Anda di halaman 1dari 109

MODUL

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN BERBASIS KOMPETENSI

MELAKSANAKAN INSEMINASI BUATAN


NAK.TRO2.005.01

Representative Picture

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN R.I.


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN PERTANIAN
CIIANJUR
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... NAK.TRO2.005.01

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 2
ACUAN STANDAR KOMPETENSI KERJA DAN SILABUS DIKLAT....................... 4
A. Acuan Standar Kompetensi Kerja ................................................. 4
B. Kemampuan yang Harus Dimiliki Sebelumnya............................... 6
C. Silabus Diklat Berbasis Kompetensi .............................................. 9

LAMPIRAN..................................................................................................12
1. BUKU INFORMASI....................................................................... 12
2. BUKU KERJA............................................................................... 12
3. BUKU PENILAIAN ....................................................................... 12

Judul Modul: Melaksanakan Inseminasi Buatan


Halaman: 2 dari 24
Modul - Versi 2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... NAK.TRO2.005.01

ACUAN STANDAR KOMPETENSI KERJA


DAN SILABUS DIKLAT

A. Acuan Standar Kompetensi Kerja


Materi modul pelatihan ini mengacu pada unit kompetensi terkait yang disalin dari
Standar Kompetensi Kerja Subgolongan Jasa Pendidikan Lainnya Pemerintah
dengan uraian sebagai berikut:

Kode Unit : NAK.TRO2.005.01


Judul Unit : Melaksanakan Inseminasi Buatan
Uraian Unit :
Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang
dibutuhkan untuk melaksanakan inseminasi buatan
Sub Kompetensi Kriteria Unjuk Kerja
1. Menyiapkan Akseptor 1.1. Tempat Pelaksanaan Inseminasi
Disiapkan Sesuai Dengan Standar
1.2. Akseptor Diperlakukan Sesuai
Prosedur

2. Melakukan Deposisi Semen 2.1. Alat Dan Bahan Disiapkan Sesuai


Prosedur
2.2. Semen Beku Disiapkan Sesuai
Dengan Prosedur
2.3. Semen Dideposisikan Secara Tepat
Dengan Waktu Inseminasi Sesuai
Standar

BATASAN VARIABEL
1. Konteks variabel

1.1. Unit kompetensi ini berlaku untuk inseminator


1.2. Unit kompetensi ini berlaku untuk melaksanakan inseminasi buatan.
1.3. Pekerjaan inseminasi dilakukan sesuai dengan peraturan bidang peternakan dan
kesehatan hewan yang memenuhi standar kesejahteraan hewan yang berlaku, dan
sesuai persyaratan keamanan dan keselamatan kerja

2. Perlengkapan yang dibutuhkan :


2.1. Alat pelindung diri (sepatu boot, plastic gloves, pakaian kerja)
2.2. Termometer
2.3. Alat pengendali ternak (restraint)

2.4. Gun IB, plastic sheet

2.5. Air hangat, gunting straw, pinset, tempat thawing, sabun, handuk, tissue.

2.6. Tas IB

Judul Modul: Melaksanakan Inseminasi Buatan


Halaman: 3 dari 24
Modul - Versi 2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... NAK.TRO2.005.01

2.7. Kontainer lapangan

2.8. Kartu IB

3. Tugas-tugas yang harus dilakukan :

3.1. Menyiapkan akseptor

3.2. Melakukan deposisi semen

4. Peraturan peraturan yang diperlukan:

4.1. Undang-Undang Nomor. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan


Hewan

4.2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


4.3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.05/Men/1996 tentang Sistem
Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4.4. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 52/OT.210/KPTS/08.96


tentang tata cara dan syarat-syarat pelatihan serta penyelenggaraan Inseminasi
Buatan

4.5. Surat Keputusan Direktur Bina Perbibitan Nomor TN.120/95/A/III-E/10.96 tentang


Ketentuan Teknis Pelatihan Inseminasi Buatan

PANDUAN PENILAIAN

1. Kondisi Penilaian
1.1. Prosedur penilaian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1.1.1. Penentuan tempat, waktu dan cara penilaian.
1.1.2. Penyiapan alat dan bahan penilaian.
1.1.3. Penyusunan kriteria penilaian.
1.1.4. Penentuan standar penilaian.
1.1.5. Pengujian, penilaian dan penetapan kelulusan.
1.1.6. Pelaporan hasil pengujian.

1.2. Unit Kompetensi yang harus dikuasai sebelumnya:


1.2.1. NAK.TR01.001.01 : Menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, serta
Lingkungan Kerja
1.2.2. NAK.TR02.001.01 : Menangani Alat Inseminasi Buatan
1.2.3. NAK.TR02.003.01 : Menentukan Kelayakan Akseptor
1.2.4. NAK.TR02.004.01 : Menangani Semen Beku

1.3. Unit kompetensi yang terkait :


1.3.1. NAK.TR02.002.01 : Merencanakan Kebutuhan Semen
1.3.2. NAK.TR02.006.01 : Melakukan Evaluasi Hasil Inseminasi Buatan
Judul Modul: Melaksanakan Inseminasi Buatan
Halaman: 4 dari 24
Modul - Versi 2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... NAK.TRO2.005.01

2. Kondisi Pengujian
2.1. Penilaian dapat dilakukan di tempat kerja atau tempat uji kompetensi (TUK) yang
ditetapkan
2.2. Metode penilaian dapat dilakukan melalui wawancara, tes tulis, praktik dan
simulasi

3. Pengetahuan yang dibutuhkan :


3.1. Penanganan semen beku
3.2. Reproduksi ternak betina
4. Keterampilan yang dibutuhkan :
4.1. Thawing (mencairkan kembali semen beku)
4.2. Memasang straw ke dalam gun IB
4.3. Melakukan deposisi semen

5. Aspek kritis penilaian :


5.1. Ketepatan thawing semen beku
5.2. Ketepatan deposisi semen

Kompetensi Kunci
Mengumpulka Mengkomuni Merencanak Bekerjasa Menggunaka Memecahk Mengguna-
n, kasikan an dan ma n gagasan an kan
menganalisa informasi dan mengorgani dengan secara masalah teknologi
dan ide-ide sasikan orang lain matematis
mengorganisa kegiatan dan dan teknis
sikan kelompok
informasi
2 1 1 2 2 1 3

Judul Modul: Melaksanakan Inseminasi Buatan


Halaman: 5 dari 24
Modul - Versi 2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul

Sub-Golongan ..... NAK.RBU.209.A

B. Silabus Diklat
Judul Unit Kompetensi : Melaksanakan Inseminasi Buatan
Kode Unit Kompetensi : NAK.TRO2.005.01
Deskripsi Unit Kompetensi : Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk
melaksanakan inseminasi buatan
Perkiraan Waktu Pelatihan : JP @ 45 Menit

Tabel Silabus Unit Kompetensi :


Perkiraan
Materi Diklat Waktu
Elemen
Kriteria Unjuk Kerja Indikator Unjuk Kerja Diklat (JP)
Kompetensi
Pengetahuan (P) Keterampilan Sikap
P K
(K) (S)
1. Menyiapkan 1.1. Tempat  Dapat menjelaskan  Penanganan  Thawing Harus
Akseptor pelaksanaan Tempat pelaksanaan semen beku (mencairkan tepat,
Inseminasi Inseminasi disiapkan  Reproduksi kembali semen benar
disiapkan sesuai dengan standar ternak betina beku) dan
sesuai dengan  Mampumenyiapkan  Memasang taat
standar Tempat pelaksanaan straw ke azas
Inseminasi sesuai dengan dalam gun IB
standar  Melakukan
 Harus tepat, benar dan deposisi
taat azas semen

1.2. Akseptor  Menjelaskan Akseptor  Penanganan  Thawing Harus


diperlakukan sesuai prosedur semen beku (mencairkan tepat,
sesuai prosedur  Mampu memperlakukan  Reproduksi kembali semen benar
Akseptor sesuai prosedur ternak betina beku) dan
 Harus tepat, benar dan  Memasang taat
taat azas straw ke azas
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul

Sub-Golongan ..... NAK.TRO2.005.01


dalam gun IB
 Melakukan
deposisi
semen

2. Melakukan 2.1. Alat dan bahan  Menjelaskan Alat dan  Penanganan  Thawing Harus
Deposisi disiapkan sesuai bahan sesuai prosedur semen beku (mencairkan tepat,
Semen prosedur  Mampu menyiapkan Alat  Reproduksi kembali semen benar
dan bahan sesuai prosedur ternak betina beku) dan
 Harus tepat, benar dan  Memasang taat
taat azas straw ke azas
dalam gun IB
 Melakukan
deposisi
semen

2.2. Semen beku  Menjelaskan Semen  Penanganan  Thawing Harus


disiapkan sesuai beku sesuai dengan semen beku (mencairkan tepat,
dengan prosedur prosedur  Reproduksi kembali semen benar
 Mampu menyiapkan ternak betina beku) dan
Semen beku sesuai  Memasang taat
dengan prosedur straw ke azas
 Harus tepat, benar dan dalam gun IB
taat azas  Melakukan
deposisi
semen

2.3. Semen  Menjelaskan deposisi  Penanganan  Thawing


dideposisikan Semen secara tepat semen beku (mencairkan
secara tepat dengan waktu  Reproduksi kembali semen
dengan waktu Inseminasi sesuai ternak betina beku)
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul

Sub-Golongan ..... NAK.TRO2.005.01


Inseminasi sesuai standar  Memasang
standar  Mampu mendeposisikan straw ke
Semen secara tepat dalam gun IB
dengan waktu  Melakukan
Inseminasi sesuai deposisi
standar semen
 Harus tepat, benar dan
taat azas

LAMPIRAN

1. BUKU INFORMASI
2. BUKU KERJA
3. BUKU PENILAIAN
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... NAK.RBU.209.A

STRUKTUR PROGRAM BREEDING dan rekording


• Program pemuliaan didefinisikan sebagai program sistematis dan terstruktur
untuk mengubah komposisi genetik dari suatu populasi berdasarkan pada
tujuan kriteria performa ternak
•Tujuan breeding dipengaruhi oleh banyak faktor, dan harus diperhatikan
kebutuhan dan prioritas pemilik hewan atau produsen, konsumen produk
hewan, industri makanan dan juga masyarakat publik.
 Struktur program breeding memerlukan organisasi yang dapat melakukan
recording, perkawinan terencana dan evaluasi genetik.
 Kegiatan ini dilakukan melalui struktur pemerintah dan non-pemerintah atau
kombinasi keduanya.
 Di Indonesia ternak yang diutamakan dalam program Pembibitan yaitu : Sapi,
domba, kambing, Kerbau, kuda, ayam dan Itik.

unit pelaksana teknis di lingkungan


Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang tersebar di daerah-
daerah :1. Pusat Veterinaria Farma Surabaya.
2. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi NAD Indrapuri
3. Balai Pembibitan Ternak Unggul Babi dan Kerbau Siborong – Borong
4. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Potong Padang Mangatas
5. Balai Pembibitan Ternak Unggul Dwi Guna dan Ayam Sembawa
6. Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor
7. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Batu raden.
8. Balai Pembibitan Ternak Unggul Kambing, Domba dan Itik Pelaihari
9. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional I Medan
10. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi
11. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung
12. Balai Besar Veteriner Wates
13. Balai Penyidikan Penyakit Veteriner Regional V Banjarbaru
14. Balai Besar Veteriner Denpasar Bali
15. Balai Besar Veteriner Maros
16. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Subang
17. Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunung Sindur
18. Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan Bogor
19. Balai Inseminasi Buatan Lembang Bandung
20. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari Malang
21. Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak Bekasi
22. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali Denpasar

Direktorat Perbibitan Ternak


Visi:
Tersedianya benih dan bibit ternak berkualitas dalam jumlah yang cukup mudah
diperoleh dan dijangkau serta terjamin kontinuitasnya.
Misi:
1.Memfasilitasi tersedianya benih dan bibit ternak
2.Mendorong usaha pembibitan ternak rakyat, pemerintah dan swasta
3.Membina kelembagaan perbibitan
4.Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dibidang perbibitan
5.Memanfaatkan sumberdaya genetik ternak secara optimal
Recording Pada Ternak Potong
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 9 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

1. Identifikasi/penomoran ternak
2. Silsilah/keturunan/Pedigree
3. Data Harian/ Reguler data
4. Tatalaksana/management Perkawinan
5. Data kelahiran anak
6. Evaluasi Pejantan
7. Tatalaksana Pemeliharaan
8. Pengobatan dan kesehatan
8. PemilikanTernak
9. Pakan
10.Pemanfaatan
11.Nilai Ternak
12. Cuaca
13.Data Penjualan

Breeding Domba di Tunisia


Di Tunisia, program nasional untuk peningkatan genetik domba diterapkan melalui
236 kelompok domba terseleksi. Performa pertumbuhan anak domba diamati melalui enam kali
penimbangan, untuk pembentukan populasi dasar. Program ini didanai oleh pemerintah, tetapi
proposal dibuat untuk mengurangi biaya dan peningkatan keterlibatan pemilik domba melalui
pembentukan asosiasi breeder. Model evaluasi genetik yang ada seragam dan tidak menawarkan
pilihan untuk stakeholder- meskipun mereka melakukannya didalam kondisi produksi yang
beragam dan memiliki tujuan yang beragam. Sejumlah besar penimbangan juga merupakan
beban untuk breeder. Kerjasama lebih fleksibel dengan breeder yang memiliki potensi guna
mengurangi biaya dan meningkatkan kapasitas program dan efisiensi program.

Breeding kerbau di India


Di India, kerbau menjadi spesies pilihan diantara ruminansia besar, disenangi karena insentif
harga untuk susu lebih tinggi kandungan lemaknya. Kebijakan pengembangan kerbau dilakukan
sejak tahun 1960an dan menggunakan kerbau Murah terseleksi, dan pemanfaatan Murrah untuk
grading-up kerbau yang tidak jelas breednya.Pemerintah pusat dan daerah serta sektor swasta
membentuk 33 kelompok peternak pembibitan di Negara bagian yang berbeda, mengikuti
kebijakan breeding ilmiah dan bertindak sebagai pusat perbanyakan untuk produksi dan
penyebaran pejantan unggul.Skema uji progeny diawali menggunakan kelompok insititusi dan
diantaranya peternak untuk menguji keunggulan performa pejantan Murrah dan Surti dengan
cara menguji anak-anaknya dibandingkan produksi induknya. Akan tetapi program uji progeny di
lapangan yang didukung oleh pemerintah, koperasi susu, lembaga penelitian dan NGO
kekurangan catatan performa yang dibutuhkan. Kebanyakan program uji progeny yang sedang
berjalan, karenanya tergantung pada kelompok ternak insititusi, dan mengeluarkan ternak baik
yang akan dipelihara oleh komunitas peternak. Pejantan teruji dan terseleksi jumlahnya terlalu
sedikit untuk memberikan dampak terhadap perbaikan genetik.

Breeding kambing di Republik Korea


Kambing telah beradaptasi di Korea lebih dari 700 tahun. Selain konsumsi biasa, daging
kambing telah lama dianggap sebagai makanan kesehatan atau obat. Dengan meningkatnya
permintaan daging kambing awal tahun 1990 an, kambing Australia dan Boer diimpor dan secara
luas dikawin silangkan dengan kambing hitam lokal. Meskipun kambing persilangan Boer
memiliki pertumbuhan yang baik dibandingkan kambing asli, kambing persilangan Boer kurang
dikenal peternak karena tidak sama warna hitamnya seperti kambing lokal. Hal ini menyebabkan
importasi kambing dari Australia yang berwarna hitam yang memiliki warna sama dengan
kambing lokal. Kambing Saanen juga diimport dan tersebar luas sebagai breed perah,tetapi

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 10 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

persaingannya dengan susu sapi menyebabkan penurunan jumlahnya. Akan tetapi, saat ini
permintaan susu kambing meningkat mengakibatkan importasi bibit ternak baru.

Breeding itik di Vietnam


Vietnam memiliki populasi itik kedua terbesar di dunia. Ada 8 breed itik lokal dan sejumlah breed
yang telah diintorduksi dari negara lain untuk pemurnian breeding dan persilangan. Breeding itik
diorganisasikan oleh National Institute for Animal Husbandry melalui dua pusat breeding itik
dimana pemeliharaan dan pengembangan grand-parent dan parent stocks, serta penyebaran
materi genetik di produsen lokal. Piramida struktur breeding di Vietnam, dianggap sebagai model
yang dapat diaplikasikan untuk system breeding ternak lainnya di Negara ini.

Breeding babi di Hungaria


Di Hongaria, breeding babi merupakan breeding ternak terpenting. dengan beberapa breed
impor, Hongaria merupakan salah satu negara pertama di Eropa yang mengawali pembentukan
hibrid pada tahun 1970 menggunakan breed Large White Hongaria dan Landrace. Sampai hari
ini, diketahui ada 3 hibrid Hongaria yang memiliki pasar lokal tertinggi dan dapat bersaing
dengan hibrid terbaik luar negeri. Tipe lama babi berlemak tinggi sudah seluruhnya tergantikan –
kecuali untuk breed Mangalitsa yang meningkat popularitasnya dan jumlahnya disebabkan asam
lemak tidak jenuhnya.

Breeding sapi potong di Brasil


Brasil saat ini memiliki populasi komersil terbesar di seluruh dunia. Ada sekitar 16 program
breeding untuk sektor sapi potong, salah satunya untuk sapi Zebu. Tiga belas program untuk
breed berbeda memiliki tujuan meningkatkan efisiensi reproduksi dan pertumbuhan sap potong
menggunakan teknik breeding klasik terkait bioteknologi modern. Special Certificate of
Identification and Production (CEIP). The Breeding Programme for Zebu Cattle (PMGZ), yang
dilakukan oleh Brazilian Association of Zebu Breeders (ABCZ) mengindentifikasi sebanyak 20%
ternak unggul melalui perhitungan menggunakan expected progeny differences (EPDs) untuk
pertumbuhan dan pertambahan berat badan pada umur berbeda,begitu juga sifat fertilitas dan
efiseinsi reproduksi. Dengan data base lebih dari 1,5 juta ternak dan 65.000 ternak baru yang
masuk setiap tahunnya, ini merupakan program nasional untuk semua breed sapi Zebu. Program
breeding lainnya untuk sapi Zebu adalah GENEPLUS, yang memiliki database lebih dari 700.000
ternak yang tersedia untuk breeder EPDs. Untuk umur beranak pertama, periode perkawinan
dan lingkar scrotum pada umur yang berbeda. PROMEBO menjalankan program untuk sapi
potong breed Taurin. Dengan tujuan peningkatan sapi Zebu, ABCZ juga bekerja sama dengan
berbagai organisasi penelitian begitu juga dengan puluhan perguruan tinggi dan menawarkan
produksinya serta data reproduksi.

Breeding ternak domba di Australia


Di Australia, tehnik konvensional sifat non-kuantitiatif untuk seleksi ternak domba telah dilakukan
secara meluas pada industri domba sejak awalnya. Tehnik tersebut meliputi kajian visual dan
fisik melalui kelompok ternak domba profesional dan pendekatan seleksi biologi seperti “Elite”
dan “Soft Rolling Skin”. Sistematik perkawinan-silang berdasarkan populasi breed ternak yang
telah diketahui, telah biasa dilakukan pada industri domba potong dan termasuk strategi
persilangan rotasi dan terminal (potong). Rekording performa dan seleksi ternak biasanya
tersedia guna memenuhi kebutuhan pasar secara efisien pada domba tipe wool dan pedaging.
LAMBPLAN merupakan system evaluasi genetik mayoritas digunakan di Australia untuk industri
domba potong. Sistem ini mengestimasi breeding values yang dihitung berdasarkan
informasiperforma dan eturunannya yang dikumpulkan dari peternakan pembibitan. Pada
industri domba wool, program evaluasi genetik belum diterapkan secara meluas, dimana
mencerminkan bahwa adanya karakterisitk sosial dan politik yang beragam dari industri domba
wool.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 11 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

MODEL REKORDING DAN PENGOLAHAN DATA UNTUK PROGRAM


SELEKSI SAPI BALI
L. Hakim, Suyadi Suyadi, V.M.A. Nurgiartiningsih, Nuryadi Nuryadi, T. Susilawati
Sari
Sapi Bali merupakan ternak lokal asli Indonesia sangat berpotensi untuk dikembang-
biakkan dan sebagai plasma nutfah harus tetap dilestarikan agar tidak tercemar dengan
“darah” bangsa sapi lain. Disinyalir performans sapi Bali cenderung menurun disebabkan
aplikasi program pemuliaan yang kurang ketat, sehingga mutu genetiknya rendah.
Dalam upaya memperbaiki mutu genetik, Pola Peternakan Inti Terbuka (Open Nucleus
Breeding) tampaknya sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan sapi Bali yang
banyak melibatkan peternakan rakyat sebagai populasi dasar dengan dukungan kegiatan
seleksi pada berbagai lapisan peternakan dan harus ditunjang dengan rekording
performans produksi dan reproduksi secara tertib, benar dan akurat, serta
berkesinambungan. Rekording merupakan metode untuk menunjang keberhasilan
program perbaikan mutu genetik ternak yang sangat bermanfaat dalam program seleksi
berdasarkan performans individu, dan dapat membantu manajemen beternak yang baik.
Dari rekording dapat diketahui silsilah ternak sehingga sangat bermanfaat untuk
melakukan analisis komponen ragam dan menduga nilai pemuliaan (breeding value)
ternak. Tujuan penelitian untuk mengembangkan manajemen rekording bagi pola
perbibitan sapi Bali dan perangkat lunak (software) sistem rekording dan pengolahan
data. Luaran berupa laporan Kegiatan Model Rekording dan Pengolahan Data Untuk
Program Seleksi Sapi Bali; model rekording sederhana untuk data primer di lapang dan
model tabulasi data secara manual; dan perangkat lunak program rekording (sistem
rekording data produksi dan reproduksi, rekapitulasi data, faktor koreksi, dan nilai
pemuliaan ternak). Kesimpulan adalah perbaikan mutu genetic untuk memperbaiki
performans produksi pada keturunan secara bertahap dan kontinyu perlu dilakukan
sehingga perlu perencanaan dan implementasi program breeding yang tepat dan
berkelanjutan. Diperlukan format recording dan pengolahan data yang sederhana dan
standar sehingga mudah diaplikasikan. Program recording di lapangan yaitu recording
langsung di lapangan dengan menggunakan lembar isian recording oleh peternak dan
komputerisasi data pada petugas atau di pusat pembimbitan, dinas atau instansi terkait.
Diperlukan pelatihan mengenai manfaat dan teknik pengisian paket recording baik di
tingkat peternak maupun petugas/dinas. Penggunaan perangkat lunak (software) dalam
program recording akan sangat membantu dalam pengarsipan, pengolahan dan
pencarian data yang diperlukan dalam rangka mendukung program breeding.

Kata Kunci : sapi Bali, data, model rekording, program seleksi


Teks Lengkap:
PDF (English)
Referensi
Dwipa, I.B.G. dan B.D. Sarwono, 1992. Musim dan Bobot Badan Sapi Bali yang Di-antar-
pulaukan dari Lombok. Jurnal Penelitian Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
I(2): 1 – 10.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Henderson, C.R. (1984) Estimation of variance and covariance under multiple traits
models. Journal Dairy Sci. 67:1581-1589.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 12 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Mastika, I.M. 2002. Feeding Strategies to Improve the Production Performance and Meat
Quality of Bali Cattle (Bos sondaicus). Working Papers: Bali Cattle Work-shop. Bali, 4 – 7
February 2002.
Mrode, R. A. (2000) Linear Models for the Prediction of Animal breeding Values. CAB
International, UK.
Saka, I.K. 2000. Potensi Sapi Bali Sebagai Ternak Potong Ditinjau Dari Karakteristik
Karkas. Prosiding Seminar Nasional Peranan Balai Inseminasi Buatan Singosari Dalam
Menghadapi Swasembada Daging Tahun 2005 Melalui Uji Keturunan Sapi Bali dan KSO
Semen Beku. Universitas Brawijaya, Malang.
Sarwono, B.D. 1995. Penggemukan Sapi Rakyat: Kemitraan Pedagang Ternak Dengan
Petani di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha
Ternak: “Industrialisasi Usaha Ternak Rakyat Dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi”.
Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan Indonesia Bekerja-sama Dengan Balai Penelitian
Ternak Ciawi, Bogor, 30 – 31 Agustus 1995.
Searle, S.R., G.Casella, dan C.E. McCulloch. 1992. Variance Components. Willey and
Sons. New York.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 13 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

TERNAK-TERNAK YANG HARUS DIGANTI


TEKNIK DAN CARA MELAKUKAN SELEKSI BIBIT TERNAK
Umumnya peternak telah mengetahui bagaimana cara memilih ternak yang akan dijadikan
sebagai bibit yang bagus untuk dijadikan pejantan, induk, atau yang akan dipotong. Peternak
cukup dengan melihat bentuk badan, kondisi kesehatan, kondisi fisik ternak yang akan dipilih
sudah bisa diketahui sesuai dengan tujuan.Seorang peternak yang telah berpengalaman, ada
tambahan penilaian dalam memilih ternak tersebut yaitu menanyakan tentang asal usul ternak
bersangkutan. Jadi secara tidak langsung peternak sudah melakukan seleksi meskipun tingkat
keberhasilan memilih bibit ternak tergantung kepiawiannya (ketelitian, kecermatan, intuisi dan
pengalaman) peternak bersangkutan.

APA SEBENARNYA ARTI SELEKSI ?


Secara sederhana adalah tindakan (keputusan) untuk menentukan atau memilih ternak-ternak
yang akan digunakan sebagai tetua bagi generasi berikutnya atau seleksi berarti
memperkenankan sekelompok ternak menjadi penurun dari generasi berikutnya dan
menghilangkan kesempatan dari kelompok lain untuk memperoleh hal yang sama contohnya
adalah KASTRASI.Dari segi genetik, SELEKSI diartikan sebagai suatu tindakan untuk
membiarkan ternak-ternak tertentu berproduksi, sedangkan ternak-ternak lainnya tidak diberi
kesempatan berproduksi.

TUJUAN SELEKSI
Adapun tujuan dilakukannya seleksi antara lain :
1. Agar tingkat kesuburan ternak tinggi
2. Agar kecepatan pertumbuhan baik yaitu dalam waktu relatif singkat , ternak dapat
menghasilkan persentase karkas yang tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya.
3. Agar daya adaptasinya tinggi, sehingga tidak mudah terserang penyakit.
Seleksi terhadap bibit ternak yang akan dipelihara tergantung kepada tujuan usaha peternakan,
selera peternak dan modal yang dimiliki. Ternak yang akan digunakan sebagai bibit atau
“REPLACEMENT STOCK” mempunya beberapa hal yang tidak harus diperhatikan seperti dalam
seleksi untuk tujuan potong.
Untuk mencapai tujuan dalam beternak yaitu menghasilkan anak dengan bobot yang tinggi
sehingga diperoleh produksi karkas yang tinggi dan berkualitas, maka harus dipilih induk yang
berkualitas baik.Tujuan utama seleksi adalah meningkatkan frekuensi gen yang dikehendaki.
Dalam pengembangan usaha ternak potong, produksi utama adalah untuk menghasilkan daging.
Oleh sebab itu sudah seharusnya seleksi ternak potong didasarkan pada pertimbangan kuantitas
dan kualitas daging yang akan dihasilkan.
Beberapa hipotesa menyatakan bahwa gen yang akan menampilkan karakter jelek mempunyai
frekuensi pemunculan yang jarang dan gen yang baik mempunyai frekuensi pemunculan yang
tinggi. Seleksi Buatan adalah seleksi yang dilakukan manusia terhadap suatu tujuan tertentu
demi untuk mencapai kebutuhannya, sedangkan seleksi alam tidak secara langsung dipengaruhi
oleh manusia, akan tetapi alamlah yang menentukan arah dan tujuannya.
Seleksi Alam merupakan inti dari teori DARWIN yaitu “ASAL USUL DARI BERBAGAI SPESIES”
(THE ORIGIN OF DIFFERENT SPECIES). Didalam pertanian modern dalam arti luas, terlihat
bahwa manusialah yang terutama mengadakan seleksi demi kebutuhannya dan seleksi alam
sudah terlihat sangat langka. Seleksi alam hanya terpusat pada penjelmaan individu-individu
yang kuat dan tahan terhadap tantangan lingkungan alam sekitarnya, dan pada umunya rendah
produksinya, karena apa yang dibutuhkan ternak tersebut hanya untuk mempertahankan
hidupnya saja.
Setiap species mahluk hidup didalam inti selnya mempunyai jumlah chromose tertentu dan
tersusun dalam pasangan-pasangan yang disebut “PASANGAN CHROMOSOME”.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 14 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

CONTOH :
1. MANUSIA : 46 CHROMOSOME (23 PASANG)
2. SAPI : 60 CHROMOSOME (30 PASANG)
3. KAMBING : 60 CHROMOSOME (30 PASANG)
4. DOMBA : 54 CHROMOSOME (27 PASANG)
5. KUDA : 64 CHROMOSOME (32 PASANG)
6. BABI : 38 CHROMOSOME (19 PASANG)

RESPON SELEKSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERBAIKAN MUTU GENETIK YANG
TERJADI SEBAGAI AKIBAT SELEKSI adl :
1. HERITABILITAS
2. DIFFERENSIAL SELKESI
3. INTERVAL GENERASI
4. HUBUNGAN DIANTARA SIFAT-SIFAT YANG DISELEKSI
5. KECERMATAN SELEKSI

1. HERITABILITAS
Variasi fenotipe berbagai ternak disebabkan oleh adanya variasi Gen dan Pengaruh lingkungan.
Pengaruh variasi gen disebut dengan heritabilitas. Heritabilitas secara luas dapat diartikan semua
pengaruh Gen adiktif dan non adiktif. Heritabilitas sangat berguna untuk menduga kemajuan
produksi yang diakibatkan oleh adanya seleksi. Dalam teori heritabilitas ( h2 ) berkisar antara 0
-100 %, namun angka ekstrim ini tidak pernah diperoleh pada sifat-sifat kuantitatif.
Faktor Genetik yang dapat diturunkan (diwariskan).
1. Angka pewarisan (heritability)  koefisien heritabilitas : h2
2. Angka pengulangan (repetability)
Makin besar angka h2 dari suatu sifat, maka sifat tersebut akan semakin mudah
diturunkan kepada anaknya. Umumnya h2 yang tinggi adalah pada sifat-sifat produksi,
sedangkan sifat-sifat reproduksi (seperti : selang beranak, siklus berahi) nilai h 2 adalah rendah,
artinya tidak banyak dipengaruhi oleh bakat.

2. DIFFERENSIAL SELEKSI.
Adalah perbedaan antara rata-rata kelompok ternak yang terseleksi dengan rata-rata
populasi darimana kelompok ternak yang terseleksi itu berasal. Semakin besar Differensial
seleksi semakin besar pula peningkatan mutu genetik
CONTOH :
BILA BERAT SAPIH RATA-RATA POPULASI 200 Kg, BERAT KELOMPOK TERNAK YANG
TERSELEKSI RATA-RATA 225 Kg, SEDANG HERITABILITASNYA 0,4 (40 %)
MAKA KEMAJUAN GENETIK = 0,4 X (225 – 200) = 10
BERDASARKAN PERHITUNGAN DIATAS DAPAT DIHARAPKAN BERAT SAPIH DARI KETURUNAN
TERNAK YANG TERSELEKSI adl 200 Kg + 10 Kg = 210 Kg.

3. INTERVAL GENERASI.
Adalah umur rata-rata tetua pada waktu Fetus yang akan digunakan sebagai pengganti induknya
lahir. Menurut minish and fox (1979) interval generasi pada sapi potong adalah 4,5 – 5,0 tahun.
Pengetahuan tentang interval generasi penting untuk menduga kemajuan yang akn dicapai tiap
tahun sebagai akibat adanya seleksi.
HERITABILITAS x DIFFERENSIAL SELEKSI
KEMAJUAN PER TAHUN = ---------------------------------------------------
INTERVAL GENERASI

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 15 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Untuk mempercepat tanggapan seleksi maka interval generasi harus di persingkat dengan cara
mengawinkan ternak bibit pada umur muda. Namun pada ternak besar khususnya ternak potong
tidak mungkin mempersingkat interval generasi dibawah 2 tahun.

4. HUBUNGAN DIANTARA SIFAT-SIFAT YANG DISELEKSI.


Pada sifat-sifat produksi ternak seringkali terdapat korelasi baik yang positif maupun yang
negative. Pada sifat yang berkorelasi positif peningkatan mutu genetic dari suatu sifat akan
menyebabkan pula peningkatan sifat yang lain, misalnya laju pertambahan berat badan dengan
efesien makanan, pada hubungan seperti ini seleksi cukup dilakukan pada satu sifat saja. Pada
sifat yang berkorelasi negative peningkatan mutu genetic suatu sifat akan menyebabkan
penurunan mutu genetic sifat yang lain, misalnya jumlah produksi susu terhadap kandungan
kadar lemak. Untuk sifat yang berkorelasi negative titik berat seleksi tergantung pada
pertimbangan ekonomis.

5. KECERMATAN SELEKSI.
Hal ini sangat penting karena didefenisikan sebagai hubungan antara nilai breeding yang
sesungguhnya dari tetuanya yang diseleksi dengan nilai breeding perkiraan. Nilai bervariasi
antara 0 sampai 1 dan ditentukan dengan akar dari heritabilitasnya. Semakin tinggi
heritabilitasnya semakin tinggi pula kecermatan perkiraan nilai breedingnya. Misalnya untuk sifat
yang heritabilitasnya 0,4 maka kecermatan adalah 0,6 dengan catatan bahwa seleksi dilakukan
berdasarkan bentuk luar (fenotipe).

SISTEM SELEKSI
Dapat diklaffikasikan sebagai berikut :
a. SELEKSI MASSA
b. UJI KETURUNAN
c. INFORMASI TETUA
d. INFORMASI PENAMPILAN KERABAT
e. INFORMASI SIFAT-SIFAT YANG BERKORELASI

a. SELEKSI MASSA
Adalah seleksi yang dilakukan berdasarkan fenotip individu-individu, fenotip disini dapat berupa
satu sifat tunggal atau beberapa sifat. Kemajuan yang didapatkan lewat seleksi ini tergantung
padakerapatan hubungan antara genotip dan fenotip. Sistem ini banyak digunakan pada
seleksi sapi Potong dan dilakukan terhadap sifat-sifat yang secara ekonomis penting dan
mempunyai heritabilitas tinggi.

b. UJI KETURUNAN
Adalah seleksi yang berdasarkan dari penampilannya saja. Seleksi ini harus mempunyai
kecermatan yang tinggi, tetapi tidak dapat dilakukan pada ternak yang masih muda. Uji
keturunan ini berguna dalam seleksi terhadap sifat-sifat yang dibatasi oleh jenis kelamin atau
sifat-sifat yang hanya dapat diperlihatkan pada akhir hidup saja. Misalnya kemampuan dalam
menyusui, kemudahan beranak, data karkas dan lain sebagainya.

c. INFORMASI TETUA
seleksi ini dapat dilakukan berdasarkan informasi tentang penampilan tetua dari individu yang
hendak diseleksi. System seleksi inirelatif lebih sering digunakan untuk sifat-sifat
heritabilitasnyarendah. Namun seleksi dengan silsilah ini tidak berharga apabila catatan dari
tetuanya tidak teliti. Kesulitan dalam seleksi ini adalah sering kali dikacaukan antara pengaruh
lingkungan dengan pengaruh genetic.

d. INFORMASI PENAMPILAN KERABAT.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 16 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Seperti yang diketahui bahwa seleksi dengan uji keturunan harus menunggu sampai
keturunannya memperlihatkan prestasinya, untuk mempercepat seleksi dapat dilakukan dengan
cara melihat penampilan saudara-saudaranya yang dinilai. Misalkan untuk sifat karkas tidak
mungkin ternak yang sudah dipotong dipilih, makanya harus dilihat dari kerabatnya.
Kecermatan seleksi ini tergantung pada:
 Heritabilitas
 Kerapatan hubungan darah antar sapi sumber data dengan sapi yang diseleksi
 Jumlah data untuk menentukan rata-ratanya
 Kemiripan antara sumber data dengan individu yang diseleksi
e. INFORMASI SIFAT-SIFAT YG BERKORELASI.
Adalah sebuah keuntungan bahwa banyak sifat-sifat produksi pada saapi potong berkorelasi
positif, artinya seleksi terhadap suatu sifat akan meningkatkan pula sifat-sifat lainnya. Oleh
karena itu untuk sifat-sifat yang sulit dan mahal dalam melaksanakan pengukurannya maka
seleksi terhadap sifat tersebut dilakukan berdasarkan sifat lain yang mudah diukur. Misalkan
seleksi terhadap efesien makanan dapat dilakukan dengan melihat pertambahan berat badan
lepas sapih.

CARA SELEKSI.
ADA 3 CARA SELEKSI yaitu :
1. SLEKSI TANDEM
2. INDEPENDENT CULLING LEVEL
3. SELECTION INDEX

1.SELEKSI TANDEM.
cara ini merupakan yang paling sederhana. dalam cara ini seleksi dilakukan hanya berdasarkan
satu sifat sampai pada tingkat perbaikan yang dikehendaki, baru kemudian memilih sifat kedua,
ketiga. efisiensi cara ini tergantung pada hubungan genetik diantara sifat-sifat yang diseleksi.
apabila terdapat korelasi yang posistif diantara sifat-sifat itu, maka cara seleksi ini mencapai
efisiensi yang tinggi, sebab perbaikan suatu sifat akan menyebabkan pula perbaikan sifat yang
lain. akan tetapi apabila diantara sifat-sifat yang akan diselkesi itu hanya mempunyai hubungan
genetis yang rendah maka cara seleksi ini akan memakan waktu yang lama.

2. INDEPENDENT CULLING LEVEL.


cara ini dilakukan dengan memilih individu-individu yg mencapai tingkat minimum yang
diinginkan untuk masing-masing sifat. individu-individu yang berpenampilan dibawah tingkat
yang diinginkan untuk setiap sifat akan disisihkan tanpa mempedulikan kelebihan sifat yang
lain.dibandingkan dengan cara seleksi tandem, dengan cara ini dapat dilakukan seleksi terhadap
beberapa sifat dalam satu waktu.

3. SELECTION INDEX.
cara ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa sifat sekaligus. setiap sifat diberikan
proporsi nilai yang bisa sama, bisa pula tidak dengan sifat yang lain, tergantung pada titik berat
seleksinya.

SELEKSI PEJANTAN
dalam seleksi ternak bibit yang harus diperhatikan adalah genotipnya. dalam melakukan seleksi
terhadap pejantan ada beberapa yg harus dipertimbangkan yaitu :

a. DATA TETUA

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 17 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

waktu yg terbaik untuk menggunakan data tetua adalah sebelum ternak yg diseleksi lahir. kita
dapat menguji tetuanya (bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya dsb) dan mengambil beberapa
perkiraan tentang bagaimana ia akan menjadi kelak. data tentang nenek moyang yg sudah jauh
jaraknya kurang penting untuk diperhatikan, sebab hubungan darah antara nenek moyang tsb
dengan ternak yg akan diseleksi sudah sedikit. misalnya kakek buyut hanya mempunyai
hubungan darah sebesar 12,5 %.

b. DATA PENAMPILAN INDIVIDU


untuk sifat-sifat yg mempunyai heritabilitas tinggi (diatas 40 %) dan secara ekonomis penting,
maka sifat-sifat yg dapat dipercaya yg dimiliki oleh sapi jantan adalah indikator terbaik dari nilai
breeding.
setelah sapi jantan lahir, titik berat perhatian harus berpindah kepada fenotipnya dan
meninggalkan tetuanya.

SIFAT-SIFAT INDIVIDUAL YG HARUS MENDAPAT PERHATIAN UTAMA ADALAH :

BERAT LAHIR
heritabilitas berat lahir adalah 0,48 , jadi penekanan seleksi yang nyata dapat diterapkan pada
sifat ini. berat lahir mempunyai korelasi positif dengan laju pertumbuhan. namun juga harus
diperhatikan bahwa berat lahir berhubungan erat dengan kesulitan melahirkan (distokia).

BERAT SAPIH
heritabilitas berat sapih adalah 30 %. penelitian terakhir menduga bahwa seleksi terhadap berat
setahun (yearling weight) akan memperbaiki nilai breeding dari berat sapih lebih cepat dari pada
seleksi langsung terhadap berat sapih itu sendiri.

BERAT SETAHUN (YEARLING WEIGHT)


Sifat ini mempunyai heritabilitas tinggi yaitu 60 %. Catatan penampilan pejantan adalah suatu
indicator yang baik dari nilai breeding untuk berat setahun.

BERAT DEWASA (MATURE WEIGHT)


Sifat ini mempunyai hubungan positif dengan berat lahir, berat sapih, dan berat setahun. Seleksi
terhadap sifat-sifat tersebut akan berakibat pula terhadap berat dewasa.

c. SIFAT-SIFAT FISIK.
FERTILITAS.
Hal yang paling terpenting dari pejantan adalah tingginya fertilitas. Secara fisik kita dapat
menguji beberapa sifat yang mencerminkan nilai yang tinggi untuk fertilitas. Cirri-ciri fisik
terpenting yang dapat diuji dan diukur addalah bentuk dan ukuran scrotum, hal ini berhubungan
erat dengan produksi sperma.

KERANGKA.
Ukuran rangka adalah yang terpenting karena ada pertautan yang erat dalam identifikasi pola
kedewasaan fisiologis pada sapi-sapi. Sapi-sapi yang besar biasanya lambat dewasa, sedangkan
yang kecil masak dini.

SIFAT-SIFAT STRUKTUR
Meskipun para ahli genetika dan peneliti-peneliti lain meremehkan arti pentingnya sifat-sifat
struktur disebabkan kesulitan dalam mengukur secara kuantitatif, namun berdasarkan
pengalamanada kencendrungan bahwa heritabilitasnya adalah nyata benar. Masalah yang sering

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 18 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

muncul adalah kuku bagian dalam kecil, mata kaki seperti cakar ayam (bengkok). Hal ini akan
berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengawini betina.

PER-OTOTAN
Dalam dunia perdagangan daging, maka yang diperdagangkan adalah produksi otot dan para
spesialis pemuliabiakan ternak setuju bahwa hal itu dikontribusi oleh pejantan. ada 5 katagori
perototan yaitu a, b, c, d, e. katagori a adalah ternak yg hampir tidak mengandung lemak,
sedang katagori e adalah ternak yang mengandung lemak banyak sekali.
kedua keadaan ekstrim ini sama-sama kurang disukai konsumen. katagori a kurang
menguntungkan sebagai pejantan karena perototan yang berlebihan ada hubungannya kesulitan
dalam melahirkan, daging tidak marbling, gerakannya lamban. perototan yang berlebihan juga
cenderung membentuk “double muscle” yang mempunyai kaitan dengan fertilitas yg rendah dan
tidak adanya marbling daging.

KAPASITAS TUBUH
Berat tubuh pada umur TTT dan efisiensi makanan adalah penting secara ekonomis pada
sebagian besar usaha peternakan ternak potong.

SELEKSI INDUK
Faktor-faktor yg harus diperhatikan dalam seleksi induk adalah:
a. KESEHATAN
induk harus sehat dan bebas penyakit. aspek kesehatan harus diperhatikan sejak pertama kali
memulai beternak. penyakit-penyakit infeksi yg sering dihubungkan dengan pembibitan adalah
tuberculosis, brucellosis, leptospirosis, vibriosis, trichomoniasis dan anaplasmosis.

b. EFISIENSI REPRODUKSI.
seleksi induk harus secara ketat ditekankan pada efisiensi reproduksi. hal ini menyangkut
fertilitas induk itu sendiri, persentase sapihan yang hidup, lama masa reproduksi.

c. INDIVIDUALITAS.
ini menyangkut bentuk tubuh dan sifat-sifat keibuan, misalnya produksi susu, feminin. produksi
susu berhubungan dengan bentuk ambingnya, ambing yang kecil sulit diharapkan untuk dapat
menghasilkan susu yang banyak. kefemininan seekor induk dapat dilihat dari bentuk tubuhnya,
kepalanya, kakinya.
secara singkat dapat dikatakan bahwa seekor induk harus mempunyai kemampuan reproduksi
yang tinggi, produksi susunya bagus, kerangkanya besar, femini, sehat dan bentuknya seragam
dengan induk-induk lain dalam kelompoknya.Dalam program seleksi, cara untuk menaksir
kemampuan seekor induk yang telah beranak adalah dengan melihat catatan-catatan
produksinya. taksiran yang paling mendekati kemampuan menghasilkan yang riil adalah “most
probable producing ability = mppa” yang dirumuskan sebagai berikut :

n.r
MPPA = X + ---------------- ( X - X)
1 + (n – 1) r
n = JUMLAH DATA YG ADA
r = REPEABILITY
X = NILAI RATA-RATA DARI INDIVIDU
X = NILAI RATA-RATA DARI KELOMPOK
CONTOH : DATA PRODUKSI SUSU INDUK (DALAM LITER) DENGAN r = 0,5.
LAKTASI KE X1 X2 X3 X4
I 3.000 2.500 3.000 3.000

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 19 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

II 3.050 2.800 3.050 3.200


III 3.150 3.000 -- 3.150
IV 3.200 2.675 -- --
-------------------------------------------------------------------------
X 3.100 2.675 3.025 3.116 X = 2.979

(4) (O,5)
MPPA1 = 2.979 + ----------------- (3.100 – 2.979)
1 + (3) (0,5)
= 3.075,8
PRODUKSI SUSU X1 PADA LAKTASI YANG AKAN DATANG DAPAT DIHARAPKAN SEBESAR
3.075,8 LITER.
DENGAN CARA YANG SAMA, MAKA PRODUKSI SUSU X2, X3 DAN X4 DAPAT DIRAMALKAN.

SELEKSI BIBIT BERDASARKAN BERAT SAPIH


seleksi terhadap berat sapih bertujuan untuk meningkatkan rata-rata berat sapih populasi.berat
sapih merupakan sifat kuantitatif yang penting karena merupakan indikator kemampuan induk
dalam menghasilkan susu dan mengasuh anaknya serta menunjukkan kemampuan anak untuk
tumbuh dengan pengaruh maternal.
anak yang tumbuh cepat dan mencapai berat sapih yang tinggi biasanya mengalami
pertumbuhan yang pesat pula setelah disapih. oleh karena itu, berat sapih merupakan salah satu
kriteria seleksi yang penting.
catatan berat sapih yang merupakan informasi dalam seleksi individu harus menggunakan faktor
koreksi.

CONTOH : PADA TERNAK KAMBING DAN DOMBA.


RUMUS BOBOT SAPIH TERKOREKSI ADALAH sbb :
BS - BL
BST = ( BL + ------------ x 100) x FKTL x FKUI
UMUR
KETERANGAN :
BST = BERAT SAPIH TERKOREKSI
BL = BERAT LAHIR
BS = BERAT SAPIH HASIL PENIMBANGAN
FKTL = FAKTOR KOREKSI TIPE KELAHIRAN
FKUI = FAKTOR KOREKSI UMUR INDUK
apabila berat lahir cempe tidak diketahui dan dilahirkan anak tunggal maka berat lahir
diasumsikan 4,2 Kg dan apabila dilahirkan anak kembar maka berat lahir diasumsikan 3,6 Kg.

CONTOH :
induk kambing berumur 4 tahun melahirkan sepasang cempe. berat lahir cempe tidak diketahui.
cempe-cempe tersebut disapih pada umur 115 hari. berat sapih cempe pertama dan kedua dari
hasil penimbangan beratnya masing-masing 13,5 Kg dan 14,2 Kg. kedua cempe dipelihara
secara terpisah. rata-rata berat sapih populasi = 12,7 Kg.
berapa berat sapih terkoraksi dari cempe tersebut pada umur 115 hari dan peringkat
kedua cempe tersebut dalam populasi ?
PENYELESAIAN :
FKTL = 1,10, KARENA DILAHIRKAN DALAM KEADAAN KEMBAR TETAPI
DIPELIHARA DALAM KEADAAN TUNGGAL
FKUI = 1,03KARENA DILAHIRKAN OLEH INDUK BERUMUR 4 TAHUN
13,5 Kg – 3,6 Kg
BST CEMPE PERTAMA = (3,6 Kg + ---------------------- x 100 ) x 1,10 x 1,03

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 20 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

115 HARI
= 13,83 Kg
13,83 Kg – 12,7 Kg
PERINGKAT CEMPE PERTAMA = ------------------------ x 100 % = 8,89 %
12,7 Kg
14,2 Kg – 3,60 Kg
BST CEMPE KEDUA = ( 3,6 Kg + ------------------------ x 100 HARI) x 1,10 x 1,30
115 HARI
= 18,33 Kg
18,33 Kg – 12,7 Kg
PERINGKAT CEMPE KEDUA = ------------------------- x 100 % = 14,33 %
12,7 Kg
berdasarkan hasil perhitungan tersebut, peringkat berat sapih cempe pertama = 8,89 % dan
cempe kedua = 14,33 % dari berat sapih rata-rata populasi, sehingga cempe kedua menduduki
peringkat lebih tinggi daripada cempe pertama.

CONTOH PADA TERNAK SAPI.


RUMUS BERAT SAPIH TERKOREKSI PADA TERNAK SAPI ADA 2 MACAM yi :
BB - BL
RUMUS I : BS205 = ( ------------ x 205 + BL) + FKUI
UMUR
BB - BL
RUMUS II: BS205 = ( ----------- x 205 + BL) x FKUI
UMUR
KETERANGAN :
BS205 : BERAT SAPIH TERKOREKSI PADA UMUR 205 HARI
BB : BERAT PADA SAAT DITIMBANG PADA WAKTU PENYAPIHAN
BL : BERAT LAHIR
UMUR : UMUR PADA SAAT PENYAPIHAN (HARI)
FKUI : FAKTOR KOREKSI UMUR INDUK

MANAJEMEN PEMBIBITAN TERNAK RUMINANSIA I


I. Pentingnya pembibitan ternak ruminansia
A. Kebutuhan Manusia
Agribisnis Pembibitan sapi di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, karena
permintaan produk daging, susu maupun kulit terus meningkat, seirama dengan pertambahan
penduduk dan perkembangan perekonomian nasional. Namun sangat disayangkan karena dalam
beberapa dasawarsa terakhir ini impor ketiga produk tersebut cenderung terus meningkat,
walaupun terjadi fluktuasi sebagai akibat adanya perubahan global maupun dinamika nasional.
Untuk merespon perkembangan agribisnis sapi di Indonesia dalam 10 tahun ke depan agar 90
persen kebutuhan daging dapat dipenuhi dari produk domestik diperlukan -prasarana, litbang,
perbibitan, penyuluhan, pengamanan dari ancaman penyakit berbahaya, kelembagaan, promosi,
dan dukungan akses atas sumber permodalan. (Zahid Ilyas. 2002 )
Agribisnis komoditas pembibitan ternak ruminansia di Indonesia mempunyai prospek yang
sangat besar, mengingat dalam 10 tahun mendatang akan ada 5 juta kepala keluarga muslim
yang akan menyembelih ternak untuk kurban, pesta dan acara syukuran lainnya. Disamping itu
untuk keperluan ibadah haji di tanah suci akan dibutuhkan hewan kurban untuk keperluan
membayar dam ataupun untuk kurban para jemaah haji.( Zahid Ilyas. 2002 )
Profil usaha- usaha pembibitan ternak potong di sektor usaha primer menunjukkan bahwa usaha

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 21 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik. Untuk itu diperlukan dukungan investasi
dalam pengembangan agribisnis ternak potong baik dari pemerintah, swasta, maupun
masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi aspek: (i) pelayanan kesehatan
hewan, (ii) dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas, (iii) kegiatan
penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen
pemeliharaan, serta (iv) pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi,
pemasaran, promosi, permodalan, (v) penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus barang
input-output serta pemasaran produk, (vi) ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan
reproduksi, serta (vii) penyiapan lahan usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar
pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan (.
Zahid Ilyas. 2002 )
B. Kualitas dan Kuantitas Ternak Menurun
Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala, yang
mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala tersebut adalah masih
banyak kasus gangguan reproduksi menuju kepada adanya kemajiran ternak betina. Hal ini
ditandai dengan rendahnya angka kelahiran pada ternak tersebut (Zahid Ilyas. 2002 )
Angka kelahiran dan pertambahan populasi ternak adalah masalah reproduksi atau
perkembangbiakan ternak. Penurunan angka kelahiran dan penurunan populasi ternak terutama
dipengaruhi oleh efisiensi reproduksi atau kesuburan yang rendah dan kematian prenatal (Zahid
Ilyas. 2002 )
Penurunan kualitas dan kuantitas sapi dapat menhambat pertumbuhan perekonomian usaha
peternakan sapi di Indonesia. Sehingga dalam usaha peternakan salah satu kunci memperoleh
keberhasilan adalah dengan kualitas bibit yang digunakan, bibit mempunyai kualitas yang baik,
genetik yang baik, mempunyai ciri fisik yang baik. Dengan bibit yang baik dan berkualitas maka
akan meningkatkan produktivitas hasil ternak dari tujuan usaha yang dijalankan, namun bibit
bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan usaha peternakan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas bibit yang dihasilkan adalah genetik dan linkungan, bibit yang digunakan
dalam pembibitan ternak dapat berasal dari bibit dari dalam (lokal) maupun bibit dari luar
negeri, tergantung dari tujuan pembibitan apakah akan digunakan sebagai produk akhir atau
dikembangkan lagi. Untuk menghasilkan bibit-bibit yang baik dapat dilakukan dengan beberapa
cara: Melakukan Seleksi Seleksi dilakukan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu
genetik yang baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ternak yang kurang baik
untuk disingkirkan dan dipelihara dengan dipisahkan dari bibit yang baik. Penselekian dapat
dilakukan dengan melihat genetik dan sifat fisik ternak. Perkawinan Silang Dalam Silang Dalam
adalah perkawinan antara dua individu ternak yang masih mempunyai hubungan kekerabatan
(keluarga). Tujuan dari silang dalam ini adalah untuk mencari (menghasilkan) individu yang
sama jenisnya. Misalnya Sapi Simental dikawinkan dengan bangsa limosin akan menghasilkan
pertumbuhan yang baik pada pertumbuhannya, tetapi apabila dilakukan penyilangan secara
terus menerus maka akan menghasilkan keturunan yang kurang baik
Kebijakan pemerintah untuk mendorong agar usaha pembibitan ternak sapi dapat berkembang
pesat antara lain adalah: (i) dukungan untuk menghindari dari ancaman produk luar yang tidak
ASUH, ilegal, dan barang-barang dumping, melalui kebijakan tarif maupun non-tarif; (ii)
dukungan dalam hal kepastian berusaha, keamanan, terhindar dari pungutan liar dan pajak yang
berlebihan; (iii) dukungan dalam hal pembangunan sarana pendukung, kelembagaan,
permodalan, pemasaran, persaingan usaha yang adil, promosi, dan penyediaan informasi, serta
(iv) dukungan agar usaha peternakan dapat berkembang secara integratif dari hulu-hilir, melalui
pola kemitraan, inti-plasma, dan memposisikan yang besar maupun kecil dapat tumbuh dan
berkembang secara adil. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong investasi yang mampu
menciptakan lapangan kerja untuk kegiatan budidaya bagi 200.000 tenaga kerja, serta satu juta
tenaga kerja dalam kegiatan hulu dan hilir. Dengan demikian pengembangan agribisnis sapi di
Indonesia akan mampu menjawab tantangan yang dihadapi bangsa dalam hal ketahanan
pangan, lapangan kerja, kesejahteraan masyarakat, devisa, serta perekonomian nasional(. Zahid

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 22 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Ilyas. 2002 )

C. Pengembangan Ipteks
Implikasi dari wasasan atau cara pandang telah membuahkan tiga pendekatan kelihatan makin
realistik untuk mencapai keberhasilan tujuan pembangunan pembibitan peternakan sapi,
pendekatan teknis, pendekatan terpadu dan pendekatan agrobisnis. Sasaran utama pendekatan
teknis adalah peningkatan populasi pembibitan ternak sapi melalui kegiatan inseminasi buatan,
penyebaran pejantan dan induk, penurunan tingkat kematian, pengendalian pemotongan hewan
betina produktif serta larangan ekspor ternak hidup. (Edhy, Sudjarwo. 2000)
Sasaran pendekatan terpadu adalah peningkatan produksi melalui intensifikasi dengan
memadukan aspek teknologi produksi (bibit, pakan, pemeliharaan dan reproduksi). Aspek
ekonomis yang menyangkut penanganan pasca panen serta pemasaran, aspek sosial, yakni
pengorganisasian peternak dalam suatu kelompok/koperasi. Sedangkan pendekatan agribisnis
terletak pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan mengelola seluruh aspek siklus
produksi (sejak pengadaan dan penyebaran sarana produksi, budidaya,
pengolahan sampai ke pemasaran) secara seimbang.
Secara mandiri swasta dapat bergerak di sektor hulu (usaha penyediaan calon induk, penyediaan
pejantan, penyediaan semen, pabrik pakan mini,dll), serta di kegiatan hilir (RPH, industri
pengolahan daging, susu, kulit, kompos dll.). Usaha-ternak budidaya oleh swasta dilakukan
melalui pendekatan pola kemitraan, dimana peternak menghasilkan bakalan dan inti membeli
untuk digemukkan atau langsung dipasarkan. Variasi dari pola kemitraan dan investasi dalam
pengembangan ternak potong, sistem integrasi mungkin cukup beragam, dan harus disesuaikan
dengan kondisi setempat.
Investasi penyediaan bibit unggul, untuk calon induk maupun pejantan adalah sangat strategis,
karena saat ini praktis banyak pihak yang merespon perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Namun ke depan kegiatan ini justru harus dilakukan oleh swasta atau peternak kecil yang maju.
Investasi untuk usaha ini dapat dimulai dengan skala sedang 200-500 ekor untuk kemudian
dikembangkan menjadi usaha yang besar. Investasi yang diperlukan usaha ini sedikitnya sekitar
Rp. 0,5-1 milyar, tidak termasuk kebutuhan lahan. Diharapkan usaha ini dapat dikembangkan di
kawasan perkebunan yang sudah tersedia bahan pakan yang memadai. Sementara itu investasi
untuk pabrik pakan, pabrik obat, pabrik kompos, pabrik pengolahan susu, dll., dapat disesuaikan
dengan kapasitas yang diperlukan, yang bernilai setara dengan nilai investasi pada ternak
lainnya.
Dukungan kebijakan investasi perlu menyertakan petani sebagai end user dan pada akhirnya
memberikan titik terang dalam pemberdayaan petani, peningkatan kesejahteraan disamping
penambahan devisa dari ekspor bila pasar ekspor ke negara-negara jiran dapat dimanfaatkan.
Untuk mendukung pembangunan/ revitalisasi pertanian dan menciptakan iklim investasi guna
pengembangan dan peningkatan mutu ternak potong diperlukan berbagai kebijakan, antara lain:
(a) penyederhanaan prosedur dan persyaratan untuk investasi usaha pengembangan peternakan
kado; (b)penyediaan kredit bagi hasil dan (c) penyediaan informasi (harga dan teknologi).
Dalam upaya memperoleh bibit yang berkualitas pola dan teknik pengembangbiakan yang
terprogram memegang peranan yang sangat menentukan. Teknologi dalam bidang reproduksi
saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan dengan mempertimbangkan berbagai
segi teknik pengembangbiakan yang dilaksnakan di Baturraden saat ini adalah :
a). Inseminasi Buatan ( IB ).
Pelaksanaan IB di Baturraden dilakukan dengan mempergunakan FS elite bull. Pengaturan
penggunaan pejantan/FS dilakukan untuk meningkatkan kualitas keturunan dan menghindarkan
terjadinya perkawinan sedarah ( In breeding ). (Edhy, Sudjarwo. 2000)

b). Transfer Embryo ( TE )


Merupakan teknik paling cepat dalam upaya peningkatan mutu genetik kelompok ternak
tertentu. Keterbatasan berupa mahalnya biaya pelaksanaan TE dan angka keberhasilan yang

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 23 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

masih rendah sekaligus resiko ikutan berupa penurunan kesuburan reproduksi ternak pasca
flushing menjadi tantangan bagi BBPTU Baturraden dan BET Cipelang selaku institusi teknis yang
bertanggungjawab dalam aplikasi TE di Indonesia. (Edhy, Sudjarwo. 2000)
Dalam rangka mendukung pengembangan TE di Indonesia BBPTU Baturraden mengalokasikan
20% dari populasi induk dan dara yang akan di pergunakan sebagai donor dan resipien. (Edhy,
Sudjarwo. 2000)
Ternak Pengganti ( Replacement Stock ) diprogram secara teratur setiap tahun
Replacement ternak diperuntukkan agar porposi populasi ternak produktif dapat terjaga, hal ini
sangat penting untuk memenuhi target produksi bibit yang telah diterapkan (Edhy, Sudjarwo.
2000)
II. Interaksi Antara Genetik dan lingkungan Terhadap Produktivitas Sapi
a. Produksi daging
Performans atau penampilan individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen di dalam pasangan kromosom yang
dimiliki oleh individu dan faktor genetik sudah ada sejak terjadinya pembuahan atau bersatunya
sel telur dengan sel sperma. Pengaruh faktor genetik ini dapat diwariskan kepada anak
keturunannya. (Sri Rachma Aprilita. 2009)
Pengaruh lingkungan dan genetic terhadap ternak dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Dimana Pengaruhnya secara langsung adalah terhadap tingkat produksi melalui
metabolisme basal, konsumsi makanan, gerak laju makanan, kebutuhan pemeliharaan,
reproduksi pertumbuhan. Dimana kesemuanya ini berpengaruh pada kualitas dan kuantitas
daging.( Sri Rachma Aprilita. 2009)
Faktor genetic dan lingkungan adalah faktor yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap
tingkat produksi daging. Di antara sekian banyak komponen , yang paling nyata pengaruhnya
terhadap produksi daging, terutama pada masa laktasi penggemukan adalah temperatur, yang
selalu berkaitan erat dengan kelembaban.Supaya dapat berproduksi baik, sapi harus dipelihara
pada kondisi lingkungan yang nyaman (comfort zone), dengan batas maximum dan minimum
temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada thermo neutral zone. Di luar kondisi ini
sapi akan mengalami stres. Stres yang banyak terjadi adalah stres panas. Hal ini disebabkan THI
berada di atas THI normal.
Produktivitas ternak merupakan fungsi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik
merupakan faktor yang menentukan kemampuan produksi, sedangkan faktor lingkungan
merupakan faktor pendukung agar ternak mampu berproduksi sesuai dengan kemampuannya.
Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain pakan, pengelolaan, dan perkandangan,
pemberantasan dan pencegahan penyakit serta, faktor iklim baik iklim mikro maupun iklim
makro. Sehingga dalam hal ini lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar
terhadap penampilan produksi seekor ternak. Hal ini telah dibuktikan bahwa keunggulan genetik
suatu bangsa ternak tidak akan ditampilkan optimal apabila faktor lingkungannya tidak sesuai.
Seperti telah disebutkan bahwa salah satu faktor lingkungan yang merupakan kendala utama
tidak dapat terekspresinya secara optimal potensi produksi ternak adalah iklim mikro dan iklim
makro.
b. Produksi Susu
Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi.keduanya. Musim, curah
hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban, tahun pemeliharaan dan peternakan juga
merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi performan produksi susu, dan pada
kenyataannya faktor-faktor tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan
keragamanproduksi susu (INDRIJANI, 2008).
Namun untuk menyederhanakan pengamatan, banyak peneliti yang melihat hubungan antara
produksi susu dengan masing-masing faktor secara terpisah. Keragaman produksi susu pada
suatu populasi sapi perah merupakan suatu alasan pentingnya untuk dilakukannya seleksi.
(INDRIJANI, 2008).
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai perusahaan peternakan di

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 24 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Indonesia, faktor musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, dan kelembaban kurang
berpengaruh terhadap keragakam produksi susu secara keseluruhan. Hal ini dapat terjadi karena
meskipun di Indonesia ada dua musim yaitu musim hujan dan kemarau, tetapi perbedaan kedua
musim tersebut relatif tidak ekstrim seperti yang terjadi di daerah subtropis(INDRIJANI, 2008).
Faktor tahun pemeliharaan dan peternakan yang dilaporkan lebih banyak mempengaruhi
keragaman dalam produksi susu dibandingkan dengan faktor-faktor
lainnya. Pada pengamatan selama beberapa tahun dapat terlihat adanya perubahan pada
produksi susu karena adanya perbedaan tata laksana pemeliharaan, pemberian pakan, maupun
perubahan mutu genetik ternak karena adanya seleksi(INDRIJANI, 2008).
Sapi perah di Indonesia pada umumnya bangsa Friesian Holstein (FH) dan keturunannya,
dengan tujuan pemeliharaan untuk mendapatkan produksi susu. Produksi susu pada dasarnya
merupakan hasil interaksi antara faktor‐faktor genetik dan lingkungan. Untuk mendapatkan
produksi susu yang optimal salah satu cara dilakukan dengan perbaikan mutu genetik dengan
tujuan memperbaiki genetik populasi generasi
keturunan berikutnya melalui program seleksi yang terarah. (INDRIJANI, 2008).

III. Menjawab Soal


Untuk menjawab pertanyaan dibawah ini saya mengacu pada beberapa artikel yang dibuat oleh
Prof Herry di situs www. pkp_unhas.ac.id
a. Estrus Pertama Pada Sapi
Sapi Holstein memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata 37 minggu apabila tingkat
nutrisi baik, dan 49 minggu bila nutrisinya sedang, serta 72 minggu bila tingkat nutrisi rendah.
Sapi Bali betina rata-rata mencapai dewasa kelamin pada umur 18 bulan.
Sapi Bali dara dapat menunjukkan perilaku birahi pertama pada umur 8-18 bulan (lebih umum 9-
13 bulan)
Umur dewasa kelamin betina : 18-24 bulan, kelamin jantan : 20-26 bulan (Payne dan Rollison,
1973; Pane, 1991).
b. Lama Birahi pada Sapi
Lama masa birahi pada Sapi , yaitu sekitar 16-23 jam dengan masa subur 18-27 jam
c. Siklus Birahi/Estrus
siklus estrus rata-rata 18 hari. Sedang pada usia muda berkisar antara 20-21 hari dan 16-23 hari
pada sapi bali betina dewasa.
d. Waktu yang tepat Sapi dikawinkan
Waktu yang paling tepat untuk mengawinkan ternak adalah 9 jam sesudah birahi berlangsung
dan 6 jam sesudah birahi berakhir.
e. Umur berapa Sapi Dikawinkan pertama
Sapi Bali betina pada umumnya dikawinkan pertama pada umur 15 – 20 bulan,sedangkan yang
jantan pada umur 15-24 bulan
f. Lama bunting pada sapi
Lama bunting sapi bali berkisar 280 – 294 hari
g. Umur Melahirkan Pertama pada sapi
Sapi Beranak pertama kali : 28-40 bulan dengan rataan 30 bulan (Sumbung et al., 1978;).
h. Kenapa dilakukan Deteksi Birahi Pada Sapi sampai 3 Bulan.
Deteksi Birahi dilakukan maksimal sampai tiga bulan. Jika tidak terjadi kegagalan dan
menyebabkan perkawinan berulang selama tiga bulan maka ternak tersebut sebaiknya diafkir
dan tidak bisa dijadikan sebagai calon induk yang akan dikembangkan, karena dikhawatirkan
terjadi kelainan pada organ reproduksinya.
i. Lama Birahi pada sapi
Lamanya sapi berahi sangat bervariasi yaitu berkisar 6-30 jam (Lubis, 2006), dengan rataan 17
jam.
j. Estrus postpartum Berapa Bulan
sapi yang melahirkan dengan BCS 5 atau 6 cenderung menunjukan gejala birahi setelah 55 hari

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 25 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

melahirkan
Sapi Potong menunjukkan birahi kembali setelah beranak antara 2-4 bulan (Pane, 1979).
k. Umur Penyapihan sapi Bali
Umur penyapihan pada sapi umumnya pada umur 5-6 bulan

CARA MELAKSANAKAN SELEKSI BIBIT TERNAK


Written by admin keswan
Category: Artikel dan Jurnal
Published: 27 September 2017
Pemeliharaan Pemeliharaan ternak dapat di lakukan dengan metode intensif, semi
intensif dan pasture (pengembalaan). Seleksi dimaksudkan untuk memilih dan
menentukan keunggulan di atas rata-rata ternak lain yang terdapat di dalam satu
populasi / kelompok. Untuk sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur,
tidak cacat baik untuk anak jantan maupun anak betina memiliki rasio sapi umur 205
hari, memiliki bobot diatas rata-rata berat kelompok.Untuk calon pejantan dipilih bobot
sapih diatas rata-rata, libido dan kualitas spermanya yang baik. Sedangkan calon induk
harus memiliki bobot sapih diatas rata-rata kelompok, memiliki penampilan fenotipenya
sesuai dengan rumpunnya.
Perkawinan
Dalam upaya memperoleh bibit yang berkualitas melalui teknik perkawinan dapat
dilakukan dengan cara kawin alam dan inseminasi Buatan (IB).
Ternak Pengganti (replacement)
Calon bibit betina dipilih 25 % terbaik untuk replacement, 10 % untuk pengembangan
populasi kawasan, sedangkan 60% untuk dijual keluar kawasan sebagai sumber bibit
dan 5 % dijual sebagai afkir (culling). Sedangkan untuk calon bibit jantan dipilih 10 %
terbaik pada umur sapih dan bersama calon bibit betina 25 % terbaik untuk dimasukkan
pada uji performan.

Afkir (Culling)
Pengeluaran ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit
(afkir/culling), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut Untuk sapi bibit jantan
peringkat terendah dikeluarkan sebagai ternak afkir dan Sapi betina yang tidak
memenuhi persyaratan sebagai bibit dikeluarkan sebagai ternak afkir.
Pemberian Identitas
Pemberian identitas ternak merupakan suatu tindakan untuk memberikan tanda pada

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 26 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

ternak secara permanen, yang bertujuan sebagai tanda kepunyaan/kepemilikan,


perhitungan umur, atau penomoran. Penandaan yang lazim dilakukan antara lain yaitu
Tanda telinga (eartag), cap bakar pada kulit, tato, kalung ternak dan tanda pada ternak.
Silsilah
Dalam usaha pembibitan, mengetahui siapa bapak dan induk bibit ternak, silsilah mutlak
diperlakukan untuk mengetahui potensi keunggulan ternak yang bersangkutan serta
menghindari terjadinya kawin kerabat dekat (inbreeding) yang akan mengakibatkan
penurunan kualitas bibit ternak.
Pengukuran
Parameter ternak yang harus diukur meliputi bobot badan, bobot lahir, bobot umur
sapi . Pengukuran meliputi tinggi pundak, panjang badan, dan lingkar dada.
Pencatatan
Setiap kegiatan hendaknya melakukan pencatatan (recording)

PEMULIAAN TERNAK SAPI


Tujuan utama pemuliaan ternak adalah meningkatkan produktivitas (produksi anak,
pertumbuhan, dan produksi susu) melalui perbaikan mutu genetik.

A. Bibit ( Peraturan Menteri Pertanian No 54/ Permentan/OT.140/10/2006

1) Klasifikasi
Bibit sapi Brahman Cross diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
(1) Bibit dasar (elite atau foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang
mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata
(2) Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar
(3) Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari pengembangan bibit induk.

2) Standar Mutu
Bibit ternak sapi Brahman Cross harus memenuhi persyaratan teknis minimal :
(1) Persyaratan umum
 Sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata, tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki
dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya.
 sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing, serta tidak
menunjukkan gejala kemajiran
 Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya
(2) Persyaratan Khusus:

Sifat Kualitatif Sifat Kuantitatif


 Warna pada jantan putih/ abu-  Betina umur 18-24 bulan tinggi
abu, pada betina putih/ abu-abu gumba kelas III minimal 112 cm
atau merah  Jantan umur 24-36 bulan, tinggi
 Badan besar, kepala relatif gumba kelas III minimal 125 cm
besar

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 27 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

B. Seleksi Bibit

Seleksi sapi Brahman Cross dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi
Brahman tersebut, dengan menggunakan kriteria seleksi sebagai berikut :

1) Induk yang dipilih meliputi :


(1) Sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur
(2) Anaknya (Jantan maupun betina) tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih/ weaning
weight ratio (umur sapih 105 atau 205 hari) di atas rata-rata

2) Induk yang disingkirkan /afkir meliputi :


(1) Tidak produktif (dua tahun berturut-turut tidak melahirkan)
(2) Sakit (abortus, dll)
(3) Kesulitan beranak dan broyongen (Prolapsus uteri)
(4) Nakal atau galak
(5) Cacat atau mengalami kecelakaan
(6) Tua (telah umur > 8 Th)
(7) Rata-rata berat sapih anak rendah
(8) Anak cacat

3) Calon pejantan yang dipilih meliputi


(1) Bobot sapih terkoreksi terhadap umur 105 atau 205 hari, umur induk dan musim kelahiran di
atas rata-rata
(2) Bobot badan terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata
(3) Pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-rata
(4) Bobot badan umur 2 tahun di atas rata-rata
(5) Libido dan kualitas spermanya baik
(6) Penampilan fenotipe sesuai dengan bangsa sapi Brahman dengan warna putih
(7) Kaki dan teracak kokoh kuat dan tidak pincang.

4) Calon Induk yang dipilih meliputi


(1) Bobot sapih terkoreksi terhadap umur 105 atau 205 hari, umur induk dan musim kelahiran di
atas rata-rata
(2) Bobot badan terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata
(3) Penampilan fenotipe sesuai dengan bangsa sapi Brahman
(4) Tidak cacat dan sakit

5) Berat Sapih
Berat sapih adalah berat pada saat pedet dipisahkan pemeliharaannya dengan induk. Berat sapih
merupakan salah satu ukuran untuk menentukan tingkat pertumbuhan ternak dari saat
dilahirkan sampai disapih. Standarisasi bobot sapih yang paling umum 205 hari. Berat sapih
merupakan sifat yang paling awal dan murah yang dapat digunakan dalam kriteria seleksi. Berat
Sapih sangat penting dalam melakukan seleksi karena dapat memberikan gambaran kemampuan
produksi induk maupun kemampuan mengasuh anak serta kemampuan tumbuh pedet itu
sendiri.

C. Pengukuran Ternak

Parameter yang diukur dan alat ukurnya adalah sebagai berikut :


1) Berat Badan (BB)
(1) Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan kapasitas 100 Kg untuk berat badan
sampai dengan 50 Kg dan timbangan kapasitas 1.000 Kg untuk berat badan lebih dari 50 Kg

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 28 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

atau menggunakan asumsi dengan pita ukur (measuring tape) yang ada korelasi antara lingkar
dada dab berat badan
(2) Penimbangan dilakukan pagi hari sebelum sapi diberi makan
(3) Hasil penimbangan dinyatakan dalam Kilogram (Kg)

2) Tinggi Gumba (TG)


(1) Pengukuran dilakukan dengan tongkat ukur/pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan puncak
gumba di belakang punuk
(3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)

3) Lingkar Dada (LD)


(1) Pengukuran menggunakan pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran dilakukan dengan melingkari dada melewati rusuk ke-8 belakang bahu
(3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)

4) Panjang Badan (PB)


(1) Pengukuran menggunakan pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak tulang bahu dan tulang paha terjauh
(3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)

5) Lingkar Skrotum (Scrotal circumference)


(1) Pengukuran menggunakan pita ukur skrotum
(2) Pengukuran dilakukan dengan melingkarkan pita pada bagian terlebar skrotum
(3) Hasil pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)

D. Perkawinan
Metode perkawinan dapat dilakukan dengan pejantan kawin alam (1 pejantan/ 10 betina/ tahun)
atau Inseminasi Buatan (IB) dengan mencegah perkawinan saudara (inbreeding). Pertimbangan
penting dalam pemilihan perkawinan adalah sebagai berikut :

No Uraian Kawin Alam IB


1 Batas pemakaian 1 2 tahun diganti 2 tahun diganti
pejantan
2 Tingkat kebuntingan ± 80% ± 60%
3 Penyebaran penyakit Lebih cepat Relatif tidak terjadi
melalui perkawinan
4 Kualitas pejantan Tidak bersertifikat Bersertifikat
5 Syarat pelaksanaan Tersedia pejantan Tersedia straw, N2 cair,
dengan nafsu container, petugas IB dan
kawin/ libido perlengkapan IB,
tinggi, kandang pengetahuan pengamatan
pejantan birahi/ adanya pelacak
birahi, kandang jepit

Program perkawinan Brahman Cross di lapangan terdapat beberapa alternatif perkawinan


dengan bangsa pejantan :
1) Brahman (IB), anak betinanya dikawinkan lagi (silang balik) ( back crossing) dengan Brahman
murni (IB) untuk membentuk Brahman yang komposisi darah Brahmannya lebih dari 90 % .
2) Simmental (IB), mempunyai efek heterosis (rata-rata anaknya lebih baik dari rata-rata
tetuanya), anaknya disebut Simbrah Indonesia (Simmental-Brahman).

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 29 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

3) Brahman Cross (kawin alam), anak hasil bunting bawaan diseleksi untuk dijadikan pejantan
unggul dan dikawinkan sesamanya.

E. Ternak Pengganti (Replacement Stock)


Pengaturan ternak pengganti dilakukan sebagai berikut :
1) Calon bibit betina dipilih 25% terbaik untuk replacement, 10% untuk pengembangan populasi
kawasan, 60% dijual ke luar kawasan sebagai bibit, dan 5 % dijual sebagai ternak afkir
2) Calon bibit jantan dipilih 10% terbaik pada umur sapih dan bersama calon bibit betina 25%
terbaik dimasukan pada uji performa

F. Recording (Catatan)
Recording harus dibuat sederhana dan mudah dimengerti. Sehingga dapat memberi informasi
ternak secara individu maupun keseluruhan. Recording tersebut meliputi
1) Identitas sapi (no sapi/ nama, bangsa, kelamin, tanggal lahir, silsilah , gambar/foto),
2) Reproduksi (Perkawinan, melahirkan, catatan kebuntingan, kasus infertilitas, keguguran,
prolapsus uteri, serta gangguan reproduksi lainnya),
3) Kesehatan ternak (pengobatan, vaksinasi, penyakit yang diderita, hasil pemeriksaan
laboratorium),
4) Pengukuran (minimal berat badan saat lahir, sapih, 1 tahun),
5) Mutasi ternak.

Contoh informasi yang dapat ditulis dalam sistemrecording:


Inseminasi Buatan
 Nomor ear tag sapi
 Tanggal IB
 Jumlah IB
 Petugas IB
 Nomor bacth straw dan nama pejantan
(2)Pemeriksaan Kebuntingan
 Nomor ear tag sapi
 Tanggal PKB
 Umur kebuntingan
 Petugas
 IB terakhir

(3)Pemeriksaan Klinis Reproduksi


 Nomor ear tag sapi
 Petugas
 Hasil pemeriksaan klinis reproduksi
 Alasan pemeriksaan klinis reproduksi
(4)Kelahiran
 Nomor induk
 Nomor anak
 Nomor pejantan
 Tanggal kelahiran
 Kondisi anak waktu lahir
 Proses kelahiran
 Warna anak
 Berat lahir

(5)Berat badan, tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan


 Tanggal pengukuran

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 30 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

 Nomor ear tag sapi


 Umur sapi saat pengukuran
 Petugas
 Hasil pengukuran

(6)Produksi susu
 Tanggal pemerahan
 Nomor ear tag sapi
 Jumlah laktasi
 Produksi susu pagi dan sore hari
 Kadar lemak

(7)Pubertas
 Berat saat birahi pertama
 Umur saat birahi pertama

(8)Gangguan reproduksi
 Nomor ear tag sapi
 Tanggal kejadian
 Nama gangguan reproduksi

(9)Pemeriksaan populasi/ Stock Opname


 Tanggal pemeriksaan
 Nomor ear tag sapi
 Jenis sapi
 Seks atau jenis kelamin sapi
 Lokasi kandang sapi
 Jumlah pemeriksaan

Catatan yang baik adalah yang mudah dimengerti, sederhana tetapi lengkap dan teliti. Catatan
tidak boleh hilang dan dilaksanakan secara terus-menerus sehingga dapat berguna terutama
untuk seleksi dan peningkatan produktivitas ternak.

G. Sertifikasi
Sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi. Dalam hal ini belum
ada lembaga sertifikasi yang terakreditasi, sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh pejabat yang berwenang (BPTU, Dinas Peternakan, asosiasi)

Sertifikasi bertujuan untuk meningkatkan nilai ternak. Sertifikat bibit sapi terdiri dari:
1) sertifikat proven bull untuk sapi jantan hasil uji progeny
2) sertifikat pejantan dan betina unggul untuk sapi hasil uji performans
3) sertifikat induk elit untuk sapi induk yang telah terseleksi dan memenuhi standar

SELANG BERANAK
CALVING INTERVAL PADA SAPI
Days Open/Calving Interval/Jarak Beranak adalah jumlah hari/bulan antara kelahiran
yang satu dengan kelahiran berikutnya. Panjang pendeknya selang beranak merupakan
pencerminan dari fertilitas ternak, selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah
masa kering atau waktu kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek
menyebabkan produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada
periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada sapi perah adalah 12
bulan termasuk selang antara beranak dengan perkawinan pertama setelah beranak (Sudono,

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 31 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

1983). Selang beranak merupakankunci sukses dalam usaha peternakan sapi (pembibitan),
semakin panjang selang beranak, semakin turun pendapatan petani peternak, karena jumlah
anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif. Meningkatkan produksi dan
reproduktifitas ternak dengan memperpendek selang beranak (calving interval) dengan
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran memiliki
selang beranak yang panjang) (sudono, 1983),
Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh anestrus pasca beranak (62%), gangguan
fungsi ovarium dan uterus (26%), 12 % oleh gangguan lain (Thoelihere, 1981). Dalam upaya
memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas sapi perah yang mengalami keadaan seperti
diatas, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi secara terpadu antara induksi birahi dan
ovulasi dengan Inseminasi Buatan (IB) pada waktu yang ditentukan/ Fixed Time Atrificial
Inseminasi (AI) (Siregar. 1992).
Panjangnya periode waktu dari kelahiran sampai estrus pertama merupakan sebagian
besar faktor yang ikut menyebabkan rendahnya efisiensi reproduksi. Jarak beranak yang lama
atau panjang menyebabkan turunnya produksi susu secara keseluruhan pada sapi perah,
penurunan jumlah pedet yang dihasilkan, peningkatan biaya produksi dan perkandangan untuk
pemeliharaan, oleh sebab itu kerugian besar jika potensi untuk menghasilkan pedet terganggu
karena kegagalan sapi menjadi bunting. Periode anestrus yang panjang pada sapi pasca beranak
dan menyusui akan menurunkan jumlah pedet yang dihasilkan dan dapat menyebabkan
kerugian pada perusahaan sapi potong.
Usaha yang dilakukan untuk memperpendek Days Open/Calving Interval/selang beranak
antara lain:
1.Ketepatan mendeteksi estrus dan Inseminasi Buatan (IB) pasca beranak
Ada beberapa metode yang perlu dilakukan dan yang sering digunakan yaitu. metode non
hormon seperti, penyapihan pedet secara komplit, temporer, metode hormon seperti GnRH,
gonadotropin (FSH, HCG) dan hormon steroid seperti estrogen. Alternatif untuk menurunkan
kejadian anestrus dan infertilitas adalah memperketat musim kawin sampai kurang dari 45 hari,
memberi nutrisi yang lebih baik sehingga BCSnya antara 5-7 sebelum kelahiran.
Peternak harus dapat mengetahui dasar mendeteksi estrus dan membedakan keadaan
estrus pada sapi betinanya, karena pada sapi post partus sering terjadi birahi pendek
(subestrus)/silent heat (birahi tenang). Deteksi estrus dapat dilakukan dua kali sehari, paling
sedikit pagi dan sore hari, atau pada kelompok yang besar dapat dilakukan dengan
menggunakan pejantan yang dikastrasi, atau device estrus detector seperti Chin ball matting
(New Zealand), atau dapat juga dengan pemeriksaaan progesteron susu atau plasma darah.
Apabila terdapat sapi yang estrus harus segera melaporkan kepetugas inseminator atau kedinas
peternakan setempat.
Panjang estrus rata-rata pada sapi adalah 20 hari untuk dara dan 21-22 hari untuk sapi betina
dewasa. Periode estrus dapat dinyatakan saat dimana sapi-sapi betina tetap sedia dinaiki baik
oleh sapi betina maupun sapi jantan, periode itu adalah rata-rata 18 jam, dan ovulasi 10-15 jam
setelah berakhirnya estrus., perkawinan dan dan konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang
dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam setelah ovulasi, dan
disarankan spermatozoa dari pejantan harus hadir pada tempat feretilisasi sekurang-kurangnya 6
jam, atau bila saat itu dilakukan kawin alami/Inseminasi Buatan (IB) kemungkinan akan terjadi
fertilisasi (Frandson, 1992)
Ketepatan deteksi estrus penting untuk efisiensi waktu reproduksi ternak, semakin cermat
deteksi waktu estrus (baik sifat/tingkah laku maupun keadaan reproduksi sapi betina (estrus
awal, pertengahan, dan akhir estrus) maka akan cepat tercapai angka konsepsi dan angka
kelahiran tinggi. Tingkat kebuntingan dan jarak beranak/bunting dipengaruhi oleh ketepatan
deteksi estrus sampai 80 %, akan tetapi gejala estrus yang tidak jelas dan kesibukan peternak
akan menyebabkan terjadinya jarak kebuntingan yang lama. Kesalahan deteksi estrus akan
merugikan peternak dan waktu selang estrus menjadi menjadi lama, bila deteksi estrus tidak
tepat dan kemudian dilakukan inseminasi, kemungkinan tidak akan terjadi konsepsi dan harus

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 32 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

menunggu estrus berikutnya. Sapi-sapi yang tidak mempunyai masalah (normal) akan
menunjukkan estrus post partus sekitar 21-30 hari jika sampai 60 hari post partus belum
menunjukkan estrus, dapat dipastikan sapi tersebut mempunyai masalah dan perlu
pemeriksaaan lebih lanjut.
Lamanya jarak waktu melahirkan sampai bunting kembali turut menentukan efisiensi reproduksi
pada usaha peternakan sapi perah, jarak waktu yang baik adalah disesuaikan dengan masa
purpureum induk sapi yang baru melahirkan dimana pada masa purpureum terjadi proses
involusi uterus, regenerasi endometrium, dan kembali siklus secara normal, sehingga apabila
perkawina dilaksanakan setelah ini, maka akan dihasilkan angka kebuntingan yang tinggi dan
endometrium telah siap memelihara kebuntinag yang akan terjadi. Involusi uterus ± 47-50 hari
setelah kelahiran, involusi uterus diperpanjang karena adanya kelainan proses kelahiran seperti
distokia, retensi plasenta, prolapsus uterus, endometritis, kelahiaran kembar akan dapat
memperpanjang terjadinya involusi uterus, sehingga kadaan ini akan memperlama timbulnya
estrus pertama pasca beranak, atau estrus yang tidak teramati (Pentodihardjo. 1985).
2. Peningkatan Sumber Daya Manusia Inseminator
Ketepatan waktu inseminasi merupakan hal yang berpengaruh terhadap terjadinya
konsepsi, dan jarak beranak. Inseminasi pada waktu yang tepat yaitu pada waktu sapi sedang
estrus, karena pada waktu itu kemungkinan akan terjadi fertilisasi pada sapi yang sehat jika
dilakukan inseminasi dengan semen yang sehat. Sebagian besar sapi bunting pada kawin
pertama apabila pelaksanaan IB tidak tepat dan pengetahuan peternak tentang reproduksi
ternak rendah akan mempengaruhi keberhasilan kebuntingan, kegagalan deteksi estrus akan
menambah waktu kosong umur reproduksi ternak dan akan merugikan peternak. Untuk
mengetahui saat yang tepat untuk mengawinkan sapi agar mendapatkan kebuntingan adalah
perlu diketahui siklus estrusnya, lama periode estrusnya, dan saat ovulasinya, sehingga dapat
ditentukan waktu optimum untuk melakukan perkawinan alami atau Inseminasi Buatan (IB).
waktu yang optimum untuk melakukan inseminasi adalah pada saat liang rahim terbuka yaitu
pada saat birahi lengkap atau baru saja selesai birahi atau ± 18 jam, hal itu dapat diketahui
dengan adanya leleran transparan yang keluar dari vagina, menaiki sapi lain, atau sapinya
bersuara. Jika lebih dari 24 atau 28 jam setelah estrus, waktu inseminasi sudah tidak baik
bahkan kemungkinan akan gagal karena estrus sudah selesai dan ovum tidak aktif lagi.
Perkawinan dapat berhasil bila dilakukan setelah masa involusi uterus telah berakhir secara
komplit dan normal sehingga implantasi embrionik dapat terjadi secara sempurna, kalau tidak
maka akan terjadi abortus, dan akan memperpanjang selang beranak. Keberhasilan inseminasi
dipengaruhi oleh keterampilan inseminator, dan kegagalan inseminasi karena keterlambatan
perkawinan, semen yang rusak, kesalahan inseminator dalam mendeposisikan semen (Subagyo,
1996). Oleh karena itu inseminator dituntut untuk memahami tentang ciri-ciri waktu sapi estrus,
lamanya estrus dan waktu lamanya ovulasi sehingga waktu inseminasi dapat dilakukan dengan
benar baik waktu maupun deposisi semennya dengan harapan dapat terjadi konsepsi.
Dianjurkan agar estrus yang berlangsung kira-kira 18 jam dibagi menjadi tiga (tiap kolom 6
jam), dan inseminasi yang dilakukan pada 6 jam kedua setelah tanda-tanda estrus akan
menghasilkan angka konsepsi yang tinggi (Toelihere, 1981).
3. Manajemen Pakan
Pakan merupakan faktor penting pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama sapi
perah pasca beranak, pakan yang kurang baik dalam jumlah maupun kualitasnya menyebabkan
terganggunya fungsi fisologis reproduksi ternak. Pemberian pakan dasar, pakan konsentrat, dan
pakan aditif dengan kandungan nutrisi yang tidak seimbang dan tidak kontinyu akan
menimbulkan strees dan akan menyebabkan sapi rentan terhadap penyakit dan terjadi
gangguan pertumbuhan dan gangguan fungsi fisiologi reproduksi ternak.
Banyak sedikitnya jumlah energi dalam pakan (kandungan bahan kering) berpengaruh pada
organ reproduksi dan aktivitas ovarium, bila terjadi ketidak seimbangan energi dalam pakan
(intake) dengan energi untuk pertumbuhan akan menurunkan birahi pada ternak muda yang
sedang tumbuh dan pada sapi perah dewasa pasca beranak, dan ketidakaktifan ovarium yang

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 33 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

menyebabkan anestrus terlambatnya pubertas pada semua jenis ternak dan akan
memperpanjang anestrus pada sapi yang sedang laktasi. Birahi pertama beranak akan tertunda
bila energi yang dikandung dalam pakan sebelum dan sesudah beranak rendah, hal tersebut
akan mempengaruhi siklus birahi berikutnya dan akan memperpanjang selang beranak.
Rumput kering yang jelek biasanya akan menyebabkan defisiensi vitamin yang kompleks,
defisiensi cobalt (Co), yang dapat menyebabkan rendahnya nafsu makan sehingga intake energi
dan nilai gizi dan vitamin pakan berkurang, akibatnya pubertas pada sapi dara akan terlambat
dan kegagalan estrus pada induk. Kendala tersebut diatas dapat diatasi dengan pemberian
Biosuplemen probiotik kedalam pakan konsentrat. Probiotik adalah mikroba hidup dalam media
pembawa yang menguntungkan ternak karena dapat menciptakan keseimbangan mikroflora
dalam saluran pencernaan sehingga menciptakan kondisi yang optimum untuk pencernaan
pakan dan meningkatkan efisinesi konversi pakan sehingga memudahkan dala proses
penyerapan zat nutrisi ternak, menigkatkan kesehatan ternak, mempercepat pertumbuhan,
memperpendek jarak beranak, menurunkan kematian pedet. Dan pemberian kombinasi dengan
bioplus probiotik Saccharomyces cerevilae (PSc) yang berguna untuk mengatasi penurunan
kesehatan reproduksi ternak.
4. Manajemen Pedet
Perawatan pedet yang baru lahir diperlukan untuk mendapat kondisi kesehatan yang baik dan
pertumbuhan yang normal. Jika pedet sehat dan normal dan kuat, biasanya beberapa jam
setelah dibersihkan dan dikeringkan pedet dapat berdiri sendiri dan menyusui pada
induknya.Setelah lahir, pedet langsung dipisahkan dari induknya agar induk tidak mengenal
anaknya dan pedet tidak dibiarkan menyusu pada induknya, jika dibiarkan maka akan
menghabiskan banyak susu juga akan mempersulit pemerahan dan yang lebih penting lagi
adalah induk sapi akan sulit untuk birahi lagi, karena produksi susu yang tinggi akan
menghambat sekresi hormon FSH untuk pembentukan dan perkembangan folilkel baru
(Sindurejo, 1960). Pedet disapih umur 60 hari, selama itu ± 135-225 kg susu yang dihabiskan
jika tidak disapih. Oleh karena itu diberi susu pengganti 2,5-3,5 kg perhari. Penyapihan dini pada
umur 28 hari sampai 60 hari tergantung kecepatan pedet memakan hijauan serta konsentrat
padat. Tetapi untuk pedet minum kolustrum ± 5 hari sejak dilahirkan adalah penting dan tidak
bisa digantikan dengan minuman lain, karena kolustrum banyak mengandung zat antibodi,
makin cepat kolustrum masuk kedalam abomasum dan intestinum, makin cepat pula antibodi
diserap kedalam darah dan secepatnya pula pedet dapat melawan penyakit. Selain itu kolustrum
sebagai laksansia untuk membantu pencernaan untuk mengeluarkan tahi gagak dalam saluran
pencernaan yang dapat mempercepat pertumbuhan kuman. Oleh karena itu pedet jika disapih
harus diadaptasikan dengan cara memberi susu dengan ember, pedet diajar untuk menjilat-jilat
dan menghisap jari telunjuk, kemudian perlahan-lahan jari diturunkan ke ember yang berisi susu
dengan kepala pedet sedikit ditekan kebawah agar dapat mencapai susu, setelah moncong
pedet mencapai susu dan menelanya, jari telunjuk kita dapat dilepas. (Sindurejo, 1960).
5. Mencegah Kawin Berulang Dan Penanganan Penyakit
Kawin berulang disebabkan oleh kegagalan pembuahan, dan kematian embrio dini.
Kematian embrio disebabkan oleh adanya infeksi, hormonal, nutrisi, toksik, dan lingkungan.
Kematian embrio bisa dikuti oleh penyerapan embrio oleh uterus, dan memakan waktu lebih
banyak sehingga siklus estrus diperpanjang, perpanjangan siklus estrus mungkin hanya 2-3
bulan, pada bulan keempat sapi kembali birahi, kalau embrionya besar dan bertulang, siklus
estrus diperpanjang bisa satu periode kebuntingan (Pentodihardjo. 1985). Untuk mengatasi hal
tersebut diatas, sebelum dikawinkan dengan pejantan fertil atau dengan semen yang sehat,
perlu dilakukan pemeriksaan perektal untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas ovarium,
saluran reproduksi atau adanya infeksi uterus. Untuk mencegah kematian embrio dini, infertilitas
pejantan perlu diperiksa, melakukan inseminasi pada waktu yang tepat, memberi asupan nutrisi
dan energi yang cukup selama masa kebuntingan (Siregar. 1992)
Usaha untuk memperpendek jarak beranak/calving Interval/Days open pada ternak sapi adalah
deteksi estrus yang tepat agar dapat dilakukan inseminasi dengan tepat pula, pengetahuan dan

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 34 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

sumber daya manusia inseminator perlu ditingkatkan, manajemen pakan yang baik selama masa
kebuntingan dengan asupan nutrisi dan energi yang seimbang, penyapihan dini terhadap pedet
yang baru dilahirkan, mencegah terjadinya kematian embrio dini yang akan menyebabkan
tejadinya kawin berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi ternak edisi ke 4. Gadjah Mada University press.
Yogyakarta
Pentodihardjo. S. 1985. Ilmu Reproduksi Hewan, Cetekan ke 2 . Mutiara jakarta.
Sindurejo, S. 1960 Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu . Prospek Pengembangan produksi
ternak Pusat Direktorat pengembangan produksi Trenak Dirjen Peternakan.
Siregar. S.B., 1992. Dampak Jarak Beranak Sapi Perah Induk Terhadap Pendapatan Peternak
Sapi Perah.BLPP Cinagara. Deptan
Subagyo S. 1996. Bahan Kuliah Fisiologi dan teknologi Reproduksi . Fakultas Kedokteran Hewan
Univeersitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Subronto dan ida T., 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University press. Yogyakarta
Sudono., 1983. Produksi Sapi Perah, depeartemen ilmu produksi ternak,. Fakultas peternakan
IPB.
Toelihere. R.M., 1981 Inseminasi Pada Ternak. Angkasa bandung.

PEMERIKSAAN TERHADAP KESEHATAN TERNAK


Dasar-dasar kesehatan ternak menyebutkan beberapa poin tentang tanda-
tanda sapi yang sehat, diantaranya: sapi tersebut sempurna secara fisik,
gerakan lincah dan respon aktif terhadap bunyi dan gerakan benda, bulu
bersih dan tidak berdiri. Dan dalam ilmu usaha ternak dijelaskan bahwa
ternak ...
Pengamatan Kesehatan Ternak
19 April 2016 · Filed under non ruminansia, Ruminansia · Tagged Kesehatan, Peternakan

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 35 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Ternak sehat dapat diamati dari tingkah lakunya baik dari jarak dekat maupun jarak
jauh. Tingkah laku ternak sehat ditunjukkan dengan kelincahan, kegesitan gerak dan
tingkah laku makan/ruminasi. Ternak yang sehat menggambarkan gerakan yang aktif,
sikapnya sigap selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang
mencurigakan. Sudut matanya bersih tanpa adanya perubahan warna diselaput lendir
dan kornea matanya. Ekor selalu aktif mengusir lalat. Kulit bulu halus dan mengkilat,
pertumbuhan bulu merata dipermukaan tubuhnya. Secara fisik, ternak sehat dinilai dari
frekuensi pernafasannya yang normal, antara lain untuk ternak kuda 8-10 kali/menit,
sapi 10-30 kali/menit, domba dan kambing 10-20 kali/menit. Suhu tubuhnya juga berada
diambang normal, yaitu kuda 38 0C; sapi 38,5 0C; kerbau 38,2 0C; dan domba 39 0C.
Pemeriksaan umum hewan penderita penyakit dimulai dari jarak yang tidak menganggu
ketenangan dan sikap ternak. Seringkali ternak mengalami kegelisahan karena langsung
didekati saat memeriksa. Pemeriksaan dari jauh harus dilakukan dari berbagai arah
tubuh ternak. Tingkah laku ternak perlu diperhatikan, dalam keadaan berdiri atau
tiduran, adanya rasa sakit yang ditandai dengan cara berdiri yang tidak bebas,
pembagian pembebanan berat badan yang tidak merata dan sikap kaku. Posisi abnormal
lain yaitu ternak berguling, menendang perutnya sendiri yang menunjukkan sakit
dibagian perut. Ternak sakit yang sedang makan, ditunjukkan dengan kelainan cara
mengunyah pakan, pengunyahan secara intermiten disebabkan rasa sakit saat itu. Pakan
yang jatuh atau keluar lagi dari mulut dapat dikarenakan gangguan syarat pada mulut.
Tingkah laku lain yang harus diperhatikan yaitu kemampuan lidah dan bibir dalam
mengambil pakan.

Pemeriksaan pada ternak yang diduga sakit hendaknya dimulai dari pengamatan jarak
jauh baru kemudian diperdalam dengan pengamatan dekat. Keserasian dan kesimetrisan

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 36 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

pada kedua sisi tubuh perlu menjadi perhatian. Pemeriksaan simetri terbaik dilakukan
dari sisi depan dan belakang, sedang keselarasan dilihat dari samping kiri dan kanan.
Pemeriksaan terhadap wilayah tubuh ternak, kulit bulu dan kemungkinan adanya
lesi/luka dan parasit. Kulit yang longgar dileher saat dicubit untuk menilai tingkat
dehidrasi tubuh.
Wilayah kepala dan leher diperiksa konformasi dan simetrinya. Mata diperiksa pada
kemampuan melihatnya dengan menggerakkan tangan pemeriksa. Gerakan mata
abnormal (nystagmus) dan juling (strabismus) ditemukan pada penyakit syaraf.
Pemeriksaan lubang hidung dilakukan terhadap adanya leleran hidungberbau tidak
wajar, lesi dan pendarahan serta aliran udaranya. Saliva yang berlebihan dan berbau
buuk menunjukkan adanya benda asing didalam mulut. Pemeriksaan palpasi dilakukan
terhadap otot-otot pengunyah dan kelenjar limfe.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 37 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Pemeriksaan fisiologis dilakukan dengan palpasi, inspeksi visual dan penciuman


disamping pendengaran dengan cara auskultasu dan perkusi. Kelainan konsistensi
jaringan seperti busung dapat ditentukan dengan palpasi jaringan bawah kulit dengan
tekanan jari yang tidak segera kembali ke bentuk asli. Perkusi bersama auskultasu dapat
digunakan untuk menentukan diagnosa pasti terhadap jaringan yang berisi gas dalam
rongga perut. Apabila terdapat gas maka terdengar suara nyaring atau ‘ping”.
Auskultasu yang terbaik dengan menggunakan stetoskop. Pegukuran suhu tubuh ternak
biasanya diukur melalui rektum. Termometer harus berada sedikitnya 1 (satu) menit
dalam rektum. Pulsus atau mengetahui detak jantung ditentukan dari arteri doiekor atau
muka pada ternak, paling mudah dengan uaskultasi jantung
Pencegahan penyakit yang terjadi pada ternak dapat dilakukan dari awal pemeliharaan
sampai dengan ternak dewasa. Pemberian kolostrum dan perawatan khusus pada awal
sejak kelahiran perlu mendapat perhatian; karena persentase kematian tertinggi pada
masa itu. Penempatan anak yag terpisah dari induk akan mengurangi penularan
penyakit dari ternak yang lebih tua serta penempatan pada ternak yang baru masuk
kandang. Penempatan pada kandang yang leluasa gerak dan perawatan kebersihan
kandang terutama lantai juga dapat mencegah penyakit. Perawatan bulu dan kuku serta
pemberian obat cacing yang teratur perlu dilakukan. Pencegahan penyakit khusus
dengan melakukan vaksinasi yaitu menjaga kekebalan tubuh, hal ini dapat dilakukan
dengan memperhatikan kesehatan dan kondisi ternak. Kebersihan kandang dan
lingkungan kandang, pengelolaan tata laksana reproduksi serta tata laksana pakan turut
serta menyumbang dalam pencegahan penyakit.

MANAJEMEN KESEHATAN PADA TERNAK


Thomas Saputro 6/12/2015
Manajemen kesehatan ternak dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian faktor-faktor produksi melalui optimalisasi sumberdaya yang
dimilikinya agar produktivitas ternak dapat dimaksimalkan, kesehatan ternak dapat dioptimalkan
dan kesehatan produk hasil ternak memiliki kualitas kesehatan sesuai dengan standar yang
diinginkan. Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu suatu cara yang
sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Penyakit merupakan salah satu hambatan yang
perlu diatasi dalam usaha ternak. Melalui penerapan manajemen kesehatan ternak yang
dilakukan secara berkelanjutan, diharapkan dampak negatif dari penyakit ternak dapat
diminimalkan. Penyakit-penyakit yang dijadikan prioritas untuk diatasi adalah penyakit parasiter,
terutama skabies dan parasit saluran pencernaan (nematodiasis). Sementara itu, untuk penyakit
bakterial terutama anthrax, pink eye, dan pneumonia. Penyakit viral yang penting adalah orf,
dan penyakit lainnya (penyakit non infeksius) yang perlu diperhatikan adalah penyakit diare pada
anak ternak, timpani (kembung rumen) dan keracunan sianida dari tanaman. Pengendalian
penyakit parasit secara berkesinambungan (sustainable parasite controle) perlu diterapkan agar
infestasi parasit selalu di bawah ambang yang dapat mengganggu produktivitas ternak.
Vaksinasi terhadap penyakit Anthrax (terutama untuk daerah endemis anthrax), dan orf
merupakan tindakan preventif yang dianjurkan.
Masalah kesehatan ternak juga dapat disebabkan oleh tidak cukupnya nutrisi yang masuk
ke dalam tubuh ternak. Ternak tidak akan tumbuh maksimal bila pakan kurang baik atau kurang
menerima nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air yang tidak

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 38 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

seimbang. Tidak cukupnya nutrisi dapat mengakibatkan penyakit seperti grass tetany, milk fever,
ketosis, white muscle dissease. Selain itu pakan yang kurang akan menimbulkan masalah
parasit, gangguan pencernaan, kegagalan reproduksi dan penurunan produksi.
Penanganan kesehatan merupakan salah satu hal yang memiliki peranan penting dalam
memperoleh pejantan yang sehat. Selain itu ternak juga penting untuk diperiksa, agar dapat
mendeteksi infeksi penyakit-penyakit tertentu. Penyakit pada masing-masing jenis juga berbeda,
misalnya pada sapi Bali yang paling umum adalah Jembrana (Gregory, 1983). Adapun upaya
yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak meliputi tindakan karantina, pemeriksaan
kesehatan harian, penanganan kesehatan hewan, pemotongan kuku, desinfeksi kandang, kontrol
ektoparasit, pemberian vaksin, pemberian obat cacing, biosecurity maupun otopsi.
1. Tindakan Karantina
Ternak yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan pada kandang/
tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu pada kandang sementara untuk
proses adaptasi yang memerlukan waktu sekitar beberapa minggu. Dalam proses adaptasi
ternak diamati terhadap penyakit cacing (dengan memeriksa fesesnya), penyakit orf, pink eye,
kudis, diare, dan sebagainya. Apabila positif terhadap penyakit tertentu segera diobati dan
lakukan isolasi. Dalam adaptasi ini juga termasuk adaptasi terhadap jenis pakan yang akan
digunakan dalam usaha ternak kambing. Pada adaptasi ini biasanya harus disiapkan berbagai
obat-obatan untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit. Setelah
7-21 hari ternak dalam keadaan sehat, maka siap untuk dipindahkan dalam kandang utama
Tujuan dari karantina adalah untuk memastikan ternak yang baru datang dari luar
wilayah peternakan terbebas dari penyakit. Kandang karantina harus terletak jauh dari lokasi
perkandangan ternak pejantan yang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari penularan
penyakit oleh ternak yang baru di datangkan.

2. Pemeriksaan Kesehatan Harian


Pengamatan kesehatan harian dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari.
Pengamatan kesehatan harian ini bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan ternak dan
mengetahui ada tidaknya abnormalitas pada ternak sehingga jika ditemukan ternak yang sakit
atau mengalami kelainan dapat segera ditangani. Pada pagi hari pemeriksaan kesehatan hewan
dilakukan sebelum kandang dibersihkan. Sedangkan pada sore hari, pemeriksaan dilakukan
sesudah sapi diberi makan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan
harian antara lain nafsu makan dari ternak, mengamati keadaan sekitar ternak (mengamati
feses, urin, dan keadaan sekitar kandang apakah terdapat bercak-bercak darah atau tidak),
mengamati keadaan tubuh ternak normal atau tidak (bisa dilihat dari hidung, kejernihan mata,
telinga dan bulu ternak), mengamati cara ternak berdiri atau bergerak, ada tidaknya luka atau
pembengkakan serta ada atau tidaknya eksudat pada luka. Kondisi feses feses yang tidak normal
(encer) mengindikasiakan adanya kelainan atau suatu penyakit pada sistem pencernannya.
Adanya pengamatan kesehatan harian diharapkan abnormalitas yang ada dapat ditangani
sesegera mungkin dan apabila ada pejantan yang sakit dapat segera diobati. Saat pengamatan
kesehatan harian juga dilakukan recording atau pencatatan abnormalitas yang terjadi sehingga
terdapat data yang lengkap mengenai riwayat penyakit yang pernah di alami oleh pejantan.

CARA PENGENDALIAN KESEHATAN TERNAK SAPI POTONG


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peternakan sapi potong merupakan salah satu potensi yang sangat menjanjikan. Dilihat
dari tersedianya pakan hijau yang ada di indonesia menjadi pemacu keberhasilan dalam
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 39 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

mengelola ternak sapi potong. Ternak sapi potong, sejak dulu sudah dikenal banyak orang.
Namun masih sedikit masyararakat yang benar-benar menjadikan sapi potong sebagai lahan
usaha atau bisnis,melainkan masyarakat beternak sapi potong sebagai barang simpanan saja.
Keberhasilan dalam mengelola ternak sapi potong selain dalam hal pemberian pakan dan
nutrisi,perkandangn,lingkungan yang cocok, pengendalian kesehatan ternak sapi potong juga
sangat perlu diperhatikan. Mencegah penyakit menular maupun tidak menular pada sapi potong
juga perlu diperkuat, karena jika sudah terkena penyakit akan menjadi masalah. Terutama pada
pemnambahan biaya yang harus dikeluarkan selain itu bisa mengurangi kualitas sapi potong.
jika peternak selalu menjaga ternaknya dalam kondisi yang sehat maka produksinya pun
akan optimal dan jika sebaliknya peternak tidak menjaga ternaknya produktifitasnya akan
menurun akibatnya terjadi kerugian pada peternak. Untuk itu betul –betul di jaga dan
diperhatikan masalah masalah kesehatan ternak, buat ternak tetap sehat,nyaman dan tetap bisa
beraktivitas memakan pakan dengan keadaan normal.

1.2. Rumusan Masalah


- Bagaimana karakteristik atau ciri ternak sapi potong yang sehat dan sakit ?
- Apa saja faktor penyebab penyakit pada ternak sapi potong ?
- Bagaimana cara mencegah serangan dan penularan penyakit pada ternak sapi potong ?
- Bagaimana Pengendalian terhadap penyakit ternak sapi potong?
1.3. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui karakteristik atau ciri ternak sapi potong yang sehat dan sakit
- Untuk mengetahui faktor penyebab penyakit pada ternak sapi potong
- Untuk mengetahui cara mencegah serangan dan penularan penyakit pada ternak sapi potong
- Untuk mengetahui cara pengendalian penyakit pada ternak sapi potong

BAB II
PEMBAHASAN
Kesehatan ternak adalah suatu kondisi atau keadaan ternak yang dimana seluruh sel
yang mesnyusunya dan cairan atau hormon yang melakukan fungsinya secara normal tanpa
hambatan atau gangguan. Pengendalian kesehatan ternak berarti menjaga,memelihara dan
mencegah terjadinya gangguan fungsi tubuh ternak agar tetap normal dan bisa melakukan
aktivitas tubuh sehingga bisa tetap menjaga kualitas dan kuantitas pruduktivitasnya.
Penegndalin kesehatan ternak sama saja dengan menjaga ternak agar terhindar dari berbagai
penyakit, baik yang diakibatkan oleh bakteri karena lingkungan atau perkandangan kotor,virus
maupun mikroorganisme lainnya.
Pengendalian kesehatan terhadap ternak sapi potong perlu diperhatikan, mengingat
betapa besarnya dampak yang akan terjadi jika ternak sapi potong telah terkena penyakit. Selain
bertambahnya pengeluaran biaya ,akan mempengaruhi kualitas dagingnya.
2.1. Karakteristik Ternak Sehat dan Sakit
Ada beberapa tanda atau ciri yang menunjukan bahwa sapi potong itu sakit atau sehat. Jika
sudah mengetahui tanda-tanda sapi potong sakit kita bisa segera mengambil tindakn
selanjutnya.
2.1.1. Karakteristik ternak sapi potong sehat
Untuk ternak sapi potong dalam kondisi sehat akan terlihat karakteristik dan tingkah laku
sebagi berikut :
a. Nafsu makan normal
b. Minum teratur ( biasanya 8 kali sehari )
c. Agresif
d. Istirahat dengan tenang
e. Pergerakan tidak kaku (telinga sering digerakan,kaki kuat dan mulut basah )
f. Keadaan mata, selaput lendir dan warna kulit normal

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 40 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

g. Pengeluaran feses dan urin tidak sulit dengan warna dan konsistensinya normal.
h. Tidak terdapat gangguan dalam bernafas, denyut nadi dan suhu tubuh (suhu rektal berkisar
antara 38,0 – 39,30C dengan rata-rata 38,60C)
2.1.2. Karakteristika Ternak Sapi Potong Sakit

Karakteristik yang memberikan indikasi bahwa ternak sapi potong sakit dan ciri-cirinya
dapat diamati, antara lain :
a. Terjadinya pengeluaran lendir atau cairan yang tidak normal dari mulut, hidung dan mata.
b. Mata terlihat suram,cekung,mengantuk dan telinga terkulai
c. Menurunnya konsumsi pakan (Nafsu makan berkurang ) atau air minum, bahkan sama sekali
tidak mau makan.
d. Kotoran sedikit ,mungkin saja terkena diare atau kering dan keras.
e. Terjadinya kelainan postur tubuh, sulit berdiri, berjalan atau bergerak.
f. Gelisah yang berlebihan, batuk atau bersin, diare, feses atau urin berlendir atau berdarah.
g. Abnormalnya suhu tubuh, denyut nadi dan pernafasan.
h. Bobot badan menurun dan berjalan sempoyongan.
i. Kulit tidak elastis,mulut dan hidung kering.
2.2. Faktor Penyebab Penyakit Ternak
Terdapat beberapa faktor penyebab yang menimbulkan penyakit pada ternak sapi
potong,selain disebabkan oleh faktor genetik diantarnnya :
2.2.1. Faktor lingkunagn yang kotor
Lingkungan yang kotor menjadi salah satu faktor yang memacu timbulnya berbagai
penyakit. Salah satu contohnya kandang yang dibiarkan kotor atau tidak dibersihkan. Kebersihan
lingkungan kandang menjadi tanggung jawab peternak dan kewajiban peternak. Lingkungan
kandang yang kotor membuat mikroorganisme yang bersifat parasit atau patogen berkembang
biak dan akan berpengaruh pada kehidupan ternak sapi potong.
2.2.2. Faktor Mikroorganisme
Selain faktor lingkungan yang kotor ,ternak sapi potong bisa sakit disebabkan oleh
mikroorganisme. Kadang-kadang keadaan lingkungannya bersih mikroorgnisme juga bisa datang
menyerang karena terbawa oleh angin dari tempat lain.Mikroorganisme ini terdiri dari bakteri,
virus, protozoa dan kapang yang semuanya dapat menimbulkan penyakit infeksi pada sapi.
Penggunaan desinfektan, perlakuan pemanasan dan pengeringan cukup efektif untuk
membunuh beberapa spesies bakteri. Membersihkan kotoran ternak yang lebih sering serta
membersihkan dan mendesinfektan peralatan atau fasilitas dan sanitasi lainnya akan mencegah
beberapa penyakit bakteri. Vaksinasi sangat penting dilakukan untuk mencegah penyakit yang
disebabkan oleh spora bakteri. Pemberian antibiotik dan obat-obatan lain efektif untuk
mengobati ternak yang terkena penyakit akibat bakteri.
Virus merupakan mikroorganisme yang paling kecil dan mampu menyebabkan panyakit pada
ternak. Virus tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Virus dapat menular pada sel hidup
yang lain serta tumbuh dan berkembang biak. Penyebaran virus sangat cepat sehingga penyakit
yang disebabkan oleh virus mudah menular pada ternak yang lain.Misalnya penyakit Maliganant
Catarrhal Fever (MCF)
Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain. Parasit adalah
penyebab penyakit yang paling luas pada ternak. Sebagian besar ternak pernah terinfeksi oleh
satu atau beberapa parasit, misalnya parasit internal (cacing), parasit eksternal (kutu, caplak,
tengu/mites) atau kedua-duanya selama ternak hidup. Pemeriksaan rutin pada ternak perlu
dilakukan dan segera diberi insektisida yang sesuai (untuk parasit eksternal) serta adanya
program sanitasi yang baik untuk membantu mencegah masalah parasit ini.
2.2.3. Kecelakaan
Luka, lebam, keseleo, patah tulang dan kecelakaan lain dapat berakibat besar pada
keseluruhan kesehatan dan produktivitas ternak. Luka kecil seringkali menjadi masalah serius
bila terjadi infeksi penyakit dan keseleo akan menghambat gerakan ternak untuk mendapatkan

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 41 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

pakan. Ternak yang tidak cukup mendapat pakan, ADG, efisiensi pakan dan produksinya akan
menurun.
2.2.4. Faktor Pakan atau Nutrisi
Masalah kesehatan sapi juga dapat disebabkan oleh tidak cukupnya nutrisi yang masuk ke
dalam tubuh ternak. Ternak tidak akan tumbuh maksimal bila pakan kurang baik atau kurang
menerima nutrisi seperti protein, KH, LK, vitamin, mineral dan air yang tidak seimbang. Tidak
cukupnya nutrisi dapat mengakibatkan penyakit seperti grass tetany, milk fever, ketosis, white
muscle dissease. Selain itu pakan yang kurang akan menimbulkan masalah parasit, gangguan
pencernaan, kegagalan reproduksi dan penurunan produks
2.3. Mencegahan Serangan dan Penularan Penyakit
Walaupun Indonesia sampai saat ini masih dinyatakan terbebas dari berbagai penyakit
menular yang bersifat zoonosis (bisa menular pada manusia) seperti penyakit PMKdan antharaks
tetapi tetap harus melakukan berbagai upaya pencegahan, antara lain :
2.3.1 Menggunakan kandang karantina
Tujuan dari karantina ini adalah untuk memastikan ternak yang baru datang dari luar
wilayah peternakan terbebas dari penyakit. Kandang karantina harus terletak jauh dari lokasi
perkandangan ternak pejantan yang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari penularan
penyakit oleh ternak yang baru di datangkan.
Cara melakukannya ternak yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan
pada kandang/ tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu pada kandang
sementara untuk proses adaptasi yang memerlukan waktu sekitar beberapa minggu. Dalam
proses adaptasi ternak diamati terhadap penyakit cacing (dengan memeriksa fesesnya), penyakit
orf, pink eye, kudis, diare, dan sebagainya. Apabila positif terhadap penyakit tertentu segera
diobati dan lakukan isolasi. Dalam adaptasi ini juga termasuk adaptasi terhadap jenis pakan yang
akan digunakan dalam usaha ternak kambing. Pada adaptasi ini biasanya harus disiapkan
berbagai obat-obatan untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit.
Setelah 7-21 hari ternak dalam keadaan sehat, maka siap untuk dipindahkan dalam kandang
utama.
2.3.2 Melarang impor sapi atau daging sapi dari negara yang tidak bebas PMK
Salah satu masalah yang saat ini sedang dihadapi Indonesia adalah adanya impor daging
ilegal dari India. Seperti diketahui, India adalah negara yang belum bebas dari penyakit mulut
dan kuku. Karena itu impor daging ilegal dari India bisa menyebabkan berjangkitnya penyakit
tersebut di Indonesia. Untuk itu diharapkan pemerintah dapat bertindak tegas terhadap para
penyelundup yang hanya berorientasi pada keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan
faktor kesehatan msyarakat.
2.3.3 Vaksinasi berkala
Beberapa penyakit pada sapi potong yang disebabkan oleh virus saat ini sudah bisa dicegah
dengan vaksinasi. Misalnya Anthrax, Jembrana dan Septicaemia epizootica. Khusus untuk sapi-
sapi induk yang dipelihara untuk menghasilkan bakalan, vaksin biasanya diberikan secara berkala
setiap 6 bulan atau satu tahun sekali. Pemberian vaksin dimulai ketika sapi masuk lokasi usaha
peternakan. Sementara itu, untuk sapi bakalan yang hanya dipelihara dalam waktu singkat
(kurang dari 6 bulan), program vaksinasi cukup diberikan satu kali.
2.3.4 Pemberian obat cacing secara berkala
Pada saat sapi-sapi mulai dimasukkan ke dalam kandang untuk digemukkan, obat cacing
sudah harus diberikan untuk mencegah pemborosan pakan. Untuk sapi bakalan, obat cacing
cukup diberikan pada saat pertama kali sapi masuk kandang, sedangkan pada induk penghasil
bakalan sebaiknya obat cacing diberikan secara berkala setiap 6 bulan sekali.
2.3.5. Menjaga kebersihan lingkungan
Setiap kali terjadi pergantian sapi, sebaiknya kandang dibersihkan dengan desinfektan.
Apabila air melimpah, kandang dapat dibersihkan setiap hari, termasuk juga memandikan sapi.
Pembersihan kotoran dapat dilakukan 2 – 3 kali sehari.Tingkat sanitasi lingkungan dan higienis

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 42 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

merupakan indikator kebaikan manajemen kesehatan ternak. Oleh karena itu, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Sanitasi lingkungan yang terbaik adalah terjaganya kebersihan. Penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan parasit akan lebih mudah berkembang biak pada lingkungan yang kotor.
b. Keadaan yang harus suci hama pada peralatan operasional yang digunakan dalam tatalaksana
sehingga menjamin kesehatan ternak.
c. Menggunakan beberapa desinfektan. Desinfektan harus efektif menyerang mikroorganisme
secara luas, efektif dalam konsentrasi rendah, ekonomis, tidak menyebabkan iritasi, korosif,
tidak menyebabkan noda (meninggalkan warna), tidak inaktif oleh bahan organik atau mineral,
stabil dalam penyimpanan dan penggunaan, mudah diaplikasikan dan efektif dalam periode
pendek atau pada suhu rendah.( Akoso 1996 )
2.3.6. Pemeriksaan Kesehatan Harian
Pengamatan kesehatan harian dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari.
Pengamatan kesehatan harian ini bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan ternak dan
mengetahui ada tidaknya abnormalitas pada ternak sehingga jika ditemukan ternak yang sakit
atau mengalami kelainan dapat segera ditangani. Pada pagi hari pemeriksaan kesehatan hewan
dilakukan sebelum kandang dibersihkan. Sedangkan pada sore hari, pemeriksaan dilakukan
sesudah sapi diberi makan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan
harian antara lain nafsu makan dari ternak, mengamati keadaan sekitar ternak (mengamati
feses, urin, dan keadaan sekitar kandang apakah terdapat bercak-bercak darah atau tidak),
mengamati keadaan tubuh ternak normal atau tidak (bisa dilihat dari hidung, kejernihan mata,
telinga dan bulu ternak), mengamati cara ternak berdiri atau bergerak, ada tidaknya luka atau
pembengkakan serta ada atau tidaknya eksudat pada luka. Kondisi feses feses yang tidak normal
(encer) mengindikasiakan adanya kelainan atau suatu penyakit pada sistem
pencernannya. Adanya pengamatan kesehatan harian diharapkan abnormalitas yang ada dapat
ditangani sesegera mungkin dan apabila ada pejantan yang sakit dapat segera diobati. Saat
pengamatan kesehatan harian juga dilakukan recording atau pencatatan abnormalitas yang
terjadi sehingga terdapat data yang lengkap mengenai riwayat penyakit yang pernah di alami
oleh pejantan.
2.3.7. Penanganan Kesehatan Hewan
Penanganan kesehatan hewan bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan
medis pada pejantan yang sakit sehingga pejantan yang sakit secepatnya dapat ditangani sesuai
dengan gejala klinis yang timbul. Penanganan kesehatan hewan dilakukan saat ditemukan
adanya kelainan atau gejala klinis yang terlihat pada hewan setelah dilakukan pengontrolan
rutin.
a. Pemeriksaan Klinis
Ternak yang terlihat menunjukkan adanya gejala klinis maka akan dilakukan pemeriksaan
klinis. Pemeriksaan klinis tersebut dilakukan Sebelum pengobatan. Pemeriksaan klinis dapat
dilakukan didalam dan diluar kandang (di kandang jepit). Pemeriksaan klinis meliputi :
1) Pengukuran suhu tubuh melalui rektum dengan cara memasukkan thermometer kedalam rektum
dan dibiarkan selama 3 menit, kemudian dibaca suhunya.
2) Pengukuran pulsus dilakukan dengan menggunakan stetoskop.
3) Pengukuran frekuensi pernafasan dan lapang paru-paru untuk mengetahui apakah frekuensi
pernafasan hewan normal atau tidak.
4) Palpasi dilakukan dengan sentuhan atau rabaan pada bagian yang akan diperiksa apakah
normal atau tidak.
b. Pengobatan
Pengobatan dilakukan apabila telah ditemukan ternak yang didiagnosa sakit berdasarkan
pengamatan harian. Pengobatan ternak dilakukan sesuai diagnosa yang ditentukan,dengan dosis
obat yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan ternak sapi potong. Ternak sapi potong yang
sakit diistirahatkan dikandang karantina hingga dinyatakan sehat oleh kesehatan hewan.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 43 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

c. Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin pada ternak dilakukan secara rutin sebulan sekali. Vitamin yang diberikan
antara lain adalah vitamin A, D, dan E. Pemberian vitamin dilakukan untuk menjaga kondisi
kesehatan ternak sehingga produkstifitasnya terjaga.
d. Pemotongan Kuku
Pemotongan kuku pada setiap ternak umumnya dilakukan secara rutin yaitu setiap 6 bulan
sekali. Tetapi apabila ditemukan masalah seperti ternak yang kukunya sudah panjang atau
antara kuku luar dan dalam panjangnya tidak seimbang maka pemotongan kuku dapat dilakukan
sewaktu-waktu sesuai kondisi ternak tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan
posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada celah kuku, menghindari pincang,
mempermudah pada saat penampungan dan deteksi dini terhadap laminitis dan kemungkinan
terjadinya infeksi pada kuku.
Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam
kandang. Hal ini dapat menyebabkan kuku menjadi lebih lunak karena sering terkena feses dan
urine serta luka akibat terperosok dalam selokan pembuang kotoran yang menyebabkan infeksi
busuk kuku. Biasanya ternak yang berada di kandang dengan lantai karpet pertumbuhan
kukunya lebih cepat dibandingkan dengan ternak yang berada di kandang berlantai semen. Hal
ini karena setiap hari ternak berpijak pada permukaan lantai yang kasar, sehingga kuku sedikit
demi sedikit akan terkikis dengan sendirinya. Alat-alat yang digunakan adalah mesin potong
kuku, kama gata teito (pisau pemotong kuku), rennet, gerinda, mistar ukur, dan tali hirauci.
Bahan dan obat-obatan yang diperlukan adalah perban, kapas, Providon iodine, Gusanex,
antibdiotik, antiinflamasi, dan salep.
e. Desinfeksi Kandang
Desinfeksi kandang dilakukan setiap dua kali dalam sebulan dengan menggunakan sprayer
yang telah terisi larutan desinfektan dan disemprotkan ke seluruh lantai, dinding, palungan dan
halaman kandang. Tujuan dari desinfeksi kandang adalah untuk mengendalikan
populasimikroorganisme yang berpotensi menimbulkan penyakit sehingga merugikan kesehatan
ternak.Kegiatan desinfeksi dapat menggunakan desinfektan Bestadest dengan dosis 2,5 s/d 5
ml/liter (untuk 4m2) atau Benzaklin dengan dosis 60 ml/10 liter air disemprotkan keseluruh
lantai, dinding, halaman kandang, dan kuku pejantan.

f. Kontrol Ektoparasit
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang pada bagian luar atxau permukaan
tubuh inangnya, seperti berbagai jenis serangga (lalat, dll) serta jenis akari (caplak, tungau dll).
Keberadaan ektoparasit akan mengakibatkan ternak merasa tidak nyaman, sehingga nafsu
makan ternak menurun dan akan berdampak pada kualitas produk ternak. oleh karena itu
penyemprotan anti ektoparasit sangat penting dalam agenda pencegahan
penyakit. Penyemprotan anti ektoparasit merupakan suatu tindakan pengendalian terhadap
parasit-parasit dari luar tubuh yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Ektoparasit dapat
menyebabkan stres pada pejantan, serta dapat bertindak sebagai vektor mekanik maupun
biologis penyakit hewan.
Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali menggunakan
sunschin dengan obat anti ektoparasit cyperkiller 25 WP (25% Cypermethrin dengan dosis 30
gr/50 liter air) dan disemprotkan ke bagian tubuh ternak, seperti bagian perut, pantat, kaki dan
punggung. Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan sebaiknya tidak mencemari pakan, tempat
pakan, dan air minum. Cypermethrin adalah piretroid sintetis yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga. Ini berperan sebagai neurotoksin cepat bertindak pada serangga. Dalam hal ini
mudah terdegradasi di tanah dan tanaman. Cypermethrin sangat beracun untuk ikan, lebah dan
serangga air, menurut National Pestisida Jaringan Telekomunikasi (NPTN). Cypermethrin banyak
ditemukan dalam pembunuh semut, dan pembunuh kecoa, termasuk Raid dan kapur semut.
Anti ektoparasit lain yang digunakan untuk ternak adalah gusanex. Cara pemakaiannya yaitu
dengan menyemprotkan gusanex pada bagian tubuh ternak yang mengalami luka. Tujuannya

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 44 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

agar luka tersebut segera kering dan tidak dihinggapi oleh lalat yang selanjutnya akan menjadi
tempat berkembangnya telur lalat dan ektoparasit lainnya.

g. Biosecurity
Menurut Winkel (1997) biosekurity merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit
baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan produksi ternak secara
keseluruhan, dan merupakan bagian untuk mensejahterakan hewan ( animal welfare). Biosecurity
adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan
dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak/ penularan dengan peternakan tertular
dan penyebaran penyakit (Dwicipto, 2010) .
Biosecurity merupakan tindakan perlindungan terhadap ternak dari berbagai bibit
penyakit (bakteri dan virus) melalui pengamanan terhadap lingkungannya dan orang atau
individu yang terlibat dalam siklus pemeliharaan yang dimaksud. Tujuannya yaitu supaya bibit
penyakit (bakteri dan virus) yang terbawa dari luar tidak menyebar dan menginfeksi ternak.
Tindakanbiosecurity meliputi :
a. Lokasi peternakan harus terbebas dari gangguan binatang liar yang dapat merugikan.
b. Melakukan desinfeksi dan penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat, nyamuk, kumbang,
belalang disetiap kandang secara berkala.
c. Setiap kendaraan yang akan masuk ke areal peternakan harus melewati bak biosecuritydan
disemprot, yang mana cairan yang digunakan adalah cairan desinfektan ( lysol).
d. Setiap petugas yang akan masuk ke kandang diharuskan mencelupkan sepatu boot ke dalam
bak biosecurity yaitu wadah berisi desinfektan yang sudah disediakan.
e. Segera mengeluarkan ternak yang mati untuk diotopsi lalu dikubur atau dimusnahkan.
f. Selain petugas dilarang memasuki areal kandang.
g. Membatasi kendaraan yang masuk ke areal kandang.
h. Meyediakan kendaraan khusus bagi tamu yang berkunjung, contohnya seperti kereta biosecurity.
i. Untuk aktivitas di dalam laboratorium harus menggunakan pakaian khusus berupa jas dan alas
kaki khusus untuk laboratorium

h. Pemberian Obat Cacing


Pemberian obat cacing secara per oral dan dilakukan terhadap seluruh ternak setiap
pergantian musim. Ternaki yang mengidap parasit cacing sulit diprediksi bila dilihat dari kondisi
fisiknya sehingga untuk mengantisipasi terjadinya infeksi dan berkembang biaknya cacing dalam
tubuh ternak maka diperlukan pemberian obat cacing. Dosis yang diberikan terhadap ternak
ialah menurut berat badannya. Pemberian obat cacing dilakukan terhadap seluruh ternak setiap
6 bulan sekali. Obat cacing yang digunakan adalah Albendazole dengan dosis 1 ml/10 kg berat
badan ternak.

I. Otopsi
Bila terjadi kasus kematian ternak maka dilakukan otopsi atau bedah bangkai pada hari
yang sama. Setelah itu dilakukan patologi anatomi, diambil potongan kubus 1 cm pada organ
yang terjadi kelainan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan formalin 10%.
Sampel tersebut kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut, baru
kemudian dilakukan pencatatan atau laporan mortilitas ternak.
2.4. Pengendalian Penyakit Ternak

Pengendalian penyakit harus dilakukan dalam usaha peternakan, karena menjadi salah satu
faktor keberhasilan dalam usaha tersebut . Menurut Yunilas (2011) program pengendalian
penyakit ada dua yaitu :
2.4.1. Program pencegahan penyakit dan kontrol ternak dikandang
Pengawasan penyakit seharusnya lebih mudah pada pemeliharaan secara intensif dibanding
ekstensif, namun secara umum masalah-masalah yang dihadapi adalah identik.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 45 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Masalah-masalah yang berhubungan dengan penggelolaan sapi potong secara intensif:


1. Walaupun sapi tidak digembalakan, pengawasan terhadap caplak masih sangat perlu pada
daerah yang belum bebas caplak dan jangan dilalaikan.
2. Pengawasan terhadap parasit dalam, juga masih diperlukan terutama pada ternak yang lebih
muda, dimana banyak parasit yang mungkin terdapat pada hijauan yang dipotong di lapangan.
2.4.2. Program pencegahan penyakit dan kontrol ternak di ranch
Masalah-masalah yang berhubungan dengan penggolongan ternak sapi potong di ranch
adalahh:
a. Penyakit mulut dan kuku
b. Penyakit-penyakit wabah dan beberapa parasit eksternal dapat diatasi dengan program
pemberantasan bencana,perbaikan produksi dan distribusi vaksin dan perbaikan makanan serta
pengelolaan.
c. Pedet muda lebih mudah terserang penyakit pneumonia pada udara yang sangat lembab.

BAB III
PENUTUPUAN
3.1. Kesimpulan
Pengendalian kesehatan ternak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
usaha ternak terutama ternak sapi potong, hal tersebut karena merupakan faktor penting yang
memacu keberhasilan dalam beternak. Upaya yang dilakukan menjaga kebersihan lingkungan
kandang dan peralatan kandang, menjaga kebersihan ternak,pemberian pangan yang cukup dan
berkualitas,melaksanakan vaksinasi secara teratur dan memisahkan ternak yang sakit dengan
yang sehat melaui kandang karantina.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gusronk.com/2014/08/makalah-manajemen-ternak-sapi-potong.html,
Diakses 08-Maret-2017
Ratmus.s, http://syaifulratmus.blogspot.co.id/2015/05/manajemen-kesehatan-ternak-
ruminansia.html ,2015,Manajemen Kesehatan Ternak Rumunansia
Diakses 11-Maret-2017
Saputro.T, http://www.ilmuternak.com/2015/06/manajemen-kesehatan-pada-
ternak.html ,2015,Manajemen Kesehatan pada Ternak.
Diakses 11-Maret-2017
Parista.E, http://etikafarista.blogspot.co.id/2012/12/makalah-pengendalian-penyakit-pada-
sapi.html ,2012,
ETIKA BLOG ANIMAL HUSBANDRY
Diakses 11-Maret-2017

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN KESEHATAN TERNAK
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 46 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

PEMERIKSAAN HEWAN UNTUK MELIHAT SAKIT ATAU TIDAK


BERDASARKAN PARAMETER-PARAMETERNYA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
AGY GUN GUN F. J3I111057
GENTIKA PRABAWATI. J3I111029
GERRY SETIA D. J3I211096
NURJANAN. J3I211083
SANDY JANUAR P. J31111030

PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK


DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan di mata kuliah Pengendalian
Kesehatan Ternak.
Berdasarkan laporan yang telah dibuat, kami berusaha semaksimal mungkin
dalam mengerjakan tugas ini. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar kedepannya kami dapat megerjakan tugas laporan yang lebih baik dan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami juga berterima kasih kepada seluruh
pihak yang mendukung dan membantu kelancaran pembuatan makalah ini.

Bogor, Februari 2012

DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN……………..……………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………..……………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….
1.2.1 Membedakan ternak yang sakit atau tidak sakit ……………………… 1

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 47 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

1.2.2 Cara penanganan jika ternak itu sakit…………………………………. 1


1.3 Tujuan…………………………………………………………………………. 1
1.3.1 Untuk mengetahui kesehatan ternak tersebut sebelum terjakit penyakit.
1
1.3.2 Untuk mengetahu perawatan ternak yang efektif jika ternak tersebut
terjangkit penyakit……………………………………………………… 1
1.4 Materi dan Waktu Pelaksanaan Praktikum……………………………………... 2
BAB II ISI……………………………………………………………………………… 3
2.1 Defisiensi dan Arti Kesehatan ternak ……..…………………………………….. 3
2.2 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit…………………………………………… 3
2.3 Sanitasi dan Biosecurity………………………………………………………….. 3
2.4 Gangguan Pencernaan……………………………………………………………. 9
2.5 Gangguan kulit……………………………………………………………………. 10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN………….…………………………………... 11
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...... 11
3.2 Saran…………………………………………………………………………....... 11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………... 12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada mata kuliah praktikum Pengendalian Kesehatan Ternak kita mempelajari
tentang penyakit-penyakit yang khusus dan banyak ditemui pada ternak unggas, sapi,
domba, dan kambing. Pengetahuan praktis untuk pencegahan dan cara pengobatanya
(sanitasi dan vaksinasi).
Dalam pemeliharaan ternak,salah satu faktor penghambat yang sering dihadapi
adalah penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi
berternak akibat adanya kematian pada ternaknya.upaya pengendalian penyakit pada
hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan yang
baik sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya pengendalian
penyakit dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit atau pengobatan pada
ternak yang sakit. Namun demikuan usaha pencegahan dinilai lebih penting
dibandingkan pengobatanya ( Jahja dkk, 2010 ).
Adapun yang menjadi latar belakang dari praktikum ini adalah agar mahasiswa
dan mahasiswi dapat mengetahui parameter-parameter meliputi ( inveksi, falfasi , dan
pengukuran suhu tubuh ) yang terjadi diternak tersebut. Sehingga dapat mengetahui
ternak yang sedang sakit atau yang akan terjangkit penyakit dengan cara mengetahui
gejala-gejala yang akan timbul dari terjangkitnya penyakit tersebut. sehingga kita dapat
mencegah ternak tersebut terkena penyakit.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Membedaan antara ternak yang sakit dan tidak sakit

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 48 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

1.2.2 Cara penangan bila ternak tersebut terkena penyakit


1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui kesehatan ternak tersebut sebelum terjangkit penyakit
1.3.2 Untuk mengetahui perawatan yang efektif jika ternak tersebut telah terjangkit
Penyakit

1.4 Materi dan Waktu Pelaksanaan Praktikum

Hari : Rabu
Tanggal : 15 Februari 2012
Tempat : Kandang ternak sapi,kambing,domba
Waktu : Pukul 13.00-15.20 WIB

 Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum :


1. Ternak yang diamati ( sapi potong,sapi perah,kambing dan domba)
2. Thermometer
3. Alat tulis untuk mencatat

BAB II
ISI

2.1 Defisiensi dan Arti Kesehatan Ternak


Kesehatan hewan merupakan suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh
sel yang menyusunnya dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi
normal.
Ciri-ciri ternak yang sehat meliputi :
 Aktif, sigap, sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi disekitarnya.
 Kondisi tubuhnya seimbang, tidak sempoyongan/pincang, langkah kaki mantap
dan teratur, dapat bertumpu dengan empat kaki dan posisi punggung rata.
 Mata bersinar, sudut mata bersih, tidak kotor dan tidak ada perubahan pada
selaput lendir/kornea mata.
 Kulit/bulu halus mengkilat, tidak kusam dan pertumbuhannya rata.
 Frekuensi nafas teratur (20-30 kali/menit), halus dan tidak tersengal-sengal.
 Denyut nadi (50-60 kali/menit), irama teratur dan nada tetap

2.2 Pencegahan dan pengobatan penyakit


1. Pencegahan
 Sanitasi/Biosecurity/Kebersihan
 Karantina
 Vaksinasi (Imunisasi)
2. Pengobatan
 Disesuaikan dgn penyebab
2.3 Sanitasi atau Biosecurity

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 49 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

 Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan dengan menyemprotkan insektisida


pembasmi serangga, lalat dan hama lainnya.
 Membatasi penularan penyakit melalui mobilitas pegawai.
 Menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang
memungkinkan terjadinya penularan penyakit.
 Membakar atau mengubur bangkai ternak yang mati karena penyakit menular.
 Menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan.
 Segera mengeluarkan ternak yang mati dari kandang untuk dikubur atau dimusnahkan
oleh petugas yang berwenang.
Mengeluarkan ternak yang sakit dari kandang untuk segera diobati atau dipotong oleh
petugas yang berwenang. Berdasarkan ciri-ciri ternak sehat tersebut kami telah
melakukan pengamatan terhadap ternak yang ada. ini merupakan tabel pemeriksaan
ternak kambing,domba,sapi potong dan sapi perah yang ada di diploma IPB.

Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Kesehatan Kambing

No
. Pengamatan Jantan Betina

Jenis dan ras ternak Peranakan Etawa Peranakan Etawa (PE)


1.
 Sex atau Jenis (PE)
Status gizi ternak
2. (kurus,sedang atau Sedang Sedang
gemuk)
Nafsu makan dan minum
Baik
3.  Respon jika diberi Baik
rumput atau air
Suhu tubuh ternak (per
4. 39.8°C 40,1°C
3 menit )
Kebersihan tubuh secara
keseluruhan
(bersih/kotor)
Bersih Bersih
 Apakah ada kotoran
5.  Tidak ada  Tidak ada
yang menempel di kulit
 Tidak ada  Tidak ada
atau bulu
 Apakah ada jendolan
atau bengkak
Kondisi kulit dan bulu
 Kondisi permukaan  Halus
 Halus
kulit (halus/kasar)  Berminyak dan
 Berminyak
6.  Tingkat kelembapan lembab
 Rontok
kulit  Rontok
 Tidak ada
 Kerontokan bulu  Tidak ada
 Ada luka/keropeng
7. Selaput terdiri pada
1. mulut 1. Rose sedikit pucat 1. Merah muda ada
2. hidung 2. Hitam kotoranya

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 50 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

3. mata 3. Merah muda 2. Hitam


4. kelamin 4. Rose dan ada 3. Merah muda ada
5. anus kotoranya kotoranya
a. Merah muda / rose 5. Rose dan ada 4. Rose tidak ada
b. Ada discharge/kotoran kotoranya 5. Rose tidak ada

Kondisi kuku
 Tingkat kebersihan
 Kotor  Kotor
8. kuku
 Tidak rata  Rata
 Bentuk kuku
 Tidak rata  Tidak rata
 Telapak kuku

Kondisi Pencernaan
9.  Perut kembung  Tidak Kembung  Tidak kembung
 Diare / tidak  Tidak Diare  Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)
Informasi Lainya yang Kondisi sangat sehat Perawatan terhadap
11. perlu ditambahkan dan nafsu makan kambing ini kurang
baik terawatt
Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Kesehatan Domba

No
. Pengamatan Jantan Betina

Jenis dan ras ternak


1.  Sex atau Jenis Domba ekor gemuk Domba ekor gemuk

Status gizi ternak


2. (kurus,sedang atau Gemuk Sedang
gemuk)
Nafsu makan dan minum
3.  Respon jika diberi  Baik  Baik
rumput atau air
Suhu tubuh ternak (per
4. 40,3°C 39,8°C
3 menit)
Kebersihan tubuh secara
keseluruhan
(bersih/kotor)
Kotor Kotor
 Apakah ada kotoran
5.  ada  Tidak ada
yang menempel di kulit
 ada  ada
atau bulu
 Apakah ada jendolan
atau bengkak

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 51 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Kondisi kulit dan bulu


 Kondisi permukaan  Kasar  Halus
kulit (halus/kasar)  Berminyak dan  Berminyak
6.  Tingkat kelembapan lembab
kulit
 Kerontokan bulu  Rontok  Rontok
 Ada luka/keropeng  Tidak ada  Tidak ada
Selaput terdiri pada
1. mulut 1. Merah muda ada
1. Rose
2. hidung kotoranya
2. Rose
3. mata 2. Hitam
3. Rose
7.4. kelamin 3. Merah muda ada
4. Rose dan ada
5. anus kotoranya
kotoranya
a.Merah muda / rose 4. Rose tidak ada
5. Rose dan ada
b.Ada discharge/kotoran 5. Rose tidak ada
kotoranya

Kondisi kuku
 Tingkat kebersihan
 Kotor  Kotor
8. kuku
 Sama  Agak lonjong dan
 Bentuk kuku
 Tidak rata tidak rata
 Telapak kuku
 Tidak rata
Kondisi Pencernaan
9.  Perut kembung  Tidak Kembung  Tidak kembung
 Diare / tidak  Tidak Diare  Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)

Informasi Lainya yang Domba kurang bersih Domba kurang bersih


11.
perlu ditambahkan Tampak kelaparan Tampak kelaparan

Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Kesehatan Sapi Perah

No
. Pengamatan Jantan Betina

Jenis dan ras ternak Sapi Fries Holand Sapi Fries Holand
1.  Sex atau Jenis
(FH) (FH)
Status gizi ternak
2. (kurus,sedang atau gemuk) Sedang Gemuk

Nafsu makan dan minum


3.  Respon jika diberi rumput Baik Baik
atau air

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 52 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Suhu tubuh ternak (per 5


4. 38,7°C 38,1°C
menit)
Kebersihan tubuh secara
keseluruhan (bersih/kotor)
Kotor Bersih
 Apakah ada kotoran yang
5.  Tidak ada  Tidak ada
menempel di kulit atau bulu
 Tidak ada  Tidak ada
 Apakah ada jendolan atau
bengkak
Kondisi kulit dan bulu
 Kondisi permukaan kulit  Halus  Halus
(halus/kasar)  Tidak lengket atau Kering
6.
 Tingkat kelembapan kulit kering  Rontok
 Kerontokan bulu  Tidak Rontok  Tidak ada
 Ada luka/keropeng  Tidak ada
Selaput terdiri pada
1. mulut 1. Merah muda
2. hidung 1. Abu-abu (rose)
2.Merah muda
3. mata 2. Abu-abu (rose)
3.Merah muda ada
4. kelamin 3. Coklat
kotoranya
7.5. anus 4. Merah muda
4.Merah muda dan
c. Merah muda / rose dan sedikit ada
Ada kotoran
d. Ada discharge/kotoran kotoran
5.Merah muda dan
5. Merah muda dan
Ada kotoran
Sedikit ada kotoran

Kondisi kuku
 Tingkat kebersihan kuku  Baik  Kotor
8.
 Bentuk kuku  Baik  Rata
 Telapak kuku  Baik  Rata

Kondisi Pencernaan
9.  Perut kembung  Tidak Kembung  Tidak kembung
 Diare / tidak  Tidak Diare  Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)
Kondisi sangat sehat
dan nafsu makan Perawatan terhadap
Informasi Lainya yang perlu
11. baik Tetapi Sapi ini kurang
ditambahkan
kebersihan kurang terawat
terawat

Tabel 4 Hasil Pemeriksaan Kesehatan Sapi Potong

No Pengamatan Jantan Betina


.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 53 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Jenis dan ras ternak Peranakan Ongole Peranakan Ongol (PO)


1.  Sex atau Jenis (PO)
Status gizi ternak
2. (kurus,sedang atau Sedang Gemuk
gemuk)
Nafsu makan dan minum
3.  Respon jika diberi Baik Baik
rumput atau air
Suhu tubuh ternak (per
4. 39.3°C 38,8°C
5 menit)
Kebersihan tubuh secara
keseluruhan
(bersih/kotor)
Bersih Kotor
 Apakah ada kotoran
5.  Tidak ada  Tidak ada
yang menempel di kulit
 Tidak ada  Tidak ada
atau bulu
 Apakah ada jendolan
atau bengkak
Kondisi kulit dan bulu
 Kondisi permukaan
 Halus  Halus
kulit (halus/kasar)
 Basah  Berminyak
6.  Tingkat kelembapan
 Tidak rontok  Tidak rontok
kulit
 Tidak ada  Tidak ada
 Kerontokan bulu
 Ada luka/keropeng
Selaput terdiri pada
1.mulut 1.Merah muda 1. Rose
2.hidung 2.Merah muda 2. Rose
3.mata 3.Merah muda 3. Rose
7.
4.kelamin 4.Merah muda dan 4. Rose dan ada
5.anus Sedikit kotor Sedikit kotoran
a.Merah muda / rose 5.Merah muda dan 5. Rose dan Ada
b.Ada discharge/kotoran Sedikit kotor sedikit kotoran

Kondisi kuku
 Tingkat kebersihan
 Kotor  Kotor
8. kuku
 Rata  Rata
 Bentuk kuku
 Rata  Rata
 Telapak kuku

Kondisi Pencernaan
9.  Perut kembung  Tidak Kembung  Tidak kembung
 Diare / tidak  Tidak Diare  Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 54 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Kondisi sehat sedikit Perawatan terhadap


Informasi Lainya yang
11. kurus dan nafsu sapi ini kurang
perlu ditambahkan
makan baik terawatt

2.4 Gangguan Pencernaan

a. Bloat/Kembung
- Penyebab : faktor pakan (tan. muda, leguminosa, konsentrat terlalu tinggi,
urea tinggi) & faktor hewan (kepekaan hewan/genetik)
- Gejala : perut menggelembung, intake makan & minum menurun, sapi
pasif/ambruk, nafas cepat & dangkal.
- Terapi : antibloat (dimeticone), minyak goreng (oral), vitamin (supportif),
trokar.
b. Diare
- Penyebab : Bakteri (salmonella, clostridium, E coli), virus (rota/corona, BVD,
parvo virus), Protozoa, Parasit.
- Gejala : tinja banyak & encer, anus kotor, dehidrasi, kelemahan dan
kematian.
- Terapi : Disesuaikan dengan penyebabnya
Penggantian cairan tubuh
Pemberian antibiotik (bakteri/virus)
Pemberian vitamin (supportif)

2.5 Gangguan Kulit


a.Myasis/Borok
- Penyebab : Chrysomya bezziana
- Gejala : luka dengan infestasi belatung, jar. mengalami kematian (nekrosis),
peradangan/abses di sekitar luka.
- Terapi :
1. Bersihkan luka dengan antiseptik (PK)
2. Salf (vaselin, antibiotik, gusanex)
3. Injeksi antibiotik sistemik.

b. Scabies/Acariasis/Kudis
- Penyebab : Sarcoptes sp
- Gejala : Lesi & keropeng di kulit, gatal, kulit menebal, bulu rontok &
hewan gelisah
- Terapi :
1. Ivermectin (Injeksi/2 mg & salep)
2. Sanitasi & desinfeksi kandang
3. Dimandikan dg sabun colek

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 55 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan kami, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan kesehatan
ini penting untuk dilakukan karena dengan kita mengetahui kondisi ternak awal tersebut
dapat mencegah penyakit untuk masuk ke dalam ternak dan jika ternak tersebut telah
terkena penyakit kita dapat mengobati sesuai dengan penyakit yang diderita ternak.
Pemeriksaan berdasarkan parameternya kita dapat melakukan dengan cara
inveksi,falfasi dan pengukuran suhu tubuh yang akan mempermudah petugas kesehatan
ternak dalam pemeriksaanya. Dan tinggah laku ternak pun dapat membantu proses
pengecekan kesehatan.

3.2 Saran
Saran yang diberikan pada para peternak adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya sebelum melakukan usaha sendiri peternak harus memiliki pengalaman lebih
dibidang kesehatan karena membutuhkan ketelitian, dan melakukan inovasi teknologi
dalam proses pengembangbiakan.

KESEHATAN TERNAK SAPI


I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan ternak yang
dipelihara. Bagi negara yang beriklim tropis seperti Indonesia dengan keadaan cuaca yang panas
sangat kering atau lembab akan mempengaruhi status kesehatan ternak. Bila suhu dan
kelembaban udara sangat tinggi, maka penyebab penyakit dapat berkembang dan meningkat
sampai keadaan kesehatan hewan tidak dapat di pertahankan lagi keseimbangannya, maka dari
itu memelihara ternak agar tetap sehat sangatlah penting karena dapat mengurangi biaya
pengeluaran bila ternak sakit. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan ternak adalah dengan
mengontrol dan mengatur tata laksana kesehatan ternak, antara lain dengan pemeriksan
kesehatan ternak melalui pengamatan tingkah laku ternak, pemeriksaan fisik tubuh ternak dan
pemeriksaan kondisi fisiologis ternak. Pada hewan ternak dikatakan sakit bila organ tubuh
ataupun fungsinya mengalami kelainan dari keadaan normal, kelainan tersebut dapat diketahui
melalui pemeriksaan dengan alat indra secara langsung atau menggunakan alat-alat bantu.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengenalkan kepada mahasiswa tentang tehnik
pemeriksaan kesehatan pada ternak sapi yang dilakukan dengan mengamati kondisi umum
ternak.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 56 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Sehat


Tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status kesehatan sapi tersebut. Sapi
yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap
terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan. Kondisi sapi yang seimbang adalah tidak
terlalu gemuk atau kurus, langkah kakinya mantap dan teratur (Akoso, 1996).
Sudut matanya terlihat bersih tanpa adanya kotoran atau getah radang. Ekornya selalu
aktif megibas untuk mengusir lalat. Kulit dan bulu tampak halus dan mengkilat serta
pertumbuhan bulu merata di permukaan tubuhnya (Akoso, 1996). hidung sapi keadaannya
basah. pada sapi sehat, selaput lendir mulut dan gusi berwarna merah muda, lidah dapat
bergeraka dengan bebas. Ujung hidung bersih, sedikit basah dan tersa dingin jika disentuh (Eel
Latif, 2012).
2.2. Fisiologi Ternak
Kondisi fisiologi ternak dapat digunakan untuk mengetahui kesehatan seekor ternak,
kondisi fisiologis yang digunakan untuk mengetahui indikasi ternak sehat adalah suhu tubuh,
frekuensi denyut nadi dan frekuensi respirasi (Subroto,1985).
2.2.1. Suhu rektal
Suhu tubuh bagian dalam tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan termometer.
Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh tetapi
menunjukkan keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tubuh (Kelly 1984).
Sugeng (1998) menjelaskan bahwa ternak mempunyai sistem pengaturan suhu tubuh untuk
memelihara suhu tubuhnya dari pengaruh luar. Menurut Rosenberger (1979), suhu tubuh sapi
sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu (Tabel 1).
Tabel 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi suhu tubuh normal pada sapi

Suhu tubuh sapi pada pedet adalah


Umur 38.5 – 39.5 oC, dan pada sapi dewasa
38.0 – 39.5 oC.
Suhu tubuh umumnya lebih tinggi 0.5 –
Waktu pengukuran 1.0 oC pada sore hari dibandingkan
pagi hari.
Suhu dan kelembaban lingkungan
Kondisi lingkungan memberikan pengaruh pada suhu
tubuh.
Exercise dan makan akan
Aktifitas fisik meningkatkan suhu tubuh akibat
peningkatan metabolisme.
Peningkatan suhu tubuh (0.5 – 1.0 oC)
Fungsi reproduksi pada sapi betina terjadi pada 24 jam sebelum estrus
dan partus.
(Sumber: Rosenberger 1979)

Demam terjadi apabila suhu tubuh berada di atas kisaran normal yang dapat disebabkan
oleh faktor spesifik agen infeksius (bakteri, virus,jamur, dan protozoa) maupun faktor non-
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 57 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

spesifik (protein asing yang diinjeksikan, senyawa yang menimbulkan kerusakan jaringan dan
jaringan nekrosis) yang sering disebut sebagai faktor aseptik (Rosenberger 1979; Kelly 1984).
2.2.2. Frekuensi denyut nadi
Akoso (1996) menyatakan denyut nadi sapi normal sekitar 50-60 kali per menit. Hal ini
berhubungan dengan faktor bahwa semakin kecil ukuran hewan, laju metabolisme per unit berat
badannya semakin tinggi (Dukes, 1995). Hewan yang sakit atau stres akan meningkat denyut
jantungnya untuk sementara waktu (Subroto, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan denyut nadi adalah umur, spesies, kelamin,
kondisi ternak, aktivitas dan suhu lingkungan (Akoso, 1996). Hewan yang sakit atau stress akan
meningkat denyut jantungnya untuk waktu tertentu. Semakin tinggi aktivitas yang dilakukan
ternak, semakin cepat denyut nadinya. Hewan yang memiliki tubuh lebih kecil, denyut nadinya
lebih besar dari pada hewan yang mempunyai ukuran tubuh besar (Frandson, 1992).
2.2.3. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan bervariasi, tergantung dari jenis sapi pada umumnya. Rata-rata
frekuensi pernapasan sapi normal adalah 19 kali per menit, Angka rata–rata dapat naik jika
terjadi kejutan atau latihan. Sapi yang mengalami demam tinggi akan bernapas lebih cepat,
sedangkan sapi yang terserang penyakit menahun dan cukup serius, frekuensi pernapasannya
akan menjadi lambat dan berat (Akoso, 1996).
Frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran tubuh, umur,
aktifitas ternak, kehamilan, lingkungan dan aktifitas pencernaan terutama pada rumen (Dukes,
1995). Menurut Sugeng (1998), frekuensi pernapasan yang sebenarnya dapat dihitung bila
ternak dalam keadaan istirahat dan tenang.
2.2.4. Kontraksi Rumen
Proses ruminansi pada sapi sehat berupa peremasan pakan yang ditelan secara kuat dan
mantap kemudian dicampur dengan cairan. Kontraksi rumen rata-rata terjadi sekali tiap dua
menit. Peristiwa ini menimbulkan gerakan rumen yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa
dengan mengepalkan tinju dan mendesaknya di bagian kiri atas lambung tepat di lekuk
pinggang di belakang rusuk terakhir. Terjadinya perubahan frekuensi atau gerak ruminansi yang
tidak dapat dirasakan menandakan adanya gangguan fungsi rumen (Akoso, 1996).

III. MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Kesehatan Ternak dengan materi Identifikasi Kesehatan Ternak Sapi pada hari
Kamis, tanggal 12 September 2013 pukul 14.00-17.00 WIB di Peternakan sapi kampus Gunung
Gede, Diploma IPB.
3.2 Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah satu ekor sapi. Sedangkan peralatan
yang digunakan pada praktikum ini antara lain adalah meteran, termometer dan alat pengukur
waktu (stopwatch).
3.3 Metode
Pemeriksaan fisik ternak sapi dapat dilakukan dengan mengamati kondisi umum ternak,
yang meliputi:

a. Pengamatan fisik
Pengamatan fisik ini berupa mata, hidung, mulut dan gigi. Pengamatan dilakukan dengan
memperhatikan bagian tubuh tersebut seperti hidung dan mulut kering atau tidak, adakah cairan
atau lendir, sedangkan pada mata apakah terlihat bersih dan bening. Pada gigi, hitung
jumlahnya dan tentukan apakah gigi tersebut gigi seri, taring atau geraham serta warna dari
gigi-gigi sapi tersebut.
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 58 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

b. Mengukur suhu tubuh sapi


Adapun langkah-langkah untuk mengukur suhu tubuh sapi adalah sebagai berikut :
 Tenangkan ternak pada tempat yang teduh atau kandang.
 Termometer yang akan digunakan sudah dalam keadaan bersih dan kering serta sudah
distandarisasi.
 Angkat ekor ternak secara hati-hati ke atas kemudian masukkan ujung termometer (1/3
bagian) ke dalam rektum selama kira-kira 3 menit.
 Amati berapa temperatur tubuh sapi ( yang ditunjukkan pada skala termometer.
c. Menghitung denyut nadi
Menghitung denyut nadi sapi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
 Tenangkan ternak pada tempat yang teduh atau kandang.
 Angkat ekor ke atas (jangan terlalu ke atas), asal kita dapat memegang vena coccygealis, kira-
kira 8-10 cm dari pangkal ekor.
 Vena coccygealis letaknya dibagian tengah bagian bawah, kemudian hitung berapa denyut
nadi selama 1 menit (ulangi 3 kali) kemudian catat dan rata-ratakan.

d. Menghitung frekuensi rumen


Menghitung frekuensi rumen dapat dilakukan dengan menggunakan tangan terkepal,
tekan bagian rumen kemudian rasakan adanya dorongan rumen ke samping kurang lebih 5
menit, hitung berapa frekuensi rumen. Untuk melihat gerakan rumen ternak dapat dilihat dari
samping kiri bagian belakang dari rusuk terakhir atau bagian flank.

e. Menghitung frekuensi pernafasan


Cara menghitung frekuensi pernafasan pada ternak sapi adalah dengan menggunakan
telapak tangan bagian luar kemudian letakkan kira-kira 5 – 7 cm didepan hidung sapi. Hitung
berapa gerakan atau frekuensi pernafasan selama 1 menit.

f. Pengukuran tubuh
Cara pengukuran tubuh sapi adalah sebagai berikut :
 Praktikan melakukan pengukuran menggunakan meteran gulung/kain.
 Lingkar badan diukur disekitar lingkar dada.
 Tinggi badan diukur dari ujung kaki sampai gumba.
 Panjang badan diukur dari tuber ischii sampai bahu.
 Praktikan menulis hasil pengamatan pada lembar kerja yang tersedia.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari praktikum yang dilaksanakan didapat data sebagai berikut :


Pengukuran
Parameter
I II II Rata-rata
Frekuensi nadi - - - -
Frekuensi nafas 28 33 32 31
Frekuensi rumen 5 8 7 6.7
Temperatur (oC) 37.4 37.7 37.2 37.43

Pengukuran Warna mukosa


Lingkar Tinggi Panjang
Mulut Mata Penis/vulva Hidung Anus Gigi
badan badan badan
192 cm 141 cm 155 cm Basah Pink Pink rose Pink Pink 8

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 59 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

4.1 Frekuensi nadi


Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan perabaan bagian pangkal ekor dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk mencari hingga ketemu denyut nadi. Namun pada
praktikum ini praktikan tidak mendapatkan data frekuensi nadi. Hal ini karena praktikan merasa
kesulitan untuk menemukan denyut nadi sapi tersebut. Sebenarnya pengukuran juga dapat
ddilakukan dengan menggunakan stetoskop yang ditempelkan pada ketiak kaki kiri depan
sehingga terdengar denyut nadinya.

4.2 Frekuensi nafas


Dari tiga kali pengukuran frekuensi nafas yang dilakukan didapat rata-rata 31 kali/menit.
Akoso (1996), menjelaskan rata-rata frekuensi pernapasan sapi normal adalah 19 kali per menit,
Angka rata–rata dapat naik jika terjadi kejutan atau latihan. Selisih angka nafas sapi normal
dengan angka yang didapat pada pengukuran saat praktikum dinilai besar. Hal ini mungkin
dikarenakan sapi tersebut mengalami stress, seperti yang dijelaskan oleh sugeng (2002), bahwa
pernafasan akan lebih cepat pada sapi yang ketakutan, lelah akibat bekerja berat dan kondisi
udara terlalu panas.

4.3 Frekuensi rumen


Rata-rata frekuensi rumen dari 3 kali pengukuran per lima menit adalah 6.7 kali atau 7
kali. Gerak rumen per 5 menit untuk ukuran normal adalah 3 s.d. 8 kali denyutan. Artinya
frekuensi yang didapat menunjukan bahwa rumen sapi tersebut bekerja normal. Hal ini dapat
kita lihat dari fesesnya yang padat (normal).

4.4 Temperatur
Dari tabel.1 dapat kita lihat bahwa suhu normal sapi dewasa adalah 38.0 – 39.5 oC. Artinya
hasil rata-rata dari pemeriksaan temperatur pada sapi yang dilakukan sebanyak 3 kali tersebut
mendekati normal yaitu 37.43. Temperatur rektal pada ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu
temperatur lingkungan, aktifitas, pakan, minuman, dan pencernaan produksi panas oleh tubuh
secara tidak langsung tergantung pada makanan yang diperolehnya dan banyaknya persediaan
makanan dalam saluran pencernaan (Duke’s, 1995).

4.5 Pengukuran tubuh sapi


untuk mengukur berat badan ternak besar selain dengan cara ditimbang juga dapat
diperkirakan dengan cara mengukur panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, lebar kemudi,
dalam dada. Setelah mengetahui ukurannya baru menghitung bobot ternak secara sistematis.
Akan tetapi pengukuran-pengukuran tersebut tidak akan sepenuhnya tepat dalam menduga
bobot suatu ternak. Karena pendugaan bobot tersebut akan dapat tepat apabila ternak dalam
suatu keadaan tertentu dan kondisi tertentu pula.
Menurut Demasetya (2009) dalam buku santoso (2001), Pengukuran ukuran tubuh
ternak dapat dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan seringkali
dipakai sebagai parameter teknis penentuan sapi bibit. Ukuran tubuh yang digunakan untuk
menduga bobot tubuh biasanya panjang badan dan lingkar dada. Lingkar dada diukur dengan
pita meter melingkar dada sapi tepat dibelakang siku. Panjang badan diukur secara lurus dengan
tongkat ukur dari siku (humerus) sampai benjolan tulang lapis (Tuber Ischii). Tinggi pundak
diukur lurus dengan tongkat ukur dari titik tertinggi pundak sampai tanah. Mengetahui ukuran
tubuh ternak termasuk hal yang penting, karena dengan mengetahui ukuran-ukuran vital tubuh
ternak kita dapat mengetahui apakah ternak tersebut bentuk tubuhnya normal atau tidak. Selain
itu dengan mengetahui ukuran vital tubuh ternak, juga akan bermanfaat apabila kita akan
membeli ternak. Sehingga ukuran vital tubuh ternak tadi dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
memilih ternak yang bentuk tubuhnya proporsional.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 60 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

4.6 Pengamatan mata, hidung, mulut, anus dan gigi


Dari pengamatan, mata sapi tersebut bersih, mulut basah, hidung basah dan pada bagian
dalamnya berwarna pink, penis dan anus berwarna pink (normal). Sedangkan gigi berjumlah 8
berwarna kuning. Hayati dan Choliq (2009), menjelaskan :
 Bola mata bersih, bening, dan cerah. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna
kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya
kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan
( icterus) atau cenderung putih (pucat).
 Mulut dan bibir, bagian luar bersih, mulus, dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan
baik. Selaput lender rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur
cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat
bergerak bebas. Adanya keropengdi bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna selaput
lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit.
 Hidung, Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau
sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan pada hidung.
Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau kekuningan.
 Kulit dan bulu, bulu teratur, bersih, rapi, dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka dan
keropeng. Bulu kusam tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat.
 Kelenjar getah bening, kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di
daerah bawah telinga, daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan. Apabila ada peradangan
kemudian membengkak tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran di daerah dimana kelenjar
getah bening berada.
 Daerah anus, bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan
menempel pada daerah sekitar anus.

SIMPULAN

Tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status kesehatan sapi. Hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa sapi tersebut dalam kondisi sehat. Semua kriteria pengukuran dinilai
normal, hanya saja pada frekuensi nafas sapi ini dinilai melebihi dari angka normalnya. Hal ini
terjadi mungkin disebabkan sapi mengalami kejutan atau stress.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.


Demasetya. 2009. Analisis Kuantitatif Dan Kualitatif Dalam Pengukuran Dan Perbandingan Ukuran
Tubuh (Vital Statistik) Sapi Po Dengan Ongole.
(http://demasetyaajip.blogspot.com/2009/06/analisis-kuantitatif-dan kualita-tif.html). Tanggal
akses 18 September 2013.
Dukes. 1995. The Physiologis of Domestic Animal. A Division of Cornell University Press, Ithaca New
York.
Frandson RD.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.
Hayati dan Choliq, 2009. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. London: Bailliere Tindall.

Latif Eel. 2012. Sistem Pencernaan Ruminansia dan Unggas. (http://eellatiefz


.blogspot.com/2012_07_01_archive.html). Tanggal akses 18 September 2013.

Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin & Hamburg: Verlag Paul Parley.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 61 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Subroto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugeng, Y. B. 1998. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

ILMU KESEHATAN TERNAK

Disusun oleh :

Brilian Nova J. 23010113140125

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan ternak adalah suatu aspek penilaian dalam kualitas ternak yang perlu
diperhatikan baik makro maupun mikro. Kualitas kesehatan ternak sangat berpengaruh
pada tumbuh kembangnya ternak baik dalam hasil produksi dan pertumbuhan pada
ternak. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara mengamati warna mata, memeriksa
suhu tubuh, frekuensi nafas, dan konsistensi feses. Pemeriksaan kesehatan ternak
secara fisiologis dapat dilakukan dengan caranekropsi (pembedahan). Pemeriksaan
nekropsi ini penting dilakukan untuk mengetahui penyakit dalam yang diderita oleh
ternak sehingga kita bisa menyimpulkan penyakit yang sedang diderita oleh

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 62 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

ternak.Penyakit yang diderita oleh ternak kebanyakan disebabkan oleh parasit. Parasit
merupakan suatu mikroorganisme jasad renik yang bersifat merugikan.
Tujuan dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah mengetahui kesehatan
ternak melalui pengamatan tingkah laku, pemeriksaan fisik, pengamatan fisiologis
ternak, pengamatan organ dalam ternak dan parasit yang dapat mengganggu kesehatan
ternak. Manfaat dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah mengetahui kondisi
kesehatan ternak dan penyakit yang diderita melalui pemeriksaan fisik dan kondisi organ
– organ yang berada di dalam tubuh ternak, selain itu mengetahui jenis-jenis parasit
yang ada dalam ternak.

BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Kesahatan Ternak dengan materi Anamnesa dilaksanakan pada
Sabtu, tanggal 3 Oktober 2015 pukul 13.00-15.00 WIB di peternakan milik bapak
Sunarto di Desa Trangkil Rt 01 Rw 10, Gunung Pati, Semarang, Pemeriksaan Parasit
dilaksanakan pada Minggu, tanggal 25 Oktober 2015 dan Nekropsi dilaksanakan pada
Minggu, 18 Oktober 2015 pukul 10.30-12.30 WIB di Laboratorium Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang.

2.1. Materi
2.1.1. Anamnesa
Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah kambing jawarandu dan
anakan kambing jawarandu. Alat yang digunakan pada praktikum anamnesa adalah
stetoskop untuk mengukur frekuensi denyut nadi ternak dan mengukur gerakan rumen
ternak, thermometer untuk mengukur suhu rektal pada ternak, stopwatch untuk
penghitung waktu, dan alat tulis digunakan untuk mencatat hasil dari wawancara dan
hasil pengamatan.

2.1.2. Pemeriksaan Parasit


Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah preparat awetan parasit
(ektoparasit dan endoparasit) dan feses kambing jawarandu dan anakan kambing
jawarandu. Alat yang digunakan dalam praktikum pemerisaan parasit adalah mikroskop
untuk melihat ada tidaknya parasit pada feses, obyek glass untuk meletakan sampel,
kaca penutup untuk menutup sampel, mortar untuk menghaluskan feses dan sentrifuge
untuk memutar tabung pada pemeriksaan sentrifuge, tabung reaksi untuk tempat
sampel pada pemeriksaan sentrifuge. Bahan yang digunakan antara lain air, formalin
dan larutan gula jenuh.

2.1.3. Nekropsi
Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah satu ekor ayam broiler. Alat
yang digunakan pada praktikum nekropsi adalah spluit untuk megambil sampel darah
ayam, pisau yang digunakan untuk menyembelih ayam, gunting bedah untuk melakukan
pembedahan, pita ukur untuk mengukur panjang masing-masing organ bagian dalam,

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 63 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

kamera untuk mengambil gambar kondisi organ, dan alat tulis untuk mencatat hasil
pengamatan.

2.2. Metode
2.2.1. Anamnesa
Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mewawancai peternak. Menanyakan
tentang riwayat kesehatan ternak dan manajemen pemeliharaannya. Pemeriksaan
kesehatan ternak dilakukan dengan cara mengamati tingkah laku ternak, nafsu makan,
gerakan ternak dan pemeriksaan fisik yang meliputi suhu rektal, gerak rumen, denyut
nadi. Pengamatan disekitar lokasi peternakan antara lain adalah jarak antar kandang,
jarak dengan sumber air , tempat pakan dan air memadai , suhu udara, bangunan
kandang dan kebersihan kandang.

2.2.2. Pemeriksaan Parasit


Metode yang digunakan dalam pemeriksaan feses metode natif adalah mengambil
feses dan meletakan pada obyek glass. Menuangkan air dan tutup dengan kaca
penutup. Mengamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan sentrifugeadalah dengan mengambil
sampel, meletakan pada mortar, menambahkan air dan menuangkan ketabung
sentrifuge hingga ¾. Memutar sentrifuge selama 5 menit. Menuangkan cairan jernih
bagian atas dan menambahkan larutan gula jenuh sampai ¾ bagian tabung. Memutar
kembali selama 5 menit. Meneteskan larutan gula jenih kembali sampai permukaan air
menjadi cembung. Menempelkan objek glass dan langsung dibalik. Menutup bagian
tersebut denga kaca penutup. Mengamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x
10.
Metode yang digunakan dalam pengamatan ektoparasit dan endoparasit adalah
dengan mengamati preparat awetan parasit, mengidentifikasi berdasarkan ciri khusus
dan menggambar serta mecatat hasil pengamatan.

2.2.3. Nekropsi
Metode yang digunakan adalah dengan melihat dan mengamati konsidi fisik dari
ayam meliputi pemeriksaan tingkah laku ayam dan pemeriksaan fisik ayam. Melakukan
penyembelihan pada ayam dengan cara memotong tiga saluran (saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran pembuluh darah) yang ada pada leher unggas dengan
menggunakan pisau tajam. Meletakkan unggas pada meja bedah. Melakukan nekropsi,
melihat organ bagian dalam mulai dari warna ada atau tidakya kelainan pada masing-
masing organ bagian dalam. Melakukan pengukuran pada masing-masing organ bagian
dalam mulai dari saluran pencernaan, pernafasan, sistem peredaran darah dan sistem
kekebalan tubuh. Melakukan uji apung pada paru-paru.
Metode yang dilakukan dalam pengambilan sampel darah yaitu dengan
mengambil darah pada bagian sayap (vena bracialis) dengan menggunakan jarum suntik
dan mengamati perubahan yang terjadi.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 64 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Anamnesa dan Pemeriksaan Kesehatan Ternak Ruminansia
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan kesehatan ternak ruminansia diperoleh
hasil sebagai berikut:

Ilustrasi 1. Anamnesa dan Pemeriksan


Kesehatan Ternak Ruminansia

Bapak Sunarto pemilik peternakan kambing yang berada di Desa Trangkil Rt 01


Rw 10. Bapak Sunarto mulai mendirikan peternakan pada tahun 1980. Bapak Sunarto
mendapatkan ilmu beternak dari Sekolah Pertanian. Jumlah kambing yang dimiliki Bapak
Sunarto yaitu 30 ekor, terdiri dari 20 ekor kambing jantan dan 10 ekor betina. Penyakit
yang sering menyerang ternak kambing di peternakan ini yaitu gatal atau penyakit
kulityang dapat mempengaruhi penurunan produktivitas ternak, penyakit tersebut dapat
ditimbulkan karena adanya infeksi parasit Sarcoptes scabiei jika terlalu lama ternak tidak
mendapatkan penanganan maka ternak yang terkena penyakit kulit ini bisa mati. Hal ini
sesuai dengan pendapat Noach (2013) yang menyatakan bahwa penyakit Scabies adalah
salah satu jenis penyakit kulit yang sering menyerang ternak kambing yang disebabkan
oleh Sarcoptes Scabiei, apabila tidak segera diobati akan mengalami kematian dalam
waktu 3 (tiga) bulan. Ditambahkan dengan pendapat Kasmar (2015) yang menyatakan
bahwa Scabies merupakan penyakit kulit yang sering menyerang pada ternak dan
cenderung sulit disembuhkan. Penyakit ini disebabkan oleh Sarcoptes scabiei yang
ditandai dengan gatal pada kulit dan akhirnya mengalami kerusakan pada kulit yang
terserang.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 65 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

3.1.1. Pengamatan Kondisi Lingkungan dan Kandang Ternak


Berdasarkan pengamatan kondisi lingkungan dan kandang diperoleh hasil sebagai
berikut:

Ilustrasi 2. Pengamatan Kondisi Lingkungan


dan Kandang Ternak

Berdasarkan hasil praktikum tentang pengamatan kondisi lingkungan dan


kandang ternak didapatkan hasil bahwa kandang bersifat semi permanen yaitu terbuat
dari kayu dan berbentuk panggung. Tipe kandang yang semi permanen dapat digunakan
ternak sebagai tempat tinggal yang nyaman bagi ternak dan dengan tipe kandang
berbentuk panggung memudahkan dalam hal sanitasi kandang. Menurut Zaida et al.
(2008) kandang ada dua tipe yaitu tipe permanen dan semi permanen.Jarak kandang
dengan rumah sekitar 10 meter dan lingkungan sekitar yang mendukung serta terpaan
angin yang tidak begitu kencang. Kandang ini masuk dalam kategori kandang yang baik
karena dengan jarak 10 meter dari rumah dapat mengurangi polusi udara selain itu
penyebaran penyakit dari ternak dapat diminimalisir. Menurut Susilorini et al. (2009)
agar kambing merasa nyaman tinggal didalamnya kandang harus memiliki persyaratan
antara lain kandang harus kering dan tidak lembab, cukup mendapatkan sinar matahari,
harus terhindar dari tiupan angin langsung, letak kandang minimal 5 meter dari rumah,
konstrusi kandang harus kuat dan tahan lama serta bahan kandang yang ekonomis dan
mudah didapat.
Tanaman yang tumbuh disekitar kandang ada pohon lamtoro, bambu, pisang,
mangga, dan gamal yang digunakan sebagai pakan ternak serta pelindung ternak dari
terpaan angin. Menurut Astuti (2009) pohon-pohon pelindung perlu ditanam sebagai
pemecah angin sehingga ternak tidak terkena angin secara langsung. Sumber air minum
ternak berasal dari air sumur dengan kondisi saluran pembuangan feses yang baik.
Ternak yang dipelihara disekitar kandang antara lain sapi, ayam dan itik dengan jarak
yang tidak begitu dekat dengan peternakan kambing. Menurut Zaida et al. (2008)
menyatakan tidak ada masalah disekitar peternakan ada peternakan lain asalkan tidak
saling menggangu.

3.1.2 Pemeriksaan Kesehatan Ternak Ruminansia


Pemeriksaan kesehatan ternak ruminansia, dapat melalui dua cara yaitu
pemeriksaan tingkah laku dan pemeriksaan fisik tubuh ternak. Berdasarkan pemeriksaan
kesehatan ternak ruminansia diperoleh hasil sebagai berikut :

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 66 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

3.1.2.1. Pemeriksaan Tingkah Laku,Berdasarkan pemeriksaan kesehatan ternak


ruminansia diperoleh hasil sebagai berikut :

Ilustrasi 3. Pengamatan Tingkah


Laku Ternak

Hasil pengamatan tingkah laku diketahui bahwa kedua hewan ternak dalam
keadaan yang sehat dan bergerak aktif. Hal ini dapat dilihat dari gerakan ternak yang
lincah dan sikap dalam menanggapi perubahan sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Akoso (2006) yang menyatakan bahwa ternak yang sehat begerak yang aktif, memiliki
sikap yang sigap dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan.
Nafsu makan dan minum juga dalam keadaan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Santosa (2010) yang mengatakan bahwa ternak yang sehat akan memiliki nafsu makan
yang tinggi. Ternak yang diamati adalah kambing jenis jawarandu yang berjenis kelamin
betina dengan masing-masing umur indukan dan anakan adalah 2 tahun dan 7 hari.
Pemeriksaaan terhadap tingkah laku merupakan pemeriksaan awal untuk mengatahui
gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit, biasanya dapat dilihat dari kelainan
sikap seperti pada saat berdiri. Dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa pada
ternak kambing dalam keadaan normal yaitu posisi kaki tegap dan keempat kakinya
lurus serta tidak memiliki kelainan kaki berbentuk X ataupun O. Akoso (2006)
menyatakan bahwa struktur kaki yang lurus dan simestris akan lebih kuat menopang
berat badan ternak, karena beban berat tubuh akan ditahan dengan seimbang oleh kaki-
kakinya.

3.1.2.2. Pemeriksaan Fisik Tubuh Ternak, Berdasarkan pemeriksaan kesehatan


ternak ruminansia diperoleh hasil sebagai berikut :

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 67 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Ilustrasi 4. Pemeriksaan Fisik Tubuh


Ternak
Berdasarkan hasil praktikum untuk kambing indukan memiliki temperatur tubuh
sebesar 39,98C, kecepatan pulsus sebesar 57 kali/menit dan gerak rumen 8 kali/ menit.
Sedangkan pada kambing anakan/cempe memiliki temperatur tubuh sebesar 40⁰C dan
tidak adanya gerak rumen. Hal ini menunjukan bahwa ternak dalam keadaan fisiologis
yang normal karena angka tersebut masih dalam kisaran standar. Menurut Sonjaya
(2010) suhu tubuh rektal pada kambing muda berada pada level 38,76 oC-39,44oC dan
pada kambing dewasa 39,4oC, frekuensi nafas yang normal dijumpai yakni pada kisaran
10-20kali/menit dan gerak rumen 5 kali/menit. Pada anakan didapatkan hasil tidak ada
pergerakan rumen. Hal ini dikarenakan pada anakan cempe berumur 7 hari rumen
belum berfungsi karena belum adanya aktivitas konsumsi pakan hijauan. Menurut
Widiyono et al. (2003) bahwa gerak rumen mulai dapat terdeteksi pada umur 4 minggu
(28-33 hari) dengan frekuensi sebesar 0,63 kali/menit dan cenderung meningkat seiring
bertabahnya umur menjadi 1,75 kali/menit (umur 84-90 hari).

3.2. Pemeriksaan Mikroskopis Feses


Pemeriksaan mikrosopis feses, dapat melalui dua cara yaitu pengamatan feses
metode natif dan pengamatan feses metode sentrifuge. Berdasarkan pemeriksaan
mikroskopis feses diperoleh hasil sebagai berikut :

3.2.1. Pemeriksaan Feses Metode Natif


Berdasarkan pemeriksaan feses induk dan anakan kambing tidak ditemukan
adanya telur cacingyang menunjukan bahwa kambing dalam keadaan sehat. Hal ini
dikarenakan pemberian obat cacing secara rutin oleh peternak, Pencegahaan penyakit
yang disebabkan oleh parasit dapat dicegah menggunakan obat cacing untuk
membunuh telur cacing pada saluran pencernaan, sehingga telur tidak dapat
berkembang menjadi cacing. Menurut pendapat Akoso (1996) menyatakan bahwa
pencegahan penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat ditanggulangi dengan
pemberian obat cacing. Ternak betina mempunyai antibodi yang bagus sehingga ternak
betina tidak mudah terkena penyakit Menurut pendapat Hernasari (2011)menyatakan
bahwa ternak betina relatif lebih tahan terhadap berbagai jenis penyakit dan ternak
betina juga jarang dipekerjakan terutama dalam kondisi bunting dan menyusui akibat
dari hormon estrogen pada ternak betina memiliki sifat pemacu sel-sel Reticulo
Endothelial System (RES) dalam membentuk antibodi terhadap parasit.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 68 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

3.2.2. Pemeriksaan Feses Metode Sentrifuge


Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : www.nhm.ac.uk


Kesehatan Ternak, 2015.
Ilustrasi 6. Pemeriksaan Feses Metode Sentrifuge

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa pada sampel feses yang
diamati pada feses induk ditemukan telur cacing Fasciola hepatica. Telur ini memiliki ciri
berbentuk oval, berdinding halus dan tipis berwarna kuning. Menurut Hernasari (2011)
bahwa telur cacing Fasciola hepatica memiliki bentuk bulat dan berdinding halus serta
bersifat sangat permiabel, memiliki operkulum pada salah satu kutubnya. Munadi (2011)
menambahkan siklus hidup cacing ini mula-mula dari telur yang keluar dari tubuh ternak
bersama dengan feses ternak, telur akan menetas jika berada dalam air selama 9-15
hari dan akan mencari keong. Setelah dewasa serkaria dari fasciola hepatica tersebut
akan keluar dari keong berenang

3.3. Pengamatan Preparat Parasit


Pengamatan preparat parasit meliputi endoparasit dan ektoparasit. Berdasarkan
pengamatan preparat parasit diperoleh hasil sebagai berikut :

3.3.1. Endoparasit
Endoparasit merupakan parasit yang hidupnya didalam tubuh. Menurut Diba
(2009) endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang yang umumnya
termasuk ke dalam Filum Platyheminthes, Nemathelminthes dan Protozoa. Endoparasit
dalam tubuh inang terdapat dalam sistem tubuh inang yaitu sistem pencernaan
(duodenum, ileum, jejunum, sekum, kolon dan rektum), sistem sirkulasi dan sistem
respirasi. Berdasarkan habitat parasit dalam tubuh inang maka analisis endoparasit

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 69 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

dapat dilakukan melalui feses. Menurut Marquard & Petersen (1997) feses dapat
digunakan untuk mengetahui parasit yang hidup di saluran pencernaan.

3.1.1.1. Ascaris sp, Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : agroua.net


Kesehatan Ternak, 2015.
Ilustrasi 7 . Ascaris sp

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa pada Ascaris sp berbentuk


memanjang, bulat, dan berwarna putih kekuningan. Menurut Hernasari (2011) cacing
Ascaris lumbricoides mempunyai bentuk tubuh silindris dengan ujung anterior lancip,
cacing betina panjangnya 20-35 cm, sedangkan cacing jantan panjangnya 15-31 cm.
Ascaris lumbricoides merupakan parasit yang sering dijumpai pada manusia dan
sedangkan ascaridia galli merupakan parasit pada ayam. Menurut Tiwow et al. (2013),
ascaris merupakan cacing yang masuk dalam kelompok soil-transmitted yang banyak
ditemukan pada masyarakat. Menurut Putra et al. (2013) daur hidup ascaris sp dimulai
dari telur yang tertelan dalam tubuh inang akan menetas di usus halus menjadi larva
yang tidak akan langsung menjadi dewasa melainkan melakukan migrasi di dalam tubuh
inangnya. Selama migrasi larva akan menembus dinding usus dan masuk ke dalam vena
kecil atau pembuluh limfe, melalui sirkulasi darah portalmasuk ke hati, kemudian menuju
jantung untuk melanjutkan perjalanannya ke paru-paru dan setelah itu keluar dengan
pecahnya kapiler dan akan menuju alveoli, untuk kemudian bersama aliran darah masuk
ke dalam bronchiolus. Dari bronchiolus larva akan naik ke trachea sampai epiglotis, dan
turun melalui oesophagus ke usus halus dan mengalami perubahan terakhir dalam
waktu 21–29 hari setelah infeksi. Cacing menjadi dewasa dan melakukan perkawinan
untuk melengkapi siklus hidupnya dalam waktu 50– 55 hari.

3.1.1.2. Moniezia, Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai berikut :

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 70 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber :


Kesehatan Ternak, 2015. www.thepoultrysite.com
Ilustrasi 8. Moniezia

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa Moniezia memiliki bentuk


yang panjang dan pipih, memiliki badan yang besar dengan ujung pipih dan berwarna
putih. Menurut Suwandi (2001) Moniezia sp. termasuk dalam cacing kelas cestoda
(cacing pita) yang mempunyai ciri-ciri tubuh bersegmen, mempunyai scolex leher,
proglotida (telur berembrio), hemaprodit,
reproduksi ovipar dan berbiak dalam bentuk larva, infeksi umum oleh
larva dalam kista yang hidup dalam usus kecil pada sapi dan kerbau. Moniezia selain
banyak ditemukan dalam usus sapi dan kerbau banyak juga ditemukan pada kambing.
Menurut Putra et al. (2013) Moniezia sp meskipun sedikit, tetapi rentan ditemukan pada
kambing. Tempat kegemaran yang lebih dari daerah perut, dada, kaki dan punggung,
yang mungkin yang memiliki lebih sedikit bulu yang menutupi dan kulit. Menurut
Adiwinata dan Sukarsih (1992) daur hidup Moniezia sp dimulai dari telur atau proglotid
akan keluar bersama feses dan akan mencemari rumput yang ada pada lapangan, telur
yang berada pada feses akan termakan oleh tungau. Didalam tubuh tungau telur yang
termakan akan berkembang menjadi L4 dan tungau akan termakan bersama rumput
pada saat sapi atau domba, kambing merumput dan pada usus halus ternak cacing akan
berkembang menjadi cacing dewasa yang akan menempel pada mukosa usus ternak.

3.2.1.3. Dilofilaria sp, Berdasarkan praktikum didapatkan hasil sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber :www.thepoultrysite.co


Kesehatan Ternak, 2015. m
Ilustrasi 9. Dilofilaria sp

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa Dilofilaria sp memiliki ciri-ciri


berbentuk memanjang, tubuh silindrir berukuran kecil dan berwarna putih. Menurut
Otranto et al. (2011) dirofilaria merupakan cacing ramping dari golongan nematoda yang
panjang, yang cenderung berwarna putih dan memiliki ukuran 12-13 cm, memiliki
kutikula tebal dengan bagian mulut yang sederhana. Siklus hidup Dirofilaria sp terjadi
dalam dua fase; fase pertama terjadi pada nyamuk dan fase kedua terjadi pada induk
semang definitif. Infeksi cacing jantung sangat melemahkan kondisi hewan penderita

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 71 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

dan bahkan mematikan. Menurut Peribaneza et al. (2001) siklus atau daur hidup cacing
Dirofilaria immitis dapat dijelaskan bahwa cacing betina dewasa menghasilkan larva
stadium pertama yang disebut mikrofilaria. Larva tersebut masuk melalui sirkulasi darah
perifer.

3.3.2. Ektoparasit
Ektoparasit merupakan parasit-parasit yang hidup pada permukaan luar tubuh
hospes atau di dalarn liang-liang pada kulit yang masih mempunyai hubungan bebas
dengan dunia luar. Contoh ektoparasit lalat Stomoxys (kuda, sapi), kutu, pinjal dan
caplak, haematopinus (sapi) dan linognathus (sapi, domba, kambing). Hal ini sesuai
dengan pendapat Widiyaningrum (2014) yang menyatakan bahwa ektoparasit adalah
parasit yang hidupnya pada permukaan tubuh bagian luar atau bagian tubuh yang
berhubungan langsung dengan dunia luar dari hospes. Seperti kulit, rongga
telinga,hidung, bulu, ekor dan mata. Ditambahakan oleh pendapat Hadi (2005) yang
menyatakan bahwa ektoparasit memiliki 2 sifat yaitu obligat dan fakultatif. Ektoparasit
yang bersifat obligat artinya seluruh stadiumnya menghabiskan seluruh waktunya pada
bulu dan rambut. Ektoparasit yang bersifat fakultatif artinya ektoparasit itu
menghabiskan waktunya sebagian besar di luar inangnya.

3.3.2.1. Musca domestica, Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai


berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : Astuti dan Pradani,


Kesehatan Ternak, 2015. 2010.
Ilustrasi 10. Musca domestica

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 72 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Mucsa Domestica (lalat rumah) merupakan serangga yang berperan sebagai


carirer pembawa penyakit yang berkembangbiak di tumpukan kotoran yang dapat
menularkan berbagai jenis penyakit. Tempat peternakan merupakan tempat yang paling
memiliki potensi tertinggi sebagai tempat hidup larva. Hal ini sesuai dengan pendapat
Putraet al. (2013) yang menyatakan bahwa lalat rumah ( Musca domestica) merupakan
serangga urban yang dapat berperan sebagai vektor penyakit. Serangga ini umumnya
menggunakan limbah organik sebagai sumber makanan bagi larvanya. Area peternakan
di Indonesia umumnya terletak pada lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal
penduduk sehingga diperlukan suatu metoda untuk pengendalian populasi lalat rumah
pada daerah peternakan. Musca domestica memiliki cirri-ciri khusu yaitu warna badan
hitam, berukuran kecil, memiliki sayap dan bagian ekor berwarna putih. Hal ini sesuai
dengan pendapat Astuti dan Pradani (2010) yang menyatakan bahwa lalat dapat
berkembangbiak dengan cepat, hal ini dipengaruhi oleh ukuran badan lalat yang kecil,
dapat terbang jauh, memiliki sirklus hidup yang pendek, termasuk hewan om-nivorous
(pemakan segalanya) dan lalat juga mempunyai daya reproduksi yang cukup tinggi dan
merupakanbeberapa generasi dalam satu tahun (multivoltine). Semua lalat mengalami
metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Daur hidup Mucsa Domestica (lalat
rumah) yaitu mulai dari telur kemudian menjadi larva umumnya larva lalat mengalami
empat kali molting (berganti bulu atau kulit) selama hidupnya. Periode makan bisa
berlangsung beberapa hari atau minggu, tergantung suhu, kualitas makan, jenis lalat
dan faktor lain. Setelah itu berubah menjadi pupa. Stadium pupa bisa beberapa hari,
minggu atau bulan. Lalat dewasa muncul, kemudian terbang untuk mencari pasangan
untuk kawin, dan yang betina setelah itu akan bertelur.

3.3.2.2. Bovicola bovis, Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai


berikut :

Bovicola bovis merupakan parasit yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada
ternak.
Bovicola
bovis
mempunyai
ciri khusus
yaitu
memiliki
tubuh
berukuran
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : www.google.com kecil,
Kesehatan Ternak, 2015. badan
Ilustrasi 11. Bovicola bovis berwarna
coklat dan
memiliki ciri pembeda pada parasit lain yaitu pada bagian kepala yang berwarna merah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson (2010) yang menyatakan bahwa Bovicola bovis
merupakan kutu penggigit yang memiliki ciri yang membedakan pada parasit lain yaitu
warna kepala kemerahan dan pada bagian perut berwarna coklat dan terdapat garis
garis gelap. Ditambahkan dengan pendapat Iskandar ( 2005 ) yang menyatakan bahwa
penyakit kulit yang mungkin saja terjadi pada ternak dapat dipengaruhi oleh Bovicola

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 73 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

bovis. Bovicola bovis memiliki empat stadium yaitu dimulai dari telur kemudian menjadi
larva lalu pupa hingga menjadi dewasa.

3.3.2.3. Tabanidae tabanus sp, Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai
berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : Luk Keng, 1982.


Kesehatan Ternak, 2015.
Ilustrasi 12. Tabanidae tabanus sp

Tabanidae tabanus sp merupakan serangga pembawa vektor penyakit utama


yang menyebarkan penyakit jenis surra di Indonesia. Ciri khusus yang dimiliki
Tabanidae tabanus sp adalah memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, warna badan
hijau muda dan pada bagian sayap berwarna coklat. Tabanidae tabanus sp dapat
menyebabkan iritasi kulit pada ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar (2005)
yang menyatakan bahwa Tabanidae tabanus sp merupakan serangga pembawa vektor
penyakit surra pada ternak di Indonesia. Ternak yang terkena penyakit surra akan
muncul ciri-ciri seperti gelisah, lebih diam dan nafsu makan berkurang. karena adanya
iritasi pada kulit. Kebersihan dan pemeliharaan kandang yang kurang diperhatikan
merupakan sumber utama serangan ektoparasit. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwiyani
et al. (2014) yang menyatakan bahwa ternak yang terkena iritasi pada kulit dapat
membuat ternak menjadi gelisah, nafsu makan berkurang dan ternak lebih banyak diam
karena adanya iritasi pada kulit yang dapat menurunkan menurunkan produktivitas. Hal
ini dikarenakan kurangnya kebersihan dan pemeliharaan kandang yang kurang
diperhatikan merupakan sumber utama serangan ektoparasit. Menurut Hastiono (1983)
siklus hidup Tabanus rubitus ada empat stadium yaitu dimulai dari telur kemudian
menjadi larva lalu pupa hingga menjadi dewasa.

3.4. Pemeriksaan Kesehatan Ayam


Berdasarkan praktikum pemeriksaan kesehatan ayam diperoleh hasil sebagai
berikut:

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 74 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : www.google.com


Kesehatan Ternak, 2015.
Ilustrasi 13. Pemeriksaan Kesehatan Ayam

Berdasarkan pemeriksaan kesehatan ayam diperoleh hasil bahwa ayam yang


digunakan adalah ayam jenis broiler jantan umur 28 hari dengan kondisi sehat. Ayam
yang diamati memiliki tingkah laku yang lincah, memiliki mata yang bersinar, memiliki
bulu yang merapat dan kondisi kaki yang tegak dan tidak cacat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa ayam tipe pedaging yang
sehat yaitu berbentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit
putih, dan produksi telur rendah. Ayam yang sehat memiliki paru-paru yang terlihat
normal bewarna merah segar, konsistensi kenyal dan pada pengujian apung paru-paru
terapung pada air. Pengujian apung ini bertujuan untuk menentukan kualitas dari paru-
paru ayam tersebut, apabila pada pengujian apung paru-paru tidak terapung atau
tenggelam berarti kualitas paru-paru tersebut buruk. Pada uji apung paru-paru yang
sehat akan mengapung karena pada alveolarnya berisi oksigen. Hal ini sesuai dengan
pendapat Fadilah dan Polana (2004) yang menyatakan bahwa apabila pada saat ditekan
paru-paru pecah atau tidak kenyal berarti kualitas paru-paru tersebut buruk.
Dibandingkan dengan ayam yang menderita penyakit coryza jika dilakukan
pembedahanakan terlihat pada daerah trakea terdapat suatu cairan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Fadilah dan Polana (2004) yang menyatakan bahwa ayam yang
terkena penyakit coryza akan ditemukan suatu cairan pada trakea jika dilakukan
pembedahan, selain itu terjadi peradangan pada kantong udara dan paru-paru.

3.4.1. Sistem Saluran Pernafasan


Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : Damayanti et al.,


Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 75 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Kesehatan Ternak, 2015. 2012.


Ilustrasi 14. Sistem Saluran Pernafasan

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ilmu kesehatan ternak diperoleh


hasil bahwa system pernapasan pada ayam terdiri dari hidung, trakea dan paru-paru.
Pada pengamatan sistem saluran pernafasan pada ayam terlihat sehat, ini terlihat dari
trakea ternak terlihat bersih, pada paru-paru terlihat normal bewarna merah segar dan
konsistensi kenyal. Menurut Fadilah dan Polana (2004) apabila pada saat ditekan paru-
paru pecah / tidak kenyal berarti kualitas paru-paru tersebut jelek. Ayam yang
digunakan dalam praktikum tidak terdapat kelainan maupun bercak-bercak pada paru-
parunya. Hal ini menandakan bahwa ayam sehat dan tidak terkena penyakit Pullorum.
Menurut Poernomo (2004) yang menyatakan bahwa ayam yang terserang penyakit
seperti Pullorum akan mengalami perubahan anatomis pascamati yaitu kantong kuning
telur tidak terabsorpsi, fokal nekrose pada hati dan limpa, terdapat nodul berwarna abu-
abu pada paru-paru dan jantung serta mengalami peradangan pada jantungnya
(pericarditis).
Pada pengujian apung didapatkan paru-paru terapung pada air. Pengujian apung
ini sangat menentukan kualitas dari paru-paru ayam tersebut, apabila pada pengujian
apung paru-paru tidak terapung / tenggelam berarti kualitas paru-paru tersebut jele k.
Pada uji apung paru-paru yang sehat akan mengapung karena pada alveolarnya berisi
oksigen. Fadilah dan Polana (2004) menyatakan selain dengan uji apung kita juga dapat
menentukan kualitas paru-paru dengan cara ditekan.

3.4.2. Sistem Peredaran Darah


Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber: Fadilah dan Polana,


Kesehatan Ternak, 2015. 2004.
Ilustrasi 15 . Sistem Peredaran Darah

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa sistem peredaran darah ini terdiri
dari darah, pembuluh darah, dan jantung. Fungsi utama sistem peredaran darah adalah
mengalirkan darah dari jantung ke seluruh sel tubuh dan kembali lagi ke jantung.
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil pada jantung memiliki panjang 4 cm,
berwarna merah kecoklatan, selaput jantung bersih dan kosistensi yang kental. Hal ini
menandakan tidak adanya penyakit yang terdapat pada jantung. Menurut Jahja et
al. (2006) yang menyatakan bahwa kondisi umum jantung yang sehat pada ayam antara
lain berwarna coklat pucat, selaput jantungnya bersih, konsistensi kenyal, dan tidak ada

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 76 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

pendarahan. Menurut Hermana et al. (2008) jantung yang terinfeksi penyakit maupun
racun biasanya akan mengalami perubahan ukuran jantung.
Pengambilan darah pada ayam dilakukan dengan menggunakan jarum suntik
yang ditusukkan ke pembuluh darah paga bagian sayap. Menurut Tabbu (2000)
pengambilan darah pada ternak dilakukan dibagian vena jugularis dan vena brachiallis,
pemeriksaan ini dapat mendiagnosis penyakit pada ternak. Darahyang sudah diambil
dibiarkan terlihat adanya pengendapan. Pengendapan ini terdiri dari dua lapisan yaitu
lapisan bawah yang berwarna merah merupakan sel darah merah dan cairan berwarna
kurning sebagai serum. Fungsi dari sel darah merah adalah sebagai pembawa oksigen
sedangkan serum berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh ayam. Menurut Julendra et
al. (2010) sel darah merah adalah sel yang sangat kecil berisi hemoglobin dan protein
pengikat oksigen. Ditambahkan oleh Wijiastuti et al. (2013) bahwa fungsi dari serum
adalah sebagai pengangkut, imunitas dan buffer.

3.4.3. Sistem Pencernaan


Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : Yuwanta, 2004.


Kesehatan Ternak, 2015.
Ilustrasi 16 . Sistem Pencernaan

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa sistem pencernaan terdiri atas


paruh, esofagus, crop, proventrikulus, ventrikulus, usus halus, sekum, usus besar dan
kloaka. Sistem pencernaan pada ayam yang diamati dalam keadaan sehat. Isi saluran
pencernaan pada bagian tembolok, ventrikulus dan proventrikulus saat dibedah masih
terdapat butiran-butiran jagung yang berwarna kuning, hal ini dikarenakan fungsi
tembolok yaitu sebagai tempat penyimpanan pakan sementara. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yuwanta (2004) yang menyatakan bahwa fungsi tembolok yaitu sebagai
tempat penyimpanan pakan sementara terutama saat ayam mengkonsumsi pakan yang
banyak. Bagian usus tidak ditemukan adanya bintik-bintik merah, hal ini berarti ternak
dalam keadaan sehat. Bintik merah pada usus dapat mengindikasikan bahwa ternak
tersebut menderita radang usus (clostridial necrotic enteritis) yang disebabkan oleh
microba Clostridium perfringens. Hal ini sesuai dengan pendapat Natalia dan Priadi
(2005) yang menyatakan bahwa clostridial necrotic enteritis (radang usus) pada ayam
disebabkan oleh Clostridium perfringens (Cl.perfringens) tipe A dan C, yang ditandai
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 77 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

dengan adanya tanda kemerahan pada otot usus dari yang ringan hingga parah (otot
usus berwarna merah secara menyaluruh).

3.4.4. Sistem Saraf dan Kekebalan Tubuh


Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : www.scoop.it


Kesehatan Ternak, 2015.
Ilustrasi 17. Sistem Saraf dan Kekebalan Tubuh

Berdasarkan praktikum pemeriksaan saraf diperoleh hasil bahwa warna dari saraf
yaitu putih, ukurannya 2,5 cm dan tidak ada kelainan. Hal ini menunjukkan bahwa
sistem saraf masih dalam kondisi yang sehat, normal dan tidak terkena penyakit.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa saraf
pada unggas berbentuk memanjang putih dan merupakan satu kesatuan yang dapat
mengontrol semua fungsi pada tubuh. Akoso (2000) menyatakan dalam tubuh hewan
terdapat tiga macam sistemsyaraf yaitu sistem syaraf pusat, sistem syaraf tepi, dan
sistem syaraf simpatetik. Sistem saraf berfungsi mengatur semua organ tubuh. Menurut
Yuwanta (2004) bahwa sistem saraf dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf otak
atau somatik yang bertanggung jawab terhadap gerakan tubuh pada kondisi sadar dan
sistem saraf otonom yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerak dibawah sadar.
Berdasarkan praktikum pemeriksaan kekebalan tubuh diperoleh hasil bahwa
ayam sudah tidak mempunyai bursa fabrisius karena faktor dari usia ayam yang sudah
tidak tergolong muda lagi. Jahja et al. (2006) menyatakan bahwa bursa fabrisius
berbentuk seperti bunga. Fungsi dari bursa fubrisius adalah memproduksi antibodi pada
ayam muda. Sistem kekebalan tubuh lain adalah tymus. Organ timus ini memroduksi
limfosit yang lebih dikenal dengan sebutanlimfosit T (T-lymphocytes) atau T-cells. Sel-sel
ini secara umum bertanggung jawab sebagaisel mediasi (cell-mediated) terhadap reaksi
kekebalan dan untuk mengatur reaksi sistem kekebalan. Menurut Jamilah et al. (2013)
tymus adalah indicator ketahanan tubuh. Penyakit yang menyerang ketahanan tubuh
salah satunya adalah gumboro. Menurut Yaman (2013) penyakit gumboro menyerang
kekebalan tubuh ayam, terutama bursa fabrisius dan kelenjar timus yang merupakan
pusat pertahanan tubuh ayam.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 78 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum Ilmu Kesehatan Ternak didapatkan hasil pada
pengamatan amnanesa pada pegamatan tingkah laku dan pemeriksaa kondisi ternak
kambing dalam keadaan sehat. Hal ini dilihat dari sikap ternak yang aktif dan lincah,
selain itu kondisi ternak mulai dari suhu rektal, denyut nadi dan gerak rumen dalam
keadaan normal. Pada pemeriksaan mikroskopis, pada natif tidak ditemukan adanya
telur cacing sedangkan pada pemeriksaan sentrifuge ditemukan telur cacing Fasciola
hepatica. Pengamatan preparat parasit awetan pada pengamatan endoparasit terdiri dari
Ascaris sp, Moniezia dan Dilofilaria sp, sedangkan pada ektoparasit terdiri dari Musca
domestica, Bovicola bovis, Tabanidae tabanus sp.Pada nekropsi ayam yang digunakan
dalam keadaan sehat. Hal ini dilihat dari tidak adanya kelainan padasistem saluran
pernafasan, sistem peredaran darah, sistem pencernaan, sistem syaraf dan kekebalan
tubuh.

4.2. Saran
Pada acara nekropsi pelaksanaan harus dengan hati – hati agar tidak terjadi
kerusakan pada organ yang diamati selain itu pada pemeriksaan parasit harus dilakukan
dengan cermat sehingga dapat melihat parasit yang ada pada feses hewan ternak

DAFTAR PUSTAKA
Adiwinata, G dan Sukarsih. 1992. Gambaran darah domba yang terinfeksi cacing nematoda
saluran pencemaan secara alami di Kab. Bogor (Kec.Cijeruk, Jasinga dan Rumpin) .
Penyakit Hewan 24 (43) : 13-16.

Akoso, T.B. 2006. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

Astuti, D. A. 2009. Petunjuk Praktis Menggemukan Domba, Kambing dan Sapi Potong.
Agromedia Pustaka, Jakarta

Astuti. E. P., dan F. Y. Pradani. 2010.Pertumbuhan dan reproduksi lalat Musca domestica pada
berbagai media perkembangbiakan. Dalam : L. Hakim, R.N.R.E Santya, H. Siswantoro, S.
Prawoto, R. Nainggolan, M. Ipa, H. Prasetyowati, M.U. Riandi, J. Hendri. Jurnal
AspiratorLoka Litbang P2B2 Ciamis 2(1): 11-16.

Damayanti, Y., I.B.O.Winaya dan M.D.Rudyanto.2012. Evaluasi penyakit virus pada kadaver
broiler berdasarkan pengamatan patologi anatomi di rumah pemotongan unggas .
Indonesia Medicus Veterinus. 1(3) : 417-427.

Diba, D. F. 2009. Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit berdasarkan Hasil Analisis
Feses Kura-Kura Air Tawar ( Coura amboinesis) di Perairan Sulawesi Selatan. Fakultas,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi).

Dewi, K daan R. T. P. Nugraha. 2007. Endoparasit pada feses Babi Kutil (Sus verrucosus) dan
prevalensinya yang berada di kebun binatang Surabaya. Zoo Indonesia 16(1):13 – 19.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 79 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Dwiyani, N. P., N. Setiati, dan P. Widiyaningrum.2014.Ektoparasit pada ordo artiodactyla di


taman margasatwa Semarang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Jurusan Biologi. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Vol 2(3):124-129.

Fadilah, R. 2013. Beternak Ayam Broiler. Agromedia, Jakarta.

Fadilah,R dan A, Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Agromedia
Pustaka.Jakarta.

Hadi, U. K dan S, Saviana. 2000. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis, dan Pengendaliannya.


Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Hastiono, S. 1983. Penyakit selakarang dan pengaruhnya terhadap pemanfaatan tenaga kuda
bagi petani. Wartazoa. 1(1): 5-11

Hernasari, P. R. 2011. Identifikasi Endoparasit pada Sampel Feses Nasalislarvatus, Presbytis


comata, dan Presbytis siamensis dalam Penangkaran Menggunakan Metode Natif dan
Pengapungan dengan Sentrifugasi. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas
Indonesia, Jakarta (Skripsi)

Hermana, W., D. I. Puspitasari., K. G. Wiryawan dan S. 2008. Suharti. Pemberian tepung daun
salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.)dalam ransum sebagai bahan antibakteri
Escherichia coli terhadaporgan dalam ayam broiler. Media Peternakan 31(1) : 63-70

Iskandar T. 2005. Gambaran agen parasit pada ternak Sapi Potong di salah satu peternakan di
Sukabumi. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit
Stategis pada Ternak Ruminansia Besar. Bogor: Balai Besar Penelitian Veteriner.

Jahja, J. L, Lestariningsih. N, Fitria. T, Suryani. 2006. Penyakit- Penyakit Penting pada Ayam.
Medion, Bandung

Jamilah, N. Suthama dan L.D. Mahfudz. 2013. Performa produksi dan ketahanan tubuh broiler
yang diberi pakan step dow dengan penambahan asam sitrat sebagai acidifier. JITV.18
(4) : 251-257.

Julendra, H., Zuprizal dan Supadmo. 2010. Penggunaan tepung cacing tanah ( Lumbricus
rubellus) sebagai adiktif pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging, profil
darah, dan kecernaan protein. Buletin Peternakan 34 (1) : 21-29.
Johnson, G. 2010. Management of lice on livesstock. Montana State University. MSU Extention.

Marquard U. L. F, and Petersen. 1997. Endoparasite of Arctic Wolves in Greenland.


Artic50(4) :349-354

Munadi. 2011.Tingkat infeksi cacing hati kaitannya dengan kerugian ekonomi Sapi Potong
yang Disembelih di Rumah Potong Hewan Wilayah Eks-Kresidenan Banyumas.Agripet.
1(11):

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 80 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Natadisastra dan R. Agus. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. ECG, Jakarta.

Natalia, L. dan A. Prihadi. 2005. Penggunaan Probiotik untuk Pengendalian clostridial necrotic
enteritis pada ayam pedaging. JITV. 1(1) : 71-78.

Noach, F. P. 2013. Fuzzy expert system analisa tingkat keparahan penyakit scabies pada
kambing. Fakultas Teknik. Universitas Politeknik Negeri Kupang. Kupang.

Kasmar, I. R. 2015. Prevalensi scabies pada kambing di Kecamatan Bontotirto Kabupaten


Bulukumba. Fakultas Kedokteran. Universitas Hassanuddin. Makassar. (Skripsi).

Poernomo, J. S. 2004. Variasi tipe antigen Salmonella pullorum yang ditemukan di Indonesia
dan penyebab serotipe Salmonella pada ternak.Wartazoa.14 (4): 143 – 159.

Putra. R. E., A. Rosyad, dan I. Kinasih. 2013. Pertumbuhan dan perkembangan larva Musca
domestica Linnaeus (Diptera: Muscidae) dalam beberapa jenis kotoran ternak
Growth and development of Musca domestica Linnaeus (Diptera: Muscidae) larvae
in different livestock manures. Fakultas Sains dan Teknologi. Jurusan Biologi.
Universitas Institut Teknologi Bandung. Bandung. Vol. 10 (1):31-38. ISSN: 1829-7722.

Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rianto, E. dan E. Purbowati. 2011. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sonjaya, H. 2010. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakultas Peternakan,-Universitas


Hasanuddin, Makassar.

Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi secara Profesional. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprijatna, E. Atmomarsono, U. dan Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.


Penebar Swadaya, Jakarta.

Susilorini, T. E., E. S. Manik dan Muharlien. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Tabbu, C. R. 2000. PenyakitAyamdanPenanggulagannya.PenerbitKanisius, Yogyakarta.


Widiyono I., H. Wuryastuti, S. Indarjulianto, dan H. Purnamaningsih. 2003. Frekuensi nafas,
pulsus, dan gerak rumen serta suhu tubuh pada kambing Peranakan Ettawa selama 3
bulan pertama kehidupan pasca lahir. J. Sains Vet. XXI (2): 39 - 42

Wijiastuti, T., E. Yuwono dan N. Iriyanti. 2013. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru
terhadap total protein plasma dan kadar hemoglobin (Hb) pada ayam kampung. Jurnal
Ilmiah Peternakan 1 (1) : 228-235.

Yuwanta, T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 81 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Zaida., Handarto., dan Natari G G. 2008. Analisis Pengubahan Iklim Mikro di dalam Kandang
domba Garut dengan metode Pengendalian Pasif. Jurnal
Unpad 2 ( 3 ): 1 – 7.

PEDOMAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN USAHA


 MATERI POKOK BAHASAN :
1. Pendahuluan
…………………………………………………………………………………………………..
2. Pengertian studi kelayakan
……………………………………………………………………………….
3. Kegunaan Studi Kelayakan
……………………………………………………………………………….
4. Aspek-aspek dalam studi kelayakan
………………………………………………………………….
5. TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI KELAYAKAN ………………………………………………
6. KEBUTUHAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN ATAU PROPOSAL USAHA …..
 BAB XI. PEDOMAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN USAHA
 11.1. PENDAHULUAN
o Langkah pertama yang biasa digunakan dalam persiapan dan analisis suatu usaha
adalah melakukan studi kelayakan untuk memperoleh informasi yang jelas dalam
menentukan dimulainya perencanaan usaha (Gittinger,1986).
o Dengan kata lain, agar pelaksanaan usaha berhasil baik, dapat memberikan
keuntungan baik kepada pengusaha maupun penyandang dana (bank) dan
lembaga terkait lainnya, perlu adanya rencana usaha dan perhitungan yang
matang berupa suatu studi kelayakan yang dibuat secara profesional.
o Materi ini akan membahas cara penyusunan studi kelayakan suatu usaha yang
sifatnya sebagai pedoman atau acuan bagi para mahasiswa dalam analis proyek,
terutama untuk para mahasiswa dalam memberikan masukan untuk melakukan
penelitian lapang, menganalisis dan membuat laporan studi kelayakan.
o Perlu dipahami bahwa materi ini bukan merupakan suatu standar baku yang kaku.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 82 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

oAlasannya adalah penyusunan suatu studi kelayakan akan tergantung kepada


sifat dan kompleksitas suatu usaha serta pada seberapa banyak keinginan pemilik
usaha.
o Seringkali untuk usaha-usaha tertentu diperlukan serangkaian studi kelayakan
yang semakin terperinci sehingga membutuhkan sejumlah anggota tim ahli.
o Misalnya suatu studi kelayakan inti-plasma usaha budidaya ayam pedaging
diperlukan penelitian khusus tingkat daya dukung wilayah dan sistem budidaya
ayam pedaging, sistem pengadaan (recruitment) calon peternak plasma dan
rencana penyediaan sapronak dari pabrik atau bahwa desain pabrik atau breeding
ayam pedaging.
o Hal itu kemudian berkaitan dengan tenaga ahli yang diperlukan dalam tim studi,
yaitu ahli lingkungan, ahli teknis Breeding dan teknis pabrik pakan serta ahli
pengadaan SDM. Selanjutnya berdampak pada persiapan alat-alat pengumpul
data, pelaksanaan survey lapang dan analisis data serta pembuatan laporan.
o Pokok bahasan materi ini adalah bagaimana melakukan studi kelayakan suatu
usaha secara praktis, ekonomis, tetapi dapat menyajikan aspek-aspek per-
masalahan kelayakan usaha dengan asumsi yang masuk akal dan perhitungan
yang teliti serta memenuhi keinginan berbagai pihak yang terkait.
o Selain itu penyusunan studi kelayakan tersebut tidak menyimpang dari kaidah
metodologis penelitian yang semestinya.
o Pokok bahasan materi ini akan disajikan secara berurutan guna menjawab
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan studi kelayakan
2. Untuk apa dan siapa studi kelayakan dilakukan
3. Faktor-faktor apa yang menentukan kelayakan
4. Metodologi apa yang digunakan dalam studi kelayakan
5. Bagaimana teknis penyajian laporan studi kelayakan
11.2. PENGERTIAN STUDI KELAYAKAN
o “Studi kelayakan suatu usaha adalah suatu kegiatan analisis yang cermat,
sistematis dan menyeluruh mengenai faktor-faktor atau aspek yang dapat
mempengaruhi kemungkinan berhasilnya (layaknya) pelaksana gagasan suatu
usaha”
o Dari batasan tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa studi tersebut harus
membahas semua aspek yang dapat menentukan layak tidaknya gagasan usaha.
o Usaha yang layak tersebut harus dianalisis dari segi :
1. Hukum, tidak bertentangan dengan peraturan dan norma yang berlaku.
2. Teknis, dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
3. Sosial ekonomi, memberi manfaat terhadap masyarakat
4. Finansial, menghasilkan arus kas positif yang dapat menutup semua
kewajiban dan memberikan keuntungan.
5. Manajemen, dapat dikelola dengan baik.
o Penyusunan studi kelayakan suatu usaha adalah merupakan langkah terakhir
yang perlu dilakukan sebelum suatu usaha mulai dilaksanakan hingga sampai
kepada keputusan bahwa gagasan usaha tersebut dapat dilaksanakan atau
dibatalkan.
o Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan identifikasi dan formulasi sampai dengan
keputusan perlu tidaknya dilakukan studi kelayakan.
o Dalam memutuskan apakah suatu gagasan yang tertuang dalam rencana suatu
proyek akan dilaksanakan atau tidak, tentu pihak pengusaha/calon pengusaha
harus melakukan studi yang cermat dan menyeluruh.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 83 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

oStudi semacam itu dapat dilakukan sendiri oleh pengusaha sebagai pemilik
gagasan, namun pada umumnya dilakukan oleh lembaga konsultansi yang
berpengalaman dalam menangani pekerjaan tersebut.
o Penyusunan studi kelayakan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di
negara berkembang termasuk di Indonesia masih sangat jarang dilaksanakan.
o Hal ini disebabkan antara lain karena :
1. Kondisi modal terbatas sedangkan biaya untuk menyusun studi kelayakan
relatif tinggi.
2. Kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya manfaat suatu studi
kelayakan masih belum tumbuh dengan baik.
3. Pengusaha masih beranggapan bahwa studi kelayakan hanya perlu untuk
mengajukan dana kredit kepada bank saja.
11.3. KEGUNAAN STUDI KELAYAKAN
o Pada umumnya permasalahan dan risiko yang terjadi dalam pelaksanaan suatu
usaha disebabkan oleh persiapan yang kurang matang.
o Sehubungan dengan hal itu maka penyusunan studi kelayakan dianggap sangat
penting.
o Pihak-pihak yg berkepentingan terhadap studi kelayakan pada umumnya adalah :
1. Pengusaha dan investor :
1. Agar pengusaha dapat mengetahui dan meyakini kemungkinan
kelayakan rencana usahanya, sebelum dimulai pelaksanaannya.
2. Agar perusahaan mempunyai pedoman/acuan dalam menjalankan
roda usahanya, seperti alokasi dana sendiri atau pinjaman dan
jadwal pengembaliannya; komponen biaya dan penerimaan yang
akan diperoleh.
3. Agar perusahaan dapat mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan
merugikan atau mengganggu jalannya perusahaan sehingga akan
dapat mempersiapkan alternatif
4. Dapat menyusun usulan proyek untuk mendapatkan bantuan dana
dari partner usaha atau lembaga keuangan.
5. Bagi investor pemegang saham dapat memilih alternatif investasi
dananya pada usaha-usaha yang lebih menguntungkan.
2. Lembaga keuangan (bank, perusahaan leasing) :
1. Untuk menentukan jumlah pinjaman yang akan diberikan
2. Untuk mengetahui likuiditas dari proyek tsb, terutama dalam
hubungannya dengan kemampuan membayar kembali hutang
sesuai jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
3. Pemerintah :
1. Untuk mengetahui sumbangan proyek tsb terhadap ekonomi
nasional dan regional, perolehan devisa bagi negara, peningkatan
penerimaan pajak, perluasan lapangan kerja, peningkatan dan
distribusi pendapatan.
2. Mengetahui dampak proyek terhadap sumber daya alam atau
lingkungan hidup (pelestarian atau pengrusakan).
3. Mendukung kebijakan pemerintah yang dapat membantu
kelancaran pelaksanaan pembangunan proyek, pemberian subsidi,
dan keringanan lainnya serta bantuan sarana dan prasarana yang
diperlukan.
11.4. ASPEK-ASPEK DALAM STUDI KELAYAKAN
o Aspek-aspek yang penting dan menentukan terhadap kelayakan suatu rencana
usaha, adalah 7 aspek yaitu aspek teknis produksi, aspek pasar dan pemasaran,

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 84 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

aspek hukum, aspek sosial ekonomi, aspek manajemen, aspek keuangan dan
aspek lingkungan.
o Hasil analisis semua aspek tersebut di atas, harus sampai kepada kesimpulan
kelayakan yang menyeluruh, meliputi kelayakan, sebagai berikut :
1. Kelayakan secara teknis dan produksi
2. Kelayakan dari aspek pasar dan pemasaran
3. Kelayakan secara hukum
4. Kelayakan dari aspek sosial dan ekonomis,
5. Kelayakan dari aspek manajemen dan sumber daya manusia
6. Kelayakan secara finansial
7. Kelayakan dari aspek lingkungan
11.5. TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI KELAYAKAN
11.5.1. Tahap pra studi kelayakan
A. Tahap Identifikasi
o Identifikasi adalah menentukan calon-calon usaha yang perlu dipertimbangkan
untuk dilaksanakan.
o Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan perlunya studi
kelayakan antara lain adalah:
1. Apakah usaha termasuk dalam sektor yang potensial?
2. Apakah pasar untuk sektor tersebut tidak jenuh?
3. Apakah usaha tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah?
4. Apakah usaha secara garis besar menguntungkan?
B. Tahap Formulasi
o Melakukan pra studi kelayakan dengan meneliti sejauh mana calon-calon usaha
tersebut dapat dilaksanakan menurut aspek teknis, aspek institusional, sosial dan
eksternalitas, sebagai berikut :
o [1] Aspek teknis
 Aspek teknis meliputi faktor produksi yang mempengaruhi usaha dan
pemasaran hasil.
 Faktor produksi adalah :
1. Kemudahan akses terhadap lokasi usaha.
2. Ketersediaan prasarana jalan, air, tenaga listrik, BBM.
3. Ketersediaan bahan baku dan bahan penolong.
4. Ketersediaan tenaga kerja baik kualitas maupun
kuantitasnya.
 Pemasaran adalah :
1. Potensi penjualan produk dan keuntungan yang dihasilkan.
2. Target pasar dan fasilitas pergudangan serta
pengangkutannya.
 Biasanya aspek teknis tercermin dalam analisis benefit cost ratio, namun
dengan analisis faktor faktor yang dijelaskan diatas sudah dapat menjadi
pertimbangan apakah proyek ini harus ditolak atau studi lebih lanjut dapat
dilaksanakan.
o [2] Aspek institusional
 Aspek institusional meliputi dua hal yaitu organisasi pemerintah dan
masyarakat.
1. Dari segi pemerintah : Apakah ada kebijakan yang menghambat
atau memperlancar pembangunan dan kegiatan operasional
proyek, misalnya izin hak guna usaha, izin bangunan dan izin
penggunaan tenaga kerja (asing, wanita anak-anak).

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 85 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

2. Dari segi masyarakat : Bagaimana reaksi masyarakat sekitar,


organisasi sosial dan buruh dapat merintangi atau memperlancar
pembangunan dan kegiatan operasional proyek.
 Aspek institusional tidak tercermin dalam harga-harga oleh karena itu
tidak dapat dianalisis dalam benefit cost, namun masalah yang dijelaskan
dapat menjadi pertimbangan usaha ini ditolak atau dilanjutkan studi
kelayakannya.
o [3] Aspek sosial
 Disamping bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu produk
tertentu, pendirian usaha juga mempunyai tujuan-tujuan sosial seperti
tercermin dari penyerapan tenaga kerja dan penyebaran pendapatan.
1. Aspek eksternalitas
 Aspek eksternalitas adalah hasil tidak langsung dan akibat
sampingan proyek yang dapat memberikan efek positif
(memberikan tambahan benefit) atau efek negatif
(mengakibatkan kerugian masyarakat).
 Misalnya pendirian usaha pemotongan ayam di tempat
pemukiman memberikan efek positif dalam penyerapan
tenaga kerja dan distribusi pendapatan bagi masyarakat
tetapi sekaligus memberikan efek negatif karena polusi
udara, air dan timbulnya penyakit bagi masyarakat
sekitarnya.
 Setelah mempertimbangkan aspek-aspek tersebut barulah dapat
ditentukan perlu tidaknya diadakan studi kelayakan.
11.5.2. Tahapan Pengumpulan Data
o Data yang akan dikumpulkan dibagi menurut aspek-aspek yang menjadi acuan
kelayakan suatu usaha, seperti yang sudah dijelaskan diatas.
o Data yang akan dikumpulkan sangat tergantung pada jenis usaha, skala usaha
dan produk yang dihasilkan.
o Ketiga faktor tersebut akan menentukan besar-kecil, jenis, jumlah data yang
harus dikumpulkan, sumber data, cara pengumpulan data dan instrumen
pengumpulan data.
o Dengan demikian, masing-masing usaha yang akan diteliti kelayakannya akan
memiliki perbedaan dalam pengumpulan datanya.
o Oleh karena itu maka para analis usaha perlu memiliki pengetahuan mengenai
seluk beluk usaha yang akan diteliti.
o Seyogyanya sebelum menentukan data apa yang akan diperlukan, pelajari
terlebih dahulu seluk beluk usaha yang akan dikaji kelayakannya. Contoh
beberapa jenis data untuk masing-masing aspek dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Aspek teknis dan produksi
1. Lokasi usaha
2. Bangunan dan layout
3. Bahan baku/saprotan dan bahan pembantu
4. Tenaga penggerak
5. Tenaga kerja
6. Mesin dan peralatan
7. Alat pengangkutan
8. Alat komunikasi
9. Fasilitas umum
10. Lingkungan
2. Aspek pasar dan pemasaran
1. Permintaan pasar

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 86 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

2. Harga
3. Calon pembeli
4. Persaingan
5. Perkiraan Market share
6. Rantai pemasaran
7. Perkiraan penjualan
3. Aspek hukum
1. Ketentuan hukum yang mengatur
2. Ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu akta perusahaan dan izin-izin
3. Pelanggaran hukum
4. Aspek sosial ekonomi
1. Kondisi sosial ekonomi yang berpengaruh (agama, adat istiadat,
pendapatan, norma sosial, kesehatan, pendidikan)
2. Manfaat kepada masyarakat
3. Manfaat terhadap perekonomian lokal, regional dan nasional (efek
berganda, efek ke depan dan ke belakang)
4. Penggunaan sumber dalam negeri
5. Pengaruh terhadap penerimaan pemerintah
6. Keterkaitan beban biaya investasi dengan kerugian masyarakat
(jalan tol, jembatan penyeberangan/ferry)
5. Aspek manajemen
1. Organisasi
2. Tenaga teknis dan administrasi
3. Tenaga manajerial
4. Kemampuan dan keterampilan
5. Wewenang dan tangung jawab
6. Pelatihan yang diperlukan
6. Aspek keuangan
1. Jenis dan jumlah biaya investasi dan operasional
2. Waktu biaya-biaya tersebut diperlukan
3. Sumber dana pembiayaan
4. Perkiraan jumlah produksi
5. Waktu terjadinya produksi
6. Perkiraan harga jual
7. Jumlah pendapatan
7. Aspek lingkungan
1. Dampak terhadap lngkungan
2. Limbah yang beracun dan berbahaya bagi manusia, binatang dan
tumbuhan
3. Upaya untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang ada
4. Teknis produksi dan pembuangan limbah tidak menimbulkan
dampak negatif
o Sumber data adalah responden yang memiliki keterkaitan dengan usaha yang
sedang diteliti seperti pengusaha, pedagang, perbankan, instansi pemerintah dan
swasta, lembaga-lembaga penelitian, toko penjual mesin/peralatan produksi dan
keperluan usaha lainnya serta nara sumber.
o Ada 2 jenis data yaitu :
1. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya
misalnya dari pengusaha, petani dan pedagang.
2. Sedangkan data sekunder adalah data yang sudah ada yang dikumpulkan
dari pihak kedua.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 87 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

oJenis data tersebut diatas masih perlu dibuat rinciannya dalam suatu daftar
pertanyaan untuk digunakan pada saat survey lapangan.
o Daftar pertanyaan dibuat sesuai dengan responden yang akan diwawancara.
o Seringkali terjadi variable dan satuan-satuan teknis dalam daftar pertanyaan tidak
sesuai dengan keadaan lapangan, sehingga perlu dilakukan test questionnaire.
o Dari test ini dapat diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
wawancara.
o Disamping daftar pertanyaan instrumen pengumpul data lainnya adalah kamera
untuk membuat foto-foto dan alat perekam untuk wawancara.
o Selain wawancara, pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung.
o Jumlah sample responden pengusaha dan pedagang tidak ditentukan seperti
dalam metoda sampling suatu penelitian, tetapi cukup ditetapkan secara sengaja
(purposive) dan jumlahnya disesuaikan dengan pemenuhan informasi yang telah
diperoleh.
o Jika pengumpulan data dilakukan oleh enumerator (pengumpul data) maka perlu
dilakukan coaching daftar pertanyaan.
11.5.3. Pengolahan dan Analisis Data
o Pengolahan dan analisis data adalah kegiatan yang paling berat dalam
penyusunan studi kelayakan.
o Seringkali data yang sudah terkumpul tidak memadai sehingga perhitungan
proyeksi produksi dan pendapatan, proyeksi biaya investasi dan proyeksi biaya
operasional kurang rasional.
o Dalam analisis aspek keuangan analis usaha harus kritis dan jeli melihat
kejanggalan-kejanggalan hasil analisis dan melakukan kaji ulang terhadap asumsi
dan parameter yang digunakan.
o Misalnya, sering terjadi double counting dalam perhitungan biaya bahan baku
atau bahan penolong; contoh dalam industri nata de coco, diperlukan starter
(bibit : acetobacter xilium) yang dibeli hanya pada tahun awal.
o Selanjutnya pengusaha tidak perlu lagi membeli, tetapi secara periodik pengusaha
harus melakukan perbanyakan bibit, sehingga biaya yang diperlukan pada tahun
berikutnya hanya biaya perbanyakan bibit yang relatif jauh lebih murah.
o Jika wawancara dalam pengumpulan data atau pengamatan langsung kurang
lengkap, maka informasi mengenai starter tersebut terlewatkan dan perhitungan
biayanya menjadi keliru.
o Analisis data yang digunakan dapat merupakan kombinasi dari berbagai metoda
analisis tergantung pada keperluan dan ketersediaan data, seperti menggunakan
analisis statistik parametrik dan non parametrik atau analisis sederhana dengan
menyajikan data dalam tampilan tabulasi silang, analisis trend dan analisis
kualitatif.
o Khusus untuk aspek keuangan analisis data dilakukan dengan :
1. Metoda diskonto adalah untuk mengukur kelayakan usaha dengan
menggunakan kriteria investasi seperti IRR, NPV dan B/C ratio.
2. Sedangkan metoda tanpa diskonto adalah mengukur kelayakan dengan
menggunakan kriteria investasi seperti Break Even Point (BEP), Pay Back
Period dan lain-lain.
11.5.4. Penyusunan Laporan
o Pada umumnya laporan studi kelayakan mencakup hal-hal sebagai berikut :
o [1] Ringkasan eksekutif
 Laporan perlu dibuat ringkasan eksekutif dan disajikan di halaman depan
laporan atau sesudah kata pengantar, yang menggambarkan keseluruhan
isi laporan secara singkat namun memberi informasi yang lengkap.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 88 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

 Isi dari ringkasan eksekutif adalah :


1. Jenis usaha
2. Dana yang diperlukan dan sumbernya
3. Perkreditan yang meliputi jenis, plafon, bunga, jangka waktu dan
sistem pembayaran kredit
4. Kelayakan usaha yang terdiri dari umur proyek, skala usaha, sistem
produksi, tingkat teknologi, proyeksi produksi, prospek pemasaran
dan penjualan, aspek sosial, aspek hukum serta profit margin.
5. Kriteria kelayakan usaha yaitu penilaian berdasarkan kriteria
investasi B/C Ratio atau Net B/C Ratio, NPV dan IRR, Payback
Period, Break Even Point, dan hasil analisis sensitivitas.
o [2] Gambaran umum mengenai prospek usaha
 Wilayah pengembangan (lokal/nasional), jumlah dan skala usaha, trend
produksi dan permintaan pasar (DN & LN) dan faktor pendukung lainnya
dalam pengembangan usaha dimasa yang akan datang di wilayah lain di
Indonesia.
o [3] Profil usaha dan profil pola pembiayaan
 Dalam profil pengusaha perlu informasi mengenai identitas pengusaha,
riwayat/ perkembangan usahanya, jenis dan skala usaha, sifat usaha
(individu, kelompok, kemitraan), perizinan, jaminan, teknis produksi,
ketenagakerjaan dan pengupahannya, factor-faktor yang dapat
mendorong pengembangan usaha ini dari segi teknis produksi dan
pembiayaan melalui kredit.
 Dalam pola pembiayaan perlu informasi riwayat hubungan nasabah
dengan bank, syarat dan prosedur kredit bank, faktor penting dalam
analisa kredit oleh bank pelaksana, dokumen-dokumen yang diperlukan
dalam proses perkreditan, kendala yang dihadapi pengusaha dan bank
untuk pembiayaan usaha tersebut dan cara penyelesaiannya.
o [4] Aspek pasar dan pemasaran
 Permintaan dan penawaran produk secara lokal dan nasional/ekspor,
persaingan dan peluang pasar, harga dan sistem pembayaran penjualan
hasil termasuk bargaining position dari pengusaha, sistem distribusi
produk melalui lembaga pemasaran dan marketing margin dari pengusaha
sampai lembaga pemasaran, konsumen (siapa, selera dan promosi
produk), kendala yang dihadapi pengusaha dalam pemasaran dan cara
penyelesaiannya.
o [5] Aspek teknis dan produksi
 Persyaratan teknis lokasi dan administrasi usaha, supplier dan penyediaan
bahan baku dan sistem pembayarannya, teknologi produksi, konstruksi
bangunan dan fasilitas yang diperlukan, jadwal kegiatan dan proses
produksi, faktor-faktor teknis produksi antara lain : syarat-syarat produksi
(spesifik menurut komoditas/usaha), bahan penolong dan harga, input
produksi lainnya dan harga, standarisasi produk. Hal lain yang diperlukan
adalah kendala dalam teknis produksi dan cara penyelesaiannya
o [6] Aspek manajemen dan organisasi
 Cakupan analisis dalam aspek manajemen dan organisasi tergantung skala
usaha yaitu usaha mikro, kecil atau menengah.
 Hal penting dalam aspek ini adalah ketersediaan tenaga sesuai dengan
keahlian yang diperlukan dalam usaha ini, struktur organisasi, sistem
pembayaran dan besarnya gaji/upah serta pengorganisasian produksi.
o [7] Aspek keuangan
 Hal-hal yang dibahas dalam aspek ini antara lain adalah :

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 89 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

1.Pemilihan pola usaha (skala & teknologi produksi, jadwal produksi),


2.asumsi dan parameternya,
3.komponen biaya investasi dan biaya operasional,
4.perhitungan kebutuhan modal sendiri dan kredit bank untuk modal
kerja awal dan investasi,
5. proyeksi produksi dan pendapatan,
6. proyeksi laba/rugi dan BEP,
7. proyeksi arus kas dan perhitungan kelayakan usaha, analisis
sensitivitas.
 Untuk usaha mikro perlu ditambahkan analisis ekonomi rumah tangga
untuk menghitung kemampuan debitur mengembalikan kredit.
 Analisis ini membutuhkan informasi mengenai laporan keuangan dan
neraca dari usaha dan rumah tangga pengusaha.
o [8] Aspek risiko dan jaminan
 Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan kegagalan usaha dan
pencegahan risiko serta perumusan langkah-langkah yang perlu
diantisipasi untuk keluar dari masalah tersebut.
 Analisis aspek risiko meliputi 2 hal yaitu risiko usaha dan risiko kredit.
 Hal penting dalam analisis risiko adalah :
1. Risiko kegagalan teknologi dan produksi
2. Risiko kegagalan penjualan sehingga proyeksi pendapatan tidak
tercapai
3. Risiko ketidakmampuan manajerial
4. Risiko bahan baku, bahan penolong dan material lainnya
5. Risiko musim dan cuaca (bukan bencana alam) yang
mempengaruhi siklus produksi
6. Risiko legalitas usaha
 Analisis aspek jaminan meliputi jenis dan sumber jaminan antara lain
asuransi kredit, asuransi jiwa dan bentuk-bentuk jaminan lainnya dan
persyaratannya serta cara pengikatan jaminan.
o [9] Aspek sosial ekonomi dan lingkungan
 Yang dibahas dalam aspek sosial ekonomi dan lingkungan adalah :
1. Keterkaitan ke depan dan ke belakang (Forward dan backward
linkages) dari pembiayaan bank kepada usaha-usaha tersebut
ditingkat lokal dan nasional,
2. dampak positif dan negatif terhadap perubahan-perubahan sosial
yang terjadi dengan pengembangan usaha ini serta polusi yang
ditimbulkan.
3. Adakah pelaksanaan usaha berpengaruh terhadap aspek-aspek
tersebut dan bagaimana cara mengatasinya ?
o [10] Kesimpulan dan saran
 Kesimpulan kelayakan usaha ditinjau dari semua aspek yang diteliti dan
sensitivitas-nya serta saran-saran untuk pelaksanaan proyek.
o [11] Lampiran – lampiran
1. Perhitungan aspek keuangan : Asumsi dan parameternya, biaya investasi,
biaya operasional, proyeksi produksi dan pendapatan, perhitungan
angsuran kredit, proyeksi biaya dan pendapatan, proyeksi laba/rugi,
proyeksi arus kas dan analisis kelayakan usaha, proyeksi arus kas untuk
analisis sensitivitas.
2. Data teknis produksi yang digunakan : Jadwal produksi, komposisi dan
parameter data teknis untuk komoditi/usaha tertentu yang digunakan
dalam analisis keuangan.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 90 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

3. Dokumen-dokumen lainnya yang dianggap perlu.


11.6. KEBUTUHAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN ATAU PROPOSAL USAHA
o Proposal kredit, termasuk proposal agribisnis pada dasarnya hampir sama dengan
studi kelayakan, namun pembahasannya tidak mendalam dan tidak menyeluruh
seperti pada studi kelayakan.
o Pada proposal kredit, biasanya aspek yang terutama ditonjolkan adalah aspek
pemasaran dan analisis finansial.
o Selain itu tergantung pula pada skala atau tingkatan usaha, biasanya untuk usaha
pada tingkatan mikro cukup dengan membuat proposal saja, tapi untuk usaha
atau proyek skala kecil dan menengah ke atas harus menyusun suatu studi
kelayakan lebih dahulu.
o Sebagai contoh untuk dana pinjaman dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan
Asia (ADB), biasanya pinjaman sebesar Rp 500 juta atau lebih diwajibkan
menyusun studi kelayakan, namun dibawah jumlah itu cukup dengan membuat
suatu proposal saja.
o Perbedaan suatu proposal kredit dengan suatu studi kelayakan adalah antara lain
terletak pada kedalaman pembahasan setiap aspek yang mempengaruhi
kelayakan suatu usaha atau proyek dan tingkat atau skala usaha tersebut.
o Penyusunan proposal dapat dilakukan dengan merujuk pada Model Kerangka
Penyusunan Studi Kelayakan yang telah diuraikan di atas dengan pembahasan
yang lebih sederhana (tidak terlalu mendalam), kecuali uraian mengenai analisis
finansial harus jelas dan lengkap.

Menganalisis Kelayakan Usaha Agribisnis Pembibitan Ruminansia


Pedaging
Analisis kelayakan usaha pembibitan sapi dilakukan untuk melihat aspek-aspek yang secara
bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman
investasi dalam usaha breeding sapi potong. Aspek-aspek yang akan diamati dalam usaha
breeding sapi potong
meliputi aspek teknis, aspek manajemen, aspek pasar, aspek sosial dan aspek finansial.
Perhitungan aspek finansial menggunakan kriteria investasi yang digunakan untuk menyatakan
layak atau tidaknya suatu usaha pembibitan yaitu NPV, IRR, Net B/C ratio dan Payback Period.
Selain kriteria investasi, juga digunakan analisis sensitivitas untuk mengetahui tingkat kepekaan
kegiatan pembibitan sapi potong terhadap keadaan yang berubah-ubah. Dari hasil analisis aspek
finansial akan diketahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh petani dan kegiatan mana
yang paling menguntungkan pada kondisi sekarang, apakah kegiatan pembibitan, kegiatan
penggemukkan, atau kegiatan pembibitan dan penggemukkan dilakukan secara bersamaan.
Kajian kelayakan terhadap usaha pembibitan ruminansia adalah menggunakan analisis finansial
dengan kriteria investasi yaitu : NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), IRR (Internal

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 91 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Rate of Return) dan PBP (Payback Periode). Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk
melihat kelayakan usaha pembibitan ruminansia dalam menghadapi beberapa perubahan yang
terjadi, baik perubahan harga input maupun output. Apabila hasil analisis menunjukkan hasil
sesuai dengan kriteria kelayakan, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan/diusahakan untuk
kemudian dilakukan pengembangan usaha pembibitan ruminansia dan sebaliknya.
 Biaya dan Penerimaan

Biaya bagi perusahaan adalah nilai faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan
output (Boediono, 1990).
Analisis Finansial
Dalam melakukan studi kelayakan, aspek finansial merupakan faktor yang menentukan, artinya
betapapun aspek-aspek lain mendukung namun kalau tidak tersedia dana maka akan sia-sia.
Aspek finansial berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus
pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga
memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor (Suratman, 2001).
Menurut Nitisemito dan Burhan (1995), kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas
dasar besarnya laba finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan
keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila usaha tersebut
tidak memberikan keuntungan finansial (Gittinger, 1986). Tingkat kelayakan suatu usaha dapat
dinilai dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi : (a) Net Present Value(NPV); (b) Internal
Rate of return (IRR); (c) Benefit Cost Ratio (BCR).
(a) Net Present Value (NPV)
NPV (Net Present Value) adalah salah satu kriteria yang banyak digunakan untuk menentukan
apakah rencana usaha tersebut layak (feasible) untuk dilaksanakan atau tidak. NPV merupakan
selisih antara present value dari benefit dan peresent Value dari biaya.
Perhitungan NPV adalah menghitung arus pendapatan (net benefit) yang telah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor.
Cara perhitungan adalah sebagai berikut:

Apabila NPV > 0 (lebih besar dari nol), maka rencana usaha atau proyek tersebut dikatakan
feasible (go) untuk dilaksanakan. Tetapi apabila NPV < 0 (lebih kecil dari nol), maka rencana
usaha tersebut berada dalam keadaan impas (break even). Dimana jumlah penerimaan sama
besarnya dengan jumlah pengeluaran (TR = TC). Menurut Gittinger (1986), suatu usaha
dinyatakan layak jika NPV > 0. jika NPV = 0, berarti usaha tersebut tidak untung maupun rugi.
Jika NPV < 0 , maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan.
(b) Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat kamampuan suatu proyek dalam mengembalikan modal pinjaman. IRR
adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Jika ternyata IRR
dari suatu proyek sama dengan yang berlaku sebagai social discount rate , maka NPV dari
proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ social discount rate, maka usaha tersebut dinyatakan layak.
Sedangkan jika IRR < social discount rate-nya maka usaha tersebut sebaiknya tidak
dilaksanakan (Gittinger, 1986).

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 92 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

(c) Benefit Cost Ratio (BCR)


Benefit Cost Ratio (BCR) adalah perbandingan antara present value manfaat dengan present
value biaya. Dengan demikian benefit cost ratio menunjukkan manfaat yang diperoleh setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran. BCR akan menggambarkan keuntungan dan layak
dilaksanakan jika mempunyai BCR > 1. Apabila BCR = 1, maka usaha tersebut tidak untung dan
tidak rugi, sehingga terserah kepada penilai pengambil keputusan dilaksanakan atau tidak.
Apabila BCR < 1 maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan
(Gittinger, 1986).

(d) Pay Back Periode (PBP)


Pay Back Periode atau periode pengembalian modal (PPM) diartikan sebagai jangka waktu yang
diperlukan oleh sebuah usaha untuk mengembalikan seluruh dana yang diinvestasikan, yaitu
merupakan ukuran lamanya waktu yang diperlukan agar seluruh modal yang ditanamkan dapat
dikembalikan/dibayar oleh manfaat yang dihasilkan oleh investasi tersebut. Lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pengembalian investasi akan berkaitan dengan tingkat resiko, maka periode
pengembalian modal dapat pula dijadikan alat untuk mengukur resiko. Semakin cepat modal
yang ditanamkan dapat dikembalikan oleh manfaat, maka semakin rendah resiko dari investasi
tersebut. Apabila suatu alternatif memiliki masa ekonomis lebih besar dari periode
pengembalian, maka alternatif tersebut layak, sebaliknya bila periode pengembalian lebih besar
dari estimasi masa pakai suatu alat atau umur suatu investasi maka investasi tidak layak
diterima
Dalam suatu rencana usaha lama waktu pengembalian investasi seringkali dijadikan sebagai
salah satu penilaian/indikator kelayakan investasi. Pay Back Period (PBP) adalah jangka waktu
pengembalian biaya investasi yang merupakan nilai kumulatif dari arus penerimaan (benefit).
Semakin cepat suatu rencana usaha dapat mengembalikan biaya investasi maka semakin cepat
pula suatu usaha dapat menghasilkan keuntungan. Apabila suatu usaha yang direncanakan,
pengembalian investasinya lambat maka beban yang harus ditanggung atas sejumlah dana
investasi menjadi berat terutama apabila dana investasi berasal dari dana pinjaman, karena ada
sejumlah beban bunga pinjaman yang harus dibayarkan. Pay back period adalah jangka waktu
tertentu yang menunjukkan adanya arus penerimaan (cash In flows) secara kumulatif sama
dengan jumlah investasi.
Secara matematis PBP dapat dihitung sebagai berikut:

(e) Break Even Point (BEP)


Break Even Point adalah volume keseimbangan dimana besarnya penjualan tanpa menderita
kerugian atau memperoleh laba dan menutup semua biaya yang telah dikeluarkan. Dari

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 93 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan dikatakan mencapai break
even point apabila dalam suatu periode kerja tidak memperoleh laba tetapi juga tidak menderita
kerugian dimana laba adalah nol. Jadi dapat dikatakan break even point merupakan hubungan
antara volume penjualan, biaya dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada tingkat
penjualan tertentu, sehingga analisis break even point ini sering disebut dengan cost, volume,
profit analisis.
Break even point (titik impas) adalah suatu titik keseimbangan dimana total benefit sama
besarnya dengan total pengeluaran Penghitungan BEP dalam suatu studi kelayakan bisnis
bertujuan untuk menentukan berapa lama waktu yang diperlukan proyek/usaha untuk dapat
menutup seluruh biaya. Pada tahap awal kita harus menentukan pada tahun ke berapa total
penerimaan (benefit kumulatif) mulai dapat menutup total biaya (biaya kumulatif). Baru
kemudian melalui teknik interpolasi dicari tepatnya waktu saat posisi TB = TC. Dengan
menggunakan persamaan berikut:

Asumsi-Asumsi Usaha Pembibitan Sapi


Asumsi-Asumsi dalam Usaha Pembibitan Sapi, misalnya sapi Bali Adalah :
1. Lahan yang digunakan merupakan tanah pekarangan yang belum dimanfaatkan dan tidak
diperhitungkan untuk sewa lahannya.
2. Sapi bibit yang dipelihara sebanyak 20 ekor jenis bibit Sapi Bali dengan harga awal Rp.
4.000.000/ekor dan sapi sudah bunting atau siap kawin, dipakai sebagai bibit selama 5 tahun
atau 5x beranak dengan asumsi sapi dipelihara selama 1 tahun dan menghasilkan 1 ekor pedet.
3. Biaya Pembangunan Kandang Sebesar Rp. 25.000.000,00 dengan usia ekonomis selama 10
tahun dan dihitung biaya penyusutan 10% pertahun menetap.
4. Biaya Pembangunan Gudang Pakan Sebesar Rp. 8.000.000,00
5. Biaya Pembangunan Gudang Kompos Sebesar Rp. 8.000.000,00
6. Biaya Pembangunan Unit Bio Urine Sebesar Rp. 8.500.000,00
7. Peralatan usaha dibutuhkan sebesar Rp 250.000/tahun,
8. Jasa Petugas IB Rp. 50.000,-/Straw dengan asumsi sekali IB langsung Bunting, dengan
prosentase mortalitas kelahiran pedet jantan dan betina = 50:50 (%)
9. Sapi membutuhkan Vitamin dan obat-obatan sebesar Rp. 10.000/ekor/Bulan
10. Kotoran yang dihasilkan selama 1 periode sebanyak 36.000 kg kering dengan harga Rp.
1000/kg
11. Bio Urine yang dihasilkan selama 1 periode sebanyak 36.000 Liter dengan harga Rp.
500/Liter
12. Diberi Pakan Tambahan berupa mineral : 1 kg x 20kor x 12 bulan dengan harga Rp.
5.000/Kg
13. Tidak membebankan biaya pakaan, mengingat pakan diberikan langsung oleh anggota yang
memelihara sapi tersebut.
14. Biaya pembangunan biogas tidak dihitung.
15. Biaya-biaya investasi diperoleh dari bantuan program pemerintah sebagai modal awal
dengan asumsi tanpa pengembalian baik pokok dan bunga modal.
16. Biaya-biaya investasi ditaksir dengan usia ekonomis selama 10 tahun dan dihitung biaya
penyusutan 10% pertahun menetap.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 94 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Aspek Teknis Usaha Pembibitan Sapi


Dari Asumsi-asumsi diatas maka dapat kita tuangkan kedalam aspek teknis dalam usaha
Pembibitan Sapi Bali.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 95 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Analisis Keuangan Usaha Pembibitan Sapi


Dari Aspek teknis diatas maka dapat kami gambarkan aspek analisis keuangan dari Pembbibitan
sapi bali adalah sebagai berikut :

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 96 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Analisi Cashflow Usaha Pembibitan Sapi Bali


Analisis cashflow ini menggambarkan nilai investasi yang telah dilakukan berikut
keuntungan/kerugian yang telah diperoleh oleh kelompok

Dalam usaha pembibitan sapi bali apabila dilakukan akan diperoleh nilai keuntungan yang besar
dengan B/C Ratio di tahun pertama 0,07 mengingat biaya investasi di tahun pertama yang
sangat besar dan pada tahun-tahun berikutnya akan diperoleh B/C Ratio sebesar 0,95. Akan
tetapi jika kita membebankan biaya HMT pada modal selayaknya skala usaha yang bukan
berbasis kelompok maka pada tahun I (Pertama) akan mengalami kerugian, dan di tahun ke
berikutnya baru memperoleh keuntungan

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 97 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Sumber :
Direktorat Pembinaan SMK. Agribisnis Pembibitan Ternak Ruminansia Untuk Kelas 11 Semester
3. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2013

INSEMINASI BUATAN PADA SAPI, KEUNGGULAN DAN


CARA MELAKUKANNYA
nseminasi buatan pada sapi atau kawin suntik menjadi solusi yang efektif
untuk menghasilkan produk anakan sapi yang berkualitas. Dalam bahasa
ilmiahnya dapat meningkatkan mutu geneik sapi.
Hal ini dikarenakan semen yang akan di suntikkan ke sapi betina dapat
dipilih dari semen jenis sapi yang berkualitas. Dengan demikian dapat
diharapkan pedet yang lahir memiliki kualitas lebih baik dari pada
indukannya.
Kawin suntik pada sapi ternyata memberikan tingkat kebuntingan sapi yang
tinggi.[1] Jadi, ia dapat dijadikan solusi yang tepat untuk usaha pembibitan
sapi.
Selain itu kawin suntik pada sapi memberikan keunggulan yang lain seperti:
 Tingkat keberhasilan yang tinggi. Tingkat keberhasilannya lebih
tinggi daripada kawin alami. Berbeda halnya untuk ruminansia kecil
seperti kambing dan domba, kawin secara alami saat ini masih lebih
efektif.

 Tidak perlu repot mencari pejantan unggul. Untuk peternak


kecil, mencari pejantan unggul cukup merepotkan.

 Inseminasi buatan dapat untuk mengawini beberapa ekor


indukan sekaligus. Sapi yang digunakan sebagai pejantan memiliki
keterbatasan tenaga untuk dapat mengawini beberapa indukan
sekaligus.

 Menurut saya biayanya lebih ekonomis daripada perkawinan


alami. Kalau tidak mempunyai pejantan sendiri, kawin suntik menjadi
pilihan yang cukup ekonomis. Karena meminjam pejantan orang lain
biasanya tetap memberikan upah.

Cara dan Proses Inseminasi Buatan


1 . Proses kawin suntik biasanya dilakukan oleh petugas pelayanan ib atau
biasa juga disebut sebagai mantri ternak. Di setiap daerah biasanya
terdapat petugas yang sudah bersertifikat untuk melaksanakan ib.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 98 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

2 . Kawin suntik atau inseminasi buatan sebaiknya dilakukan pada indukan


sapi yang sedang dalam masa birahi. Hal ini dapat meningkatkan tingkat
keberhasilannya.
Kalau belum tahu ciri-ciri sapi yang birahi, berikut adalah ciri – cirinya:
 Vulva mulai membesar dan Bengkak, Merah, dan Hangat
 Sering urinasi
 Sapi betina akan diam apabila dinaiki sapi lainnya
 Lebih sering melenguh
 Nafsu makan menurun
[2]
 Terdapat lendir pada bagian vulva

3 . Inseminasi buatan akan lebih mudah kalau mempunyai kandang khusus


untuk perkawinan. Kemudian masukkan indukan yang birahi ke dalam
kandang perkawinan.

4 . Waktu untuk inseminasi dilakukan adalah 8 – 12 jam setelah indukan


terlihat mengalami gejala birahi.
5 . Peralatan yang digunakan untuk inseminasi buatan harus dibersihkan
terlebih dahulu. Cara membesihkannya dengan menggunakan kapas
beralkohol.
Alat yang digunakan untuk kawin suntik antara lain [2]:
Termos. Termos ini fungsinya sebagai wadah semen atau bibit supaya
aman sampai ke lokasi.
Gunting, Digunakan untuk menggunting ujung semen straw beku. Gunting
ini juga harus steril.
Gun, merupakan alat yang penting karena fungsinya untuk menghantarkan
semen ke uterus indukan sapi.
Sarung Tangan, untuk melindungi tangan petugas dari kotoran sapi.
Plastik Sheet, plastik ini berbentuk pipet dan fungsinya untuk
membungkus gun.
Pinset, mengambil straw sebaiknya menggunakan alat ini untuk menjaga
kesterilannya.
Air, semen beku perlu di cairkan terlebih dahulu. Jadi, sebaiknya air yang
digunakan adalah air hangat.

6 . Cairkan kembali semen beku dengan cara merendam straw di dalam air
bersih selama satu menit.
7 . Keringkan straw mengunakan tisu, lalu masukkan ke dalam IB gun.
8 . Bersihkan bagian vulva indukan menggunakan kapas beralkohol, lalu
masukkan IB gun secara perlahan melalui bulba hingga mencapai cincin ke
4 serviks.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 99 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

9 . Bantu dengan memasukkan tangan kiri ke rektum untuk mengarahkan


IB gun, lalu semprotkan sperma ke dalam cincin ke empat serviks.

tarik kembali IB gun secara perlahan hingga keluar dari vagina.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 100 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

10 . Bersihkan kembali alat – alat IB dan simpan di tempat yang bersih.


Catat tanggal, hari, nomor indukan, dan kode straw yang telah
diinseminasikan.

[1] Saptono, Hendro Suryo. 2012. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi
Perah Rakyat Di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
[2] http://disnak.langkatkab.go.id/berita/berita-daerah/29-inseminasi-buatan-ib-pada-
ternak-sapi.html
(Visited 1.484 times, 7 visits today)

Cara Melakukan Inseminasi Buatan Pada Sapi Dengan Mudah


Ilmu Ternak 2/11/2017
Inseminasi atau deposisi semen ke dalam saluran reproduksi ternak betina merupakan salah
satu langkah akhir dalam kegiatan inseminasi buatan. Pencurahan semen ke dalam saluran
reproduksi ternak betina mamalia dilakukan dengan maksud agar sel telur yang diovulasikan
ternak betina tersebut dapat dibuahi oleh sperma sehingga ternak betina menjadi bunting dan
melahirkan anak.

Inseminasi/ deposisi semen harus dilaksanakan pada saat yang tepat, yaitu pada saat ternak
betina itu sedang dalam puncak berahi. Inseminasi/ deposisi semen pada ternak mamalia besar
(sapi, kerbau) dilakukan dengan metode rectovaginal.

Semen yang diinseminasikan dapat dalam bentuk semen cair atau semen beku. Aplikator (alat
untuk menyampaikan semen) atau insemination gun untuk semen cair berbeda dengan untuk
semen beku.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 101 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Alat :
1. Werkpack.
2. Sepatu kandang (boot karet).
3. Insemination gun.
4. Gunting straw.
5. Sarung tangan plastik panjang.
6. Kandang kawin.
7. Tisu.

Bahan :
1. Ternak sapi betina yang sedang birahi.
2. Semen cair atau semen beku dalam kemasan straw.
3. Larutan kanji encer atau sabun mandi lunak.

LANGKAH MELAKUKAN INSEMINASI BAUATAN PADA


TERNAK SAPI
Persiapan Petugas (Inseminator)
1. Guntinglah kuku jari-jari tangan (terutama yang sebelah kiri) sampai pendek. Haluskan
ujungnya menggunakan kikir.
2. Yakinkan bahwa sapi betina yang sedang birahi tersebut tidak sedang bunting dan betul-
betul berahi. Lihat catatan perkawinan ternak tersebut dan lihat pula tanda-tanda
aksteriornya, terutama bagian vulvanya. Sapi betina yang sedang berahi vulvanya
tampak membengkak, basah, berwarna merah, dan mengeluarkan lendir jernih kental.
temperamennya agak gelisah tetapi tenang ketika tubuhnya diusap-usap.

Pelaksanaan Inseminasi Buatan Pada Sapi


 Kenakan werkpack dan sepatu kandang.
 Tempatkan sapi betina yang sedang berahi pada kandang kawin. Ikat dengan baik.
 Singsingkan lengan baju sebelah kiri, kenakan sarung tangan plastik.
 Lumuri tangan kiri sampai batas sikut dengan larutan kanji encer atau busa sabun.
 Hampiri sapi betina dari arah depan atau samping lalu sentuh/ tepuk bagian
tubuhnya supaya ternak tersebut mengetahui keberadaan kita dan tidak kaget sewaktu
kita mulai bekerja.
 Berdiri menghadap bagian belakang sapi dari arah belakang dengan posisi
menyerong ke sebelah kanan sekitar 30o – 45o dari poros tubuh sapi. Kaki kiri berada
sekitar ¾ langkah di depan kaki kanan sehingga membentuk kuda-kuda yang kokoh
tetapi luwes.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 102 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

 Tepuk-tepuk bagian bokong sapi (sedikit di bagian atas ekor) kiri dan kanan untuk
melihat reaksi kaki belakang sapi tersebut.
 Pegang pangkal ekor sapi dengan tangan kanan, bengkokan ke arah kiri.
 Pertemukan kelima jari tangan kiri sehingga membentuk kerucut, kemudian
masukkan ke dalam lubang anus (rektum) sapi sampai pergelangan tangan
melewatinya. Apabila di dalam rongga rectum terdapat banyak kotoran, keluarkan.
 Setelah merasa bahwa tangan kiri dapat leluasa berada di ruang rectum, arahkan
telapak tangan kiri tersebut ke dasar rectum. Cari bagian saluran reproduksi yang
berdinding tebal, yaitu cervix uteri. Tempatkan cervix uteri tersebut dalam genggaman
telapak tangan kiri dengan jalan menyodokkan empat jari (telunjuk sampai kelingking)
ke bawah cervix uteri.
 Setelah cervix uteri teraba, telusuri saluran reproduksi bagian depannya, apakah
tanduk uterus kiri dan kanan sama besar atau salah satu lebih besar dari yang lain.
Apabila salah satu lebih besar dari yang lain, hewan tersebut kemungkinan sedang
bunting dan jangan diinseminasi. Apabila kedua tanduk uterus sama besar, maka hewan
tersebut tidak bunting dan perlu diinseminasi.
 Keluarkan tangan kiri dari dalam rectum. Lepaskan sarung tangan atau bersihkan
taangan kiri tersebut dengan air.
 Siapkan insemination gun. Lepaskan bagian penusuknya dari batang utama. Usap
batang penusuk dan batang utama dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70%.
Teteskan alkohol ke dalam lubang batang utama. Biarkan beberapa lama, lalu kibaskan
agak kuat agar bagian dalam batang utama tersebut bebas dari alkohol. Teteskan
larutan NaCl Fisiologis untuk menetralisir alkohol dalam lubang batang utama.
 Masukkan batang penusuk ke dalam batang utama. Sisakan kira-kira sepanjang
straw.
 Buka penutup container nitrogen cair dan angkat satu canister.
 Ambil satu straw menggunakan pinset dan segera kembalikan posisi canister.
Kemudian tutup lagi container nitrogennya.
 Rendam straw dalam air suam-suam kuku sambil digosok-gosok dengan kedua
telapak tangan. Angkat dan keringkan menggunakan tisu.
 Masukkan straw ke dalam lubang, dari ujung depan, batang utama insemination gun,
sampai mentok. Gunting ujung straw pada batas kira-kira ½ cm dari ujung insemination
gun. Tutup/ bungkus batang insemination gun dengan plastic sheet, dan kuatkan
pertautannya menggunakan cincin yang sudah tersedia. Inseminasi siap dilakukan.
 Gunakan kembali sarung tangan plastic untuk lengan kiri anda dan lumuri lagi
dengan larutan kanji encer atau busa sabun, masukkan ke dalam rectum dan lakukan
penggenggaman cervix uteri. Setelah cervix uteri tergenggam, masukkan insemination
gun secara hati-hati ke dalam vagina sapi betina. Arahkan ujung insemination gun ke
mulut saluran cervix.
 Luruskan arah insemination gun melewati saluran cervix dengan bantuan tangan kiri
menggerak-gerakan cervix dan tangan kanan mendorong insemination gun secara hati-
hati sampai ujung insemination gun melewati seluruh panjang saluran cervix. Hentikan
dorongan tangan kanan ketika ujung insemination gun sudah keluar dari servix uteri
(memasuki corpus uteri) kira-kira 1-2 cm.
 Curahkan semen perlahan-lahan dengan jalan mendorong batang penusuk
insemination gun sampai habis. Pencurahan semen selesai.

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 103 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

 Insemination gun ditarik keluar vagina dan tangan kiri melakukan sedikit pijatan
pada corpus dan cervix uteri untuk merangsang gerakan saluran reproduksi sapi betina
agar semen terdorong ke bagian depan saluran reproduksi betina.
 Keluarkan tangan kiri dari dalam rectum. Lepaskan plastic sheet dan straw kosong
dari insemination gun, buang ke tempat sampah.
 Bersihkan insemination gun menggunakan kapas beralkohol. Cabut batang
penusuknya, lalu tetekan alkohol ke dalam lubang batang utama. Simpan kembali ke
tempatnya.
 Catat dalam buku kerja inseminator kegiatan tersebut dan pada buku catatan
reproduksi sapi betina yang bersangkutan. Informasi yang harus dicatat adalah :
Tanggal pelaksanaan inseminasi, Nomor register ternak betina/ nama pemilik,
Perkawinan ke berapa bagi ternak betina tersebut, Nomor pejantan dan kode produksi
semen.
 Selesai

INSEMINASI BUATAN (IB) ATAU KAWIN SUNTIK PADA SAPI


Inseminasi berasal dari dua suku kata, yaitu “in” yang bermakna memasukkan (ke dalam
saluran kelamin betina) dan “semen” yang bermakna plasma semen dengan
spermatozoa. Dalam UU RI No. 41 Tahun 2014 disebutkan bahwa Inseminasi Buatan
(IB) merupakan “Teknik memasukkan mani atau semen ke dalam alat
reproduksi Ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan
menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar Ternak bunting”. Dengan
kata lain, IB merupakan suatu proses pembuahan atau perkawinan antara jantan dan
betina yang dilakukan secara buatan dengan bantuan manusia sehingga tidak terjadi
kontak fisik langsung antara jantan dengan betina. Di beberapa daerah di Indonesia IB
dikenal dengan istilah “kawin suntik”.
 Inseminasi Buatan (IB)
 Artificial Insemination (AI)
 Artificial Breeding (AB)
Manfaat utama IB antara lain:
1. Memanfaatkan pejantan unggul secara maksimal untuk tujuan peningkatan jumlah
(kuantitas) dan mutu (kualitas) genetik.
2. Pengendalian penyakit kelamin menular (Venereal Diseases).
3. Perbaikan manajemen dan peningkatan efisiensi produksi/reproduksi.
4. Memungkinkan perkawinan silang antara hewan berbeda bangsa, ukuran, dan lokasi.
5. Memperpanjang pemanfaatan pejantan unggul walaupun sudah tua dan lumpuh, atau
bahkan sudah mati.
IB bagai pedang bermata dua, artinya jika IB tidak dilaksanakan sesuai aturan (tidak
lege artis dan tidak higienis), maka IB akan memberikan kerugian. Contoh kerugiannya
adalah IB dapat menjadi faktor penyebab kejadian penyakit. Selain itu jika IB tidak
dilakukan tanpa melihat catatan silsilah ( recording) maka IB akan menyebabkan
terjadinya kawin sedarah (in breeding).

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 104 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Pemanfaatan teknologi IB di Indonesia sudah sangat sering sekali. Pemanfaatan IB yang


paling sering dilakukan adalah pemanfaatan IB pada ternak sapi. Pemanfaatan IB pada
ternak sapi perah lebih banyak atau lebih sering dilakukan daripada ternak sapi potong.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan IB antara lain:
 Panjang siklus estrus
 Lama estrus
 Waktu ovulasi
 Umur fertil spermatozoa
 Umur fertil ovum
 Kapasitasi sperma
Panjang siklus estrus pada sapi adalah 19 – 21 hari. Panjang estrus sapi adalah 12 – 18
jam. Waktu ovulasi pada sapi terjadi pada 10 – 12 jam setelah akhir estrus atau 30 jam
setelah onset estrus. Waktu pelaksanaan IB pada sapi tergantung pada waktu terjadinya
ovulasi, sehingga pelaksanaan IB pada sapi adalah 10 – 12 jam setelah akhir estrus
(munculnya ciri berahi).
Ciri berahi pada sapi dapat dilihat secara fisik dan tingkah laku. Ciri berahi secara fisik
dapat dilihat pada permukaan vulva (bagian luar organ kelamin betina), yaitu berwarna
merah, bengkak, dan basah (mengeluarkan lendir bening yang kental). Ciri berahi secara
tingkah laku yaitu sapi betina yang berahi akan diam jika dinaiki sapi lain serta kadang
betina yang berahi tersebut menjadi lebih suka menaiki sapi lain.

Permukaan vulva merah

Permukaan vulva membengkak

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 105 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Vulva mengeluarkan cairan bening yang kental

Sapi betina diam dinaiki


Secara umum, prosedur pelaksanaan IB pada sapi terdiri dari 3 tahap, yaitu:
 Memasukkan tangan ke dalam rektum dan memegang serviks.
 Memasukkan gun IB melalui vagina ke dalam serviks.
 Mendeposisikan semen pada pangka korpus uteri atau akhir cincin serviks.

Posisi tangan di dalam rektum dan siap


memegang

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 106 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

serviks Gun IB berada di dalam vagina.

Semen dideposisikan di dalam korpus uteri.


Pelaksanaan IB sebaiknya harus menerapkan sistem pencatatan atau recording yang
baik. Sistem pencatatan ini sangat bermanfaat dalam pelaksanaan IB. Sistem pencatatan
ini harus dilakukan secara jujur dan berlanjut. Sistem pencatatan memiliki manfaat
antara lain:
 Dapat menilai keterampilan kerja inseminator (petugas pelaksana IB) sejauh mana
mengetahui teknik IB.
 Dapat menilai kemampuan peternak dalam mendeteksi tanda-tanda berahi.
 Dapat menentukan penyebab kegagalan rerproduksi.
 Menghasilkan data untuk penilaian hasil IB.
 Memperkirakan waku kelahiran anak sapi.
 Mengetahui identitas induk pejantan (bapak) dari si anak sapi.
Evaluasi keberhasilan IB dapat diketahui dengan 4 metode, yaitu:
1. Non-Return Rate (NR)

NR merupakan presentase betina yang tidak kembali minta kawin (60 – 90 hari).
Penentuan NR ditentukan berdasarkan pencatatan (recording). Kekurangan metode NR
ini adalah memerlukan banyak sampel dan hasilnya kurang tepat. Nilai normal (optimal)
NR adalah 65 – 72 %.
2. Angka Konsepsi (Conception Rate)

Angka konsepsi atau kebuntingan dibuktikan melalui pemeriksaan kebuntingan secara


perektal setelah lebih dari 2 (dua) bulan pelaksanaan IB.
3. Pelayanan per Konsepsi atau Service per Conception (S/C)

 Ideal/Sempurna : 1,0

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 107 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

 Optimum : 1,6 (1,4 – 1,8)


 Indonesia : 2,0 (1,8 – 3,0), bervariasi di tiap daerah.
4. Angka Kelahiran (Calving Rate)

Metode ini merupakan metode yang tidak praktis dan harus menunggu lama (sampai
anak sapi lahir).

Pelaksanaan dan Manfaat IB di Tabagsel


Pelaksanaan IB pada sapi di daerah Tabagsel dapat dikatakan sudah sering dilakukan.
Pelaksanaan IB pada sapi di daerah Tabagsel terlaksana berkat program-program dinas
pemerintahan setempat. Beberapa program yang melaksanakan IB antara lain Gertak
Berahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) dan Upaya Khusus Sapi Wajib Bunting (UPSUS
SIWAB).
Gencarnya program pelaksanaan IB di daerah Tabagsel pada kenyataannya tidak serta
merta diikuti oleh peningkatan minat masyarakat terhadap program ini. Masih ada
masyarakat di beberapa daerah di Tabagsel yang enggan melaksanakan IB pada sapi
miliknya. Hal ini disebabkan oleh beberapa isu negatif yang tak benar terkait IB, seperti
IB menyebabkan keguguran dan membuat sapi menjadi kurus. Alangkah lebih baiknya
jika kendala beredarnya isu negatif ini ditanggulangi oleh pemerintah daerah di Tabagsel
dengan mengintensifkan program-program sosialisasi manfaat dan kegunaan IB.
Pada tahun-tahun terakhir ini, sapi di daerah Tabagsel kebanyakan berasal dari luar
daerah Tabagsel. Hal ini disebabkan karena jumlah (populasi) sapi di Tabagsel sudah
menurun drastis jika dibandingkan pada sekitaran 10 tahun yang lalu. Disinilah solusi IB
bagi sapi di Tabagsel. IB menjadi solusi bagi berkurangnya jumlah (populasi) sapi yang
drastis di daerah Tabagsel. Dengan IB, daerah Tabagsel menjadi swasembada daging
serta kebutuhan protein hewani masyarakat Tabagsel tercukupi tanpa harus dikirim dari
luar Tabagsel.

Anak sapi hasil IB oleh drh. Adil (IB pada Agustus


2015, lahir Juni 2016) di Batugana Farming Group (BFG)

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 108 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02

Anak sapi hasil IB oleh drh. Adil (IB pada Agustus


2015, lahir Juni 2016) di Batugana Farming Group (BFG)

Judul Modul: Merencanakan ……….


Halaman: 109 dari 24
Modul - Versi2018

Anda mungkin juga menyukai