Peran Status Emosi Bahagia Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Ditinjau Dari Sistem Fisiologi Manusia
Peran Status Emosi Bahagia Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Ditinjau Dari Sistem Fisiologi Manusia
Abstract. To know how the quality of life can be affected by good emotional states, this
research-based journal studies and interview to know how the correlations and how it can
be. The result is that we can not deny that mental and physical health gives an effect one to
each other. Although it is a bit confusing to relate this problem into physiology or
psychology, both branches of study will complete each other. In Psychological point of
view, emotional states are believed in affecting one’s physical health status, and from thus
also related to the physiology of the human body. These literature studies end up with
studying three main branches that are related in the human body, which is psychology,
neurology and immunology, the three combines and form psychoneuroimmunology studies.
From studying all the relation between those three, It is certain that emotional status could
increase one’s life quality. And found that happiness is strongly engaged and produces an
outcome that is good health.
1. PENDAHULUAN
Sudah terdengar tidak asing bahwa status emosi dapat memengaruhi kondisi kesehatan
seorang individu. Hal ini dikarenakan karena untuk pengaturannya banyak sekali faktor yang
terlibat. Status emosi menurut Chaplin dalam Dictionary of Psychology merupakan suatu keadaan
yang terangsang dari organisme mencakup perubahan – perubahan yang disadari yang mendalam
sifatnya dari perubahan perilaku. Status emosi yang baik ditunjukan dengan bagaimana suatu
individu dapat mengatur respon-respon apa saja yang terjadi di dalam hidup. Orang yang berstatus
emosi yang baik akan banyak merespon sesuatu yang terjadi di salam hidupnya dengan sikap yang
positif. Individu yang bahagia cenderung merespon hal dengan postif.
Bahagia adalah status emosi yang baik yang akan meningkatkan presepsi tentang
kesehatan. Kebahagiaan berasal dari banyak faktor yang terintegrasi. Terdiri dari dua bagian yaitu
faktor eksogen dan endogen (Sabatini, 2014). Faktor eksogen lebih kepada bagaimana dunia luar
memberi efek kepada status emosi individu tersebut. Hal seperti kekayaan , pendapatan ,
lingkungan tempat tinggal dan faktor eksternal lainnya. Kedua , faktor endogen , yang berasal dari
dalam individunya sendiri. Mungkin tidak semua orang mengetahui bahwa kebahagiaan
sebenarnya sangat dipengaruhi dan lebih besar pengaruhnya adalah dari faktor endogen (Dfarhud,
Malmir, & Khanahmadi, 2014). Faktor genetika memiliki peran yang sangat besar dalam
memengaruhi kebahagiaan seorang individu . Individu yang terlahir dari keluarga yang bahagia
dan orang tua yang bahagia akan memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk lebih bahaagia
dibandingkan orang lain yang tumbuh dari orang tua dan keluarga yang kurang bahagia. Mengapa
ini bisa terjadi ? Gen adalah hal yang berbeda tiap individu manusia , dan gen , akan memengaruhi
setiap sel somatik dalam tubuh manusia. Dalam konteks kebahagiaan , faktor genetika ini akan
memengaruhi mulai dari hal terkecil yang nantinya akan memberi pengaruh yang besar pada
tubuh.
Psikoneuroimmunologi adalah gabungan dari beberapa cabang ilmu yang mempelajari
bagaimana kondisi psikologis seorang individu nantinya akan memengaruhi sistem neuro dan
berpengaruh juga pada sistem immunologi seorang individu. Menghubungkan kesehatan dan
kebahagiaan merupakan salah satu isu yang banyak dibicarakan namun cenderung sulit untuk
dibahas , banyaknya faktor yang terlibat dan terintegrasinya sistem merupakan salah satu alasan
diantaranya. Juga dikatakan bahwa kebugaran atau sering disebut well-being lebih banyak
dikaitkan dengan kesehatan psikologis dibandingkan dengan kesehatan secara fisik (Rasciute &
Downward, 2010) Selain itu , studi tentang kasus ini masih menjadi area yang abu-abu dan
perebutan yang menjadi sasaran yang empuk bagi peneliti di dua bidang yang berbeda , yaitu
neurologi dan psikologi .
Positive psychology yang merupakan hubungan antar status emosi yang baik akan
menghasilkan output kondisi kesehatan , kualitas hidup dan optimisme pribadi (Dfarhud et al.,
2014). Kebahagiaan akan mengaktifkan sistem funsgi imun tubuh yang mungkin akan
memingkatkan atau memprediksi status kesehatan yang selanjutnya (Pettit, Kline, Gencoz,
Gencoz, & Joiner, 2001) Terdapat spekulasi juga bahwa emosi yang positif memiliki peran untuk
menjaga homeostatstis dan keseimbangan tubuh.
Untuk mengetahui bagaimana status emosi seorang individu dapat dilihat juga dari
bagaimana individu saat merespon stres , individu yang berstatus emosi baik , cenderung akan
merespon stres dengan cara yang baik juga (Veenhoven, 2008) Individu tersebut akan
memertahankan kondisi bahagia agar masalah pun terselesaikan dengan baik . Sebaliknya individu
yang berstatus emosi buruk , atau kurang bahagia dapat dilihat dari bagaimana Ia merespon stres
atau masalah. Secara fisiologis maupun psikologis merespon stress dengan buruk bisa menjadi
sugesti buruk yang nantinya akan mengancam kondisi kesehatan tubuh.(Frey, 2011) Hal ini secara
sains terjadi karena , otak manusia bagian depan adalah pusat eksekutif tubuh yang fungsinya
mengontol pikiran , mengambil keputusan dan lain sebagainya. Status emosi atau psikologis disini
terbukti akan memberi pengaruh pada sistem neurologi manusia (Dfarhud et al., 2014). Oleh
karena itu bisa dikatakan bahwa kebahagiaan dan respon positif terhadap kejadian hidup dapat
mencegah suatu reaksi akumulatif fisiologis yang dapat berakibat buruk bagi tubuh (Frey, 2011).
Hubungan langsung status emosi dengan kondisi kesehatan seorang individu tentunya
akan sangat erat dengan respon fisiologi terintegrasi. Dalam bidang neuroscience akan dipelajari
lebih bagaimana faktor genetika dapat sangat memengaruhi kondisi seorang individu.Tidak hanya
berhubungan dengan respon fisiologis yang terjadi di dalam tubuh terdapat juga hal yang
dilakukan secara tidak sadar yang berakibat baik terjadap orang orang berstatus emosi baik.
Mereka yang memutuskan untuk memiliki suasana hati yang bahagia cenderung akan melakukan
sesuatu untuk memertahankan tubuhnya untuk tetap sehat (Bjørnskov, 2008) Hal tersebut
ditunjukan saat individu dapat memutuska mana hal yang baik untuk kesehatan tubuh seperti
berolahraga dengan rutin , mengawasi berat tubuh , dan menghindari hal hal yang dapat merusak
tubuh seperti merokok , minum alcohol dan makan berlebihan.
Dalam penelitian sederhana ini , akan mencoba membuktikan bagaimana hubungan
suasana hati yang bahagia terhadap meningkatnya angka harapan hidup yang sebelumnya sudah
terbukti bahwa menjaga suasana hati yang bahagai sangat berpengaruh baik terhadap kesehatan.
2. METODE
4. SIMPULAN
Status emosi yang baik atau positif atau bias disebut juga perasaan bahagia akan
meningkatkan kualitas hidup seorang individu. Hal ini dikarenakan karena sistem fisiologis tubuh
yang sangat kompleks dan terintegrasi yang berawal dari psikologis pasien , yang nantinya akan
berpengaruh pada sistem neurologi dan akan berpengaruh pada keluaran lainnya yaitu
meningkatkan system imun tubuh. Selain itu menjadi bahagia , memprogram tubuh kita untuk
menjaga hidup dan kebiasaan yang sehat contohnya berolahraga dan mencegah inidividu yang
bersangkutan dari melakukan kebiasaan hidup yang tidak atau kurang sehat . Jadi , dimulai dari
status emosi postif akan berlanjut membangun kebiasaan yang baik bagi tubuh dan mencegah
melakukan hal yang buruk dan kurang bermanfaat bagi tubuh.
5. SARAN
Setelah melihat hasil penelitian , dapat disimpulkan bahwa status emosi memiliki efek yang
signifikan terhadap kualitas hidup seseorang. Saat bahagia , tubuh akan melakukan berbagai hal
yang postif yang diantaranya dalah berolahraga yang mempunyai banyak sekali efek positif bagi
tubuh yang akan meningkatkan kualitas hidup. Memertahankan status emosi yang baik dan
positif atau memertahankan perasaan bahagia dianggap menjadi hal yang perlu dan harus
diperhatikan bagi masing masing individu yang menginginkan kualitas hidup yang lebih baik.
6. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Danim, S. (2003) Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC
Jurnal
Bjørnskov, C. (2008). Healthy and happy in Europe? On the association between happiness and
life expectancy over time. Social Science and Medicine, 66(8), 1750–1759.
https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2008.01.031
Dfarhud, D., Malmir, M., & Khanahmadi, M. (2014). Happiness & Health: The Biological
Factors- Systematic Review Article. Iranian Journal of Public Health, 43(11), 1468–1477.
Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26060713%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/
articlerender.fcgi?artid=PMC4449495
Frey, B. S. (2011). Happy people live longer. Science, 331(6017), 542–543.
https://doi.org/10.1126/science.1201060
Pettit, J. W., Kline, J. P., Gencoz, T., Gencoz, F., & Joiner, T. E. (2001). Are happy people
healthier? The specific role of positive affect in predicting self-reported health symptoms.
Journal of Research in Personality, 35(4), 521–536. https://doi.org/10.1006/jrpe.2001.2327
Rasciute, S., & Downward, P. (2010). Health or happiness? what is the impact of physical activity
on the individual? Kyklos, 63(2), 256–270. https://doi.org/10.1111/j.1467-6435.2010.00472.x
Sabatini, F. (2014). The relationship between happiness and health: Evidence from Italy. Social
Science and Medicine, 114, 178–187. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2014.05.024
Veenhoven, R. (2008). Healthy happiness : effects of happiness on physical health and the
consequences for preventive health care. 449–469. https://doi.org/10.1007/s10902-006-9042-
1