WILSON MESSE
D101 20 302
ABSTRAK
Abstrak
General election is an important means for the state to ensure the implementation of
a government that obtains the legitimacy of the people. In addition, the general election also
aims to uphold democracy within sovereign states and ensure the implementation of the
human rights of the citizens. Likewise in Indonesia, which periodically conducts general
elections every 5 (five) years. General elections in Indonesia have undergone a shift from
closed mechanical systems to open mechanical systems since 2004. This is influenced by the
reforms that uphold the democracy and sovereignity, as well as respect for the political
rights of citizens. The open mechanical system has variations since its use in 2004 to date,
especially concerning the valid vote in the election. Therefore, this research will focus on
analysing democracy that is being implemented in the election through open mechanical
system, and various variations in open mechanical mechanical system in Indonesia. This
research will be conducted by using normative research method by using primary legal
materials in the form of laws governing the election, as well as secondary legal materials
from various literature and scientific articles related to the problems discussed in the
research. The results will be presented iin the form of problem description with analysis of
the variety of open mechanical systems practiced in Indonesia. This study portrays the
elections that are carried out honestly has manifested democracy and sovereignty of the
people in the country. Furthermore there are various weaknesses of democratic
interpretation in the variation of the implementation of open mechanical systems in elections
in Indonesia.
1 2
Syamsudin Haris, (2014), Partai, Pemilu, dan Nanik Prasetyoningsih, Dampak Pemilihan Umum
Parlemen Era Reformasi, Jakarta: Yayasan Pustaka Serentak bagi Pembangunan Demokrasi Indonesia,
Obor Indonesia, hlm. 10. Jurnal Media Hukum, Vol. 21, No. 2 Desember
2017, hlm. 242.
diselenggarakan untuk menentukan terbuka telah sesuai dengan prinsip
wakil rakyat yang duduk pada lembaga demokrasi dan kedaulatan rakyat?
perwakilan rakyat. Namun pada tahun Kedua, bagaimana implementasi sistem
2004 era pemilihan umum di Indonesia pemilu mekanis terbuka dalam sejarah
tidak hanya memilih wakil rakyat pemilu di Indonesia?
melainkan memulai sejarah baru
pemilihan umum presiden secara Metode Penelitian
langsung. Jenis penelitian yang digunakan
Pemilihan umum tahun 2004 adalah jenis penelitian hukum normatif.
inilah dapat disebut sebagai awal mula Menurut Abdulkadir Muhamad
perubahan sistem pemilu mekanis di penelitian hukum normatif yaitu
Indonesia dari sistem mekanis tertutup ke penelitian yang mengkaji norma hukum
dalam sistem mekanis terbuka. Hal ini dalam berbagai aspek kecuali penerapan atau
karena tiap-tiap warga negara memiliki implementasi dari norma hukum yang
hak langsung untuk memilih wakil rakyat dikaji.3 Penelitian hukum normatif ini
dan presidennya. Partai politik dalam hal juga disebut sebagai penelitian
suara yang diperoleh secara proporsional sumber data sekunder yang disebut
sesuai nomor urut calon wakil rakyat, sebagai bahan hukum berupa peraturan
yang diperoleh perorangan calon wakil literatur yang terkait dengan bidang
pemilu mekanis terbuka ini tidak terlepas merupakan penelitian hukum normatif
dari berbagai variasi. Oleh karena itulah (normative legal study) karena penelitian
akan dilakukan kajian mengenai berbagai ini mengkaji mengenai analisis sistem
mekanis terbuka tersebut dalam pemilu berbagai teori, konsep, dan doktrin
3
Soerjono Soekanto, (1986), Pengantar Penelitian
Hukum, Jakarta: UI- Press, hlm. 51.
Adapun bahan hukum yang gejala dengan gejala lain dalam
dipergunakan untuk menunjang masyarakat.4 Selain itu, penelitian yang
pembahasan permasalahan dalam dilakukan bersifat deskriptif yaitu
penelitian ini merupakan bahan hukum menggambarkan gejala-gejala di
yang diperoleh melalui penelitian lingkungan masyarakat terhadap suatu
kepustakaan (library research) yaitu kasus yang diteliti, pendekatan yang
berupa bahan hukum primer, bahan dilakukan yaitu pendekatan kualitatif
hukum sekunder, dan bahan hukum yang merupakan tata cara penelitian
tertier. Bahan-bahan hukum terkait yang menghasilkan data deskriptif.5
permasalahan yang dikaji dalam Digunakan pendekatan kualitatif oleh
penelitian ini selanjutnya akan penulis bertujuan untuk mengerti atau
dikumpulkan melalui studi kepustakaan memahami gejala yang diteliti. Dengan
dengan mengidentifikasi kepustakaan kata lain untuk menentukan kesesuaian
sumber bahan hukum, lalu dilanjutkan sistem pemilu yang dianut dengan nilai-
dengan mengidentifikasi bahan hukum nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat
yang sekiranya diperlukan, dan terakhir yang diadopsi dalam sistem
mengiventarisasi bahan hukum yang ketatanegaraan Republik Indonesia.
diperlukan tersebut. Lebih lanjut lagi Pembahasan
bahan hukum tersebut akan dicatat dalam Pemilu Dalam Suksesi Pemerintahan
suatu lembaran kecil dan dimasukkan Negara
dalam daftar kartu yang disusun Ajaran negara hukum secara konsekuen
sistematis sesuai fokus masalah yang diterapkan di Indonesia sejak awal
dikaji. Bahan hukum yang telah kemerdekaan dan tetap dipertahankan,
dikumpulkan melalui sistem daftar kartu bahkan dipertegas pasca dilakukannya
tersebut merupakan data kualitatif, yang amandemen terhadap Undang-Undang
selanjutnya dianalisis secara deskriptif Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disingkat
berdasarkan permasalahan yang diteliti. UUD 1945) sebagaimana disebut dalam
Dengan demikan maka tulisan ini bersifat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hal ini
deskriptif analisis. Penelitian hukum menurut pandangan Nimatul Huda
deskriptif bertujuan untuk menentukan menimbulkan konsekuensi bahwa setiap
ada tidaknya hubungan antara suatu sikap, kebijakam, dan perilaku alat negara
4 5
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, (2008), Soerjono Soekanto, (1986), Pengantar Penelitian
Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed.1-4, Hukum, Jakarta: Cetakan Ketiga, UI-Press, hlm. 32.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm.25
dan penduduk harus berdasar dan sesuai berpandangan perlu untuk ditegaskan
dengan hukum. Ketentuan ini bertujuan bahwa kedaulatan berada di tangan
untuk mencegah terjadinya kesewenang- rakyat yang dilakukan menurut Undang-
wenangan dan arogansi kekuasaan, baik Undang Dasar yang diimbangi dengan
yang dilakukan oleh alat negara maupun penegasan bawa negara Indonesia adalah
penduduk.6 negara hukum yang berkedaulatan rakyat
Lebih lanjut Nimatul Huda atau demokratis.811
menyatakan bahwa ketentuan sebagai Kedaulatan rakyat dan demokrasi dalam
negara hukum tersebut bermakna bahwa negara hukum Indonesia selama ini
hukum sebagai pemegang komando diwujudkan melalui penyelenggaraan
tertinggi dalam penyelenggaraan negara, pemilu guna memilih wakil rakyat,
dengan prinsip “the Rule of Law, and Not kepala daerah, ataupun Presiden.
of Man” yang memiliki kesamaan dengan Kehadiran pemilu yang demokratis di
paham nomokrasi, kekuasaan dijalankan Indonesia sesungguhnya diawali dengan
oleh hukum. Oleh karena itu dalam adanya masa transisi politik pasca
penyelenggaraan negara hukum di terjadinya Reformasi 1998. Hal ini
Indonesia perlu dijamin dengan dibangun karena reformasi mengakibatkan
dan ditegakkannya prinsip-prinsip terjadinya kekosongan pemerintahan
71
demokrasi dan kedaulatan rakyat. Jimly sementara, yang menuntut agar
Asshiddiqie menjelaskan bahwa ajaran dibentuknya pemerintahan yang baru
negara hukum yang disertai dengan berdasarkan kehendak rakyat. Terkait
penegakan demokrasi dan kedaulatan dengan penyelenggaraan pemilu pada
rakyat mampu mencegah keadaan masa transisi pemerintahan, Huntington
dimana hukum dibuat, ditetapkan, menyatakan bahwa pemilu dalam masa
ditafsirkan, dan ditegakkan dengan transisi dapat dimaknai:9 1). Tanda
kekuasaan semata sebab kekuasaan berakhirnya rezin nondemokratis,
tersebut berasal dari kedaulatan rakyat sekaligus sebagai pelembagaan
dan demokrasi. Oleh karena itu beliau demokrasi dan pembangunan kembali
6 9
Nimatul Huda, (2017), Penataan Demokrasi dan Samuel P. Huntington, (1991), The Third Wave:
Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: Democratization in the Late Twetieth Century,
Kencana-Prenadamedia Group, hlm. 22. Norman, University of Oklahoma Press, hlm. 208-
7
Ibid., hlm. 22-23. 210.
8
Jimly Asshiddiqie, (2005), Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press,
Jakarta, hlm. 70.
kohesi sosial yang telah retak akibat dari berseberangan. Pada dimensi pertama,
adanya tarik menarik dukungan dan pemilihan umum dipandang sebagai
penolakan antara berbagai kelompok sarana bagi perwujudan kedaulatan
sosial dalam masyarakat; 2) Pelatikan rakyat dan sarana artikulasi kepentingan
pemerintahan baru dalam rezim warga negara untuk mewujudkan wakil-
demokratis yang menggantikan wakil mereka. Sementara pada dimesi
pemerintahan otoriter yang telah kedua, pemilihan umum merupakan
tumbang; 3) Perwujudan konsolidasi salah satu sarana untuk memberikan dan
sistem demokrasi yaitu suatu usaha untuk memperkuat legitimasi politik
menjaga secara ketat kembalinya rezim pemerintah sehingga keberadaannya,
status quo untuk menduduki kursi kibijaksanaan, dan program-program
kekuasaan. yang dibuatnya dapat diwujudkan dengan
dan kekuasaan (transfer of Leader and atas, maka dapat disimpulkan bahwa
10
Matori Abdul Djalil dalam Marulak Pardede, 12
Marulak Pardede, Loc. Cit.
Implikasi Sistem Pemilihan Umum Indonesia, Jurnal
Rechtsvinding, Volume 3 Nomor 1 April 2014, hlm.
86
11
Syamsudin Haris, (1998), Menggugat Pemilihan
Umum Orde Baru, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, hlm. 7.
negara; dan rakyat memiliki kedaulatan, tanggung
5. Mendidik penguasa untuk semakin
jawab, hak dan kewajiban untuk secara
mengandalkan kesepakatan dari
rakyat ketimbang pemaksaan untuk demokratis memilih pemimpin yang akan
mempertahakan legitimasinya.
membentuk pemerintahan guna
Pemilu di Indonesia khususnya
mengurus dan melayani seluruh lapisan
dilaksanakan secara periodik setiap 5
masyarakat, serta memilih wakil rakyat
(lima) tahun sekali. Dalam setiap
untuk mengawasi jalannya
pemilihan umum yang diselenggarakan,
pemerintahan. Sehingga pemilu
setiap warga negara yang telah memiliki
merupakan sarana bagi rakyat untuk
hak pilih akan menentukan wakil rakyat
menentukan pemimpin melalui
yang akan duduk pada lembaga
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
perwakilan rakyat baik di pusat maupun
yang dipilih dalam satu pasangan secara
daerah, serta menentukan pasangan
langsung, serta memilih wakil rakyat
presiden dan/atau wakil presiden.
yang akan menjalankan fungsi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
melakukan pengawasan, menyalurkan
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
aspirasi politik rakyat, membuat undang-
(Undang-Undang Pemilu), pemilu
undang sebagai landasan bagi setiap
didefinisikan sebagai sarana kedaulatan
orang dalam menjalankan fungsinya
rakyat untuk memilik anggota Dewan
masing-masing, serta merumuskan
Perwakilan Rakyat, anggota Dewan
anggaran pendapatan dan belanja untuk
Perwakilan Daerah, Presiden, dan Wakil
membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi
Presiden, dan untuk memilih anggota
tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
Penyelenggaraan pemilu suatu
dilaksanakan secara langsung, umum,
negara ditinjau dari berbagai uraian yang
bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
dipaparkan di atas menunjukkan tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
diselenggarakannya pemilu demi
berdasarkan Pancasila dan Undang-
mewujudkan kedaulatan, rakyat,
Undang Dasar Negara Republik
melindungi hak asasi warga negara, dan
Indonesia Tahun 1945.
membentuk pemerintahan yang
Lebih lanjut dalam Penjelasan
demokratis. Hal ini juga dapat dilihat dari
Undang-Undang Pemilu dijelaskan pula
pendapat yang dikemukakan Hohamad
bahwa pelaksanaan Pemilu bertujuan
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim yang
untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
menyatakan bahwa tujuan pemilu
Dimana makna kedaulatan rakyat yaitu
adalah:13 1) Memungkinkan terjadinya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
peralihan pemerintahan secara aman dan Selain itu pemilu juga menjamin proses
tertib, sebagaimana seharusnya dalam peralihan kepemimpinan dan pergantian
negara demokrasi; 2) Untuk pejabat negara dapat berlangsung aman
melaksanakan kedaulatan rakyat; dan 3) dan tertib guna menjaga stabilitas negara.
Dalam rangka melaksanakan hak-hak Sistem Penyelenggaraan Pemilu
asasi warga negara. Pemilu sebagai mekanisme yang
Hampir serupa Jimly Asshiddiqie diselenggarakan dalam negara demokrasi
mengemukakan tujuan pemilu menjadi 4 guna menentukan pemerintah dan wakil
(empat) yaitu untuk memungkinkan rakyat yang baru dilaksanakan
terjadinya peralihan kepemimpinan berdasarkan sistem pemilu. Hak memilih
pemerintahan secara tertib dan damai, segenap warga negara yang disalurkan
untuk memungkinkan terjadinya menjadi suara yang diperoleh peserta
pergantian pejabat yang akan mewakili pemilu merrupakan bentuk legitimasi
kepentingan rakyat di lembaga yang diperoleh oleh calon pemerintah
perwakilan, untuk melaksanakan prinsip dan wakil rakyat. Menurut Valina
kedaultan rakyat, dan untuk Subekti, sistem pemilu adalah
melaksanakan prinsip hak-hak asasi seperangkat metode yang mengatur
warga negara.14 Apabila dibandingkan warga negara memilih wakilnya untuk
dengan pendapat Kusnardi dan Harmaily, duduk sebagai pemerintah. Sistem
Jimly Asshiddiqie menguraikan pemilu dapat berupa metode
peralihan pemerintahan menjadi menyalurkan suara sebagai kursi dalam
peralihan pejabat negara dan peralihan lembaga perwakilan rakyat ataupun
anggota lembaga perwakilan rakyat atau metode untuk menentukan pemenang
yang diistilahkan dengan wakil rakyat. berdasarkan jumlah suara yang
Sehingga dapat dimaknai bahwa diperoleh. Sehingga dapat disimpulkan
pelaksanaan pemilu dalam negara bahwa sistem pemilu berkaitan dengan
demokrasi merupakan mekanisme wajib cara pemberian suara, perhitungan suara,
untuk menjamin terbentuknya dan pembagian kursi di lembaga
pemerintahan baru yang demokratis yang
memiliki legitimasi langsung dari rakyat
13 14
Johan Jasin, (2016), Hukum Tata Negara Suatu Jimly Asshiddiqie, (2010), Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar, Edisi Kedua, Yogyakarta: Deepublish, Tata Negara, Jakarta: PT. RajaGrafindo, hlm. 418.
hlm. 150.
perwakilan rakyat.15 partai atau individu yang menjadi calon
Definisi mengenai sistem pemilu dalam Pemilu.1721 Apabila dipahami
dalam perspektif hamipir serupa maka sesungguhnya pendapat Galuh
disampaikan oleh K. Marijan. Dalam Kartiko tersebut menyatakan bahwa hasil
pandangannya sistem pemilu merupakan pemilu akan menentukan loyalitas dari
instumen yang digunakan untuk pemilih, apakah loyalitas terhadap partai
menerjemahkan perolehan suara dalam politik atau terhadap individu yang
pemilu ke dalam kursi-kursi yang menjadi calon dari partai politik peserta
dimenangkan oleh partai atau calon. pemilu.
Lebih lanjut untuk menerjemahkan suara Secara umum sistem pemilu dapat dibagi
yang diperoleh tersebut menggunakan menjadi sistem mekanis dan sistem
variable-variabel dasar mencakup organik, namun sayangnya tidak banyak
formula pemilihan (electoral formula), negara demokrasi modern yang
struktur penyuaraan (ballot structure), menggunakan sistem organik. Sistem
dan besaran district (district mekanis merupakan sistem pemilu yang
1620
magnitude). memposisikan rakyat sebagai massaatas
Galuh Kartiko dalam tulisannya individu-individu yang sama, artinya
menyebutkan bahwa penyelenggaraan rakyat merupakan individu yang
pemilu merupakan realisasi fungsi mengendalikan pemilu melalui
rekruitmen politik yang seharusnya ada organisasi partai politik. Sebaliknya
dalam sistem demokrasi. Sehingga secara sistem organis memandang rakyat
teoritis dalam sistem pemilu akan sebagai individu yang merupakan bagian
menentukan mengenai pola pemberian dari persekutuan seperti persekutuan
suara, pembagian daerah pemilihan, pola profesi, persekutuan genealogis, atau
kampanye, cara pemberian dan persekutuan lapisan sosial.18 Oleh karena
penghitungan suara. Hasil dari sistem itu perbedaan esesnsi yang terdapat
pemilu tersebut selanjutnya memberikan kedua sistem pemilu tersebut yaitu sistem
kemungkinan bagi pemilih untuk pemilu mekanis menenkankan pada
menentukan prefensinya apakah memilih pentingnya peran individu dalam partai
15 16
Galuh Kartiko, Sistem Pemilu dalam Perspektif Kacung Marijan, (2012), Sistem Politik
Demokrasi di Indonesia, Jurnal Konstitusi Vol. II, Indonesia; Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde
No. 1, Juni 2009, PKK Universitas Kanjuruhan Baru, Kencana, Jakarta, hlm. 91.
17
Malang, hlm. 38. Galuh Kartiko, Op. Cit., hlm. 38-39
18
M. Kusnardy dan Harmaily Ibrahim, Op. Cit, hlm.
333-334.
politik, sementara dalam sistem organis pengendali hak pilih. Untuk mengutus
peran persekutuan akan lebih penting wakil-wakilnya dalam lembaga
dalam penyelenggaraan pemilu. perwakilan rakyat.19
Pandangan Jimly Asshiddiqie, Sistem pemilu mekanis inilah yang kini
pembidangan sistem pemilu menjadi kerap masih dipraktikkan pada negara
sistem mekanis dan organis didasarkan demokrasi modern. Demikian halnya di
pada bagaimana cara memandang hak- Indonesia yang meletakkan peran sentral
hak politik warga negara. Apakah rakyat bagi partai politik dalam
dipandang sebagai individu yang bebas penyelanggaraan suatu pemilihan umum.
untuk menentukan pilihan dan Partai politik sebagai sarana untuk
mencalonkan diri ataukah rakyat hanya memperoleh kekuasaan, merupakan
dipandang sebagai anggota kelompok peserta utama dalam pemilu legislatif dan
tidak berhak menentukan siapa yang akan eksekutif di Indonesia. Dalam pemilu
menjadi wakilnya atau mencalonkan legislatif, partai politik akan menentukan
dirinya dalam lembaga perwakilan individu yang sedianya akan bersaing
rakyat. Apabila rakyat dipandang sebagai merebut posisi sebagai wakil rakyat dan
masa individu-individu yang sama dan memenangkan jumlah suara yang
memiliki hak pilih yang bersifat aktif, signifikan. Dengan jumlah suara yang
sehingga masing-masing individu cukup berdasarkan presidential
memiliki satu hak suara dalam pemilu threshold, maka partai politik atau
secara sendiri- sendiri, maka hal tersebut gabungan partai politik akan
menunjukkan sistem mekanis. berkesempatan untuk bertarung pada
Sebaliknya dalam sistem organis rakyat pemilu eksekutif dengan mengajukan
merupakan kumpula individu yang hidup pasangan calon presiden dan wakil
bersama dalam berbagai persekutuan presiden.
hidup, Kelompok-kelompok masyarakat Sistem pemilu mekanis menjadi
tersebut dilihat sebagai suatu organisme pilihan utama untuk dijadikan pedoman
yang terdiri dari organ-organ yang dalam pelaksanaan pemilu karena sistem
mempunyai kedudukan dan fungsi ini dipandang lebih demokratis dengan
tertentu dalam kelompoknya. Dengan lebih menghargai hak-hak asasi individu
demikian maka persekutuanlah yang dalam negara, sehingga setiap orang yang
berperan sebagai penyandang dan memenuhi peraturan perundang-
19
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., hlm.421-422.
undangan memiliki hak memilih akan (jumlah pemilih yang menggunakan
ikut menentukan hasil pemilu tersebut. haknya dibagi dengan jumlah kursi yang
Sistem pemilu mekanis ini berdasarkan ditetapkan untuk daerah pemilihan yang
pembagian kursi pada lembaga bersangkutan), kemudian kursi dibagi
perwakilan rakyat dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah suara yang diperoleh
menjadi sistem perwakilan setiap partai politik peserta Pemilu.
distrik/mayoritas (single member Dalam sistem ini para pemilih akan
constituenties) dan sistem perwakilan memilih partai politik yang telah
proposional (proportional menyusun program dan menetapkan para
representation). calon yang dipandang berkualitas.21
Ismail Sunny menyebut sistem distrik Dalam implementasi secara langsung
sebagai sistem the winner’s take all, pada pemilu di Indonesia sistem
karena wilayah nega dibagi menjadi proporsional ini diterapkan dengan
distrik-distrik atau daerah-daerah mebagi seluruh wilayah Indonesia ke
pemilihan yang jumlahnya sama dengan dalam beberapa daerah-daerah pemilihan
jumlah anggota lembaga perwakilan (dapil) Selanjutnya masing-masing dapil
rakyat yang dibutuhkan untuk dipilih. berdasarkan proporsi jumlah
Hal ini berarti setiap distrik atau daerah penduduknya disediakan sejumlah kursi
pemilihan akan diwakili oleh hanya satu pada lembaga perwakilan rakyat. Jumlah
orang wakil dalam lembaga perwakilan kursi yang tersedia pada masing-masing
rakyat atau diistilahkan dengan single dapil itulah yang akan dibagikan secara
member constituencies.20 Sementara berimbang kepada calon wakil rakyat
Ramlan Subakti menjelaskan mengenai yang memperoleh suara terbanyak dan
sistem proporsional atau disebut sistem partai politiknya telah memenuhi
perwakilan berimbang yaitu dimana parliamentary threshold (ambang batas
setiap partai politik akan memperoleh parlemen).
kursi sesuai dengan jumlah suara Sistem Mekanis Terbuka dalam Pemilu
Indonesia
diperoleh. Bila suatu negara menganut
Demokrasi yang berlandaskan
formula perwakilan berimbang, jumlah
pada paham kedaulatan rakyat atau
suara per kursi ditetapkan lebih dahulu
kekuasaan tertinggi ada pada rakyat.
20
Ismail Sunny dalam Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., Kedaulatan Rakyat di Indonesia, Jurnal Konstitusi,
hlm. 424. Vol. II No. 1 Juni 2009, hlm. 33.
21
Ramlan Surbakti dalam I Nyoman Budiana,
Reinterpretasi Sistem Pemilu sebagai Implementasi
Oleh karena itu dalam pandangan Jimly diturunkan statusnya untuk patuh sebagai
Asshiddiqie, demokrasi sebagai landasan agen dari institusi demokrasi23
konsepsi bernegara hendaknya Beradasrkan pandangan tersebut
mengkonstruksikan kekuasaan negara seharusnya keterkaitan antara negara
sebagai berikut:22 hukum dan demokrasi bukanlah dalam
1. Berasal dari rakyat; tujuan untuk saling menjatuhkan atau
2. Dilakukan oleh rakyat melalui wakil-
membatasi, melainkan untuk
wakil atau utusannya;
3. Kegiatan-kegiatan kekuasaan itu mengimbangi satu dengan lainnya.
diselenggarakan bersama-sama dengan
Dengan demikian maka terwujudlah
rakyat; serta
4. Semua fungsi penyelenggaraan negara hukum dan demokrasi yang
kekuasaan ditujukan untuk
berjalan bersisian untuk mengawal
kepentingan rakyat.
Pelaksanaan demokrasi yang penyelenggaraan pemerintahan suatu
berdasarkan kedaulatan rakyat tersebut negara.
hendaknya tidaklah terlepas dari paham Pemilu sebagai simbol
negara hukum yang mengedepankan pelaksanaan demokrasi suatu negara juga
legalitas dalam pelaksanaannya. Hal ini harus taat pada paham kedaulatan
dinyatakan oleh John Forejohn dan hukum, yaitu peraturan perundang-
Pasquale Pasquino bahwa demokrasi dan undangan yang mengatur tentang Pemilu
negara hukum mewujud ke dalam dua dari tingkatan tertinggi hingga terendah.
institusi berbeda, namun keduanya selalu Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
saling bersentuhan dan dapat terjadi beragam variasi dalam sejarah Pemilu di
ketegangan karena institusi demokrasi Indonesia, tidak hanya peralihan dari
dan institusi hukum juga dapat berperan Orde Lama ke Reformasi namun terkait
sebagai pembentuk hukum. Pada saat juga berbagai variasi yang terjadi pada
institusi hukum berhasil mendapatkan pemilu di era reformasi. Pemilu pertama
otoritas yang luas untuk mengatur dan pasca reformasi terjadi pada Juni 1999,
menata interaksi sosial, peran institusi dimana saat itu terjadi percepatan Pemilu
demokrasi akan terbatas. Sebaliknya berdasarkan hasil Sidang Istimewa MPR
pada saat parlemen dapat mengklaim melalui Ketetapan MPR Nomor
otoritas kekuasaan tertinggi untuk X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok
membuat aturan hukum, institusi hukum Reformasi Pembangunan dalam Ragka
22 23
Jimly Asshiddiqie, (2010), Konstitusi Ekonomi, John Forejohn dan Pasquale Pasquino dalam
Jakarta: Kompas, hlm. 361-362 Janedjri M. Gaffar, (2013), Demokrasi dan Pemilu
di Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 63.
Penyelematan dan Normalisasi ini ditunjukkan dengan adanya nomor
Kehidupan Nasional sebagai Haluan urut calon dan nama calon yang diajukan
Negara. Pada pemilu tahun 1999 tersebut oleh partai politik, dan calon tersebut
telah diterapkan sistem mekanis dinyatakan berhak apabila memenuhi
proporsional dengan stelsel daftar atau ketentuan Bilangan Pembagi Pemilih
disebut dengan sistem tertutup. Disebut (BPP). Jika ada calon yang dapat
dengan sistem tertutup karena pemilih memenuhi 100
hanya memberikan suaranya dengan cara % BPP maka calon tersebut secara
memilih gambar partai politik, otomatis ditetapkan menjadi calon
selanjutnyta penentuan calon yang terpilih, jika tidak calon yang dapat
terpilih akan dilakukan berdasarkan memenuhi BPP, maka calon terpilih
pengajuan dari partai politik peserta ditentukan berdasarkan daftar nomor urut
politik. yang ditentukan oleh partai politik dalam
Pandangan Syamsudin Haris surat suara suara. Jika masih terdapat sisa
sistem proporsional tertutup yang kursi dibagikan pada partai politik yang
ditetapkan pada Pemilu 1999 merupakan memperoleh sisa suara terbesar (large
peninggalan pemerintahan Orde Baru. remainders) berturut-turut sampai semua
Selain itu sistem proporsional tertutup kursi terbagi habis di daerah pemilihan
tersebut juga diduga memperkuat (Dapil).
oligarkhi elit parpol dalam pencalonan, Pengaturan tentang sistem
akibatnya proses pencalonan dari proporsional tertutup ini akhirnya diubah
nominasi hingga penetapan calon dalam dalam pemilu tahun 2009 dengan sistem
internal parpol rentan dipermainkan proporsional terbuka murni. Sistem ini
dengan harga yang sangat mahal merupakan norma baru yang berbasis
terutama untuk dapat menduduki nomor pada penentuan caleg terpilih
urut berpotensi terpilih biasanya antara berdasarkan pada suara terbanyak
urut 1 hingga 3 dalam list surat suara.24 berdasarkan amar Putusan Mahkamah
Pada pemilu yang diselenggarakan tahun Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008
2004 sesungguhnya sistem proporsional tentang uji materiilPasal 214 UU No.10
tertutup tersebut telah bergeser menjadi Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota
sistem proporsional terbuka terbatas. Hal DPR, DPD dan DPRD. Dalam
24
Agus Riwanto, Korelasi Pengaturan Sistem Terbanyak, Yustisia. Vol. 4 No. 1 Januari - April
Pemilu Proporsional Terbuka Berbasis Suara 2015, hlm. 94.
putusannya Mahkamah Konstitusi yang mendapatkan suara yang jauh
menyatakan bahwa Pasal berbeda secara ekstrem terpaksa calon
214 UU No.10 Tahun 2008 tentang yang mendapat suara banyak dikalahkan
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD oleh calon yang mendapat suara kecil,
mengandung standar ganda, yaitu karena yang mendapat suara kecil nomor
menggunakan nomor urut dan perolehan urutnya lebih kecil.25
suara masing-masing calon. Hal ini Sistem proporsional terbuka murni
tentunya bertentangan dengan pengakuan selanjutnya menjadi pilihan pada pemilu
terhadap kesamaan kedudukan hukum 2009 dengan harapan bahwa agar caleg
dan kesempatan yang sama dalam terpilih lebih representatif dan
pemerintahan (equality and opportunity legitimasinya jauh lebih kuatkarena
before the law). sudah selayaknya yang berhak mendapat
Selain itu dasar filosofi dari setiap kursi adalah caleg yang memang
pemilihan atas orang untuk menentukan memperoleh dukungan rakyat yang
pemenang adalah berdasarkan suara paling banyak. Model ini juga lebih
terbanyak, maka penentuan calon terpilih demokratis, karena yang dijadikan
harus pula didasarkan pada siapapun ukuran pemenangnya adalah yang
calon anggota legislatif yang mendapat memperoleh suara terbanyak, baik
suara terbanyak secara berurutan, dan perolehan suara terbanyak mutlak
bukan atas dasar nomor urut terkecil yang maupun terbanyak sederhana26. Agus
telah ditetapkan. Sehingga pengaturan Riwanto mendefinisikan sistem
tentang BPP tersebut dirasa proporsional terbuka sebagai adanya
inkonstitusional karena bertentangan keharusan dicantumkannya nama calon
dengan makna substantif kedaulatan legislatif dalam kertas suara untuk dipilih
rakyat dan prinsip keadilan. Dinyatakan langsung oleh konstituen. Selanjutnya,
dapat melanggar kedaulatan rakyat penentuan pemenang di suatu daerah
apabila kehendak rakyat yang tergambar pemilihan (Dapil), didasarkan pada
dari pilihan mereka tidak diindahkan perolehan kursi parpol bersangkutan
dalam penetapan anggota legislatif akan dengan cara memperhitungkan perolehan
benar-benar melanggar kedaulatan rakyat suara sah parpol dibagi dengan angka
dan keadilan, jika ada dua orang calon
25
Kutipan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota
22-24/PUU-VI/2008 tentang uji materiil Pasal 214 DPR, DPD dan DPRD
26
Agus Riwanto, Op. Cit., hlm. 94-95.
bilangan pembagi pemilih (BPP).27 adanya mahar politik yang harus
Sistem proporsional terbuka disetorkan oleh calon legislatif untuk
memiliki beberapa keunggulan mendapatkan posisi yang
sebagaimana yang telah dipaparkan di menguntungkan, kemudian besarnya
awal berupa adanya penghargaan biaya untuk mengkampanyekan diri
terhadap hak pilih warga negara, sebagai calon legislative, dan adanya
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi praktik jual-beli suara yang masih kerap
dan memenuhi rasa keadilan bagi terjadi di masyarakat. Hal ini menjadikan
masyarakat. Namun dalam sistem proporsional terbuka
pelaksanaannya sistem proporsional sesungguhnya amat beresiko bila
terbuka ini menimbulkan dampak negatif diterapkan pada negara yang masih
bagi sistem kepartaian di Indonesia. Hal merintis demokrasi dan belum memiliki
ini karena sistem proporsional terbuka kedewasaan dalam berpolitik. Sehingga
telah meminimalkan loyalitas calon pada pemilu dipergunakan sebagai kontestasi
parpol, sebaliknya garis komando parpol politik semata dengan tujuan
terputus dan akan melahirkan krisis memperoleh kekuasaan
kewibawaan parpol. Adanya peluang dan menghiraukan tujuan awal
bagi calon- calon popular tanpa pemerintahan yang demokratis guna
kompetensi untuk dipilih, ketimbang meraih tujuan bersama demi
calon-calon berkompeten namun tidak kesejahteraan rakyat.
28
popular. Tingginya biaya yang diperlukan
Dampak negative sistem untuk mencalonkan diri sebagai calon
proporsional terbuka juga dikemukakan legislative dalam pemilu juga berimbas
oleh Marcus Mietzner terkait dengan pada semakin meningkatnya kasus
biaya penyelenggaraan pemilu. Sistem korupsi yang terjadi di Indonesia. Setelah
penentuan calon terpilih berdasarkan mampu memperoleh posisi dalam
suara terbanyak telah menjadikan pemilu lembaga perwakilan rakyat, maka akan
menjadi sangat mahal dan melahirkan timbul niat menggunakan kekuasaannya
29
problem yang multikompleks. Masalah untuk mengumpulkan pundi-pundi uang
yang dimaksud tersebut dapat berupa
27 29
Agus Riwanto (selanjutnya disebut Agus Riwanto Marcus Mietzner, (2009), Indonesia’s 2009
II), (2007). Ensiklopedia Pemilu, Analisis Kritis Election: Populism, Dynesties, and The
Intropeksi Pemilu 2004, Menuju Agenda Pemilu Consolidated of the Party System, Analysis, Paper,
2009, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 283. Sydney: Lowy Institute for International Policy,
28
Agus Riwanto, Op. Cit., hlm. 96. hlm. 19
sebanyak-banyaknya. Kekuasaan sejak awal kemerdekaan dengan sistem
tersebut akhirnya digunakan sebagai proporsional tertutup. Pada awal era
bisnis tambahan yang mengakibatkan reformasi sistem proporsional tertutup
turunnya kualitas dan kewibawaan ditransformasikan menjadi sistem
lembaga perwakilan ranyat. Anggota proporsional terbuka terbatas dengan
legislative tidak lagi bertindak sebagai pertimbangan menghargai kedaulatan
wakil rakyat, namun hanya mewakili rakyat dan prinsip demokrasi. Baru pada
kepentingan kelompok, golongan, tahun 2009 berdasarkan putusan
bahkan kepentingan pribadinya semata. Mahkamah Konstitusi diterapkan sistem
proporsional terbuka murni. Meski
Kesimpulan demikian dalam pelaksanaannya masih
Berdasarkan uraian pembahasan ditemukan kendala dan dampak negatif
mengenai rumusan masalah yang dari sistem proporsional terbuka murni
dikemukakan di atas maka dapat ditarik ini yang disebabkan karena kurangnya
kesimpulan sebagai berikut: kedewasaan berpolitik dan sikap
Pertama, Sistem pemilu terbuka oportunis dari upaya mewujudkan
murni yang dilaksanakan sejak tahun demokrasi.
2009 merupakan wujud nyata
Saran
penghargaan akan demokrasi dan
Berdasarkan kesimpulan tersebut
kedaulatan rakyat. Rakyat diberikan maka mengenai sistem mekanis
kesempatan seluas-luasnya untuk terbuka yang
menggunakan hak pilihnya dalam diterapkan pada pemilu di Indonesia
menetukan calon legislatif yang sejak tahun 2009 hingga sekarang dirasa
bahwa dalam negara kedaulatan rakyat kendala dan masalah yang ditimbulkan
sekecil apapun kehendak rakyat harus juga perlu menjadi bahan pertimbangan
telah mencermikan demokrasi dalam Jasin, Johan, (2016), Hukum Tata Negara
Suatu Pengantar, Edisi Kedua,
negara. Yogyakarta: Deepublish,
Marijan, Kacung, (2012), Sistem
Daftar Pustaka Politik Indonesia; Konsolidasi
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, (2008),
Pengantar Metode Penelitian Demokrasi Pasca- Orde Baru,
Hukum, Ed.1-4, Jakarta:.PT Raja Jakarta: Kencana,
Grafindo Persada, Riwanto, Agus, (2007). Ensiklopedia
Asshiddiqie, Jimly, (2005), Konstitusi Pemilu,Analisis Kritis Intropeksi
dan Konstitusionalisme Indonesia, Pemilu 2004, Menuju Agenda
Jakarta: Konstitusi Press, Pemilu 2009, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,
, (2010), Pengantar Ilmu
Hukum Tata Negara, Jakarta: PT. Soekanto, Soerjono, (1986), Pengantar
RajaGrafindo, Penelitian Hukum, Cetakan
Ketiga, Jakarta: UI- Press,
, (2010), Konstitusi Ekonomi,
Jakarta: Kompas. Jurnal
Peraturan Perundangan