PENGEMBANGAN KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN BERBASIS KOMPETENSI
Representative Picture
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 2
ACUAN STANDAR KOMPETENSI KERJA DAN SILABUS DIKLAT....................... 4
A. Acuan Standar Kompetensi Kerja ................................................. 4
B. Kemampuan yang Harus Dimiliki Sebelumnya............................... 6
C. Silabus Diklat Berbasis Kompetensi .............................................. 9
LAMPIRAN..................................................................................................12
1. BUKU INFORMASI....................................................................... 12
2. BUKU KERJA............................................................................... 12
3. BUKU PENILAIAN ....................................................................... 12
BATASAN VARIABEL
1. Konteks variabel
2.5. Air hangat, gunting straw, pinset, tempat thawing, sabun, handuk, tissue.
2.6. Tas IB
2.8. Kartu IB
PANDUAN PENILAIAN
1. Kondisi Penilaian
1.1. Prosedur penilaian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1.1.1. Penentuan tempat, waktu dan cara penilaian.
1.1.2. Penyiapan alat dan bahan penilaian.
1.1.3. Penyusunan kriteria penilaian.
1.1.4. Penentuan standar penilaian.
1.1.5. Pengujian, penilaian dan penetapan kelulusan.
1.1.6. Pelaporan hasil pengujian.
2. Kondisi Pengujian
2.1. Penilaian dapat dilakukan di tempat kerja atau tempat uji kompetensi (TUK) yang
ditetapkan
2.2. Metode penilaian dapat dilakukan melalui wawancara, tes tulis, praktik dan
simulasi
Kompetensi Kunci
Mengumpulka Mengkomuni Merencanak Bekerjasa Menggunaka Memecahk Mengguna-
n, kasikan an dan ma n gagasan an kan
menganalisa informasi dan mengorgani dengan secara masalah teknologi
dan ide-ide sasikan orang lain matematis
mengorganisa kegiatan dan dan teknis
sikan kelompok
informasi
2 1 1 2 2 1 3
B. Silabus Diklat
Judul Unit Kompetensi : Melaksanakan Inseminasi Buatan
Kode Unit Kompetensi : NAK.TRO2.005.01
Deskripsi Unit Kompetensi : Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk
melaksanakan inseminasi buatan
Perkiraan Waktu Pelatihan : JP @ 45 Menit
2. Melakukan 2.1. Alat dan bahan Menjelaskan Alat dan Penanganan Thawing Harus
Deposisi disiapkan sesuai bahan sesuai prosedur semen beku (mencairkan tepat,
Semen prosedur Mampu menyiapkan Alat Reproduksi kembali semen benar
dan bahan sesuai prosedur ternak betina beku) dan
Harus tepat, benar dan Memasang taat
taat azas straw ke azas
dalam gun IB
Melakukan
deposisi
semen
LAMPIRAN
1. BUKU INFORMASI
2. BUKU KERJA
3. BUKU PENILAIAN
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... NAK.RBU.209.A
1. Identifikasi/penomoran ternak
2. Silsilah/keturunan/Pedigree
3. Data Harian/ Reguler data
4. Tatalaksana/management Perkawinan
5. Data kelahiran anak
6. Evaluasi Pejantan
7. Tatalaksana Pemeliharaan
8. Pengobatan dan kesehatan
8. PemilikanTernak
9. Pakan
10.Pemanfaatan
11.Nilai Ternak
12. Cuaca
13.Data Penjualan
persaingannya dengan susu sapi menyebabkan penurunan jumlahnya. Akan tetapi, saat ini
permintaan susu kambing meningkat mengakibatkan importasi bibit ternak baru.
Mastika, I.M. 2002. Feeding Strategies to Improve the Production Performance and Meat
Quality of Bali Cattle (Bos sondaicus). Working Papers: Bali Cattle Work-shop. Bali, 4 – 7
February 2002.
Mrode, R. A. (2000) Linear Models for the Prediction of Animal breeding Values. CAB
International, UK.
Saka, I.K. 2000. Potensi Sapi Bali Sebagai Ternak Potong Ditinjau Dari Karakteristik
Karkas. Prosiding Seminar Nasional Peranan Balai Inseminasi Buatan Singosari Dalam
Menghadapi Swasembada Daging Tahun 2005 Melalui Uji Keturunan Sapi Bali dan KSO
Semen Beku. Universitas Brawijaya, Malang.
Sarwono, B.D. 1995. Penggemukan Sapi Rakyat: Kemitraan Pedagang Ternak Dengan
Petani di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha
Ternak: “Industrialisasi Usaha Ternak Rakyat Dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi”.
Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan Indonesia Bekerja-sama Dengan Balai Penelitian
Ternak Ciawi, Bogor, 30 – 31 Agustus 1995.
Searle, S.R., G.Casella, dan C.E. McCulloch. 1992. Variance Components. Willey and
Sons. New York.
TUJUAN SELEKSI
Adapun tujuan dilakukannya seleksi antara lain :
1. Agar tingkat kesuburan ternak tinggi
2. Agar kecepatan pertumbuhan baik yaitu dalam waktu relatif singkat , ternak dapat
menghasilkan persentase karkas yang tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya.
3. Agar daya adaptasinya tinggi, sehingga tidak mudah terserang penyakit.
Seleksi terhadap bibit ternak yang akan dipelihara tergantung kepada tujuan usaha peternakan,
selera peternak dan modal yang dimiliki. Ternak yang akan digunakan sebagai bibit atau
“REPLACEMENT STOCK” mempunya beberapa hal yang tidak harus diperhatikan seperti dalam
seleksi untuk tujuan potong.
Untuk mencapai tujuan dalam beternak yaitu menghasilkan anak dengan bobot yang tinggi
sehingga diperoleh produksi karkas yang tinggi dan berkualitas, maka harus dipilih induk yang
berkualitas baik.Tujuan utama seleksi adalah meningkatkan frekuensi gen yang dikehendaki.
Dalam pengembangan usaha ternak potong, produksi utama adalah untuk menghasilkan daging.
Oleh sebab itu sudah seharusnya seleksi ternak potong didasarkan pada pertimbangan kuantitas
dan kualitas daging yang akan dihasilkan.
Beberapa hipotesa menyatakan bahwa gen yang akan menampilkan karakter jelek mempunyai
frekuensi pemunculan yang jarang dan gen yang baik mempunyai frekuensi pemunculan yang
tinggi. Seleksi Buatan adalah seleksi yang dilakukan manusia terhadap suatu tujuan tertentu
demi untuk mencapai kebutuhannya, sedangkan seleksi alam tidak secara langsung dipengaruhi
oleh manusia, akan tetapi alamlah yang menentukan arah dan tujuannya.
Seleksi Alam merupakan inti dari teori DARWIN yaitu “ASAL USUL DARI BERBAGAI SPESIES”
(THE ORIGIN OF DIFFERENT SPECIES). Didalam pertanian modern dalam arti luas, terlihat
bahwa manusialah yang terutama mengadakan seleksi demi kebutuhannya dan seleksi alam
sudah terlihat sangat langka. Seleksi alam hanya terpusat pada penjelmaan individu-individu
yang kuat dan tahan terhadap tantangan lingkungan alam sekitarnya, dan pada umunya rendah
produksinya, karena apa yang dibutuhkan ternak tersebut hanya untuk mempertahankan
hidupnya saja.
Setiap species mahluk hidup didalam inti selnya mempunyai jumlah chromose tertentu dan
tersusun dalam pasangan-pasangan yang disebut “PASANGAN CHROMOSOME”.
CONTOH :
1. MANUSIA : 46 CHROMOSOME (23 PASANG)
2. SAPI : 60 CHROMOSOME (30 PASANG)
3. KAMBING : 60 CHROMOSOME (30 PASANG)
4. DOMBA : 54 CHROMOSOME (27 PASANG)
5. KUDA : 64 CHROMOSOME (32 PASANG)
6. BABI : 38 CHROMOSOME (19 PASANG)
RESPON SELEKSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERBAIKAN MUTU GENETIK YANG
TERJADI SEBAGAI AKIBAT SELEKSI adl :
1. HERITABILITAS
2. DIFFERENSIAL SELKESI
3. INTERVAL GENERASI
4. HUBUNGAN DIANTARA SIFAT-SIFAT YANG DISELEKSI
5. KECERMATAN SELEKSI
1. HERITABILITAS
Variasi fenotipe berbagai ternak disebabkan oleh adanya variasi Gen dan Pengaruh lingkungan.
Pengaruh variasi gen disebut dengan heritabilitas. Heritabilitas secara luas dapat diartikan semua
pengaruh Gen adiktif dan non adiktif. Heritabilitas sangat berguna untuk menduga kemajuan
produksi yang diakibatkan oleh adanya seleksi. Dalam teori heritabilitas ( h2 ) berkisar antara 0
-100 %, namun angka ekstrim ini tidak pernah diperoleh pada sifat-sifat kuantitatif.
Faktor Genetik yang dapat diturunkan (diwariskan).
1. Angka pewarisan (heritability) koefisien heritabilitas : h2
2. Angka pengulangan (repetability)
Makin besar angka h2 dari suatu sifat, maka sifat tersebut akan semakin mudah
diturunkan kepada anaknya. Umumnya h2 yang tinggi adalah pada sifat-sifat produksi,
sedangkan sifat-sifat reproduksi (seperti : selang beranak, siklus berahi) nilai h 2 adalah rendah,
artinya tidak banyak dipengaruhi oleh bakat.
2. DIFFERENSIAL SELEKSI.
Adalah perbedaan antara rata-rata kelompok ternak yang terseleksi dengan rata-rata
populasi darimana kelompok ternak yang terseleksi itu berasal. Semakin besar Differensial
seleksi semakin besar pula peningkatan mutu genetik
CONTOH :
BILA BERAT SAPIH RATA-RATA POPULASI 200 Kg, BERAT KELOMPOK TERNAK YANG
TERSELEKSI RATA-RATA 225 Kg, SEDANG HERITABILITASNYA 0,4 (40 %)
MAKA KEMAJUAN GENETIK = 0,4 X (225 – 200) = 10
BERDASARKAN PERHITUNGAN DIATAS DAPAT DIHARAPKAN BERAT SAPIH DARI KETURUNAN
TERNAK YANG TERSELEKSI adl 200 Kg + 10 Kg = 210 Kg.
3. INTERVAL GENERASI.
Adalah umur rata-rata tetua pada waktu Fetus yang akan digunakan sebagai pengganti induknya
lahir. Menurut minish and fox (1979) interval generasi pada sapi potong adalah 4,5 – 5,0 tahun.
Pengetahuan tentang interval generasi penting untuk menduga kemajuan yang akn dicapai tiap
tahun sebagai akibat adanya seleksi.
HERITABILITAS x DIFFERENSIAL SELEKSI
KEMAJUAN PER TAHUN = ---------------------------------------------------
INTERVAL GENERASI
Untuk mempercepat tanggapan seleksi maka interval generasi harus di persingkat dengan cara
mengawinkan ternak bibit pada umur muda. Namun pada ternak besar khususnya ternak potong
tidak mungkin mempersingkat interval generasi dibawah 2 tahun.
5. KECERMATAN SELEKSI.
Hal ini sangat penting karena didefenisikan sebagai hubungan antara nilai breeding yang
sesungguhnya dari tetuanya yang diseleksi dengan nilai breeding perkiraan. Nilai bervariasi
antara 0 sampai 1 dan ditentukan dengan akar dari heritabilitasnya. Semakin tinggi
heritabilitasnya semakin tinggi pula kecermatan perkiraan nilai breedingnya. Misalnya untuk sifat
yang heritabilitasnya 0,4 maka kecermatan adalah 0,6 dengan catatan bahwa seleksi dilakukan
berdasarkan bentuk luar (fenotipe).
SISTEM SELEKSI
Dapat diklaffikasikan sebagai berikut :
a. SELEKSI MASSA
b. UJI KETURUNAN
c. INFORMASI TETUA
d. INFORMASI PENAMPILAN KERABAT
e. INFORMASI SIFAT-SIFAT YANG BERKORELASI
a. SELEKSI MASSA
Adalah seleksi yang dilakukan berdasarkan fenotip individu-individu, fenotip disini dapat berupa
satu sifat tunggal atau beberapa sifat. Kemajuan yang didapatkan lewat seleksi ini tergantung
padakerapatan hubungan antara genotip dan fenotip. Sistem ini banyak digunakan pada
seleksi sapi Potong dan dilakukan terhadap sifat-sifat yang secara ekonomis penting dan
mempunyai heritabilitas tinggi.
b. UJI KETURUNAN
Adalah seleksi yang berdasarkan dari penampilannya saja. Seleksi ini harus mempunyai
kecermatan yang tinggi, tetapi tidak dapat dilakukan pada ternak yang masih muda. Uji
keturunan ini berguna dalam seleksi terhadap sifat-sifat yang dibatasi oleh jenis kelamin atau
sifat-sifat yang hanya dapat diperlihatkan pada akhir hidup saja. Misalnya kemampuan dalam
menyusui, kemudahan beranak, data karkas dan lain sebagainya.
c. INFORMASI TETUA
seleksi ini dapat dilakukan berdasarkan informasi tentang penampilan tetua dari individu yang
hendak diseleksi. System seleksi inirelatif lebih sering digunakan untuk sifat-sifat
heritabilitasnyarendah. Namun seleksi dengan silsilah ini tidak berharga apabila catatan dari
tetuanya tidak teliti. Kesulitan dalam seleksi ini adalah sering kali dikacaukan antara pengaruh
lingkungan dengan pengaruh genetic.
Seperti yang diketahui bahwa seleksi dengan uji keturunan harus menunggu sampai
keturunannya memperlihatkan prestasinya, untuk mempercepat seleksi dapat dilakukan dengan
cara melihat penampilan saudara-saudaranya yang dinilai. Misalkan untuk sifat karkas tidak
mungkin ternak yang sudah dipotong dipilih, makanya harus dilihat dari kerabatnya.
Kecermatan seleksi ini tergantung pada:
Heritabilitas
Kerapatan hubungan darah antar sapi sumber data dengan sapi yang diseleksi
Jumlah data untuk menentukan rata-ratanya
Kemiripan antara sumber data dengan individu yang diseleksi
e. INFORMASI SIFAT-SIFAT YG BERKORELASI.
Adalah sebuah keuntungan bahwa banyak sifat-sifat produksi pada saapi potong berkorelasi
positif, artinya seleksi terhadap suatu sifat akan meningkatkan pula sifat-sifat lainnya. Oleh
karena itu untuk sifat-sifat yang sulit dan mahal dalam melaksanakan pengukurannya maka
seleksi terhadap sifat tersebut dilakukan berdasarkan sifat lain yang mudah diukur. Misalkan
seleksi terhadap efesien makanan dapat dilakukan dengan melihat pertambahan berat badan
lepas sapih.
CARA SELEKSI.
ADA 3 CARA SELEKSI yaitu :
1. SLEKSI TANDEM
2. INDEPENDENT CULLING LEVEL
3. SELECTION INDEX
1.SELEKSI TANDEM.
cara ini merupakan yang paling sederhana. dalam cara ini seleksi dilakukan hanya berdasarkan
satu sifat sampai pada tingkat perbaikan yang dikehendaki, baru kemudian memilih sifat kedua,
ketiga. efisiensi cara ini tergantung pada hubungan genetik diantara sifat-sifat yang diseleksi.
apabila terdapat korelasi yang posistif diantara sifat-sifat itu, maka cara seleksi ini mencapai
efisiensi yang tinggi, sebab perbaikan suatu sifat akan menyebabkan pula perbaikan sifat yang
lain. akan tetapi apabila diantara sifat-sifat yang akan diselkesi itu hanya mempunyai hubungan
genetis yang rendah maka cara seleksi ini akan memakan waktu yang lama.
3. SELECTION INDEX.
cara ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa sifat sekaligus. setiap sifat diberikan
proporsi nilai yang bisa sama, bisa pula tidak dengan sifat yang lain, tergantung pada titik berat
seleksinya.
SELEKSI PEJANTAN
dalam seleksi ternak bibit yang harus diperhatikan adalah genotipnya. dalam melakukan seleksi
terhadap pejantan ada beberapa yg harus dipertimbangkan yaitu :
a. DATA TETUA
waktu yg terbaik untuk menggunakan data tetua adalah sebelum ternak yg diseleksi lahir. kita
dapat menguji tetuanya (bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya dsb) dan mengambil beberapa
perkiraan tentang bagaimana ia akan menjadi kelak. data tentang nenek moyang yg sudah jauh
jaraknya kurang penting untuk diperhatikan, sebab hubungan darah antara nenek moyang tsb
dengan ternak yg akan diseleksi sudah sedikit. misalnya kakek buyut hanya mempunyai
hubungan darah sebesar 12,5 %.
BERAT LAHIR
heritabilitas berat lahir adalah 0,48 , jadi penekanan seleksi yang nyata dapat diterapkan pada
sifat ini. berat lahir mempunyai korelasi positif dengan laju pertumbuhan. namun juga harus
diperhatikan bahwa berat lahir berhubungan erat dengan kesulitan melahirkan (distokia).
BERAT SAPIH
heritabilitas berat sapih adalah 30 %. penelitian terakhir menduga bahwa seleksi terhadap berat
setahun (yearling weight) akan memperbaiki nilai breeding dari berat sapih lebih cepat dari pada
seleksi langsung terhadap berat sapih itu sendiri.
c. SIFAT-SIFAT FISIK.
FERTILITAS.
Hal yang paling terpenting dari pejantan adalah tingginya fertilitas. Secara fisik kita dapat
menguji beberapa sifat yang mencerminkan nilai yang tinggi untuk fertilitas. Cirri-ciri fisik
terpenting yang dapat diuji dan diukur addalah bentuk dan ukuran scrotum, hal ini berhubungan
erat dengan produksi sperma.
KERANGKA.
Ukuran rangka adalah yang terpenting karena ada pertautan yang erat dalam identifikasi pola
kedewasaan fisiologis pada sapi-sapi. Sapi-sapi yang besar biasanya lambat dewasa, sedangkan
yang kecil masak dini.
SIFAT-SIFAT STRUKTUR
Meskipun para ahli genetika dan peneliti-peneliti lain meremehkan arti pentingnya sifat-sifat
struktur disebabkan kesulitan dalam mengukur secara kuantitatif, namun berdasarkan
pengalamanada kencendrungan bahwa heritabilitasnya adalah nyata benar. Masalah yang sering
muncul adalah kuku bagian dalam kecil, mata kaki seperti cakar ayam (bengkok). Hal ini akan
berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengawini betina.
PER-OTOTAN
Dalam dunia perdagangan daging, maka yang diperdagangkan adalah produksi otot dan para
spesialis pemuliabiakan ternak setuju bahwa hal itu dikontribusi oleh pejantan. ada 5 katagori
perototan yaitu a, b, c, d, e. katagori a adalah ternak yg hampir tidak mengandung lemak,
sedang katagori e adalah ternak yang mengandung lemak banyak sekali.
kedua keadaan ekstrim ini sama-sama kurang disukai konsumen. katagori a kurang
menguntungkan sebagai pejantan karena perototan yang berlebihan ada hubungannya kesulitan
dalam melahirkan, daging tidak marbling, gerakannya lamban. perototan yang berlebihan juga
cenderung membentuk “double muscle” yang mempunyai kaitan dengan fertilitas yg rendah dan
tidak adanya marbling daging.
KAPASITAS TUBUH
Berat tubuh pada umur TTT dan efisiensi makanan adalah penting secara ekonomis pada
sebagian besar usaha peternakan ternak potong.
SELEKSI INDUK
Faktor-faktor yg harus diperhatikan dalam seleksi induk adalah:
a. KESEHATAN
induk harus sehat dan bebas penyakit. aspek kesehatan harus diperhatikan sejak pertama kali
memulai beternak. penyakit-penyakit infeksi yg sering dihubungkan dengan pembibitan adalah
tuberculosis, brucellosis, leptospirosis, vibriosis, trichomoniasis dan anaplasmosis.
b. EFISIENSI REPRODUKSI.
seleksi induk harus secara ketat ditekankan pada efisiensi reproduksi. hal ini menyangkut
fertilitas induk itu sendiri, persentase sapihan yang hidup, lama masa reproduksi.
c. INDIVIDUALITAS.
ini menyangkut bentuk tubuh dan sifat-sifat keibuan, misalnya produksi susu, feminin. produksi
susu berhubungan dengan bentuk ambingnya, ambing yang kecil sulit diharapkan untuk dapat
menghasilkan susu yang banyak. kefemininan seekor induk dapat dilihat dari bentuk tubuhnya,
kepalanya, kakinya.
secara singkat dapat dikatakan bahwa seekor induk harus mempunyai kemampuan reproduksi
yang tinggi, produksi susunya bagus, kerangkanya besar, femini, sehat dan bentuknya seragam
dengan induk-induk lain dalam kelompoknya.Dalam program seleksi, cara untuk menaksir
kemampuan seekor induk yang telah beranak adalah dengan melihat catatan-catatan
produksinya. taksiran yang paling mendekati kemampuan menghasilkan yang riil adalah “most
probable producing ability = mppa” yang dirumuskan sebagai berikut :
n.r
MPPA = X + ---------------- ( X - X)
1 + (n – 1) r
n = JUMLAH DATA YG ADA
r = REPEABILITY
X = NILAI RATA-RATA DARI INDIVIDU
X = NILAI RATA-RATA DARI KELOMPOK
CONTOH : DATA PRODUKSI SUSU INDUK (DALAM LITER) DENGAN r = 0,5.
LAKTASI KE X1 X2 X3 X4
I 3.000 2.500 3.000 3.000
(4) (O,5)
MPPA1 = 2.979 + ----------------- (3.100 – 2.979)
1 + (3) (0,5)
= 3.075,8
PRODUKSI SUSU X1 PADA LAKTASI YANG AKAN DATANG DAPAT DIHARAPKAN SEBESAR
3.075,8 LITER.
DENGAN CARA YANG SAMA, MAKA PRODUKSI SUSU X2, X3 DAN X4 DAPAT DIRAMALKAN.
CONTOH :
induk kambing berumur 4 tahun melahirkan sepasang cempe. berat lahir cempe tidak diketahui.
cempe-cempe tersebut disapih pada umur 115 hari. berat sapih cempe pertama dan kedua dari
hasil penimbangan beratnya masing-masing 13,5 Kg dan 14,2 Kg. kedua cempe dipelihara
secara terpisah. rata-rata berat sapih populasi = 12,7 Kg.
berapa berat sapih terkoraksi dari cempe tersebut pada umur 115 hari dan peringkat
kedua cempe tersebut dalam populasi ?
PENYELESAIAN :
FKTL = 1,10, KARENA DILAHIRKAN DALAM KEADAAN KEMBAR TETAPI
DIPELIHARA DALAM KEADAAN TUNGGAL
FKUI = 1,03KARENA DILAHIRKAN OLEH INDUK BERUMUR 4 TAHUN
13,5 Kg – 3,6 Kg
BST CEMPE PERTAMA = (3,6 Kg + ---------------------- x 100 ) x 1,10 x 1,03
115 HARI
= 13,83 Kg
13,83 Kg – 12,7 Kg
PERINGKAT CEMPE PERTAMA = ------------------------ x 100 % = 8,89 %
12,7 Kg
14,2 Kg – 3,60 Kg
BST CEMPE KEDUA = ( 3,6 Kg + ------------------------ x 100 HARI) x 1,10 x 1,30
115 HARI
= 18,33 Kg
18,33 Kg – 12,7 Kg
PERINGKAT CEMPE KEDUA = ------------------------- x 100 % = 14,33 %
12,7 Kg
berdasarkan hasil perhitungan tersebut, peringkat berat sapih cempe pertama = 8,89 % dan
cempe kedua = 14,33 % dari berat sapih rata-rata populasi, sehingga cempe kedua menduduki
peringkat lebih tinggi daripada cempe pertama.
tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik. Untuk itu diperlukan dukungan investasi
dalam pengembangan agribisnis ternak potong baik dari pemerintah, swasta, maupun
masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi aspek: (i) pelayanan kesehatan
hewan, (ii) dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas, (iii) kegiatan
penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen
pemeliharaan, serta (iv) pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi,
pemasaran, promosi, permodalan, (v) penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus barang
input-output serta pemasaran produk, (vi) ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan
reproduksi, serta (vii) penyiapan lahan usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar
pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan (.
Zahid Ilyas. 2002 )
B. Kualitas dan Kuantitas Ternak Menurun
Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala, yang
mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala tersebut adalah masih
banyak kasus gangguan reproduksi menuju kepada adanya kemajiran ternak betina. Hal ini
ditandai dengan rendahnya angka kelahiran pada ternak tersebut (Zahid Ilyas. 2002 )
Angka kelahiran dan pertambahan populasi ternak adalah masalah reproduksi atau
perkembangbiakan ternak. Penurunan angka kelahiran dan penurunan populasi ternak terutama
dipengaruhi oleh efisiensi reproduksi atau kesuburan yang rendah dan kematian prenatal (Zahid
Ilyas. 2002 )
Penurunan kualitas dan kuantitas sapi dapat menhambat pertumbuhan perekonomian usaha
peternakan sapi di Indonesia. Sehingga dalam usaha peternakan salah satu kunci memperoleh
keberhasilan adalah dengan kualitas bibit yang digunakan, bibit mempunyai kualitas yang baik,
genetik yang baik, mempunyai ciri fisik yang baik. Dengan bibit yang baik dan berkualitas maka
akan meningkatkan produktivitas hasil ternak dari tujuan usaha yang dijalankan, namun bibit
bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan usaha peternakan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas bibit yang dihasilkan adalah genetik dan linkungan, bibit yang digunakan
dalam pembibitan ternak dapat berasal dari bibit dari dalam (lokal) maupun bibit dari luar
negeri, tergantung dari tujuan pembibitan apakah akan digunakan sebagai produk akhir atau
dikembangkan lagi. Untuk menghasilkan bibit-bibit yang baik dapat dilakukan dengan beberapa
cara: Melakukan Seleksi Seleksi dilakukan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu
genetik yang baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ternak yang kurang baik
untuk disingkirkan dan dipelihara dengan dipisahkan dari bibit yang baik. Penselekian dapat
dilakukan dengan melihat genetik dan sifat fisik ternak. Perkawinan Silang Dalam Silang Dalam
adalah perkawinan antara dua individu ternak yang masih mempunyai hubungan kekerabatan
(keluarga). Tujuan dari silang dalam ini adalah untuk mencari (menghasilkan) individu yang
sama jenisnya. Misalnya Sapi Simental dikawinkan dengan bangsa limosin akan menghasilkan
pertumbuhan yang baik pada pertumbuhannya, tetapi apabila dilakukan penyilangan secara
terus menerus maka akan menghasilkan keturunan yang kurang baik
Kebijakan pemerintah untuk mendorong agar usaha pembibitan ternak sapi dapat berkembang
pesat antara lain adalah: (i) dukungan untuk menghindari dari ancaman produk luar yang tidak
ASUH, ilegal, dan barang-barang dumping, melalui kebijakan tarif maupun non-tarif; (ii)
dukungan dalam hal kepastian berusaha, keamanan, terhindar dari pungutan liar dan pajak yang
berlebihan; (iii) dukungan dalam hal pembangunan sarana pendukung, kelembagaan,
permodalan, pemasaran, persaingan usaha yang adil, promosi, dan penyediaan informasi, serta
(iv) dukungan agar usaha peternakan dapat berkembang secara integratif dari hulu-hilir, melalui
pola kemitraan, inti-plasma, dan memposisikan yang besar maupun kecil dapat tumbuh dan
berkembang secara adil. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong investasi yang mampu
menciptakan lapangan kerja untuk kegiatan budidaya bagi 200.000 tenaga kerja, serta satu juta
tenaga kerja dalam kegiatan hulu dan hilir. Dengan demikian pengembangan agribisnis sapi di
Indonesia akan mampu menjawab tantangan yang dihadapi bangsa dalam hal ketahanan
pangan, lapangan kerja, kesejahteraan masyarakat, devisa, serta perekonomian nasional(. Zahid
Ilyas. 2002 )
C. Pengembangan Ipteks
Implikasi dari wasasan atau cara pandang telah membuahkan tiga pendekatan kelihatan makin
realistik untuk mencapai keberhasilan tujuan pembangunan pembibitan peternakan sapi,
pendekatan teknis, pendekatan terpadu dan pendekatan agrobisnis. Sasaran utama pendekatan
teknis adalah peningkatan populasi pembibitan ternak sapi melalui kegiatan inseminasi buatan,
penyebaran pejantan dan induk, penurunan tingkat kematian, pengendalian pemotongan hewan
betina produktif serta larangan ekspor ternak hidup. (Edhy, Sudjarwo. 2000)
Sasaran pendekatan terpadu adalah peningkatan produksi melalui intensifikasi dengan
memadukan aspek teknologi produksi (bibit, pakan, pemeliharaan dan reproduksi). Aspek
ekonomis yang menyangkut penanganan pasca panen serta pemasaran, aspek sosial, yakni
pengorganisasian peternak dalam suatu kelompok/koperasi. Sedangkan pendekatan agribisnis
terletak pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan mengelola seluruh aspek siklus
produksi (sejak pengadaan dan penyebaran sarana produksi, budidaya,
pengolahan sampai ke pemasaran) secara seimbang.
Secara mandiri swasta dapat bergerak di sektor hulu (usaha penyediaan calon induk, penyediaan
pejantan, penyediaan semen, pabrik pakan mini,dll), serta di kegiatan hilir (RPH, industri
pengolahan daging, susu, kulit, kompos dll.). Usaha-ternak budidaya oleh swasta dilakukan
melalui pendekatan pola kemitraan, dimana peternak menghasilkan bakalan dan inti membeli
untuk digemukkan atau langsung dipasarkan. Variasi dari pola kemitraan dan investasi dalam
pengembangan ternak potong, sistem integrasi mungkin cukup beragam, dan harus disesuaikan
dengan kondisi setempat.
Investasi penyediaan bibit unggul, untuk calon induk maupun pejantan adalah sangat strategis,
karena saat ini praktis banyak pihak yang merespon perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Namun ke depan kegiatan ini justru harus dilakukan oleh swasta atau peternak kecil yang maju.
Investasi untuk usaha ini dapat dimulai dengan skala sedang 200-500 ekor untuk kemudian
dikembangkan menjadi usaha yang besar. Investasi yang diperlukan usaha ini sedikitnya sekitar
Rp. 0,5-1 milyar, tidak termasuk kebutuhan lahan. Diharapkan usaha ini dapat dikembangkan di
kawasan perkebunan yang sudah tersedia bahan pakan yang memadai. Sementara itu investasi
untuk pabrik pakan, pabrik obat, pabrik kompos, pabrik pengolahan susu, dll., dapat disesuaikan
dengan kapasitas yang diperlukan, yang bernilai setara dengan nilai investasi pada ternak
lainnya.
Dukungan kebijakan investasi perlu menyertakan petani sebagai end user dan pada akhirnya
memberikan titik terang dalam pemberdayaan petani, peningkatan kesejahteraan disamping
penambahan devisa dari ekspor bila pasar ekspor ke negara-negara jiran dapat dimanfaatkan.
Untuk mendukung pembangunan/ revitalisasi pertanian dan menciptakan iklim investasi guna
pengembangan dan peningkatan mutu ternak potong diperlukan berbagai kebijakan, antara lain:
(a) penyederhanaan prosedur dan persyaratan untuk investasi usaha pengembangan peternakan
kado; (b)penyediaan kredit bagi hasil dan (c) penyediaan informasi (harga dan teknologi).
Dalam upaya memperoleh bibit yang berkualitas pola dan teknik pengembangbiakan yang
terprogram memegang peranan yang sangat menentukan. Teknologi dalam bidang reproduksi
saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan dengan mempertimbangkan berbagai
segi teknik pengembangbiakan yang dilaksnakan di Baturraden saat ini adalah :
a). Inseminasi Buatan ( IB ).
Pelaksanaan IB di Baturraden dilakukan dengan mempergunakan FS elite bull. Pengaturan
penggunaan pejantan/FS dilakukan untuk meningkatkan kualitas keturunan dan menghindarkan
terjadinya perkawinan sedarah ( In breeding ). (Edhy, Sudjarwo. 2000)
masih rendah sekaligus resiko ikutan berupa penurunan kesuburan reproduksi ternak pasca
flushing menjadi tantangan bagi BBPTU Baturraden dan BET Cipelang selaku institusi teknis yang
bertanggungjawab dalam aplikasi TE di Indonesia. (Edhy, Sudjarwo. 2000)
Dalam rangka mendukung pengembangan TE di Indonesia BBPTU Baturraden mengalokasikan
20% dari populasi induk dan dara yang akan di pergunakan sebagai donor dan resipien. (Edhy,
Sudjarwo. 2000)
Ternak Pengganti ( Replacement Stock ) diprogram secara teratur setiap tahun
Replacement ternak diperuntukkan agar porposi populasi ternak produktif dapat terjaga, hal ini
sangat penting untuk memenuhi target produksi bibit yang telah diterapkan (Edhy, Sudjarwo.
2000)
II. Interaksi Antara Genetik dan lingkungan Terhadap Produktivitas Sapi
a. Produksi daging
Performans atau penampilan individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen di dalam pasangan kromosom yang
dimiliki oleh individu dan faktor genetik sudah ada sejak terjadinya pembuahan atau bersatunya
sel telur dengan sel sperma. Pengaruh faktor genetik ini dapat diwariskan kepada anak
keturunannya. (Sri Rachma Aprilita. 2009)
Pengaruh lingkungan dan genetic terhadap ternak dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Dimana Pengaruhnya secara langsung adalah terhadap tingkat produksi melalui
metabolisme basal, konsumsi makanan, gerak laju makanan, kebutuhan pemeliharaan,
reproduksi pertumbuhan. Dimana kesemuanya ini berpengaruh pada kualitas dan kuantitas
daging.( Sri Rachma Aprilita. 2009)
Faktor genetic dan lingkungan adalah faktor yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap
tingkat produksi daging. Di antara sekian banyak komponen , yang paling nyata pengaruhnya
terhadap produksi daging, terutama pada masa laktasi penggemukan adalah temperatur, yang
selalu berkaitan erat dengan kelembaban.Supaya dapat berproduksi baik, sapi harus dipelihara
pada kondisi lingkungan yang nyaman (comfort zone), dengan batas maximum dan minimum
temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada thermo neutral zone. Di luar kondisi ini
sapi akan mengalami stres. Stres yang banyak terjadi adalah stres panas. Hal ini disebabkan THI
berada di atas THI normal.
Produktivitas ternak merupakan fungsi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik
merupakan faktor yang menentukan kemampuan produksi, sedangkan faktor lingkungan
merupakan faktor pendukung agar ternak mampu berproduksi sesuai dengan kemampuannya.
Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain pakan, pengelolaan, dan perkandangan,
pemberantasan dan pencegahan penyakit serta, faktor iklim baik iklim mikro maupun iklim
makro. Sehingga dalam hal ini lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar
terhadap penampilan produksi seekor ternak. Hal ini telah dibuktikan bahwa keunggulan genetik
suatu bangsa ternak tidak akan ditampilkan optimal apabila faktor lingkungannya tidak sesuai.
Seperti telah disebutkan bahwa salah satu faktor lingkungan yang merupakan kendala utama
tidak dapat terekspresinya secara optimal potensi produksi ternak adalah iklim mikro dan iklim
makro.
b. Produksi Susu
Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi.keduanya. Musim, curah
hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban, tahun pemeliharaan dan peternakan juga
merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi performan produksi susu, dan pada
kenyataannya faktor-faktor tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan
keragamanproduksi susu (INDRIJANI, 2008).
Namun untuk menyederhanakan pengamatan, banyak peneliti yang melihat hubungan antara
produksi susu dengan masing-masing faktor secara terpisah. Keragaman produksi susu pada
suatu populasi sapi perah merupakan suatu alasan pentingnya untuk dilakukannya seleksi.
(INDRIJANI, 2008).
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai perusahaan peternakan di
Indonesia, faktor musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, dan kelembaban kurang
berpengaruh terhadap keragakam produksi susu secara keseluruhan. Hal ini dapat terjadi karena
meskipun di Indonesia ada dua musim yaitu musim hujan dan kemarau, tetapi perbedaan kedua
musim tersebut relatif tidak ekstrim seperti yang terjadi di daerah subtropis(INDRIJANI, 2008).
Faktor tahun pemeliharaan dan peternakan yang dilaporkan lebih banyak mempengaruhi
keragaman dalam produksi susu dibandingkan dengan faktor-faktor
lainnya. Pada pengamatan selama beberapa tahun dapat terlihat adanya perubahan pada
produksi susu karena adanya perbedaan tata laksana pemeliharaan, pemberian pakan, maupun
perubahan mutu genetik ternak karena adanya seleksi(INDRIJANI, 2008).
Sapi perah di Indonesia pada umumnya bangsa Friesian Holstein (FH) dan keturunannya,
dengan tujuan pemeliharaan untuk mendapatkan produksi susu. Produksi susu pada dasarnya
merupakan hasil interaksi antara faktor‐faktor genetik dan lingkungan. Untuk mendapatkan
produksi susu yang optimal salah satu cara dilakukan dengan perbaikan mutu genetik dengan
tujuan memperbaiki genetik populasi generasi
keturunan berikutnya melalui program seleksi yang terarah. (INDRIJANI, 2008).
melahirkan
Sapi Potong menunjukkan birahi kembali setelah beranak antara 2-4 bulan (Pane, 1979).
k. Umur Penyapihan sapi Bali
Umur penyapihan pada sapi umumnya pada umur 5-6 bulan
Afkir (Culling)
Pengeluaran ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit
(afkir/culling), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut Untuk sapi bibit jantan
peringkat terendah dikeluarkan sebagai ternak afkir dan Sapi betina yang tidak
memenuhi persyaratan sebagai bibit dikeluarkan sebagai ternak afkir.
Pemberian Identitas
Pemberian identitas ternak merupakan suatu tindakan untuk memberikan tanda pada
1) Klasifikasi
Bibit sapi Brahman Cross diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
(1) Bibit dasar (elite atau foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang
mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata
(2) Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar
(3) Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari pengembangan bibit induk.
2) Standar Mutu
Bibit ternak sapi Brahman Cross harus memenuhi persyaratan teknis minimal :
(1) Persyaratan umum
Sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata, tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki
dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya.
sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing, serta tidak
menunjukkan gejala kemajiran
Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya
(2) Persyaratan Khusus:
B. Seleksi Bibit
Seleksi sapi Brahman Cross dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi
Brahman tersebut, dengan menggunakan kriteria seleksi sebagai berikut :
5) Berat Sapih
Berat sapih adalah berat pada saat pedet dipisahkan pemeliharaannya dengan induk. Berat sapih
merupakan salah satu ukuran untuk menentukan tingkat pertumbuhan ternak dari saat
dilahirkan sampai disapih. Standarisasi bobot sapih yang paling umum 205 hari. Berat sapih
merupakan sifat yang paling awal dan murah yang dapat digunakan dalam kriteria seleksi. Berat
Sapih sangat penting dalam melakukan seleksi karena dapat memberikan gambaran kemampuan
produksi induk maupun kemampuan mengasuh anak serta kemampuan tumbuh pedet itu
sendiri.
C. Pengukuran Ternak
atau menggunakan asumsi dengan pita ukur (measuring tape) yang ada korelasi antara lingkar
dada dab berat badan
(2) Penimbangan dilakukan pagi hari sebelum sapi diberi makan
(3) Hasil penimbangan dinyatakan dalam Kilogram (Kg)
D. Perkawinan
Metode perkawinan dapat dilakukan dengan pejantan kawin alam (1 pejantan/ 10 betina/ tahun)
atau Inseminasi Buatan (IB) dengan mencegah perkawinan saudara (inbreeding). Pertimbangan
penting dalam pemilihan perkawinan adalah sebagai berikut :
3) Brahman Cross (kawin alam), anak hasil bunting bawaan diseleksi untuk dijadikan pejantan
unggul dan dikawinkan sesamanya.
F. Recording (Catatan)
Recording harus dibuat sederhana dan mudah dimengerti. Sehingga dapat memberi informasi
ternak secara individu maupun keseluruhan. Recording tersebut meliputi
1) Identitas sapi (no sapi/ nama, bangsa, kelamin, tanggal lahir, silsilah , gambar/foto),
2) Reproduksi (Perkawinan, melahirkan, catatan kebuntingan, kasus infertilitas, keguguran,
prolapsus uteri, serta gangguan reproduksi lainnya),
3) Kesehatan ternak (pengobatan, vaksinasi, penyakit yang diderita, hasil pemeriksaan
laboratorium),
4) Pengukuran (minimal berat badan saat lahir, sapih, 1 tahun),
5) Mutasi ternak.
(6)Produksi susu
Tanggal pemerahan
Nomor ear tag sapi
Jumlah laktasi
Produksi susu pagi dan sore hari
Kadar lemak
(7)Pubertas
Berat saat birahi pertama
Umur saat birahi pertama
(8)Gangguan reproduksi
Nomor ear tag sapi
Tanggal kejadian
Nama gangguan reproduksi
Catatan yang baik adalah yang mudah dimengerti, sederhana tetapi lengkap dan teliti. Catatan
tidak boleh hilang dan dilaksanakan secara terus-menerus sehingga dapat berguna terutama
untuk seleksi dan peningkatan produktivitas ternak.
G. Sertifikasi
Sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi. Dalam hal ini belum
ada lembaga sertifikasi yang terakreditasi, sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh pejabat yang berwenang (BPTU, Dinas Peternakan, asosiasi)
Sertifikasi bertujuan untuk meningkatkan nilai ternak. Sertifikat bibit sapi terdiri dari:
1) sertifikat proven bull untuk sapi jantan hasil uji progeny
2) sertifikat pejantan dan betina unggul untuk sapi hasil uji performans
3) sertifikat induk elit untuk sapi induk yang telah terseleksi dan memenuhi standar
SELANG BERANAK
CALVING INTERVAL PADA SAPI
Days Open/Calving Interval/Jarak Beranak adalah jumlah hari/bulan antara kelahiran
yang satu dengan kelahiran berikutnya. Panjang pendeknya selang beranak merupakan
pencerminan dari fertilitas ternak, selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah
masa kering atau waktu kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek
menyebabkan produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada
periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada sapi perah adalah 12
bulan termasuk selang antara beranak dengan perkawinan pertama setelah beranak (Sudono,
1983). Selang beranak merupakankunci sukses dalam usaha peternakan sapi (pembibitan),
semakin panjang selang beranak, semakin turun pendapatan petani peternak, karena jumlah
anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif. Meningkatkan produksi dan
reproduktifitas ternak dengan memperpendek selang beranak (calving interval) dengan
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran memiliki
selang beranak yang panjang) (sudono, 1983),
Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh anestrus pasca beranak (62%), gangguan
fungsi ovarium dan uterus (26%), 12 % oleh gangguan lain (Thoelihere, 1981). Dalam upaya
memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas sapi perah yang mengalami keadaan seperti
diatas, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi secara terpadu antara induksi birahi dan
ovulasi dengan Inseminasi Buatan (IB) pada waktu yang ditentukan/ Fixed Time Atrificial
Inseminasi (AI) (Siregar. 1992).
Panjangnya periode waktu dari kelahiran sampai estrus pertama merupakan sebagian
besar faktor yang ikut menyebabkan rendahnya efisiensi reproduksi. Jarak beranak yang lama
atau panjang menyebabkan turunnya produksi susu secara keseluruhan pada sapi perah,
penurunan jumlah pedet yang dihasilkan, peningkatan biaya produksi dan perkandangan untuk
pemeliharaan, oleh sebab itu kerugian besar jika potensi untuk menghasilkan pedet terganggu
karena kegagalan sapi menjadi bunting. Periode anestrus yang panjang pada sapi pasca beranak
dan menyusui akan menurunkan jumlah pedet yang dihasilkan dan dapat menyebabkan
kerugian pada perusahaan sapi potong.
Usaha yang dilakukan untuk memperpendek Days Open/Calving Interval/selang beranak
antara lain:
1.Ketepatan mendeteksi estrus dan Inseminasi Buatan (IB) pasca beranak
Ada beberapa metode yang perlu dilakukan dan yang sering digunakan yaitu. metode non
hormon seperti, penyapihan pedet secara komplit, temporer, metode hormon seperti GnRH,
gonadotropin (FSH, HCG) dan hormon steroid seperti estrogen. Alternatif untuk menurunkan
kejadian anestrus dan infertilitas adalah memperketat musim kawin sampai kurang dari 45 hari,
memberi nutrisi yang lebih baik sehingga BCSnya antara 5-7 sebelum kelahiran.
Peternak harus dapat mengetahui dasar mendeteksi estrus dan membedakan keadaan
estrus pada sapi betinanya, karena pada sapi post partus sering terjadi birahi pendek
(subestrus)/silent heat (birahi tenang). Deteksi estrus dapat dilakukan dua kali sehari, paling
sedikit pagi dan sore hari, atau pada kelompok yang besar dapat dilakukan dengan
menggunakan pejantan yang dikastrasi, atau device estrus detector seperti Chin ball matting
(New Zealand), atau dapat juga dengan pemeriksaaan progesteron susu atau plasma darah.
Apabila terdapat sapi yang estrus harus segera melaporkan kepetugas inseminator atau kedinas
peternakan setempat.
Panjang estrus rata-rata pada sapi adalah 20 hari untuk dara dan 21-22 hari untuk sapi betina
dewasa. Periode estrus dapat dinyatakan saat dimana sapi-sapi betina tetap sedia dinaiki baik
oleh sapi betina maupun sapi jantan, periode itu adalah rata-rata 18 jam, dan ovulasi 10-15 jam
setelah berakhirnya estrus., perkawinan dan dan konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang
dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam setelah ovulasi, dan
disarankan spermatozoa dari pejantan harus hadir pada tempat feretilisasi sekurang-kurangnya 6
jam, atau bila saat itu dilakukan kawin alami/Inseminasi Buatan (IB) kemungkinan akan terjadi
fertilisasi (Frandson, 1992)
Ketepatan deteksi estrus penting untuk efisiensi waktu reproduksi ternak, semakin cermat
deteksi waktu estrus (baik sifat/tingkah laku maupun keadaan reproduksi sapi betina (estrus
awal, pertengahan, dan akhir estrus) maka akan cepat tercapai angka konsepsi dan angka
kelahiran tinggi. Tingkat kebuntingan dan jarak beranak/bunting dipengaruhi oleh ketepatan
deteksi estrus sampai 80 %, akan tetapi gejala estrus yang tidak jelas dan kesibukan peternak
akan menyebabkan terjadinya jarak kebuntingan yang lama. Kesalahan deteksi estrus akan
merugikan peternak dan waktu selang estrus menjadi menjadi lama, bila deteksi estrus tidak
tepat dan kemudian dilakukan inseminasi, kemungkinan tidak akan terjadi konsepsi dan harus
menunggu estrus berikutnya. Sapi-sapi yang tidak mempunyai masalah (normal) akan
menunjukkan estrus post partus sekitar 21-30 hari jika sampai 60 hari post partus belum
menunjukkan estrus, dapat dipastikan sapi tersebut mempunyai masalah dan perlu
pemeriksaaan lebih lanjut.
Lamanya jarak waktu melahirkan sampai bunting kembali turut menentukan efisiensi reproduksi
pada usaha peternakan sapi perah, jarak waktu yang baik adalah disesuaikan dengan masa
purpureum induk sapi yang baru melahirkan dimana pada masa purpureum terjadi proses
involusi uterus, regenerasi endometrium, dan kembali siklus secara normal, sehingga apabila
perkawina dilaksanakan setelah ini, maka akan dihasilkan angka kebuntingan yang tinggi dan
endometrium telah siap memelihara kebuntinag yang akan terjadi. Involusi uterus ± 47-50 hari
setelah kelahiran, involusi uterus diperpanjang karena adanya kelainan proses kelahiran seperti
distokia, retensi plasenta, prolapsus uterus, endometritis, kelahiaran kembar akan dapat
memperpanjang terjadinya involusi uterus, sehingga kadaan ini akan memperlama timbulnya
estrus pertama pasca beranak, atau estrus yang tidak teramati (Pentodihardjo. 1985).
2. Peningkatan Sumber Daya Manusia Inseminator
Ketepatan waktu inseminasi merupakan hal yang berpengaruh terhadap terjadinya
konsepsi, dan jarak beranak. Inseminasi pada waktu yang tepat yaitu pada waktu sapi sedang
estrus, karena pada waktu itu kemungkinan akan terjadi fertilisasi pada sapi yang sehat jika
dilakukan inseminasi dengan semen yang sehat. Sebagian besar sapi bunting pada kawin
pertama apabila pelaksanaan IB tidak tepat dan pengetahuan peternak tentang reproduksi
ternak rendah akan mempengaruhi keberhasilan kebuntingan, kegagalan deteksi estrus akan
menambah waktu kosong umur reproduksi ternak dan akan merugikan peternak. Untuk
mengetahui saat yang tepat untuk mengawinkan sapi agar mendapatkan kebuntingan adalah
perlu diketahui siklus estrusnya, lama periode estrusnya, dan saat ovulasinya, sehingga dapat
ditentukan waktu optimum untuk melakukan perkawinan alami atau Inseminasi Buatan (IB).
waktu yang optimum untuk melakukan inseminasi adalah pada saat liang rahim terbuka yaitu
pada saat birahi lengkap atau baru saja selesai birahi atau ± 18 jam, hal itu dapat diketahui
dengan adanya leleran transparan yang keluar dari vagina, menaiki sapi lain, atau sapinya
bersuara. Jika lebih dari 24 atau 28 jam setelah estrus, waktu inseminasi sudah tidak baik
bahkan kemungkinan akan gagal karena estrus sudah selesai dan ovum tidak aktif lagi.
Perkawinan dapat berhasil bila dilakukan setelah masa involusi uterus telah berakhir secara
komplit dan normal sehingga implantasi embrionik dapat terjadi secara sempurna, kalau tidak
maka akan terjadi abortus, dan akan memperpanjang selang beranak. Keberhasilan inseminasi
dipengaruhi oleh keterampilan inseminator, dan kegagalan inseminasi karena keterlambatan
perkawinan, semen yang rusak, kesalahan inseminator dalam mendeposisikan semen (Subagyo,
1996). Oleh karena itu inseminator dituntut untuk memahami tentang ciri-ciri waktu sapi estrus,
lamanya estrus dan waktu lamanya ovulasi sehingga waktu inseminasi dapat dilakukan dengan
benar baik waktu maupun deposisi semennya dengan harapan dapat terjadi konsepsi.
Dianjurkan agar estrus yang berlangsung kira-kira 18 jam dibagi menjadi tiga (tiap kolom 6
jam), dan inseminasi yang dilakukan pada 6 jam kedua setelah tanda-tanda estrus akan
menghasilkan angka konsepsi yang tinggi (Toelihere, 1981).
3. Manajemen Pakan
Pakan merupakan faktor penting pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama sapi
perah pasca beranak, pakan yang kurang baik dalam jumlah maupun kualitasnya menyebabkan
terganggunya fungsi fisologis reproduksi ternak. Pemberian pakan dasar, pakan konsentrat, dan
pakan aditif dengan kandungan nutrisi yang tidak seimbang dan tidak kontinyu akan
menimbulkan strees dan akan menyebabkan sapi rentan terhadap penyakit dan terjadi
gangguan pertumbuhan dan gangguan fungsi fisiologi reproduksi ternak.
Banyak sedikitnya jumlah energi dalam pakan (kandungan bahan kering) berpengaruh pada
organ reproduksi dan aktivitas ovarium, bila terjadi ketidak seimbangan energi dalam pakan
(intake) dengan energi untuk pertumbuhan akan menurunkan birahi pada ternak muda yang
sedang tumbuh dan pada sapi perah dewasa pasca beranak, dan ketidakaktifan ovarium yang
menyebabkan anestrus terlambatnya pubertas pada semua jenis ternak dan akan
memperpanjang anestrus pada sapi yang sedang laktasi. Birahi pertama beranak akan tertunda
bila energi yang dikandung dalam pakan sebelum dan sesudah beranak rendah, hal tersebut
akan mempengaruhi siklus birahi berikutnya dan akan memperpanjang selang beranak.
Rumput kering yang jelek biasanya akan menyebabkan defisiensi vitamin yang kompleks,
defisiensi cobalt (Co), yang dapat menyebabkan rendahnya nafsu makan sehingga intake energi
dan nilai gizi dan vitamin pakan berkurang, akibatnya pubertas pada sapi dara akan terlambat
dan kegagalan estrus pada induk. Kendala tersebut diatas dapat diatasi dengan pemberian
Biosuplemen probiotik kedalam pakan konsentrat. Probiotik adalah mikroba hidup dalam media
pembawa yang menguntungkan ternak karena dapat menciptakan keseimbangan mikroflora
dalam saluran pencernaan sehingga menciptakan kondisi yang optimum untuk pencernaan
pakan dan meningkatkan efisinesi konversi pakan sehingga memudahkan dala proses
penyerapan zat nutrisi ternak, menigkatkan kesehatan ternak, mempercepat pertumbuhan,
memperpendek jarak beranak, menurunkan kematian pedet. Dan pemberian kombinasi dengan
bioplus probiotik Saccharomyces cerevilae (PSc) yang berguna untuk mengatasi penurunan
kesehatan reproduksi ternak.
4. Manajemen Pedet
Perawatan pedet yang baru lahir diperlukan untuk mendapat kondisi kesehatan yang baik dan
pertumbuhan yang normal. Jika pedet sehat dan normal dan kuat, biasanya beberapa jam
setelah dibersihkan dan dikeringkan pedet dapat berdiri sendiri dan menyusui pada
induknya.Setelah lahir, pedet langsung dipisahkan dari induknya agar induk tidak mengenal
anaknya dan pedet tidak dibiarkan menyusu pada induknya, jika dibiarkan maka akan
menghabiskan banyak susu juga akan mempersulit pemerahan dan yang lebih penting lagi
adalah induk sapi akan sulit untuk birahi lagi, karena produksi susu yang tinggi akan
menghambat sekresi hormon FSH untuk pembentukan dan perkembangan folilkel baru
(Sindurejo, 1960). Pedet disapih umur 60 hari, selama itu ± 135-225 kg susu yang dihabiskan
jika tidak disapih. Oleh karena itu diberi susu pengganti 2,5-3,5 kg perhari. Penyapihan dini pada
umur 28 hari sampai 60 hari tergantung kecepatan pedet memakan hijauan serta konsentrat
padat. Tetapi untuk pedet minum kolustrum ± 5 hari sejak dilahirkan adalah penting dan tidak
bisa digantikan dengan minuman lain, karena kolustrum banyak mengandung zat antibodi,
makin cepat kolustrum masuk kedalam abomasum dan intestinum, makin cepat pula antibodi
diserap kedalam darah dan secepatnya pula pedet dapat melawan penyakit. Selain itu kolustrum
sebagai laksansia untuk membantu pencernaan untuk mengeluarkan tahi gagak dalam saluran
pencernaan yang dapat mempercepat pertumbuhan kuman. Oleh karena itu pedet jika disapih
harus diadaptasikan dengan cara memberi susu dengan ember, pedet diajar untuk menjilat-jilat
dan menghisap jari telunjuk, kemudian perlahan-lahan jari diturunkan ke ember yang berisi susu
dengan kepala pedet sedikit ditekan kebawah agar dapat mencapai susu, setelah moncong
pedet mencapai susu dan menelanya, jari telunjuk kita dapat dilepas. (Sindurejo, 1960).
5. Mencegah Kawin Berulang Dan Penanganan Penyakit
Kawin berulang disebabkan oleh kegagalan pembuahan, dan kematian embrio dini.
Kematian embrio disebabkan oleh adanya infeksi, hormonal, nutrisi, toksik, dan lingkungan.
Kematian embrio bisa dikuti oleh penyerapan embrio oleh uterus, dan memakan waktu lebih
banyak sehingga siklus estrus diperpanjang, perpanjangan siklus estrus mungkin hanya 2-3
bulan, pada bulan keempat sapi kembali birahi, kalau embrionya besar dan bertulang, siklus
estrus diperpanjang bisa satu periode kebuntingan (Pentodihardjo. 1985). Untuk mengatasi hal
tersebut diatas, sebelum dikawinkan dengan pejantan fertil atau dengan semen yang sehat,
perlu dilakukan pemeriksaan perektal untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas ovarium,
saluran reproduksi atau adanya infeksi uterus. Untuk mencegah kematian embrio dini, infertilitas
pejantan perlu diperiksa, melakukan inseminasi pada waktu yang tepat, memberi asupan nutrisi
dan energi yang cukup selama masa kebuntingan (Siregar. 1992)
Usaha untuk memperpendek jarak beranak/calving Interval/Days open pada ternak sapi adalah
deteksi estrus yang tepat agar dapat dilakukan inseminasi dengan tepat pula, pengetahuan dan
sumber daya manusia inseminator perlu ditingkatkan, manajemen pakan yang baik selama masa
kebuntingan dengan asupan nutrisi dan energi yang seimbang, penyapihan dini terhadap pedet
yang baru dilahirkan, mencegah terjadinya kematian embrio dini yang akan menyebabkan
tejadinya kawin berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi ternak edisi ke 4. Gadjah Mada University press.
Yogyakarta
Pentodihardjo. S. 1985. Ilmu Reproduksi Hewan, Cetekan ke 2 . Mutiara jakarta.
Sindurejo, S. 1960 Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu . Prospek Pengembangan produksi
ternak Pusat Direktorat pengembangan produksi Trenak Dirjen Peternakan.
Siregar. S.B., 1992. Dampak Jarak Beranak Sapi Perah Induk Terhadap Pendapatan Peternak
Sapi Perah.BLPP Cinagara. Deptan
Subagyo S. 1996. Bahan Kuliah Fisiologi dan teknologi Reproduksi . Fakultas Kedokteran Hewan
Univeersitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Subronto dan ida T., 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University press. Yogyakarta
Sudono., 1983. Produksi Sapi Perah, depeartemen ilmu produksi ternak,. Fakultas peternakan
IPB.
Toelihere. R.M., 1981 Inseminasi Pada Ternak. Angkasa bandung.
Ternak sehat dapat diamati dari tingkah lakunya baik dari jarak dekat maupun jarak
jauh. Tingkah laku ternak sehat ditunjukkan dengan kelincahan, kegesitan gerak dan
tingkah laku makan/ruminasi. Ternak yang sehat menggambarkan gerakan yang aktif,
sikapnya sigap selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang
mencurigakan. Sudut matanya bersih tanpa adanya perubahan warna diselaput lendir
dan kornea matanya. Ekor selalu aktif mengusir lalat. Kulit bulu halus dan mengkilat,
pertumbuhan bulu merata dipermukaan tubuhnya. Secara fisik, ternak sehat dinilai dari
frekuensi pernafasannya yang normal, antara lain untuk ternak kuda 8-10 kali/menit,
sapi 10-30 kali/menit, domba dan kambing 10-20 kali/menit. Suhu tubuhnya juga berada
diambang normal, yaitu kuda 38 0C; sapi 38,5 0C; kerbau 38,2 0C; dan domba 39 0C.
Pemeriksaan umum hewan penderita penyakit dimulai dari jarak yang tidak menganggu
ketenangan dan sikap ternak. Seringkali ternak mengalami kegelisahan karena langsung
didekati saat memeriksa. Pemeriksaan dari jauh harus dilakukan dari berbagai arah
tubuh ternak. Tingkah laku ternak perlu diperhatikan, dalam keadaan berdiri atau
tiduran, adanya rasa sakit yang ditandai dengan cara berdiri yang tidak bebas,
pembagian pembebanan berat badan yang tidak merata dan sikap kaku. Posisi abnormal
lain yaitu ternak berguling, menendang perutnya sendiri yang menunjukkan sakit
dibagian perut. Ternak sakit yang sedang makan, ditunjukkan dengan kelainan cara
mengunyah pakan, pengunyahan secara intermiten disebabkan rasa sakit saat itu. Pakan
yang jatuh atau keluar lagi dari mulut dapat dikarenakan gangguan syarat pada mulut.
Tingkah laku lain yang harus diperhatikan yaitu kemampuan lidah dan bibir dalam
mengambil pakan.
Pemeriksaan pada ternak yang diduga sakit hendaknya dimulai dari pengamatan jarak
jauh baru kemudian diperdalam dengan pengamatan dekat. Keserasian dan kesimetrisan
pada kedua sisi tubuh perlu menjadi perhatian. Pemeriksaan simetri terbaik dilakukan
dari sisi depan dan belakang, sedang keselarasan dilihat dari samping kiri dan kanan.
Pemeriksaan terhadap wilayah tubuh ternak, kulit bulu dan kemungkinan adanya
lesi/luka dan parasit. Kulit yang longgar dileher saat dicubit untuk menilai tingkat
dehidrasi tubuh.
Wilayah kepala dan leher diperiksa konformasi dan simetrinya. Mata diperiksa pada
kemampuan melihatnya dengan menggerakkan tangan pemeriksa. Gerakan mata
abnormal (nystagmus) dan juling (strabismus) ditemukan pada penyakit syaraf.
Pemeriksaan lubang hidung dilakukan terhadap adanya leleran hidungberbau tidak
wajar, lesi dan pendarahan serta aliran udaranya. Saliva yang berlebihan dan berbau
buuk menunjukkan adanya benda asing didalam mulut. Pemeriksaan palpasi dilakukan
terhadap otot-otot pengunyah dan kelenjar limfe.
seimbang. Tidak cukupnya nutrisi dapat mengakibatkan penyakit seperti grass tetany, milk fever,
ketosis, white muscle dissease. Selain itu pakan yang kurang akan menimbulkan masalah
parasit, gangguan pencernaan, kegagalan reproduksi dan penurunan produksi.
Penanganan kesehatan merupakan salah satu hal yang memiliki peranan penting dalam
memperoleh pejantan yang sehat. Selain itu ternak juga penting untuk diperiksa, agar dapat
mendeteksi infeksi penyakit-penyakit tertentu. Penyakit pada masing-masing jenis juga berbeda,
misalnya pada sapi Bali yang paling umum adalah Jembrana (Gregory, 1983). Adapun upaya
yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak meliputi tindakan karantina, pemeriksaan
kesehatan harian, penanganan kesehatan hewan, pemotongan kuku, desinfeksi kandang, kontrol
ektoparasit, pemberian vaksin, pemberian obat cacing, biosecurity maupun otopsi.
1. Tindakan Karantina
Ternak yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan pada kandang/
tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu pada kandang sementara untuk
proses adaptasi yang memerlukan waktu sekitar beberapa minggu. Dalam proses adaptasi
ternak diamati terhadap penyakit cacing (dengan memeriksa fesesnya), penyakit orf, pink eye,
kudis, diare, dan sebagainya. Apabila positif terhadap penyakit tertentu segera diobati dan
lakukan isolasi. Dalam adaptasi ini juga termasuk adaptasi terhadap jenis pakan yang akan
digunakan dalam usaha ternak kambing. Pada adaptasi ini biasanya harus disiapkan berbagai
obat-obatan untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit. Setelah
7-21 hari ternak dalam keadaan sehat, maka siap untuk dipindahkan dalam kandang utama
Tujuan dari karantina adalah untuk memastikan ternak yang baru datang dari luar
wilayah peternakan terbebas dari penyakit. Kandang karantina harus terletak jauh dari lokasi
perkandangan ternak pejantan yang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari penularan
penyakit oleh ternak yang baru di datangkan.
mengelola ternak sapi potong. Ternak sapi potong, sejak dulu sudah dikenal banyak orang.
Namun masih sedikit masyararakat yang benar-benar menjadikan sapi potong sebagai lahan
usaha atau bisnis,melainkan masyarakat beternak sapi potong sebagai barang simpanan saja.
Keberhasilan dalam mengelola ternak sapi potong selain dalam hal pemberian pakan dan
nutrisi,perkandangn,lingkungan yang cocok, pengendalian kesehatan ternak sapi potong juga
sangat perlu diperhatikan. Mencegah penyakit menular maupun tidak menular pada sapi potong
juga perlu diperkuat, karena jika sudah terkena penyakit akan menjadi masalah. Terutama pada
pemnambahan biaya yang harus dikeluarkan selain itu bisa mengurangi kualitas sapi potong.
jika peternak selalu menjaga ternaknya dalam kondisi yang sehat maka produksinya pun
akan optimal dan jika sebaliknya peternak tidak menjaga ternaknya produktifitasnya akan
menurun akibatnya terjadi kerugian pada peternak. Untuk itu betul –betul di jaga dan
diperhatikan masalah masalah kesehatan ternak, buat ternak tetap sehat,nyaman dan tetap bisa
beraktivitas memakan pakan dengan keadaan normal.
BAB II
PEMBAHASAN
Kesehatan ternak adalah suatu kondisi atau keadaan ternak yang dimana seluruh sel
yang mesnyusunya dan cairan atau hormon yang melakukan fungsinya secara normal tanpa
hambatan atau gangguan. Pengendalian kesehatan ternak berarti menjaga,memelihara dan
mencegah terjadinya gangguan fungsi tubuh ternak agar tetap normal dan bisa melakukan
aktivitas tubuh sehingga bisa tetap menjaga kualitas dan kuantitas pruduktivitasnya.
Penegndalin kesehatan ternak sama saja dengan menjaga ternak agar terhindar dari berbagai
penyakit, baik yang diakibatkan oleh bakteri karena lingkungan atau perkandangan kotor,virus
maupun mikroorganisme lainnya.
Pengendalian kesehatan terhadap ternak sapi potong perlu diperhatikan, mengingat
betapa besarnya dampak yang akan terjadi jika ternak sapi potong telah terkena penyakit. Selain
bertambahnya pengeluaran biaya ,akan mempengaruhi kualitas dagingnya.
2.1. Karakteristik Ternak Sehat dan Sakit
Ada beberapa tanda atau ciri yang menunjukan bahwa sapi potong itu sakit atau sehat. Jika
sudah mengetahui tanda-tanda sapi potong sakit kita bisa segera mengambil tindakn
selanjutnya.
2.1.1. Karakteristik ternak sapi potong sehat
Untuk ternak sapi potong dalam kondisi sehat akan terlihat karakteristik dan tingkah laku
sebagi berikut :
a. Nafsu makan normal
b. Minum teratur ( biasanya 8 kali sehari )
c. Agresif
d. Istirahat dengan tenang
e. Pergerakan tidak kaku (telinga sering digerakan,kaki kuat dan mulut basah )
f. Keadaan mata, selaput lendir dan warna kulit normal
g. Pengeluaran feses dan urin tidak sulit dengan warna dan konsistensinya normal.
h. Tidak terdapat gangguan dalam bernafas, denyut nadi dan suhu tubuh (suhu rektal berkisar
antara 38,0 – 39,30C dengan rata-rata 38,60C)
2.1.2. Karakteristika Ternak Sapi Potong Sakit
Karakteristik yang memberikan indikasi bahwa ternak sapi potong sakit dan ciri-cirinya
dapat diamati, antara lain :
a. Terjadinya pengeluaran lendir atau cairan yang tidak normal dari mulut, hidung dan mata.
b. Mata terlihat suram,cekung,mengantuk dan telinga terkulai
c. Menurunnya konsumsi pakan (Nafsu makan berkurang ) atau air minum, bahkan sama sekali
tidak mau makan.
d. Kotoran sedikit ,mungkin saja terkena diare atau kering dan keras.
e. Terjadinya kelainan postur tubuh, sulit berdiri, berjalan atau bergerak.
f. Gelisah yang berlebihan, batuk atau bersin, diare, feses atau urin berlendir atau berdarah.
g. Abnormalnya suhu tubuh, denyut nadi dan pernafasan.
h. Bobot badan menurun dan berjalan sempoyongan.
i. Kulit tidak elastis,mulut dan hidung kering.
2.2. Faktor Penyebab Penyakit Ternak
Terdapat beberapa faktor penyebab yang menimbulkan penyakit pada ternak sapi
potong,selain disebabkan oleh faktor genetik diantarnnya :
2.2.1. Faktor lingkunagn yang kotor
Lingkungan yang kotor menjadi salah satu faktor yang memacu timbulnya berbagai
penyakit. Salah satu contohnya kandang yang dibiarkan kotor atau tidak dibersihkan. Kebersihan
lingkungan kandang menjadi tanggung jawab peternak dan kewajiban peternak. Lingkungan
kandang yang kotor membuat mikroorganisme yang bersifat parasit atau patogen berkembang
biak dan akan berpengaruh pada kehidupan ternak sapi potong.
2.2.2. Faktor Mikroorganisme
Selain faktor lingkungan yang kotor ,ternak sapi potong bisa sakit disebabkan oleh
mikroorganisme. Kadang-kadang keadaan lingkungannya bersih mikroorgnisme juga bisa datang
menyerang karena terbawa oleh angin dari tempat lain.Mikroorganisme ini terdiri dari bakteri,
virus, protozoa dan kapang yang semuanya dapat menimbulkan penyakit infeksi pada sapi.
Penggunaan desinfektan, perlakuan pemanasan dan pengeringan cukup efektif untuk
membunuh beberapa spesies bakteri. Membersihkan kotoran ternak yang lebih sering serta
membersihkan dan mendesinfektan peralatan atau fasilitas dan sanitasi lainnya akan mencegah
beberapa penyakit bakteri. Vaksinasi sangat penting dilakukan untuk mencegah penyakit yang
disebabkan oleh spora bakteri. Pemberian antibiotik dan obat-obatan lain efektif untuk
mengobati ternak yang terkena penyakit akibat bakteri.
Virus merupakan mikroorganisme yang paling kecil dan mampu menyebabkan panyakit pada
ternak. Virus tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Virus dapat menular pada sel hidup
yang lain serta tumbuh dan berkembang biak. Penyebaran virus sangat cepat sehingga penyakit
yang disebabkan oleh virus mudah menular pada ternak yang lain.Misalnya penyakit Maliganant
Catarrhal Fever (MCF)
Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain. Parasit adalah
penyebab penyakit yang paling luas pada ternak. Sebagian besar ternak pernah terinfeksi oleh
satu atau beberapa parasit, misalnya parasit internal (cacing), parasit eksternal (kutu, caplak,
tengu/mites) atau kedua-duanya selama ternak hidup. Pemeriksaan rutin pada ternak perlu
dilakukan dan segera diberi insektisida yang sesuai (untuk parasit eksternal) serta adanya
program sanitasi yang baik untuk membantu mencegah masalah parasit ini.
2.2.3. Kecelakaan
Luka, lebam, keseleo, patah tulang dan kecelakaan lain dapat berakibat besar pada
keseluruhan kesehatan dan produktivitas ternak. Luka kecil seringkali menjadi masalah serius
bila terjadi infeksi penyakit dan keseleo akan menghambat gerakan ternak untuk mendapatkan
pakan. Ternak yang tidak cukup mendapat pakan, ADG, efisiensi pakan dan produksinya akan
menurun.
2.2.4. Faktor Pakan atau Nutrisi
Masalah kesehatan sapi juga dapat disebabkan oleh tidak cukupnya nutrisi yang masuk ke
dalam tubuh ternak. Ternak tidak akan tumbuh maksimal bila pakan kurang baik atau kurang
menerima nutrisi seperti protein, KH, LK, vitamin, mineral dan air yang tidak seimbang. Tidak
cukupnya nutrisi dapat mengakibatkan penyakit seperti grass tetany, milk fever, ketosis, white
muscle dissease. Selain itu pakan yang kurang akan menimbulkan masalah parasit, gangguan
pencernaan, kegagalan reproduksi dan penurunan produks
2.3. Mencegahan Serangan dan Penularan Penyakit
Walaupun Indonesia sampai saat ini masih dinyatakan terbebas dari berbagai penyakit
menular yang bersifat zoonosis (bisa menular pada manusia) seperti penyakit PMKdan antharaks
tetapi tetap harus melakukan berbagai upaya pencegahan, antara lain :
2.3.1 Menggunakan kandang karantina
Tujuan dari karantina ini adalah untuk memastikan ternak yang baru datang dari luar
wilayah peternakan terbebas dari penyakit. Kandang karantina harus terletak jauh dari lokasi
perkandangan ternak pejantan yang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari penularan
penyakit oleh ternak yang baru di datangkan.
Cara melakukannya ternak yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan
pada kandang/ tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu pada kandang
sementara untuk proses adaptasi yang memerlukan waktu sekitar beberapa minggu. Dalam
proses adaptasi ternak diamati terhadap penyakit cacing (dengan memeriksa fesesnya), penyakit
orf, pink eye, kudis, diare, dan sebagainya. Apabila positif terhadap penyakit tertentu segera
diobati dan lakukan isolasi. Dalam adaptasi ini juga termasuk adaptasi terhadap jenis pakan yang
akan digunakan dalam usaha ternak kambing. Pada adaptasi ini biasanya harus disiapkan
berbagai obat-obatan untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit.
Setelah 7-21 hari ternak dalam keadaan sehat, maka siap untuk dipindahkan dalam kandang
utama.
2.3.2 Melarang impor sapi atau daging sapi dari negara yang tidak bebas PMK
Salah satu masalah yang saat ini sedang dihadapi Indonesia adalah adanya impor daging
ilegal dari India. Seperti diketahui, India adalah negara yang belum bebas dari penyakit mulut
dan kuku. Karena itu impor daging ilegal dari India bisa menyebabkan berjangkitnya penyakit
tersebut di Indonesia. Untuk itu diharapkan pemerintah dapat bertindak tegas terhadap para
penyelundup yang hanya berorientasi pada keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan
faktor kesehatan msyarakat.
2.3.3 Vaksinasi berkala
Beberapa penyakit pada sapi potong yang disebabkan oleh virus saat ini sudah bisa dicegah
dengan vaksinasi. Misalnya Anthrax, Jembrana dan Septicaemia epizootica. Khusus untuk sapi-
sapi induk yang dipelihara untuk menghasilkan bakalan, vaksin biasanya diberikan secara berkala
setiap 6 bulan atau satu tahun sekali. Pemberian vaksin dimulai ketika sapi masuk lokasi usaha
peternakan. Sementara itu, untuk sapi bakalan yang hanya dipelihara dalam waktu singkat
(kurang dari 6 bulan), program vaksinasi cukup diberikan satu kali.
2.3.4 Pemberian obat cacing secara berkala
Pada saat sapi-sapi mulai dimasukkan ke dalam kandang untuk digemukkan, obat cacing
sudah harus diberikan untuk mencegah pemborosan pakan. Untuk sapi bakalan, obat cacing
cukup diberikan pada saat pertama kali sapi masuk kandang, sedangkan pada induk penghasil
bakalan sebaiknya obat cacing diberikan secara berkala setiap 6 bulan sekali.
2.3.5. Menjaga kebersihan lingkungan
Setiap kali terjadi pergantian sapi, sebaiknya kandang dibersihkan dengan desinfektan.
Apabila air melimpah, kandang dapat dibersihkan setiap hari, termasuk juga memandikan sapi.
Pembersihan kotoran dapat dilakukan 2 – 3 kali sehari.Tingkat sanitasi lingkungan dan higienis
merupakan indikator kebaikan manajemen kesehatan ternak. Oleh karena itu, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Sanitasi lingkungan yang terbaik adalah terjaganya kebersihan. Penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan parasit akan lebih mudah berkembang biak pada lingkungan yang kotor.
b. Keadaan yang harus suci hama pada peralatan operasional yang digunakan dalam tatalaksana
sehingga menjamin kesehatan ternak.
c. Menggunakan beberapa desinfektan. Desinfektan harus efektif menyerang mikroorganisme
secara luas, efektif dalam konsentrasi rendah, ekonomis, tidak menyebabkan iritasi, korosif,
tidak menyebabkan noda (meninggalkan warna), tidak inaktif oleh bahan organik atau mineral,
stabil dalam penyimpanan dan penggunaan, mudah diaplikasikan dan efektif dalam periode
pendek atau pada suhu rendah.( Akoso 1996 )
2.3.6. Pemeriksaan Kesehatan Harian
Pengamatan kesehatan harian dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari.
Pengamatan kesehatan harian ini bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan ternak dan
mengetahui ada tidaknya abnormalitas pada ternak sehingga jika ditemukan ternak yang sakit
atau mengalami kelainan dapat segera ditangani. Pada pagi hari pemeriksaan kesehatan hewan
dilakukan sebelum kandang dibersihkan. Sedangkan pada sore hari, pemeriksaan dilakukan
sesudah sapi diberi makan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan
harian antara lain nafsu makan dari ternak, mengamati keadaan sekitar ternak (mengamati
feses, urin, dan keadaan sekitar kandang apakah terdapat bercak-bercak darah atau tidak),
mengamati keadaan tubuh ternak normal atau tidak (bisa dilihat dari hidung, kejernihan mata,
telinga dan bulu ternak), mengamati cara ternak berdiri atau bergerak, ada tidaknya luka atau
pembengkakan serta ada atau tidaknya eksudat pada luka. Kondisi feses feses yang tidak normal
(encer) mengindikasiakan adanya kelainan atau suatu penyakit pada sistem
pencernannya. Adanya pengamatan kesehatan harian diharapkan abnormalitas yang ada dapat
ditangani sesegera mungkin dan apabila ada pejantan yang sakit dapat segera diobati. Saat
pengamatan kesehatan harian juga dilakukan recording atau pencatatan abnormalitas yang
terjadi sehingga terdapat data yang lengkap mengenai riwayat penyakit yang pernah di alami
oleh pejantan.
2.3.7. Penanganan Kesehatan Hewan
Penanganan kesehatan hewan bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan
medis pada pejantan yang sakit sehingga pejantan yang sakit secepatnya dapat ditangani sesuai
dengan gejala klinis yang timbul. Penanganan kesehatan hewan dilakukan saat ditemukan
adanya kelainan atau gejala klinis yang terlihat pada hewan setelah dilakukan pengontrolan
rutin.
a. Pemeriksaan Klinis
Ternak yang terlihat menunjukkan adanya gejala klinis maka akan dilakukan pemeriksaan
klinis. Pemeriksaan klinis tersebut dilakukan Sebelum pengobatan. Pemeriksaan klinis dapat
dilakukan didalam dan diluar kandang (di kandang jepit). Pemeriksaan klinis meliputi :
1) Pengukuran suhu tubuh melalui rektum dengan cara memasukkan thermometer kedalam rektum
dan dibiarkan selama 3 menit, kemudian dibaca suhunya.
2) Pengukuran pulsus dilakukan dengan menggunakan stetoskop.
3) Pengukuran frekuensi pernafasan dan lapang paru-paru untuk mengetahui apakah frekuensi
pernafasan hewan normal atau tidak.
4) Palpasi dilakukan dengan sentuhan atau rabaan pada bagian yang akan diperiksa apakah
normal atau tidak.
b. Pengobatan
Pengobatan dilakukan apabila telah ditemukan ternak yang didiagnosa sakit berdasarkan
pengamatan harian. Pengobatan ternak dilakukan sesuai diagnosa yang ditentukan,dengan dosis
obat yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan ternak sapi potong. Ternak sapi potong yang
sakit diistirahatkan dikandang karantina hingga dinyatakan sehat oleh kesehatan hewan.
c. Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin pada ternak dilakukan secara rutin sebulan sekali. Vitamin yang diberikan
antara lain adalah vitamin A, D, dan E. Pemberian vitamin dilakukan untuk menjaga kondisi
kesehatan ternak sehingga produkstifitasnya terjaga.
d. Pemotongan Kuku
Pemotongan kuku pada setiap ternak umumnya dilakukan secara rutin yaitu setiap 6 bulan
sekali. Tetapi apabila ditemukan masalah seperti ternak yang kukunya sudah panjang atau
antara kuku luar dan dalam panjangnya tidak seimbang maka pemotongan kuku dapat dilakukan
sewaktu-waktu sesuai kondisi ternak tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan
posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada celah kuku, menghindari pincang,
mempermudah pada saat penampungan dan deteksi dini terhadap laminitis dan kemungkinan
terjadinya infeksi pada kuku.
Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam
kandang. Hal ini dapat menyebabkan kuku menjadi lebih lunak karena sering terkena feses dan
urine serta luka akibat terperosok dalam selokan pembuang kotoran yang menyebabkan infeksi
busuk kuku. Biasanya ternak yang berada di kandang dengan lantai karpet pertumbuhan
kukunya lebih cepat dibandingkan dengan ternak yang berada di kandang berlantai semen. Hal
ini karena setiap hari ternak berpijak pada permukaan lantai yang kasar, sehingga kuku sedikit
demi sedikit akan terkikis dengan sendirinya. Alat-alat yang digunakan adalah mesin potong
kuku, kama gata teito (pisau pemotong kuku), rennet, gerinda, mistar ukur, dan tali hirauci.
Bahan dan obat-obatan yang diperlukan adalah perban, kapas, Providon iodine, Gusanex,
antibdiotik, antiinflamasi, dan salep.
e. Desinfeksi Kandang
Desinfeksi kandang dilakukan setiap dua kali dalam sebulan dengan menggunakan sprayer
yang telah terisi larutan desinfektan dan disemprotkan ke seluruh lantai, dinding, palungan dan
halaman kandang. Tujuan dari desinfeksi kandang adalah untuk mengendalikan
populasimikroorganisme yang berpotensi menimbulkan penyakit sehingga merugikan kesehatan
ternak.Kegiatan desinfeksi dapat menggunakan desinfektan Bestadest dengan dosis 2,5 s/d 5
ml/liter (untuk 4m2) atau Benzaklin dengan dosis 60 ml/10 liter air disemprotkan keseluruh
lantai, dinding, halaman kandang, dan kuku pejantan.
f. Kontrol Ektoparasit
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang pada bagian luar atxau permukaan
tubuh inangnya, seperti berbagai jenis serangga (lalat, dll) serta jenis akari (caplak, tungau dll).
Keberadaan ektoparasit akan mengakibatkan ternak merasa tidak nyaman, sehingga nafsu
makan ternak menurun dan akan berdampak pada kualitas produk ternak. oleh karena itu
penyemprotan anti ektoparasit sangat penting dalam agenda pencegahan
penyakit. Penyemprotan anti ektoparasit merupakan suatu tindakan pengendalian terhadap
parasit-parasit dari luar tubuh yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Ektoparasit dapat
menyebabkan stres pada pejantan, serta dapat bertindak sebagai vektor mekanik maupun
biologis penyakit hewan.
Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali menggunakan
sunschin dengan obat anti ektoparasit cyperkiller 25 WP (25% Cypermethrin dengan dosis 30
gr/50 liter air) dan disemprotkan ke bagian tubuh ternak, seperti bagian perut, pantat, kaki dan
punggung. Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan sebaiknya tidak mencemari pakan, tempat
pakan, dan air minum. Cypermethrin adalah piretroid sintetis yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga. Ini berperan sebagai neurotoksin cepat bertindak pada serangga. Dalam hal ini
mudah terdegradasi di tanah dan tanaman. Cypermethrin sangat beracun untuk ikan, lebah dan
serangga air, menurut National Pestisida Jaringan Telekomunikasi (NPTN). Cypermethrin banyak
ditemukan dalam pembunuh semut, dan pembunuh kecoa, termasuk Raid dan kapur semut.
Anti ektoparasit lain yang digunakan untuk ternak adalah gusanex. Cara pemakaiannya yaitu
dengan menyemprotkan gusanex pada bagian tubuh ternak yang mengalami luka. Tujuannya
agar luka tersebut segera kering dan tidak dihinggapi oleh lalat yang selanjutnya akan menjadi
tempat berkembangnya telur lalat dan ektoparasit lainnya.
g. Biosecurity
Menurut Winkel (1997) biosekurity merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit
baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan produksi ternak secara
keseluruhan, dan merupakan bagian untuk mensejahterakan hewan ( animal welfare). Biosecurity
adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan
dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak/ penularan dengan peternakan tertular
dan penyebaran penyakit (Dwicipto, 2010) .
Biosecurity merupakan tindakan perlindungan terhadap ternak dari berbagai bibit
penyakit (bakteri dan virus) melalui pengamanan terhadap lingkungannya dan orang atau
individu yang terlibat dalam siklus pemeliharaan yang dimaksud. Tujuannya yaitu supaya bibit
penyakit (bakteri dan virus) yang terbawa dari luar tidak menyebar dan menginfeksi ternak.
Tindakanbiosecurity meliputi :
a. Lokasi peternakan harus terbebas dari gangguan binatang liar yang dapat merugikan.
b. Melakukan desinfeksi dan penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat, nyamuk, kumbang,
belalang disetiap kandang secara berkala.
c. Setiap kendaraan yang akan masuk ke areal peternakan harus melewati bak biosecuritydan
disemprot, yang mana cairan yang digunakan adalah cairan desinfektan ( lysol).
d. Setiap petugas yang akan masuk ke kandang diharuskan mencelupkan sepatu boot ke dalam
bak biosecurity yaitu wadah berisi desinfektan yang sudah disediakan.
e. Segera mengeluarkan ternak yang mati untuk diotopsi lalu dikubur atau dimusnahkan.
f. Selain petugas dilarang memasuki areal kandang.
g. Membatasi kendaraan yang masuk ke areal kandang.
h. Meyediakan kendaraan khusus bagi tamu yang berkunjung, contohnya seperti kereta biosecurity.
i. Untuk aktivitas di dalam laboratorium harus menggunakan pakaian khusus berupa jas dan alas
kaki khusus untuk laboratorium
I. Otopsi
Bila terjadi kasus kematian ternak maka dilakukan otopsi atau bedah bangkai pada hari
yang sama. Setelah itu dilakukan patologi anatomi, diambil potongan kubus 1 cm pada organ
yang terjadi kelainan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan formalin 10%.
Sampel tersebut kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut, baru
kemudian dilakukan pencatatan atau laporan mortilitas ternak.
2.4. Pengendalian Penyakit Ternak
Pengendalian penyakit harus dilakukan dalam usaha peternakan, karena menjadi salah satu
faktor keberhasilan dalam usaha tersebut . Menurut Yunilas (2011) program pengendalian
penyakit ada dua yaitu :
2.4.1. Program pencegahan penyakit dan kontrol ternak dikandang
Pengawasan penyakit seharusnya lebih mudah pada pemeliharaan secara intensif dibanding
ekstensif, namun secara umum masalah-masalah yang dihadapi adalah identik.
BAB III
PENUTUPUAN
3.1. Kesimpulan
Pengendalian kesehatan ternak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
usaha ternak terutama ternak sapi potong, hal tersebut karena merupakan faktor penting yang
memacu keberhasilan dalam beternak. Upaya yang dilakukan menjaga kebersihan lingkungan
kandang dan peralatan kandang, menjaga kebersihan ternak,pemberian pangan yang cukup dan
berkualitas,melaksanakan vaksinasi secara teratur dan memisahkan ternak yang sakit dengan
yang sehat melaui kandang karantina.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gusronk.com/2014/08/makalah-manajemen-ternak-sapi-potong.html,
Diakses 08-Maret-2017
Ratmus.s, http://syaifulratmus.blogspot.co.id/2015/05/manajemen-kesehatan-ternak-
ruminansia.html ,2015,Manajemen Kesehatan Ternak Rumunansia
Diakses 11-Maret-2017
Saputro.T, http://www.ilmuternak.com/2015/06/manajemen-kesehatan-pada-
ternak.html ,2015,Manajemen Kesehatan pada Ternak.
Diakses 11-Maret-2017
Parista.E, http://etikafarista.blogspot.co.id/2012/12/makalah-pengendalian-penyakit-pada-
sapi.html ,2012,
ETIKA BLOG ANIMAL HUSBANDRY
Diakses 11-Maret-2017
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN KESEHATAN TERNAK
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 46 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
AGY GUN GUN F. J3I111057
GENTIKA PRABAWATI. J3I111029
GERRY SETIA D. J3I211096
NURJANAN. J3I211083
SANDY JANUAR P. J31111030
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan di mata kuliah Pengendalian
Kesehatan Ternak.
Berdasarkan laporan yang telah dibuat, kami berusaha semaksimal mungkin
dalam mengerjakan tugas ini. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar kedepannya kami dapat megerjakan tugas laporan yang lebih baik dan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami juga berterima kasih kepada seluruh
pihak yang mendukung dan membantu kelancaran pembuatan makalah ini.
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN……………..……………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………..……………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….
1.2.1 Membedakan ternak yang sakit atau tidak sakit ……………………… 1
BAB I
PENDAHULUAN
Hari : Rabu
Tanggal : 15 Februari 2012
Tempat : Kandang ternak sapi,kambing,domba
Waktu : Pukul 13.00-15.20 WIB
BAB II
ISI
No
. Pengamatan Jantan Betina
Kondisi kuku
Tingkat kebersihan
Kotor Kotor
8. kuku
Tidak rata Rata
Bentuk kuku
Tidak rata Tidak rata
Telapak kuku
Kondisi Pencernaan
9. Perut kembung Tidak Kembung Tidak kembung
Diare / tidak Tidak Diare Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)
Informasi Lainya yang Kondisi sangat sehat Perawatan terhadap
11. perlu ditambahkan dan nafsu makan kambing ini kurang
baik terawatt
Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Kesehatan Domba
No
. Pengamatan Jantan Betina
Kondisi kuku
Tingkat kebersihan
Kotor Kotor
8. kuku
Sama Agak lonjong dan
Bentuk kuku
Tidak rata tidak rata
Telapak kuku
Tidak rata
Kondisi Pencernaan
9. Perut kembung Tidak Kembung Tidak kembung
Diare / tidak Tidak Diare Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)
No
. Pengamatan Jantan Betina
Jenis dan ras ternak Sapi Fries Holand Sapi Fries Holand
1. Sex atau Jenis
(FH) (FH)
Status gizi ternak
2. (kurus,sedang atau gemuk) Sedang Gemuk
Kondisi kuku
Tingkat kebersihan kuku Baik Kotor
8.
Bentuk kuku Baik Rata
Telapak kuku Baik Rata
Kondisi Pencernaan
9. Perut kembung Tidak Kembung Tidak kembung
Diare / tidak Tidak Diare Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)
Kondisi sangat sehat
dan nafsu makan Perawatan terhadap
Informasi Lainya yang perlu
11. baik Tetapi Sapi ini kurang
ditambahkan
kebersihan kurang terawat
terawat
Kondisi kuku
Tingkat kebersihan
Kotor Kotor
8. kuku
Rata Rata
Bentuk kuku
Rata Rata
Telapak kuku
Kondisi Pencernaan
9. Perut kembung Tidak Kembung Tidak kembung
Diare / tidak Tidak Diare Tidak diare
Produksi susu Tidak berproduksi
10. -
(naik/turun/tetap)
a. Bloat/Kembung
- Penyebab : faktor pakan (tan. muda, leguminosa, konsentrat terlalu tinggi,
urea tinggi) & faktor hewan (kepekaan hewan/genetik)
- Gejala : perut menggelembung, intake makan & minum menurun, sapi
pasif/ambruk, nafas cepat & dangkal.
- Terapi : antibloat (dimeticone), minyak goreng (oral), vitamin (supportif),
trokar.
b. Diare
- Penyebab : Bakteri (salmonella, clostridium, E coli), virus (rota/corona, BVD,
parvo virus), Protozoa, Parasit.
- Gejala : tinja banyak & encer, anus kotor, dehidrasi, kelemahan dan
kematian.
- Terapi : Disesuaikan dengan penyebabnya
Penggantian cairan tubuh
Pemberian antibiotik (bakteri/virus)
Pemberian vitamin (supportif)
b. Scabies/Acariasis/Kudis
- Penyebab : Sarcoptes sp
- Gejala : Lesi & keropeng di kulit, gatal, kulit menebal, bulu rontok &
hewan gelisah
- Terapi :
1. Ivermectin (Injeksi/2 mg & salep)
2. Sanitasi & desinfeksi kandang
3. Dimandikan dg sabun colek
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan kami, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan kesehatan
ini penting untuk dilakukan karena dengan kita mengetahui kondisi ternak awal tersebut
dapat mencegah penyakit untuk masuk ke dalam ternak dan jika ternak tersebut telah
terkena penyakit kita dapat mengobati sesuai dengan penyakit yang diderita ternak.
Pemeriksaan berdasarkan parameternya kita dapat melakukan dengan cara
inveksi,falfasi dan pengukuran suhu tubuh yang akan mempermudah petugas kesehatan
ternak dalam pemeriksaanya. Dan tinggah laku ternak pun dapat membantu proses
pengecekan kesehatan.
3.2 Saran
Saran yang diberikan pada para peternak adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya sebelum melakukan usaha sendiri peternak harus memiliki pengalaman lebih
dibidang kesehatan karena membutuhkan ketelitian, dan melakukan inovasi teknologi
dalam proses pengembangbiakan.
Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan ternak yang
dipelihara. Bagi negara yang beriklim tropis seperti Indonesia dengan keadaan cuaca yang panas
sangat kering atau lembab akan mempengaruhi status kesehatan ternak. Bila suhu dan
kelembaban udara sangat tinggi, maka penyebab penyakit dapat berkembang dan meningkat
sampai keadaan kesehatan hewan tidak dapat di pertahankan lagi keseimbangannya, maka dari
itu memelihara ternak agar tetap sehat sangatlah penting karena dapat mengurangi biaya
pengeluaran bila ternak sakit. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan ternak adalah dengan
mengontrol dan mengatur tata laksana kesehatan ternak, antara lain dengan pemeriksan
kesehatan ternak melalui pengamatan tingkah laku ternak, pemeriksaan fisik tubuh ternak dan
pemeriksaan kondisi fisiologis ternak. Pada hewan ternak dikatakan sakit bila organ tubuh
ataupun fungsinya mengalami kelainan dari keadaan normal, kelainan tersebut dapat diketahui
melalui pemeriksaan dengan alat indra secara langsung atau menggunakan alat-alat bantu.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengenalkan kepada mahasiswa tentang tehnik
pemeriksaan kesehatan pada ternak sapi yang dilakukan dengan mengamati kondisi umum
ternak.
Demam terjadi apabila suhu tubuh berada di atas kisaran normal yang dapat disebabkan
oleh faktor spesifik agen infeksius (bakteri, virus,jamur, dan protozoa) maupun faktor non-
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 57 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02
spesifik (protein asing yang diinjeksikan, senyawa yang menimbulkan kerusakan jaringan dan
jaringan nekrosis) yang sering disebut sebagai faktor aseptik (Rosenberger 1979; Kelly 1984).
2.2.2. Frekuensi denyut nadi
Akoso (1996) menyatakan denyut nadi sapi normal sekitar 50-60 kali per menit. Hal ini
berhubungan dengan faktor bahwa semakin kecil ukuran hewan, laju metabolisme per unit berat
badannya semakin tinggi (Dukes, 1995). Hewan yang sakit atau stres akan meningkat denyut
jantungnya untuk sementara waktu (Subroto, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan denyut nadi adalah umur, spesies, kelamin,
kondisi ternak, aktivitas dan suhu lingkungan (Akoso, 1996). Hewan yang sakit atau stress akan
meningkat denyut jantungnya untuk waktu tertentu. Semakin tinggi aktivitas yang dilakukan
ternak, semakin cepat denyut nadinya. Hewan yang memiliki tubuh lebih kecil, denyut nadinya
lebih besar dari pada hewan yang mempunyai ukuran tubuh besar (Frandson, 1992).
2.2.3. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan bervariasi, tergantung dari jenis sapi pada umumnya. Rata-rata
frekuensi pernapasan sapi normal adalah 19 kali per menit, Angka rata–rata dapat naik jika
terjadi kejutan atau latihan. Sapi yang mengalami demam tinggi akan bernapas lebih cepat,
sedangkan sapi yang terserang penyakit menahun dan cukup serius, frekuensi pernapasannya
akan menjadi lambat dan berat (Akoso, 1996).
Frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran tubuh, umur,
aktifitas ternak, kehamilan, lingkungan dan aktifitas pencernaan terutama pada rumen (Dukes,
1995). Menurut Sugeng (1998), frekuensi pernapasan yang sebenarnya dapat dihitung bila
ternak dalam keadaan istirahat dan tenang.
2.2.4. Kontraksi Rumen
Proses ruminansi pada sapi sehat berupa peremasan pakan yang ditelan secara kuat dan
mantap kemudian dicampur dengan cairan. Kontraksi rumen rata-rata terjadi sekali tiap dua
menit. Peristiwa ini menimbulkan gerakan rumen yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa
dengan mengepalkan tinju dan mendesaknya di bagian kiri atas lambung tepat di lekuk
pinggang di belakang rusuk terakhir. Terjadinya perubahan frekuensi atau gerak ruminansi yang
tidak dapat dirasakan menandakan adanya gangguan fungsi rumen (Akoso, 1996).
a. Pengamatan fisik
Pengamatan fisik ini berupa mata, hidung, mulut dan gigi. Pengamatan dilakukan dengan
memperhatikan bagian tubuh tersebut seperti hidung dan mulut kering atau tidak, adakah cairan
atau lendir, sedangkan pada mata apakah terlihat bersih dan bening. Pada gigi, hitung
jumlahnya dan tentukan apakah gigi tersebut gigi seri, taring atau geraham serta warna dari
gigi-gigi sapi tersebut.
Judul Modul: Merencanakan ……….
Halaman: 58 dari 24
Modul - Versi2018
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan ..... P.854300.015.02
f. Pengukuran tubuh
Cara pengukuran tubuh sapi adalah sebagai berikut :
Praktikan melakukan pengukuran menggunakan meteran gulung/kain.
Lingkar badan diukur disekitar lingkar dada.
Tinggi badan diukur dari ujung kaki sampai gumba.
Panjang badan diukur dari tuber ischii sampai bahu.
Praktikan menulis hasil pengamatan pada lembar kerja yang tersedia.
4.4 Temperatur
Dari tabel.1 dapat kita lihat bahwa suhu normal sapi dewasa adalah 38.0 – 39.5 oC. Artinya
hasil rata-rata dari pemeriksaan temperatur pada sapi yang dilakukan sebanyak 3 kali tersebut
mendekati normal yaitu 37.43. Temperatur rektal pada ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu
temperatur lingkungan, aktifitas, pakan, minuman, dan pencernaan produksi panas oleh tubuh
secara tidak langsung tergantung pada makanan yang diperolehnya dan banyaknya persediaan
makanan dalam saluran pencernaan (Duke’s, 1995).
SIMPULAN
Tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status kesehatan sapi. Hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa sapi tersebut dalam kondisi sehat. Semua kriteria pengukuran dinilai
normal, hanya saja pada frekuensi nafas sapi ini dinilai melebihi dari angka normalnya. Hal ini
terjadi mungkin disebabkan sapi mengalami kejutan atau stress.
DAFTAR PUSTAKA
Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin & Hamburg: Verlag Paul Parley.
Subroto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugeng, Y. B. 1998. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta
Disusun oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan ternak adalah suatu aspek penilaian dalam kualitas ternak yang perlu
diperhatikan baik makro maupun mikro. Kualitas kesehatan ternak sangat berpengaruh
pada tumbuh kembangnya ternak baik dalam hasil produksi dan pertumbuhan pada
ternak. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara mengamati warna mata, memeriksa
suhu tubuh, frekuensi nafas, dan konsistensi feses. Pemeriksaan kesehatan ternak
secara fisiologis dapat dilakukan dengan caranekropsi (pembedahan). Pemeriksaan
nekropsi ini penting dilakukan untuk mengetahui penyakit dalam yang diderita oleh
ternak sehingga kita bisa menyimpulkan penyakit yang sedang diderita oleh
ternak.Penyakit yang diderita oleh ternak kebanyakan disebabkan oleh parasit. Parasit
merupakan suatu mikroorganisme jasad renik yang bersifat merugikan.
Tujuan dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah mengetahui kesehatan
ternak melalui pengamatan tingkah laku, pemeriksaan fisik, pengamatan fisiologis
ternak, pengamatan organ dalam ternak dan parasit yang dapat mengganggu kesehatan
ternak. Manfaat dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah mengetahui kondisi
kesehatan ternak dan penyakit yang diderita melalui pemeriksaan fisik dan kondisi organ
– organ yang berada di dalam tubuh ternak, selain itu mengetahui jenis-jenis parasit
yang ada dalam ternak.
BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Kesahatan Ternak dengan materi Anamnesa dilaksanakan pada
Sabtu, tanggal 3 Oktober 2015 pukul 13.00-15.00 WIB di peternakan milik bapak
Sunarto di Desa Trangkil Rt 01 Rw 10, Gunung Pati, Semarang, Pemeriksaan Parasit
dilaksanakan pada Minggu, tanggal 25 Oktober 2015 dan Nekropsi dilaksanakan pada
Minggu, 18 Oktober 2015 pukul 10.30-12.30 WIB di Laboratorium Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang.
2.1. Materi
2.1.1. Anamnesa
Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah kambing jawarandu dan
anakan kambing jawarandu. Alat yang digunakan pada praktikum anamnesa adalah
stetoskop untuk mengukur frekuensi denyut nadi ternak dan mengukur gerakan rumen
ternak, thermometer untuk mengukur suhu rektal pada ternak, stopwatch untuk
penghitung waktu, dan alat tulis digunakan untuk mencatat hasil dari wawancara dan
hasil pengamatan.
2.1.3. Nekropsi
Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah satu ekor ayam broiler. Alat
yang digunakan pada praktikum nekropsi adalah spluit untuk megambil sampel darah
ayam, pisau yang digunakan untuk menyembelih ayam, gunting bedah untuk melakukan
pembedahan, pita ukur untuk mengukur panjang masing-masing organ bagian dalam,
kamera untuk mengambil gambar kondisi organ, dan alat tulis untuk mencatat hasil
pengamatan.
2.2. Metode
2.2.1. Anamnesa
Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mewawancai peternak. Menanyakan
tentang riwayat kesehatan ternak dan manajemen pemeliharaannya. Pemeriksaan
kesehatan ternak dilakukan dengan cara mengamati tingkah laku ternak, nafsu makan,
gerakan ternak dan pemeriksaan fisik yang meliputi suhu rektal, gerak rumen, denyut
nadi. Pengamatan disekitar lokasi peternakan antara lain adalah jarak antar kandang,
jarak dengan sumber air , tempat pakan dan air memadai , suhu udara, bangunan
kandang dan kebersihan kandang.
2.2.3. Nekropsi
Metode yang digunakan adalah dengan melihat dan mengamati konsidi fisik dari
ayam meliputi pemeriksaan tingkah laku ayam dan pemeriksaan fisik ayam. Melakukan
penyembelihan pada ayam dengan cara memotong tiga saluran (saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran pembuluh darah) yang ada pada leher unggas dengan
menggunakan pisau tajam. Meletakkan unggas pada meja bedah. Melakukan nekropsi,
melihat organ bagian dalam mulai dari warna ada atau tidakya kelainan pada masing-
masing organ bagian dalam. Melakukan pengukuran pada masing-masing organ bagian
dalam mulai dari saluran pencernaan, pernafasan, sistem peredaran darah dan sistem
kekebalan tubuh. Melakukan uji apung pada paru-paru.
Metode yang dilakukan dalam pengambilan sampel darah yaitu dengan
mengambil darah pada bagian sayap (vena bracialis) dengan menggunakan jarum suntik
dan mengamati perubahan yang terjadi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Anamnesa dan Pemeriksaan Kesehatan Ternak Ruminansia
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan kesehatan ternak ruminansia diperoleh
hasil sebagai berikut:
Hasil pengamatan tingkah laku diketahui bahwa kedua hewan ternak dalam
keadaan yang sehat dan bergerak aktif. Hal ini dapat dilihat dari gerakan ternak yang
lincah dan sikap dalam menanggapi perubahan sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Akoso (2006) yang menyatakan bahwa ternak yang sehat begerak yang aktif, memiliki
sikap yang sigap dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan.
Nafsu makan dan minum juga dalam keadaan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Santosa (2010) yang mengatakan bahwa ternak yang sehat akan memiliki nafsu makan
yang tinggi. Ternak yang diamati adalah kambing jenis jawarandu yang berjenis kelamin
betina dengan masing-masing umur indukan dan anakan adalah 2 tahun dan 7 hari.
Pemeriksaaan terhadap tingkah laku merupakan pemeriksaan awal untuk mengatahui
gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit, biasanya dapat dilihat dari kelainan
sikap seperti pada saat berdiri. Dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa pada
ternak kambing dalam keadaan normal yaitu posisi kaki tegap dan keempat kakinya
lurus serta tidak memiliki kelainan kaki berbentuk X ataupun O. Akoso (2006)
menyatakan bahwa struktur kaki yang lurus dan simestris akan lebih kuat menopang
berat badan ternak, karena beban berat tubuh akan ditahan dengan seimbang oleh kaki-
kakinya.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa pada sampel feses yang
diamati pada feses induk ditemukan telur cacing Fasciola hepatica. Telur ini memiliki ciri
berbentuk oval, berdinding halus dan tipis berwarna kuning. Menurut Hernasari (2011)
bahwa telur cacing Fasciola hepatica memiliki bentuk bulat dan berdinding halus serta
bersifat sangat permiabel, memiliki operkulum pada salah satu kutubnya. Munadi (2011)
menambahkan siklus hidup cacing ini mula-mula dari telur yang keluar dari tubuh ternak
bersama dengan feses ternak, telur akan menetas jika berada dalam air selama 9-15
hari dan akan mencari keong. Setelah dewasa serkaria dari fasciola hepatica tersebut
akan keluar dari keong berenang
3.3.1. Endoparasit
Endoparasit merupakan parasit yang hidupnya didalam tubuh. Menurut Diba
(2009) endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang yang umumnya
termasuk ke dalam Filum Platyheminthes, Nemathelminthes dan Protozoa. Endoparasit
dalam tubuh inang terdapat dalam sistem tubuh inang yaitu sistem pencernaan
(duodenum, ileum, jejunum, sekum, kolon dan rektum), sistem sirkulasi dan sistem
respirasi. Berdasarkan habitat parasit dalam tubuh inang maka analisis endoparasit
dapat dilakukan melalui feses. Menurut Marquard & Petersen (1997) feses dapat
digunakan untuk mengetahui parasit yang hidup di saluran pencernaan.
3.1.1.1. Ascaris sp, Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai berikut:
dan bahkan mematikan. Menurut Peribaneza et al. (2001) siklus atau daur hidup cacing
Dirofilaria immitis dapat dijelaskan bahwa cacing betina dewasa menghasilkan larva
stadium pertama yang disebut mikrofilaria. Larva tersebut masuk melalui sirkulasi darah
perifer.
3.3.2. Ektoparasit
Ektoparasit merupakan parasit-parasit yang hidup pada permukaan luar tubuh
hospes atau di dalarn liang-liang pada kulit yang masih mempunyai hubungan bebas
dengan dunia luar. Contoh ektoparasit lalat Stomoxys (kuda, sapi), kutu, pinjal dan
caplak, haematopinus (sapi) dan linognathus (sapi, domba, kambing). Hal ini sesuai
dengan pendapat Widiyaningrum (2014) yang menyatakan bahwa ektoparasit adalah
parasit yang hidupnya pada permukaan tubuh bagian luar atau bagian tubuh yang
berhubungan langsung dengan dunia luar dari hospes. Seperti kulit, rongga
telinga,hidung, bulu, ekor dan mata. Ditambahakan oleh pendapat Hadi (2005) yang
menyatakan bahwa ektoparasit memiliki 2 sifat yaitu obligat dan fakultatif. Ektoparasit
yang bersifat obligat artinya seluruh stadiumnya menghabiskan seluruh waktunya pada
bulu dan rambut. Ektoparasit yang bersifat fakultatif artinya ektoparasit itu
menghabiskan waktunya sebagian besar di luar inangnya.
Bovicola bovis merupakan parasit yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada
ternak.
Bovicola
bovis
mempunyai
ciri khusus
yaitu
memiliki
tubuh
berukuran
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : www.google.com kecil,
Kesehatan Ternak, 2015. badan
Ilustrasi 11. Bovicola bovis berwarna
coklat dan
memiliki ciri pembeda pada parasit lain yaitu pada bagian kepala yang berwarna merah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson (2010) yang menyatakan bahwa Bovicola bovis
merupakan kutu penggigit yang memiliki ciri yang membedakan pada parasit lain yaitu
warna kepala kemerahan dan pada bagian perut berwarna coklat dan terdapat garis
garis gelap. Ditambahkan dengan pendapat Iskandar ( 2005 ) yang menyatakan bahwa
penyakit kulit yang mungkin saja terjadi pada ternak dapat dipengaruhi oleh Bovicola
bovis. Bovicola bovis memiliki empat stadium yaitu dimulai dari telur kemudian menjadi
larva lalu pupa hingga menjadi dewasa.
3.3.2.3. Tabanidae tabanus sp, Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil sebagai
berikut :
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa sistem peredaran darah ini terdiri
dari darah, pembuluh darah, dan jantung. Fungsi utama sistem peredaran darah adalah
mengalirkan darah dari jantung ke seluruh sel tubuh dan kembali lagi ke jantung.
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil pada jantung memiliki panjang 4 cm,
berwarna merah kecoklatan, selaput jantung bersih dan kosistensi yang kental. Hal ini
menandakan tidak adanya penyakit yang terdapat pada jantung. Menurut Jahja et
al. (2006) yang menyatakan bahwa kondisi umum jantung yang sehat pada ayam antara
lain berwarna coklat pucat, selaput jantungnya bersih, konsistensi kenyal, dan tidak ada
pendarahan. Menurut Hermana et al. (2008) jantung yang terinfeksi penyakit maupun
racun biasanya akan mengalami perubahan ukuran jantung.
Pengambilan darah pada ayam dilakukan dengan menggunakan jarum suntik
yang ditusukkan ke pembuluh darah paga bagian sayap. Menurut Tabbu (2000)
pengambilan darah pada ternak dilakukan dibagian vena jugularis dan vena brachiallis,
pemeriksaan ini dapat mendiagnosis penyakit pada ternak. Darahyang sudah diambil
dibiarkan terlihat adanya pengendapan. Pengendapan ini terdiri dari dua lapisan yaitu
lapisan bawah yang berwarna merah merupakan sel darah merah dan cairan berwarna
kurning sebagai serum. Fungsi dari sel darah merah adalah sebagai pembawa oksigen
sedangkan serum berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh ayam. Menurut Julendra et
al. (2010) sel darah merah adalah sel yang sangat kecil berisi hemoglobin dan protein
pengikat oksigen. Ditambahkan oleh Wijiastuti et al. (2013) bahwa fungsi dari serum
adalah sebagai pengangkut, imunitas dan buffer.
dengan adanya tanda kemerahan pada otot usus dari yang ringan hingga parah (otot
usus berwarna merah secara menyaluruh).
Berdasarkan praktikum pemeriksaan saraf diperoleh hasil bahwa warna dari saraf
yaitu putih, ukurannya 2,5 cm dan tidak ada kelainan. Hal ini menunjukkan bahwa
sistem saraf masih dalam kondisi yang sehat, normal dan tidak terkena penyakit.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa saraf
pada unggas berbentuk memanjang putih dan merupakan satu kesatuan yang dapat
mengontrol semua fungsi pada tubuh. Akoso (2000) menyatakan dalam tubuh hewan
terdapat tiga macam sistemsyaraf yaitu sistem syaraf pusat, sistem syaraf tepi, dan
sistem syaraf simpatetik. Sistem saraf berfungsi mengatur semua organ tubuh. Menurut
Yuwanta (2004) bahwa sistem saraf dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf otak
atau somatik yang bertanggung jawab terhadap gerakan tubuh pada kondisi sadar dan
sistem saraf otonom yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerak dibawah sadar.
Berdasarkan praktikum pemeriksaan kekebalan tubuh diperoleh hasil bahwa
ayam sudah tidak mempunyai bursa fabrisius karena faktor dari usia ayam yang sudah
tidak tergolong muda lagi. Jahja et al. (2006) menyatakan bahwa bursa fabrisius
berbentuk seperti bunga. Fungsi dari bursa fubrisius adalah memproduksi antibodi pada
ayam muda. Sistem kekebalan tubuh lain adalah tymus. Organ timus ini memroduksi
limfosit yang lebih dikenal dengan sebutanlimfosit T (T-lymphocytes) atau T-cells. Sel-sel
ini secara umum bertanggung jawab sebagaisel mediasi (cell-mediated) terhadap reaksi
kekebalan dan untuk mengatur reaksi sistem kekebalan. Menurut Jamilah et al. (2013)
tymus adalah indicator ketahanan tubuh. Penyakit yang menyerang ketahanan tubuh
salah satunya adalah gumboro. Menurut Yaman (2013) penyakit gumboro menyerang
kekebalan tubuh ayam, terutama bursa fabrisius dan kelenjar timus yang merupakan
pusat pertahanan tubuh ayam.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum Ilmu Kesehatan Ternak didapatkan hasil pada
pengamatan amnanesa pada pegamatan tingkah laku dan pemeriksaa kondisi ternak
kambing dalam keadaan sehat. Hal ini dilihat dari sikap ternak yang aktif dan lincah,
selain itu kondisi ternak mulai dari suhu rektal, denyut nadi dan gerak rumen dalam
keadaan normal. Pada pemeriksaan mikroskopis, pada natif tidak ditemukan adanya
telur cacing sedangkan pada pemeriksaan sentrifuge ditemukan telur cacing Fasciola
hepatica. Pengamatan preparat parasit awetan pada pengamatan endoparasit terdiri dari
Ascaris sp, Moniezia dan Dilofilaria sp, sedangkan pada ektoparasit terdiri dari Musca
domestica, Bovicola bovis, Tabanidae tabanus sp.Pada nekropsi ayam yang digunakan
dalam keadaan sehat. Hal ini dilihat dari tidak adanya kelainan padasistem saluran
pernafasan, sistem peredaran darah, sistem pencernaan, sistem syaraf dan kekebalan
tubuh.
4.2. Saran
Pada acara nekropsi pelaksanaan harus dengan hati – hati agar tidak terjadi
kerusakan pada organ yang diamati selain itu pada pemeriksaan parasit harus dilakukan
dengan cermat sehingga dapat melihat parasit yang ada pada feses hewan ternak
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinata, G dan Sukarsih. 1992. Gambaran darah domba yang terinfeksi cacing nematoda
saluran pencemaan secara alami di Kab. Bogor (Kec.Cijeruk, Jasinga dan Rumpin) .
Penyakit Hewan 24 (43) : 13-16.
Astuti, D. A. 2009. Petunjuk Praktis Menggemukan Domba, Kambing dan Sapi Potong.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Astuti. E. P., dan F. Y. Pradani. 2010.Pertumbuhan dan reproduksi lalat Musca domestica pada
berbagai media perkembangbiakan. Dalam : L. Hakim, R.N.R.E Santya, H. Siswantoro, S.
Prawoto, R. Nainggolan, M. Ipa, H. Prasetyowati, M.U. Riandi, J. Hendri. Jurnal
AspiratorLoka Litbang P2B2 Ciamis 2(1): 11-16.
Damayanti, Y., I.B.O.Winaya dan M.D.Rudyanto.2012. Evaluasi penyakit virus pada kadaver
broiler berdasarkan pengamatan patologi anatomi di rumah pemotongan unggas .
Indonesia Medicus Veterinus. 1(3) : 417-427.
Diba, D. F. 2009. Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit berdasarkan Hasil Analisis
Feses Kura-Kura Air Tawar ( Coura amboinesis) di Perairan Sulawesi Selatan. Fakultas,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi).
Dewi, K daan R. T. P. Nugraha. 2007. Endoparasit pada feses Babi Kutil (Sus verrucosus) dan
prevalensinya yang berada di kebun binatang Surabaya. Zoo Indonesia 16(1):13 – 19.
Fadilah,R dan A, Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Agromedia
Pustaka.Jakarta.
Hastiono, S. 1983. Penyakit selakarang dan pengaruhnya terhadap pemanfaatan tenaga kuda
bagi petani. Wartazoa. 1(1): 5-11
Hermana, W., D. I. Puspitasari., K. G. Wiryawan dan S. 2008. Suharti. Pemberian tepung daun
salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.)dalam ransum sebagai bahan antibakteri
Escherichia coli terhadaporgan dalam ayam broiler. Media Peternakan 31(1) : 63-70
Iskandar T. 2005. Gambaran agen parasit pada ternak Sapi Potong di salah satu peternakan di
Sukabumi. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit
Stategis pada Ternak Ruminansia Besar. Bogor: Balai Besar Penelitian Veteriner.
Jahja, J. L, Lestariningsih. N, Fitria. T, Suryani. 2006. Penyakit- Penyakit Penting pada Ayam.
Medion, Bandung
Jamilah, N. Suthama dan L.D. Mahfudz. 2013. Performa produksi dan ketahanan tubuh broiler
yang diberi pakan step dow dengan penambahan asam sitrat sebagai acidifier. JITV.18
(4) : 251-257.
Julendra, H., Zuprizal dan Supadmo. 2010. Penggunaan tepung cacing tanah ( Lumbricus
rubellus) sebagai adiktif pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging, profil
darah, dan kecernaan protein. Buletin Peternakan 34 (1) : 21-29.
Johnson, G. 2010. Management of lice on livesstock. Montana State University. MSU Extention.
Munadi. 2011.Tingkat infeksi cacing hati kaitannya dengan kerugian ekonomi Sapi Potong
yang Disembelih di Rumah Potong Hewan Wilayah Eks-Kresidenan Banyumas.Agripet.
1(11):
Natadisastra dan R. Agus. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. ECG, Jakarta.
Natalia, L. dan A. Prihadi. 2005. Penggunaan Probiotik untuk Pengendalian clostridial necrotic
enteritis pada ayam pedaging. JITV. 1(1) : 71-78.
Noach, F. P. 2013. Fuzzy expert system analisa tingkat keparahan penyakit scabies pada
kambing. Fakultas Teknik. Universitas Politeknik Negeri Kupang. Kupang.
Poernomo, J. S. 2004. Variasi tipe antigen Salmonella pullorum yang ditemukan di Indonesia
dan penyebab serotipe Salmonella pada ternak.Wartazoa.14 (4): 143 – 159.
Putra. R. E., A. Rosyad, dan I. Kinasih. 2013. Pertumbuhan dan perkembangan larva Musca
domestica Linnaeus (Diptera: Muscidae) dalam beberapa jenis kotoran ternak
Growth and development of Musca domestica Linnaeus (Diptera: Muscidae) larvae
in different livestock manures. Fakultas Sains dan Teknologi. Jurusan Biologi.
Universitas Institut Teknologi Bandung. Bandung. Vol. 10 (1):31-38. ISSN: 1829-7722.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2011. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi secara Profesional. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susilorini, T. E., E. S. Manik dan Muharlien. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Wijiastuti, T., E. Yuwono dan N. Iriyanti. 2013. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru
terhadap total protein plasma dan kadar hemoglobin (Hb) pada ayam kampung. Jurnal
Ilmiah Peternakan 1 (1) : 228-235.
Zaida., Handarto., dan Natari G G. 2008. Analisis Pengubahan Iklim Mikro di dalam Kandang
domba Garut dengan metode Pengendalian Pasif. Jurnal
Unpad 2 ( 3 ): 1 – 7.
MATERI POKOK BAHASAN :
1. Pendahuluan
…………………………………………………………………………………………………..
2. Pengertian studi kelayakan
……………………………………………………………………………….
3. Kegunaan Studi Kelayakan
……………………………………………………………………………….
4. Aspek-aspek dalam studi kelayakan
………………………………………………………………….
5. TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI KELAYAKAN ………………………………………………
6. KEBUTUHAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN ATAU PROPOSAL USAHA …..
BAB XI. PEDOMAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN USAHA
11.1. PENDAHULUAN
o Langkah pertama yang biasa digunakan dalam persiapan dan analisis suatu usaha
adalah melakukan studi kelayakan untuk memperoleh informasi yang jelas dalam
menentukan dimulainya perencanaan usaha (Gittinger,1986).
o Dengan kata lain, agar pelaksanaan usaha berhasil baik, dapat memberikan
keuntungan baik kepada pengusaha maupun penyandang dana (bank) dan
lembaga terkait lainnya, perlu adanya rencana usaha dan perhitungan yang
matang berupa suatu studi kelayakan yang dibuat secara profesional.
o Materi ini akan membahas cara penyusunan studi kelayakan suatu usaha yang
sifatnya sebagai pedoman atau acuan bagi para mahasiswa dalam analis proyek,
terutama untuk para mahasiswa dalam memberikan masukan untuk melakukan
penelitian lapang, menganalisis dan membuat laporan studi kelayakan.
o Perlu dipahami bahwa materi ini bukan merupakan suatu standar baku yang kaku.
oStudi semacam itu dapat dilakukan sendiri oleh pengusaha sebagai pemilik
gagasan, namun pada umumnya dilakukan oleh lembaga konsultansi yang
berpengalaman dalam menangani pekerjaan tersebut.
o Penyusunan studi kelayakan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di
negara berkembang termasuk di Indonesia masih sangat jarang dilaksanakan.
o Hal ini disebabkan antara lain karena :
1. Kondisi modal terbatas sedangkan biaya untuk menyusun studi kelayakan
relatif tinggi.
2. Kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya manfaat suatu studi
kelayakan masih belum tumbuh dengan baik.
3. Pengusaha masih beranggapan bahwa studi kelayakan hanya perlu untuk
mengajukan dana kredit kepada bank saja.
11.3. KEGUNAAN STUDI KELAYAKAN
o Pada umumnya permasalahan dan risiko yang terjadi dalam pelaksanaan suatu
usaha disebabkan oleh persiapan yang kurang matang.
o Sehubungan dengan hal itu maka penyusunan studi kelayakan dianggap sangat
penting.
o Pihak-pihak yg berkepentingan terhadap studi kelayakan pada umumnya adalah :
1. Pengusaha dan investor :
1. Agar pengusaha dapat mengetahui dan meyakini kemungkinan
kelayakan rencana usahanya, sebelum dimulai pelaksanaannya.
2. Agar perusahaan mempunyai pedoman/acuan dalam menjalankan
roda usahanya, seperti alokasi dana sendiri atau pinjaman dan
jadwal pengembaliannya; komponen biaya dan penerimaan yang
akan diperoleh.
3. Agar perusahaan dapat mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan
merugikan atau mengganggu jalannya perusahaan sehingga akan
dapat mempersiapkan alternatif
4. Dapat menyusun usulan proyek untuk mendapatkan bantuan dana
dari partner usaha atau lembaga keuangan.
5. Bagi investor pemegang saham dapat memilih alternatif investasi
dananya pada usaha-usaha yang lebih menguntungkan.
2. Lembaga keuangan (bank, perusahaan leasing) :
1. Untuk menentukan jumlah pinjaman yang akan diberikan
2. Untuk mengetahui likuiditas dari proyek tsb, terutama dalam
hubungannya dengan kemampuan membayar kembali hutang
sesuai jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
3. Pemerintah :
1. Untuk mengetahui sumbangan proyek tsb terhadap ekonomi
nasional dan regional, perolehan devisa bagi negara, peningkatan
penerimaan pajak, perluasan lapangan kerja, peningkatan dan
distribusi pendapatan.
2. Mengetahui dampak proyek terhadap sumber daya alam atau
lingkungan hidup (pelestarian atau pengrusakan).
3. Mendukung kebijakan pemerintah yang dapat membantu
kelancaran pelaksanaan pembangunan proyek, pemberian subsidi,
dan keringanan lainnya serta bantuan sarana dan prasarana yang
diperlukan.
11.4. ASPEK-ASPEK DALAM STUDI KELAYAKAN
o Aspek-aspek yang penting dan menentukan terhadap kelayakan suatu rencana
usaha, adalah 7 aspek yaitu aspek teknis produksi, aspek pasar dan pemasaran,
aspek hukum, aspek sosial ekonomi, aspek manajemen, aspek keuangan dan
aspek lingkungan.
o Hasil analisis semua aspek tersebut di atas, harus sampai kepada kesimpulan
kelayakan yang menyeluruh, meliputi kelayakan, sebagai berikut :
1. Kelayakan secara teknis dan produksi
2. Kelayakan dari aspek pasar dan pemasaran
3. Kelayakan secara hukum
4. Kelayakan dari aspek sosial dan ekonomis,
5. Kelayakan dari aspek manajemen dan sumber daya manusia
6. Kelayakan secara finansial
7. Kelayakan dari aspek lingkungan
11.5. TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI KELAYAKAN
11.5.1. Tahap pra studi kelayakan
A. Tahap Identifikasi
o Identifikasi adalah menentukan calon-calon usaha yang perlu dipertimbangkan
untuk dilaksanakan.
o Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan perlunya studi
kelayakan antara lain adalah:
1. Apakah usaha termasuk dalam sektor yang potensial?
2. Apakah pasar untuk sektor tersebut tidak jenuh?
3. Apakah usaha tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah?
4. Apakah usaha secara garis besar menguntungkan?
B. Tahap Formulasi
o Melakukan pra studi kelayakan dengan meneliti sejauh mana calon-calon usaha
tersebut dapat dilaksanakan menurut aspek teknis, aspek institusional, sosial dan
eksternalitas, sebagai berikut :
o [1] Aspek teknis
Aspek teknis meliputi faktor produksi yang mempengaruhi usaha dan
pemasaran hasil.
Faktor produksi adalah :
1. Kemudahan akses terhadap lokasi usaha.
2. Ketersediaan prasarana jalan, air, tenaga listrik, BBM.
3. Ketersediaan bahan baku dan bahan penolong.
4. Ketersediaan tenaga kerja baik kualitas maupun
kuantitasnya.
Pemasaran adalah :
1. Potensi penjualan produk dan keuntungan yang dihasilkan.
2. Target pasar dan fasilitas pergudangan serta
pengangkutannya.
Biasanya aspek teknis tercermin dalam analisis benefit cost ratio, namun
dengan analisis faktor faktor yang dijelaskan diatas sudah dapat menjadi
pertimbangan apakah proyek ini harus ditolak atau studi lebih lanjut dapat
dilaksanakan.
o [2] Aspek institusional
Aspek institusional meliputi dua hal yaitu organisasi pemerintah dan
masyarakat.
1. Dari segi pemerintah : Apakah ada kebijakan yang menghambat
atau memperlancar pembangunan dan kegiatan operasional
proyek, misalnya izin hak guna usaha, izin bangunan dan izin
penggunaan tenaga kerja (asing, wanita anak-anak).
2. Harga
3. Calon pembeli
4. Persaingan
5. Perkiraan Market share
6. Rantai pemasaran
7. Perkiraan penjualan
3. Aspek hukum
1. Ketentuan hukum yang mengatur
2. Ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu akta perusahaan dan izin-izin
3. Pelanggaran hukum
4. Aspek sosial ekonomi
1. Kondisi sosial ekonomi yang berpengaruh (agama, adat istiadat,
pendapatan, norma sosial, kesehatan, pendidikan)
2. Manfaat kepada masyarakat
3. Manfaat terhadap perekonomian lokal, regional dan nasional (efek
berganda, efek ke depan dan ke belakang)
4. Penggunaan sumber dalam negeri
5. Pengaruh terhadap penerimaan pemerintah
6. Keterkaitan beban biaya investasi dengan kerugian masyarakat
(jalan tol, jembatan penyeberangan/ferry)
5. Aspek manajemen
1. Organisasi
2. Tenaga teknis dan administrasi
3. Tenaga manajerial
4. Kemampuan dan keterampilan
5. Wewenang dan tangung jawab
6. Pelatihan yang diperlukan
6. Aspek keuangan
1. Jenis dan jumlah biaya investasi dan operasional
2. Waktu biaya-biaya tersebut diperlukan
3. Sumber dana pembiayaan
4. Perkiraan jumlah produksi
5. Waktu terjadinya produksi
6. Perkiraan harga jual
7. Jumlah pendapatan
7. Aspek lingkungan
1. Dampak terhadap lngkungan
2. Limbah yang beracun dan berbahaya bagi manusia, binatang dan
tumbuhan
3. Upaya untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang ada
4. Teknis produksi dan pembuangan limbah tidak menimbulkan
dampak negatif
o Sumber data adalah responden yang memiliki keterkaitan dengan usaha yang
sedang diteliti seperti pengusaha, pedagang, perbankan, instansi pemerintah dan
swasta, lembaga-lembaga penelitian, toko penjual mesin/peralatan produksi dan
keperluan usaha lainnya serta nara sumber.
o Ada 2 jenis data yaitu :
1. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya
misalnya dari pengusaha, petani dan pedagang.
2. Sedangkan data sekunder adalah data yang sudah ada yang dikumpulkan
dari pihak kedua.
oJenis data tersebut diatas masih perlu dibuat rinciannya dalam suatu daftar
pertanyaan untuk digunakan pada saat survey lapangan.
o Daftar pertanyaan dibuat sesuai dengan responden yang akan diwawancara.
o Seringkali terjadi variable dan satuan-satuan teknis dalam daftar pertanyaan tidak
sesuai dengan keadaan lapangan, sehingga perlu dilakukan test questionnaire.
o Dari test ini dapat diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
wawancara.
o Disamping daftar pertanyaan instrumen pengumpul data lainnya adalah kamera
untuk membuat foto-foto dan alat perekam untuk wawancara.
o Selain wawancara, pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung.
o Jumlah sample responden pengusaha dan pedagang tidak ditentukan seperti
dalam metoda sampling suatu penelitian, tetapi cukup ditetapkan secara sengaja
(purposive) dan jumlahnya disesuaikan dengan pemenuhan informasi yang telah
diperoleh.
o Jika pengumpulan data dilakukan oleh enumerator (pengumpul data) maka perlu
dilakukan coaching daftar pertanyaan.
11.5.3. Pengolahan dan Analisis Data
o Pengolahan dan analisis data adalah kegiatan yang paling berat dalam
penyusunan studi kelayakan.
o Seringkali data yang sudah terkumpul tidak memadai sehingga perhitungan
proyeksi produksi dan pendapatan, proyeksi biaya investasi dan proyeksi biaya
operasional kurang rasional.
o Dalam analisis aspek keuangan analis usaha harus kritis dan jeli melihat
kejanggalan-kejanggalan hasil analisis dan melakukan kaji ulang terhadap asumsi
dan parameter yang digunakan.
o Misalnya, sering terjadi double counting dalam perhitungan biaya bahan baku
atau bahan penolong; contoh dalam industri nata de coco, diperlukan starter
(bibit : acetobacter xilium) yang dibeli hanya pada tahun awal.
o Selanjutnya pengusaha tidak perlu lagi membeli, tetapi secara periodik pengusaha
harus melakukan perbanyakan bibit, sehingga biaya yang diperlukan pada tahun
berikutnya hanya biaya perbanyakan bibit yang relatif jauh lebih murah.
o Jika wawancara dalam pengumpulan data atau pengamatan langsung kurang
lengkap, maka informasi mengenai starter tersebut terlewatkan dan perhitungan
biayanya menjadi keliru.
o Analisis data yang digunakan dapat merupakan kombinasi dari berbagai metoda
analisis tergantung pada keperluan dan ketersediaan data, seperti menggunakan
analisis statistik parametrik dan non parametrik atau analisis sederhana dengan
menyajikan data dalam tampilan tabulasi silang, analisis trend dan analisis
kualitatif.
o Khusus untuk aspek keuangan analisis data dilakukan dengan :
1. Metoda diskonto adalah untuk mengukur kelayakan usaha dengan
menggunakan kriteria investasi seperti IRR, NPV dan B/C ratio.
2. Sedangkan metoda tanpa diskonto adalah mengukur kelayakan dengan
menggunakan kriteria investasi seperti Break Even Point (BEP), Pay Back
Period dan lain-lain.
11.5.4. Penyusunan Laporan
o Pada umumnya laporan studi kelayakan mencakup hal-hal sebagai berikut :
o [1] Ringkasan eksekutif
Laporan perlu dibuat ringkasan eksekutif dan disajikan di halaman depan
laporan atau sesudah kata pengantar, yang menggambarkan keseluruhan
isi laporan secara singkat namun memberi informasi yang lengkap.
Rate of Return) dan PBP (Payback Periode). Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk
melihat kelayakan usaha pembibitan ruminansia dalam menghadapi beberapa perubahan yang
terjadi, baik perubahan harga input maupun output. Apabila hasil analisis menunjukkan hasil
sesuai dengan kriteria kelayakan, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan/diusahakan untuk
kemudian dilakukan pengembangan usaha pembibitan ruminansia dan sebaliknya.
Biaya dan Penerimaan
Biaya bagi perusahaan adalah nilai faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan
output (Boediono, 1990).
Analisis Finansial
Dalam melakukan studi kelayakan, aspek finansial merupakan faktor yang menentukan, artinya
betapapun aspek-aspek lain mendukung namun kalau tidak tersedia dana maka akan sia-sia.
Aspek finansial berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus
pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga
memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor (Suratman, 2001).
Menurut Nitisemito dan Burhan (1995), kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas
dasar besarnya laba finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan
keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila usaha tersebut
tidak memberikan keuntungan finansial (Gittinger, 1986). Tingkat kelayakan suatu usaha dapat
dinilai dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi : (a) Net Present Value(NPV); (b) Internal
Rate of return (IRR); (c) Benefit Cost Ratio (BCR).
(a) Net Present Value (NPV)
NPV (Net Present Value) adalah salah satu kriteria yang banyak digunakan untuk menentukan
apakah rencana usaha tersebut layak (feasible) untuk dilaksanakan atau tidak. NPV merupakan
selisih antara present value dari benefit dan peresent Value dari biaya.
Perhitungan NPV adalah menghitung arus pendapatan (net benefit) yang telah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor.
Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
Apabila NPV > 0 (lebih besar dari nol), maka rencana usaha atau proyek tersebut dikatakan
feasible (go) untuk dilaksanakan. Tetapi apabila NPV < 0 (lebih kecil dari nol), maka rencana
usaha tersebut berada dalam keadaan impas (break even). Dimana jumlah penerimaan sama
besarnya dengan jumlah pengeluaran (TR = TC). Menurut Gittinger (1986), suatu usaha
dinyatakan layak jika NPV > 0. jika NPV = 0, berarti usaha tersebut tidak untung maupun rugi.
Jika NPV < 0 , maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan.
(b) Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat kamampuan suatu proyek dalam mengembalikan modal pinjaman. IRR
adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Jika ternyata IRR
dari suatu proyek sama dengan yang berlaku sebagai social discount rate , maka NPV dari
proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ social discount rate, maka usaha tersebut dinyatakan layak.
Sedangkan jika IRR < social discount rate-nya maka usaha tersebut sebaiknya tidak
dilaksanakan (Gittinger, 1986).
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan dikatakan mencapai break
even point apabila dalam suatu periode kerja tidak memperoleh laba tetapi juga tidak menderita
kerugian dimana laba adalah nol. Jadi dapat dikatakan break even point merupakan hubungan
antara volume penjualan, biaya dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada tingkat
penjualan tertentu, sehingga analisis break even point ini sering disebut dengan cost, volume,
profit analisis.
Break even point (titik impas) adalah suatu titik keseimbangan dimana total benefit sama
besarnya dengan total pengeluaran Penghitungan BEP dalam suatu studi kelayakan bisnis
bertujuan untuk menentukan berapa lama waktu yang diperlukan proyek/usaha untuk dapat
menutup seluruh biaya. Pada tahap awal kita harus menentukan pada tahun ke berapa total
penerimaan (benefit kumulatif) mulai dapat menutup total biaya (biaya kumulatif). Baru
kemudian melalui teknik interpolasi dicari tepatnya waktu saat posisi TB = TC. Dengan
menggunakan persamaan berikut:
Dalam usaha pembibitan sapi bali apabila dilakukan akan diperoleh nilai keuntungan yang besar
dengan B/C Ratio di tahun pertama 0,07 mengingat biaya investasi di tahun pertama yang
sangat besar dan pada tahun-tahun berikutnya akan diperoleh B/C Ratio sebesar 0,95. Akan
tetapi jika kita membebankan biaya HMT pada modal selayaknya skala usaha yang bukan
berbasis kelompok maka pada tahun I (Pertama) akan mengalami kerugian, dan di tahun ke
berikutnya baru memperoleh keuntungan
Sumber :
Direktorat Pembinaan SMK. Agribisnis Pembibitan Ternak Ruminansia Untuk Kelas 11 Semester
3. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2013
6 . Cairkan kembali semen beku dengan cara merendam straw di dalam air
bersih selama satu menit.
7 . Keringkan straw mengunakan tisu, lalu masukkan ke dalam IB gun.
8 . Bersihkan bagian vulva indukan menggunakan kapas beralkohol, lalu
masukkan IB gun secara perlahan melalui bulba hingga mencapai cincin ke
4 serviks.
[1] Saptono, Hendro Suryo. 2012. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi
Perah Rakyat Di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
[2] http://disnak.langkatkab.go.id/berita/berita-daerah/29-inseminasi-buatan-ib-pada-
ternak-sapi.html
(Visited 1.484 times, 7 visits today)
Inseminasi/ deposisi semen harus dilaksanakan pada saat yang tepat, yaitu pada saat ternak
betina itu sedang dalam puncak berahi. Inseminasi/ deposisi semen pada ternak mamalia besar
(sapi, kerbau) dilakukan dengan metode rectovaginal.
Semen yang diinseminasikan dapat dalam bentuk semen cair atau semen beku. Aplikator (alat
untuk menyampaikan semen) atau insemination gun untuk semen cair berbeda dengan untuk
semen beku.
Alat :
1. Werkpack.
2. Sepatu kandang (boot karet).
3. Insemination gun.
4. Gunting straw.
5. Sarung tangan plastik panjang.
6. Kandang kawin.
7. Tisu.
Bahan :
1. Ternak sapi betina yang sedang birahi.
2. Semen cair atau semen beku dalam kemasan straw.
3. Larutan kanji encer atau sabun mandi lunak.
Tepuk-tepuk bagian bokong sapi (sedikit di bagian atas ekor) kiri dan kanan untuk
melihat reaksi kaki belakang sapi tersebut.
Pegang pangkal ekor sapi dengan tangan kanan, bengkokan ke arah kiri.
Pertemukan kelima jari tangan kiri sehingga membentuk kerucut, kemudian
masukkan ke dalam lubang anus (rektum) sapi sampai pergelangan tangan
melewatinya. Apabila di dalam rongga rectum terdapat banyak kotoran, keluarkan.
Setelah merasa bahwa tangan kiri dapat leluasa berada di ruang rectum, arahkan
telapak tangan kiri tersebut ke dasar rectum. Cari bagian saluran reproduksi yang
berdinding tebal, yaitu cervix uteri. Tempatkan cervix uteri tersebut dalam genggaman
telapak tangan kiri dengan jalan menyodokkan empat jari (telunjuk sampai kelingking)
ke bawah cervix uteri.
Setelah cervix uteri teraba, telusuri saluran reproduksi bagian depannya, apakah
tanduk uterus kiri dan kanan sama besar atau salah satu lebih besar dari yang lain.
Apabila salah satu lebih besar dari yang lain, hewan tersebut kemungkinan sedang
bunting dan jangan diinseminasi. Apabila kedua tanduk uterus sama besar, maka hewan
tersebut tidak bunting dan perlu diinseminasi.
Keluarkan tangan kiri dari dalam rectum. Lepaskan sarung tangan atau bersihkan
taangan kiri tersebut dengan air.
Siapkan insemination gun. Lepaskan bagian penusuknya dari batang utama. Usap
batang penusuk dan batang utama dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70%.
Teteskan alkohol ke dalam lubang batang utama. Biarkan beberapa lama, lalu kibaskan
agak kuat agar bagian dalam batang utama tersebut bebas dari alkohol. Teteskan
larutan NaCl Fisiologis untuk menetralisir alkohol dalam lubang batang utama.
Masukkan batang penusuk ke dalam batang utama. Sisakan kira-kira sepanjang
straw.
Buka penutup container nitrogen cair dan angkat satu canister.
Ambil satu straw menggunakan pinset dan segera kembalikan posisi canister.
Kemudian tutup lagi container nitrogennya.
Rendam straw dalam air suam-suam kuku sambil digosok-gosok dengan kedua
telapak tangan. Angkat dan keringkan menggunakan tisu.
Masukkan straw ke dalam lubang, dari ujung depan, batang utama insemination gun,
sampai mentok. Gunting ujung straw pada batas kira-kira ½ cm dari ujung insemination
gun. Tutup/ bungkus batang insemination gun dengan plastic sheet, dan kuatkan
pertautannya menggunakan cincin yang sudah tersedia. Inseminasi siap dilakukan.
Gunakan kembali sarung tangan plastic untuk lengan kiri anda dan lumuri lagi
dengan larutan kanji encer atau busa sabun, masukkan ke dalam rectum dan lakukan
penggenggaman cervix uteri. Setelah cervix uteri tergenggam, masukkan insemination
gun secara hati-hati ke dalam vagina sapi betina. Arahkan ujung insemination gun ke
mulut saluran cervix.
Luruskan arah insemination gun melewati saluran cervix dengan bantuan tangan kiri
menggerak-gerakan cervix dan tangan kanan mendorong insemination gun secara hati-
hati sampai ujung insemination gun melewati seluruh panjang saluran cervix. Hentikan
dorongan tangan kanan ketika ujung insemination gun sudah keluar dari servix uteri
(memasuki corpus uteri) kira-kira 1-2 cm.
Curahkan semen perlahan-lahan dengan jalan mendorong batang penusuk
insemination gun sampai habis. Pencurahan semen selesai.
Insemination gun ditarik keluar vagina dan tangan kiri melakukan sedikit pijatan
pada corpus dan cervix uteri untuk merangsang gerakan saluran reproduksi sapi betina
agar semen terdorong ke bagian depan saluran reproduksi betina.
Keluarkan tangan kiri dari dalam rectum. Lepaskan plastic sheet dan straw kosong
dari insemination gun, buang ke tempat sampah.
Bersihkan insemination gun menggunakan kapas beralkohol. Cabut batang
penusuknya, lalu tetekan alkohol ke dalam lubang batang utama. Simpan kembali ke
tempatnya.
Catat dalam buku kerja inseminator kegiatan tersebut dan pada buku catatan
reproduksi sapi betina yang bersangkutan. Informasi yang harus dicatat adalah :
Tanggal pelaksanaan inseminasi, Nomor register ternak betina/ nama pemilik,
Perkawinan ke berapa bagi ternak betina tersebut, Nomor pejantan dan kode produksi
semen.
Selesai
NR merupakan presentase betina yang tidak kembali minta kawin (60 – 90 hari).
Penentuan NR ditentukan berdasarkan pencatatan (recording). Kekurangan metode NR
ini adalah memerlukan banyak sampel dan hasilnya kurang tepat. Nilai normal (optimal)
NR adalah 65 – 72 %.
2. Angka Konsepsi (Conception Rate)
Ideal/Sempurna : 1,0
Metode ini merupakan metode yang tidak praktis dan harus menunggu lama (sampai
anak sapi lahir).