Anda di halaman 1dari 9

21.

zakat produktif

Arif Mufraini dalam Buku Akuntansi dan Manajemen Zakat (2006:147) telah
mengemas bentuk inovasi pendistribusian zakat yang dikategorikan dalam empat
bentuk: Pertama, distribusi bersifat

“konsumtif tradisional,” yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk


dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah, atau zakat mal yang dibagikan
kepada para korban bencana alam.

Kedua, distribusi bersifat “konsumtif kreatif.” yaitu zakat yang diwujudkan dalam
bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat
sekolah atau beasiswa.

Ketiga, distribusi bersifat “produktif tradisional,” yaitu zakat diberikan dalam


bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, dan lain sebagainya.
Pemberian dalam bentuk ini dapat menciptakan usaha yang membuka lapangan
kerja bagi fakir miskin.

Keempat, distribusi dalam bentuk “produktif kreatif,” yaitu zakat diwujudkan


dalam bentuk permodalan baik untuk menambah modal pedagang pengusaha
kecil ataupun membangun proyek sosial dan proyek ekonomis. Dengan demikian,
zakat produktif adalah zakat yang didistribusikan kepada mustahik, yang dikelola
dan dikembangkan melalui perilaku-perilaku bisnis. Indikasinya adalah harta zakat
dimanfaatkan sebagai modal yang diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi
mustahik. Termasuk juga dalam pengertian zakat.

Hikmah yang dapat dipetik dari praktek zakat produktif diantaranya agar terjadi
komunikasi yang dapat menghilangkan menara gading antara si miskin dengan si
kaya. Efek yang ditimbulkannya menjadikan si muzakki (pemberi zakat) akan
merasa puas dan senang karena zakatnya bisa berkembang; di sisi lain
menjadikan mustahiq tidak menjadi mental pengemis dan tersalurkan
kemampuannya. Dengan demikian terjadi hubungan yang signifikan antara
keberadaan zakat produktif dengan peningkatan sumber daya manusia. Dan yang
terpenting lagi, dengan zakat produktif tidak terjadi sikap pembiaran terhadap
fakir miskin dan menjadikannya cara untuk menyelamatkan mustahik dari bahaya
kefakiran yang dapat menjadikan seorang menjadi kafir, sebagaimana diperkuat
َ ‫ ْك و َن ُ ْك ف ًر َك ا َد ا ْن‬Artinya: “Kefakiran (kemiskinan)
oleh Hadits Nabi: ُ‫ي َ ُر أ لفَ ْق ْ ا‬
berakibat kepada kekafiran.” Dengan demikian, zakat produktif ini memiliki
hikmah syar’i yang serupa dengan hikmah zakat yaitu mensejahterakan
kehidupan mustahik. Dengan zakat produktif, status mustahik mampu berubah
menjadi muzakki dengan potensi yang dimilikinya; mustahik akan mampu
memberdayakan dana zakat yang diterimanya sebagai modal usaha yang pada
akhirnya, ia pun akan menjadi pengusaha yang sukses.

22. Untuk dijadikan sebuah perbandingan, sebelum pembahasan nikah menurut


Islam secara lebih mendalam perlu diungkap tentang pernikahan sebelum Islam
(Jahiliyah). Pada zaman Jahiliyah telah dikenal beberapa praktek perkawinan yang
merupakan warisan turun temurun dari perkawinan Romawi dan Persia. Pertama,
perkawinan pacaran (khidn), yaitu berupa pergaulan bebas pria dan wanita
sebelum perkawinan yang resmi dilangsungkan. yang tujuannya untuk
mengetahui kepribadian masing-masing pasangan. Kedua, nikah badl, yaitu
seorang suami minta kepada laki-laki lain untuk saling menukar istrinya. Ketiga,
nikah istibdha, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki kaya, bangsawan atau
orang pandai agar bersedia mengumpuli istrinya yang dalam keadaan suci sampai
ia hamil. Setelah itu baru si suami mengumpulinya. Keempat, nikah Raht (urunan),
seorang wanita dikumpuli oleh beberapa pria sampai hamil. Ketika anaknya lahir,
lalu wanita itu menunjuk salah satu pria yang telah mengumpulinya untuk
mengakui bayi yang telah dilahirkannya sebagai anaknya. Nikah ini sama dengan
nikah baghaaya (nikah pelacur).

Nikah dalam syariat Islam diartikan sebagai sebuah akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-
laki dan perempuan yang bukan mahramnya dengan rukun dan syarat yang telah
ditentukan. Al-Qur’an menyebut nikah sebagai mitsaq (perjanjian) antara suami
dan isteri sejak terjadinya akad. Hal ini dipahami karena keduanya berjanji untuk
ً ‫ظا ا َِغلي ا‬
menjalankan hak dan kewajiban masing-masing dengan sebaik-baiknya. ‫ق‬
‫ق ْد أ ُخ ُذونَ هُ ْ َف تَ أ َو َ ْكي‬ ْ ‫ِميث َخ ْذ َ لَى َب ْع ٍض َوأ ِ َض ى َب ْع ُض ُ ْكم إ‬
َ ‫ف َ َو‬ َ ‫ َن ِ ْمن ُ ْكم‬Artinya:
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah
bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-
isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa: 21)
Sepasang calon suami istri yang ingin melangsungkan ikatan pernikahan
diharuskan syartadan rukun nikah.

calon suami istri, Wali dari calon isteri, dua orang saksi, Mahar (mas kawin), dan
Ijab-qabu = rukun nikah

HUKUM : WAJIB SUNAH DAN HARAM

23. Yusuf Qardhawi menjelaskan kondisi darurat yang dengannya seorang laki-laki
dibolehkan berpoligami adalah sebagai berikut: pertama, ditemukan seorang
suami yang menginginkan keturunan, akan tetapi ternyata isterinya tidak dapat
melahirkan anak disebabkan karena mandul atau penyakit. Kedua, Di antara
suami ada yang memiliki overseks, akan tetapi isterinya memiliki kelemahan seks,
memiliki penyakit atau masa haidhnya terlalu panjang sedangkan suaminya tidak
sabar menghadapi kelemahan isterinya tersebut. Ketiga, jumlah wanita lebih
banyak dibanding jumlah laki-laki, khususnya setelah terjadi peperangan. Di situ
terdapat kemaslahatan yang harus didapat oleh sebuah masyarakat dan para
wanita yang tidak menginginkan hidup tanpa suami dan keinginan hidup tenang,
cinta dan terlindungi serta menikmati sifat keibuan

24. Jika kedua kelompok hadis di atas digabungkan, dapat dipahami bahwa hadis-
hadis tentang poligami tidak menyebutkan bahwa poligami itu perbuatan sunah
atau yang dianjurkan. Poligami dalam Islam merupakan ketentuan pembatasan
yang pernah terjadi sebelumnya (yang tidak terbatas). Poligami dilakukan dengan
memenuhi ketentuan adil.

25. Dengan demikian, Bank Konvensional adalah lembaga keuangan yang fungsi
utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang atau
lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman modal) dan usaha-
usaha yang produktif dengan sistem bunga. Sedangkan Bank Syariah adalah suatu
lembaga yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang
atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga. Contohnya
Bank Muamalat.

Table 3.1 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil. NO BUNGA BAGI HASIL 1 Penentuan
bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung Penentuan
besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung rugi 2 Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah
uang (modal) yang dipinjamkan Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh 3 Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan.
Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. 4
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat
atau keadaan ekonomi sedang “booming”. Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. 5 Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam. Tidak ada yang
meragukan keabsahan bagi has

26. Kembali tentang hukum bunga bank, mantan syekh dan seorang mufti Sayyid
Thantawi menyatakan bahwa bunga deposito berjangka di bank yang ditetapkan
besar persentasenya terlebih dahulu itu tidak haram menurut Islam. Fatwa ini
sejalan dengan apa yang ditulis oleh Rasyid Ridha dalam Tafsit al-Manar, “Tidak
termasuk riba seseorang yang memberikan kepada orang lain uang untuk
diinvestasikan sambil menentukan baginya dari hasil usaha tersebut kadar
tertentu. Karena transaksi semacam ini menguntungkan bagi pemilik dan
pengelola modal. Sedangkan riba yang diharamkan itu merugikan salah satu pihak
tanpa alasan serta menguntungkan pihak lain tanpa usaha.” Diriwayatkan dalam
sebuah Hadits, bahwa Jabir pernah memberikan hutang kepada Nabi. Ketika Jabir
mendatanginya, Nabi membayar hutangnya dan melebihkannya. Beliau bersabda:
َ‫ق َ َر ُ ْكم أ َّن َْخي ِ إ‬
َ ‫ ضا ًء ْح َسنُ ُ ْكم‬Artinya: “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik dalam
membayar hutang.”

27. Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk
kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-
lain. Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah
keberadaannya bisa dipersamakan dengan hukum bunga bank. Untuk menjawab
masalah ini dapat dikembalikan kepada pendapat ulama tentang hukum bunga
bank itu sendiri. Bagi kelompok ulama yang mengharamkan bunga bank, maka
mereka pun mengharamkan fee, karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan
mengambil manfaat dari sebuah transaksi utang piutang. Tegasnya, mereka
menganggap fee adalah riba, meskipun fee itu digunakan untuk dana operasional.
Sedangkan ulama yang menghalalkan bunga bank dengan alasan keadaan bank
itu darurat atau alasan lainnya, mereka pun mengatakan bahwa fee bukan
termasuk riba, oleh karena itu hukumnya boleh selain alasan bahwa tanpa fee,
maka bank tidak bisa beroperasi maka keberadaan sesuatu sebagai alat sama
hukumnya dengan keberadaan asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga
bank, yaitu boleh.

26 Konsep bunga bank terdapat perbedaan sikap para ulama dalam


menghukuminya. Menurut penelitian penulis sedikitnya terdapat empat
kelompok ulama tentang hukum bunga bank. Pertama kelompok muharrimun
(kelompok yang menghukuminya haram secara 61 mutlak). Kedua, kelompok
yang mengharamkan jika bersifat konsumtif. Ketiga, muhallilun (kelompok yang
menghalalkan) dan keempat, kelompok yang menganggapnya syubhat. Berikut ini
akan diuraikan empat kelompok ulama seperti dimaksud:

Pertama, Kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la al-Maududi, M.
Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-
Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank
itu riba nasiah yang mutlak keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh
berhubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan
darurat. Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi
berbeda dengan yang lainnya, menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam
keharaman bunga bank, keharamannya bersifat mutlak.

29. Perkembangan Pendidikan pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq,
ilmu tidak berkembang maju karena disibukkan dengan masalah-masalah seperti menumpas nabi palsu,
gerakan kaum 14 murtad, gerakan kaum munafik, dan memerangi yang enggan berzakat. Sekalipun
demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu ; memperbaiki sosial ekonomi,
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dan memperluas wilayah Islam sampai ke Irak, Persia dan Suriah.
Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti.
Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah menaklukan beberapa daerah dan
menjalin kontak dengan bangsabangsa yang telah maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti
pendidikan di kuttab mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di
masjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan di antara
pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menengah gurunya belum mencapai status Ulama
Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para pengajarnya adalah Ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam dan integritas kesalehan serta kealiman yang diakui masyarakat. Materi-materi pada tingkat
menengah dan tinggi terdiri dari : Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadits dan mengumpulkannya, dan Fiqih.
Adapun materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk lembaga
pendidikan kuttab adalah belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, dan
belajar pokok-pokok agama seperti, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.

Sejak zaman Jahiliyyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui
Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa
denganmu sehingga engkau tidak URAIAN MATERI 6 terlihat di majelis kaummu dan orang-orang
menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain-lain lagi?" Rasulullah
bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah
selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira
sekali, tidak ada seorangpun yang ada di antara kedua gunung di Makkah yang merasa gembira melebihi
kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin
Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam.
Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin
Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya. Abu Bakar termasuk
orang yang pertama masuk Islam di kalangan laki-laki dewasa yang bukan budak, sedangkan wanita yang
pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam.
Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam. Pada Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah,
Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat. Abu Bakar wafat pada usia ke-63 tahun

Abu Bakar Ash-Shiddiq menerapkan prinsip kesamarataan yaitu kebijakan dalam membagi sama rata
hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang
menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu
Bakar Ash-Shiddiq adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat
balasan pahala dari Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama
yakni, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak membedabedakan antara
sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Sehingga harta baitul mal
tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan. Mengenai
praktik kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq di bidang prana

Salah satu gaya kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq yang bersifat sentralistik adalah ketika mengirim
Usamah bin Zaid yang masih muda sebagai panglima perang menghadapi Romawi di Syam, walaupun
saat itu di negeri sendiri timbul pemberontakan kaum murtad dan munafik. Tindakan demikian secara
politis dapat dipahami bahwa ingin menunjukkan kepada musuh bahwa kekuatan Islam cukup tangguh,
membuat pemberontak cukup gentar, dan dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan
yang bersifat intern ketika terjadi peristiwa di Saqifah Bani Saidah. 3. Metode Dakwah pada Masa Abu
Bakar Ash-Shiddiq a. Metode Dakwah Bil-L

Selepas dibai’at, Abu Bakar Ash-Shiddiq mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian,
beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan
atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku
bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat
mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah
yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah
suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan
tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada
seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika aku tidak
mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian
melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’

Umar bin Khattab memerintah selama 10 tahun 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya berakhir dengan
kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Saat terluka parah, dari
pembaringannya ia mengangkat syura (komisi pemilih) yang akan memilih penerus pemerintahannya.
Untuk menentukan penggantinya, Umar bin Khattab tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Tapi ia justru menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair,
Sa`ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin `Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan
menunjuk Utsman bin Affan sebagai khalifah

c. Menjunjung Tinggi Kebebasan Umar bin Khattab pernah berkata pada dirinya sendiri untuk tidak
memperbudak manusia karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam kondisi bebas merdeka.
Menurut Umar bin Khattab setiap orang memiliki kebebasan. Umar bin Khattab sama sekali tidak takut
akan kebebasan bangsanya karena arti kebebasan menurutnya cukup sederhana dan bersifat universal.
Bagi umar bin Khattab kebebasan yaitu kebebasan kebenaran yang berarti ada di atas semua peraturan.
Kebenaran yang dimaksud itu sendiri adalah Islam dan bukan kebebasan atas dasar logika liberalis. 20 d.
Siap Mendengar dan Menerima Kritik Seorang pemimpin juga harus siap mendengar dan menerima
kritik. Hal ini pun termasuk dalam salah satu gaya kepemimpinan Umar bin Khattab. Pernah suatu saat
Umar bin Khattab terlibat dalam percakapan dengan salah seorang rakyatnya. Rakyat tersebut sangat
bersikukuh atas pendapatnya pribadi sampai-sampai orang tersebut berulang kali mengatakan “takutlah
engkau kepada Allah” yang ditujukan kepada Umar bin Khattab. Melihat hal tersebut salah satu sahabat
Umar bin Khattab membentak balik rakyat tadi. Melihat tindakan sahabatnya, Umar bin Khattab malah
berendah hati dan mengucapkan “Biarkan dia, sungguh tidak ada kebaikan di dalam diri kalian apabila
tidak mengatakannya, dan tidak ada kebaikan di dalam diri kita apabila tidak mendengarkannya.

Anda mungkin juga menyukai