Anda di halaman 1dari 2

Remaja merupakan salah satu kelompok umur yang paling rentan menderita anemia.

Hal tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan zat gizi untuk proses
kehilangan darah melalui menstruasi.(Alfiah et al., 2021). Pada masa remaja juga terjadi
fase penting sebagai persiapan menjadi calon ibu sehingga dituntut dalam pemenuhan
kebutuhan gizi seimbang sehingga pada masa ini remaja putri rentan mengalami anemia.
(Andika, 2022)

Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada remaja merupakan faktor risiko yang sangat
menarik untuk dikaji, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia karena
prevalensinya cukup tinggi. Secara definisi, anemia defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk
eritropoesis tidak cukup yang ditandai dengan gambaran sel darah merah yang hipokrom
mikrositik, kadar besi serum dan saturasi (jenuh) transferin menurun, mampu ikat besi
total (TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang dan tempat lain sangat
kurang atau tidak ada sama sekali.(Nuraisya et al., 2019, p. 13). Defisiensi zat besi
dianggap sebagai kekurangan nutrisi paling umum yang menyebabkan anemia, meskipun
kekurangan nutrisi lainnya juga dapat menyebabkan anemia, termasuk kekurangan vitamin
A, B12, B6, C, D dan E, asam folat, riboflavin, tembaga dan seng. (Chaparro & Suchdev,
2019)

Anemia merupakan masalah gizi pada kelompok remaja putri. Diperkirakan


prevalensi anemia antara 20-30%, dengan risiko yang tinggi dijumpai pada individu yang
memiliki pola konsumsi pangan hewani rendah, tidak sarapan, menderita inflamasi,
mengeluarkan darah haid berlebihan dan penderita infeksi.(Briawan, 2021, p. 90)

Kemajuan penurunan anemia secara keseluruhan lambat dan tidak merata. Untuk
semua kelompok umur dan kedua jenis kelamin, anemia diperkirakan telah menurun
sekitar tujuh poin presentase antara tahun 1990 dan 2016, dari 40% menjadi 33%. Target
gizi global WHO 2025 tentang anemia bertujuan untuk mengurangi anemia pada Wanita
usia reproduksi sebesar 50% pada tahun 2025. Berdasarkan prevalensi global anemia
sebesar 29-38% di antara Wanita usia reproduksi (masing-masing tidak hamill dan hamil)
pada tahun 2011, diperlukan penurunan sebesar 1,8-2,4 poin persentase per tahun untuk
memenuhi target ini.(Chaparro & Suchdev, 2019)

Sesuai dengan surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian


Kesehatan Nomor HK.03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian Tablet Tambah Darah pada
remaja putri dan Wanita usia subur. Pemberian TTD pada remaja putri dilakukan melalui
UKS/M di institusi Pendidikan (SMP dan SMA/Sederajat) dengan menentukan hari
minum TTD bersama. Dosis yang diberikan adalah satu tablet setiap minggu selama
sepanjang tahun.(Kemenkes RI, 2019, p. 167)

Anda mungkin juga menyukai