Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN MAGANG MBKM DATA ANALYTICS SEM-PLS

A. Karakteristik Responden Penelitian


Jumlah total sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang pegawai sektor
perbankan di Indonesia. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai rincian karakteristik kriteria
responden dalam penelitian ini masing-masing dikategorikan berdasarkan usia, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, status, masa kerja dan posisi atau bagian dalam perkerjaan.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Penelitian ini tidak memberikan batasan usia responden yang dapat ikut
berpartisipasi. Adapaun rincian usia pegawai sektor perbankan dalam penelitian ini ialah
sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No
Usia Jumlah Prosentase
.
1. 20 - 29 Tahun 75 Orang 75%
2. 30 – 39 Tahun 15 Orang 15%
3. 40 – 49 Tahun 6 Orang 6%
4. 50 – 59 Tahun 4 Orang 4%
Total 100 Orang 100%
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 1, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian
besar berusia 20 – 29 tahun. Jumlah pegawai dengan usia 20 – 29 tahun sebanyak 75
orang (75%), jumlah pegawai dengan usia 30 – 39 tahun sebanyak 15 orang (15%), jumlah
pegawai dengan usia 40 – 49 tahun sebanyak 6 orang (6%), dan jumlah pegawai dengan
usia 50 – 59 tahun sebanyak 4 orang (4%). Adapun dapat diinformasikan bahwa
responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini paling muda berusia 20 tahun dan
paling tua berusia 52 tahun.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Penelitian ini mengkategorikan responden berdasarkan jenis kelamin menjadi dua
jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Adapaun rincian jenis kelamin responden yang ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
.
1. Laki-laki 33 Orang 33%
2. Perempuan 67 Orang 67%
Total 100 Orang 100%
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 2, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian
besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 67 orang. Jumlah pegawai berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 33 orang (33%), sedangkan jumlah pegawai berjenis kelamin
perempuan sebanyak 67 orang (67%).
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Penelitian ini mengkategorikan responden berdasarkan pendidikan terakhir menjadi
SLTA/Sederajat, D3, S1, S2 dan S3. Adapaun rincian pendidikan terakhir responden yang
ikut berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Pendidikan Terakhir Jumlah Prosentase
.
1. SLTA/Sederajat 8 Orang 8%
2. D3 5 Orang 5%
3. S1 87 Orang 87%
Total 100 Orang 100%
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 3, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian
besar berpendidikan terakhir S1 sebanyak 87 orang. Jumlah pegawai berpendidikan
terakhir SLTA/Sederajat sebanyak 8 orang (8%), jumlah pegawai berpendidikan terakhir
D3 sebanyak 5 orang (5%), serta jumlah pegawai berpendidikan terakhir S1 sebanyak 87
orang (87%).
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Status
Penelitian ini mengkategorikan responden berdasarkan status menjadi dua kriteria,
yaitu menikah dan belum menikah. Adapaun rincian status responden yang ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status
No Status Jumlah Prosentase
.
1. Menikah 27 Orang 27%
2. Belum Menikah 83 Orang 83%
Total 100 Orang 100%
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 4, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian
besar berstatus belum menikah sebanyak 83 orang. Jumlah pegawai berstatus menikah
sebanyak 27 orang (27%), sedangkan jumlah pegawai berstatus belum menikah sebanyak
83 orang (83%).
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Penelitian ini tidak memberikan batasan masa kerja responden yang dapat ikut
berpartisipasi. Adapaun rincian masa kerja responden yang ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
No
Masa Kerja Jumlah Prosentase
.
1. 1 - 10 Tahun 92 Orang 92%
2. 11 – 20 Tahun 4 Orang 4%
3. 21 – 30 Tahun 4 Orang 4%
Total 100 Orang 100%
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 5, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian
memiliki masa kerja selama 1 - 10 tahun. Jumlah pegawai dengan masa kerja 1 – 10 tahun
sebanyak 92 orang (92%), jumlah pegawai dengan masa kerja 11 – 20 tahun sebanyak 4
orang (4%), dan jumlah pegawai dengan masa kerja 21 – 30 tahun sebanyak 4 orang (4%).
Adapun dapat diinformasikan bahwa responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian
ini paling sebentar dalam masa kerjanya yaitu selama 1 tahun dan paling lama dalam masa
kerjanya yaitu selama 26 tahun.
f. Karakteristik Responden Berdasarkan Posisi/Bagian
Penelitian ini tidak memberikan batasan berdasarkan posisi atau bagian responden
yang dapat ikut berpartisipasi. Adapaun rincian posisi atau bagian responden yang ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Posisi/Bagian
No Posisi/Bagian Jumlah Prosentase
.
1. Teller 16 Orang 16%
2. Frontliner 23 Orang 23%
3. Customer Service 15 Orang 15%
4. Field Collector 7 Orang 7%
5. Lainnya 39 Orang 39%
Total 100 Orang 100%
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 6, responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagian
besar menduduki posisi atau bagian Frontliner sebanyak 23 orang. Jumlah pegawai dengan
posisi atau bagian Teller sebanyak 16 orang (16%), jumlah pegawai dengan posisi atau
bagian Frontliner sebanyak 23 orang (23%), jumlah pegawai dengan posisi atau bagian
Customer Service sebanyak 15 orang (15%), dan jumlah pegawai dengan posisi atau
bagian Field Collector sebanyak 7 orang (7%). Adapun pegawai yang tidak termasuk
dalam bagian atau posisi yang sudah disebutkan kami mengkategorikan dengan istilah
“Lainnya” (mikro kredit analis, analis kredit, bancassurance, SPV, account officer,
programmer, marketing, RM kredit, pegawai pelaksana, assistant, pincapem, admin kredit
KUR, call staff, sekretaris, branch service manager, SSO, credit risk, syariah specialist,
dan BCO) sebanyak 39 orang (39%).

B. Analisis Statistik Deskriptif Variabel


Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif yaitu dengan statistik rata-rata (mean).
Statistik ini menggambarkan rata-rata nilai responden tertentu pada penelitian. Metode three-
box method digunakan untuk mencari nilai katagori (1,00-2,33 (rendah), 2,34-3,67 (sedang)
dan 3,68-5,00 (tinggi)) seluruh variabel. Penelitian ini menggunakan empat variabel
penelitian, adapun empat variabel tersebut ialah cyberloafing, person-organization fit,
innovative work behavior serta employee performance. Berikut merupakan rincian hasil
statistik deskriptif empat variabel tersebut:
a. Cyberloafing
Pengukuran cyberloafing (X1) menggunakan skala 7 item yang dikembangkan oleh
peneliti mengacu pada 2 indikator Lim (2002: 685), yaitu aktivitas email dan aktivitas
browsing. Berikut rincian hasil statistik deskriptifnya:
Tabel 7. Penilaian Responden Berdasarkan Variabel Cyberloafing
Item Skala Likert Mean Mean Mean
Pernyataan 1 2 3 4 5 Item Indikator Variabel
C.1.1 17 36 20 18 9 2,66 2,56
C.1.2 17 44 18 18 3 2,46 (Sedang)
C.2.1 19 41 21 14 5 2,45
2,61
C.2.2 18 19 21 23 19 3,06
2,66 (Sedang)
C.2.3 17 18 27 34 4 2,90
(Sedang)
C.2.4 34 32 24 2 8 2,18
C.2.5 15 37 20 16 12 2,73
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 7, indikator aktivitas email memiliki nilai dengan rata-rata 2,56,
yaitu dalam kategori sedang. Sedangkan indikator aktivitas browsing memiliki nilai dengan
rata-rata 2,66, yaitu dalam kategori sedang. Secara kesimpulan variabel cyberloafing dalam
kategori sedang, dengan nilai rata-rata jawaban 2,61.
b. Person-Organization Fit
Pengukuran person-organization fit (X2) menggunakan skala 5 item yang
dikembangkan oleh peneliti mengacu pada 4 indikator Astuti (2010: 5), yaitu kesesuaian
nilai (value congruence), kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian (culture personality
congruence), kesesuaian pemenuhan kebutuhan karyawan (employee need fulfilment) dan
kesesuaian tujuan (goal congruence). Berikut rincian hasil statistik deskriptifnya:
Tabel 8. Penilaian Responden Berdasarkan Variabel P-O Fit
Item Skala Likert Mean Mean Mean
Pernyataan 1 2 3 4 5 Item Indikator Variabel
4,24
P-O F.1.1 0 1 11 51 37 4,24
(Tinggi)
P-O F.2.1 0 0 10 48 42 4,32 4,23
P-O F.2.2 0 3 12 54 31 4,13 (Tinggi) 4,14
3,98 (Tinggi)
P-O F.3.1 2 1 19 53 25 3,98
(Tinggi)
4,11
P-O F.4.1 1 1 13 56 29 4,11
(Tinggi)
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 8, indikator kesesuaian nilai memiliki nilai dengan rata-rata 4,24,
yaitu dalam kategori tinggi. Indikator kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian memiliki
nilai dengan rata-rata 4,23, yaitu dalam kategori tinggi. Indikator kesesuaian pemenuhan
kebutuhan karyawan memiliki nilai dengan rata-rata 3,98, yaitu dalam kategori tinggi.
Serta indikator kesesuaian tujuan memiliki nilai dengan rata-rata 4,11, yaitu dalam kategori
tinggi. Secara kesimpulan variabel person-organization fit dalam kategori tinggi, dengan
nilai rata-rata jawaban 4,14.
c. Innovative Work Behavior
Mengukur innovative work behavior (Z) menggunakan 4 dimensi yang terdiri atas 10
item pernyataan Jong & Hartog (2010: 24), eksplorasi ide, pembentukan ide,
memperjuangkan ide dan implementasi ide.
Tabel 9. Penilaian Responden Berdasarkan Variabel IWB
Item Skala Likert Mean Mean Mean
Pernyataan 1 2 3 4 5 Item Indikator Variabel
IWB.1.1 12 15 24 33 16 3,26
3,53
IWB.1.2 0 0 6 65 29 4,23
(Sedang)
IWB.1.3 1 1 14 56 28 4,09
IWB.2.1 0 3 7 69 21 4,08 4,04
IWB.2.2 0 1 16 65 18 4,00 (Tinggi) 3,91
IWB.3.1 0 3 15 61 21 4,00 (Tinggi)
4,00
IWB.3.2 0 3 10 72 15 3,99
(Tinggi)
IWB.3.3 0 3 12 66 19 4,01
IWB.4.1 0 2 13 68 17 4,00 4,05
IWB.4.2 0 2 10 64 24 4,10 (Tinggi)
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 9, indikator eksplorasi ide memiliki nilai dengan rata-rata 3,53,
yaitu dalam kategori sedang. Indikator pembentukan ide memiliki nilai dengan rata-rata
4,04, yaitu dalam kategori tinggi. Indikator memperjuangkan ide memiliki nilai dengan
rata-rata 4,00, yaitu dalam kategori tinggi. Serta indikator implementasi ide memiliki nilai
dengan rata-rata 4,05, yaitu dalam kategori tinggi. Secara kesimpulan variabel innovative
work behavior dalam kategori tinggi, dengan nilai rata-rata jawaban 3,91.
d. Employee Performance
Mengukur employee performance (Y) mengacu pada 2 dimensi (kinerja tugas dan
kinerja kontekstual) yang terdiri atas 12 item dari total 3 dimensi (kinerja tugas, kinerja
kontekstual, dan perilaku kerja kontraproduktif) yang terdiri atas 18 item milik Koopmans
et al., (2014: 4). Berikut rincian hasil statistik deskriptifnya:
Tabel 10. Penilaian Responden Berdasarkan Variabel EP
Item Skala Likert Mean Mean Mean
Pernyataan 1 2 3 4 5 Item Indikator Variabel
EP.1.1 0 0 8 71 21 4,13 4,24 4,18
EP.1.2 0 0 5 59 36 4,31 (Tinggi) (Tinggi)
EP.1.3 0 0 2 68 30 4,28
EP.1.4 0 0 9 57 34 4,25
EP.2.1 0 2 11 55 32 4,17
EP.2.2 0 1 12 61 26 4,12
EP.2.3 0 6 20 52 22 3,90
EP.2.4 0 1 7 59 33 4,23 4,11
EP.2.5 0 0 9 62 29 4,20 (Tinggi)
EP.2.6 0 2 10 64 24 4,10
EP.2.7 1 2 18 61 18 3,93
EP.2.8 1 0 13 47 39 4,23
Sumber: Penulis (2021)
Berdasarkan Tabel 10, indikator kinerja tugas memiliki nilai dengan rata-rata 4,24,
yaitu dalam kategori tinggi. Sedangkan indikator kinerja kontekstual memiliki nilai dengan
rata-rata 4,11, yaitu dalam kategori tinggi. Secara kesimpulan variabel employee
performance dalam kategori tinggi, dengan nilai rata-rata jawaban 4,18.

C. Analisis Statistik Inferensial


Analisis statistik inferensial dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan metode analisis Partial Least Square
(PLS) yang didukung software komputer yaitu program Smart-PLS 3.0. Penelitian ini
menggunakan empat variabel penelitian, adapun empat variabel tersebut ialah cyberloafing,
person-organization fit, innovative work behavior serta employee performance. Berikut
merupakan rincian hasil statistik inferensial empat variabel tersebut:
1. Convergent Validity
Convergent validity mengukur validitas item pernyataan dari setiap indikator sebagai
pengukur konstruk, dapat dilihat dari outer loading.
Tabel 11. Loading Factor
Variabel Item Pernyataan Outer Loading Keterangan
C.1.1 0,872 Valid
C.1.2 0,852 Valid
C.2.1 0,835 Valid
Cyberloafing C.2.2 0,717 Valid
C.2.3 0,743 Valid
C.2.4 0,761 Valid
C.2.5 0,706 Valid
Person- P-O F.1.1 0,680 Valid
Organization P-O F.2.1 0,753 Valid
Variabel Item Pernyataan Outer Loading Keterangan
P-O F.2.2 0,761 Valid
P-O F.3.1 0,747 Valid
Fit
P-O F.4.1 0,709 Valid
IWB.1.1 0,563 Valid
IWB.1.2 0,587 Valid
IWB.1.3 0,716 Valid
IWB.2.1 0,745 Valid
Innovative
IWB.2.2 0,641 Valid
Work
IWB.3.1 0,780 Valid
Behavior
IWB.3.2 0,825 Valid
IWB.3.3 0,815 Valid
IWB.4.1 0,785 Valid
IWB.4.2 0,757 Valid
EP.1.1 0,702 Valid
EP.1.2 0,759 Valid
EP.1.3 0,705 Valid
EP.1.4 0,695 Valid
EP.2.1 0,759 Valid
Employee EP.2.2 0,656 Valid
Performance EP.2.3 0,703 Valid
EP.2.4 0,759 Valid
EP.2.5 0,727 Valid
EP.2.6 0,724 Valid
EP.2.7 0,694 Valid
EP.2.8 0,610 Valid
Sumber: Smart-PLS 3
Dalam model PLS, loading factor untuk indikator reflektif adalah outer loading.
Tabel 11, membahas mengenai nilai loading factor tersebut. Indikator dianggap valid jika
memiliki nilai outer loading 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup, pada jumlah indikator per
konstruk tidak besar, berkisar antara 3 sampai 7 indikator. Tabel 12, menunjukkan bahwa
loading factor yang dilihat melalui nilai outer loadings dari setiap item pernyataan seluruh
indikator dari variabel dalam penelitian ini lebih besar dari 0,50. Ini menunjukkan item
pernyataan variabel dari semua variabel dalam penelitian ini valid.
Sumber: Smart-PLS 3
Gambar 1. Measurement Model
Gambar 1, juga menampilkan hasil yang sama, melalui hasil measurement model
yaitu menunjukkan bahwa loading factor yang dilihat melalui nilai outer loadings dari
setiap item pernyataan seluruh indikator dari variabel dalam penelitian ini lebih besar dari
0,50. Ini menunjukkan item pernyataan variabel dari semua variabel dalam penelitian ini
valid.
2. Discriminat Validity
Pengujian discriminant validity dalam penelitian menggunakan nilai cross loading
dan square root of average (AVE) dengan tujuan memeriksa (menguji) apakah indikator
valid dalam menjelaskan atau merefleksikan variabel laten. Discriminant validity
menggunakan square root of average extracted (√AVE). Jika nilai akar AVE setiap
variabel laten lebih besar dari korelasi dengan variabel lainnya, maka instrumen dikatakan
memiliki discriminant validity yang baik seperti tampak pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Discriminant Validity
Variabel AVE Cyberloafing EP IWB P-O Fit
Cyberloafing 0,618 0,786
EP 0,503 0,340 0,709
IWB 0,528 0,331 0,727 0,803
P-O Fit 0,534 0,391 0,581 0,452 0,731
Sumber: Smart-PLS 3
Keterangan: Koefisien pada bagian diagonal adalah akar AVE; Koefisien di luar diagonal
adalah koefisien korelasi antar kontruk; AVE = Average Variance Extracted.
Suatu model pengukuran memenuhi validitas diskriminan apabila nilai AVE harus
lebih besar dari 0,50 serta akar AVE suatu konstruk lebih besar dibandingkan koefisien
korelasi dengan konstruk lainnya. Sebagai contoh, konstruk employee performance
mempunyai nilai AVE sebesar 0,503 maka didapatkan akar AVE sebesar 0,709, sehingga
analisis ini memberikan kesimpulan adanya dicriminant validity yang cukup baik. Tabel
12, menjelaskan seluruh hasil discriminat validity. Hasil menunjukkan bahwa nilai
discriminant validity suatu variabel lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antar variabel
serta nilai AVE harus lebih besar dari 0,50. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
outer model penelitian ini telah memenuhi validitas diskriminan.
3. Uji Reliability
Penelitian ini melihat keandalan setiap variabel melalui nilai composite reliability
dan cronbach’s alpha. Composite reliability menguji nilai reliabilitas antara indikator dari
konstruk yang membentuknya. Selain itu bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten. Cronbach’s alpha dapat memperkuat hasil uji reliabilitas dari
hasil composite reliability. Atau dapat dikatakan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk
mengevaluasi internal consistency. Hasil composite reliability dan cronbach’s alpha
dikatakan baik, jika nilainya di atas 0,70. Hasil pengujian composite reliability dan
cronbach’s alpha model pengukuran dapat disajikan pada Tabel 13 berikut ini.
Tabel 13. Hasil Uji Reliability
Variabel Cronbach’s Alpha Composite Reliability Keterangan
Cyberloafing 0,896 0,918 Reliabel
P-O Fit 0,782 0,851 Reliabel
IWB 0,898 0,917 Reliabel
EP 0,910 0,924 Reliabel
Sumber: Smart-PLS 3.0
Hasil pengujian reliabilitas pada Tabel 13, menunjukkan bahwa semua konstruk
memiliki nilai lebih dari 0,70. Dengan demikian, semua model pengukuran yang
digunakan dalam penelitian ini sudah mempunyai reliabilitas yang tinggi. Sehingga dapat
dilakukan analisis selanjutnya dengan memeriksa goodness of fit model dari hasil
mengevaluasi inner model.
4. Analisis R-Square
Kecocokan model lain dapat dinilai dari beberapa perhitungan seperti koefisien
determinasi model (Rm2). Koefisien determinasi model dihitung dengan menggunakan
seluruh koefisien determinasi (R2) yang ada di dalam model. Hasil perhitungan R 2 dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Pengukuran R-Square
Variabel R2 R Square Adjusted
Cyberloafing -
Person-Organization Fit -
Innovative Work Behavior 0,232 0,216
Employee Performance 0,704 0,695
Sumber: Smart-PLS 3.0
Tabel 14 menyajikan nilai R2 untuk variabel employee performance adalah 0,704.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa variasi employee performance yang dijelaskan oleh
cyberloafing, person-organization fit dan innovative work behavior sebesar 70,4%,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain. Nilai R 2 untuk variabel innovative work
behavior adalah 0,232. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel innovative work
behavior yang dijelaskan oleh cyberloafing dan person-organization fit sebesar 23,2%,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain.
5. Goodness of fit (GoF)
Kecocokan model dapat pula dihitung menggunakan indeks goodness of fit.
Kecocokan model struktural pada inner model menggunakan nilai GoF (goodness of fit)
untuk mengukur seberapa baik model yang dihasilkan. Besaran GoF memiliki rentang nilai
0 - 1, semakin mendekati 1 berarti model semakin baik. Nilai GoF lebih dari 0,33
menerangkan adanya kecocokan model yang baik. Kecocokan model lain dapat dinilai dari
beberapa perhitungan seperti koefisien determinasi model (Rm2). Koefisien determinasi
model dihitung dengan menggunakan seluruh koefisien determinasi (R2) yang ada di dalam
model. Hasil perhitungan R2 dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Indeks Goodness of Fit (GoF)
Variabel Communality R2
Cyberloafing 0,618 -
Person-Organization Fit 0,543 -
Innovative Work Behavior 0,528 0,232
Employee Performance 0,503 0,704
Jumlah 2,192 0,936
Rata-rata 0,548 0,468
Indeks (GoF) 0,506
Sumber: Penulis (2021)
Keterangan : Nilai communality diambil dari nilai AVE
Indeks GoF menunjukkan kekuatan prediksi atas model keseluruhan. GoF adalah
rata-rata geometris dari komunalitas rata-rata untuk model luar dan rata-rata R-square
untuk model bagian dalam. Artinya, goodness-of-fit sama dengan akar kuadrat dari
komunalitas dikali akar kuadrat R-square. Nilai GoF memiliki interval antara 0 sampai
dengan 1. Nilai GoF yang baik mendekati angka 1, dan sekurang-kurangnya 0,33
menunjukkan estimasi model path yang baik. Indeks GoF untuk model penelitian ini
sebesar 0,506. Dengan demikian Tabel 15, model struktural yang menjelaskan hubungan
keempat variabel dalam penelitian ini memiliki daya prediksi yang baik (fit).
6. Resampling Bootstraping
Hasil pengujian direct effect disajikan pada Tabel 16 berikut ini:
Tabel 16. Hasil Pengujian Koefisien Jalur
Hubungan Antar Variabel Original Sample t-statistics p-values Keterangan
Cyberloafing terhadap
0,010 0,152 0,879 H1 ditolak
Employee Performance
Cyberloafing terhadap
0,182 2,134 0,033 H2 diterima
Innovative Work Behavior
Person-Organization Fit
terhadap Employee 0,271 3,195 0,001 H3 diterima
Performance
Person-Organization Fit
terhadap Innovative Work 0,381 4,237 0,000 H4 diterima
Behavior
Innovative Work Behavior
terhadap Employee 0,676 9,505 0,000 H5 diterima
Performance
Sumber: Smart-PLS 3.0
Uji measurement bootstraping model digunakan untuk melihat hubungan antar
konstruk dan nilai signifikansi pada tabel path coefficients yang menampilkan hasil direct
effect dan selanjutnya dapat melihat indirect effect, melalui nilai coefficient estimate dan
bagaimana tingkat t-statistics atau p-values dari setiap variabel. Berdasarkan Tabel 16,
diketahui hubungan langsung (direct effect) antar variabel sebagai berikut:
1. Cyberloafing terhadap employee performance mempunyai koefisien dengan nilai
positif. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien jalur sebesar 0,010 dengan t-
statistics sebesar 0,152 (p= 0,879). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa cyberloafing
tidak berpengaruh terhadap employee performance. Hasil ini dapat diintepretasikan
tinggi atau rendahnya aktivitas dan perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh pegawai
sektor perbankan di Indonesia, hal tersebut terbukti tidak memberikan dampak apapun
terhadap kinerjanya.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif setiap variabel, variabel cyberloafing
memiliki nilai dengan rata-rata 2,66, yaitu dalam kategori sedang. Jika ditinjau dari nilai
indikatornya, pegawai sektor perbankan memiliki aktivitas dan perilaku cyberloafing
juga pada tingkat kategori sedang.
Sedangkan, jika ditinjau dari hasil analisis statistik deskriptif variabel employee
performance dalam kategori yang tinggi, dengan rata-rata nilai jawaban 4,18 yang
masing-masing kedua indikatornya yaitu kinerja tugas dan kinerja kontekstual dalam
kategori tinggi pula.
Hal tersebut menginformasikan bahwa tingkat aktivitas dan perilaku cyberloafing
yang dilakukan oleh pegawai sektor perbankan di Indonesia tidak memberikan dampak
apapun terhadap kinerjanya, walaupun secara hasil analisa statistik kategori kinerja
pegawai perbankan dalam nilai rata-rata yang tinggi.
Ditemukan pula berdasarkan hasil tersebut, pada item pernyataan “saya
mengunjungi situs media sosial (facebook, twitter, instagram, youtube, tiktok, dll)”
dimana hal tersebut tidak berkaitan dengan pekerjaan seseorang pada waktu jam kerja,
memiliki rata-rata nilai yang paling tinggi dari item pernyataan lainnya, hal tersebut
mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai sektor perbankan melakukan aktivitas
yang kaitannya dengan penyalahgunaan internet ditempat kerja dalam hal mengunjungi
tautan sosial media pribadi mereka sendiri.
Temuan ini menghasilkan bahwa cyberloafing tidak berpengaruh terhadap
employee performance, jika dikaitkan dengan subjek dan objek pada penelitian ini, yaitu
pegawai sektor perbankan di Indonesia, ini berarti aktivitas cyberloafing yang dilakukan
oleh pegawai sektor perbankan tidak memiliki pengaruh apapun dalam kinerja mereka.
Penyebab itu dapat terjadi salah satunya dari hasil perbedaan karakteristik pekerjaan
mengenai subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini.
Subjek dalam penelitian ini yaitu pegawai sektor perbankan di Indonesia yang
terdiri dari berbagai posisi atau bidang, dimana diantaranya merupakan teller sebanyak
16 orang, frontliner sebanyak 23 orang, customer service sebanyak 15 orang, field
collector sebanyak 7 orang. Serta pegawai yang tidak termasuk dalam bagian atau posisi
yang sudah disebutkan kami kategorikan dengan istilah “lainnya” (mikro kredit analis,
analis kredit, bancassurance, SPV, account officer, programmer, marketing, RM kredit,
pegawai pelaksana, assistant, pincapem, admin kredit KUR, call staff, sekretaris, branch
service manager, SSO, credit risk, syariah specialist dan BCO) sebanyak 39 orang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan resonden pegawai perbankan, bidang
ataupun posisi tersebut memiliki masing-masing beban pekerjaan yang berbeda-beda,
sehingga jam istirahatnya-pun tentunya berbeda pula serta aktivitas maupun perilaku
cyberloafing yang dilakukan juga berbeda.
Sebagai informasi, responden dalam penelitian ini sebagian besar berusia 20 – 29
tahun atau bisa disebut dalam kategori generasi milenial. Adapun rincian jumlah
pegawai yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai berikut: jumlah pegawai
dengan usia 20 – 29 tahun sebanyak 75 orang, jumlah pegawai dengan usia 30 – 39
tahun sebanyak 15 orang, jumlah pegawai dengan usia 40 – 49 tahun sebanyak 6 orang,
dan jumlah pegawai dengan usia 50 – 59 tahun sebanyak 4 orang.
Data yang ditemukan oleh peneliti dan berdasarkan hasil wawancara tidak
terstruktur dengan pegawai sektor perbankan dalam hal ini generasi milenial, mereka
memaparkan bahwa melakukan aktivitas maupun perilaku cyberloafing dikarenakan
tugas-tugas mereka sebelumnya telah dapat diselesaikan sehingga mereka tidak
memiliki pekerjaan lain, kemudian mereka memutuskan untuk mengambil jam istirahat
lebih dahulu atau melakukan aktivitas yang kaitannya dengan menjelajah di sosial
media ‘cyberloafing’, karena menurut mereka aktivitas tersebut tidak akan
mempengaruhi kinerja kerja mereka walaupun masih masuk dalam kategori jam kerja.
Proses identifikasi lebih lanjut dilakukan dengan melihat dan mengamati apakah
terdapat perbedaan aktivitas dan perilaku cyberloafing berdasarkan kriteria jenis
kelamin yaitu antara laki-laki maupun perempuan. Temuan ini menghasilkan tidak
terdapat perbedaan perilaku cyberloafing antara laki-laki maupun perempuan. Menurut
hasil konfirmasi dari responden baik laki-laki maupun perempuan mereka menuturkan
bahwa tidak ada kaitan secara signifikan mengenai aktivitas cyberloafing jika dikaitkan
dengan konteks jenis kelamin.
Tidak adanya perbedaan perilaku cyberloafing laki-laki maupun perempuan
terjawab berdasarkan hasil wawancara daring dengan beberapa responden perbankan,
mereka menuturkan hal tersebut disebabkan karena menurut mereka, mereka sama-sama
melakukan cyberloafing untuk menghilangkan rasa bosan atau stres terhadap
pekerjaanya serta cenderung hanya untuk membuang-buang waktu hingga jam bekerja
mereka selesai, namun hal tersebut terbukti tidak berdampak apapun terhadap kinerja
kerja mereka.
Terdapat hal menarik ketika peneliti menelusuri lebih lanjut mengenai aktivitas
cyberloafing dalam kaitannya dengan status individu, hasil dilapangan yang
diterjemahkan melalui analisa statistik membuktikan bahwa individu dengan berstatus
belum menikah lebih besar berpotensi untuk melakukan penyalahgunaan akses internet
di tempat kerja dibandingkan dengan individu yang berstatus menikah.
Hal tersebut terdengar masuk akal ketika peneliti mencoba mengkonfirmasi bukti
temuan berdasarkan analisa statistik tersebut dengan wawancara secara tidak terstruktur
dengan pegawai sektor perbankan. Mereka menuturkan bahwa media sosial merupakan
sarana berekspresi dan memenuhi rasa ingin tau guna mendapatkan suatu tujuan
tertentu, khususnya dalam hal ini individu yang belum menikah (misalnya digunakan
untuk mencari pasangan). Oleh sebab itu, sangat masuk akal ketika orang yang belum
menikah lebih banyak menghabiskan waktu bersosial media daripada orang yang sudah
menikah. Namun, kendati demikian mereka juga tetap akan profesional dalam setiap
tugas – tugas yang telah diberikan kepadanya. Sehingga menurut mereka aktivitas
tersebut tidak akan berdampak pada kinerja kerjanya.
Cyberloafing yang kaitannya dengan aktivitas email dan aktivitas browsing adalah
prediktor valid dari cyberloafing yang bekerja di sektor perbankan, menurut temuan
peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat aktivitas dan perilaku
cyberloafing yang dilakukan oleh pegawai sektor perbankan pada level sedang dan hal
tersebut terbukti tidak berpengaruh pada kinerja pegawai sektor perbankan di Indonesia.
Meskipun tidak menunjukkan pengaruh yang kuat pada kinerja pegawai perbankan,
akan tetapi perilaku cyberloafing dapat menjadi permasalahan di masa depan.
2. Cyberloafing terhadap innovative work behavior mempunyai koefisien dengan nilai
positif. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien jalur sebesar 0,182 dengan t-
statistics sebesar 2,134 (p= 0,033). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa cyberloafing
berpengaruh positif terhadap innovative work behavior. Hasil ini dapat diintepretasikan
semakin tinggi aktivitas dan perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh pegawai sektor
perbankan di Indonesia, hal tersebut terbukti memberikan dampak peningkatan terhadap
perilaku kerja yang inovatif dalam diri pegawai.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif setiap variabel, variabel cyberloafing
memiliki nilai dengan rata-rata 2,66, yaitu dalam kategori sedang. Jika ditinjau dari nilai
indikatornya, pegawai sektor perbankan memiliki aktivitas dan perilaku cyberloafing
juga pada tingkat kategori sedang.
Sedangkan, jika ditinjau dari hasil analisis statistik deskriptif variabel innovative
work behavior dalam kategori jawaban yang tinggi dengan rata-rata nilai jawaban 3,91,
dimana ke-empat indikator dari innovative work behavior yaitu eksplorasi ide dalam
kategori sedang, pembentukan ide dalam kategori tinggi, memperjuangkan ide dalam
kategori tinggi, serta indikator implementasi ide dalam kategori tinggi.
Hal tersebut menginformasikan bahwa tingkat aktivitas dan perilaku cyberloafing
yang dilakukan oleh pegawai sektor perbankan di Indonesia yang walaupun dalam
kategori sedang cukup dapat memberikan dampak yang positif terhadap innovative
work behavior pegawai sektor perbankan di Indonesia.
Sebagai informasi, responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini secara
statistik sebagian besar berusia 20 – 29 tahun atau bisa disebut dalam kategori generasi
milenial. Menurut hasil wawancara dengan beberapa pegawai sektor perbankan,
khususnya dalam kategori milenial, mereka menuturkan, “tidak masalah jika melakukan
aktivitas atau perilaku ‘rekreasi online’ atau yang disebut dengan cyberloafing, asal
dengan catatan dalam jumlah yang relatif cukup wajar, menurut sebagian dari mereka
cyberloafing dapat berkaitan secara positif dengan kondisi psikologis seseorang atau
kesejahteraan emosional seseorang.
Lebih lanjut mereka menuturan, aktivitas cyberloafing dapat mengarahkan pada
konteks pemenuhan kebutuhan maupun hubungan sosial melalui perangkat komputer
serta internet. Interaksi pada media sosial dapat diduga meningkatkan atau memicu
resesi emosional serta kepercayaan antar pegawai yang hal itu tidak hanya akan
berdampak kondusif dan baik bagi seseorang untuk dapat berbagi pengalaman belajar
serta pengetahuan dalam hal teknologi, tetapi juga diharapkan dapat memperluas
terhadap visi kerja, mempromosikan ide-ide baru, merangsang atau menghasilkan ide-
ide baru serta relasi atau jaringan yang dapat menunjang kemajuan perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa dengan adanya peningkatan
kreativitas dalam diri seseorang karena kegiatan cyberloafing diharapkan kreativitas
tersebut dapat berakhir dalam suatu implementasi ide atau gagasan yang biasa disebut
dengan perilaku inovatif itu sendiri.
Berdasarkan demikian, saat pegawai sektor perbankan dihadapkan dengan masa-
masa penuh tekanan sehingga menimbulkan stres kerja, melakukan aktivitas untuk lebih
banyak mempelajari sesuatu hal baru (melalui aktivitas cyberloafing) daripada dengan
bersantai, sebenarnya akan lebih dapat bermanfaat karena memiliki lebih sedikit deviant
(penympangan) saat di tempat kerja.
Dalam penelitian ini juga mengungkapkan intensitas individu untuk mengunjungi
situs internet yang sering dikunjungi, seperti kompas, cnn, detik, dll. Merangkum hasil
wawancara tidak terstruktur dengan beberapa responden perbankan mereka menuturkan
bahwa hal tersebut diklaim terbukti mampu merangsang ide-ide kreatif dari seseorang.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh pegawai sektor perbankan saat ini
adalah pandemi Covid-19. Akibat dari pandemi Covid-19 ini beberapa perbankan
dipaksa menyesuaikan dengan cara bekerja dalam konteks kenormalan baru,
diantaranya yaitu sistem kerja WFH secara bergantian. Responden perbankan
menuturkan bahwa, kendati demikian, perusahaan tetap berusaha memberikan
dukungan moral kepada para pegawai. Kesulitan mengharapkan kehadiran fisik bisa
disampaikan dengan komunikasi yang baik, penuh empati, dan bahasa yang persuasif.
Dengan komunikasi yang baik, proses seperti saling memberikan masukan terkait
pekerjaan bisa dilakukan dengan berbagai platform digital. Walapun hal tersebut
tergolong sebagai aktivitas dan perilaku cyberloafing, namun dari hal tersebut tak jarang
mereka menemukan ide-ide baru sebagai pemecahan masalah atas kendala yang sedang
ia hadapi.
Hasil temuan juga menunjukkan bahwa tingkat aktivitas dan perilaku
cyberloafing yang dilakukan oleh pegawai sektor perbankan pada level sedang dan hal
tersebut terbukti berpengaruh positif pada perilaku kerja inovatif dari pegawai sektor
perbankan di Indonesia. Oleh sebab itu, perlunya pimpinan perusahaan menyadari
bahwa tidak selalu aktivitas dan perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh seseorang
selamanya akan berdampak negatif, tidak menutup kemungkinan hal tersebut membawa
pengaruh positif yang dalam penelitian ini dimaksud dengan perilaku inovatif itu sendiri
3. Person-organization fit terhadap employee performance mempunyai koefisien dengan
nilai positif. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien jalur sebesar 0,271
dengan t-statistics sebesar 3,195 (p= 0,001). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
person-organization fit berpengaruh positif terhadap employee performance. Hasil ini
dapat diintepretasikan semakin pegawai memiliki tingkat kecocokan dengan
organisasisinya, hal tersebut terbukti memberikan dampak peningkatan terhadap
kinerjanya.
Berdasarkan hasil temuan analisis statistik deskriptif setiap variabel, variabel
person-organization fit dalam kategori tinggi, dengan nilai rata-rata 4,14. Jika diamati
dari nilai ke-empat indikatornya, pegawai sektor perbankan memiliki kesesuaian nilai
dengan perusahaan dalam kategori tinggi, kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian
dengan perusahaan dalam kategori tinggi, kesesuaian pemenuhan kebutuhan karyawan
dengan perusahaan dalam kategori tinggi, dan kesesuaian tujuan pribadi dengan
perusahaan dalam kategori tinggi.
Jika ditinjau dari hasil analisis statistik deskriptif variabel employee performance,
juga dalam kategori yang tinggi, dengan nilai rata-rata jawaban 4,18, masing-masing
kedua indikatornya yaitu kinerja tugas dan kinerja kontekstual dalam kategori tinggi
pula. Hal tersebut menginformasikan bahwa tingkat person-organization fit yang
dimiliki atau yang ada pada diri setiap pegawai sektor perbankan di Indonesia sudah
sangat baik atau sesuai, dan hal tersebut terbukti memberikan dampak yang positif
terhadap kinerjanya.
Konsep person-organization fit berkaitan pada kesesuaian antara keseluruhan
nilai-nilai pribadi individu seorang karyawan dengan nilai-nilai organisasi tempatnya
bekerja, menurut persepsi dari seorang karyawan tersebut. Lebih lanjut, berdasarkan
konteks kesesuaian, selain kesesuaian antara nilai-nilai individu karyawan dengan nilai-
nilai yang ada pada organisasi tempat seseorang bekerja harus adapula kesesuaian
antara nilai-nilai individu karyawan, nilai-nilai organisasi serta nilai-nilai individu
karyawan lainnya.
Jika ditinjau dan diamati dari nilai item pernyataan variabel person-organization
fit, yaitu pernyataan “ada kesesuaian antara budaya yang saya terapkan dengan budaya
yang diterapkan organisasi di tempat saya bekerja (disiplin, profesional, rapi, dll)”,
memiliki nilai yang paling tinggi dari item pernyataan lainnya, hal tersebut
mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai sektor perbankan telah memiliki
kesesuaian karakteristik nilai-nilai kultur-kepribadian dengan budaya yang diterapkan
oleh perusahaan. Hal inipun terdengar masuk akal dan sesuai dengan kondisi
dilapangan.
Menurut hasil wawancara dengan salah satu pegawai sektor perbankan mengapa
dapat terjadi demikian? Salah satu alasannya adalah bank merupakan salah satu sektor
jasa pelayanan publik, sehingga sudah seharusnya dan sepantasnya nilai-nilai seperti
kedisiplinan, profesional, resik, dan rapi telah dimiliki oleh setiap pegawai sektor
perbankan di Indonesia.
Selain itu, mereka menuturkan bahwa lingkungan tempat mereka bekerja juga
cukup begitu relatif nyaman karena pegawai yang interaktif dan ramah satu sama lain.
Kesempatan untuk seseorang lebih maju dan lebih baik yang dalam hal ini yaitu
promosi jabatan bisa dimiliki siapapun asal dapat menunjukkan prestasi kerja yang baik
dan optimal, berdasarkan hal tersebut terbukti mampu memberikan dampak positif
terhadap peningkatan kinerja kerja yang kaitannya dalam hal kinerja tugas dan kinerja
kontekstual.
Dalam hal lain, berdasarkan keterangan serta jawaban dari beberapa pegawai
perbankan melalu wawancara secara daring, kompensasi yang dalam hal ini yaitu gaji,
telah diberikan cukup baik, yaitu rutin tiap bulan serta relatif tidak pernah terlambat
dalam jadwal penerimaan gaji yang seharusnya.
Pada awal tahun 2020 dunia dikejutkan dengan adanya pandemi Covid-19 yang
berdampak pada sektor perbankan di Indonesia. Meski tidak semua perusahaan
menerapkan WFH, pandemi Covid-19 telah membuat perusahaan-perusahaan
mengubah sistem kerjanya. Ada yang menerapkan WFH 100%, ada yang bergantian
masuk ke kantor, atau hanya untuk divisi tertentu saja yang masuk.
Indikator person-organization fit yang memiliki nilai paling berpengaruh pada
kinerja pegawai ialah kesesuaian nilai, indikator kesesuaian nilai memiliki rata-rata
jawaban dalam kategori tertinggi jika dibandingkan dengan indikator lainnya.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dijelaskan bahwa secara umum pegawai sektor
perbankan mempunyai nilai-nilai yang relatif sama dengan nilai-nilai yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Hal tersebutpun terjawab berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa pegawai perbankan yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil wawancara daring dengan beberapa responden pegawai
perbankan, mereka cukup puas dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pihak
manajemen perbankan tempat mereka bekerja, dalam menentukan WFH atau tetap
bekerja di kantor, perusahaan menggunakan beberapa indikator. Misalnya, untuk
pegawai yang usianya tua dan kondisi kesehatannya rentan direkomendasikan WFH.
Sedangkan bagi yang usianya muda dan kondisi kesehatannya baik disarankan untuk
tetap bekerja dikantor.
Berdasarkan jawaban responden atas item-item pertanyaan yang diajukan secara
terbuka, dapat diintepretasikan bahwa nilai-nilai yang ada pada perusahaan
(pengetahuan, kepedulian, kejujuran dan keadilan) telah sesuai dengan nilai-nilai yang
dimiliki dan dipegang oleh setiap pegawai sektor perbankan. Hal tersebut mendorong
pegawai untuk berkenan serta dengan senang hati dalam melaksanakan tugas atas
pekerjaannya dengan sangat optimal karena merasa nyaman dan aman pada lingkungan
pekerjaannya.
Berdasarkan hasil wawancara lebih lanjut, para responden mengatakan bahwa
kesesuaian pengetahuan pegawai dengan nilai-nilai yang ada pada organisasi sektor
perbankan, kesesuaian keterampilan pegawai dengan nilai-nilai yang ada pada
organisasi sektor perbankan, kesesuaian kemampuan pegawai dengan nilai-nilai yang
ada pada organisasi sektor perbankan, kesesuaian kebutuhan pegawai dengan
lingkungan nilai-nilai yang ada pada organisasi sektor perbankan, serta kesesuaian
antara nilai-nilai individu pegawai dengan nilai-nilai yang ada pada organisasi sektor
perbankan yang dimiliki antara para pegawai dengan perusahaan telah cukup baik.
Sehingga hal tersebut membuat kinerja pegawai semakin baik pula.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang responden perbankan di
wilayah Surabaya mengungkapkan, bahwa pada saat ada pegawai baru masuk maka
mereka akan diberikan pembekalan dan pemahaman tentang makna dari visi dan misi
melalui panduan atau pedoman yang diberikan. Hal tersebut bertujuan agar para
pegawai baru memiliki kecintaan dan kepuasan dalam memandang apapun jenis
pekerjaan yang akan diamanahkan, sehingga pegawai diharapkan dapat menyesuaikan
diri, cepat beradaptasi dan memiliki kepekaan maupun kepedulian yang tinggi yang
dapat berdampak pada kontribusi atau peran lebih dari para pegawai dalam
menyelesaikan tugas–tugas yang telah diberikan.
Lebih lanjut beliau juga mengatakan, bahwa pada sektor perbankan tuntutan
pekerjaan dan target yang ditetapkan oleh perusahaan dapat dikatakan cukup tinggi,
sehingga tidak sedikit pegawai yang sering pulang hingga larut malam melebihi jam
pulang pulang kantor untuk lembur menyelesaikan pekerjaan mereka dan bahkan
terkadang tak jarang juga pegawai pada hari libur tetap masuk untuk menyelesaikan
pekerjaannya. Maka dari itu diharapkan pentingnya seorang pegawai dapat memahami
dan mengikuti nilai–nilai, visi serta misi maupun budaya yang telah dirumuskan oleh
suatu perusahaan.
Berdasarkan analisis dan hasil dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa
semakin para pegawai memiliki person-organization fit yang baik dalam pribadi
mereka, hal itu akan dapat meningkatkan kinerja pekerjaannya, baik dalam hal tugas
maupun kontekstual. Semakin pegawai merasa memiliki kecocokan terhadap nilai-nilai,
tujuan, budaya dan kebutuan pribadi mereka dengan konteks yang ada pada perusahaan
perbankan tempat mereka bekerja, maka intensitas pegawai dalam berperilaku melebihi
tugas yang diberikan secara sukarela otomatis akan semakin meningkat dan dapat
berdampak pada peningkatan kinerjanya.
4. Person-organization fit terhadap innovative work behavior mempunyai koefisien
dengan nilai positif. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien jalur sebesar
0,381 dengan t-statistics sebesar 4,237 (p= 0,000). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
person-organization fit berpengaruh positif terhadap innovative work behavior. Hasil ini
dapat diintepretasikan semakin pegawai memiliki tingkat kecocokan dengan
organisasisinya, hal tersebut terbukti memberikan dampak peningkatan terhadap
perilaku kerja yang inovatif dalam diri pegawai.
Nilai variabel person-organization fit dan innovative work behavior pegawai
sektor perbankan di Indonesia dalam kategori tinggi. Hal tersebut menjelaskan bahwa
pegawai sektor perbankan di Indonesia telah memiliki nilai-nilai dan kepribadian yang
sesuai dengan nilai-nilai dan kepribadian perbankan tempatnya bekerja.
Nilai dasar yang dimiliki pegawai perbankan salah satunya tercermin dalam
slogan-slogan setiap perbankan di Indonesia, diantaranya adalah: senantiasa disisi anda;
melayani dengan sepenuh hati; terdepan, terpercaya dan tumbuh bersama; melayani
negeri, kebanggaan bangsa; sahabat keluarga Indonesia; dll. Nilai tersebut telah
tertanam dalam setiap diri pegawai sektor perbankan.
Kesesuaian nilai yang dirasakan pegawai perbankan dengan nilai yang dimiliki
pada perbankan tempat mereka bekerja mendorong seseorang untuk memberikan usaha
yang optimal dengan menghasilkan ide-ide kreatif yang diharapkan akan bermanfaat
demi tercapainya kesuksesan perbankan.
Persepsi pegawai sektor perbankan di Indonesia tentang organisasinya dan
kesesuaian nilai dengan nilai-nilai serta budaya organisasi sudah sangat baik, sehingga
meningkatkan innovative work behavior pegawai. Individu dengan perasaan cocok
merasa mudah untuk mencari makna dalam pekerjaan, mengintegrasikan tujuan hidup
dengan tujuan organisasi, terhubung dengan baik dengan rekan kerja, menikmati kondisi
kerja dan menunjukkan motivasi intrinsik untuk bekerja lebih baik.
Merangkum hasil wawancara tidak terstruktur dengan salah satu pegawai sektor
perbankan di Sidoarjo menuturkan, bahwa konsep person-organization fit yang lebih
spesifik dijelaskan dalam hal mencerminkan kepribadian, nilai-nilai, tujuan, sikap, serta
kebutuhan pegawai yang sesuai dengan nilai-nilai, tuntutan, budaya organisasi, etika,
karakteristik pekerjaan pegawai, tuntutan organisasi, serta ketersediaan sumber daya
organisasi yang telah sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan intrinsik masing-
masing individu, mereka cenderung merespons situasi kerja secara lebih kreatif dengan
menunjukkan tingkat komitmen terhadap pekerjaan serta kepuasan kerja dalam bekerja
yang relatif lebih tinggi.
Berdasarkan hasil survei daring mengenai kondisi dilapangan, pegawai sektor
perbankan merasa telah memiliki kesesuaian dalam hal nilai, kepribadian dan minat
terhadap organisasinya, sehingga ketika individu diberi tugas tertentu, mereka memiliki
kecenderungan untuk mendiskusikan hal yang sama dengan rekan-rekan yang mereka
percaya dan orang-orang terkait untuk mencari pemahaman yang lebih baik tentang
tugas serta pemetaan alur kerja, hal-hal tersebut merupakan wujud implementasi
perilaku inovatif dari seorang pegawai sektor perbankan.
Dengan demikian, dapat disangkal bahwa sebagian besar pegawai sektor
perbankan di Indonesia telah memiliki kesesuaian baik dalam hal kepribadian-budaya,
kesesuaian nilai, dan kerjasama dengan rekan kerja. Untuk menunjukkan perilaku kerja
yang inovatif, pegawai harus memiliki pemahaman tentang perusahaan, seperti visi,
misi, nilai-nilai, tujuan, serta budaya organisasi. Hal tersebut bertujuan agar terciptanya
kesesuaian antara dirinya pada organisasi tempat mereka bekerja.
Lebih lanjut, para responden menuturkan selama ini perusahaan perbankan tempat
mereka bekerja selalu menanamkan kultur dan menumbuhkan rasa memiliki kepada
pegawainya. Sehingga, mereka sudah mengenal dengan baik lingkungan perusahaan.
Tanpa disadari kecocokan antar individu pegawai dengan organisasinya pun semakin
terjalin dengan baik, tanpa disadari hal tersebut memberikan pelajaran aktualisasi diri
dalam hal kematangan emosional dan kreativitas dalam diri setiap pegawai.
Namun, manajer juga harus memperhatikan fakta bahwa memilih pegawai
berdasarkan kecocokan pribadi dengan organisasional mereka saja tidak akan menjamin
perilaku kerja yang inovatif. Manajer harus merancang pekerjaan dengan tetap
memperhatikan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan ciri-ciri kepribadian
individu yang melakukan pekerjaan tertentu tersebut. Manajer harus menemukan
keseimbangan antara kebutuhan karyawan dan sumber daya organisasi serta tuntutan
pekerjaan dan kemampuan individu. Kesesuaian tersebut memastikan hasil kerja yang
positif dan innovative work behavior merupakan salah satu hasil kerja positif yang
dipelajari dalam penelitian ini.
Berdasarkan analisis dan hasil dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa
semakin para pegawai memiliki person-organization fit yang baik dalam pribadi dan
diri mereka hal itu akan dapat merangsangsang atau menumbuhkan perilaku kerja yang
inovatif dalam diri mereka.
5. Innovative work behavior terhadap employee performance mempunyai koefisien dengan
nilai positif. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien jalur sebesar 0,676
dengan t-statistics sebesar 9,505 (p= 0,000). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
innovative work behavior berpengaruh positif terhadap employee performance. Hasil ini
dapat diintepretasikan semakin pegawai memiliki perilaku kerja yang inovatif dalam
dirinya, hal tersebut terbukti memberikan dampak peningkatan terhadap kinerjanya.
Hasil jawaban analisis deskripsi responden menunjukkan bahwa nilai variabel
innovative work behavior dan kinerja karyawan dalam kategori tinggi. Berdasarkan
pada data diri dari profil responden, beberapa divisi atau bagian pada perbankan
memang membutuhkan pegawai yang memiliki innovative work behavior yang sangat
baik, hal itu disebabkan job desknya bertugas untuk memasarkan produk-produk
perbankan dengan ide-ide yang kreatif serta inovatif, hal tersebut dimaksudkan agar
dapat diterima oleh masyarakat dan dapat bersaing dengan para kompetitor lainnya.
Innovative work behavior membantu pegawai untuk beradaptasi secara efektif terhadap
pekerjaan, sehingga hal tersebut mengarah pada peningkatan kinerja pegawai sektor
perbankan.
Perilaku pegawai yang terlibat dalam implementasi ide dan untuk mencapai
perbaikan selain pembentukan ide penting untuk meningkatkan kinerja pribadi dan
perusahaan. Selain itu, faktor dukungan dan ruang untuk ide yang berkaitan dengan
jumlah waktu yang diberikan kepada pegawai untuk menjadi inovatif juga tak lupa
untuk turut diperhatikan. Itu adalah ketika dukungan ide dan stimulasi intelektual ada,
iklim inovasi akan kuat dan memberikan kesempatan dinamis bagi pegawai untuk
menantang asumsi sebelumnya, mengubah bidang masalah dan mengejar cara baru
dalam melakukan sesuatu, yang dapat membuka jalan untuk meningkatkan kinerja
organisasi secara keseluruhan.
Hasil penelaahan dari beberapa sumber, setiap cabang perbankan memiliki budaya
kerja masing-masing, pada waktu era pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, pegawai
atau bahkan manajemen pusat harus memikirkan alternatif ide atau strategi agar
perusahaan dapat bertahan.
Menurut hasil wawancara secara daring dengan beberapa responden pegawai
perbankan di Gresik, mereka menuturkan bahwa optimalisasi digitalisasi proses
perbankan dengan nasabah merupakan solusi praktis yang dapat diterapkan, mengingat
jika nasabah harus datang ke setiap kantor perbankan dan bertemu dengan pegawai bank
akan berkemungkinan terjadinya kerumunan dan proses jaga jarak menjadi tidak
maksimal, sehingga apabila proses perbankan dengan nasabah dapat di digitalisasi, hal
tersebut bisa menjadi rujukan atas kendala di era pandemi Covid-19 saat ini. Jika
dikaitkan dengan konteks innovative work behavior, hal tersebut merupakan wujud
eksplorasi dan pembentukan ide dari dalam diri pegawai sektor perbankan di Indonesia.
Berdasarkan analisis dan hasil dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa
semakin para pegawai memiliki perilaku kerja inovatif yang baik dalam pribadi dan diri
mereka, hal itu akan dapat meningkatkan kinerja pekerjaannya, baik dalam hal kinerja
tugas maupun kinerja kontekstual.

Sumber: Smart-PLS 3
Gambar 2. Measurement Bootstraping Model
Gambar 2, menampilkan hasil dari uji measurement bootstraping Model yang
menggambarkan nilai pengaruh hubungan langsung antar variabel dalam penelitian ini.
Selanjutnya akan dibahas mengenai hasil indirect effect atau efek tidak langsung (efek dari
satu atau lebih variabel laten eksogen pada variabel laten endogen yang dimediasi melalui
satu atau lebih variabel laten tambahan). Tabel 17 membahas hasil tersebut.
Tabel 17. Hasil Pengujian Pengaruh Tidak Langsung
Hubungan Antar Variabel Original Sample t-statistics p-values Keterangan
Cyberloafing dengan Employee
Performance melalui 0,123 2,050 0,041 H6 diterima
Innovative Work Behavior
Person-Organization Fit
dengan Employee Performance
0,258 3,972 0,000 H7 diterima
melalui Innovative Work
Behavior
Sumber: Smart-PLS 3.0
Berdasarkan Tabel 17, diketahui hubungan tidak langsung (indirect effect) antar
variabel sebagai berikut:
1. Hubungan cyberloafing terhadap employee performance melalui innovative work
behavior mempunyai koefisien dengan nilai positif. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa koefisien jalur sebesar 0,123 dengan t-statistics sebesar 2,050 (p= 0,041). Hal
tersebut dapat dijelaskan bahwa cyberloafing berpengaruh positif terhadap employee
performance melalui innovative work behavior. Hasil ini dapat diintepretasikan
tingginya atau rendahnya aktivitas dan perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh
pegawai sektor perbankan di Indonesia akan memberikan dampak peningkatan terhadap
kinerja pegawai apabila dihubungkan dengan konteks perilaku kerja yang inovatif
dalam diri pegawai sektor perbankan di Indonesia.
Penelitian ini membuktikan hasil bahwa innovative work behavior memainkan
peran penting dalam hubungan cyberloafing dengan employee performance. Hal
tersebut dapat terjadi dibuktikan berdasarkan hasil temuan analisa statistik perbandingan
antara hubungan langsung (OS= 0,010; t-statistics= 0,152; p-values= 0,879) dengan
hubungan tidak langsung (OS= 0,123; t-statistics= 2,050; p-values= 0,041) antar
variabel-variabel tersebut.
Argumentasinya adalah dengan perilaku kerja yang inovatif baik dari rangsangan
manajemen atau pimpinan perbankan maupun dari individu pegawai itu sendiri,
diharapkan akan mampu mengubah dan mentransformasikan aktivitas dan perilaku
cyberloafing yang pada awalnya tidak berdampak pada kinerja menjadi berdampak
positif terhadap kinerja pegawai sektor perbankan di Indonesia
Ini mengartikan bahwa, diluar konteks yang kaitannya dapat merangsang
kreativitas atas ide-ide seseorang yang dapat diimplementasikan dalam sebuah tindakan
atau wujud produk (hasil luaran atas kreativitas dengan adanya inovasi) dalam lingkup
sektor perbankan, maka aktivitas serta perilaku cyberloafing cenderung akan berdampak
negatif atau mungkin tidak membawa dampak apapun terhadap employee performance
seseorang.
Selain itu, jika ditinjau dari aspek mayoritas responden penelitian ini adalah
generasi milenial, menurut hasil wawancara dengan responden, dalam hal
perkembangan Revolusi Industri 4.0 yang lebih mendorong dalam hal penggunaan
teknologi, jelas bahwa kemungkinan besar aktivitas dan prilaku cyberloafing sulit untuk
dihindari. Namun, dengan penerapan yang efektif dari pengetahuan dan keterampilan
teknologi pegawai akan dapat memicu inisiatif dalam berinovasi untuk mencapai
profitabilitas organisasi.
Sebagai saran dari mereka inisiatif itu misalnya dalam hal pengoptimalan proses
digitalisasi pihak perbankan dengan para nasabah, sehingga apabila proses perbankan
dengan nasabah dapat di digitalisasi, hal ini akan dapat memberikan solusi atas kendala
khususnya seperti saat ini yang sedang dalam era pandemi Covid-19, yang tentunya
akan berdampak pada peningkatan kinerja pegawai sektor perbankan di Indonesia.
Innovative work behavior terdiri dari pengenalan dan penerapan teknologi baru
dan metode kerja baru yang “lebih baik” daripada yang ada. Meskipun hal ini dapat
mengganggu rutinitas kerja dan menyebabkan resistensi terhadap perubahan dan reaksi
dari karyawan, pada akhirnya, hal tersebut diharapkan dapat menghasilkan keuntungan
yang efisiens dan efektif. Innovative work behavior menyiratkan modifikasi diri atau
lingkungan kerja melalui inovasi, berarti bahwa innovative work behavior membantu
pegawai sektor perbankan untuk beradaptasi secara efektif terhadap pekerjaan, sehingga
mengarah pada peningkatan employe performance.
Berdasarkan hasil analisa statistik dan wawancara dengan responden, dapat
dijelaskan bahwa jika aktivitas dan perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh seseorang
merupakan sarana dalam merangsang pola kreativitas dan inovasi, maka hal tersebut
dapat dijadikan suatu pengecualian oleh pihak manajemen perbankan. Pihak manajemen
perbankanpun harus membuat kebijakan yang mengatur dan membatasi hal ini agar
tidak disalahgunakan oleh para pegawai perbankan, karena menurut hasil dari penelitian
ini, aktivitas dan perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh para pegawai dapat memicu
innovative work bahavior dalam dirinya sehingga diharapkan akan dapat membawa
dampak positif bagi kinerja para pegawai sektor perbankan di Indonesia.
2. Hubungan person-organization fit terhadap employee performance melalui innovative
work behavior mempunyai koefisien dengan nilai positif. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa koefisien jalur sebesar 0,258 dengan t-statistics sebesar 3,972 (p=
0,000). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa person-organization fit berpengaruh positif
terhadap employee performance melalui innovative work behavior. Hasil ini dapat
diintepretasikan semakin pegawai memiliki tingkat kecocokan dengan organisasisinya
akan memberikan dampak peningkatan yang lebih tinggi terhadap kinerja pegawai
apabila dihubungkan dengan konteks perilaku kerja yang inovatif dalam diri pegawai
sektor perbankan di Indonesia.
Hasil penelitian ini ini mengindikasikan bahwa person-organization fit akan
berpengaruh yang lebih tinggi terhadap employee performance ketika dimediasi oleh
innovative work behavior. Hal tersebut dapat terjadi dibuktikan berdasarkan hasil
temuan analisa statistik perbandingan antara hubungan langsung (OS= 0,271; t-
statistics= 3,195; p-values= 0,001) dengan hubungan tidak langsung (OS= 0,258; t-
statistics= 3,972; p-values= 0,000) antar variabel-variabel tersebut.
Berdasarkan hasil analisa statistik dan wawancara dengan responden, dapat
dijelaskan jika antara individu pegawai dengan perusahaan sektor perbankan telah
memiliki kecocokan, hal itu akan membuat individu pegawai memiliki kreativitas dan
perilaku inovasi dalam setiap penyelesaian tugas-tugas yang diberikan, baik dengan
kolaborasi atau proses komunikasi yang baik antar pegawai sektor perbankan, tentunya
jika hal tersebut semakin ditingkatkan akan berdampak pada peningkatan prestasi kerja
dan kinerja dari pegawai tersebut.
Pihak manajemen perbankanpun harus membuat kebijakan yang dapat
merangsang jiwa pegawai perbankan agar semakin memiliki tingkat kecocokan yang
baik, hal tersebut dapat dilakukan dengan proses pelatihan dan pengembangan yang
konstruktif.
Menurut hasil dari penelitian ini, tingkat kecocokan sesorang pegawai perbankan
dengan organisasi perbankan tempat ia bekerja terbukti dapat memicu innovative work
bahavior dalam dirinya sehingga diharapkan akan dapat membawa dampak positif bagi
kinerja para pegawai sektor perbankan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, S. D. (2010). Model person-organization fit (P-O Fit Model) terhadap kepuasan kerja,
komitmen organisasional dan kinerja karyawan. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 17(1), 43–60.
Jong, J. De, & Hartog, D. Den. (2010). Measuring innovative work behaviour. Creativity and
Innovation Management, 19(1), 23–36. https://doi.org/10.1111/j.1467-8691.2010.00547.x
Koopmans, L., Bernaards, C., Hildebrandt, V. H., Vet, H. C. W. De, & Beek, A. J. Van Der.
(2014). Construct validity of the individual work performance questionnaire. Journal of
Occupational and Environmental Medicine, 56(3), 331–337.
https://doi.org/10.1097/JOM.0000000000000113
Lim, Vivien K G. (2002). The IT way of loafing on the job: cyberloafing, neutralizing and
organizational justice. Journal of Organizational Behavior, 23(1), 675–694.
https://doi.org/DOI:10.1002/job.161
Lampiran 1. Data Responden Penelitian
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial : ___________________________
Usia : ___________ Tahun
No. HP/Email : ____________________________
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Perempuan

Pendidikan Terakhir : SLTA D3 S1


S2 S3 Lainnya
Status : Menikah Belum Menikah
Masa Kerja : Tahun
Posisi/Bagian : ____________________________
Instansi Perbankan : ____________________________
Wilayah Perbankan : ____________________________

PETUNJUK PENGISIAN
a. Kuesioner ini berbentuk pernyataan yang di dalamnya tidak terdapat jawaban salah atau
benar sehingga memudahkan Anda dalam memilih alternative jawaban sesuai apa yang
dirasakan dan alami.
b. Isilah semua nomor dalam angket ini dan sebaiknya jangan ada yang terlewatkan.
c. Mohon dibaca dengan teliti dan menjawab dengan jujur dan terbuka.
d. Pengisian jawaban cukup memberi tanda Checklist (√) pada jawaban yang dianggap
sesuai menurut pendapat Anda (hanya satu jawaban pada satu nomor)
e. Pilihan jawaban meliputi:
1. STS = Sangat Tidak Setuju
2. TS = Tidak Setuju
3. KS = Kurang Setuju
4. S = Setuju
5. SS = Sangat Setuju

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian


Pertanyaan kunci (awal):
Apakah tempat kerja anda memfasilitasi akses internet (mis. Wifi/LAN), dan memungkinkan untuk anda
gunakan selama jam kerja?

CYBERLOAFING
No. Item Pernyataan STS TS KS S SS
Aktivitas Email
Saya memeriksa email yang tidak ada
1.
kaitan dengan pekerjaan selama jam kerja
Saya mengirim email yang tidak ada kaitan
2.
dengan pekerjaan selama jam kerja
Aktivitas Browsing
Saya memeriksa informasi dalam situs
3. halaman web pribadi (blog, linkedln, dll)
selama jam kerja
Saya mengunjungi situs media sosial
4. (facebook, twitter, instagram, youtube, tik-
tok, dll.) selama jam kerja
Saya mengunjungi situs berita (cnn, detik,
5.
kompas, dll) selama jam kerja
6. Saya mengunjungi situs olahraga
(goal.com, bola.net, dll) selama jam kerja
Saya mengunjungi dan transaksi di situs
7. belanja online (shoope, olx, dll) selama
jam kerja

PERSON-ORGANIZATION FIT
No. Item Pernyataan STS TS KS S SS
Kesesuaian Nilai
Ada kesesuaian antara nilai-nilai saya dan
nilai-nilai organisasi tempat saya bekerja
8.
(pengetahuan, kepedulian, kebenaran,
kejujuran dan keadilan, dll)
Kesesuaian Karakteristik-Budaya
Ada kesesuaian antara budaya yang saya
terapkan dan budaya yang diterapkan
9.
organisasi di tempat saya bekerja (disiplin,
profesional, rapi, dll)
Ada kesesuaian karakteristik yang saya
anut dengan karakteristik yang diterapkan
10
organisasi di tempat saya bekerja (agama,
kesusilaan, kesopanan dan hukum, dll)
Kesesuaian Kebutuhan
Ada kesesuaian antara harapan pribadi
11. saya dan peluang yang diberikan
(promosi, gaji, dll)
Kesesuaian Tujuan
Ada kesesuaian antara tujuan saya dan
tujuan yang diterapkan organisasi di
12.
tempat saya bekerja (pengembangan
potensi, kesuksesan/kepuasan karir, dll)

INNOVATIVE WORK BEHAVIOR


No. Item Pernyataan STS TS KS S SS
Eksplorasi Ide
Saya sering memperhatikan masalah yang
13. bukan bagian dari pekerjaan saya sehari –
hari
Saya sering bertanya-tanya bagaimana
14.
suatu hal dapat diperbaiki/ditingkatkan
Saya sering mencari metode kerja baru,
15.
teknologi baru atau instrumen baru
Pembentukan Ide
Saya sering menghasilkan solusi asli untuk
16.
suatu masalah
Saya sering menemukan pendekatan baru
17.
untuk menjalankan tugas
Memperjuangkan Ide
Saya sering menjadikan anggota penting
18.
organisasi antusias dengan ide-ide inovatif
Saya sering berupaya untuk meyakinkan
19.
orang lain untuk mendukung ide inovatif
Saya sering secara sistematis
20. memperkenalkan ide-ide inovatif dalam
praktik kerja
Implementasi Ide
Saya sering berkontribusi pada
21.
implementasi ide-ide baru
Saya sering berusaha keras dalam
22.
pengembangan sesuatu hal baru

EMPLOYEE PERFORMANCE
No. Item Pernyataan
STS TS KS S SS

Kinerja Tugas
23. Saya berhasil merencanakan pekerjaan
saya agar selesai tepat waktu
24. Saya mengingat hasil yang harus saya
capai dalam pekerjaan saya
25. Saya dapat memisahkan masalah utama
dari masalah sampingan di tempat kerja
26. Saya dapat melakukan pekerjaan saya
dengan baik dengan sedikit waktu dan
tenaga
Kinerja Kontekstual
27. Saya mengambil tanggung jawab ekstra
saat bekerja
28. Saya memulai tugas baru sendiri, setelah
tugas lama saya selesai
29. Saya mengambil tugas kerja yang
menantang, jika tersedia
30. Saya bekerja untuk terus memperbarui
pengetahuan pekerjaan saya
31. Saya bekerja untuk menjaga keterampilan
kerja saya tetap mutakhir
32. Saya datang dengan solusi kreatif untuk
masalah baru
33. Saya terus mencari tantangan baru dalam
pekerjaan saya
34. Saya berpartisipasi aktif dalam segala rapat
kerja perusahaan

Lampiran 3. Statistik Inferensial Variabel Output Smart-PLS 3


a. Convergent Validity
b. Discriminat Validity
c. Construct Reliability

d. R-Square

e. Resampling Bootstraping
1) Direct Effect
2) Indirect Effect

Anda mungkin juga menyukai