Anda di halaman 1dari 29

PERANAN PEJABAT LELANG KELAS II TERHADAP

PERKEMBANGAN LELANG NON EKSEKUSI SUKARELA DI

INDONESIA

A. PENDAHULUAN

Asal kata dari lelang adalah Auctio, yang artinya peningkatan secara

bertahap. Lelang sebagai suatu lembaga telah dikenal saat pemerintahan Hindia

Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

Staatsblad 1908 nomor 189 dan Vendu Instructie diumumkan dalam Staatsblad

1908 nomor 190. Sejak berlakunya Vendu Reglement tersebut, lelang sangat

digemari oleh masyarakat karena dalam lelang barang yang dijual lebih cepat dan

variatif, sehingga pembeli lebih leluasa dalam memilih barang. Selain itu

kelebihan dari suatu sistem lelang adalah bahwa pembeli lelang seringkali

mendapatkan harga lebih murah dari harga pasaran pada umumnya.

Polderman memberikan pengertian lelang sebagai alat untuk mengadakan

perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan

cara menghimpun para peminat. Syarat utamanya adalah menghimpun para

peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si

penjual.1

Lelang dalam sistem perundang-undangan di Indonesia digolongkan

sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual beli

pada umumnya. Cara penjualan yang diatur dalam undang-undang memiliki tata

cara tersendiri atau khusus. Hal ini tampak pada sifatnya yang terbuka terkait
1
Rochmat Soemitro, 1987. Peraturan dan Instruksi Lelang, Bandung : PT Eresco, hlm. 106
dengan pembentukan harga atau penentuan nilai limit. Lelang dilaksanakan pada

waktu dan tempat tertentu, dan harus didahului dengan pengumuman lelang, serta

harus dihadiri oleh Peserta Lelang, Pemohon Lelang, Pemandu Lelang dan

Pejabat Lelang. Lelang di Indonesia harus dilakukan dihadapan Pejabat Lelang

dari Kantor Lelang Negara kecuali ditentukan lain dengan peraturan pemerintah.

Berikut pula dengan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan lelang itu

dipimpin oleh seorang Pejabat Umum, yaitu Pejabat Lelang.

Pejabat Lelang adalah jabatan fungsional selaku pejabat umum yang

melayani masyarakat untuk melaksanakan lelang dalam setiap kegiatan lelang dan

Pejabat Lelang berfungsi sebagai pemeriksa dokumen persyaratan lelang, dan

pemberi informasi lelang. Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan

Nomor : 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pejabat Lelang

terdiri dari 2 jenis yaitu Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II.

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang

pegawai direktorat jenderal kekayaan negara yang berwenang melaksanakan

lelang eksekusi, lelang non eksekusi wajib, dan lelang non eksekusi sukarela,

sedangkan menurut Pasal 1 angka 16 Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat

Lelang swasta yang berwenang melaksanakan lelang non eksekusi sukarela.

Untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat atau perkembangan

ekonomi, Pemerintah harus berupaya melakukan terobosan atau deregulasi dalam

bidang lelang. Deregulasi dimaksud, antara lain adalah dimungkinkannya Balai

Lelang Swasta yang menangani khusus lelang sukarela untuk terlibat dalam

kegiatan lelang; diperkenalkannya Pejabat Lelang Kelas II; serta terbukanya


kesempatan bagi para kreditur untuk melakukan lelang langsung (direct auction)

tanpa harus melibatkan Pengadilan Negeri. Pejabat Lelang Kelas II berkedudukan

di Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan hanya berwenang melaksanakan lelang

berdasarkan permintaan Balai Lelang atas jenis Lelang Non Eksekusi Sukarela,

lelang aset BUMN dan BUMD berbentuk Persero, dan lelang aset milik Bank

dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor :

119/PMK.07/2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II, pengertian Pejabat Lelang

Kelas II adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan

untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan Balai

Lelang selaku kuasa dari pemilik barang yang berkedudukan di Kantor Pejabat

Lelang Kelas II. Pejabat Lelang Kelas II diangkat dan diberhentikan oleh Direktur

Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Dalam setiap pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang baik itu Pejabat Lelang

Kelas I maupun Pejabat Lelang Kelas II harus membuat risalah lelang yang

memuat semua peristiwa yang terjadi dalam proses penjualan lelang sebagai bukti

otentikasi pelaksanaan lelang sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 77

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 yang berbunyi: “Pejabat

Lelang yang telah melaksanakan lelang wajib membuat berita acara lelang yang

disebut risalah lelang”.

Risalah lelang merupakan produk hukum yang dikeluarkan oleh Pejabat

Lelang karena memenuhi syarat-syarat akta autentik pada Pasal 1868 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa : ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam
bentuk yang ditentukan oleh UndangUndang, dibuat oleh atau dihadapan

pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta

dibuatnya”

Tanggung jawab Pejabat Lelang Kelas II atas akta risalah lelang sangat

diperlukan baik dari sisi pejabat lelang sendiri, pihak-pihak yang terkait ataupun

pihak-pihak ketiga yang berkepentingan, karena hal ini akan menyangkut sampai

sejauh mana pejabat lelang bertanggung jawab dan sampai sejauh mana pejabat

lelang harus melakukan pengecekan atas keabsahan suatu dokumen lelang untuk

menghindari ataupun mengurangi sengketa yang dapat terjadi setelah lelang

dilaksanakan. Keberadaan Pejabat Lelang Kelas II juga menjadi penting

dikarenakan memiliki tujuan utama membantu mengisi kekosongan Pejabat

Lelang Kelas I disuatu wilayah tertentu, mengingat pelaksanaan lelang harus

dilaksanakan sesuai dengan wilayah kerja Pejabat Lelang dan lokasi obyek yang

akan dilelang. Dikarenakan beberapa hal diatas maka sudah jelas bahwa

kewenangan Pejabat Lelang Kelas II harus dilaksanakan dengan baik untuk

menciptakan rasa keadilan dan memperoleh kepasatian hukum bagi para pihak

yang terlibat dalam lelang. Pejabat Lelang Kelas II harus betul-betul menguasai

peraturan perundangan yang berlaku sehingga dapat menjalankan jabatannya

dengan jujur, tegas, konsekuen, mandiri, tidak berpihak, tidak menjalankan

jabatan di luar wilayah kewenangannya dan menjaga kepentingan para pihak.

Pejabat Lelang Kelas II tidak hanya sebatas menyaksikan jalannya lelang, namun

justru menyelanggarkan lelang dan juga membuat akta otentik yang bertujuan
untuk memudahkan pembuktian dan dapat memberikan kepastian hukum seperti

yang dimaksud dalam Pasal 1870 KUHPerdata dan Pasal 165 HIR.

B. PEMBAHASAN

Pembahasan 1

Pengertian lelang terdapat dalam beberapa peraturan perundang-

undangan terkait dengan pelaksanaan lelang di Indonesia. Beberapa diantaranya

adalah sebagai berikut :

a. Pasal 1 Vendu Reglement :

"Penjualan Umum adalah lelang atau penjualan barang-barang yang

dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat

atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup,

atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu

mengenai lelang atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta,

dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang

ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup."

b. Pasal 1457 KUHPerdata :

"Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak

yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan."

c. Berdasarkan Pasal 1 angka 1, Kep.Menkeu No.304/KMK 01/2002,

sebagaimana diubah dengan Kep.Menkeu No.450/KMK 01/2002

diatur pengertian lelang yakni :


“Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik

secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara

penawaran harga secara lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan

usaha mengumpulkan peminat.”

d. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 40/Pmk.07/2006 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang dan berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 93 /Pmk.06/2010 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang diatur pengertian lelang yakni :

"Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan

penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin

meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang

didahului dengan pengumuman lelang."

e. Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia PMK

27/2016 :

"Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan

penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin

meningkat atau menurutn untuk mencapai harga tertinggi, yang

didahului dengan Pengumuman Lelang."

f. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) :

"Lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak dipimpin oleh

pejabat dengan tawaran yang atas mengatasi."


Sehingga jika disimpulkan dari pengertian-pengertian yang ada diatas, maka

unsur-unsur yang harus ada dalam pelaksanaan lelang adalah sebagai berikut:2

a. Penjualan barang

b. Dilakukan dimuka umum

c. Cara penawaran nya secara lisan atau tertulis

d. Harga nya semakin meningkat atau menurun

e. Didahului dengan mengumpulkan peminat.

Sementara itu berdasarkan PMK 27/2016 terdapat beberapa prinsip lelang :

a. Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat

Lelang kecuali ditentukan lain oleh UU atau PP.

b. Lelang dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) peserta lelang.

c. Setiap pelaksanaan lelang dibuatkan Risalah Lelang.

d. Lelang yang telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku tidak dapat

dibatalkan. Lelang hanya dapat dibatalkan dengan permintaan penjual atau

dengan putusan atau penetapan Pengadilan.

Dasar hukum pelaksanaan lelang di Indonesia, diantaranya adalah :

• Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908

Staatsblad 1908: 189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Staatsblad 1941:3);

• Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908: 190 sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85);

2
Salam HS, 2005. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, hlm. 237- 239
• Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/PMK.06/2016 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelan yang ditetapkan pada tanggal 19 Februari 2016,

diundangkan pada tanggal 22 Februari 2016, dan diumumkan pada Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 270 adalah pengganti dari

peraturan yang berhubungan dengan Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang

sebelumnya di atur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013.

• UU Perbendaharaan Negara:

• KUHPerdata:

• Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR dan RBg); • Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana;

• UU PUPN

• UU Penagihan Pajak;

• UU Hak Tanggungan;

• UU Jaminan Fidusia;

• UU Kepailitan;

• UU Perbankan;

• Peraturan Pemerintah tentang BPPN;

• dan lain-lain.

Ada 2 fungsi lelang, yaitu adalah sebagai berikut :

• Fungsi privat lelang terbentuk karena lelang merupakan salah satu cara

mempertemukan pembeli dan penjual suatu barang atau jasa. Penjual atau
calon pembeli dalam lelang dapat bergabung secara sukarela dengan tujuan

untuk mendapatkan keuntungan. Fungsi ini tebentuk saat lelang digunakan

sebagai instrumen menjalankan tugas umum pemerintah oleh aparatur negara.

Kebijakan pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan/kepentingan

umum.

• Beberapa fungsi publik lelang, diantaranya:

a. Penanganan aset yang dikuasai negara untuk meningkatkan efisensi dan

tertib administrasi dan pengelolaannya.

b. Memberikan pelayanan penjualan barang yang aman, cepat, tertib dengan

harga wajar.

c. Menambah pendapatan negara dari bea lelang.

Dari ketentuan tersebut dari setiap pelaksanaan lelang harus selalu memandang :

1. Asas keterbukaan/transparency/publicity Menghendaki agar seluruh lapisan

masyarakat mengetahui akan diadakannya lelang dan mempunyai kesempatan

yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh Undang-

Undang. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan harus terlebih dahulu dilakukan

pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah terjadinya praktek

persaingan usaha yang tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya

praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Esensi dari asas Transparansi itu

sendiri ada 3, yaitu :

a. Adanya pengumuman kepada publik agar barang cepat terjual

b. Adanya akses informasi bagi para calon pembeli lelang dari pemilik

barang/pemohon lelang lainnya mengenai barang yang akan dilelang


c. Adanya keterbukaan atas informasi barang apabila dipertanyakan oleh

peserta lelang

2. Asas keadilan

Mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat

memenuhi rasa keadilan bagi setiap pihak yang terlibat atau berkepentingan.

Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan pejabat lelang kepada

peserta tertentu ataupun kepada kepentingan penjual. Sehingga khusus pada

pelaksanaan lelang eksekusi, penjual tidak dapat melakukan penentuan harga

limit yang dapat merugikan pihak tereksekusi.

3. Asas kepastian hukum/certainty

Mengendaki agar lelang yang telah dilaksanakan dapat menjamin adanya

perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut.

Sehingga setiap pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang diwajibkan untuk membuat

Risalah Lelang yang merupakan akta autentik atau berfungsi sebagai alat bukti.

Risalah Lelang juga digunakan oleh penjual atau pemilik barang, pembeli, dan

Pejabat Lelang itu sendiri untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan

kewajibannya.

4. Asas efisiensi/effeciency

Menjamin pelaksanaan lelang agar dilakukan dengan cepat dan dengan biaya

yang relatif murah karena dilakukan pada tempat dan waktu yang telah

ditentukan dan pembeli yang menang disahkan pada saat itu juga.

5. Asas akuntabilitas
Menghendaki agar lelang dilaksanakan oleh pejabat lelang agar dapat

dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan dan terlibat

dalam lelang. Pertanggungjawaban pejabat lelang tersebut meliputi

pemeriksaan administrasi lelang dan pengelolaan hasil uang lelang. Asas

akuntabilitas tercermin dari :

a. Yang melakukan lelang adalah pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat

Lelang

b. Prosedur lelang harus jelas

c. Lelang harus diakhiri dengan pembuktian Risalah Lelang (harus akta

autentik)

6. Asas kompetisi

Asas-asas tersebut menjadi cakupan utama untuk menempatkan proses lelang

sebagai media memberi kepastian hukum dan kemanfaatan. Asas keterbukaan

menghendakai agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana

lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang

sepanjang tidak dilarang oleh UndangUndang.

Adapun jenis lelang menurut cara penawarannya, yaitu:

1. Lelang lisan/terbuka, dimana peserta lelang mengetahui penawaran peserta

lelang yang lain. Lelang lisan/terbuka kemudian dibagi kembali menjadi :

- Lelang lisan meningkat (lelang Inggris/The English Auction/Ascending

Auction)

- Lelang lisan menurun (lelang Belanda/The Dutch Auction/Decending

Auction)
2. Lelang tertulis/tertutup, dimana peserta lelang tidak mengetahui penawaran

peserta lelang yang lain. Kelebihan dari sistem ini adalah untuk mendorong

peserta untuk mengungkapkan penawaran sesuai kemampuan yang

sesungguhnya. lelang tertulis/tertutup terbagi menjadi :

- Lelang tertulis harga pertama/frist price sealed bid auction

- Lelang tertulis harga kedua/second price sealed bid auction atau Vicrey

auction, dikemukakan pertama kali oleh William Vicrey 1961-1962.

Lelang tertulis dapat dilakukan dengan kehadiran peserta lelang ataupun tanpa

kehadiran peserta lelang yaitu dengan melalui email, tromol pos atau internet.

Jenis lelang menurut sebab dari dijualnya barang tersebut dibagi menjadi :

1. Lelang Eksekusi

Lelang Eksekusi adalah penjualan barang yang bersifat paksa atau eksekusi

suatu putusan Pengadilan Negeri yang menyangkut bidang pidana atau perdata

maupun putusan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam kaitannya

dengan pengurusan piutang negara, serta putusan dari Kantor Pelayanan Pajak

dalam masalah perpajakan. Dalam hal ini biasanya penjualan lelang dilakukan

atas barang-barang milik tergugat atau debitur atau penanggung utang atau

wajib pajak yang sebelumnya telah disita. Selain itu lelang eksekusi dapat juga

tumbul dikarenakan peraturan perundang-undangan seperti yang ada pada

Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 6 Undang-Undang

Hak Tanggungan, Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia dan Pasal 59

Undang-Undang Kepailitan. Secara singkat, lelang eksekusi dapat disimpulkan

sebagai lelang yang dilakukan dalam rangka melaksanakan putusan atau


penetapan Pengadilan atau dipersamakan dengan putusan atau penetapan

Pengadilan atau atas perintah peraturan perundang-undangan.

2. Lelang Non Eksekusi

Lelang Non Eksekusi adalah lelang barang milik atau barang yang dikuasai

oleh Negara yang tidak diwajibkan dijual secara lelang apabila

dipindahtangankan atau lelang sukarela atas barang milik swasta. Lelang ini

dilaksanakan bukan dalam rangka pengeksekusian ataupun tidak bersifat paksa

atas harta benda seseorang. Lelang non eksekusi dibagi menjadi dua macam,

yaitu :

a. Lelang non eksekusi wajib, yaitu lelang untuk melaksanakan penjualan

barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara

lelang.

b. Lelang sukarela, yaitu lelang atas barang milik swasta, perorangan atau

badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela. Beberapa contoh

diantaranya adalah barang milik Negara atau BUMN berbentuk Persero.

Pengertian lelang sukarela menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor

450/KMK 1/2002 dan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 40/PMK 07/2006, Lelang non eksekusi sukarela adalah

lelang atas barang atau jasa milik individu, pihak swasta, badan hukum, atau

milik badan usaha yang dilaksanakan secara sukarela. Contoh lelang non

eksekusi sukarela diantaranya lelang lukisan, barang antik, barang langka

dan sebagainya.

Pembahasan 2
Pejabat Lelang juga berasal dari istilah Auctioneer, Vendumeester yang

diterjemahkan menjadi Pejabat Lelang atau juru lelang. Pejabat Lelang adalah

jabatan fungsional selaku pejabat umum yang melayani masyarakat untuk

melaksanakan lelang dalam setiap lelang pejabat lelang berfungsi untuk meneliti

dokumen persyaratan lelang, memberikan informasi lelang, memimpin lelang

serta sebagai bendahara. Dengan demikian pejabat lelang tidak hanya menyaksian

jalannya lelang saja melainkan berperan aktif dalam pemeriksanan keabsahan

berkas lelang, menyelengarakan penjualan secara adil, efisien, terbuka,

akuntabilitas, dan juga membuat akta otentik risalah lelang.3

Pengertian Pejabat Lelang tercantum pula di dalam PMK/2016, pejabat

lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi

wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.

Wewenang dari Pejabat Lelang terdiri dari :

1. Meminta kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan melakukan analisis

yuridis terhadap dokumen tersebut serta dokumen barang yang akan

dilelang.

2. Meminta bantuan aparat keamanan, apabila diperlukan

3. Menegur/mengeluarkan peserta lelang apabila melanggar tata tertib lelang.

Menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila terjadi

ketidak-tertiban atau ketidakamanan dalam pelaksanaan lelang

4. Menolak melaksanakan lelang apabila tidak yakin akan kebenaran formal

berkas persyaratan lelang

3
Habib Adjie, 2015. Bahan Bacaan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan, Surabaya :
Universitas Sebelas Maret Surakarta
5. Mengesahkan atau membatalkan surat penawaran lelang

6. Menetapkan pemenang lelang

7. Membatalkan pemenang lelang apabila wanprestasi

8. Menerima hasil lelang dari pemenang lelang

9. Menyerahkan hasil lelang dari pemenang lelang

10. Menyerahkan hasil lelang kepada bendaharawan penerima atau langsung

kepada penjual bagi Pejabat Lelang kelas I

11. Menyerahkan hasil lelang kepada Balai Lelang atau pemilik barang bagi

Pejabat Lelang kelas II

12. Memberikan kuasa kepada pihak lain dalam hal terjadi kekosongan bagi

Pejabat Lelang kelas II

Dengan wewenang-wewenang diatas, maka Pejabat Lelang harus

memimpin pelaksanaan lelang dengan baik, meneliti apakah ada permasalahan-

permasalahan yang mungkin timbul, memperhatikan asas-asas yang penting

seperti transparansi, memastikan lelang dipublikasikan dengan baik, dan semua

aturan serta prosedur dipatuhi.

Klasifikasi Pejabat Lelang terbagi menjadi 2 (dua), yaitu adalah :

1. Pejabat Lelang Kelas I (PL I) :

a. Pejabat pemerintah yang diangkat khusus sebagai Pejabat Lelang;

b. Penerima uang kas negara yang ditugaskan sebagai Pejabat Lelang.

Berdasarkan PMK 27/2016, Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang

pegawai DJKN (Direktorat Jendral Kekayaan Negara) yang berwenang


melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Non Eksekusi Wajib, dan Lelang Non

Eksekusi Sukarela.

2. Pejabat Lelang Kelas II (PL II) :

a. Pejabat negara selain PL I yang diberi tugas tambahan sebagai pejabat

lelang;

b. Orang-orang yang khusus diangkat sebagai pejabat lelang, misalnya Notaris

penilai, pensiunan PNS DJKN.

Menurut Vendu Instructie Pejabat Lelang kelas II adalah Pejabat Lelang

Negara selain Pejabat Lelang kelas I yang diberi tugas tambahan sebagai Pejabat

Lelang, dan orang-orang yang khusus diangkat sebagai Pejabat Lelang, yang

berasal dari swasta yang melayani lelanglelang sukarela.

Selain Vendu Instructie, Peraturan Menteri Keuangan Nomor

175/Pmk.06 /2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas II pada Pasal 1 Angka 2 Pejabat

lelang kelas II juga menerangkan mengenai pengertian dari Pejabat Lelang Kelas

II, yaitu adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang

Noneksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual atau Pemilik

Barang. Pejabat Lelang Kelas II diangkat dan diberhentikan oleh Direktur

Jenderal atas nama Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat

diperpanjang kembali. Pejabat Lelang Kelas II berkantor di Balai Lelang swasta.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/Pmk.06 /2010 Tentang Pejabat

Lelang Kelas II, Pasal 1 Angka 4 Balai lelang adalah Badan Hukum Indonesia

berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan

kegiatan usaha di bidang lelang. Maka kemudian dari penjelasan mengenai


klasfikasi pejabat lelang yang ada diatas, perbedaan antara PL I dan PL II dapat

disimpulkan sebagai berikut :

Kewenangan Pejabat Lelang kelas II adalah melaksanakan lelang

bekerjasama dengan atau yang diselenggarakan oleh Balai Lelang. Pejabat Lelang

adakalanya tidak dapat melayani permohonan lelang karena luasnya wilayahnya

Indonesia, oleh karena itu ada Pejabat Lelang kelas II untuk melayani lelang di

daerah-daerah terpencil dan khusus untuk melayani lelang sukarela. Tetapi pada

saat ini Pejabat Lelang kelas II hanya ditugaskan untuk pelaksanaan lelang

sukarela yang dilakukan melalui Balai Lelang. Jika sudah ada Pejabat Lelang

kelas II di suatu daerah, maka Pejabat Lelang kelas I tidak diperbolehkan

melayani lagi lelang sukarela, kecuali belum ada Pejabat Lelang kelas II.

Maraknya lelang di Indonesia salah satunya didukung pula oleh makin

banyaknya balai lelang di Indonesia, di mana berdasarkan Peraturan Menteri


Keuangan Republik Indonesia Nomor 176/ PMK.06/2010 tentang balai lelang

yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

160/PMK.06/2013, menjelaskan bahwa balai lelang adalah badan hukum

Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk

melakukan kegiatan usaha di bidang lelang, balai lelang itu sendiri dapat didirikan

oleh swasta nasional, BUMN, BUMD, swasta nasional, BUMN dan/atau BUMD

yang bekerja sama dalam bentuk patungan, swasta nasional, BUMN dan/atau

BUMD yang bekerja sama dengan swasta asing dalam bentuk patungan.

Kantor lelang baik dalam bentuk lembaga milik pemerintahan KPKNL

(Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) maupun balai lelang dalam

bentuk perorangan maupun badan hukum tentunya diperlukan jaminan hukum

atau pun kepastian hukum yang dapat menimbulkan rasa kepercayaan masyarakat

atas keberadaan kantor lelang tersebut. Kepastian hukum yang menimbulkan

kepercayaan masyarakat terhadap lelang yang terjadi atas pergerakan baik barang

bergerak maupun tidak bergerak didukung oleh kepastian mengenai pihak-pihak

yang terkait dalam lelang dan hak dan kewajiban dari pihak-pihak tersebut antara

lain Pejabat Lelang yang merupakan orang yang khusus diberi wewenang oleh

Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tanggung jawab pejabat lelang atas keabsahan dokumen lelang sangat

diperlukan baik dari sisi pejabat lelang sendiri, pihak-pihak yang terkait ataupun

pihak-pihak ketiga yang berkepentingan. Karena hal ini akan menyangkut sampai

sejauh mana ia bertanggung jawab dan harus melakukan pengecekan atas


keabsahan suatu dokumen lelang untuk menghindari ataupun mengurangi

sengketa yang dapat terjadi setelah lelang dilaksanakan. Balai lelang yang telah

ada, baik secara perorangan maupun secara badan hukum akan sangat

mempengaruhi mengenai tanggung gugat pejabat lelang, apakah apabila terdapat

permintaan ganti rugi akan sampai pada harta pribadi pejabat lelang itu sendiri.

Saat melaksanakan lelang, Pejabat Lelang selaku pemimpin dalam lelang harus

bersikap adil, komunikatif, tegas, serta berwibawa untuk menjamin terciptanya

ketertiban, kelancaran dan keamanan dalam pelaksanaan lelang.

Pejabat lelang juga dapat di bantu oleh pemandu lelang sesuai dengan

penjelasan dalam Pasal 63 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sesusai dengan syarat dan ketentuannya.

Pemandu lelang dapat membantu pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat

Lelang I atau Pejabat Lelang kelas II dan diberitahukan secara tertulis oleh

penjual atau balai lelang kepada kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II

paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. Dalam hal

pelaksanaan lelang ini, pemandu lelang mendapat kuasa khusus secara tertulis dari

Pejabat Lelang.4

Selanjutnya Pejabat Lelang Kelas II diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 189/PMK.06/2017 Tentang Pejabat Lelang Kelas II.

Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :

(1) Menteri berwenang mengangkat dan memberhentikan Pejabat Lelang Kelas

II.Kewenangan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan

kepada Direktur Jenderal.


4
Rachmadi Usman, 2016. Hukum Lelang, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 39
(2) Pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut:

a. Seleksi;

b. Praktik kerja (magang);

c. Pengangkatan; dan

d. Pengambilan sumpah dan pelantikan jabatan.

Pasal 3 kemudian menjelaskan mengenai masa jabatan dari Pejabat Lelang Kelas

II yang telah memenuhi syarat pengangkatan :

(1) Masa jabatan Pejabat Lelang Kelas II berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak

tanggal Keputusan Pengangkatan dan dapat diperpanjang kembali,

sepanjang memenuhi persyaratan.

(2) Masa jabatan Pejabat Lelang Kelas II dibatasi sampi dengan usia Pejabat

Lelang Kelas II mencapai 65 (enam puluh lima) tahun.

Lebih lanjut pada Pasal 4 dinyataan tata cara dan syarat untuk menjadi Pejabat

Lelang Kelas II adalah :

(1) Setiap orang yang memenuhi syarat dapat mengajukan permohonan untuk

mengikuti seleksi penerimaan untuk menjadi calon Pejabat Lelang Kelas II

kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur.

(2) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Berpendidikan paling rendah Sarjana (S1) atau Diploma IV (D4),

diutamakan bidang hukum atau ekonomi manajemen/akuntansi;

b. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana atau tidak sedang menjalani

hukuman pidana;
c. Tidak merangkap jabatan atau profesi sebagai:

1. Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri;

2. Pejabat Negara;

3. Kurator;

4. Penilai;

5. Pengacara/ Advokat; dan / atau

6. Dewan Komisaris, Anggota Direksi, atau karyawan Balai Lelang; dan

tidak pernah diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pejabat

Lelang Kelas II .

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/Pmk.06 /2010 Tentang Pejabat Lelang

Kelas II, Pasal 12 ayat (2) Pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang Kelas II

terbatas pada Lelang Noneksekusi Sukarela termasuk tetapi tidak terbatas pada :

a. Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk persero;

b. Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan

perundangundangan;

c. Lelang Barang Milik Perwakilan Negara Asing; dan

d. Lelang Barang Milik Swasta.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/Pmk.06 /2010 Tentang Pejabat Lelang

Kelas II Pasal 13 secara umum, Pejabat Lelang Kelas II berwenang untuk

melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Menolak melaksanakan lelang dalam hal tidak yakin akan kebenaran formal

berkas persyaratan lelang;

b. Melihat barang yang akan dilelang;


c. Menegur dan/atau mengeluarkan peserta dan/atau pengunjung lelang jika

mengganggu jalannya pelaksanaan lelang dan/atau melanggar tata tertib

pelaksanaan lelang;

d. Menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila diperlukan

untuk menjaga ketertiban pelaksanaan lelang;

e. Meminta bantuan aparat keamanan dalam hal diperlukan;

f. Mengesahkan pembeli lelang; dan/atau

g. Membatalkan pengesahan pembeli lelang yang wanprestasi.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/Pmk.06 /2010 Tentang Pejabat Lelang

Kelas II, Pasal 14 ayat (1) Pejabat Lelang Kelas II dalam melaksanakan

jabatannya berkewajiban :

a. Memiliki rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II;

b. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan

pihak yang terkait;

c. Mengadakan perikatan perdata dengan Balai Lelang atau Penjual/Pemilik

Barang mengenai pelaksanaan lelang;

d. Meneliti legalitas formal subjek dan objek lelang;

e. Melaksanakan lelang dalam hal yakin akan legalitas formal subjek dan objek

lelang;

f. Membuat bagian Kepala Risalah Lelang sebelum pelaksanaan lelang;

g. Membacakan bagian Kepala Risalah Lelang di hadapan peserta lelang pada

saat pelaksanaan lelang, kecuali dalam Lelang Noneksekusi Sukarela melalui

internet;
h. Menjaga ketertiban pelaksanaan lelang;

i. Membuat Minuta Risalah Lelang dan menyimpannya sesuai peraturan

perundangundangan;

j. Membuat Salinan Risalah Lelang, Kutipan Risalah Lelang, dan Grosse Risalah

Lelang sesuai peraturan perundang-undangan;

k. Menyelenggarakan pembukuan, administrasi perkantoran dan membuat

laporan pelaksanaan lelang, sebagaimana format yang diatur dalam Peraturan

Direktur Jenderal.

l. Dalam hal Balai Lelang sebagai pemohon lelang, Pejabat Lelang Kelas II

mempunyai kewajiban untuk meminta bukti pelunasan

Kewajiban Pembayaran Lelang, Bea Lelang, Pajak Penghasilan Final, dan

pungutan-pungutan lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan

kepada Balai Lelang dan meneliti keabsahannya. Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 175/Pmk.06 /2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas II, pasal 14 ayat (3)

Dalam hal Penjual atau Pemilik Barang sebagai pemohon lelang, Pejabat Lelang

Kelas II mempunyai kewajiban untuk :

a. Mengembalikan Uang Jaminan Penawaran Lelang seluruhnya tanpa potongan

kepada peserta lelang yang tidak disahkan sebagai Pembeli;

b. Menyetorkan Bea Lelang dan PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah

dan/atau Bangunan dalam hal yang dilelang berupa tanah dan/atau tanah dan

bangunan ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah Kewajiban

Pembayaran Lelang dibayar oleh Pembeli;


c. Menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi

kepada Pemilik Barang sesuai kesepakatan antara Pemilik Barang dan Pejabat

Lelang Kelas II;

d. Menyerahkan Hasil Bersih Lelang kepada Penjual/Pemilik Barang paling lama

3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima;

e. Menyerahkan dokumen kepemilikan objek lelang, kuitansi pembayaran lelang

dan Kutipan Risalah Lelang kepada Pembeli setelah kewajiban Pembeli

dipenuhi.

Pejabat Lelang Kelas II dalam melaksanakan jabatannya dilarang:

a. Melayani permohonan Lelang di luar kewenangannya;

b. Dengan sengaja tidak hadir dalam pelaksanaan lelang yang telah dijadwalkan;

c. Membeli barang yang dilelang dihadapannya secara langsung maupun tidak

langsung;

d. Menerima Uang Jaminan Penawaran Lelang dan Kewajiban Pembayaran

Lelang dari Pembeli, dalam hal Balai Lelang sebagai pemohon lelang;

e. Melakukan pungutan lain di luar yang telah ditentukan dalam peraturan

perundangundangan yang berlaku;

f. Melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kepatutan sebagai Pejabat

Lelang;

g. Menolak permohonan lelang, sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah

lengkap dan telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang;

h. Merangkap jabatan atau profesi sebagai Pejabat Negara, Kurator, Penilai,

Pengacara/Advokat;
i. Merangkap sebagai Komisaris, Direksi, Pemimpin dan pegawai Balai Lelang;

j. Menerima/menetapkan permohonan lelang dalam masa cuti; dan/atau

k. Melibatkan keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah derajat

pertama, suami/isteri serta saudara sekandung Pejabat Lelang dalam

pelaksanaan lelang yang dipimpinnya.

Tahap pelaksanaan lelang sukarela oleh Pejabat Lelang Kelas II :

1. Tahap Persiapan Lelang

Dalam pelaksanaan lelang oleh Pejabat lelang Kelas II hampir sama dengan

pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang Kelas I dimana pemohon mengajukan

surat permohonan lelang secara tertulis kepada Pejabat Lelang Kelas II atau

Balai Lelang setelah diterimanya permohonan lelang Pejabat Lelang Kelas II

menentukan jadwal pelaksanaan lelang. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang bahwa Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh

menolak permohonan lelang yang ditunjukan kepadanya sepanjang dokumen

persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas formal subjek

dan objek lelang.

2. Tahap Pelaksanaan Lelang

Pada setiap pelaksanaan lelang penjual atau pemilik barang harus menetapkan

harga limit berdasarkan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan oleh

penjual atau pemilik, kecuali untuk jenis lelang lelang noneksekusi sukarela

barang bergerak milik perorangan atau badan hukum atau badan usaha swasta,

penjual atau pemilik barang dapat tidak mensyaratkan adanya harga limit.
Penawaran lelang dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak langsung

dengan cara lisan, semkain meningkat atau semakin menurun, tertulis atau

tertulis dilanjutkan dengan lisan dalam hal penawaran tertinggi belum

mencapai nilai limit. Penawaran lelang secara tertulis dapat dilakuakan dengan

kehadiran peserta lelang atau tanpa kahadiran peserta lelang. Penawaran lelang

tanpa kehadiran peserta lelang dapat dilakukan dengan melalui surat elektronik

(email), surat tromol pos atau melalui internet baik secra terbuka maupun

tertutup.

3. Tahap Setelah Lelang

Setelah pemenang lelang di sahkan dan pemenang lelang harus melakukan

pembayaran harga lelang bisa dilakukan secara tunai, cek atau giro paling

lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan lelang terjadi. Apabila pembeli

tidak melaksanakan pembayaran setelah batas waktu yang ditentukan tersebut

maka Pejabat Lelang dapat membatalkan pengesahannya sebagai pembeli

dengan membuat surat penyataan pembatalan. Setelah pembeli melakukan

pelunasan pembayaran Pejabat Lelang atau balai lelang wajib membuat

kuitansi pembayaran harga lelang.

Penyetoran hasil bersih lelang atas barang milik Negara atau Daerah dan

barang barang yang sesuai peraturan perundang-undangan harus disetor ke kas

Negara/Daerah paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima

oleh bendahara penerima KPKNL, dalam hal hasil bersih lelang disetorkan

atau diserahkan kepada penjual atas permintaan penjual, penyetoran ke penjual

dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh
bendahara penerima KPKNL untuk selanjutnya wajib disetor secepatnya ke kas

Negara oleh penjual. Penyetoran bea lelang dan pajak penghasilan (PPh) ke kas

Negara paling lambat 1 (satu) hari kerja stelah pembayaran diterima oleh

bendahara penerimaan KPKNL atau balai lelang atau Pejabat Lelang kelas II.

C. KESIMPULAN

Keberadaan Pejabat Lelang Kelas II menjadi sebuah bukti bahwa cara

jual-beli barang melalui lelang semakin banyak dilaksanakan dalam masyarakat

baik secara wajib ataupun sukarela. Maka dari itu pemerintah melalui

Kementerian Keuangan mengeluarkan peraturan perundangan yang mengatur

mengenai pelaksanaan lelang melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor

175/Pmk.06 /2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas II.

Keberadaan pejabat Lelang Kelas II juga menjadi penting untuk

membantu Pejabat Lelang Kelas I, terlebih jika adanya kekosongan jabatan di

daerah tertentu mengingat wilayah Indonesia sangat luas. Kebutuhan akan

keberadaan Pejabat Lelang ini juga mengingat pengaturan pelaksanaan lelang

yang hanya dapat dilaksanakan jika antara wilayah kerja Pejabat Lelang Kelas II

keberadaan obyek yang akan dijual tersebut berada di daerah atau wilayah yang

sama. Dalam pelaksanaan lelang Pejabat Lelang Kelas II tetap harus bersikap

bijaksana, jujur, adil melaksankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan, dalam melakukan penawaran harga sesuai dengan nilai yang

telah di tentukan oleh pemohon lelang atau pemilik barang.


Peran dan tanggung jawab Pejabat Lelang terhadap keabsahan dokumen

lelang dapat dilihat dari tahap ketahap dalam proses lelang diantaranya adalah

tahap persiapan lelang, tahap pelaksanaan lelang dan tahap setelah lelang yang

berkaitan dengan dokumen lelang. Dalam tahap persiapan lelang Pejabat Lelang

bertanggung jawab terhadap kebenaran dokumen dengan melakukan verifikasi

atas semua dokumen yang diajukan oleh pemohon lelang, bertanggung jawab atas

pengecekan keterangan dan kebenaran dokumen antara satu dan lainnya yang

saling terkait.

D. SARAN

Pemerintah seharusnya membuat UndangUndang Lelang yang baru yang

sesuai dengan kemajuan bangsa Indonesia karena peraturan lelang yang lama

sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, guna terwujudnya asas lelang

yang terbuka, adil, persaingan, transparan, kepastian hokum, efisien dan

akuntabilitas.

Masyarakat seharusnya ditingkatkan kesadarannya terhadap pentingnya

pelaksanaan lelang melalui sosialisasi mengenai lelang kepada masyarakat luas

agar tujuan lelang dapat terlaksana dengan baik serta menguntungkan bagi para

pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Rochmat Soemitro, 1987. Peraturan dan Instruksi Lelang, Bandung : PT Eresco,

hlm. 106

Salam HS, 2005. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, hlm. 237- 239

Habib Adjie, 2015. Bahan Bacaan Mahasiswa Program Studi Magister

Kenotariatan, Surabaya : Universitas Sebelas Maret Surakarta

Rachmadi Usman, 2016. Hukum Lelang, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 39

Anda mungkin juga menyukai