Anda di halaman 1dari 19

Mosi: Penggunaan Sistem Noken Dalam Pemilu dan Pemilihan

Serentak
Pro Kontra
Limitasi Papua Kepastian hukum
Bahwa penggunaan sistem noken dalam pemilu dan Bahwa dari perspektif yuridis (kepastian hukum) dalam
pemilihan serentak yang dilaksanakan hanya khusus di konteks penyelenggaraan sistem Noken di Papua
daerah Papua dengan berdasarkan Putusan MK NO 47- melalui tata cara pelaksanaan dengan menggunakan
81/PHPU.A-VII/2009 Terkait Dengan Legitimasi Sistem Noken sebagai pengganti kotak suara dan pengambilan
Noken Di Provinsi Papua. Hal tersebut dapat dilihat suara secara transparan dengan prosedur musyawarah
melalui Pandangan dari Hamdan Zoelva (Ketua MK), dan kemudian menyerahkan segala putusan kepada
yaitu: “Sistem perwakilan pemilihan atau noken tidak kepala suku, sungguh bertentangan dengan Pasal 22E
bisa digunakan untuk pemilu maupun pemilukada Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bahwa “pemilu
daerah lainnya. MK mengakui sistem noken secara dilaksanakan secara Luber-Jurdil
konstitusional akan tetapi sistem ini tidak bisa setiap lima tahun sekali”. Serta bertentangan dengan
digeneralisasi berlaku di seluruh kabupaten/kota atau tata cara pemilu yang diatur oleh Undang Undang
provinsi seluruh Indonesia. Putusan MK hanya berlaku Pemilu, beserta Peraturan KPU terkait pemilihan
untuk berperkara sesuai dengan fakta di lapangan atau langsung.
kasuistis bukan melahirkan norma yang bersifat umum.
Tidak dapat memantau data pemilih
Desentralisasi asimetris Sebagai sistem, noken terdapat kelemahan, salah
Bahwa Papua diberikan otonomi khusus oleh negara satunya adalah ketidakmampuan untuk dapat
melalui UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus memantau apakah jumlah pemilih di dalam satu suku
bagi Provinsi Papua jo. UU No. 2 Tahun 2021 tentang meningkat atau menurun karena perkawinan,
Perubahan Kedua atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang kematian, dan mobilitas geografis. Adanya
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Bentuk ketidakselarasan data dengan realita. Pada periode
pengakuan ini dan perlindungan ini secara langsung 2009–2014, jumlah daftar pemilih tetap Provinsi Papua
memberikan kekuasaan dan hak masyarakat adat untuk meningkat dari sekitar dua juta menjadi 3,2 juta,
hidup, mencari dan mengatur kehidupan sesuai dengan walaupun pertumbuhan penduduk Papua tidak
tuntutan peraturan atau pranata di wilayah adatnya. secepat itu. Peningkatan paling besar terlihat di wilayah
Provinsi Papua adalah daerah istimewa yang mendapat Pegunungan Tengah. Pada tahun 2012, KPU Papua
legitimasi pengakuan dalam Pasal 18 Ayat (1) UUD NRI menetapkan bahwa seluruh 32 distrik di Kabupaten
Tahun 1945 yaitu: “Negara mengakui dan menghormati Nduga akan memiliki daftar pemilih tetap yang sama,
satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus yaitu 4.587 orang, untuk "menghindari konflik". Untuk
atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang- pemilihan Gubernur tahun 2013, KPU Papua
undang”. menetapkan daftar pemilih tetap untuk Mimika
sebesar 223.409 pemilih, meskipun hasil sensus tahun
Putusan MK dan keputusan KPU 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
1. Berdasarkan Putusan MK No. kabupaten tersebut hanya 182.001 jiwa.
47/81/PHPU.A/VII/2009 sistem noken telah
disahkan untuk dipergunakan dalam pemilu Melanggar prinsip kebebasan individu
(selanjutnya dipraktikkan dalam pilkada) di Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menjamin
Papua, karena dianggap sesuai dengan budaya hak memilih dan dipilih sebagai hak konstitusional
masyarakat asli Papua. Namun, berdasarkan warga negara Indonesia yang diakui dan diatur dalam
putusan MK No. 6/32/ PHPU.DPD/XII/2012 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
tertanggal 25 Juni 2012, sistem noken tidak Pemerintah menegaskan sistem pemilu sebagai
dapat dilaksanakan di tempat yang selama ini manisfestasi demokrasi dapat lebih efektif dan efisien
tidak menggunakan sistem noken. Ini artinya dan memenuhi asas langsung, umum, bebas, rahasia,
hanya 16 kabupaten di Papua tidak bisa jujur dan adil (luber-jurdil). Sistem noken ini berpotensi
Mosi: Penggunaan Sistem Noken Dalam Pemilu dan Pemilihan
Serentak
melaksanakan pemilu. Sebagai tindak lanjut menimbulkan distorsi, penyelewengan atau
dari PKPU Nomor 6 Tahun 2016, Komisi pembelokan suara oleh perwakilan warga. Artinya
Pemilihan Umum Provinsi Papua mengeluarkan bahwa sistem noken ini membunuh hak perorangan
Surat Keputusan Nomor 16/Kpt/KPU untuk memilih dengan hati nurani, siapa yang harus
Prov.030/2017 tentang Pedoman Teknis Tata dipilih. Terlebih, sistem noken tidak sesuai dengan
Cara Pemungutan Suara Menggunakan Sistem prinsip penyelenggaraan pemilu yang demokratis atas
Noken/Ikat pada Pemilihan Bupati dan Wakil dasar one man, one vote and one value khususnya asas
Bupati di Kabupaten Lanny Jaya, Tolikara, langsung, bebas, dan rahasia.
Nduga, Puncak Jaya,Intan Jaya, dan Dogiay Baik sistem noken bigman maupun gantung, hak
Tahun 2017. Surat Keputusan tersebut konstitusional masyarakat sebagai individu tidak ada.
memberikan pengertian, bahwa pemilihan Dalam sistem noken bigman, seorang bigman memiliki
dengan menggunakan sistem noken adalah kuasa penuh. Dalam sistem gantung, kepala suku
suatu bentuk kesepakatan atau aklamasi cenderung melakukan musyawarah atau deliberasi
bersama sebelum pemungutan suara untuk yang mengarahkan agar masyarakat memilih calon
memilih calon bupati dan wakil bupati yang tertentu yang telah menjanjikan banyak hal. Tidak
dilakukan oleh kelompok masyarakat sesuai jarang kepala suku memaksa masyarakatnya memilih
kearifan lokal setempat dan tidak calon tertentu dan mengancam masyarakatnya.
diperkenankan dilakukan pada saat proses
pemungutan dan perhitungan suara. Sehingga UU pemilu tidak mengatur hal hal khusus daerah
Keputusan KPU Papua No. 01/KPTS/KPU Bahwa yang dimaksud undang undang pemilihan
Prov.030/2013, menjelaskan bahwa kotak suara umum adalah mengatur penyelenggaraan pemilu dan
dapat digantikan dengan noken. Sehingga mekanisme calon dipilih dan memilih, partai politik,
pelaksanaannya berjalan dengan tetap serta pemilihan anggota DPR, DPRD dan DPD. Sehingga
menggunakan noken sebagai kotak suara sistem penyelenggaraan pemilu menggunakan suatu
sistem secara nasional untuk pemilihan umum yakni
2. Keputusan KPU Nomor 810/PL.02.6- memakai sistem proporsional terbuka. Hal tersebut
Kpt/06/KPU/IV/2019 tentang Pedoman merupakan hasil unifikasi (penyeragaman) hukum
Pelaksanaan Pemungutan Suara dengan Sistem dalam penyelenggaraan pemilu secara nasional sebagai
Noken/Ikat di Provinsi Papua dalam Pemilihan bagian dari sistem ketatanegaraan (pemilu).
Umum Tahun 2019, menjelaskan definisi sistem
Peng-istimewaaan terhadap daerah papua dalam
noken.“Suatu bentuk kesepakatan bersama
penggunaan sistem noken dalam pemilu dan
atau aklamasi untuk memilih Presiden dan
menimbulkan kesenjangan antar daerah
Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Sejauh pemilu telah diselenggarakan, seluruh provinsi
Rakyat Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau daerah yang ada di Indonesia ditetapkan untuk
Daerah Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh menggunakan sistem pemilu secara nasional sebagai
kelompok masyarakat adat sesuai nilai adat, bentuk cerminan dari demokrasi. Banyaknya
tradisi, budaya, dan kearifan lokal masyarakat keanekaragaman suku, budaya, bahasa, adat-istiadat
setempat” bukan menonjol perbedaan satu sama lain yang
menimbulkan iklim kenegaraan kurang kondusif,
seperti pemberian suara dengan sistem noken dalam
Pemilu di Papua. pemilihan yang diatur Undang-
Undang adalah pemilihan individual, yang berasas asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
Mosi: Penggunaan Sistem Noken Dalam Pemilu dan Pemilihan
Serentak
Filosofis kemanusiaan Positivisme hukum
Sistem pemilihan noken menjadi simbol musyawarah Secara garis besar pandangan positivisme hukum
tertinggi untuk penentuan pendapat di Papua, tanpa memaknai hakikat hukum sebagai norma-norma positif
rahasia dan lebih mementingkan musyawarah untuk dalam sistem peraturan perundang-undangan yang
mufakat dalam suku-suku di Papua. Noken memiliki didasarkan pada penerapan struktur norma positif ke
nilai filosofi kemanusiaan yang sangat tinggi. Oleh dalam kasus-kasus konkret. Berdasarkan kepastian
sebab itu, cara-cara pemilihan berdasarkan noken dan hukum dan menolak aktivitas positivis yang
cara-cara pemilihan berdasarkan kotak suara itu dipergunakan untuk menyelesaikan masalah konkret
mempunyai sistem yang berbeda. dengan menggunakan logika dimana hanya norma
hukum saja yang dapat diuji dengan mengguna norma
Historis noken hukum lainnya.
Pemilu noken adalah pemilu tradisional adat Papua Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum,
yang telah menjadi tradisi turun temurun yang hukum dijunjung tinggi dan ditempatkan sebagai satu-
dilakukan oleh masyarakat daerah khusus pegunungan satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarkat,
sejak tahun 1971. Pemilihan sistem noken yang telah berbangsa dan bernegara di segala tatanan bidang
berlangsung lama ini, pada awalnya, tidak pernah kehidupan nasional, baik dalam bidang politik, sosial,
dipermasalahkan oleh pihak manapun. Sejarah ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Selain
mencatat bahwa jauh sebelum pemilihan umum itu, hukum juga dijadikan sebagai alat kontrol agar
nasional, di pegunungan Papua telah melaksanakan selalu tercipta tatanan kehidupan yang aman, tertib,
pemilihan dengan cara adat dalam proses adil, memberikan jaminan kepastian hukum,
pengangkatan dan pemilihan kepala suku atau tetua memberikan perlindungan terhadap HAM setiap
adat (aklamasi) warganya, dan juga hukum memiliki peran yang sangat
penting sekali terhadap penyelesaian setiap konflik
Asas keadilan dan kemanfaatan yang terjadi diantara subjek hukum. Sehingga sistem
Dalam memutuskan suatu perkara seorang hakim noken belum mempunyai kepastian hukum yang jelas
mengutamakan keadilan daripada peraturan dalam hukum positif di Indonesia, Pengakuan MK
perundang-undangan, apabila ketentuan undang- melalui putusan MK No. 47-81/PHPU.A-VII/2009
undang tidak potensial melindungi kepentingan umum. terhadap konstitusionalitas sistem noken ini telah
Penerapan yang demikian sesuai dengan doktrin equity melahirkan suatu keadaan yang ambigu di mana
must prevail (keadilan harus diunggulkan). Sehingga terdapat dualisme sistem pemilu dalam sistem pemilu
MK mengesampingkan peraturan tertulis demi nasional yang dipraktikan.
menegakkan keadilan yakni keadilan bagi masyarakat
hukum adat yang masih hidup di wilayah pegunungan
dengan berdasarkan pada UUD NRI Tahun 1945, Pasal
28 Ayat (1) yaitu “setiap orng berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Semua
mempunyai hak yang sama sebagai warga negara
Indonesia.
Sistem noken sangat bermanfaat bagi masyarakat
Papua yang masih kental dengan nilai dan ciri khas
adatnya serta mempermudah warga Papua untuk
dapat ikut serta berpartisipasi menjadi bagian
demokrasi NKRI. Sehingga putusan MK terhadap kasus
sistem noken telah menghidupkan ekspektasi
masyarakat hukum adat yang menghendaki adanya
Mosi: Penggunaan Sistem Noken Dalam Pemilu dan Pemilihan
Serentak
penghormatan negara terhadap identitas budaya
mereka yang dijamin oleh konstitusi.

Sosiologis dan partisipasi politik


Pertimbangan sosiologis tercermin pada kenyataan
bahwa sesungguhnya pemerintah secara tegas
menyatakan perlindungan dan penghormatan kepada
masyarakat Provinsi Papua sebagai daerah istimewa
dan memberikan legitimasi untuk melaksanakan
pemilu dengan sistem noken. Sehingga sistem noken
memungkinkan partisipasi politik yang lebih luas di
daerah-daerah terpencil dan pedalaman yang sulit
dijangkau. Dengan mengadopsi metode yang lebih
akrab bagi masyarakat setempat, lebih banyak orang
cenderung terlibat dalam proses pemilihan dan pemilu.
Hal ini akan meningkatkan tingkat partisipasi politik dan
memberi kesempatan bagi suara-suara minoritas untuk
didengar.

Progresif
Salah satu cara hukum luar biasa yang ditawarkan oleh
Satjipto Rahardjo untuk menghadapi kemelut dalam
dunia penegakan hukum adalah suatu tipe penegakan
hukum progresif. Dalam konteks pemikiran hukum
progresif, putusan MK tersebut tidak hanya mencoba
memaknai penegakan hukum sebagai sarana
pemenuhan keadilan yang bertumpu pada bunyi Pasal
undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif,
akan tetapi putusan MK
telah menghidupkan kembali asa cita demokrasi
Indonesia. Pengakuan sistem Noken tidak hanya telah
merubah kerangka hukum pemilu, namun telah
menghidupkan cita demokrasi Indonesia, yaitu
demokrasi permusyawaratan sebagaimana yang
diamanatkan oleh sila keempat Pancasila.

Mobilisasi geografis
1. Pertama, fakta yang ada adalah setiap diadakan
Pemilu nasional, akomodasi dan fasilitas pendukung
dalam pelaksanaan pemilihan selalu datang terlambat
dari pemerintah, yang disebabkan oleh jauhnya letak
atau lokasi pemilihan berlangsung, belum lagi
keterlambatan yang disebabkan kondisi cuaca yang
buruk sehingga pesawat sering mengalami pembatalan
penerbangan, bahkan menunggu berhari-hari.
Mosi: Penggunaan Sistem Noken Dalam Pemilu dan Pemilihan
Serentak
2. Kedua, mahalnya akomodasi dan kecilnya pesawat
memuat fasilitas dan akomodasi sehingga tahap
pengiriman dilakukan berkala.
3. Ketiga, jauhnya medan yang ditempuh ke tempat
lokasi pemilihan dengan menempuh perjalanan
dengan jalan kaki.
Mosi 4 : Mantan Terpidana Korupsi Memenuhi syarat sebagai calon anggota dpr, dpd, dan dprd

PRO KONTRA

1. Yuridis : Pasal 22E UUD 1945, UU Nomor 1. Studi kasus pejabat public tertangkap
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi korupsi dua kali dalam dua periode
Manusia. berbeda

Dalam kedua landasan yuridis tersebut Kasus Bupati kudus yang tertangkap dua
disebutkan bahwa hak berpolitik yang kali dalam periode kepemimpian berbeda
termasuk di dalamnya adalah hak untuk tentu dapat menguak fakta bahwa
memilih dan hak untuk dipilih merupakan perilaku korupsi oleh para pejabat public
suatu Hak Asasi Manusia yang hakikatnya bukanlah hal yang mudah diberantas dan
adalah fundamental dan melekat pada diri dapat dimaafkan. Bahkan yang sudah
setiap orang. Untuk itu kami menafsirkan tertangkap dan menjalani hukuman dapat
bahwa sama dengan Hak Asasi Manusia melakukan hal itu kembali setelah terpilih.
yang lainnya, hak hidup contohnya, hak
politik ini juga tidak dapat di degradasi 2. Semangat pemberantasan korupsi
keberadaannya maupun pelaksanaannya
dalam diri masing-masing warga negara. Jika kita ingin untuk menutup ruang
terjadinya tindak pidana korupsi, maka
2. Wujud Implementasi dan prinsip kita harus melihat akar dari permasalahan
demokrasi pancasila yang berkedaulatan ini apa. Korupsi tidak mungkin terjadi
rakyat sesuai Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 tanpa adanya suatu jabatan public, maka
ruang yang harus ditutup sejatinya adalah
Dalam prinsip demokrasi pancasila akses bagi para pelaku yang sudah terbukti
diketahui ada dua nilai yang mendukung melakukan korupsi agar ia tidak mendapat
adanya mosi ini. Yang pertama adalah, kembali akses yang sama seperti saat ia
prinsip kedaulatan rakyat yang dimana melakukan korupsi.
kekuasaan politik tertinggi berada di
tangan rakyat dan diwujudkan dengan 3. Data 586 anggota dpr melakukan korupsi
adanya pemilu yang demokratis. Serta nilai
yang kedua adalah adanya perlindungan Kami kumpulkan dari 2010 sampai 2019,
terhadap HAM, dimana hak berpolitik sedikitnya ada 586 anggota DPR dan
termasuk ke dalam ham juga maka sudah anggota DPRD itu ditetapkan sebagai
seharusnya hak politik untuk dipenuhi tersangka korupsi," ujar Peneliti ICW, Almas
tanpa ada batasan. Sjafrina dalam konferensi nasional daring,
Kamis (15/10).
3. HAM tidak dibatasi secara penuh di sisi
kami tapi hanya selama 5 tahun setelah 4. Korupsi adalah extraordinary crime
masa penahanan berakhir. Win win
solution yang bisa kita dapatkan dari Pencabutan hak politik terpidana korupsi
status quo saat ini adalah koruptor tetap telah dilakukan oleh mahkamah
menerima konsekuensi berupa penjara kehakiman pada kasus luthfi hasan, dalam
dan dispensasi sementara di kancah kasus itu yang dicabut adalah hak dipilih
kontestasi politik, dengan cara ini kita terdakwa luthsi hasan. Artijo Alkostar
tidak mencabut haknya namun hanya mengatakan, dalam pertimbangan
membatasi untuk sementara agar putusan tersebut majelis kasasi menilai
masyarakat juga dapat melihat apakah bahwa korupsi termasuk dalam
calon dari mantan terpidana korupsi extraordinary crime yang telah
tersebut masih layak untuk dipilih atau meramppas hak untuk hidup layak rakyat,
tidak. Artijo menganalogikan koruptor ini telah
menjadi kanker bagi negara yang secara
perlahan telah menggerogoti negara itu
sendiri.

5. Theory Of Justice oleh John Rawls

Menurut A Theory of Justice, oleh John


Rawls keadilan sosial melibatkan
perlindungan terhadap kepentingan publik
dan pengaturan hak-hak politik yang adil.
Pencabutan hak politik kepada mantan
napi korup merupakan bentuk
perlindungan terhadap kepentingan publik
yang lebih besar bukan? dengan
mencegah mereka terlibat kembali dalam
praktik korupsi yang merugikan
masyarakat.

6. Hak politik bisa dibatasi secara penuh di


sisi hak untuk dipilih

UUD 1945 dalam pasal 28I ayat (1)


menjelaskan terkait dengan hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi, dalam
isinya pasal tersebut tidak menyebutkan
hak politik sebagai salah satunya. Artinya
UUD 1945 mengizinkan hak politik sebagai
salah satu hak yang dapat dikurangi
dengan syarat tertentu.

Lalu apa syarat tersebut ? syarat tersebut


terdapat pada pasal 29 Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia. Dalam pasal tersebut
disebutkan bahwasannya dalam
melaksanakan hak dan kebebasan, setiap
orang hanya tunduk pada batasan yang
ditentukan oleh hukum dan semata-mata
untuk menjamin pengakuan dan
penghormatan terhadap hak dan
kebebasan orang lain serta memenuhi
persyaratan moral, ketertiban umum dan
kesejahteraan umum yang adil.
Walaupun dalam Kovenan Hak Sipil dan
Politik pada pasal 25 menjelaskan bahwa
setiap warga negara harus mempunyai hak
dan kesempatan untuk ikut serta dalam
pelaksanaan urusan pemerintahan, dalam
pasal tersebut digunakan frasa “dan tanpa
pembatasan yang tidak layak”. Jika kita
amati lebih dalam, frasa tersebut
memberikan celah bahwa harus ada alasan
yang dapat membuktikan “kelayakan”
seseorang untuk dapat diberikan batasan
untuk ikut serta dalam urusan
pemerintahan.

7. Mengorbankan hak koruptor demi


kepentingan public

Dalam teori Utilitarianism oleh Jeremy


Bentham kebahagiaan ditentukan dari
besarnya angka yang dibahagiakan.
Dari teori ini kami menafsirkan
pembatasan hak dipilih para koruptor
akan menyelamatkan sebagian besar
kebahagiaan masyarakat Indonesia, hal
ini menjadi pertimbangan kami untuk
mencabut hak dipilih para terpidana
korupsi di negara ini. Melalu teori ini
kami telah menjustifikasi akan
pentingnya hak masyarakat luas
daripada hak seorang koruptor.
Mosi 3 : Penghapusan presidential treshold dalam pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024

PRO KONTRA

1. PT tidak relevan lagi di pemilu serentak 1. Kemudahan Pengambilan Kebijakan


2024
Dengan adanya pendukung koalisi dari
Ketika pemilu diadakan serentak antara parlemen maka pengambilan kebijakan
pemilihan eksekutif dan legislative maka akan lebih mudah, karena secara tidak
presidential threshold tidak relevan lagi langsung poros yang akan terbentuk hanya
karena memakai data partai 5 peserta 2 di dalam parlemen , yaitu oposisi dan
pemilu 5 tahun yang lalu dimana hal ini koalisi
tentunya menjadikan kedua lini akan 2. Stabilitas pemerintahan
menjadi dua koridor yang berbeda.
Pertentangan antara lembaga tinggi
2. PT melukai hak warga negara sebagai negara akan lebih terdegradasi karena
pemegang kedaulatan tertinggi kembali hanya aka nada dua poros dalam
pemerintahan yang akan membuat
Tugas parpol sejatinya ada pada pemerintahan menjadi lebih stabil dimana
pengkaderan anggotanya sehingga ketajaman argumentasi tetap terjaga
membentuk kandidat terbaik yang akan dengan adanya oposisi da nada pendukung
disuguhkan dalam kontestasi politik. dari koalisi
3. Studi komparasi timor leste
3. Meminimalisir politik transaksional 4. Memaksa parpol menyeleksi calon secara
sungguh-sungguh
Dengan penghapusan PT kita akan
meminimalisir politik transaksional, karena Ketika gabungan parpol hanya bisa
partai yang dibawah ammbang batas tidak mengusung 1 paslon maka paslon yang
diwajibkan untuk bergabung dengan partai akan diusung harus diseleksi secara
lain demi kebutuhan melengkapi syarat sempurna agar koalisi dalam partai
tersebut. tersebut dapat menang

4. Karakteristik sistem presidensil yang 5. Adil menurut teori Jeremy bentham


memisahkan antara eksekutif dan
legislative Dimana semakin banyak angka yang
5. Pasal 6A & 7B UUD 1945 dibahagiakan maka keadilan atau justice
akan lebih tercapai di sisi utilitarianism
6. Asas adil 6. Penguatan sistem presidensil dengan
adanya koalisi dari parlemen
Dari penerapan PT, kita dapat melihat
adanya bentuk pembatasan terhadap Pemerintah sebagai instrumen selain
calon kandidat yang ingin maju ke pemilu parlemen menjadi lebih kuat karena
dengan diharuskan adanya dukungan 20% adanya dukungan dari pihak parlemen itu
dari partai pemenang pemilu sendiri

7. Limitasi di presidential threshold sebesar 7. Studi terkait putusan mk tentang open


20% legal policy
8. Solusi : penguatan di kualifikasi parpol
peserta pemilu sebagai pengusung paslon
Mosi : Sistem proporsional terbuka dalam pemilu calon anggota DPR dan DPRD

Pro Kontra
(Argumentasi kelebihan sistem proporsional (Argumentasi kekurangan dari sistem
terbuka) proporsional terbuka)

Definisi: Konsep awal:


Dikutip dari buku Pemilu dalam transisi - Sistem proporsional terbuka tidak boleh hanya
demokrasi indonesia : Catatan Isu dan dipandang berdiri sendiri dalam status quo,
Kontroversi oleh Januari Sihotang, Sistem karena pada nyatanya sistem proporsional
proporsional terbuka adalah sistem yang terbuka diterapkan seiring dengan pemilu
memungkinkan rakyat memilih langsung caleg di serentak pada pemilu 2024
suatu dapil yang ditawarkan oleh partai. - Melihat proporsional terbuka dan pemilu
serentak sebagai satu kesatuan desain sistem
Yuridis : pemilu yang saling memperngaruhi pada
- Pasal 168 ayat (2) UU No 7 Th 2017 – “Pemilu berbagai aspek dalam implementasinya
untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi
dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan Fakta Empiris:
sistem proporsional terbuka” – Dalam pasal - Dari sekian banyak problematika yang
penjelasan tertulis “cukup jelas” menyertai Sistem proporsional terbuka dengan
kombinasi pemilu serentak, satu masalah yang
Argumentasi hingga saat ini tak terdapat solusinya adalah
- Masyarakat dapat mengetahui siapa calon terkait dengan masalah teknis pemungutan dan
legislatif yang akan menyalurkan aspirasinya ke perhitungan surat suara yang mengakibatkan
parlemen korban jiwa dari unsur penyelenggara
- Memungkinkan kader berasal dari bawah - Pada pemilu 2014 menurut data Perludem
sehingga mendorong kandidat bersaing dalam terdapat korban jiwa sebanyak 157 sedangkan
memobilisasi dukungan massa untuk 5 tahun setelahnya yaitu pada pemilu 2019 naik
kemenangan menjadi 894 petugas meninggal dunia dan
- Sistem proporsional terbuka lebih demokratis 5.175 petugas mengalami sakit artinya dalam
karena representasi politik didasarkan pada hal ini terdapat peningkatan 570% jumlah
jumlah suara yang diterima oleh partai politik korban. Dan dalam memberikan santunan
atau calon, sehingga memberikan kesempatan untuk korban meninggal sebanyak 894 orang,
yang lebih adil bagi partai atau calon untuk negara harus menanggung 32 milyar dengan
mendapatkan dukungan publik yang signifikan. per orang sebesar 36 juta ditambah dengan
- Calon yang terpilih harus lebih terhubung korban yang sakit.
dengan konstituen karena mereka memperoleh - Terminologi beban kerja, kelelahan bahkan
suara langsung dari pemilih resiko sakit dan kematian tenga pelaksana
ditingkat bawah belum menjadi perhatian
serius elit pembuat regulasi pemilu.
- Dengan setiap TPS memiliki maksimal 300
pemilih, pada pemilu 2019, KPPS
menghabiskan waktu hingga 16-24 jam.

Prinsip Dasar yuridis:


- Hak politik atau hak pilih setiap warga dalam
suatu negara memang tertuang dalam salah
satunya Deklarasi HAM, namun perlu diingat
bahwa substansi besar dalam isi deklarasi
tersebut juga menyebuatkan penghormatan
atas hak untuk hidup (right to life) yang
merupakan hak tertinggi yang dimiliki
setiap manusia sejak ia dilahirkan. Sehingga,
didalam penyusun desain pemilu para pembuat
UU harus menjunjung tinggi HAM secara
holistik. KPU memang memiliki kewajiban
utama untuk melindungi hak pilih, melainkan
juga memiliki tanggungjawab untuk
melindungi hak hidup segenap penyelenggara
yang berada di bawahnya hingga petugas
KPPS

Gagasan
- (Solusi untuk status quo yang masih
mempertahakan pemilu serentak untuk
memutus rantai kematian KPPS)
- Pertama, memberikan durasi lebih lama bagi
penyelesaian tugas KPPS
- Kedua, mengurai jumlah pemilih di setiap TPS
- Ketiga, mengubah modil penyuaraan hanya
dengan memilih parpol, bukan caleg.
- Alternatif solusi pertama dan kedua bisa
diterapkan, namun kedua solusi ini berlotak
belakang dengan asas penyelenggara pemilu
yaitu efektif dan efisien, penambahan durasi
waktu penghitungan dan rekapitulasi di TPS
memicu kerawanan dan manipulasi hasil
pemilu, sedangkan pengurangan jumlah TPS
sudah pasti akan menambah biaya
penyelenggaaan pemilu.
- Alternatif paling rasional dengan resiko
minimal adalah solusi ketifa, yaitu mengubah
sistem dari proporsional daftar terbuka menjadi
sistem daftar tertutup. Dengan berkurangnya
beban kerja yang ditanggung oleh KPPS
diharapkan dapat memutus rantai korban jiwa
dengan target nol korban pada pemilu serentak
2024. Apabila terealisasi, APBN tidak lagi
terbebani karena harus menanggung santunan
korban meninggal akibat kompleksitas
penyelenggaraan pemilu serentak
menggunakan sistem proporsional terbuka.
- Reduksi biaya sebesar 400 milyar untuk
pengeluaran besar kertas suara
Mosi : Sentra Gakkumdu dalam penanganan tindak pidana pemilu

PRO KONTRA
Konsep Dasar: Pendapat
- Gakkumdu dibentuk dengan fungsi sebagai - Pakar hukum pidana, universitas Trisakti,
organ pemeriksa sekaligus penuntut dalam Abdul Fikar Fajar mengatakan bahwa Sentra
kasus dugaan pidana pemilu yang terdiri dari Gakkumdu lebih baik untuk dibubarkan saja
unsur bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. karena ia menduga bahwa Polri dan juga
- Posisi sentral gakkumdu yang menangani Kejaksaan agung memiliki kepentingan
perkara dugaan pidana pemilu adalah fungsi masing-masing yang terselubung sehingga
atribusi yang dilekatkan dalam undang- menghambat proses penyidikan.
undang dan tidak dapat digantikan fungsinya - Ia menambahkan, “Pra penuntutan menjadi
oleh kelembaga lain. tidak penting karena ada sentra gakkumdu.
- Gakkumdu berfungsi sebagai pemeriksa Mereka juga menambah panjang birokrasi
sekaligus penuntut dalam kasus dugaan tindak penuntutan pidana pemilu, sesuangguhnya
pidana pemilu. setelah selesai penyidikan sudah bisa dibuat
dakwaan, ini kan tidak”
Landasan Yuridis - Lanjutnya, seringkali terjadi perbedaan
- Perbawaslu No. 9 Tahun 2018 tentang Sentra pemahaman antara Bawaslu dengan Polri dan
Penegakan Hukum Terpadu juga Kejaksaan. Hal ini membuat proses dari
penyidikan yang hanya bisa dilakukan oleh
Filosofis Polri seringkali tidak ditindaklanjuti ke tahap
- Gakkumdu penting untuk menjaga marwah pengadilan.
legitimasi pemilu, dan bukan hanya lagi - Anggota KPU RI, I Dewa Kade Raka Sandi
berperan dalam penindakan hukum. mengatakan bahwa sejumlah penanganan
tindak pidana Pemilu bukan hanya berakhir
Empiris pada tahap penyidikan saja, seringkali terhenti
- Keberadaan Gakkumdu sesuai dengan nafas pada tahap penyelidikan.
penegakan hukum pemilu, hanya saja dalam - Contoh kasus caeng provinsi yang LPPDK-
proses pelaksanaan di lapangan, keberadaan nya nol, tidak ada penerimaan dan
Gakkumdu belum mampu memberikan pengeluaran dana kampanye sama sekali.
pengaruh besar untuk menekan angka tidak Dalam hal ini KPU merasa tidak mungkian
pidana pemilu – hal ini terjadi karena ada caleg yang tidak mengeluarkan dana
peraturan hukum yang masih memiliki potensi kampange sama sekali.
terjadinya kesimpangsiuran dalam penafsiran, - “Ada caleg yang LPPDK nya nol namun di
moralitas penegak hukum yang tebang pilih, saldo rekening dana kampanyenya ada”
dan kesadaran masyarakat akan hukum yang - KPU dalam hal ini sudah melakukan upaya
masih rendah terkait tindak pidana pemilu. klarifikasi dan berakhir pada tingkat kedua
- Kenaikan tren pelanggaran pidana pemilu karena kejaksaan dan polri mengatakan tidk
memberikan trigger kuat untuk membentuk ada ketentuan yang dilanggar jadi unsur
penegak hukum pidana pemilu yang pidananya tidak memenuhi ketentuan.
profesional dan memiliki kompetensi untuk - Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo
melakukan penindakan dalam pemilu. mengakui bahwa ada beberapa masalah di
sentra gakkumdu yang diakibatkan oleh Polti
dan Kejaksaan, ia menemukan fakta bahwa
ada intervensi politik di dalam proses sentra
gakkumdu.
- Lanjutnya, sejak hadirnya sentra gakkumdu,
wewenang bawaslu menjadi terbatas, karena
bawaslu tidak punya wewenang sama sekali
terkait barang bukti tindak pidana
pemilu,semuanya diserahkan ke kepolisian
dan kejaksaan
MOSI PENGUNDURAN DIRI KEPALA DAERAH DALAM PENCALONAN ANGGOTA DPR DAN
DPRD

Pro Kontra
Bahwa baik kepala daerah maupun wakil kepala Terjadinya ketidakadilan
daerah, pada dasarnya merupakan orang-orang Dalam sistem hukum administrasi negara Indonesia,
yang telah memperoleh kepercayaan dari rakyat jabatan politik bukan saja kepala daerah dan wakil
yang memilihnya untuk memimpin penyelengaraan kepala daerah, tetapi juga jabatan seperti anggota
pemerintahan di daerah sampai berakhir masa DPR, anggota DPD, anggota DPRD dan jabatan
jabatannya. Namun dengan mencalonkan diri politik lainnya. Sementara, ketentuan dalam UU
sebagai anggota DPR, DPD, dan DPRD yang Pemilu , persyaratan mundur secara permanen
notabene merupakan jabatan legislatif di tengah - hanya diperuntukan bagi kepala daerah dan wakil
tengah masa jabatannya, secara filosofis, kepala kepala daerah, tidak bagi warga negara pada jabatan
daerah dan wakil kepala daerah tersebut politik lainnya.
sesungguhnya telah mengenyampingkan Walaupun jabatan kepala daerah dan wakil kepala
kepercayaan rakyat terhadapnya. daerah serta jabatan anggota DPR, DPD dan DPRD
berbeda, dimana yang satu merupakan jabatan
Bahwa Kekuasaan struktural yang begitu besar pada politik di eksekutif, dan yang lain adalah jabatan
kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut, politik di lembaga legislatif, namun tidak ada alasan
sangat potensial untuk disalahgunakan oleh kepala untuk memberlakukan keduanya secara berbeda.
daerah dan wakil kepala daerah jika mereka Sebab, secara genetika, keduanya sama, yaitu sama-
mencalonkan diri dalam Pemilihan Umum Anggota sama jabatan politik. Oleh karena itu, perlakuan
DPR, DPD, dan DPRD. Jika hal ini dibiarkan maka yang tidak sama antara keduanya tentunya akan
kemungkinan besar akan terjadi persaingan yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
tidak adil antara warga negara biasa (anggota DPR, Selain itu, norma dimaksud juga tidak memenuhi
DPD, dan DPRD) dengan kepala daerah dan wakil asas keadilan, karena terkategori sebagai ketentuan
kepala daerah yang mencalonkan diri dalam yang tidak proporsional. Sebab, jika alasan
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dimuatnya persyaratan mundur permanen adalah
untuk menghindari konflik kepentingan (conflict of
Bahwa untuk menghindari terjadinyainterest), maka calon anggota legislatif yang sedang
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh menjabat sebagai kepala daerah seharusnya cukup
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sejak pendaftaran sampai
mencalonkan diri dalam Pemilihan Umum Anggota dengan ditetapkannya calon anggota DPR, DPD dan
DPR, DPD, dan DPRD dalam rangka mewujudkan DPRD terpilih oleh KPU, atau cukup menjalani cuti di
pemilu yang adil dan tidak diskriminatif, maka luar tanggungan negara selama proses pemilihan
ketentuan Pasal 12 huruf k, Pasal 51 ayat (1) huruf k,
umum, khususnya dalam proses pelaksanaan
Pasal 51 ayat (2) huruf h dan Pasal 68 ayat (2) hurufkampanye yang cukup rentan terhadap
h UU Pemilu mewajibkan kepala daerah dan wakil penyalahgunaan kekuasaan (Pasal 87 UU 8/2012).
kepala daerah untuk mengundurkan diri yang
dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang Inkonsistensi terhadap norma yang lebih tinggi
tidak dapat ditarik kembali sejak mengajukan diri Bahwa seluruh hak konstitusional untuk menjadi
sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, dan DPRD. calon anggota DPR, DPD, maupun DPRD yang
dijamin dalam Pasal 27 ayat (1), 28D ayat (1), 28D
Bahwa mengenai mundur dari kepala daerah, ayat (3), 28I,dan lain sebagainya sudah dijamin,
Mahkamah berpendapat, baik kepala daerah atau tetapi menjadi soal ketika norma yang seharusnya
wakil kepala daerah maupun anggota DPR, DPD dan memperoleh legitimasi dan legalitasnya dari norma
DPRD tetap sama-sama diberi kesempatan dan yang lebih tinggi justru bertentangan karena di
mendapatkan jaminan serta pengakuan untuk dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
diperlakukan sama di dalam hukum dan keseluruhan norma yang diuji dimohon diuji.
MOSI PENGUNDURAN DIRI KEPALA DAERAH DALAM PENCALONAN ANGGOTA DPR DAN
DPRD
pemerintahan. Hanya prosesnya yang berbeda Ada keharusan mengundurkan diri dari jabatan
karena kondisi atau kualifikasi kedua jabatan secara permanen yang menciptakan inkonsistensi
tersebut berbeda. Oleh karenanya ketentuan dengan norma yang lebih tinggi, yaitu norma yang
mengenai pengunduran diri kepala daerah atau lebih tinggi itu tolak ukur keabsahan dari pada
wakil kepada daerah yang mencalonkan diri menjadi norma yang disebutkan lebih rendah.
anggota DPR, DPD, atau DPRD tidak berkaitan
dengan pelanggaran terhadap prinsip kesamaan di Diskriminasi hak politik kepala daerah
hadapan hukum dan pemerintahan yang ditentukan Sejatinya kita memang sangat khawatir bahwa para
dalam konstitusi. petahana berpotensi menggunakan atau
memanfaatkan posisi yang dimilikinya untuk meraih
dukungan pemilih. Namun sangat amat
disayangkan, syarat demikian hanya ditujukan bagi
kepala daerah dan wakil kepala daerah semata,
tidak untuk petahana lainnya. Padahal, petahana
dalam Pemilu tidak hanya kepala daerah dan wakil
kepala daerah, melainkan juga pejabat lainnya yang
juga sama-sama dipilih melalui Pemilu.

Pertanyaannya, apakah hanya kepala daerah dan


wakil kepala daerah sajakah yang potensial
menyalahgunakan jabatan dalam keikutsertaan
pada Pemilu maupun Pemilu kepala daerah?
Sehingga hanya kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang dipersyaratkan mundur. Bukankah
semua pejabat (termasuk anggota DPR, DPD dan
DPRD) yang berada dalam posisi sebagai petahana
juga memiliki potensi yang sama untuk
menyalahgunakan kekuasaan dalam Pemilu? Lantas
mengapa hanya kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang diharuskan mundur secara permanen?

Dalam hal ini, sekiranya betul-betul ingin membuat


aturan pemilu yang lebih fair semua kontestan,
seharusnya persyaratan yang ditentukan bagi semua
petahana tidak boleh dibedakan. Apalagi jamak
dipahami, sekalipun kepala daerah merupakan
jabatan pada ranah kekuasaan eksekutif dan
anggota DPR, DPD dan DPRD pada ranah kekuasaan
legislatif, namun keduanya sama-sama jabatan
politik sehingga semuanya harusnya diperlakukan
dengan cara yang sama pula.
MOSI: Parlementery Threshold 4%

Pro Kontra
Penyederhanaan partai Putusan MK Nomor 52/PUU-X/2012 ini
memberikan amar putusan untuk mengabulkan
Parliamentary Threshold ditujukan untuk sebagian permohonan yaitu berkaitan dengan sifat
penyederhanaan sistem kepartaian yang ada di inkonstitusional pemberlakuan Parliamentary
Indonesia. Melihat pada pengalaman Pemilu 2014, Threshold secara nasional. Dengan pembatalan
partai-partai politik yang tidak lolos Electoral Parliamentary Threshold secara nasional tersebut,
Threshold hanya berubah nama untuk bisa ikut maka besaran Parliamentary Threshold hanya
pemilu 5 tahun selanjutnya. Fenomena tersebut berlaku untuk pemilihan anggota DPR tanpa
menurut Ferry Mursyidan Baldan, tidak sehat untuk diikutkan untuk perhitungan suara calon anggota
menciptakan iklim kepartaian karena Parliamentary DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Dalam
Threshold ada untuk mendorong pembangunan pertimbangan hukum Putusan MK ini, mahkamah
partai politik yang lebih sehat mengingat peran dan berpendapat bahwa pemberlakuan Parliamentary
fungsi sebuah partai politik telah diatur dengan Threshold secara nasional tidak mengakomodasi
sangat jelas dan tegas dalam UUD NRI 1945 dan semangat persatuan dalam keberagaman,
peraturan perundang-undangan. berpotensi menghalangi aspirasi politik di tingkat
Menguatkan sistem presidensial daerah serta bertentangan dengan kebhinekaan dan
Bahwa untuk menciptakan sistem presidensial yang kekhasan aspirasi politik yang beragam di setiap
kuat dengan keberadaan lembaga perwakilan yang daerah. Dengan diberlakukannya Parliamentary
efektif sebagai penopang subsistemnya. Threshold secara nasional, maka dapat mengurangi,
Keberadaan dan efektifnya lembaga perwakilan membatasi dan menghilangkan hak berpolitik
tidak bisa dilepaskan dari banyaknya faksi-faksi masyarakat di daerah. Karena bisa jadi partai politik
kekuatan politik yang ada di lembaga legislatif pusat. yang tidak lolos Parliamentary Threshold secara
Dalam sistem presidensial dukungan lembaga nasional, namun di beberapa daerah memperoleh
legislatif menjadi suatu aspek penting dalam suara cukup signifikan atau bahkan peraih suara
perjalanannya. Secara teoritis, sistem presidensial mayoritas. Tentunya, hal ini bertentangan dengan
akan semakin kuat apabila mendapat dukungan prinsip kedaulatan rakyat, hak politik dan
yang memadai dari parlemennya. Dengan demikian, rasionalitas.
dukungan faksi-faksi politik akan memperkuat
berjalannya sistem presidensial. Sehingga semakin Representasi yang Tidak Proporsional:
sedikit partai politik yang ada di lembaga perwakilan
maka semakin efektif pelaksanaan fungsi dari Parliamentary threshold sebesar 4% dapat
lembaga-lembaga tersebut. menyebabkan perwakilan politik yang tidak
Kenaikan ambang batas menjadi 4% pun bertujuan proporsional di parlemen. Partai-partai kecil dengan
untuk membangun kehidupan politik dengan dukungan yang signifikan tetapi tidak mencapai
menciptakan stabilitas antara sistem kepartaian ambang batas akan kehilangan kesempatan untuk
dengan pemerintahan presidensial dalam suasana duduk di parlemen. Akibatnya, sejumlah suara
mewujudkan check and balances. pemilih dapat terabaikan dan mengurangi
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem keragaman pandangan politik di legislatif.
multipartai memang seringkali mengalami kesulitan
dalam penerapan sistem presidensial, bisa Menghanguskan suara
dikarenakan sistem multipartai justru mengganggu Peningkatan ambang batas parlemen memiliki efek
stabilitas sistem pemerintahan presidensial itu samping berupa terbuangnya suara pemilih secara
sendiri. Adapun yang sering terjadi apabila Presiden sia-sia. Karena bagi partai politik perolehan
tidak mampu mendapat dukungan kurang dari
MOSI: Parlementery Threshold 4%

ambang yang ada karena dominannya partai oposisi suaranya yang tidak mencapai angka ambang batas
di parlemen, maka sulit bagi Presiden untuk minimal tidak akan dikonversi menjadi kursi.
menentukan kebijakan-kebijakan strategis bagi Bahwa dampak perubahan terhadap partai politik
berjalannya pemerintahan. Selain itu, dampak lain yang tidak memenuhi parliamentary threshold di
adalah kurangnya atau tidak berfungsinya sistem pemilihan umum yakni hangusnya suara-suara
presidensial bahkan yang terburuk dapat terjadi partai kecil, dan angka yang ditetapkan dalam
pada kegagalan pemerintahan parliamentary threshold menjadikan partai politik
Historis semakin sulit untuk mengirimkan wakil-wakilnya ke
Secara historis, PT parlemen. Dampak lain, menguatkan kelompok-
mulai diterapkan di Indonesia pada Pemilu Tahun kelompok partai mayoritas karena dengan angka
2009, sebagaimana berdasarkan Pasal 202 ayat (1) parliamentary threshold 4% menjadikan partai-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 partai besar langgeng dalam kelembagaan partai.
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Tidak Selaras dengan Prinsip Demokrasi:
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(selanjutnya disebut UU No. 10 Tahun 2008), Prinsip dasar demokrasi adalah bahwa setiap suara
mengatur bahwa: pemilih memiliki nilai yang sama. Dengan
“Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi parliamentary threshold, suara pemilih yang
ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya diberikan kepada partai-partai yang tidak mencapai
2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara ambang batas menjadi tidak berarti dan bisa
sah secara nasional untuk diikutkan dalam dianggap sia-sia. Ini bertentangan dengan prinsip
penentuan perolehan kursi DPR.” inklusivitas dan representasi dalam demokrasi.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 203 ayat (2) UU No.
10 Tahun 2008, mengatur bahwa: Memicu Sistem Partai yang Tidak Sehat:
“Suara untuk penghitungan perolehan kursi DPR di
suatu daerah pemilihan ialah jumlah suara sah Parliamentary threshold sebesar 4% dapat memicu
seluruh Partai Politik Peserta Pemilu dikurangi terbentuknya sistem partai yang tidak sehat, di
jumlah suara sah Partai Politik Peserta Pemilu yang mana partai-partai kecil atau baru harus berkoalisi
tidak memenuhi ambang batas perolehan suara ... .” dengan partai besar untuk mencapai ambang batas.
Dari perolehan suara dan berdasarkan Pasal 203 Hal ini dapat menyebabkan terciptanya koalisi yang
ayat (1) jo. Pasal 203 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008, tidak stabil dan terbentuknya pemerintahan yang
hanya 9 (sembilan) Partai Politik yang mencapai rentan terhadap konflik internal.
ambang batas dari 38 partai politik yang ada.
Adapun 19.048.653 suara sah Partai Politik Peserta Pembatasan demokrasi berlapis
Pemilu kemudian dibuang, karena tidak memenuhi Sejatinya pembuatan partai politik harus memenuhi
ambang batas perolehan suara. syarat partai politik peserta Pemilu antara lain:

Pemilu Tahun 2014, PT sebagaimana berdasarkan 1. Berbadan hukum sesuai dengan ketentuan
Pasal 208 Undang-Undang Republik Indonesia Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Memiliki kepengurusan di seluruh daerah provinsi
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan 2. Memiliki kepengurusan paling sedikit di 75 persen
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat jumlah daerah kabupaten/kota di provinsi yang
Daerah (selanjutnya disebut UU No. 8 Tahun 2012), bersangkutan
mengatur bahwa: 3. Memiliki kepengurusan paling sedikit di 50 persen
“Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi jumlah kecamatan di daerah kabupaten/kota yang
ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya bersangkutan
3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah
MOSI: Parlementery Threshold 4%

secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan 4. Menyertakan paling sedikit 30 persen
perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai
DPRD Kabupaten/Kota.” politik tingkat pusat dan memerhatikan 30 persen
Selanjutnya berdasarkan Pasal 209 ayat (2) UU No. 8 keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai
Tahun 2012, mengatur bahwa: politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota,
“Suara untuk penghitungan perolehan kursi DPR, 5. Memiliki anggota paling sedikit 1.000 orang atau
DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di suatu 1/1.000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan
daerah pemilihan ialah jumlah suara sah seluruh partai politik.
Partai Politik Peserta Pemilu dikurangi jumlah suara
sah Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak Dari persyaratan yang telah diatur dalam Undang-
memenuhi ambang batas perolehan suara ... .” undang (UU) 7 Tahun 2017, membuat mekanisme
Dari perolehan suara 2014 berdasarkan Pasal 203 jo. yang berlapis-lapis dan membuat partai setelah
Pasal 209 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2012, terdapat 10 memenuhi syarat sebagai peserta pemilu, partai
dari 12 Partai Politik yang mencapai ambang batas. harus lolos parlementer Threshold sebanyak 4%
Adapun 2.968.844 suara sah Partai Politik Peserta agar memperoleh kursi anggota DPR pada dapilnya.
Pemilu kemudian dibuang, karena tidak memenuhi Sehingga diperlukan adanya pembatasan demokrasi
ambang batas perolehan suara. berlapis agar tidak menghilangkan kesempatan
Pemilu Tahun 2019, PT sebagaimana berdasarkan seorang calon legislator yang memperoleh kursi
Pasal 414 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017, mengatur anggota DPR pada dapilnya, jika Partai Politik
bahwa: pengusung calon tersebut tidak memenuhi
“Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi Parlementer Threshold
ambang batas perolehan suara paling sedikit 4%
(empat persen) dari jumlah suara sah secara
nasional untuk diikutkan dalam penentuan
perolehan kursi anggota DPR.”
Selanjutnya berdasarkan Pasal 415 ayat (1) UU No. 7
Tahun 2017, mengatur bahwa:
“Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi
ambang batas perolehan suara ... tidak disertakan
pada penghitungan perolehan kursi DPR di setiap
daerah pemilihan.”
Dari perolehan suara tahun 2019 berdasarkan Pasal
414 ayat (1) jo. Pasal 415 ayat (1) UU No. 7 Tahun
2017, hanya 9 (sembilan) dari 16 Partai Politik yang
mencapai ambang batas. Adapun 14.458.842 suara
sah Partai Politik Peserta Pemilu kemudian dibuang,
karena tidak memenuhi ambang batas perolehan
suara.

Anda mungkin juga menyukai