Anda di halaman 1dari 27

1

PRINSIP PEMBIAYAAN YANG ADIL

Agus Pandoman

Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Agus.pandoman@gmail.com

A. Uang Monopoli

Pada tanggal 15 Agustus 1971 Dolar Amerika Serikat mati, Pada hari itu tanpa
persetujuan Kongres, Presiden Nixon mengakhiri hubungan antara Dolar Amerika
Serikat dan emas. Dolar pun menjadi Uang Monopoli. Setelah itu, ledakan ekonomi
terbesar dalam sejarah telah dimulai1.Pada tahun 2009, saat perekonomian kandas,
bankir-bankir bank sentral di dunia menciptakan triliun dolar, yen, peso, euro dan pound
dengan mengikuti monopoli bagi para bankir.Konsepung sudah berubah hingga waktu
sekarang ini.Penyaluran uang pun menjelma menjadi konsep hutang dalam berbagai
bentuknya, diantaranya adalah penggunaan uang sebagai instrument modal. Kontributor
utama modal dalam pembiayaan dalam lalulintas perdagangan (muamalah) adalah
lembaga keuangan. Bank dan non bank sebagai actor penyaluran uang yang digunakan
untuk modal usaha dikonsentrasikan dalam bentuk pembiayaan, namun setelah
berakhirnya uang tanpa jaminan emas (fiat money), seberapa jauh makna pembiayaan
dapat memenuhi keadilan yang berbasis ekonomi syariah

1
Robert T Kiyosaki – Rich Dads Conspiracy of The Rich The 8 New Rules of Money ,2009
diterjemahkankedalambahsa Indonesia olehRatu Fortuna Rahmi Puspahadi,2010, GramediaPustaka Tama, Jakarta,
halm 59
2

Pembiayaan perbankan dan lembaga keuangan non bank mengikuti pola uang kertas (fiat
money) Pembiayaan.Pem.bi.a.ya.an, merupakan kata benda (nomina) adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan biaya, sedangkan menurut, etimologi pembiayaan
berasal dari kata biaya, yaitu membiayai kebutuhan usaha. Makna lainnya Pembiayaan
atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan.Pandanan kata Pembiayaan menurut Dictionary –
dalam bahasa Inggris disebut sebagai -Equity Financing.

Equity Financing mengndung makna suatu cara pembelanjaan perusahaan yang


memberikan pemodalnya hak ata ssebagian harta perusahaan sehingga memberikan
status kepada pemodal tersebut sebagai salah satu pemilik perusahaan. Konsep Equity
Fanincing yang dilakukan oleh Perusahaan pembiayaan dapat membelanjai perusahaan
dengan dua carayaitu : loan financing dan equity financing .

Atas dasar inilah apa yang terjadi dalam beberapa transaksi Perbankan Syariah dan
Perbankan Konvensional, menjadikan uang sebagai komoditas yang dapat
menghasilkan keuntungan dan keuntungan itu bergantung pada perhitungan “nisbat“
nya, cara menghitung kelipatannya, kedua-duanya menggunakan parameter “prosentase“
(berapaprosen/ %). Perbedaan yang menonjol hanya sebutannya saja, Sistem Perbankan
Konvensional keuntungan disebut “bunga”, sedangkan Sistem Perbankan Syariah
menyebutnya “laba” yang dibagi.

Masing-masing sesuai dengan kemampuanya dan masing-masing sesuai


aktivitasnya,kesamaan itu benar-benar ada, karena tiap Perbankan berfungsi sebagai
intermediasi, pengumpul dana masyarakat, melakukan muamalah “uang” terhadap
kebutuhan dan manfaat permodalan, sebagai apa adanya, bukan masalah-masalah yang
semestinya menjadi pijakan untuk dipenuhi dan terbatas, tapi mendorong orang mencari
permodalan yang terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan bisnisnya, mengembangkan
produksinya, karena modal memiliki keterbatasan untuk dapat memenuhi beranekaragam
3

keperluan aktivitas perdagangan .Kelangkaan dan keterbatasan secara relative itulah,


dijadikan pijakan oleh Perbankan mendapatkan peningkatan keuntungan baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang bertumpu pada kebutuhan modal masyarakat, tanpa
memperhatikan aspek-aspek yang lain sampai pada taraf yang sedemikian tinggi
sehingga menghilangkan nilai guna ‘modal” menambah laju produksinya, diambil alih
seluruhnya oleh Perbankan.

Semestinya nilai keuntungan yang didapat dari komoditi modal yang disalurkan oleh
Perbankan yang didukung oleh factor kelangkaan modal berdasarkan “Akad“ berbasis
hukum islam, diukur oleh satuan modal yang disalurkan dengan nisbat yang disetujui,
harus bertumpu pada asas keadilan , ditentukan oleh batas titik akhir untuk menghasilkan
keuntungan.
Oleh karena prinsip hukum Pembiayaan dalam bentuk “Akad“ semestinya menunjukan
arah penegakan hukum yang betul-betul berbeda dengan penegakan hukum “perjanjian”
dalam system Perbankan Konvensional. Hal inimembawa konsekuensi, seluruh “Akad”
Pembiayaan harus bermuarapa dan norma Pembiayaan yang Adil. Pertanyaanya apakah
pengertian Adil itu sama dengan azas keseimbangan yang mengarahkan substansi hukum
“Perjanjian berbasis hukum Barat (BW) atau Adil dalam makna tolong menolong yang
berbasis hukum Islam.Untuk memahami hal ini perlu dipikirkan tentang Pembiayaan
Yang Adil yang bermahkota Islam bukan berlebel “syariah “.

B. Prinsip Transaksi Non Tunai

Pem.bi.a.ya.an adalah nomina (kata benda) segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya,
sedangkan menurut etimologi pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu membiayai kebutuhan
usaha2. Makna lainnya Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan

2
Bandingkan - pengertian pembiayaan yang digabung dengan kosa kata “lembaga” menjadi “ lembaga
pembiayaan” norma hukum tentang lembaga pembiayaan diatur hanya dengan Keputusan Presiden nomor 61
Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayan dirubah dengan Perautran Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang
Lembag Pembiayaan . Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yangmelakukan kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen , denan system pembayaran angsuran atau bekala oleh
konsumen.
4

sendiri maupun melalui lembaga. Makna ini menggambarkan ada dua aktor , membiayai apa dan
apa yang dibiayai ?. Esensi Pembiayaan dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Pembiayaan adalah suatu tindakan produktif dengan menggunakan hasil produksi yang
sudah menghasilkan dalam bentuk keuntungan.
2) Hutang “ adalah tindakan konsumtif menggunakan penghasilan yang akan datang yang
masih dalam bentuk harapan 3.
Dua peristiwa hukum diatas, bisa kita gambarkan sebagai berikut :
Misalnya kita ingin mempunyai mobil atau rumah , atau mempunyai pabrik jika
tindakan yang kita lakukan untuk memiliki benda-benda itu ,pada waktu itu belum
memiliki uang . Terdapat peristiwa yang kontradiktif yaitu :
 uang tidak cukup ialah tidak memiliki uang sesuai denga harga barang.
 Unsur kehendak ialah keinginan memiliki barang
Jika kehendak untuk memiliki mobil tersebut tak-terhindarkan , dan katakanlah , kita
tetap memaksakan diri untuk memiliki mobil tersebut , pertanyaanya ialah dengan uang
siapa dan harpan apa, sehingga tindakan itu bisa teralisasi . Tndakan yang
dikontruksikan oleh fakta bahwa kita igin memiliki mobil sesunguhnya hanyalah suatu
prediksi bahwa suatu waktu akan memiliki penghasilan membayar harga mobl itu.
Memiliki mobil rumah, atau memiliki rumah, pabrik , sesungguhnya adalah hasil dari
tindakan tukar –menukar, dengan apa yang kita miliki yang ditransformasikan dengan
apa yang dimiliki oleh orang lain.
Bisa jadi peristiwa transformasi ini menmbulkan suatu dilema, kita ingin mengambil
barang orang lain , bagaimna legalitasnya pada apa apa yang dilakukan untuk mengambil
bang orang lain itu harus dapat dibenarkan dan diakui oleh masyarakat , namun pada saat
itu sementara kita tidak memiliki alat tukarnya atau alat tukar yang kita miliki kurang
sepadan dengan nilai mobil atau barang tersebut.
Alat tukar yang sudah kita miliki sebenarnya didapat dari hasil kerja yang diperoleh dari
apa-apa yang kita lakukan , menjadi bagian keuntungan dalam memperoleh penghasilan
dari suatu hubungan muamalah /perdagangan , baik itu dengan berdagang maupun
bekerja. Dari apa yang kita lakukan dalam hubungan muamalah adalah sesuatu yang
menghasilkan atau sebuah kompensasi dari kerja yang dihasilkan .

3
5

Penghasilan yang kita terima dan menjadi milik kita ,tentu bermanfaat dan berguna
sebagai alat tukar, andaikata belum ditemukan alat tukar berupa “uang” tentu yang kita
dapatkan adalah hasil entah itu berupa hasil tanaman, hasil ternak, atau hasil laut, semua
penghasilan itu sebagai sarana untuk barter, dengan barang lain yang belum kita miliki
dan yang ingin kita miliki. Tukar menukar inilah yang menjadi problem perdagangan
jika barter itu bila dilakukan tidak secara tunai ( non tunai ), sehingga kekurangannya
atau sisa yang belum dibayarkan itu akhirnya berubah menjadi bentuk lain yaitu tagihan
yang harus dilunasi. Namun bisa jadi sisa yang tertagih itu di bayar kan oleh aktor lain
sebagai orang yang bisa membayar sisa yang tertagih itu, lebih tepatnya untuk menyebut
aktor ini menggunakan kosa kata dalam bahsa jawa yaitu “ nomboki “. Tagihan yang
timbul dari transaksi non tunai , memberikan konsekwensi hukum antara laian :
1) Jika aktor-aktor yang melakukan muamalah itu hanya dua aktor , beban
kekuarangan atau sisa yang belum dibayar itu menciptakan subjek hukum yaitu
penagih dan yang ditagih, maka akibat hukumnya adalah tagihan tak tertagih.
2) Jika aktor lainya yang membayarkan “nomboki “ itu ikut berada dan terlibat pada
transaksi non tunai , maka instrument yang ingin digunakan oleh sang aktor ini
menjadi pilihan dirinya tentang hal “ nomboki “ itu. Apakah dengan
menggunakan instrument “hutang” atau dia melakukannya dengan cara “
membiayai “. Dua instrument ini juga menimbulkan konsekwensi hukum ;
3) bila cara nomboki itu dilakukan melalui instrument “hutang “ , maka akan lahir
subjek hukum yaitu aktor yang memberikan hutang disebut “ kreditur “ dan
aktor yang menerima hutang disebut “ debitur “ , dan manakalah hutang ini
mengakibatkan kegagalan disebut sebagai piutang tak tertagih. Keuntungan yang
diharapkan oleh Kreditur adalah berupa “bunga” yang pagunya telah ditetapkan
4) Bila cara nomboki itu dilakukan dengan instrument “membiayai “ , lahirlh
subjek hukum aktor yang membiayai , dan aktor yang dibiayai, dua kosa kata
yaitu yang membiayai dan yang dibiayai sebutanya dalam bahasa hukum
konvensional tidak diketemukan , namun dalam bahsa hukum islam sebutan dari
dua kosa kata itu yaitu yang membiayai disebut “syahibul mal “ dan yang
dibiayai disebut “mudharib “. Jika dalam instrument ini menimbulkan
kegagalan , maka akan disebut sebagai peristiwa “gagal bayar “. Keuntungan
6

yang diharapkan oleh Sahibul mal adalah “laba” dari bagi hasil yang nisbat nya
telah ditetapkan.
Pertanyaannya bagaimana persoalan seperti ini dapat diselesaikan ?
Al qur’an memberikan jalan keluar nya sebagaimna dijelaskan pada surat Albaqarah –
ayat 281-282.
Konsep penyelasian perdagangan non tunai, dijelaskan oleh surat Albaqarah diatas ,
adalah murni hubungan perniagaan yang nyata dan meskipun ada harga yang belum
dibayar , sisa pembayarannya tidak dapat dikatagorikan sebagai tagihan hutang , semata-
mata adalah harga belum dibayar , kekuarangan pembayaran dilakukan dengan jangka
waktu tertentu ,sedangkan cara pembayaran sisanya dilakukan dalam tahapan-tahapan
yang disepakati. Konsep dasar dari apa yang dimaksudkan pada surat albaqarah diatas
adalah berbasi transaksi non tunai , persepsi yang dibangun dalam perdagangan non
tunai ialah kesetaraan.
Konsep perdagangan non tunai dalam pandangan ajaran hukum islam ialah
bagaimna menghasilkan sesuatu tidak lebih dari kesanggupan pembeli membayar
kekuarangan harga pembayaran diberikan ruang dan waktu yang ditentukan bersama
dalam kompetensinya dibawah pengaruh hukum Tuhan, perjumpaan kehendak bukan
saja diorientasikan pada pemuasan atas kegunaan ( utility ) transformasi barang satu
dengan barang lainnya, namun juga mengutamakan kemasalahatan umat , dimana aktor-
aktor yang berdagang /bermuamalah dengan cara pembayaran non tunai , tetap dalam
konteks perdagangan riil.
Munculnya aktor “ nomboki “ adalah aktor penolong , dalam batas-batas pemberi
pertolongan, koridor hukumnya bukanlah sebagai aktor pemberi hutang, kenapa
demikian. Implementasi dari aktor “ nomboki “ dalam perdagangan non tunai , adalah
orang-orang yang membiayai atas apa yang semestinya dia tolong , sehingga dalam
kapasitas sebagai penolong harus berada ditengah-tengah kegiatan dimana ia
berkehendak melakukan kerja dan menjujung kemauanya itu didalam kondisi demikian
adanya .
Sehingga orang yang nomboki itu adalah juga ikut terlibat dalam perdagangan yang
di biayai nya, oleh karena itu jika hal “ nomboki “ dibentuk dalam suatu lembaga bisnis ,
lembaga bisnis ini adalah sarana bagi aktor-aktor surplus berbagi kebahagian dan
7

kepedihan. Apa yang terjadi adalah sebagai balasan kucuran dana dari aktor yang masuk
dan mengambil peran perdagangan yang di tombokinya. non loan berbasis
Konsep penyelesian perdagangan non tunai tergantung dari pengaruh hukum yang ingin
digunakan sebagai sarana instrument transaksi . Pengaruh hukum dalam sistem hukum
di Indonesia, memiliki konsep ganda ;
 Pengaruh hukum buatan Tuhan yaitu Alquran.
 Pengaruh hukum buatan manusia, dalam bentuk Undang-Undang dan Peraturan-
Peraturan lainnya , misalnya KUH Perdata, KUH Dagang, dan beberapa
Undang-Undang sperti Pasar Modal, Perbankan , Mata Uang , SUN dll.
- Katakanlah persoalan ini ditengarai dengan mencari siapa yang akan dan bersedia
“menomboki “ kekurangan nya.

Kredit
1) Pinjam uang dalam bentuk “hutang “, agar kita bisa mendapat kan uang
dan membelanjakannya untuk mendapatkan mobil, apakah hutang
disemayankan pada tempat yang layak seandainya yang ingin kita
gunakan dalam pengaruh hukum buatan Tuhan, konteksnya ialah “hutang
“ apa yang dianggap hutang tidak bisa dilepaskan dari dua pertanyaan
“kamu mau apa, saya dapat apa “ dua persepsi ini melekat pada dua aktor,
yang masing-masing mempunyai maksud yang sama yaitu “keuntungan “.
Unsur inilah yang dapat melahirkan sebuah “ harapan “ :
 Menikmati barangnya
 Menikmati hasilnya
2) Menggadaikan penghasilan masa depan yang masih dalam bentuk
harapan. Harapan menikmati hasil dari meminjamkan uang dan harapan
menikmati barang/mobil dari meminjam uang. Konsekwensi harapan
meminjamkan ini dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang harus
dihindari menjadi kegiatan “pelipat gandaan “ yang digatungkan dari
harapan-harapan yang dihasilkan dari sesuatu yang belum tentu meraih
pengahasilan /non riil . Apakah sesuatu yang tidak memiliki pohon sudah
harus “ber-bunga “ dan bisa menghasilkan “ buah”. Konsep tanpa batang
8

pohon bisa ber-bunga, dan kemudian ber – buah – buah , adalah sesuatu
tindakan nista bagi yang meminjamkan demikian juga bagi yang
meminjam. Aktor-aktor ini sesungguhnya telah menumpahkan hawa
nafsunya dalam “pemuasan” diri dalam bentuk kenikmatan . Nikmat
memiliki mobil dan nikmat mendapatkan “bunga”. Oleh karena masih
merupakan haapan, berarti belum ada kepastian bahwa penghasilan yang telah
dikonsumsi itu benar-benar dapat diperoleh dikemudian hari. Ketika menunggu
harapan itu, yang berutang mengalami beban psikologis berupa kewajiban untuk
membayar yang selalu membayanginya. . Jika harapan itu tidak terealisasi,
konsumsi yan telah dihabiskan tercatat sebagai utang yang tidak dibisa dibayar
dan menjadi beban berat bagi yang berutang. Ketika menghadapi beban yang
tidak kecil itu, Nabi Saw mengatakan , orang akan cenderung menghindar dari
kewajibannya dan bahkan menjadi munafik atau kafir. 4 Maka Hukum Islam
mengintruksikan :
i. Qs Al- Baqorah (2): 280 ,bahwa kepada Kreditur diharuskan memberikan kelonggaran
bagi debitur, sampai ia memiliki kemampuan .
ii. Negara menalangi ( Bail Out ) , Jika debitur sama sekali memmilki kemampuan untuk
membayarnya , negara dapat membantu mengatasi yang berutang dengan membayar
pinjamannya menggunakan dana zakat ( Qs Al- Taubah ( 9) : 60 )

Prinsip utang dalam Islam adalah sebagai berikut :


a. Utang merupakan pemindahan hak seseorang kepada orang lain tetapi untuk sementara . Jika hak
itu tidak dikembalikan , artinya orang yang meminjamnya memakan hak orang yang
meminjamkan nya. Berdasarkan Surat Anisa ayat 29 dan 30 menyebutkan bahwa memakan hak
orang lain dilaang oleh Tuhan karena merupakan tindakan yang tercela hukumnya adalah masuk
neraka.
b. Utang yang besar disamakan dengan kafir sebagaimana hadist nabi diatas yang mengatakan
bahwa menyamakan kekafiran dengan utang yang besar. Sebab ada kecenderungan bagi rang-
orang atau badan hukum yang memiliki utang yang besar jika ia berbicara dia akan berdusta dan
jika ia berjanji tidak akan menempati. Utang yang besar dalam bahasa Lembaga Keuangan
kovensional disebut Over Laverage dan salah satu penyebab krisis perbankan sepanjang masa
dalam era ekonomi liberal sekarang ini,adalah persoalan over laverage

4
9

Harta adalah segala sesuatu yang dapat diperoleh dalam kehidupan di dunia yang berbentuk
materi dan memiliki nilai, mutlak milik Tuhan. Oleh karena itu bagaimana memperoleh dan
menggunakannya harus sesuai dengan moral yang dikandung dalam kaedah-kaedah islam ( Al-
Baqorah ayat 86 , Ali Imran 14 ,117 Al Humazah 1- 9 ) . Dalam Islam , harta atau hak hanya
dapat diperoleh melalui tiga cara , yaitu pertukaran atau jual beli , pemberian atau hibah , dan
hasil kerja. Dalam Islam sangat menghargai “ kerja “ atau “ bekerja “ muatan hasil kerja dan
kerja yang baik . Dengan demikian Hutang pada jenis pertama yaitu untuk bekerja memiliki nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya “memberi” sekalipun “memberi” tidak
mengandung kewajibab untuk membayar kembali. Qiradh lebih tinggi dari Sedaqoh karena
terletak pada kejujuran ; seseorang yang meminjam karena ia tidak punya , sedangkan yang
meminta belum tentu dia tidak punya . Utang lebih baik dari meminta , memiliki latar belakang
yang sama kenapa utang memberikan beban yang berat bagi muslim jika ia tidak membayar.
Tuhan memberikan penghargaan kepada “usaha “ manusia di dunia dan sangat mengharagai hak
orang lain.

Pembiayaan.
Membiayai anak agar bisa kuliah , membiayai pembangunan jembatan,
membiayai pembangunan perumahan, membiayai pertmbangan, pertanian , perkebunan
adalah suatu tindakan harapan dengan menggunakan hasil yang dimiliki yang patut
mendapatkan keuntungan dimasa depan. Keuntungan untuk siapa ? tentu untuk yang
dibiayai /menpatkan pembiayaan , misalnya biaya untuk ia bisa sekolah harapan
keuntungannya adalah bagi yang diabiayai dan yang membiayai adalah mendapatkan
gelar kesarjanaan, membangun jembatan , harapannya adalah berdiri jembatan ,
keuntungan bagi yang membiayai dan yang dibiayai adalah terhubungnya jalur
lalulintas , sedangkan laba yang diperolehnya didapatkan dari harga pemesanan .
Pemesannya ( konsumen ) adalah aktor yang menginginkan adanya jembatan itu , misalnya
pemerintah atau pengusaha pertambangan. Pembiayaan adalah suatu cara pembelanjaan
perusahaan yang memberikan pemodalnya hak atas sebagian harta perusahaan sehingga
memberikan status kepada pemodal tersebut sebagai salah satu pemilik perusahaan. Konsep
Equity Fanincing yang dilakukan oleh Perusahaan pembiayaan dapat membelanjai perusahaan
dengan dua cara yaitu: loan financing dan equity financing.
10

Loan Financing

Bila perusahaan ingin melakukan dengan transaksi dalam bentuk pemberian


pinjaman(loan financin), maka perusahaan yang memberikan pinjaman itu (pemodal)
kedudukan hukumnya memiliki hak tagih karena pinjaman, dan pemodal ini berstatus
hanya sebagai kreditor, pola transaksi pembiayaan loan financing, transaksi dilakukan
hanya sebatas transasksi antar modal, maka yang akan diharapkan dari nilai modal itu
adalah rente, nilai nominal modal tidak mencerminkan modal yang diinvestasikan pada
saat transaksi dilakukan, akan tetapi terhadap inevestasinya bukan lagi menjadi bagian
keuntungan yang diperoleh dari laba proyek yang dibiayai, akan tetapi seberapa besar
jumlah yang harus dikembalikan, berdasarkan rente waktu. Keuntunganyang
diinvestasikan dalam pembiayaan model ini didasarkan pada perhitungan bunga atau
syarat-syarat nisbat yang ditandatangani

Equity Financing

Model equity financing adalah transaksi dalam bentuk kesepakatan pemberian modal
yang bersifat financial,yaitu kedudukan pemberi modal (pemodal) memiliki status hukum
dan ditempatkan sebagai pemilik perusahaan dan memberikan tempat dengan segala hak
dan kewajiban yang ditentukan sebagai seorang pemilik sesuai dengan jumlah modal
yang disetorkannya.Kedudukan pemberi modal pada pembiayaan yang kedua ini
dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaan yang bersifat financial, dengan tujuan
mencari keuntungan.

Norma Equity
Pengertian pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 adalah: “Penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil”.Sedangkan menurut Undang-Undang Perbankan Syariah (UUPS) No. 21 Tahun
2008, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berupa:
11

i. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.


ii. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiyah bit tamlik.
iii. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna’.

AlBaqarah/2:282, ُ‫ ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َذا تَدَايَنتُم بِد َۡي ٍن ِإلَ ٰ ٓى َأ َج ٖل ُّم َس ٗ ّمى فَ ۡٱكتُبُو ۚه‬,

“ Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai 5 untuk
waktu yang ditentukan,hendaklah kamu menuliskanya “Perdagangan adalah salah satu
bentuk mu’amalah konteks ayat ini menunjukan bahwa perdagangan dapat dilakukan
sebagai berikut :
1) Perdagangan ( muamalah ) dapat dilakukan dengan transaksi tunai, Oleh karena
perdagangan itu dilaksanakan secara tunai sudah barang tentu secara timpal balik
dapat terlaksana dengan harmonis.
2) Perdagangan dilakukan dengan transaksi non tunai harus memperhatikan bentuk
timbal baliknya agar harmonis dan langgeng. Akan tetapi, meskipun
perdagangan itu dilakukan dengan transaksi non tunai , Al-Quran tidak hanya
menekankan mu’amalah, kerelaan kedua belah pihak atau apa yang diistilahkan
dengan “an tarȃdhin minkum”. Islam memandang kedudukan hukum dalam
transaksi non tunai ditekankan harus setara dan tidak melebihkan pihak satu
atas pihak lainnya (hubungan pemilik modal atau pengusaha dengan pekerja
misalnya). Tentu hal tersebut berbeda dengan sistim kapitalis, dimana pemilik
modal memiliki kecenderungan yang lebih dominan dan menguasai.
C. Prinsip Modal berbasis “Nomboki “

Modal semata-mata diperlukan untuk proses produksi dalam bentuk tunai , modal bersifat
statis , tidak berubah-rubah atau merubah dirinya sebagai barang bergerak yang diperjual
belikan. Modal identik dengan “uang” , oleh karena uang dipandang sebagai bentuk alat
tukar berbasis “nomboki “ , adalah konvergensi antara logika profit and loss sharing dari
parter yang diciptakan oleh aktor-aktor pemilik kekayaan berupa “uang “ bukan sebagai
sarana untuk masuk dan keluar secara arasement keuangan dalam kapasitas kontrak bagi

5
Terjemahan lain Utang piutang menurut penulis tidak legalisitik sistem.
12

resiko ( risk sharing arrangements ) dalam lalulintas perdagangan ( merchant banking ),


ventura capital .

1) modal yang dimiliki oleh bank , yang disalurkan kepada nasabah dipakai
sebagai aktor dengan kekuatan untuk “nomboki” melakukan tindakan produktif
dalam rangka pengembangan usaha/bisnis riil nasabah dengan aktor-aktor
lainnya yang berdagang dengan nasabah dimana nasabah menjalankan
aktifikatas perdagangannya memerlukan pertolongan pada bank sebagai aktor
yang “nomboki” yang ia gunakan dalam aktivitas produksi.
2) Modal berorientasi pada usaha riil , dan dilaksanakan melalui alat-alat
produksi dan hasil-hasil ekonomi, tujuan yang hendak dicapai adalah
equality ,yaitu apa yang seharusnya di-usahakan ,lebih tepatnya -untuk usaha apa
, bukan bagaimana modal diperlakukan dan digerakan untuk mendapatkan
keuntungan berdasarkan persamaan kesempatan (equality of opprtunity),
karena keuntungan diperoleh dari perdagangan secara mendasar berbeda dari
peminjaman uang. Islam cenderung menyetujui usaha perdagangan ,tapi
menaruh kecurigaan terhadap bisnis “uang “ . Pada bisnis “uang “ kental dengan
filsafat pembagian resiko ,adanya suku bunga yang ditentukan disatu pihak (
leder ) dan resiko yang ditanggung pihak lain ( borrower ) , filosofi ini lebih
cenderung exploitative , ekonomi yang menjepit , dan bahkan akan
menimbulkan bencana norma baru , yaitu krisis moneter sepanjang masa.
3) Kontruksi modal pada filosofi perdagangan non tunai yang diajarkan oleh ayat
tersebut diatas adalah modal digunakan untuk perdagangan riil dimana
persamaan kesempatan diperoleh dengan berbagi resiko ( profit and loss
sharing /PLS ) yaitu membangun perdagangan sebagaimana diperuntukan
sesuai dengan modal yang terseleksi.
4) Modal berbasis materil , adalah uang berstandar “emas” , bukan uang berbasis
hutang , uang yang berbasis emas ini oleh bank sentral disalurkan sebagai basis
modal perbankan syariah , kemudian oleh perbankan disalurkan kepada aktor-
aktor bisnis diedarkan sebagai alat tukar konstan , dalam perdagangan dimana
13

modal hanya berfungsi sebagai alat “nomboki “ , menjadikan uang akan tetap
terjaga sebagai modal usaha yang menghasilkan keuntungan produksi.
5) Penyaluran uang dalam permodalan usaha riil , bank terlibat didalamnya
menggunakan komponen binis terhadap modal yang di tombokinya, sepenuhnya
bukan atas dasar perhitungan presentase , akan tetapi modal yang disalurkan
akan dikembalikan berdasarkan nisbat , dari keuntungan berupa “laba” .
6) Kontrak didesain untuk menghindari larangan bunga ,salah satu yang paling
penting adalah kontrak pembagian keuntungan dan kerugian ( profit and loss
sharing ) yang menggunakan instrument hukum melalui akad mudharabah,
murabahah , musyarakah6.
7) Modal tidak secara serta merta dikembalikan bersama angsuran , konsep
pengembalian modal berbeda dengan perbankan konvensional , dimana
pengembalian modal ( ROI/re of investment ) di hitung bersama dengan
keuntungan berdasarkan pagu “bunga” . Perbedaan antara prinsip syariah
dengan modal berbasis hutang , lihat diagram dibawah ini :

Jenis perbedaan Bank syariah Bank Konvensional


Al-Qur`an & Al-Sunnah dan
landasan hukum Hukum positif
Hukum positif
Basis operasional Laba Bunga
Berdasarkan syariah, semisal
Skema produk mudharabah, wadiah, murabahah, Bunga
musyarakah dsb
Perlakuan terhadap Dana Dana masyarakat merupakan Dana masyarakat
Masyarakat titipan/investasi yang baru merupakan simpanan yang
mendapatkan hasil bila harus dibayar bunganya
6
Fakta berbicara lain : dari hasil penelitian penulis praktek perbankan sayariah lebih cenderung instrument
hukum akad mudharabah, musyarakah , murabahah , bentuk atau wujud dari kontrak-kontrak ini sangatlah cerdas
( mengakali ) hingga dianggap sebagai hiyal ( bentuk tunggalnya : hila ) yang mengandung arti kelicikan atau tipu
muslihat . Kontruksi hukum “akad “ mirip dengan konsep hukum perdata barat , lebih-lebih lagi ketika Bank
Syariah memasang “agunan “ bank . disini nampak sekali , hiyal dilakukan dengan menggunakan sesuatu yang sah
menurut hukum posistif untuk mencapai tujuan yang tidak sah menurut hukum islam. Formalitas-formalitas itulah
yang memungkinkan “ bunga “ ,meski dengan nama yang berbeda ,dapat ditagih dan dibayarkan.
14

Jenis perbedaan Bank syariah Bank Konvensional


diputar/di’usahakan’ terlebih
saat jatuh tempo
dahulu
Tidak memperhatikan
Sektor penyaluran dana Harus yang halal
halal/haram
Harus ada DPS (Dewan
Organisasi Tidak ada DPS
Pengawas Syariah)
Accrual dan cash basis (untuk
Perlakuan Akuntansi Accrual basis
bagi hasil)

Skema “ keuntungan “ bank dilihat dari berbasis “ bunga dan berbasis laba “

Bunga Laba
Suku bunga ditentukan di muka Nisbah bagi hasil ditentukan di muka
Nisbah bagi hasil diaplikasikan pada
Bunga diaplikasikan pada pokok pinjaman (untuk
pendapatan yang diperoleh nasabah
kredit)
pembiayaan
Suku bunga dapat berubah sewaktu-waktu secara Nisbah bagi hasil dapat berubah bila
sepihak oleh bank disepakati kedua belah pihak

8) Esksitensi perbankan syariah menurut paham system bank ganda ( UU No


10/1998 dan UU No 21/2008 ) sebagai lembaga intermediasi (penyaluran), dari
nasabah pemilik dana (shahibul mal) dengan nasabah yang membutuhkan dana.
Ialah dalam rangka permodalan “nomboki “ , dengan adanya para penyimapan
dana masyarakat pada bank , adalah berkaitan dengan upaya gerakan ekonomi
keuangan umat muslim , penyimpanan dana masyarakat dalam konsep ekonomi
kapitalis , adalah dana ekonomi surplus , pengertian ekonomi surplus dalam tata
15

norma islami , menunjukan bahwa uang tetaplah uang yang bernilai pasti ,
karena uang sudah distandarkan dengan emas. Uang yang bertransformasi dalam
bentuk modal itu, oleh bank dikompensasikan melalui “pembiayaan “ yang
berfungsi pertolongan didalam kegiatan bisnis/muamalah.
9) Kegiatan bisnis yang berorientasi modal seperti perbankan sebagai kantong-
kantong “uang umat “ yang diperlukan untuk pertolngan usaha berbasis
“nomboki . Nasabah dana dalam bank syariah diperlakukan sebagai investor
dan/atau penitip dana, demikian pula aktor yang menerima “penombokan “
dalam akad diperlakukan sebagai pengelola (mudharib).
D. Prinsip non Mohatra.

Kontrak mohatra berasal dari representasi pemikiran-pemikiran kasuistik umat


KristenKatholik dimuat dalam Lettre Provincile Blasé Pascal yang ke 8 pada tahun 1656. 7

Kontrak mohatra merujuk pada jual beli kuno yang bersifat ganda yang dikenal sebagai
ina atau mukhtara, yaitu ketika seorang debitur dan seorang kreditur menjual dan kemudian
menjualnya kembali diantara mereka sebuah barang bergerak atau tidak bergerak , pihak satu
membeli dengan pembayaran tunai dan pihak satunya lagi untuk suatu yang lebih besar
secara kredit, dengan menggunakan selisih harga sebagai sebuah pinjaman yang disertai
bunga. Cara-cara semacam itu adalah cukup umum diterapkan dalam praktek perbankan
Syariah di Indonesia . Pada prinsip ini cara untuk menghindari riba yaitu dibuat kesepakatan
tentang keuntungan dengan sebutan “nisbat “ yang disetujui oleh para pihak. Sistim
perbankan syariah menitik beratkan pada “ keuntungan “ sepihak , identik dengan pola
kalkulasi aritmatika dan kapasitas produksi, sebagaimana bank konvensional . bank syariah
merupakan suatu sistim yang komprehensif yang merupakan gabungan antara bisnis dan
modal , hanya saja dengan tambahan norma-norma islam yang ditegaskan semata-mata pada
bait kepala akta dengan baris-baris kalimat islami yang pada hakekatnya adalah tentang
perdagangan yang jujur, tidak saling menipu, semua dilakukan oleh setiap individu maupun
perusahaan dengan penuh kejujuran dan saling menghormati, selebihnya mekanisme dan
pembebananya adalah setara dengan bank konvensional. Konsep inilah bagi aktor perbankan
7
Ibrahim Warde , Islamic Finance ,2000 , Edinburg University Press, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh
Andriyadi Ramli, dengan judul “Keuangan Islam dalam Keuangan Global “ ,2009 Penerbit Pustaka Pelajar
Yogyakarta , hal 104
16

dengan mudah untuk mengembangkan pola mentalitas berkelimpahan (abundance


mentality) yakni pola hidup yang lebih banyak memberi daripada menuntut kepada pihak
lain. Bekerja dengan logika keuntungan jangka pendek dan sempit. Persaingan juga
mendorong pada eksploitasi manusia, perusakan lingkungan, dan pelanggaran kepentingan
umum. Akibatnya jangka panjang bukan saja dunia bisnis yang terancam, namun juga
keberlangsungan hidup manusia terancam. Berpijak pada hasil penelitian di atas . Beberapa
transaksi yang menggunakan istrumen antara lain :

Praktek Transaksi Murabahah.

Praktek Bank Syariah esensinya sama dengan Bank Konvensional adalah badan usaha
yang profit oriented. Oleh karena itu besarnya proporsi pembiayaan murabahah hingga
sampai saat ini mencapai sekitar 60-70% jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh Bank
Syariah.

 Dalam pelaksanaan akad Murobahah sering menjumpai praktek di lapangan Bank


Syariah, yang pertama penentuan margin sepenuhnya dilakukan oleh Bank
Syariah.
 Penentuan secara sepihak ini tidak diperbolehkan karena dalam akadnya harus ada
keterbukaan dari pihak bank. Yang kedua kebanyakan Bank Syariah tidak
menyerahkan barang kepada nasabah tetapi memberi uang kepada nasabah
sebagai wakil untuk membeli barang yang dibutuhkan.
 Hal ini tentu menyimpang dari aturan fiqh, karena ada dua transaksi dalam satu
akad yaitu wakalah dan murabahah. Di samping itu, dengan transaksi yang
demikian dapat saja nasabah melakukan penyelewengan terhadap dana yang
diberikan oleh Bank Syariah.

Praktek Transaksi Mudharabah

 Dalam pelaksanaan akad mudharabah di lapangan, maka akan jarang ditemui


akad mudharabah murni karena akadnya adalah mudharabah yang dimodifikasi
dengan musyarakah karena modalnya berasal dari dua pihak, Bank Syariah dan
nasabah. Walaupun dalam hal manajemen, Bank Syariah tidak ikut campur. Hal
17

ini terjadi karena Bank Syariah hanya mau memberikan pembiayaan kepada usaha
yang telah berjalan selama kurun waktu tertentu.
 Selain itu pembagian return pembiayaan ternyata tidak berdasarkan sistem bagi
hasil dan rugi (profit and loss sharing) tetapi menggunakan sistem bagi
pendapatan (revenue sharing). Sistem ini dipilih karena Bank Syariah belum
sepenuhnya berani berbagi risiko atau kerugian (loss /risk sharing) modal secara
penuh.
 Keuntungan yang harus diberikan nasabah ternyata telah dikira-kira (ditetapkan di
muka) oleh Bank Syariah karena nasabah tidak mampu membuat laporan
keuangan untuk menghitung laba atau rugi usahanya.

1. Banyak Bank Syariah yang belum secara menyeluruh dalam melakukan kegiatan
perekonomian Islam, yaitu belum memiliki usaha nyata yang dapat menghasilkan
keuntungan.

 Semua jenis produk perbankan yang mereka tawarkan hanyalah sebatas


pembiayaan dan pendanaan. Dengan demikian, pada setiap unit usaha yang
dikelola, peran perbankan hanya sebagai penyalur dana nasabah. Hal ini mereka
lakukan, karena takut dari berbagai resiko usaha, dan hanya ingin mendapatkan
keuntungan.
 Atas fakta tersebut maka ini tidak sesuai dengan semangat dari Ekonomi Islam itu
sendiri, yaitu mengacu pada sektor riil. Tetapi juga kadang ada semacam
‘apology’ (pembelaan) dari Bank Syariah. Bank Syariah mengatakan bahwa
adanya perbankan adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang
kelebihan dana dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkan dana. Tentu kalau dicermati memang sekilas tidak ada masalah,
akan tetapi juga harus dingat bahwa di dalam Ekonomi Islam kegiatan
perekonomian di dasarkan pada sektor usaha yang nyata. Selain itu juga jika
Perbankan Syariah belum mempunyai badan usaha yang nyata maka dapat
menjadi indikasi bahwa Perbankan Syariah hanya mencari aman atau tidak mau
mengambil resiko.
18

E. Prinsip Ijab Kabul

Mekanisme penetapan harga suatu produk perbankan syariah harus didasarkan pada basis
menawarkan dan menerima tawaran , merupakan ketentuan yang normal dalam kapasitaasnya
modal berbasis non hutang Penetapan harga suatu produk dan penetapan harga pembiayaan bank
syariah berbasis modal non hutang , yaitu supply , demand dan value yang diterima/dipersepsi
oleh harga bagi hasil yang dilaksanakan oleh bank dan nasabah 8. Konsep transaksi yang
terdapat pada hubungan hukum tentang prestasi memiliki dua pengaruh hukum pertama
pengaruh hukum buatan manusia adalah “kesepakatan “. Yang kedua pengaruh hukum buatan
Tuhan yaitu “Ijab Kabul “

Pengaruh Hukum Buatan Manusia.

Pengaruh hukum buatan manusia , unsur hukum tertinggi dalam perjanjian adalah
“ kesepakatan “ . Unsur kesepakatan memiliki konsekwensi hukum , ialah
terjadinya transaksi yang diwujudkan melalui instrument akta “perjanjian “.
Sehingga dengan dipenuhinya salah satu unsur tertinggi dalam perjanjian yaitu “
kesepakatan “,transaksi akan dapat dilaksanakan baik secara tunai maupun non
tunai.

a. Hubungan hukum demikian menandakan bahwa transfer barang dengan


barang yang dilaksanakan oleh aktor-aktor bisnis hanyalah pemenuhan
hubungan ekonomi . Perikatan diberikan kebebasan untuk menentukan
bentuk perjanjiannya, atau lebih dikenal dalam hukum buatan manusia
ini dengan sebutan “ asas kebebasan berkontrak “ artinya sesuka-
sukanya ia membuat kesepakatan sepanjang kesepkatan itu tidak
berseberangan dengan ketentuan hukum dan kebiasaan yang berlaku
dalam tataran perdagangan9.
8
Pola modal dalam sistim kapitalis , perekonomian diatur oleh pasar. Pasar berfungsi memberikan signal kepada
produsen dan konsumen dalam membentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin.
The invisible hand yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian adalah
mencari riba .
9
Pasal 1339 menyebutkan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.
19

b. Perdagangan tunai diadaptasikan dengan sesuatu pembayaran berupa


“harga “ , dan setelah harga dibayarkan apakah transfer dari harga yang
telah dibayarkan itu dapat mengkontribusikan telah selesainya
perjanjian ? Paham hukum ini mengatakan bahwa ” Hak milik atas barang
yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama penyerahan nya
belum dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku ( Pasal 1459
KUH Perdata ).
c. Perikatan sebagaimana diatur dalam pasal 1313 juncto pasal 1233
K.U.H.Perdata dinamakan perikatan obligator (obligative overeenkomst).
Para pihak atau salah satu pihak berkewajiban untuk memberikan prestasi
tertentu, oleh karena itu penyerahan prestasinya sendiri bisa saja atau
mungkin baru dilakukan kemudian. Sistem hukum K.U.H.Perdata
membedakan dua perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan , yaitu
perbuatan yang menimbulkan perikatan ” obligatoir ” dan perbuatan
hukum yang menimbulkan perikatan ” lavering ” penyerahan atas objek
yang diperjanjikan.
d. Paham hukum demikian secara nyata diterapkan dalam model perbuatan
hukum di Indonesia, sehingga setiap perbuatan hukum yang dilakukan
tidak secara serta merta menimbulkan peralihan hak atas sesuatu, yang
membawa akibat hukum lain. Norma pemisahan ini dapat kita perhatikan
sebagai berikut :
 Pasal 616 menyatakan bahwa ”penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak
bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan
cara seperti ditentukan dalam peraturan yang berlaku ”10
 Pasal 1457 K.U.H.Perdata, yang menyatakan bahwa : “jual beli adalah perjanjian,
dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu
kebendan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

10
Menurut pendapat Prof Subekti , sistem semacam itu dikenal dengan sebutan sistem abstrak , yaitu sistem yang
dianut di Jerman . Paham hukum “lavering “ yang dikonstruksikan sebagai suatu “ zakelijke overeenkomst” sudah
dilepaskan hubungannya dengan perjanjian obligatoir yang berdiri sendiri.
20

 Pasal 1459 ” Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada
pembeli selama penyerahan nya belum dilakukan menurut ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
 Lebih lanjut dapat kita lihat dalam pasal 584 B.W ( Buku II ) yaitu pasal yang
mengatur tentang cara memperoleh hak milik. BW menentukan secara jelas
bahwa salah satu cara untuk mendapatkan hak milik adalah dengan cara
penyerahan atau ”lavering ” tanpa dengan penyerahan dilakukan maka hak milik
tidak dapat menyebabkan suatu titel sah. Akan tetapi rumusan ini berkaitan erat
dengan suatu perbuatan hukum ”asal” yang kita sebut sebagai alas hak atau dari
rumusan pasal tersebut diterangkan dengan kata-kata ” berdasarkan suatu titel
yang sah ” , dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas ”
 Pasal 1339 menyebutkan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-
hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu
yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau
undang-undang.
e. Paham hukum pemisahan perbuatan dan hubungan hukum ini pada
dasarnya adalah suatu tindakan yang berkaitan erat dengan apa yang
disebut dengan ”prestasi”, terhadap obyek yang berkaitan dengan harta
kekayaan,sehingga pengaturannya berkaitan dengan hak-hak kebendaan
yaitu benda tetap ”real property law ” dan pengaturan mengenai benda
bergerak ”personal property law ” yang diatur secara terpisah satu sama
lain, yang merupakan dua paham yang berbeda terhadap bagaimana
berbuat atau tidak berbuat dalam melakukan hubungan hukum perdata
terutama terhadap bagaimana seseorang melimpahkan harta kekayaan
baik secara kehendak dan tidak berdasarkan kehendak.
f. Pelanggaran yang disebabkan tidak dipenuhinya prestasi inilah
sebagaimana dikehendaki oleh ketentuan pasal 1339 BW , maka perikatan
yang menurut ketentuan undang-undang harus dilakukan suatu perbuatan
hukum tertentu pada institusi lain. Perikatan itu baru dikatakan sah jika
perbuatan itu dilaksanakan. Hubungan itu baru dianggap sah ketika unsur-
unsur perbuatannya memenuhi ketentuan undang-undang, kapan dan
21

dimana pelekatan antara obligaotoir dan lavering menjadi suatu tindakan


hukum yang mengikat adalah tergantung pada paham perikatan yang
dianut oleh negara masing-masing.
g. Paham hukum perikatan di Indonesia tidak selalu sama sehingga, sub
ordinasi tentang perikatan akan menciptakan bentuk-bentuk yang berbeda
terhadap penuangan perjanjiannya dalam bentuk akta-akta perjanjian
terpisah.
h. Di Perancis bligatoir dan Zakelijke overeenkomst digabung menjadi satu
sebagai suatu perbuatan hukum perdata yang dilakukan oleh dan dari para
pihaknya sehingga pada saat mana perbuatan itu dilakukan maka ”titel ”
yang dilakukan terhadap peralihan harta kekayaan sekaligus menjadi hak
atas klaim yang didapatkanya. Di Negara Belanda perbuatan hukum
perikatan yang dilakukan baik karena perjanjian maupun yang
ditimbulkan oleh undang-undang selalu mengacu pada pemisahan norma
yang berbeda , dimana peristiwa hukum ”obligatoir ” dan ”lavering ”
adalah merupakan peristiwa hukum yang berdiri sendiri (independent),
demikian halnya di Jerman perbuatan kemauan kedua belah pihak ”
zakelijke overeenkomst” adalah dapat dipandang sebagai perbuatan
hukum (rechtsgeschaft) tersendiri 11.
i. Konsekwensi dari paham hukum yang mengenal pemisahan maka harta
kekayaan yang dilimpahkan kepada orang lain tidak selalu menimbulkan
sebab perpindahan hak milik jika perbuatan hukum dilakukan hanya satu
kali prestasi dan dengan satu kali prestasi , kehendak yang diakibatkan
oleh suatu sebab dari obyek yang berbeda akan menimbulkan perbuatan
hukum yang tidak sama membawa pada berlakunya hak milik atas suatu

11
Didalam sistem hukum di Jerman Perjanjian obligatoir bisa dibatalkan dengan menerbitkan suatu
claim yang bersifat persoonlijk bagi sipemilik lama, namun hak milik atas barang tetap pada pihak
yang telah memperoleh berdasarkan lavering. Hal ini bisa digambarkan sebagai berikut : jika pihak
yang melever beranggapan itu berdasarkan jual beli ,tetapi pihak yang menerima beranggapan bahawa
lavering tersebut berdasarkan hibah , maka barang tetap secara sah berpindah miliknya kepada yang
menerima, karena zakelijke overeenkomst tertuju kepada pemindahan hak milik. Akan tetapi kalau
pihak yang menyerahkan berdasarkan jual beli sedangkan yang menerima barang mengira bahwa
penyerahan itu berdasarkan perjanjian pinjam-pakai , maka tidaklah terjadi suatu hak milik tidak
beralih. ( lihat Subekti, Aneka Perjanjian )
22

benda. Sistem ini , apabila perjanjian obligatoirnya batal atau kemudian


hari dibatalkan ( oleh hakim ) , laveringnya juga ikut serta batal dan
barangnya dianggap tidak pernah berpindah miliknya. Begitu pula dengan
orang yang melever ternyata orang yang melakukanya tidak berhak
memindahkan hak miliknya karena ia bukan pemiliknya atau rang yang
dikuasakan olehnya. Pertanyaanya adalah pada saat mana orang dikatakan
memiliki kehendak bebas ? BW menganut paham pemisahan obligatoir
dan Lavering , kehendak bebas itu timbul dan sah ketika pada saat ia
melakukan leveringnya itu. Dengan demikian pada saat ia mengadakan
pengikatan baik yang di timbulkan oleh perjanjian atau oleh sebab
undang-undang ( perpindahan hak milik karena waris ) perbuatan itu baru
dapat dikatakan sebagai perbuatan ”obligatoir ” , karena proses balik
nama misalnya terhadap barang tetap ( tanah ) belum dilakukan ”lavering
” melalui perbuatan hukum tertentu yaitu mendaftarkan.
j. Paham hukum ini suatu perbuatan dalam transaksi perdagangan
diperlukan suatu perbuatan hukum lain yaitu ”penyerahan ” ( Lavering ).
Walaupun kewajiban transfer /pemindahan kewajiban satu telah
dilaksankan maka kewajiban lainnya adalah transfer ”barang ” harus
dilaksanakan oleh aktor lainnya yang telah membuat perjanjian itu dalam
hal ini, misalnya perjanjian jual beli. Pembeli telah melakukan
pentransferan ”harga” . Hak milik atas barang itu ,menurut norma diatas
dikatakan belum berpindah, manakla tidak dilakukan transfer hak milik
atas barang itu dari penjual kepada pembeli, dengan cara menyerahkan
barang yang dijualnya.
 Persolan ini sangat mudah dipahami jika obyek jual beli itu
adalah barang bergerak , katakalah sebuah mobil, dijual kepada
Amir sebagai pembeli, dan pemilik dari mobil yang dijual itu
adalah Husen. Kesepakatan yang terjadi adalah jual beli, pembeli
melunasi ”harga” mobil milik Husen. Amir mentransfer harga
pembeliannya maka seketika itu juga ”Husen ” juga harus
23

mentransfer hak milik atas mobil kepada Amir dengan cara


menyerahkan mobil itu kepada Amir.
 Persoalan lainya , pada keadaan berbeda sebut saja misalnya
”Tanah ” sangat jelas sangat berpengaruh terhadap ketentuan, ”
hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada
pembeli selama penyerahan nya belum dilakukan menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku” . Menjadi cukup serius
terhadap penerapan legalitas ”penyerahan ” berpengaruh terhadap
pemenuhan perbuatan hukumnya. Nilai equity nya ( nilai
persamaan ) benda nya dalam bentuk formal ”tanah” ataukah
informal ”tanah”. Garis merah yang meberikan ketegasan dalam
pengertian benda /barang berupa ”tanah ” sebagai obyek jual beli
misalnya, adalah hanya sebatas obyek formal yang digolongkan
benda tetap. Terminologi ”tanah” dalam pengertian informal
adalah benda yang dapat dipindahkan contoh- tanah urugan ,
tanah pasir .
 Aplikasi norma diatas berorientasi menjadi adaptive change ,
sangat spesifik karena ”penyerahan” tanah dalam terminologi
informal bisa dilakukan oleh penjual kepada pembeli, melalui
sarana angkutan misalnya diangkut dengan truk atau kendaraan
pick up.
k. Penyerahan pada terminoogi ”tanah” obyek barang tidak bergerak ,
dalam transaksi jual beli tanah terikat pada ketentuan hukum lain :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 12
2) Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria : “Pendaftaran
tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
 pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
 pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

12
Pasal 37 ayat (1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya
kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
24

 pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat


pembuktian yang kuat.”

Pengaruh Hukum Buatan Tuhan

Pengaruh hukum buatan Tuhan , dalam fungsi transaksi non tunai , dilalui dengan
suatu bentuk kesepakatan yang dilakukan berdasarkan komunikasi tentang pelunasan
pembayaran mengutamakan transformasi penyaluran “harga “ berdasarkan prinsip
pemisahan kesepakatan, pembiayaan yang adil adalah sebagai berikut :

a) Harga penawaran pembiayaan ditentukan sesuai dengan aktivitas tawar menawar


antara bank dan nasabah . Hal ini berdasarkan hadis “Biarkan lah sebagian
manusia dikaruniai rezeki oleh Allah Swt melalui sebagian yang lain.”
b) nilai suatu keutungan ditentukan oleh tingkat penawaran dan permintaan terhadap
barang tersebut, dengan tetap memperhatikan prinsip harga yang adil serta berada
dalam koridor pengawasan dan kontrol negara (pricing, price control).
c) at-Tas’ȋr boleh dilakukan dalam kaitannya dengan pekerjaan. Ketika masyarakat
membutuhkan orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu, maka
mereka harus mengerjakannya dengan upah standar (mitsl)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, 2007,Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga


Keuangan, Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
_______________, 2010, Perbankan Syariah di Yogyakarta, Gadjah Mada
University Perss, Yogyakarta
Agus Pandoman ,BLBI Extraordinary Default, JawaraBisnis Group, Jakarta 2014,
25

______________, Teori Quietus Politik, UII Press, Yogyakara, 2015.

________________, Sistem Hukum Konvensional Bank dan Non Bank Jilid I& II
(Diktat Kuliah S-2) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.
Agus Pandoman- Andika Maulana- Satrio Abdullah, Prinsip-Prinsip Pembiayaan
Yang Adil Sistem Hukum Perbankan Syariah –Volume I & II , Sun Rise Yogyakarta
, cet 1 2017.

Aqyuddin An-Nabhani,-An ‘Nidlamal’Iqtishadifil ‘islam, 1990 DarulUmah ,Beirut,


Edisi Indonesia diterbitkanpertamakaliolehRisalahGusti, diterjemahkan oleh Drs
Moh Maghfur Wachid , dengan judul : MembangunSistemEkonomiAlternatif ,2009,
RisalahGusti, Surabaya.

Black Henry Campbel, 1990, Black Law Dictionary, St. Paul Minnesota West
PublishingCo

Badrulzaman Mariam Darus, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra


Aditya Bakti.

Charles Stanford, The Disorder of Law : A Critic of Legal Theory ,( Oxford : 1995
Basil Blackwell) ( dipetik dar iMenggagas Hukum Progresif Indonesia, Penyunting
Ahmad Gunawan, peneribit PustakaPelajar,Cetakan 2 , 2012,Yogyakarta

FrasminggiKamasa, 2012, The Age Of Deception, Jakarta, Gema Insani.

Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes ,III, Islamic Law and Finance : Religion ,
Risk and Return ,1998 The Hague : Kluwer Law International .

Nouriel Roubini dalam bukunya Crisis Economics ACrash Course in The Future of
Finance, 2010 The Penguin Press, New York

ISRA (International Syari’ah Research Academy, for Islamic Finance),


SistemKeuangan Islam Prinsip&operasi, 2015,Rajagrafindo, Jakarta.

Ibrahim Warde, Islamic Finance in The Global Economy ,2000, Endiburg


University Press , diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Andriyadi Ramli
26

dengan judul “ Islamic Finance Keungan Islam Dalam Perekonomian Global, 2009,
Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Jumhana M, 1993 ,HukumPerbankan Di Indonesia, Bandung, Citra Adtiya Bhakti.

Hendy Hrijanto,SelamatkanPerbankan, Jakarta, Expose.2016

Harahap Yahya M, 2006, Segi – Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni

Ichsan Achmad, 2006, Hukum Perdata IB, Jakarta, Pemibimbing Masa.

Robert T Kiyosaki – Rich Dads Conspiracy of The Rich The 8 New Rules of
Money ,2009 diterjemahkankedalambahsa Indonesia olehRatu Fortuna Rahmi
Puspahadi,2010, GramediaPustaka Tama, Jakarta.

Salim HS, PengantarHukumPedatatertulis (BW), Jakarta: SinarGrafika,

Simatupang Richard Burton, 2007, Aspek Hukum Dalam Bisnis (Edisi Revisi),
Jakarta, Rineka Cipta.

Subekti R, 2008, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa

Veithzal Rivai & Andria, PermataVeithzal, 2007, Credit Management Handbook,


Jakarta, Raja Grafindo

Veithzal Rivai, Islamic Transaaction Law In Business, TeoridanPraktek, 2011,


BumiAksara, Jakarta.

- Al Qur’an Dan Terjemahannya Juz 1 – 30 Kitab Suci Al-Qur’an, Departemen


Agama Republik Indonesia Jkt, diterbitkan oleh Kumudasmoro Grafindo Semarang
,1994.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang FIDUSIA.


Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Atas Tangungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
27

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang selanjutnya diubah dengan Undang-


Undang Nomor 02 Tahun 2014 TentangUndang-Undang Jabatan Notaris (yang
selanjutnya akan disebut UUJN
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Anda mungkin juga menyukai