Anda di halaman 1dari 15

Laporan III

Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

TK2203 OPERASI PERPINDAHAN KALOR

LAPORAN III

PERHITUNGAN, GAMBAR DESAIN, DAN ANALISIS TEKNO-EKONOMI

HEAT EXCHANGER

Disusun Oleh:

Eveline Iskandar (13021010)

Rahmi Zahrani Alifah (13021017)

Ulfatur Rohmah (13021019)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2023

[Kelompok 5] 1
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

BAB III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-Ekonomi Heat Exchanger

3.1 Kasus Heat Exchanger


Studi kasus yang dilakukan pada perancangan heat exchanger Masaro (Manajemen
Sampah Zero) ini menggunakan 2 buah heat exchanger. Heat exchanger pertama digunakan
untuk memanaskan oli (fluida dingin) menggunakan flue gas (fluida panas) hasil pembakaran
sampah yang berada di bawah heat exchanger 1. Kemudian, heat exchanger kedua digunakan
untuk memasak nira (fluida dingin) menggunakan oli (fluida panas) yang sudah dipanaskan
di heat exchanger 1. Nira dimasukkan ke heat exchanger 2 dari tempat penampungan nira.
Berdasarkan proses yang dilakukan, dapat diberikan tabel spesifikasi operasi dari
fluida-fluida yang terlibat sebagai berikut.

Tabel 3.1 Spesifikasi Operasi Heat Exchanger

Spesifikasi Heat Exchanger 1 Heat Exchanger 2

Fluida
Fluida Panas Fluida Dingin Fluida Panas Dingin

Pin (kPa) - - - -

Tin (C) 800 27 200 25

Tout (C) 500 250 100 75

Total mass flow


(kg/h) 100 200 200 134

Oli keluaran HE
Fluida Flue gas Oli 1 Gula aren

[Kelompok 5] 2
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

3.1.1 Sifat Fisik Fluida

Dalam melakukan perhitungan dan perancangan heat exchanger, diperlukan informasi


mengenai sifat fisik dari fluida yang terlibat. Sifat-sifat fisik fluida ini ditentukan
menggunakan temperatur rata-rata operasi tiap fluida. Berikut sifat fisik fluida yang terlibat
dari hasil interpolasi tabel sifat fisik fluida pada berbagai temperatur.

Tabel 3.1.1 Sifat Fisik Fluida

Fluida T(K) ρ(kg/m3) Cp(J/kg K) μ (Pa.s) k (W/mK) m (kg/h)

Oli (HE 1) 411,5 817,86 2407,73 6,97E-03 133,014 200

Oli (HE 2) 423 810,41 2000,21 5,36E-03 132,7 200

Flue Gas 923 0,385 1225,98 3,93E-06 0,0302 100

Gula Aren 323 1386 3605 6,01E-04 0,839 134

3.2 Asumsi
Asumsi yang digunakan pada proses perancangan heat exchanger di kasus ini adalah sebagai
berikut.
1. Sifat fisik fluida yang digunakan ditentukan pada temperatur rata-rata proses dan sifat
fisik nira diasumsikan sama dengan sifat fisik gula cair.
2. Aliran yang digunakan pada heat exchanger, baik heat exchanger 1 maupun heat
exchanger 2 adalah counter-current
3. Jarak jacket yang digunakan pada heat exchanger 2 diasumsikan sebesar 10 cm
4. Dimensi jacketed vessel yang optimal berdasarkan literatur adalah Hs:D:Hh = 5: 4: 1
5. Fouling factor untuk oli dan flue gas adalah 0.0002 dan 0.0005
6. Join efficiency material yang digunakan adalah bilangan yang umum digunakan pada
industri, yaitu ± 0.8
7. Laju alir fluida dingin pada heat exchanger pertama adalah 0.3 m/s

[Kelompok 5] 3
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

3.3 Heat Exchanger yang digunakan


Dalam kasus ini, digunakan dua buah sistem heat exchanger. Seperti yang dijelaskan
pada bab 3.1, heat exchanger pertama digunakan untuk memanaskan oli dengan flue gas yang
nantinya akan digunakan untuk heat exchanger kedua untuk proses pemasakan nira. Pada
heat exchanger pertama, fluida dingin adalah oli dan fluida panas adalah flue gas. Flue gas
didapat dari hasil pembakaran tungku masaro. Tungku masaro menghasilkan panas yang akan
memanaskan pipa aliran fluida dingin di coil heat exchanger. Pada kasus ini, jumlah coil yang
digunakan adalah sebanyak tiga coil. Aliran fluida pada heat exchanger pertama dirancang
mengalir secara counter-current. Pada heat exchanger kedua, fluida panas adalah oli yang
sudah dipanaskan melalui heat exchanger pertama sedangkan fluida dingin berupa nira aren.
Heat exchanger kedua berbentuk jacketed vessel yang dilengkapi dengan bejana, lapisan jaket
yang melapisi bejana, insulator, dan impeller sebagai pengaduk nira yang dipanaskan. Fluida
panas dialirkan melalui bagian dalam jaket, sedangkan fluida dingin dipanaskan sambil
diaduk dengan impeller agar distribusi panas dalam fluida dingin tetap homogen.
Pemilihan material pada perancangan heat exchanger sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan heat exchanger yang efisien. Pemilihan dilakukan dengan mempertimbangkan
kondisi tekanan dan temperatur operasi heat exchanger, kekuatan, ketahanan terhadap korosi,
serta komposisi penyusun material yang cocok diaplikasikan pada kondisi sistem heat
exchanger yang dirancang. Dalam kasus ini, bahan material yang cocok digunakan untuk heat
exchanger pertama dan kedua pada kondisi sistem kedua heat exchanger tersebut adalah
stainless steel dengan grade SS316. Material ini dipilih karena termasuk material yang
memiliki ketahanan korosi yang sangat baik dengan kandungan molibdenumnya yang lebih
tinggi dibanding stainless steel austenitic sejenis lainnya, seperti SS304,SS317,dan SS321.
Molibdenum meningkatkan ketahanan material untuk mencegah terjadinya korosi atau
pitting. Selain itu, material ini mampu bekerja dengan baik pada suhu tinggi dalam tekanan
operasi rendah maupun tinggi. Harganya relatif lebih murah daripada material lain yang juga
tahan korosi seperti inconel yang berupa nickel alloy. Insulator yang digunakan pada heat
exchanger berbahan ceramic fiber. Material insulator ini dipilih karena memiliki ketahanan
panas yang sangat baik, konduktivitas termal yang rendah, dan tidak rentan korosi. Ceramic
fiber tersusun atas alumina-silika yang dapat menahan suhu operasi hingga 1600℃. Ceramic
fiber memiliki konduktivitas termal kecil dengan interval sebagai berikut.
Tabel 3.3 Konduktivitas Termal Keramik pada Berbagai Temperatur

[Kelompok 5] 4
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

Temperatur (℃) Effective total thermal conductivity


(W/m.K)

100 0.14

200 0.17

300 0.20

400 0.25

500 0.30

600 0.35

700 0.40

800 0.45

900 0.50

1000 0.55

1100 0.65

1200 0.75

1300 0.85

1400 0.95

1500 1.05

3.4 Hasil Perhitungan


Perhitungan perancangan heat exchanger pada kedua kasus dilakukan menggunakan
Microsoft Excel, kemudian didapat hasil perhitungan untuk masing-masing heat exchanger
sebagai berikut.
Tabel 3.4.1 Data Hasil Perhitungan HE 1

Parameter Nilai

[Kelompok 5] 5
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

Luas perpidahan panas 1. 80756 𝑚


2

ΔTm 533.417 ℃

Koefisien transfer panas 4826 𝑊/𝑚 ℃


2

Koefisien panas total 101. 91 𝑊/𝑚 ℃


2

Tinggi HE 1 9. 5 𝑚

Tebal 2𝑚

Panjang koil 11. 50726 𝑚


2

Diameter koil 0. 05 𝑚

Luas permukaan koil 1. 807556 𝑚


2

Galat koefisien perpindahan 3.6 %


panas total

Tabel 3.4.2 Data Hasil Perhitungan HE 2

Parameter Nilai

Laju nira 3
0. 05772 𝑚 /𝑗𝑎𝑚

Space time 1 jam

Volume vessel 0. 05772 𝑚


3

Diameter vessel 0. 4 𝑚

Tinggi shell 0.5 m

Volume shell 0.062833 𝑚


3

[Kelompok 5] 6
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

Volume head 0.008378 𝑚


3

Tinggi head 0.1 m

Tinggi vessel 0.7 m

Tinggi larutan 0.325988 m

3.5 Analisis Perhitungan Spesifikasi Heat Exchanger


Berdasarkan hasil perhitungan yang tercantum pada sub bab 3.4, untuk heat
exchanger pertama (HE 1) dengan bentuk 3-coil heat exchanger diperoleh diameter coil
sebesar 0.05 m dengan panjang masing-masing koilnya adalah sebesar 3.833 m. Panjang
keseluruhan dari HE 1 diasumsikan sama dengan panjang dari satu koil, yaitu sepanjang
11.50726 m. Hasil perhitungan spesifikasi heat exchanger tersebut telah memenuhi syarat
batas dari spesifikasi Masaro, di mana diameter koil sudah sesuai dengan ukuran yang
direkomendasikan dengan tujuan untuk mempermudah proses maintenance heat exchanger
yang harus dilakukan secara berkala. Dimensi HE 1 ini telah dirancang sedemikian rupa agar
sesuai dengan dimensi Masaro yang digunakan. Pada HE 1 digunakan insulator pada pipa
jalur aliran fluida panas. Dari hasil perhitungan di atas, dibutuhkan insulator setebal 2 m
untuk pipa sepanjang 9.5 m. Koefisien perpindahan panas memiliki galat sebesar 3.6% (<
30%) sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen insulator tersebut dapat bekerja dengan
baik.
Pada heat exchanger kedua (HE 2) yang berbentuk jacketed vessel, hasil perhitungan
menunjukkan dimensi heat exchanger yang optimal adalah diameter vessel sebesar 0.4 m dan
tinggi vessel sebesar 0.7 m. Perbandingan antara diameter dan tinggi dari heat exchanger
tersebut mendekati 1 : 2 sudah cukup proporsional. Dengan bentuk kepala heat exchanger
jacketed vessel yang ellipsoidal, syarat proporsi tangki telah terpenuhi dengan tinggi head
sebesar 0.1 m dan volume head sebesar 0.008378 m^2. Ukuran diameter luar dari jacket pada
jacketed vessel umumnya berkisar antara 60-120 mm. Berdasarkan data dimensi Masaro,
ketebalan jaket yang digunakan harus minimal 2 mm dengan material stainless steel.
Syarat-syarat tersebut telah sesuai dengan spesifikasi desain heat exchanger hasil perhitungan
di atas.
Pada HE 2, digunakan insulator pada bejana dengan ketebalan sebesar 3 m. Ketebalan
pada HE 2 harus lebih besar dari insulasi pipa keluaran fluida panas di HE 1. Hal ini

[Kelompok 5] 7
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

disebabkan oleh diameter bejana yang relatif lebih besar dari pipa keluaran fluida panas di
HE 1 sehingga dibutuhkan insulator yang lebih banyak untuk meredam panas yang
dilepaskan ke lingkungan operasi sistem.

3.6 Analisis Tekno-Ekonomi


Analisis tekno-ekonomi dibutuhkan untuk menganalisis biaya yang diperlukan dalam
proses perancangan heat exchanger pada kasus ini. Biaya yang dikeluarkan proses
perancangan heat exchanger tersebut diharapkan seminimal mungkin dengan tetap
memperhatikan kebutuhan dan kualitas heat exchanger yang dibutuhkan.

3.6.1 Purchased Equipment Cost (CP)


Nilai purchased equipment cost pada heat exchanger 1 dan heat exchanger 2 dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.
2
𝑙𝑜𝑔10𝐶𝑝 = 𝐾1 + 𝐾2 𝑙𝑜𝑔10 𝐴 + 𝐾3 (𝑙𝑜𝑔10 𝐴) , dengan

CP = purchased equipment cost


A = kapasitas dari peralatan
K1 = konstanta 1
K2 = konstanta 2
K3 = konstanta 3

Tabel 3.6.1 Konstanta pada heat exchanger 1 dan heat exchanger 2

Heat Exchanger 1 Heat Exchanger 2

K1 2.7652 K1 3.8751

K2 0.7282 K2 0.3328

K3 0.0783 K3 0.1901

Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai CP pada HE 1 dengan area 1.807556 m2 adalah
sebesar 801,35 USD dan nilai CP pada HE 2 dengan volume vessel sebesar 0.05772 m^2
adalah sebesar 5706,25 USD.

3.6.2 Faktor Koreksi Tekanan Operasi (FP)


Nilai faktor koreksi tekanan operasi pada koil di insinerator dan jacket vessel dapat
ditentukan menggunakan persamaan berikut ini.

[Kelompok 5] 8
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

2
𝑙𝑜𝑔10𝐹𝑃 = 𝐶1 + 𝐶2 𝑙𝑜𝑔10 𝑃 + 𝐶3 (𝑙𝑜𝑔10 𝑃) , dengan

FP = faktor koreksi tekanan operasi


P = tekanan operasi sistem
C1 = konstanta 1
C2 = konstanta 2
C3 = konstanta 3
Pada umumnya, nilai FP pada heat exchanger harus tidak kurang dari 1. Akan tetapi,
jika terdapat beberapa unit yang tidak mempunyai pressure ratings maka nilai C1, C2, dan
C3 bernilai 0. Rincian nilai C1, C2, dan C3 pada heat exchanger dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.6.2. Tabel nilai C1, C2, C3 unit operasi heat exchanger

Dari referensi tabel 3.6.2, nilai FP dari HE 1 dan HE 2 dapat dihitung. Berikut hasil
perhitungan nilai FP dari HE 1 dan HE 2.

[Kelompok 5] 9
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

Tabel 3.6.3. Tekanan dan konstanta pada koil dan jacket vessel

Koil di Incinerator Jacket Vessel

P(barg) 20 P(barg) 20

C1 0 C1 -0.16742

C2 0 C2 0.13428

C3 0 C3 0.15058

FP 1 FP 1.31

Pada HE 1, digunakan konstanta C untuk three-coil heat exchanger yang bekerja pada
tekanan operasi 20 bar (P<40 bar) sehingga C1, C2, dan C3 bernilai nol. Dengan
memasukkan data pada persamaan yang tercantum di atas, diperoleh nilai FP sebesar 1. Pada
HE 2, digunakan konstanta C untuk vaporizers jacket vessels yang bekerja pada tekanan
operasi 10 bar. Diperoleh nilai C1 = -0,16742, C2 = 0,13428, dan C3 = 0,15058. Dengan
demikian, diperoleh nilai FP sebesar 1,310 .

3.6.3 Nilai Faktor Material (FM)


Pada perancangan heat exchanger ini, baik heat exchanger 1 maupun heat exchanger
2 menggunakan material Stainless Steel dengan kode SS316. Pemilihan material ini sangat
penting untuk menekan biaya yang dikeluarkan, tetapi tetap sesuai dengan spesifikasi heat
exchanger yang dibutuhkan. Berikut data tabel dan grafik faktor material terhadap
identification number.

[Kelompok 5] 10
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

Gambar 3.6.3 Grafik Faktor Material terhadap Identification Number

Tabel 3.6.3 Identification Number Berdasarkan Jenis Unit dan Material

Berdasarkan tabel 3.6.3, identification number yang digunakan untuk


multiple pipe heat exchanger dan process vessel berbahan stainless steel
berturut-turut adalah 5 dan 20. Dengan demikian, dengan menggunakan grafik
faktor material terhadap identification number, dari gambar xx diperoleh nilai FM
HE 1 sebesar 2,7 dan nilai FM HE 2 sebesar 4,8.

[Kelompok 5] 11
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

3.6.4 Biaya Total Perancangan Heat Exchanger


Biaya total perancangan heat exchanger ditentukan dengan cara mencari
nilai bare module cost (CBM). Bare Module Cost didefinisikan sebagai biaya total
yang memperhitungkan biaya langsung (direct cost) dan indirect cost sekaligus
dalam suatu estimasi biaya dari suatu heat exchanger yang diformulasikan dalam
persamaan berikut:
CBM = CP(B1+B2 FPFM)
Dimana:
CBM : Bare module cost
CP : Purchased equipment cost
B1 : Konstanta yang diperoleh dari tabel 3.6.4
B2 : Konstanta yang diperoleh dari tabel 3.6.4
FP : Faktor koreksi tekanan operasi pada sisi shell
FM : Faktor material
Tabel 3.6.4 Tabel Konstanta CBM berdasarkan Jenis Unit

Dari tabel tersebut diperoleh nilai B1 dan B2 untuk masing-masing heat


exchanger, untuk HE 1 berbentuk spiral tube digunakan nilai B1 = 1,74 dan B2 =
1,55 sedangkan untuk HE 2 berbentuk vertical process vessels digunakan nilai
B1=2,25 dan B2=1,82. Dari hasil perhitungan diperoleh CBM HE 1 sebesar
14709,32 USD dan CBM HE 2 sebesar … USD. Perhitungan ini masih harus
mempertimbangkan faktor eksternal, seperti kemungkinan terjadinya inflasi yang
menyebabkan kenaikan harga bahan material. Untuk menyiasati faktor eksternal

[Kelompok 5] 12
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

tersebut, digunakan indeks CEPCI (Chemical Engineering Plant Cost Index).


CEPCI merupakan suatu indeks yang digunakan untuk mengantisipasi
peningkatan biaya modal proyek dengan cara menyesuaikan biaya dengan tahun
pelaksanaan proyek. Indeks CEPCI, yaitu indeks pada tahun 2004 yang bernilai
407,5 sedangkan nilai indeks CEPCI tahun 2023 adalah sebesar 806,3.
Perhitungan biaya modal pembuatan heat exchanger dengan mempertimbangkan
rasio dari indeks-indeks pada tahun tersebut dilakukan dengan persamaan berikut :
𝐶𝐸𝑃𝐶𝐼2023
𝐶𝐵𝑀2023 = 𝐶𝐵𝑀2024 𝐶𝐸𝑃𝐶𝐼2024

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh CBM akhir untuk HE 1 adalah sebesar


33.493,93 USD dan CBM akhir untuk HE 2 sebesar 78.325,12 USD.

3.7 Sketsa Heat Exchanger


Visualisasi heat exchanger dilakukan menggunakan aplikasi SolidWorks.
Visualisasi desain heat exchanger tersebut pada kasus ini adalah sebagai berikut.

Gambar 3.7.1 Desain Unit Masaro

[Kelompok 5] 13
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

Gambar 3.7.2 Heat Exchanger 3 Koil

Gambar 3.7.3 Jacketed Vessel

[Kelompok 5] 14
Laporan III
Perhitungan, Gambar Desain, dan Analisis Tekno-ekonomi Heat Exchanger

DAFTAR PUSTAKA
Cengel, Y.A. (1997). Introduction to Thermodynamics and Heat Transfer. New
York: McGraw Hill.
C. J. Geankoplis, A. A. Hersel, dan D. H. Lepek. (2018). Transport Processes and
Separation Process Principles, 5th ed. Prentice Hall.
Garvin, John. (1999). Understand the Thermal Design of Jacketed Vessels.
Chemical Engineering Progress. p. 63-65.
Sinnott, R.K. (2005). Coulson & Richardson’s Chemical Engineering Series:
Chemical Engineering Design Fourth Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Thulukkanam, Kuppan. (2013). Heat Exchanger Design Handbook. Boca Raton:
CRC Press.
Walas, S.M dkk. (2012). Chemical Process Equipment. Oxford: Elsevier Inc.
Shah, Ramesh K., Sekulic, Dusˇan P. (2007). Fundamentals of Heat Exchanger
Design. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

[Kelompok 5] 15

Anda mungkin juga menyukai