Anda di halaman 1dari 25

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN

ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA PADA


STRUKTUR PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN INDONESIA

PROPOSAL TESIS

OLEH :

NELDA NINGSIH
NIM : 2274101135

PROGRAM MAGISTER (S-2) ILMU HUKUM


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diakui secara universal

sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodratnya

sebagai manusia. Dinyatakan ‘universal’ karena hak-hak ini adalah bagian

dari setiap orang tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, usia, ras dan

budaya agama atau keyakinannya. Hak itu sendiri terdiri atas hak hidup, hak

untuk tidak disiksa, diperbudak, atau ditahan semena-mena, hak untuk tidak

di diskriminasi di hadapan hukum.1

Landasan hukum hak asasi manusia telah diatur dalam Pasal 28I ayat

(4) Undang-undang Dasar 1945 : “Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama

pemerintah”. Dengan dasar hukum tersebut pemerintah mempunyai

kewenangan untuk menghukum dan mengadili bagi setiap warga negara yang

melanggar hak asasi manusia warga negara lain. Pemerintah juga

berkewajiban memenuhi hak setiap warga negaranya tanpa diskriminasi

dalam segala aspek kehidupan.2

Salah satu hak yang mendasar dalam diri manusia adalah hak

kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

1
Ashri Muhammad, Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori & Instrumen Dasar, No.1, (Makassar :
CV. Social Politic Genius (SIGn, 2018)), hlm. 2-3.
2
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 281 ayat (4)

1
menyatakan bahwa:”Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,

mental, spritual, maupun sosial dan ekonomis”.3 Sedangkan gangguan jiwa

adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang

berhubungan dengan mental. 4atau dalam kata lain gangguan jiwa disingkat

menjadi ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Dengan demikian penderita

gangguan jiwa termasuk ke dalam keadaan tidak sehat, karena tidak dapat

menjalani kehidupannya dengan baik secara sosial maupun ekonomi.

Perlindungan hukum sangat dibutuhkan oleh semua warga negara

Indonesia bahkan bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.

Perlindungan hukum harus diberikan kepada semua lapisan masyarakat.

Pemerintah harus lebih pro aktif dalam mengatasi masalah perlindungan

hukum khususnya bagi masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan

jiwa. Seperti yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014

tentang kesehatan jiwa. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan derajat

kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, masyarakat secara

menyeluruh dan saling berkesinambungan oleh pemerintah pusat maupun

daerah.5

Dalam menunjang upaya pemerintah dalam melakukan perlindungan

hukum bagi masyarakat yang mengalami gangguan jiwa, maka pemerintah

wajib membentuk badan pelayanan kesehatan. Pada dasarnya, pelayanan

kesehatan merupakan bagian dari pelayanan publik, pada dasarnya pelayanan

publik diartikan sebagai segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan


3
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4
Adi Tristiadi Ardani Dkk, Psikologi Klinis, (Yogyakarta :Graha Ilmu, 2007), hlm. 23.
5
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.

2
dasar sesuai dengan hak-hak dasar warga negara atas barang, jasa, atau

pelayanan yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan terkait dengan

kepentingan publik.

Pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan bagi penderita gangguan

kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa merupakan salah satu indikator untuk

mengukur derajat kesehatan masyarakat hal ini berarti semakin tinggi

penderita gangguan jiwa maka semakin rendah kesehatannya begitu juga

sebaliknya. Pada pasal 1 ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun

2014 tentang kesehatan jiwa disebutkan bahwa kesehatan jiwa dapat

dibedakan menjadi dua yakni Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK)

adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan

dan perkembangan, kualitas hidup sehingga memiliki risiko gangguan jiwa.

Kemudian Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang

mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang

termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang

bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam

menjalankan fungsi sebagai manusia. 6

Ironisnya yang terjadi dimasyarakat, mereka yang mengalami gangguan

jiwa masih mendapatkan perlakuan diskriminatif, mendapatkan stigma, dan

tersingkir dari lingkungannya. Banyaknya penderita gangguan jiwa berat

yang tidak mendapat penanganan secara medis dikarenakan oleh faktor-faktor

seperti kekurangan biaya, rendahnya pengetahuan keluarga dan masyarakat

sekitar terkait dengan gejala gangguan jiwa, dan sebagainya. Sehingga masih
6
Ibid., hlm. 4

3
banyak penderita gangguan jiwa yang dipasung oleh anggota keluarganya,

agar tidak mencederai dirinya atau menyakiti orang lain di sekitarnya. Di

Indonesia, lebih dari 57,000 orang dengan disabilitas psikososial (kondisi

kesehatan kejiwaan), setidaknya sekali dalam hidup mereka pernah dipasung,

dibelenggu atau dikurung di ruang tertutup.7

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

406/MENKES/SK/VI/2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa

Komunitas Menteri Kesehatan Republik Indonesia masalah psikososial yang

dialami individu, keluarga dan masyarakat dapat disebabkan karena masalah

kriminal atau kekerasan, kecelakaan atau bunuh diri, perceraian atau masalah

rumah tangga, KDRT dan penganiayaan anak, perjudian atau seks bebas,

konflik atau bencana, kenakalan remaja, narkoba atau HIV AIDS, alkohol,

tawuran, dan kemiskinan. Dengan banyaknya faktor tentu mengakibatkan

produktivitas menurun dan kualitas hidup sumber daya manusia menjadi

rendah.8

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dijunjung oleh

negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-

7
Human Rights Watch. Hidup di Neraka : Kekekrasan Terhadap Penyandang Disabilitas
Psikososial di Indonesia. (www.hrw.org) , diakses 18 November 2022
8
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 406/MENKES/SK/VI/2009 tentang
Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas

4
Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan bahwa kesehatan adalah

keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

setiap orang untuk hidup produktif. Kemudian menurut Pasal 1 Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa bahwa kesehatan

jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara

fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Setiap orang sehat

pun pasti mengalami perasaan- perasaan gelisah. Hanya saja, orang yang

sehat mampu mengatasi semua masalah kesehatan itu. Sedangkan, orang yang

sakit secara psikis “tetap berputar-putar”, terus menerus hanyut tenggelam

dalam kesukaran batinnya, dan tidak mampu menemukan jalan keluarnya.9

Namun pada kenyataannya, tidak semua orang dilahirkan dalam

keadaan normal mereka dengan penderita gangguan mental dan

keterbelakangan mental berhak mendapatkan hak untuk hidup dengan layak

seperti manusia lain pada umumnya. Perawatan, sosialisasi dengan

lingkungan sekitar juga berhak mereka dapatkan sebagai seorang manusia,

tetapi karena kurangnya pengetahuan pada masyarakat mengenai gangguan

mental itu sendiri dan keterbelakangan itulah yang merenggut hak asasi

mereka sebagai manusia dan warga negara Indonesia.10

9
Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 : Gangguan-Gangguan Kejiwaan, (Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 1997), hlm. 2.
10
Lubis, (et.al), Pemahaman Masyarakat Mengenai Gangguan Jiwa dan Keterbelakangan Mental,
2014.

5
Kesehatan jiwa sendiri masih menjadi masalah kesehatan utama di

dunia, termasuk di Indonesia. Jumlah penderita masalah Kesehatan jiwa di

Indonesia cukup tingggi, dari 6% menurut catatan Riset Kesehatan Dasar

(Rikesdas, 2013) menjadi 9,8% (Riskesdas, 2018) dan sebagian besar tersebar

di masyarakat dibandingkan dengan yang menjalani perawatan di rumah

sakit. Jumlah Rumah Sakit Jiwa di Indonesia juga terbatas. Hanya ada RSJ

Pusat, 28 RSJ Provinsi, dan 16 RSJ Pribadi. Selain kurangnya rumah sakit

jiwa, kurangnya jumlah psikiater, penyebarannya pun tidak merata sementara

itu penderita gangguan kejiwaan di Indonesia masih cukup banyak.11

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka

penulis merasa perlu mengkaji lebih dalam tentang perlindungan hukum

terhadap pasien ODGJ, untuk itu penulis menulis proposal tesis dengan

judul : Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Orang Dengan Gangguan

Jiwa Pada Struktur Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas uraian di atas, maka penulis merangkum 2 (dua)

permasalahan yang akan dibahas meliputi:

1. Bagaimana Peraturan terkait dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa?

2. Apakah perlindungan hukum terhadap pasien Orang Dengan

Gangguan Jiwa pada struktur peraturan perundang-undangan

Indonesia?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


11
Hans Pols, Jiwa Sehat, Negara Kuat, (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2019), hlm. 97.

6
1. Tujuan penelitian

a. Untuk menganalisis sejauh mana Peraturan terkait dengan Orang

Dengan Gangguan Jiwa,

b. Untuk menganalisis bagaimana perlindungan hukum terhadap

pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa pada struktur peraturan

perundang-undangan Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan teoritis: Untuk kepentingan pengembangan ilmu

kesehatan bagi peneliti dan dunia akademik.

b. Kegunaan praktis: Diharapkan hasil penelitian ini dapat ijaikan

bahan perbandingan dan memberi masukan kepada pihak-pihak

yang terkait dan sekaligus pengalaman bagi penulis dalam usaha

memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan.

D. Tinjauan Pustaka

Berkaitan mengenai perlindungan hukum terhadap pasien Orang

Dengan Gangguan Jiwa sebenarnya sudah pernah diteliti oleh beberapa

penulis yang menjadikan perlindungan hukum sebagai kajian

permasalahan hukumnya, namun penulis belum ada yang menemukan

judul yang sama sebagai objek permasalahan yang akan diteliti.

Permasalahan berkaitan dengan sistem rujukan berjenjang yang penulis

teliti ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah:

7
1. Penelitian yang dilakukan oleh Jerrick tahun 2022 dari Universitas

Warmadewa yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku

Tindak Pidana yang Mengalami Gangguan Jiwa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Azzahra Dwi Rizki yang berjudul

Perlindungan Hukum Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Yang

Terlantar Dijalanan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Di Kota

Bandung.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ratih Permata Sari tahun 2022 yang

berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Orang Dengan Gangguan

Jiwa Persfektif Fiqh Siyasah (Studi Pada Dinas Sosial Kota Bandar

Lampung)”.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Anggun Riska Amalita tahun 2022

yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Penderita Gangguan

Jiwa Yang Terlantar Di Jalanan Dalam Pelayanan Kesehatan Pada

Struktur Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Adityawarman tahun 2018 yang

berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Orang Dengan Masalah

Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)

Ditinjau Dari KUHP dan Undang-Undang No.18 Tahun 2014.

8
E. Kerangka Teori

1. Grand Theory (Teori Perlindungan Hukum)

Secara umum pengertian perlindungan berarti segala upaya,

Tindakan atau perbuatan yang dilakukan untuk memberikan rasa

keamanan, mencegah dari bahaya atau berbagai hal yang dapat

menyebabkan kerugian yang tidak diinginkan. Perlindungan dapat

berarti tempat berlindung, hal atau perbuatan, proses atau cara untuk

melindungi ssesuatu.12

Hukum adalah seperangkat norma atau kaidah yang berfungsi

mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan untuk ketentraman dan

kedamaian di dalam masyarakat.13

Perlindungan hukum dalam bahasa inggris dikenal dengan legal

protection, sedangkan dalam bahasa belanda dikenal dengan Rechts

bescherming. Perlindungan hukum terdiri dari dua kata yakni

perlindungan dan hukum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

perlindungan diartikan (1) tempat berlindung, (2) hal (perbuatan dan

sebagainya), (3) proses, cara, perbuatan melindungi.14

Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan

martabat serta segala upaya yang dilakukan untuk melindungi hakhak

dari subjek hukum agar hak-hak tersebut tidak dilanggar. Perlindungan

12
Rahman Amin, Hukum Perlindungan Anak Dan Perempuan Di Indonesia (Yogyakarta:
Deepublish, 2021), hlm. 1.
13
Laurensius Arliman S, Penegakan Hukum Dan Kesadaran Masyarakat (Yogyakarta: Deepublish,
2015), hlm. 9.
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan, diakses pada
tanggal 15 November 2022

9
hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan

untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban, yang

dapat diwujudkan dalam bentuk seperti melalui restitusi, kompensasi,

pelayanan medis, dan bantuan hukum. Adapun pengertian

perlindungan hukum menurut para ahli adalah sebagai berikut :

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau

upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenangwenang

oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk

mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan

manusia untuk menikmati martabatnya sebagai.

Sedangkan menurut Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa

perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak

asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu

di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hakhak

yang diberikan oleh hukum. Karena sifat sekaligus tujuan hukum

menurut nya adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat,

yang harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa

”Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat

dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek

hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan

hukum yang berlaku di Negara tersebut guna mencegah terjadinya

kesewenang- wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya

10
berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat

dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada

pihak yang melanggarnya.15

Menurut Muchsin, Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu :

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan

untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini

terdapat dalam peraturan perundang undangan dengan maksud

untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-

rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan

hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi

sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Unsur-unsur perlindungan hukum:

a. Adanya Perlindungan

Pemerintah pada Warganya Pemerintah berkewajiban untuk

memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya.

Contohnya adalah dengan menerapkan sistem peradilan yang

jujur dan adil.

b. Adanya Jaminan

15
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : Bina Ilmu,
1987) , hlm. 205

11
Adanya jaminan bagi pihak yang terlibat dalam perkara

hukum sangatlah penting. Jaminan yang dimaksud berkaitan

dengan kasus hukum yang sedang dijalani oleh tiap warga

negaranya, misalnya seperti penyediaan pengacara, sehingga

tiap orang yang terlibat dalam perkara hukum merasa aman

dan terlindungi.

c. Adanya Kepastian Hukum

Maksudnya adalah suatu kasus hukum tidak dibuat berlarut-

larut dan tidak jelas status dari pihak yang terlibat. Kepastian

hukum ini penting sehingga setiap orang tidak terjebak dalam

status hukum yang tidak pasti.

d. Adanya Sanksi Bagi Pelanggar Hukum Pemberian sanksi bagi

para pelanggar hukum juga termasuk salah satu upaya untuk

memberikan perlindungan hukum. Setiap orang tidak bisa

seenaknya membuat pelanggaran hukum, baik hukum pidana

atau perdata. Orang jadi akan berpikir untuk membuat

tindakan pelanggaran hukum sehingga mendapat memberi

perlindungan bagi masyarakat luas.

e. Adanya Hak-Hak Warga Negara

Selama proses hukum, warga negara berhak mendapat haknya

mulai dari proses penyelidikan, peradilan, sampai akhir

putusan hakim. Hal ini meliputi hak mendapat pengacara, hak

diperlakukan sama di mata hukum, hak mendapat proses

12
pengadilan yang jujur dan adil, hak mengajukan banding dan

sebagainya.16

2. Middle Theory (Teori Orang Dengan Gangguan Jiwa)

Orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang mengalami

gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi

dalam bentuk sekumpulan gejala dan perubahan yang bermakna serta

dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan

fungsi orang sebagai manusia.17

Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan

perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan

ketidakwajaran dalam hal bertingkah laku. Menurut UndangUndang

Nomor 18 Tahun 2014 orang dengan gangguan jiwa yang disingkat

ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku,

dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan

perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan

penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai

manusia.

Gangguan jiwa menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan

adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada

individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial.

16
Zakky, “Unsur-Unsur Perlindungan Hukum Beserta Contoh dan Penjelasannya”
(https://www.seluncur.id/unsur-unsur-perlindungan-hukum/ diakses pada tanggal 13 November
2022
17
Republik Inonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

13
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku

seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

(distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi

yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik,

dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang

itu tetapi juga dengan masyarakat.

Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (APA)

adalah sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting

secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan

dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri, menyakitkan) atau

disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu bagian atau beberapa

fungsi penting) atau disertai peningkatan resiko secara bermagna untuk

mati, sakit, ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan yang penting,

dan tidak jarang respon tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu.

Menurut Yosep bahwa gangguan jiwa atau mental illness adalah

kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya

dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan

sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri.

Sedangkan Menurut Townsend mental illness adalah respon

maladaptive terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan

dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan

norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik

individu. Menurut Townsend mental illness adalah respon malah

14
maladaptive terhadap stresor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan

dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan

norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik

individu. Gangguan mental terdiri dari

3. Applied Theory (Teori Peraturan Perundang-Undangan Indonesia)

Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang

Kesehatan Jiwa menyebutkan bahwa Orang Dengan Gangguan Jiwa yang

selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan

dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk

sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta

dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi

orang sebagai manusia.

Pasal 2 Upaya Kesehatan Jiwa berasaskan :

a. Keadilan;

b. Perikemanusiaan;

c. Manfaat;

d. Transparansi;

e. Akuntabilitas;

f. Komprehensif;

g. Perlindungan; dan

h. Nondiskriminasi.

Pasal 84

1) Masyarakat dapat berperan serta dalam upaya Kesehatan Jiwa.

15
2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan secara perseorangan dan/atau berkelompok.

Pasal 85

Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara:

a. Memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan

prasarana dalam penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa;

b. Melaporkan adanya ODGJ yang membutuhkan pertolongan;

c. Melaporkan Tindakan kekerasan yang dialami serta yang

dilakukan ODGJ;

d. Menciptakan iklim yang kondusif bagi ODGJ;

e. Memberikan pelatihan keterampilan khusus kepada ODGJ;

f. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya

peran keluarga dalam penyembuhan ODGJ; dan

g. Mengawasi fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 144

1) Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang

dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari

ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu

kesehatan jiwa.

2) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan

jiwa dan masalah psikososial.

16
3) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, pemerintah daerah,

dan masyarakat.

4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung

jawab menciptakan kondisi kesehatan jiwa yang setinggitingginya

dan menjamin ketersediaan, aksesibilitas, mutu dan pemerataan

upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (2).

5) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk

mengembangkan upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat

sebagai bagian dari upaya kesehatan jiwa keseluruhan, termasuk

mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

jiwa.

Pasal 146

1) Masyarakat berhak mendapatkan informasi dan edukasi yang

benar mengenai kesehatan jiwa.

2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk

menghindari pelanggaran hak asasi seseorang yang dianggap

mengalami gangguan kesehatan jiwa.

3) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyediakan

layanan informasi dan edukasi tentang kesehatan jiwa.

Pasal 148

1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai

warga negara.

17
2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan

perlakuan dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan

perundang-undangan menyatakan lain.

Hak orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) menurut Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan jiwa Pasal 70 : ODGJ

berhak:

a. Mendapatkan pelayanan Kesehatan jiwa difasilitasi pelayanan

Kesehatan yang mudah dijangkau;

b. Mendapatkan pelayanan Kesehatan jiwa sesuai dengan standar

pelayanan Kesehatan jiwa;

c. Mendapat jaminan atas ketersediaan obat Psikofarmaka sesuai dengan

kebutuhannya;

d. Memberikan persetujuan atas Tindakan medis yang dilakukan

terhadapnya;

e. Mendapatkan informasi yang jujur dan lengkap data Kesehatan jiwa

termasuk tindkakan dan pengonbatan yang telah maupun yang akan

diterimanya dari tenaga Kesehatan dengan kompetensi dibidang

Kesehatan jiwa;

f. Mendapatkan perlindungan dari setiap bentuk pelantaran, kekerasan,

eksploitasi, serta diskriminasi;

g. Mendapatkan kebutuhan social sesuai dengan tingkat gangguan jiwa;

dan

18
h. Mengelola sendiri harta benda miliknya atau yang diserahkan

kepadanya: (hanya dapat dibatalkan atas penetapan pengadilan)18

Maka bentuk perlindungan hukum terhadap penderita gangguan

jiwa dalam pelayanan kesehatan pada struktur peraturan perundang-

undangan Indonesia adalah :

1) Jaminan pengaturan pelayanan kesehatan di fasilitas

pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau dan sesuai

standar pelayanan kesehatan jiwa.

2) Jaminan pengaturan ODGJ mencapai kualitas hidup yang

sebaikbaiknya dan menikmati kehidupan kejiwaan yang

sehat, bebas dari ketakutan.

3) Jaminan pengaturan untuk membebaskan ODGJ dari

pemasungan.

4) Jaminan pengaturan rehabilitasi dan pemberdayaan ODGJ.

5) Jaminan pengaturan pemeriksaan kesehatan jiwa bagi

terdakwa dan korban serta tergugat dan penggugat dengan

indikasi gangguan jiwa untuk kepentingan hukum.

6) Jaminan pengaturan atas ketersediaan obat psikofarmaka

sesuai dengan kebutuhannya.

7) Jaminan pengaturan persetujuan atas tindakan medis.

8) Jaminan pengaturan informasi yang jujur dan lengkap

tentang data kesehatan jiwanya.

18
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

19
9) Jaminan pengaturan perlindungan dari setiap bentuk

penelantaran, kekerasan, eksploitasi, serta diskriminasi.

10) Jaminan pengaturan mendapatkan kebutuhan sosial sesuai

dengan tingkat gangguan jiwa.

11) Jaminan pengaturan mendapatkan hak sebagai pasien di

rumah sakit.

12) Jaminan pengaturan hak yang sama sebagai warga negara.

13) Jaminan pengaturan persamaan perlakuan dalam setiap

aspek kehidupan

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian

hukum normatif. Jenis penelitian hukum normatif merupakan suatu

proses menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, ataupun

doktrin-doktrin hukum, untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal

ini sesuai dengan presperktif dalam ilmu hukum. Penelitian normatif

ini dilakukan untuk menghasikan argumentas, teori, atau konsep baru

sebahai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Penekatan penelitian untuk masalah yang dihadapi adalah:

a. Pendekatan Undang-undang (statue approach), dimana penelitian

pada penyusunan tesis ini melihat dan menganalisa pasal-pasal

yang ada pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 dan regulasi

20
yang berhubungan dengan isu hukum yang dikaji. Dimana hasil

dari telaah tersebut merupakan suatu argument untuk memecahkan

isu yang dihadapi.19

b. Pendekatan konsep (conceptual approach, yaitu pendekatan dengan

menggunakan konsep teori untuk pemahaman fakta yang

dihubungkan secara langsung dengan objek materi yang diteliti.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hukum

sekunder. Data sekunder pada penelitian dapat dibedakan menjadi

bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier. 20
Dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder

sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer adalah berasal dari peraturan perundang-

undangan. Pada bagian ini peneliti hanya menyebutkan bahan

hukum yang menjadi obyek kajian dan dasar dalam menganalisis

permasalahan.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa rancangan

undang-undang, hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan

ahli hukum an sebagainya.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjeasan terhadap bahan hukum primer dan


19
Petter Muhammad Marzuki, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 93.
20
HanitijoSoemitro, Metodologi Penelitian Hukum Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990),
hlm.12

21
bahan hukum sekunder. Seperti kamus hukum, ensiklopedia,

indeks kumulatif dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpuan Data

Pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif hanya

digunakan pada teknik studi dokumenter (studi kepustakaan).

4. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dari bahan hukum primer, sekunder

dan tersier selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Teknik

analisis ini tidak menggunakan angka-angka atau statistik namun lebih

kepada penjelasan dalam bentuk kalimat yang dipaparkan secara lugas.

Data yang telah dianalisis dan dideskripsikan selanjutnya disimpulkan

dengan metode deduktif, yakni menyimpulkan dari pernyataan yang

bersifat umum ke dalam pernyataan yang bersifat khusus.

5. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara berpikir deduktif,

yaitu dengan cara berpikir mendasar pada hal-hal yang bersifat umum

kemudian ditarik secara khusus, sehingga dapat mencapai tujuan yang

diinginkanya itu guna untuk menjawab rumusan.21

21
Jujun S Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif sebuah kumpulan karangan tentang
hakekat ilmu, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2006), hlm. 21.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adi Tristiadi Ardani Dkk. 2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta :Graha Ilmu.

Ashri Muhammad. 2018. Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori & Instrumen Dasar,

No.1. Makassar : CV. Social Politic Genius (SIGn).

HanitijoSoemitro. 1990. Metodologi Penelitian Hukum Jurimetri. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Hans Pols. 2019. Jiwa Sehat, Negara Kuat. Jakarta : PT Kompas Media

Nusantara.

Human Rights Watch. “Hidup di Neraka : Kekekrasan Terhadap Penyandang

Disabilitas Psikososial di Indonesia.” (www.hrw.org) , diakses 18

November 2022

Jujun S Suriasumantri. 2006. Ilmu dalam Perspektif sebuah kumpulan karangan

tentang hakekat ilmu. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan,

diakses pada tanggal 15 November 2022

Kartini Kartono. 1997. Patologi Sosial 3 : Gangguan-Gangguan Kejiwaan.

Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Laurensius Arliman S. 2015. Penegakan Hukum Dan Kesadaran Masyarakat.

Yogyakarta: Deepublish.

Lubis, (et.al). 2014. Pemahaman Masyarakat Mengenai Gangguan Jiwa dan

Keterbelakangan Mental.

Petter Muhammad Marzuki. 2010. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Kencana.

23
Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya

: Bina Ilmu.

Rahman Amin. 2021. Hukum Perlindungan Anak Dan Perempuan Di Indonesia.

Yogyakarta: Deepublish.

Republik Inonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan

Jiwa

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 281 ayat (4)

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan

Jiwa.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

406/MENKES/SK/VI/2009 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa

Komunitas

Zakky, “Unsur-Unsur Perlindungan Hukum Beserta Contoh dan Penjelasannya”

(https://www.seluncur.id/unsur-unsur-perlindungan-hukum/ diakses

pada tanggal 13 November 2022

24

Anda mungkin juga menyukai