No. 592/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel.
Disusun Oleh:
1 Adwin Tista, Perkembangan Sistem Lelang Di Indonesia, Al’ Adl, Volume V Nomor 10, Juli-Desember 2013
2 Ibid
i. Keadaan memaksa peraturan (forcemajeur)/kahar;
j. Nilai Limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai dengan surat
penetapan Nilai Limit yang dibuat oleh Penjual/Pemilik Barang;
k. Penjual tidak menguasai secara fisik barang bergerak yang dilelang.
2.1.2. Asas Pertanggungjawaban / Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Lelang harus dilakukan dihadapan Pejabat Lelang yang merupakan pejabat umum yang diangkat
oleh Menteri Keuangan dan hasilnya harus dituangkan dalam risalah lelang oleh pejabat lelang
sebagai bukti pelaksanaan lelang. Artinya, pelaksanaan lelang harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini Pejabat Lelang harus bersifat imparsial yaitu tidak boleh
memihak dan lelang yang dilakukan oleh juru lelang bertanggung jawab kepada semua pihak
yang terlibat.3
3 Afifah Nur Azizah, I Gede Widhiana Suarda, Firman Floranta Adonara, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli
Lelang Eksekusi Pupn Dalam Hal Objek Lelang Tanah Kabur, Jurnal Syntax Idea, Vol. 5, No. 1, 2023, h 51.
4 Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 25
pembayaran harga lelang juga harus tunai yaitu 3 (tiga) hari kerja setelah lelang dilakukan
sehingga terdapat efisiensi waktu.5
2.1.5. Asas Kompetisi
Pembentukan harga dalam lelang dilakukan dengan cara berkompetisi. Berkompetisi
artinya bersaing dalam melakukan penawaran harga sehingga dapat menentukan harga yang
terbaik. Para peserta lelang baik perorangan ataupun badan hukum bersaing untuk memperoleh
barang yang dilelang dengan harga yang setinggi tingginya. Asas ini diterapkan dan akan
memberikan pengaruh sangat optimal setelah asas transparansi dan asas kepastian sudah berjalan
dengan baik, dan pemimpin lelang juga menguasai ilmu barang sehingga dapat memandu
jalannya penawaran secara dinamis.6
Pedoman:
1. 1320 BW syarat sah perjanjian
2. Asas kehati2an (kalo nemu)
3. Asas kepastian hukum
4. Perlukah checking status tanah tsb?
-------------
Mungkin perlu:
5. Asas pertanggungjawaban vide. Pasal 6 PERATURAN BUPATI KONAWE UTARA
NOMOR 6 TAHUN 2018
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pertanggungjawaban pejabat lelang atas risalah lelang yang dibuatnya atas pelelangan
barang yang masih dijaminkan
3.1.1. Asas Kehati-hatian Pejabat lelang
Pejabat Lelang Kelas II adalah mitra balai lelang dan pejabat lelang swasta yang
diperbolehkan menyelenggarakan lelang non-eksekusi secara sukarela. Pejabat tersebut
wajib memahami berbagai aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang, khususnya
PMK Nomor 93/PMK.06/2010 yang memuat petunjuk pelaksanaan lelang, serta hak dan
tanggung jawab Anda sebagai pejabat lelang sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bahwa tugas yang akan dilaksanakan sebagai Pejabat
Lelang Kelas II mempunyai akibat dan kewajiban hukum yang berat. Lelang ini rawan
terjadinya anomali jika petugas lelang tidak hati-hati dalam menilai keseluruhan surat-
surat yang ada dalam berkas lelang. Keuntungan pembeli dalam penjualan lelang antara
lain keadilan, karena semua peserta lelang mempunyai hak dan kewajiban yang sama;
pejabat lelang yang bertugas memimpin lelang harus independen, obyektif, transparan,
dan mampu memberikan perlindungan hukum dalam pelaksanaan lelang, karena
disaksikan oleh seluruh peserta lelang; dan Penetapan harga yang lebih kompetitif berarti
memperbolehkan semua peserta lelang untuk mengajukan penawaran harga berdasarkan
penilaian mereka terhadap barang lelang, sepanjang penawaran tersebut setidaknya sama
dengan harga batas yang telah ditentukan sebelumnya oleh penjual.7
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Pejabat Lelang merupakan pejabat
umum yang diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara
7 Ulfah, S. H, “Perlindungan Hukum Kepada Pembeli Barang Bergerak Terdaftar Melalui Pejabat Lelang Kelas II
Dihubungkan Dengan Hak-Hak Pembeli”, Jurnal Notarius, Vol 1, No 2, 2022, h. 337.
lelang, karena itu Pejabat lelang diwajibkan untuk membuat risalah lelang sebagai berita
acara pelaksanaan lelang yang merupakan akta otentik.8
Risalah Lelang sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna
tentang apa yang dimuat di dalamnya. Kekuatan pembuktian sempurna atas akta otentik
ditentukan dalam Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
bahwa: Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi
orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.
Dalam hal ini, risalah lelang mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian yaitu:
1. Kekuatan pembuktian lahir, artinya bahwa apa yang tampak pada lahirnya, yaitu
risalah lelang yang tampak seperti akta dianggap seperti akta sepanjang tidak
terbukti sebaliknya.
2. Kekuatan pembuktian formal, ialah kepastian bahwa suatu kejadian yang ada
dalam risalah lelang betul-betul dilakukan oleh Pejabat Lelang.
3. Kekuatan pembuktian materiil, bahwa kepastian apa yang tersebut dalam risalah
lelang itu benar dan merupakan pembuktian yang sempurna dan sah terhadap
pihak, yaitu penjual, pembeli lelang, dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya.9
Pejabat Lelang Kelas II juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian dimana
untuk mencegah adanya risiko yang dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat didalam
proses lelang. Jika tidak maka dapat terjadi tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Dalam banyak kasus gugatan terhadap pelaksanaan lelang, yang menjadi petitum
penggugat adalah perbuatan melawan hukum (PMH). Tuntutan/petitum yang diajukan
oleh penggugat dalam gugatannya pada intinya adalah gugatan perbuatan melawan
hukum (PMH). Menurut Wirjono Prodjodikoro, perbuatan melawan hukum adalah tidak
hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara
langsung melanggar kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun yang secara tidak langsung
juga melanggar hukum.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa: “tiap
perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan
8 Rachmadi Usman, 2015, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 157.
9 Rachmadi Usman, Op. Cit, Hal. 158.
orang yang bersalah menimbulkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.” Berdasarkan
rumusan pasal tersebut, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi
empat unsur yaitu:
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig);
2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
3. Perbuatan itu harus itu dilakukan dengan kesalahan;
4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
3.1.2. Asas Pertanggungjawaban Pejabat lelang
Pejabat Lelang Kelas II berwenang melakukan lelang oleh delegasi Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Pendelegasian berdasarkan
Algemene Bepalingen van Administratief Recht adalah pendelegasian wewenang dari suatu
lembaga pemerintah kepada lembaga pemerintah lainnya yang akan menjalankan wewenang itu
sebagai miliknya. Delegasi diartikan dalam Algemene Wet Bestuursrecht sebagai pendelegasian
wewenang oleh suatu organ pemerintah kepada organ lain untuk mengambil keputusan yang
menjadi tanggung jawabnya sendiri. Artinya apabila wewenang tersebut dialihkan secara
pendelegasian, maka pemberi wewenang tersebut kebal dari tanggung jawab hukum atau
tuntutan pihak ketiga jika penggunaan wewenang tersebut menimbulkan kerugian bagi orang
lain.10
Peralihan hak melalui lelang adalah sah apabila didukung dengan kutipan berita acara
lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Berita Acara Lelang adalah suatu dokumentasi resmi
yang menggambarkan jalannya suatu penjualan umum atau lelang yang dihasilkan dan
dipertanggungjawabkan secara berkala oleh Pejabat Lelang dan para pihak (jual beli) sehingga
lelang yang tercantum di dalamnya bersifat mengikat. Ketentuan Berita Acara Lelang diputuskan
secara sepihak oleh Kantor Lelang yang mempunyai posisi perundingan lebih kuat, dan penawar
lelang tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah klausul Berita Acara Lelang, oleh karena
itu Berita Acara Lelang merupakan suatu perjanjian baku atau kontrak baku. Berita Acara Lelang
memuat seluruh syarat-syarat Lelang.11
10 Manora, Hartina Ruth, Abdul Rachmad Budiono, and Endang Sri Kawuryan, "Kewenangan pejabat lelang kelas
II terhadap minuta risalah lelang yang lebih batas waktu", Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 13 No. 1, 2022, h. 103.
11 Meilany Liem Bono, penerapan asas – asas hukum lelang dalam peraturan menteri keuangan nomor
27/pmk.06/2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, Tesis, Univeristas Narotama Surabaya, 2018, h. 31.
Sebagaimana dalam Putusan MA Nomor 935 K/Pdt/2019, berita acara lelang (risalah
lelang) menjadi tidak sah, batal demi hukum, dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Syarat sah
suatu perjanjian berlandaskan pada pasal 1320 KUHPerdata pada syarat objektif terkait dengan
klausul yang tidak bertentang dengan peratruan perundang-undang. Suatu Akta Otentik pada
dasarnya merupakan suatu alat bukti yang sempurna selama memenuhi kriteria pasal 1868
KUHPerdata: 1. bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, 2. dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum, 3. Pejabat tersebut berwenang untuk membuat akta, 4. Pejabat berada
di tempat di mana akta dibuatnya. Saat akta tidak memenuhi syarat dalam pasal 1868
KUHPerdata akan menimbulkan akta tersebut terdegradasi otentisitasnya, yang kekuatan
pembuktiannya menjadi setara dengan perjanjian dibawah tangan. Sedangkan jika tidak
memenuhi syarat pasal 1320 KUHPerdata syarat objektif akan menimbulkan akta tersebut
menjadi batal demi hukum (dianggap tidak pernah lahir suatu perikatan tersebut). Dengan
demikian tindakan yang dilakukan oleh Pejabat lelang (Tergugat IV) tidak memberikan
perlindungan terhadap otentisitas akta risalah lelang yang dibuatnnya. Hal tersebut menimbulkan
kerugian pada pembeli (Tergugat II) dan Para penggugat, sehingga tindakan pejabat lelang dapat
dikategorikan sebagai PMH (Perbuatan Melawanb Hukum).
3.2. Pembeli beritikad baik dalam pembelian objek lelang yang masih dijaminkan
mendapat perlindungan hukum
3.2.1. Kriteria Pembeli Beritikad baik yang dilindungi oleh Undang-undang
Menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Aneka Perjanjian, Pembeli yang
beriktikad baik adalah pembeli yang sama sekali tidak mengetahui bahwa ia
berhadapan dengan orang yang sebenarnya bukan pemilik, sehingga ia dipandang
sebagai pemilik dan barang siapa yang memperoleh suatu barang darinya
dilindungi oleh hukum.12 Penerapan prinsip pembeli beritikad baik diatur pada Surat
Edaran Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan
mengenai pengertian pembeli beriktikad baik sebagaimana tercantum dalam kesepakatan
kamar perdata pada huruf a disempurnakan sebagai berikut: Kriteria pembeli yang
13 Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah
Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, hlm. 7.
Dengan adanya SEMA No. 4 Tahun 2016 yang merumuskan kriteria
pembeli yang beritikad baik, memberikan kepastian hukum bagi pembeli tanah.
Konsep kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling mengkait. Salah satu
aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan yang diberikan pada individu terhadap
kesewenang-wenangan individu lainnya, hakim dan administrasi (pemerintah). 14
Perlindungan hukum diberikan tidak hanya kepada bezit yang beritikad baik, namun juga
bezit dengan tujuan yang tidak baik. Apabila seseorang pemegang hak milik mengetahui
bahwa barang yang dikuasainya adalah milik orang lain, maka ia dikatakan beritikad
tidak baik. Namun pihak yang mengintervensi harus menunjukkan kepada hakim bahwa
pemegang bezit yang bersangkutan beritikad tidak baik dengan menunjukkan bukti
bahwa yang bersangkutan mengetahui bahwa ia mendapatkan benda yang
dipermasalahkannya secara melawan hukum. Selama penganggu ini tidak dapat
membuktikan adanya unsur mengetahui adanya cacat benda tersebut pada pembeli, maka
pihak yang menguasai benda terkait tetap harus dianggap sebagai pemegang bezit
beritikad baik.15 Karena tanah dianggap sebagai benda tidak bergerak karena sifatnya,
pembeli yang beritikad baik dilindungi ketika membeli dan menjual properti. Hak atas
tanah harus dialihkan tidak hanya secara fisik, tetapi juga dengan perubahan nama. Untuk
diperbolehkan mengubah nama penjual dan pembeli, penjual haruslah orang yang
mempunyai kuasa hukum atas tanah tersebut. Perlindungan pembeli itu sendiri adalah
dengan itikad baik karena dia tidak mengetahui adanya kesalahan atau kekurangan pada
produk yang diperjualbelikan.
Pembebanan Hak Tanggungan tidak dilakukan pengalihan secara nyata (levering)
sehingga pemilik tetap pada PT. Surikarya Kertasindo Industri (Tergugat I). Sita jaminan
belum terjadi pengalihan dari PT. Surikarya Kertasinbdo Industri (Tergugat I), sehingga
tanah tersebut masih belum beralih kepada pihak lain. Karena pada prinsipnya pada
benda tidak bergerak pengalihan dilakukan dengan melakukan perubahan nama pada
sertipikat tanah. Meskipun pembeli (Tergugat I) merupakan saudara dari pemegang
saham PT. Surikarya Kertasindo Industri (Tergugat I), akan tetapi pembeli dalam
14 Fadhila Restyana Larasati and Mochammad Bakri. "Implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4
Tahun 2016 pada Putusan Hakim dalam Pemberian Perlindungan Hukum bagi Pembeli Beritikad Baik ." Jurnal
Konstitusi Vol. 15, No. 4, 2018, h. 884.
15 Ibid, h. 3.
melakukan pengalihan dilakukan melalui pelelangan (penjualan di muka umum)
sebagaimana sebagai syarat pembeli yang beritikad baik. Berdasarkan Yurisprudensi
Mahkamah Agung Nomor 323/K/Sip/1968 menyatakan suatu lelang yang telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta dimenangkan oleh pembeli
lelang yang beritikad baik, maka lelang tersebut tidak dapat dibatalkan dan kepada
pembeli lelang yang beritikad baik tersebut berhak mendapatkan perlindungan hukum.
Namun dalam praktiknya banyak sekali gugatan lelang yang menimbulkan putusan oleh
hakim lelang batal demi hukum. Jika setiap Hakim dapat mengikuti Yurisprudensi
tersebut diatas maka perlindungan hukum terhadap pembeli lelang Hak Tanggungan
dapat diberikan kepastian hukum tentang hak pembeli lelang. Hal yang dipermasalahkan
dalam hal ini adalah adanya sita jaminan pada objek tanah tersebut berdasarkan putusan
pengadilan, saat 1 syarat kriteria pembeli yang beritikad baik tidak dipenuhi maka akan
menimbulkan pembeli (Tergugat II) menjadi pembeli tidak beritikad baik sebagai bentuk
dari prinsip kehati-hatian dalam membeli objek lelang.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat lelang sudah sesuai dengan peraturan
yang ada khususnya PMK Nomor 93/PMK.06/2010 yang memuat petunjuk pelaksanaan
lelang. Yang mana dalam peraturan tersebut memuat tahapan-tahapan pada proses
pelelangan seperti tahap persiapan lelang, pelaksanaan lelang, pembayaran, penyerahan
barang kepemilikan sampai dengan pelaporan pada tingkat kanwil dan pejabat lelang
dalam pelaksanaan jabatannya adalah dengan mengeluarkan suatu bukti kepemilikan
berupa akta risalah lelang, suatu pembuktian sempuran berbentuk akta otentik yang isinya
di pertanggung jawabkan secara berkala oleh pejabat lelang. Kemudian berdasarkan hasil
penilitan diatas tersebut karena pada dasarnya pejabat lelang pada putusan tersebut tidak
menerapkan suatu prinsip yaitu prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaannya dimana objek
yang telah dialihkan masih dalam masuk dalam proses putusan putusan No.
592/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel.
2. Balai Lelang dalam hal ini Pejabat Lelang hanya bertanggung jawab terhadap kebenaran
yang bersifat formil, sedangkan kebenaran yang bersifat materil merupakan tanggung
jawab dari Penjual atau Pemilik Barang. Perlindungan hukum terhadap pembeli lelang
eksekusi hak tanggungan melalui Balai Lelang yang beritikad baik bahwa VR dan
peraturan mengenai lelang lainnya tidak memberikan perlindungan hukum secara
preventif. Untuk menguasai objek lelang, pemenang lelang harus mendapatkan
perlindungan hukum secara represif dengan cara meminta bantuan kepada pengadilan
untuk mengganti rugi atas objek yang seharusnya dapat dikuasai oleh pemenang lelang.
4.2 Saran
1. Pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat lelang harus sesuai dengan peraturan
yang ada khususnya PMK Nomor 93/PMK.06/2010 yang memuat petunjuk pelaksanaan
lelang. Yang mana dalam peraturan tersebut memuat tahapan-tahapan pada proses
pelelangan seperti tahap persiapan lelang, pelaksanaan lelang, pembayaran, penyerahan
barang kepemilikan sampai dengan pelaporan pada tingkat kanwil dan tidak lupa untuk
selalu memperhatikan asas-asas pelelangan seperti asas kepastian hukum, asas
pertanggung jawaban/akutabilitas (acountibility), asas keterbukaan/transparan, asas
efisiensi, asas kompetisi. Serta menerapkan suatu prinsip kehati-hatian dalam pelaksaan
lelang yang di lakukan oleh pejabat lelang agar dikemudian hari tidak terjadinya
sengketa,
2. Diperlukan adanya instrument hukum bagi pemerintah berupa Peraturan Menteri
Keuangan yang berakaitan dengan perlindungan hukum secara preventif terhadap
pemenang atau pembeli lelang mengingat belum ada peraturan yang secara tegas
mengenai perlindungan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
UNDANG-UNDANG
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 27/PMK.06/2016, tanggal 22 Februari 2016, berkaitan
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang
Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan
JURNAL
Adwin Tista. (2013). Perkembangan Sistem Lelang Di Indonesia, Al’ Adl, Volume V Nomor 10,
Al’ Adl Jurnal Hukum.
Afifah Nur Azizah, I Gede Widhiana Suarda, Firman Floranta Adonara. (2023). Perlindungan
Hukum Terhadap Pembeli Lelang Eksekusi Pupn Dalam Hal Objek Lelang Tanah Kabur.
Jurnal Syntax Idea, 5(1). 25.
Manora, Hartina Ruth, Abdul Rachmad Budiono, and Endang Sri Kawuryan. 2022. Kewenangan
pejabat lelang kelas II terhadap minuta risalah lelang yang lebih batas waktu. Jurnal
Cakrawala Hukum, 13(1). 103.
Fadhila Restyana Larasati and Mochammad Bakri. 2016. Implementasi Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 4 Tahun 2016 pada Putusan Hakim dalam Pemberian Perlindungan
Hukum bagi Pembeli Beritikad Baik, Jurnal Konstitusi 15(4). 884.
BUKU
Rachmadi Usman. 2016. Hukum Lelang. Jakarta. Sinar Grafika.
R. Subekti. 2014. Aneka Perjanjian. Bandung. PT Aditya Bakti.
TESIS
Meilany Liem Bono. 2018. penerapan asas – asas hukum lelang dalam peraturan menteri
keuangan nomor 27/pmk.06/2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang [tesis], Surabaya.
Universitas Narotama.
PUTUSAN
putusan No. 592/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel
Putusan MA Nomor 935 K/Pdt/2019