Limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai dengan surat
penetapan Nilai Limit yang dibuat oleh Penjual/Pemilik Barang;
k. Penjual tidak menguasai secara fisik barang bergerak yang dilelang.
2.1.2. Asas Pertanggungjawaban / Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Lelang harus dilakukan dihadapan Pejabat Lelang yang merupakan pejabat umum yang diangkat
oleh Menteri Keuangan dan hasilnya harus dituangkan dalam risalah lelang oleh pejabat lelang
sebagai bukti pelaksanaan lelang. Artinya, pelaksanaan lelang harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini Pejabat Lelang harus bersifat imparsial yaitu tidak boleh
memihak dan lelang yang dilakukan oleh juru lelang bertanggung jawab kepada semua pihak
yang terlibat.3

2.1.3. Asas Keterbukaan / Transparansi


Penjualan lelang diatur dalam Undang-Undang tersendiri dengan sifat Lex Specialis.
Secara normatif tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang asas lelang,
namun apabila dicermati klausul-klausul dalma perundang-undangan dapat ditemukan asa lelang
dalam Vendu Reglement4 seperti Asas Keterbukaan yang menghendaki agar seluruh lapisan
masyarakat mengetahui adaya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk
mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh Undang - undang. Oleh karena itu, setiap
pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah
terjadi praktek persaingan usaha tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya praktek
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Asas ini cerminan dari pasal 5 Vendu Reglement.
2.1.4. Asas Efisiensi
Asas ini berkaitan dengan waktu, dimana lelang dilakukan pada suatu tempat dan waktu
yang telah ditentukan, dan transaksi terjadi pada saat itu juga. Lelang merupakan penjualan tanpa
perantara dalam mencari pembeli secara cepat, dan barang terjual cepat. Disamping itu,

3 Afifah Nur Azizah, I Gede Widhiana Suarda, Firman Floranta Adonara, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli
Lelang Eksekusi Pupn Dalam Hal Objek Lelang Tanah Kabur, Jurnal Syntax Idea, Vol. 5, No. 1, 2023, h 51.
4 Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 25
pembayaran harga lelang juga harus tunai yaitu 3 (tiga) hari kerja setelah lelang dilakukan
sehingga terdapat efisiensi waktu.5
2.1.5. Asas Kompetisi
Pembentukan harga dalam lelang dilakukan dengan cara berkompetisi. Berkompetisi
artinya bersaing dalam melakukan penawaran harga sehingga dapat menentukan harga yang
terbaik. Para peserta lelang baik perorangan ataupun badan hukum bersaing untuk memperoleh
barang yang dilelang dengan harga yang setinggi tingginya. Asas ini diterapkan dan akan
memberikan pengaruh sangat optimal setelah asas transparansi dan asas kepastian sudah berjalan
dengan baik, dan pemimpin lelang juga menguasai ilmu barang sehingga dapat memandu
jalannya penawaran secara dinamis.6

2.2 Perbuatan Melawan Hukum


Perbuatan Melawan Hukum atau biasa disingkat (PMH) disebut dalam KUH Perdata
disebut sebagai onrechmatige daad. Penyebutan ini lebih tepatnya pada Pasal 1365 KUH Perdata.
Di pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum
atau bertanggung jawab atas kerugian yang dialami orang lain diwajibkan untuk mengganti
kerugian yang ia sebabkan tersebut. Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, Sari (2020)
mengatakan suatu PMH harus mengandung unsur-unsur:
1. Ada suatu perbuatan
2. Perbuatan tersebut melawan hukum
3. Terdapat kesalahan dari pihak pelaku
4. Korban mendapat kerugian; kelima, adanya hubungan sebab-akibat antara
perbuatan dan kerugian.
Perbuatan Melawan Hukum ini mencakup baik perbuatan sengaja maupun tidak atau
aktif maupun pasif selama perbuatan tersebut melanggar kewajiban hukumnya. Suatu perbuatan
dikategorikan dalam Perbuatan Melawan Hukum apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Perbuatan tersebut bertolak belakang dengan kewajiban pelaku
2. Perbuatan tersebut bertentangan dengan hak subjektif orang lain
3. Perbuatan tersebut tidak sesuai dengan norma kesusilaan
4. Bertentangan dengan kepatutan, kehati- hatian, dan ketelitian.
5 Adwin Tista, Op. Cit
6 Ibid
Salah satu unsur yang harus ada dalam setiap perbuatan yang digolongkan sebagai PMH
adalah adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian. Untuk menentukan sebab
suatu peristiwa maka terdapat dua teori yang terkenal. Teori pertama adalah teori conditio sine
qua non oleh Von Buri yang mengemukakan bahwa tiap-tiap sebab/masalah yang merupakan
syarat untuk timbulnya suatu akibat adalah sebab dari akibat. Teori kedua yaitu teori adequate
oleh Von Kries yang menyatakan bahwa perbuatan yang dikategorikan sebagai sebab dari akibat
adalah perbuatan yang seimbang dari perbuatan dengan ukuran akal sehat. Dasar untuk
menentukan perbuatan yang seimbang ini adalah perhitungan yang layak (memakai akal sehat).
Keunggulan dari teori ini adalah teori ini dapat dipandang dari dua macam sisi, yaitu sisi baik
secara kenyataan dan sisi lainnya adalah secara normatif.

Pedoman:
1. 1320 BW syarat sah perjanjian
2. Asas kehati2an (kalo nemu)
3. Asas kepastian hukum
4. Perlukah checking status tanah tsb?
-------------
Mungkin perlu:
5. Asas pertanggungjawaban vide. Pasal 6 PERATURAN BUPATI KONAWE UTARA
NOMOR 6 TAHUN 2018
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pertanggungjawaban pejabat lelang atas risalah lelang yang dibuatnya atas pelelangan
barang yang masih dijaminkan
3.1.1. Asas Kehati-hatian Pejabat lelang
Pejabat Lelang Kelas II adalah mitra balai lelang dan pejabat lelang swasta yang
diperbolehkan menyelenggarakan lelang non-eksekusi secara sukarela. Pejabat tersebut
wajib memahami berbagai aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang, khususnya
PMK Nomor 93/PMK.06/2010 yang memuat petunjuk pelaksanaan lelang, serta hak dan
tanggung jawab Anda sebagai pejabat lelang sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bahwa tugas yang akan dilaksanakan sebagai Pejabat
Lelang Kelas II mempunyai akibat dan kewajiban hukum yang berat. Lelang ini rawan
terjadinya anomali jika petugas lelang tidak hati-hati dalam menilai keseluruhan surat-
surat yang ada dalam berkas lelang. Keuntungan pembeli dalam penjualan lelang antara
lain keadilan, karena semua peserta lelang mempunyai hak dan kewajiban yang sama;
pejabat lelang yang bertugas memimpin lelang harus independen, obyektif, transparan,
dan mampu memberikan perlindungan hukum dalam pelaksanaan lelang, karena
disaksikan oleh seluruh peserta lelang; dan Penetapan harga yang lebih kompetitif berarti
memperbolehkan semua peserta lelang untuk mengajukan penawaran harga berdasarkan
penilaian mereka terhadap barang lelang, sepanjang penawaran tersebut setidaknya sama
dengan harga batas yang telah ditentukan sebelumnya oleh penjual.7
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Pejabat Lelang merupakan pejabat
umum yang diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara

7 Ulfah, S. H, “Perlindungan Hukum Kepada Pembeli Barang Bergerak Terdaftar Melalui Pejabat Lelang Kelas II
Dihubungkan Dengan Hak-Hak Pembeli”, Jurnal Notarius, Vol 1, No 2, 2022, h. 337.
lelang, karena itu Pejabat lelang diwajibkan untuk membuat risalah lelang sebagai berita
acara pelaksanaan lelang yang merupakan akta otentik.8
Risalah Lelang sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna
tentang apa yang dimuat di dalamnya. Kekuatan pembuktian sempurna atas akta otentik
ditentukan dalam Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
bahwa: Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi
orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.
Dalam hal ini, risalah lelang mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian yaitu:
1. Kekuatan pembuktian lahir, artinya bahwa apa yang tampak pada lahirnya, yaitu
risalah lelang yang tampak seperti akta dianggap seperti akta sepanjang tidak
terbukti sebaliknya.
2. Kekuatan pembuktian formal, ialah kepastian bahwa suatu kejadian yang ada
dalam risalah lelang betul-betul dilakukan oleh Pejabat Lelang.
3. Kekuatan pembuktian materiil, bahwa kepastian apa yang tersebut dalam risalah
lelang itu benar dan merupakan pembuktian yang sempurna dan sah terhadap
pihak, yaitu penjual, pembeli lelang, dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya.9
Pejabat Lelang Kelas II juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian dimana
untuk mencegah adanya risiko yang dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat didalam
proses lelang. Jika tidak maka dapat terjadi tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Dalam banyak kasus gugatan terhadap pelaksanaan lelang, yang menjadi petitum
penggugat adalah perbuatan melawan hukum (PMH). Tuntutan/petitum yang diajukan
oleh penggugat dalam gugatannya pada intinya adalah gugatan perbuatan melawan
hukum (PMH). Menurut Wirjono Prodjodikoro, perbuatan melawan hukum adalah tidak
hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara
langsung melanggar kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun yang secara tidak langsung
juga melanggar hukum.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa: “tiap
perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan
8 Rachmadi Usman, 2015, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 157.
9 Rachmadi Usman, Op. Cit, Hal. 158.
orang yang bersalah menimbulkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.” Berdasarkan
rumusan pasal tersebut, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi
empat unsur yaitu:
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig);
2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
3. Perbuatan itu harus itu dilakukan dengan kesalahan;
4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
3.1.2. Asas Pertanggungjawaban Pejabat lelang
Pejabat Lelang Kelas II berwenang melakukan lelang oleh delegasi Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Pendelegasian berdasarkan
Algemene Bepalingen van Administratief Recht adalah pendelegasian wewenang dari suatu
lembaga pemerintah kepada lembaga pemerintah lainnya yang akan menjalankan wewenang itu
sebagai miliknya. Delegasi diartikan dalam Algemene Wet Bestuursrecht sebagai pendelegasian
wewenang oleh suatu organ pemerintah kepada organ lain untuk mengambil keputusan yang
menjadi tanggung jawabnya sendiri. Artinya apabila wewenang tersebut dialihkan secara
pendelegasian, maka pemberi wewenang tersebut kebal dari tanggung jawab hukum atau
tuntutan pihak ketiga jika penggunaan wewenang tersebut menimbulkan kerugian bagi orang
lain.10
Peralihan hak melalui lelang adalah sah apabila didukung dengan kutipan berita acara
lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Berita Acara Lelang adalah suatu dokumentasi resmi
yang menggambarkan jalannya suatu penjualan umum atau lelang yang dihasilkan dan
dipertanggungjawabkan secara berkala oleh Pejabat Lelang dan para pihak (jual beli) sehingga
lelang yang tercantum di dalamnya bersifat mengikat. Ketentuan Berita Acara Lelang diputuskan
secara sepihak oleh Kantor Lelang yang mempunyai posisi perundingan lebih kuat, dan penawar
lelang tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah klausul Berita Acara Lelang, oleh karena
itu Berita Acara Lelang merupakan suatu perjanjian baku atau kontrak baku. Berita Acara Lelang
memuat seluruh syarat-syarat Lelang.11

10 Manora, Hartina Ruth, Abdul Rachmad Budiono, and Endang Sri Kawuryan, "Kewenangan pejabat lelang kelas
II terhadap minuta risalah lelang yang lebih batas waktu", Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 13 No. 1, 2022, h. 103.
11 Meilany Liem Bono, penerapan asas – asas hukum lelang dalam peraturan menteri keuangan nomor
27/pmk.06/2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, Tesis, Univeristas Narotama Surabaya, 2018, h. 31.
Sebagaimana dalam Putusan MA Nomor 935 K/Pdt/2019, berita acara lelang (risalah
lelang) menjadi tidak sah, batal demi hukum, dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Syarat sah
suatu perjanjian berlandaskan pada pasal 1320 KUHPerdata pada syarat objektif terkait dengan
klausul yang tidak bertentang dengan peratruan perundang-undang. Suatu Akta Otentik pada
dasarnya merupakan suatu alat bukti yang sempurna selama memenuhi kriteria pasal 1868
KUHPerdata: 1. bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, 2. dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum, 3. Pejabat tersebut berwenang untuk membuat akta, 4. Pejabat berada
di tempat di mana akta dibuatnya. Saat akta tidak memenuhi syarat dalam pasal 1868
KUHPerdata akan menimbulkan akta tersebut terdegradasi otentisitasnya, yang kekuatan
pembuktiannya menjadi setara dengan perjanjian dibawah tangan. Sedangkan jika tidak
memenuhi syarat pasal 1320 KUHPerdata syarat objektif akan menimbulkan akta tersebut
menjadi batal demi hukum (dianggap tidak pernah lahir suatu perikatan tersebut). Dengan
demikian tindakan yang dilakukan oleh Pejabat lelang (Tergugat IV) tidak memberikan
perlindungan terhadap otentisitas akta risalah lelang yang dibuatnnya. Hal tersebut menimbulkan
kerugian pada pembeli (Tergugat II) dan Para penggugat, sehingga tindakan pejabat lelang dapat
dikategorikan sebagai PMH (Perbuatan Melawanb Hukum).
3.2. Pembeli beritikad baik dalam pembelian objek lelang yang masih dijaminkan
mendapat perlindungan hukum
3.2.1. Kriteria Pembeli Beritikad baik yang dilindungi oleh Undang-undang
Menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Aneka Perjanjian, Pembeli yang
beriktikad baik adalah pembeli yang sama sekali tidak mengetahui bahwa ia
berhadapan dengan orang yang sebenarnya bukan pemilik, sehingga ia dipandang
sebagai pemilik dan barang siapa yang memperoleh suatu barang darinya
dilindungi oleh hukum.12 Penerapan prinsip pembeli beritikad baik diatur pada Surat
Edaran Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan
mengenai pengertian pembeli beriktikad baik sebagaimana tercantum dalam kesepakatan
kamar perdata pada huruf a disempurnakan sebagai berikut: Kriteria pembeli yang

12 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT Aditya Bakti, 2014, h. 15


beritikad baik yang perlu dilindungi berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata adalah
sebagai berikut : 13
a. Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen
yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan yaitu:
1) Pembelian tanah melalui pelelangan umum atau:
2) Pembelian tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 atau;
3) Pembelian terhadap tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan
menurut ketentuan hukum adat yaitu:
4) dilakukan secara tunai dan terang (di hadapan / diketahui Kepala Desa/Lurah
setempat).
5) didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan
penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
- Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
b. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang
diperjanjikan antara lain:
1) Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek
jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;
2) Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau;
3) Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan,
atau;
4) Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan
riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
c. Unsur itikad baik menurut:
1) Subekti: Pembeli yang sama sekali tidak mengetahui bahwa ia berhadapan
dengan orang yang sebenarnya bukan pemilik,
2) Pasal 531 KUHPerdata: Pemegang besit memperoleh barang itu dengan
mendapatkan hak milik tanpa mengetahui adanya cacat cela di dalamnya,

13 Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah
Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, hlm. 7.
Dengan adanya SEMA No. 4 Tahun 2016 yang merumuskan kriteria
pembeli yang beritikad baik, memberikan kepastian hukum bagi pembeli tanah.
Konsep kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling mengkait. Salah satu
aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan yang diberikan pada individu terhadap
kesewenang-wenangan individu lainnya, hakim dan administrasi (pemerintah). 14
Perlindungan hukum diberikan tidak hanya kepada bezit yang beritikad baik, namun juga
bezit dengan tujuan yang tidak baik. Apabila seseorang pemegang hak milik mengetahui
bahwa barang yang dikuasainya adalah milik orang lain, maka ia dikatakan beritikad
tidak baik. Namun pihak yang mengintervensi harus menunjukkan kepada hakim bahwa
pemegang bezit yang bersangkutan beritikad tidak baik dengan menunjukkan bukti
bahwa yang bersangkutan mengetahui bahwa ia mendapatkan benda yang
dipermasalahkannya secara melawan hukum. Selama penganggu ini tidak dapat
membuktikan adanya unsur mengetahui adanya cacat benda tersebut pada pembeli, maka
pihak yang menguasai benda terkait tetap harus dianggap sebagai pemegang bezit
beritikad baik.15 Karena tanah dianggap sebagai benda tidak bergerak karena sifatnya,
pembeli yang beritikad baik dilindungi ketika membeli dan menjual properti. Hak atas
tanah harus dialihkan tidak hanya secara fisik, tetapi juga dengan perubahan nama. Untuk
diperbolehkan mengubah nama penjual dan pembeli, penjual haruslah orang yang
mempunyai kuasa hukum atas tanah tersebut. Perlindungan pembeli itu sendiri adalah
dengan itikad baik karena dia tidak mengetahui adanya kesalahan atau kekurangan pada
produk yang diperjualbelikan.
Pembebanan Hak Tanggungan tidak dilakukan pengalihan secara nyata (levering)
sehingga pemilik tetap pada PT. Surikarya Kertasindo Industri (Tergugat I). Sita jaminan
belum terjadi pengalihan dari PT. Surikarya Kertasinbdo Industri (Tergugat I), sehingga
tanah tersebut masih belum beralih kepada pihak lain. Karena pada prinsipnya pada
benda tidak bergerak pengalihan dilakukan dengan melakukan perubahan nama pada
sertipikat tanah. Meskipun pembeli (Tergugat I) merupakan saudara dari pemegang
saham PT. Surikarya Kertasindo Industri (Tergugat I), akan tetapi pembeli dalam

14 Fadhila Restyana Larasati and Mochammad Bakri. "Implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4
Tahun 2016 pada Putusan Hakim dalam Pemberian Perlindungan Hukum bagi Pembeli Beritikad Baik ." Jurnal
Konstitusi Vol. 15, No. 4, 2018, h. 884.
15 Ibid, h. 3.
melakukan pengalihan dilakukan melalui pelelangan (penjualan di muka umum)
sebagaimana sebagai syarat pembeli yang beritikad baik. Berdasarkan Yurisprudensi
Mahkamah Agung Nomor 323/K/Sip/1968 menyatakan suatu lelang yang telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta dimenangkan oleh pembeli
lelang yang beritikad baik, maka lelang tersebut tidak dapat dibatalkan dan kepada
pembeli lelang yang beritikad baik tersebut berhak mendapatkan perlindungan hukum.
Namun dalam praktiknya banyak sekali gugatan lelang yang menimbulkan putusan oleh
hakim lelang batal demi hukum. Jika setiap Hakim dapat mengikuti Yurisprudensi
tersebut diatas maka perlindungan hukum terhadap pembeli lelang Hak Tanggungan
dapat diberikan kepastian hukum tentang hak pembeli lelang. Hal yang dipermasalahkan
dalam hal ini adalah adanya sita jaminan pada objek tanah tersebut berdasarkan putusan
pengadilan, saat 1 syarat kriteria pembeli yang beritikad baik tidak dipenuhi maka akan
menimbulkan pembeli (Tergugat II) menjadi pembeli tidak beritikad baik sebagai bentuk
dari prinsip kehati-hatian dalam membeli objek lelang.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat lelang sudah sesuai dengan peraturan
yang ada khususnya PMK Nomor 93/PMK.06/2010 yang memuat petunjuk pelaksanaan
lelang. Yang mana dalam peraturan tersebut memuat tahapan-tahapan pada proses
pelelangan seperti tahap persiapan lelang, pelaksanaan lelang, pembayaran, penyerahan
barang kepemilikan sampai dengan pelaporan pada tingkat kanwil dan pejabat lelang
dalam pelaksanaan jabatannya adalah dengan mengeluarkan suatu bukti kepemilikan
berupa akta risalah lelang, suatu pembuktian sempuran berbentuk akta otentik yang isinya
di pertanggung jawabkan secara berkala oleh pejabat lelang. Kemudian berdasarkan hasil
penilitan diatas tersebut karena pada dasarnya pejabat lelang pada putusan tersebut tidak
menerapkan suatu prinsip yaitu prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaannya dimana objek
yang telah dialihkan masih dalam masuk dalam proses putusan putusan No.
592/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel.
2. Balai Lelang dalam hal ini Pejabat Lelang hanya bertanggung jawab terhadap kebenaran
yang bersifat formil, sedangkan kebenaran yang bersifat materil merupakan tanggung
jawab dari Penjual atau Pemilik Barang. Perlindungan hukum terhadap pembeli lelang
eksekusi hak tanggungan melalui Balai Lelang yang beritikad baik bahwa VR dan
peraturan mengenai lelang lainnya tidak memberikan perlindungan hukum secara
preventif. Untuk menguasai objek lelang, pemenang lelang harus mendapatkan
perlindungan hukum secara represif dengan cara meminta bantuan kepada pengadilan
untuk mengganti rugi atas objek yang seharusnya dapat dikuasai oleh pemenang lelang.
4.2 Saran
1. Pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat lelang harus sesuai dengan peraturan
yang ada khususnya PMK Nomor 93/PMK.06/2010 yang memuat petunjuk pelaksanaan
lelang. Yang mana dalam peraturan tersebut memuat tahapan-tahapan pada proses
pelelangan seperti tahap persiapan lelang, pelaksanaan lelang, pembayaran, penyerahan
barang kepemilikan sampai dengan pelaporan pada tingkat kanwil dan tidak lupa untuk
selalu memperhatikan asas-asas pelelangan seperti asas kepastian hukum, asas
pertanggung jawaban/akutabilitas (acountibility), asas keterbukaan/transparan, asas
efisiensi, asas kompetisi. Serta menerapkan suatu prinsip kehati-hatian dalam pelaksaan
lelang yang di lakukan oleh pejabat lelang agar dikemudian hari tidak terjadinya
sengketa,
2. Diperlukan adanya instrument hukum bagi pemerintah berupa Peraturan Menteri
Keuangan yang berakaitan dengan perlindungan hukum secara preventif terhadap
pemenang atau pembeli lelang mengingat belum ada peraturan yang secara tegas
mengenai perlindungan hukum.
DAFTAR PUSTAKA

UNDANG-UNDANG
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 27/PMK.06/2016, tanggal 22 Februari 2016, berkaitan
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang
Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

JURNAL
Adwin Tista. (2013). Perkembangan Sistem Lelang Di Indonesia, Al’ Adl, Volume V Nomor 10,
Al’ Adl Jurnal Hukum.
Afifah Nur Azizah, I Gede Widhiana Suarda, Firman Floranta Adonara. (2023). Perlindungan
Hukum Terhadap Pembeli Lelang Eksekusi Pupn Dalam Hal Objek Lelang Tanah Kabur.
Jurnal Syntax Idea, 5(1). 25.
Manora, Hartina Ruth, Abdul Rachmad Budiono, and Endang Sri Kawuryan. 2022. Kewenangan
pejabat lelang kelas II terhadap minuta risalah lelang yang lebih batas waktu. Jurnal
Cakrawala Hukum, 13(1). 103.
Fadhila Restyana Larasati and Mochammad Bakri. 2016. Implementasi Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 4 Tahun 2016 pada Putusan Hakim dalam Pemberian Perlindungan
Hukum bagi Pembeli Beritikad Baik, Jurnal Konstitusi 15(4). 884.

BUKU
Rachmadi Usman. 2016. Hukum Lelang. Jakarta. Sinar Grafika.
R. Subekti. 2014. Aneka Perjanjian. Bandung. PT Aditya Bakti.

TESIS
Meilany Liem Bono. 2018. penerapan asas – asas hukum lelang dalam peraturan menteri
keuangan nomor 27/pmk.06/2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang [tesis], Surabaya.
Universitas Narotama.

PUTUSAN
putusan No. 592/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel
Putusan MA Nomor 935 K/Pdt/2019

Anda mungkin juga menyukai