Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER HUKUM TATA

NEGARA

Oleh:
I Gede Ananda Krishna
22220212

DOSEN
Putu Eva Ditayani Antari S.H., M.H., CCD.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL DENPASAR

Tahun Ajaran
2022/2023
ANALISIS SISTEM PEMILIHAN UMUM NOKEN DI PROVINSI PAPUA DALAM
PRINSIP DEMOKRASI DAN SISTEM HUKUUM NASIONAL

Noken adalah nama tass khass Papua. Namun dalam surusan masalah Pemilu atau Pilkada,
noken adalah sebuah sistem. Ada dua pola yang dipakai dalam sistem ini. Pola pertama, pilihan
suara seluruh anggota suku, diwakilkan kepada kepala suku masing-masing. Pola kedua, noken
berfungsi sebagai pengganti kotak suara. Di mana kertas suara pemilih, dimasukkan dalam
noken-noken yang digantung dan dihitung sesuai jumlah beberapa partai atau pasangan calon
yang akan mewakili suatu daerah di Papua. Praktek semacam itu mendapat kritik tajam dari
banyak pihak sejak diterapkan secara terpisah di sejumlah kabupaten. Sistem noken tidak
menerapkan praktek demokrasi yang sesungguhnya. Sistem noken membunuh hak perorangan
untuk memilih dengan hati nurani, siapa yang harus dia pilih. Karena, sistem ini menggunakan
bigman atau kepala suku, mengklaim suara salah satu kampung dan diberikan ke salah satus
calon dari beberapa calon. Beberapa hal di putusan Mahkamah Konstitusi terkait penggunaan
sistem noken di Provinsi Papua pun dinilai tidak konsisten dalam perannya sebagai penjaga
konstitusi, negara hukum, dan demokrasi, serta hak asasi manusia di Provinsi Papua. Beberapa
putusan Mahkamah Konstitusi terkait penggunaan sistem noken di Provinsi Papua pun dinilai
tidak konsisten dalam perannya sebagai penjaga konstitusi, negara hukum, dan demokrasi,
serta hak asasi manusia di Provinsi Papua. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan
menganalisis tentang tata cara penggunaan sistem noken pada pemilihan umum di Provinsi
Papua, penerapan keadilan substantif oleh penyelengara pemilu di Provinsi Papua serta untuk
mengetahui dan menganalisis implikasi dari inkonsistensi Mahkamah Konstitusi dalam
putusannya terkait penggunaan sistem noken pada pemilihan umum di Provinsi Papua.
Penelitian ini lebih menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang dilengkapi dengan data
empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Implikasi dari penggunaan sistem
noken ternyata menimbulkan diskriminasi antar suku di Provinsi Papua, melanggar prinsip
negara hukum, demokrasi serta Hak Asasi Manusia. Kata kunci: Noken, Putusan MK, Prinsip
Demokrasi, Sistem Hukum Nasional, dan Pluralisme Hukum. Negara Kesatuan Republik
Indonesia telah menjamin hak memilih dan dipilih sebagai hak konstitusional warga negara
Indonesia yang diakui dan diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945. Sebagai Negara yang menjunjung nilai-nilai demokrasi, maka proses memilih orang
untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu perlu diadakan Pemilihan Umum yang
diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sebagai penyelenggara
Pemilihan Umum. Penyelenggaraan Pemilihan Umum di sebagian wilayah Papua memiliki
karakter tersendiri karena pelaksanaannya yang berbeda dari Pemilihan Umum secara
umum.Jika selama ini kita hanya mengenal bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum di dalam
daerah pastinya dilaksanakan secara “Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia” (Luberjudil),
maka ada sebagian wilayah di Papua yang masih menggunakan Pemilihan Umum dengan
sistem noken dan/atau sistem ikat. Hal ini disebabkan karena kebudayaan masyarakat adat
Papua dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersamadilakukan
melalui rapat musyawarah dengan melibatkan warga masyarakat secara keseluruhan atau
orang-orang tertentu (“Pria Berwibawa” atau “The Big Man”) saja sebagai perwakilan untuk
mengambil keputusan. Praktek noken dalam pelaksanaan putusan pemilu di Papua telah
dilaksanakan paling tidak sejak pemilu tahun 1971 dan masih dipraktekkan sampai pada
penyelenggaraan Pemilukada Tahun 2018 di Provinsi Papua. Mahkamah Konstitusi sendiri
telah melegitimasi praktek tersebut melalui amar putusannya yaitu Putusan No.47-
48/PHPU.A-VI/2009 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Kabupaten
Yahukimo dan diperkuat melalui Putusan No. 06-32/PHPU-DPD/XII/2014 tentang
Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014.2 Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
penyelenggara pemilu telah mengatur mekanisme pelaksanaan sistem noken tersebut melalui
Keputusan KPU Provinsi Papua No 1/Kpts/Kpuprov.030/2013 Tentang Juknis Tata Cara
Pungut Hitung Suara..Noken Sebagai Pengganti Kotak Suara3 menimbulkan persoalan pilkada
yang ditandai dengan jumlah sengketa pilkada Provinsi Papua di MK. Menurut catatan Kapolda
Papua, Irjen Paulus Waterpauw, konflik pilkada di Papua tahun 2017 ini telah berjumlah enam
kasus yang tengah diproses pihak kepolisian daerah Papua. Dari sejumlah kasus yang diangkat
melalui media massa terkait pilkada di Provinsi Papua, penulis membaginya ke dalam beberapa
kategori. Pertama, pola bigman, dismana pemberian suara diserahkan satu atau diwakilkan
kepada ketua adat. Dalam pola ini, warga sepenuhnya dan menyerah kanspilihan kepada
pemimpin sebagai ekspresi ketaatan. Kedua, netralitas penyelenggara pilkada yang rendah.
Beberapa kasus yang memperlihatkan hal tersebut tampak dalam kasus KPU Intan Jaya dan
Puncak Jaya. KPU Intan Jaya dan KPU Puncak Jaya dalam menetapkan pemenang pilkada
tidak dalam menghitung suara di semua distrik.5 Bahkan rekomendasi dari pihak Pengawas
Pemilu (Panwaslu) Tolikara kepada KPU Tolikara agar dilakukan pemungutan suara ulang
tidak dilakukan KPU Tolikara. Penyebab ketidaknetralan penyelenggara pilkada biasanya
disebabkan karena faktor ekonomi dan memanfaatkan kondisi geografis di daerah pegunungan
yang sulit untuk diawasi. Putusan Mahkamah Konstitusi juga tidak diikuti dengan perubahan
undang-undang tentang pemilihan umum dan atau pemilihan kepala daerah. Provinsi Papua
sebagai salah satu daerah otonomi dan desentralisasi simetris dan juga asimetris melalui
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua tidak
melihat ini sebagai sesuatu yang urgen yang perlu diatur dalam PERDASI ataupun
PERDASUS. Selama 11 kali pemilihan umum dilaksanakan di Republik Indonesia, tidak ada
satu pasalpun dalam undang-undang pemilihan umum yang mengatur tentang hal-hal khusus
yang seharusnya diberlakukan secara khusus di daerah khusus dan dengan aturan khusus
sebagai penghormatan terhadap masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang
hingga saat ini masih hidup ditengah- tengah masyarakat di Povinsi Papua. Implikasi dari
penggunaan sistem noken ternyata menimbulkan diskriminasi antar suku di Provinsi Papua,
melanggar prinsip negara hukum, demokrasi serta Hak Asasi Manusia. Penelitian ini
selanjutnya difokuskan untuk melihat bagaimana perdebatan tentang sistem noken ini dalam
konteks perlindungan terhadap hak-hak sipil warga, demokrasi, pluralisme hukum dan pada
tujuan yang lain bagaimana dinamika empiris di lapangan sehingga walaupun dalam magnitude
yang rendah, sistem noken ini tetap mendapatkan resistensi dari berbagai pihak.

INTERPRETASI DEMOKRASI DALAM SISTEM MEKANIS TERBUKA


PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

Demokrasi merupakan konsep umum yang diterapkan di seluruh negara-negara modern dengan
mendasarkan pada prinsip kedaulatan rakyat dan pemenuhan hak-hak politik warga negara.
Perwujudan demokrasi salah satunya diwujudkan melalui terselenggaranya pemilihan umum
sebagai sarana legalitas dan legitimasi suksesi pemerintahan. Pemilihan umum dalam
pandangan Syamsudin Haris, merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat, yang
bersifat langsung, terbuka, massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Pemilu adalah wujud nyata
demokrasi prosedural, meskipun demokrasi tidak sama dengan pemilihan umum, namun
pemilihan umum merupakan salah satu aspek demokrasi yang sangat penting yang juga harus
diselenggarakan secara demokratis. Oleh karena itu, lazimnya di negaranegara yang
menamakan diri sebagai negara demokrasi mentradisikan Pemilu untuk memilih pejabat-
pejabat publik di bidang legislatif dan eksekutif baik di pusat maupun daerah. Selayaknya
negara-negara modern, Indonesia berupaya untuk mewujudkan paham kedaulatan rakyat dan
demokrasi melalui penyelenggaraan pemilihan umum. Dengan adanya pemilihan umum maka
rakyat akan dimungkinkan untuk turut serta menentukan arah pemerintahan suatu negara.
Aspirasi warga negara dalam pemilihan umum tersebut disalurkan melalui wakil rakyat
terpilih, yang diberikan kewenangan oleh warga negara untuk mengawasi jalannya
pemerintahan. Pada awal masa kemerdekaan, pemilihan umum diselenggarakan untuk
menentukan wakil rakyat yang duduk pada lembaga perwakilan rakyat. Namun pada tahun
2004 era pemilihan umum di Indonesia tidak hanya memilih wakil rakyat melainkan memulai
sejarah baru pemilihan umum presiden secara langsung. Pemilihan umum tahun 2004 inilah
dapat disebut sebagai awal mula perubahan sistem pemilu mekanis di Indonesia dari sistem
mekanis tertutup ke dalam sistem mekanis terbuka. Hal ini karena tiap-tiap warga negara
memiliki hak langsung untuk memilih wakil rakyat dan presidennya. Partai politik dalam hal
ini tidak lagi dapat mendistribusikan suara yang diperoleh secara proporsional sesuai nomor
urut calon wakil rakyat, melainkan sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh perorangan
calon wakil rakyat. Meskipun demikian sistem pemilu mekanis terbuka ini tidak terlepas dari
berbagai variasi. Oleh karena itulah akan dilakukan kajian mengenai berbagai variasi mengenai
implementasi sistem mekanis terbuka tersebut dalam pemilu di Indonesia. Berdasarkan uraian
Pendahuluan tersebut, maka dapat dikemukakan rumusan masalah yaitu: pertama, apakah
sistem pemilu mekanis terbuka telah sesuai dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat?
Kedua, bagaimana implementasi sistem pemilu mekanis terbuka dalam sejarah pemilu di
Indonesia? Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Menurut
Abdulkadir Muhamad penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengkaji norma hukum
dalam berbagai aspek kecuali penerapan atau implementasi dari norma hukum yang dikaji.
Penelitian ini sendiri merupakan penelitian hukum normatif (normative legal study) karena
penelitian ini mengkaji mengenai analisis sistem pemilu yang diterapkan di Indonesia dari
berbagai teori, konsep, dan doktrin mengenai sistem-sistem pemilu dan berbagai variasinya.
Sehingga data dilakukan analisis mengenai sistem pemilu yang sesungguhnya diterapkan di
Indonesia. Adapun bahan hukum yang dipergunakan untuk menunjang pembahasan
permasalahan dalam penelitian ini merupakan bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan (library research) yaitu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tertier. Bahan-bahan hukum terkait permasalahan yang dikaji dalam penelitian
ini selanjutnya akan dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan mengidentifikasi
kepustakaan sumber bahan hukum, lalu dilanjutkan dengan mengidentifikasi bahan hukum
yang sekiranya diperlukan, dan terakhir mengiventarisasi bahan hukum yang diperlukan
tersebut. Ajaran negara hukum secara konsekuen diterapkan di Indonesia sejak awal
kemerdekaan dan tetap dipertahankan, bahkan dipertegas pasca dilakukannya amandemen
terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) sebagaimana
disebut dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hal ini menurut pandangan Nimatul Huda
menimbulkan konsekuensi bahwa setiap sikap, kebijakam, dan perilaku alat negara dan
penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat
negara maupun penduduk. Lebih lanjut Nimatul Huda menyatakan bahwa ketentuan sebagai
negara hukum tersebut bermakna bahwa hukum sebagai pemegang komando tertinggi dalam
penyelenggaraan negara, dengan prinsip “the Rule of Law, and Not of Man” yang memiliki
kesamaan dengan paham nomokrasi, kekuasaan dijalankan oleh hukum. Oleh karena itu dalam
penyelenggaraan negara hukum di Indonesia perlu dijamin dengan dibangun dan
ditegakkannya prinsip-prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.10 Jimly Asshiddiqie
menjelaskan bahwa ajaran negara hukum yang disertai dengan penegakan demokrasi dan
kedaulatan rakyat mampu mencegah keadaan dimana hukum dibuat, ditetapkan, ditafsirkan,
dan ditegakkan dengan kekuasaan semata sebab kekuasaan tersebut berasal dari kedaulatan
rakyat dan demokrasi. Oleh karena itu beliau berpandangan perlu untuk ditegaskan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar yang
diimbangi dengan penegasan bawa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan
rakyat atau demokratis.

SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERTUTUP


DALAM ANALISIS PEMILU 2024

Pemilihan umum adalah hal yang sangat penting dalam upaya menjaga kedaulatan rakyat dan
demokrasi negara Indonesia. Pemilu yang baik harus memperhatikan sistem dan konsekuensi
dari sistem yang digunakan. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem
pemilu dengan sistem proporsional. Sistem proporsional yang digunakan Indonesia sejak tahun
1955 memiliki dua bentuk, yakni sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka.
Saat ini Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka setelah sebelumnya
menggunakan sistem proporsional tertutup pada tahun 1998. Namun tahun 2019 sistem
proporsional terbuka menyebabkan kerugian bagi Indonesia, mulai dari money politic,
anggaran yang besar dikeluarkan pemerintah, hingga hilangnya nyawa 527 orang
penyelenggara pemilu. Fenomena ini yang membuat peneliti untuk mengkaji sistem
proporsional tertutup bisa menjadi solusi pada pemilu di 2024 menggunakan jenis penelitian
normatif dengan pendekatan konseptual hingga peneliti memiliki anggapan bahwa sistem
proporsional tertutup dengan memperketat aturan sistem internal partai dalam rekrutmen wakil
rakyat dapat menjadi jawaban atas kelemahan sistem operasional terbuka. Indonesia
merupakan negara yang masyarakatnya sangat majemuk/heterogen dengan populasi yang
cukup padat yang hidup dengan beragam latar belakang. Untuk menjaga hal tersebut agar tetap
stabil dalam NKRI maka diperlukan pemerintah yang bijaksana dan mampu untuk jadi
representasi dari masyarakat yang heterogen, baik dari sisi goegrafis maupun ideologis. Salah
satu cara untuk mendapatkan Pemimpin dalam pemerintahan baik itu Eksekutif dan juga
Legislatif yang bisa jadi representatif masyarakat Indonesia maka diperlukan Pemilihan Umun
(General Elections). Selain untuk memilih pemerintah yang representatif, pemilu juga menjadi
instrumen untuk terjaganya kedaulatan rakyat sebagai bentuk berkembang dan sehatnya
demokrasi pasca reformasi negara Indonesia. Melihat situasi Indonesia yang majemuk dengan
kompleksifitas yang cukup tinggi dalam kehidupan politik masyarakat, maka sudah barang
tentu pemilu yang diselenggarakan oleh panitia penyelenggara tidaklah mudah. Dalam
perkembangannya, pemilu di Indonesia memiliki dua sistem. Pertama, sistem proporsional
tertutup (closed-list PR) dengan mekanisme pemilihan oleh rakyat hanya pada partai. 2Cara
kerja sistem tersebut adalah pemilih memberikan suaranya hanya dengan mencoblos gambar
partai, suara partai untuk kesempatan pertama akan diberikan kepada calon nomor urut teratas.
Kedua, sistem proporsional terbuka (open-list PR) dengan cara kerja sistem ini, pemilih
memilih langsung wakil-wakil legislatifnya. Pemilu Indonesia sudah berjalan sebanyak 12 kali,
yakni Pemilu pertama dilaksanakan pada tahun1955, setelah itu pelaksanaannya secara
berturut-turut pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Setelah berakhirnya era
Presiden Soeharto, Pemilu kembali dilaksanakan pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan
terakhir pada 2019. 3Dari tahun 1971 hingga 1999 sistem pemilu menggunakan sistem
proporsional tertutup. Sistem pemilu kemudian sedikit mengalami perubahan pasca reformasi
yaitu pada tahun 2004 dengan sistem proporsional semi terbuka. Sistem proporsional terbuka
baru kemudian benar-benar diterapkan pada pemilu tahun 2009, diawali dengan putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor: 22-24/PUU-VI/2008. Sistem proporsional terbuka saat ini
diatur dalam dasar hukum pemilu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu,
pada Pasal 168 Ayat (2) yang berbunyi:
“Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
dilaksanakan dengan sister proporsional terbuka”.5
Pada pemilu 2009 sistem ini diharapkan menjadi sistem yang adil, agar caleg terpilih lebih
representatif dan legitimasinya jauh lebih kuat karena sudah selayaknya yang berhak mendapat
kursi adalah caleg yang memang memperoleh dukungan rakyat yang paling banyak. Namun
setelah berjalannya sistem ini dari 2009 sampai 2019, tidak lepas dari berbagai problem dan
kritikan. Biaya kampanye yang menjadi mahal, integritas calon dan pemilih dipertaruhkan
dengan maraknya money politic, polarisasi politik, politik identitas, dan biaya yang dikeluarkan
oleh negara terhitung cukup banyak.6 Dengan sistem ini juga, hanya memungkinkan untuk
calon yang memiliki modal besar yang bisa kompetitif dalam pemilu dan bahkan meski bukan
kader partai yang dekat dengan partainya asal memiliki modal bisa bertarung dalam pemilu.

PERBANDINGAN
KELEBIHAN KEKURANGAN

NOKEN NOKEN
- Merupakan salah satu objek - noken sebagai pengganti
budaya yang tidak dapat kontaksuara tidak menerapkan
dipisahkan dalam kehidupan dan praktek demokrasi yang
rutinitas masyarakat papua. sesungguhnya.
Karena hal ini telah berlangsung - Tidak mendapatkan hak pilih karena
lama dan sudah menjaditradisi pilihan suara anggota suku di
disana. wakilkan oleh kepala suku masing-
- Nilai budaya yang hidup kalangan masing.
masyarakat papua itu sendri yang - Menimbulkan diskriminasi antar
dimana dalam penyelenggaraan sukudi papua.
pemilu mereka menggunakan cara - Melanggar hukum, prinsip
atau sistem dari kesepakatan warga negara,dan juga HAM.
atau yang bisa disebut aklamasi.

TERBUKA
- Lebih demokratis TERBUKA
- Wujud nyata demokrasi - Adanya praktek jual beli suara
dankedaulatan rakyat. - Meningkatnya kasus korupsi
- Rakyat diberikan kebebasan - Adanya money politik
dalamhaknya untuk memilih - Lemahnya control suatu partai pada
calon. legislatifsebagai wakil
rakyat

TERTUTUP
- Anggaran pemilu tidak terlalu TERTUTUP
banyak dikarena hanya - Pemilihan yang dilakukan
menggunakan gambar dari partai olehrakyat, tertuju pada
politiknya saja. partai.
- Terminimalisirnya money politik - Mengandung standar ganda,
- Pelaksanaanya sesuai dengan HAM. dimanamenggunakan nomor urut
dan diperbolehkan memilih
masing- masing calon

Anda mungkin juga menyukai