Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ivan Farhan Sarkazy

NIM : D10120018

Kelas : Hukum Parpol dan Pemilu BT14 (F)

Tugas!

1. Bagaimana pelaksanaan pemilu dengan system noken di Papua?


Jawaban:
Keunikan Papua tidak hanya dari alam, bahasa, seni dan budayanya saja,
tetapi keunikan pemilu atau pilkada dengan menggunakan Noken. Noken adalah
tas (sejenis kantung) tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan
menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Berbeda dengan di daerah
lainnya pemilih langsung memilih partai atau tokoh tanpa diwakilkan. Noken
adalah sistem pemilihan di mana pemilih tidak dapat langsung memilih sesuai
dengan kehendaknya, tetapi diwakilkan pemimpin adat di wilayahnya. Terdapat
dua pola mekanisme noken yang dipakai dalam sistem ini yaitu pertama, pilihan
suara seluruh anggota suku, diwakilkan oleh kepala sukunya masing-masing.
Kedua, Noken berfungsi sebagai pengganti kotak suara dengan mana kertas suara
pemilih, dimasukkan dalam noken-Noken yang digantung sesuai jumlah partai
atau pasangan calon. Sistem pemilihan noken ini adalah merupakan simbol
musyawarah tertinggi untuk penentuan pendapat di Papua, tanpa rahasia dan lebih
mementingkan musyawarah untuk mufakat dalam suku-suku di Papua. Dengan
demikian, noken dapat disejajarkan sistem pemilihan hasil dari musyawarah
bersama rakyat di mana warga Papua dapat melihat kesepakatan (aklamasi) dan
ketetapan suaranya melalui Noken. Sejarah lahirnya noken tidak dapat dilepaskan
dari faktor geografis dan ketersebaran masyarakat di wilayah pegunungan itu
sendiri atau mereka yang hidup tanpa akses informasi, transportasi, atau pun
komunikasi. Kondisi geografis wilayah Papua dengan kontur pengungunan yang
berliku dan tidak mudah dijangkau. Hutan lebat yang tidak mudah untuk dilalui
sehingga secara operasional menghambat proses pengiriman surat suara dan kotak
suara secara merata dalam waktu bersamaan penghitungan suaranya di Papua. Di
samping faktor data kependudukan tetap yang sering berubah-ubah dan tidak
mudah untuk memutahirkan data terakhir juga menjadi masalah tersendiri yang
tidak mudah dipecahkan. Tidak mudah untuk menjangkau distrik-distrik dan
sebaran masyarakat banyak di pegunungan. Biaya yang tidaklah sedikit
dikeluarkan bagi para caleg untuk mensosialisasikan visi-misinya sehingga
menjadikan noken sebagai salah satu tradisi penduduk Papua yang dijadikan
sistem dalam pemungutan suara. Sistem ini memberikan kepercayaan kepada
pemimpin atau orang yang dituakan untuk memilihnya. Noken telah dilegitimasi
dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Keputusan MK Nomor 47-
81/PHPU.A-VII/2009. Kasus ini bermula dari pemilihan model Noken ini
terungkap dalam sidang perkara Nomor 47-81/PHPU.A/VII/2009 di Mahkamah
Konstitusi yang diajukan oleh dua orang pemohon, yaitu Pdt. Elion Numberi dan
Hasbi Suaib, S.T. Sebenarnya yang dipersoalkan kedua pemohon ini adalah
tentang perselisihan hasil pemilu untuk anggota DPD, jadi bukan
konstitusionalitas Noken sebagai model pemilihan, tetapi mau tidak mau,
pemilihan model noken ini terkait langsung dengan sahnya pemilihan dan jumlah
suara yang tengah diperselisihkan, sehingga ketika suara yang didapat dari
pemilihan model noken dinyatakan sah, maka secara implisit pemilihan model
Noken diakui sebagai salah satu tata cara pemilihan yang konstitusional. MK juga
menegaskan bahwa dalam kebudayaan masyarakat asli Papua, Noken adalah
merupakan kantong khas yang memiliki fungsi dan makna yang luhur bagi
masyarakat asli Papua. Secara filosofis menjadi makna status sosial, identitas diri
dan perdamaian. Di dalam diktum akhirnya, MK berpendapat sistem pemungutan
suara dengan Noken sah menurut hukum, karena telah dijamin keberadaannya oleh
Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi (MK) melalui
putusan MK No. 47-81/PHPU-A-VII/2009 menyatakan “Menimbang bahwa
Mahkamah dapat memahami dan menghargai nilai budaya yang hidup di kalangan
masyarakat Papua yang khas dalam menyelenggarakan pemilihan umum dengan
cara atau sistem ‘kesepakatan warga’ atau aklamasi. Mahkamah menerima cara
pemilihan kolektif (kesepakatan warga atau aklamasi) yang telah diterima
masyarakat Kabupaten Yahukimo tersebut karena jika dipaksakan pemilihan
umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikhawatirkan
akan timbul konflik di antara kelompok-kelompok masyarakat setempat”. Dengan
pertimbangan MK ini, maka cara pemungutan suara dengan sistem Noken sudah
lama diakui dan diterima. Penggunaan sistem noken yang telah disahkan dengan
putusan MK No. 47/81/PHPU.A/VII/2009 adalah bukti kuat sebagai budaya asli
Papua diamini oleh MK sebagai pengawal konstitusi bangsa Indonesia. Namun
sebagai sistem, noken juga terdapat kelemahan, salah satunya adalah
ketidakmampuan untuk dapat memantau apakah jumlah pemilih di dalam satu
suku meningkat atau menurun karena perkawinan, kematian, dan mobilitas
geografis. Bukan hanya itu saja, kendala geografis turut mempersulit keadaan. Hal
ini karena kondisi geografis dari wilayah pegunungan Papua membuat
infrastruktur penyelenggara Pemilu dapat dikatakanlah belum siap. Panitia
Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia
Pemutakhiran Data Pemilih (Pantralih) yang di beberapa distrik ternyata
mengalami kendala yang sangat sulit untuk dapat menentukan daftar pemilih
sementara pemilih. Kelemahan terjadi karena sistem Noken dikuasai kepala suku
yang telah mendaftarkan anggota sukunya sebagai pemilih, kepada petugas
pendaftaran atau Pantarlih. Proses pendaftaran ini tidak dilakukan berdasar prinsip
satu orang satu pendaftaran, sehingga ketidakmampuan untuk memantau lebih
lanjut menjadi tidak mudah juga dijalankan. Tetapi di balik kelemahan yang ada
tidak berarti bahwa di tanah Papua tidak ada proses demokrasi. Tetaplah dapat
dikatakan ada demokratisasi di wilayah timur Indonesia dengan keunikan dan
kekhas tersendiri. Papua tetaplah berdemokrasi dengan caranya tersendiri dan itu
telah dikukuhkan dan disahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Papua tetaplah bersatu
dengan Indonesia.

2. Buktikan bahwa asas rahasia dan asas jujur itu mahal


Jawaban:
Asas rahasia berarti pemilih berhak merahasiakan pilihannya baik itu
pemilihan umum eksekutif maupun legislatif. Azas ini sebaiknya memang tetap
dijaga, termasuk dalam persidangan PHPU yang menghadirkan saksi dari pihak
teradu atau KPU. Selain itu, KPU juga tidak ada salahnya membuktikan bahwa
asas kerahasiaan pemilih dalam TPS juga terjaga di luar materi gugatan pokok di
PHPU. Asas jujur merupakan asas yang paling besar tantangannya dalam PHPU,
terutama bagi KPU selaku pihak tergugat. KPU dalam bersidang harus
memberikan bukti, data, dan saksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Termasuk, kronologi tentang formulir C1, DAA1, DA1, DB1, DC1, dan DD1
serta bagaimana tindak lanjut terhadap formulir C2, DA2, DB2, DC2, dan DD2
dalam rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. Selain itu, asas kejujuran
juga wajib ditaati dari pihak peserta pemilihan umum, baik itu pihak penggugat
maupun pihak terkait dengan memberikan bukti, data, dan saksi yang tidak
direkayasa ataupun dibuat-buat. Selain itu, memang adanya pelanggaran-
pelanggaran pemilihan umum tidak semua dapat disidangkan dan disidangkan
dalam PHPU di MK tergantung jenis pelanggarannya apakah cukup di bawaslu,
gakkumdu (penegakkan hukum terpadu), kepolisian, atau bahkan DKPP (Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Maka, pihak penggugat, tergugat, dan terkait
juga sebaiknya fokus terhadap dugaan pelanggaran yang memang dapat menjadi
materi yang disidangkan di MK.

Anda mungkin juga menyukai