Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi dalam bahasa Yunani disebut farmakon yang berarti medika atau
obat. Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik
formulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi/pembakuan obat
serta pengobatan, termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta
penggunaannya yang aman, sedangkan ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari
tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi bentuk tertentu (meracik) hingga
siap digunakan sebagai obat (Susanti, 2016). Dalam dunia farmasi kita
mempelajari berbagai macam materi salah satunya yaitu farmasetika.
Farmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat
meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-
obatan; seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk
tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, serta perkembangan obat yang
meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat
digunakan dan diberikan kepada pasien (Syamsuni, 2006). Dalam mempelajari
tentang farmasetika maka kita juga mempelajari istilah yang dikenal dengan obat.
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai
dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan (Ansel, 2008). Salah satu bentuk sediaan obat adalah salep.
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk prmakaian topikal pada
kulit atau selaput lendir (Depkes RI, 1995). Salep adalah sediaan semi padat untuk
pemakaian pada kulit dengan atau tanpa penggosokan. Fungsi salep sebagai bahan
pembawa subtansi obat untuk pengobatan kulit, bahan pelumas pada kulit dan
pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair
(Anief, 1993).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukanlah praktikum salep
untuk mengetahui cara pembuatan salep beserta bahan-bahan yang digunakan
didalamnya. Pembuatan sediaan sangat penting untuk dapat diterapkan pada
pelayanan kefarmasian khususnya di apotek, puskesmas maupun rumah sakit.

1
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun maksud praktikum sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu sediaan salep.
2. Untuk memahami lebih detail langkah pembuatan salep.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara memahami resep
1.3 Manfaat Praktikum
Adapun tujuan praktikum sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu sediaan salep.
2. Agar mahasiswa lebih memahami langkah pembuatan salep.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui resep dan memahami resep.
1.4

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Dasar Teori


2.1.1 Farmasetika
Farmasetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang penyediaan obat
yang mencakup pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembekuan bahan
obat-obatan, peracikan obat dan pembuatan sediaan farmasi hingga menjadi
bentuk tertentu dan siap disajikan untuk digunakan sebagai obat serta
perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam
bentuk sediaan yang siap diberikan kepada pasien (Nardina, dkk, 2021).
Farmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-
obatan. Menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat. Penyediaan
obat-obatan disini mengandung arti pengumpulan, pengenalan, pengawetan dan
pembakuan dari bahan obat-obatan (Arjuna, 2019).
2.1.2 Resep
Resep adalah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu
dan menyerahkannya kepada pasien. Resep merupakan perwujudan akhir dari
kompetensi, pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya
dalam bidang farmakologi dan terapi. Resep juga perwujudan hubungan profesi
antara dokter, apoteker, dan pasien. Penulisan resep harus ditulis dengan jelas,
lengkap, dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku
sehingga mudah dibaca oleh apoteker. Resep yang ditulis dengan tidak jelas akan
menimbulkan terjadinya kesalahan saat peracikan atau penyiapan obat dan
penggunaan obat yang diresepkan (Nardina, dkk, 2021).
Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan kepada apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi atau alat kesehatan bagi pasien
(Permenkes, 2016).

3
2.1.3 Obat
Obat adalah suatu bahan/paduan bahan bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
badania dan rohaniah digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah,
mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit,
luka atau kelainan badania dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok
bahan atau bagian badan manusia (Murtini, 2016).
Obat termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia (Menkes, 2014).
2.1.4 Salep
Sediaan salep merupakan bentuk sediaan yang memiliki konsistensi yang
cocok digunakan untuk terapi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri. Salep
merupakan sediaan setengah padat yang digunakan untuk pemakaian topikal pada
kulit atau selaput lendir (Silva, Juliana Naronha Da, 2019).
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
dasar yang cocok. Salep tidak berbau tengik (Anief, 2006).
2.1.5 Peraturan Pembuatan Salep
Menurut Depkes (2006), dalam pembuatan salep harus memperhatikan
peraturan-peraturan pembuatan salep, yaitu diantaranya:
1. Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya,
jika perlu dengan pemanasan.
2. Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan-peraturan
lain, dilarutkan terlebih dahulu kedalam air, asalkan jumlah air yang
dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep: jumlah air yang
dipakai dikurangi dari basis.
3. Bahan-bahan yang sukar atau hanya dapat larut dalam lemak dan dalam air
harus diserbukkan dahulu, kemudian diayak dengan ayakan No. 40

4
4. Salep yang dibuat dengan cara mencairkan campurannya harus digerus
sampai dingin.
Menurut Syamsuni (2006), berikut ini adalah persyaratan dari salep yang
baik:
1. Pemerian : Tidak boleh berbau tengik
2. Kadar : Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang
mengandung obat keras, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep : Kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan
obat dan tujuan pemakaian salep.
4. Homogenitas : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : Pada etiket harus tertera “obat luar”.
Menurut Anief (2006), salep harus homogen dan ditentukan dengan cara
salep dioleskan pada kaca/bahan transparan lainnya yang cocok, harus
menunjukkan susunan yang homogen.
2.1.5 Dasar Salep
Menurut Syamsuni (2006), adapun dasarnya salep yang baik mengandung
kualitas yang baik pula. Kualitas dasar salep yang yang baik adalah:
a. Mudah dipakai
b. Lunak, harus halus dan homogen
c. Dasar salep yang cocok
d. Dapat terdistribusi secara merata
e. Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan dan harus bebas dari
inkompibilitas selama pemakaian.
Menurut Anief (2012), dasar salep/basis salep dibagi menjadi:
1. Dasar Salep Hidrokarbon (berminyak)
Contoh : Vaselin Album, Vaselin Flavum, Parefin Encer
2. Dasar Salep Serap (absorbsi)
Contoh : Adeps Lanae, Hidrophylic Petrolatum
3. Dasar Salep Tercuci

5
Contoh : PEG
4. Dasar Salep Emulsi
Tipe A/M : Lanolin
Tipe M/A : Vanishing Cream
2.1.6 Penggolongan Salep
Menurut Ansel (1998), salep dapat dibagi menurut efek terapinya, yaitu:
a. Salep Epidermis
Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi
kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak diadsorbsi.
Kadang-kadang ditambahkan antiseptik, adstrigen untuk meredakan
rangsangan. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa hidrokarbon
(Vaselin).
b. Salep Endodermis
Salep dimana obatnya menembus kedalam, tetapi tidak melalui kulit dan
terabsorbsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi
lokal iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
c. Salep Diadermis
Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam melalui kulit dan
mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi sepenuhnya, misalnya
pada salep yang mengandung senyawa Mercuri, Iodida dan Belladone.
Dasar salep yang baik adalah Adeps Lanae dan Oleum Cacao.
Menurut Syamsuni (2006), salep dapat digolongkan menjadi:
1. Menurut Konsistensinya salep dapat dibagi:
a. Unguenta adalah salep yang mempunyai konsistensinya seperti mentega,
tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
tenaga.
b. Cream (krim) adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit
yang diolesi.

6
d. Cerata adalah salep lemak yang mengandung presentase lilin (wax) yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).
e. Gelones/spumae/jelly adalah salep yang lebih halus, umumnya cair dan
sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya
terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur
rendah. Contoh: starch jellies (10% amilum dengan air mendidih).
2. Menurut dasar salepnya. Salep dapat dibagi:
a. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar
salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air misalnya
campuran lemak-lemak dan minyak lemak.
b. Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya
dasar tipe M/A
2.1.7 Kualitas Dasar Salep
Menurut Anief (2007) Kualitas dasar salep yang ideal adalah:
1. Stabil selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam
kamar.
2. Lunak yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,
inflamasi dan ekskoriasi.
3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang apling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit
4. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan
kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak
atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada
daerah yang diobati.
5. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan.
6. Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif.
Menurut Dirjen POM (1995), pemilihan dasar salep tergantung pada
beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan,

7
ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal
perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas
yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar
salep hidrokarbon dari pada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat
tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air, meskipun
obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air.
2.1.8 Metode Pembuatan Salep
Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu:
metode pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu
terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan
segala carasampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang
tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental
setelah didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila
temperatur dari campuran. Telah cukup rendah tidak menyebabkan
penguraian atau penguapan dari komponen.
2.2 Uraian Bahan
1. Aethanolum (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, etil alcohol, alcohol, methylcarbinol, etil
hidrosida, edit hidrat
Rumus molekul : C2H6O
Rumus struktur :

8
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Bobot jenis : 0,8119 sampai 0,8139
Khasiat : Desinfektan dan Antiseptik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari
cahaya; ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
2. Asam salisilat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : ASAM SALISILAT
Nama lain : Asam 2-hidroksi benzoate atau asamortohidro-
benzoat
Rumus molekul : C7H6O3
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau


serbuk halus; putih; rasa agak manis; tajam dan
stabil di udara. Bentuk sintesis warna dan tidak
berbau. Jika dibuat dari metal salisilat alami dapat
berwarna kekuningan atau merah muda dan
berbau lemah mirip menthol.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzena;
mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut
dalam udara mendidih; agak sukar larut dalam
kloroform.
Khasiat : Meredakan nyeri ringan sampai sedang
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

9
3. Butylated Hydroxytoluene (Pubchem, 2014)
Nama resmi : BUTYLATED HYDROXYTOLUENE
Nama lain : 2,6-ditert-butyl-4-methylphenol
Rumus molekul : C15H24O
Rumus struktur :

Pemerian : Butylated hydroxytoluene adalah padatan kristal


putih.
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan propana- 1,2-diol;
Larut bebas dalam etanol
Khasiat : Sebagai Antioksidan
4. Natrium Benzoat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : NATRI BENZOAT
Nama lain : Natrium benzekarboksilat
Rumus molekul : C7H5NaO
Rumus struktur :

Pemerian : Butiran atau serbuk hablur; putih; tidak berbau


atau hamper tidak berbau
Kelarutan : Larutan dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian
etanol (95%) P.
Bobot jenis : 144,11
Khasiat : Zat pengawet
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
5. Vaselin putih (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : VASELIN ALBUM

10
Nama lain : Merkur, mineral jelly, petroleum jelly,
silkolene,snow white,soft white, vaselinum
flavum,yellow petrolatum, yellow petroleum jelly.
Pemerian : Masssa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini
tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan
hingga dingin tanpa di aduk. Berflouresensi
lemah, juga jika dicairkan, tidak berbau,
hamper tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P; larut dalam kloroform P, dalam eter
P dan dalam eter minyak tanah P, larutan
kadang-kadang beropalesensi lemah
Khasiat dan kegunaan : Sebagai zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Keasaman-kebasaan : Memenuhi syarat yang tertera pada
parrafinum solidum

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmasetika Dasar untuk percobaan kapsul, dilaksanakan pada
hari Senin, 17 Oktober 2022 pukul 07.00-10.00 WITA. Pelaksanaan praktikum
bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas
Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunaka saat praktikum yaitu cawan porselen, lumpang dan alu,
neraca analitik, pipet, spatula, dan sudip.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan saat praktikum yaitu: alkohol 70%, aluminium foil,
asam salisilat, BHT, etiket biru, kertas perkamen, natrium benzoat, pot salep, dan
vaselin album, dan tisu.
3.3 Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%.
3. Ditimbang vaselin di cawan porselen sebanyak 10 g, asam salisilat 0,3 g,
natrium benzoat 0,05 g, dan BHT 0,03 g.
4. Dimasukkan asam salisilat 0,3 g, dilarutkan dengan alkohol 70%.
5. Digerus asam salisilat sampai homogen.
1
6. Dimasukkan vaselin ke dalam lumpang, di gerus hingga homogen.
2
7. Ditambahkan BHT 0,03 g, di gerus hingga homogen.
8. Dimasukkan sisa vaselin yang telah digunakan, di gerus hingga homogen.

12
9. Ditambahkan natrium benzoat sebanyak 0,05 g, dilarutkan dengan alkohol
70%.
10. Dimasukkan ke dalam pot salep.
11. Diberi etiket biru.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
2
3
4
5
Sebelum dibuat Hasil

1 Organoleptik :
a. Warna : Putih
b. Bentuk : Semi padat
c. Bau : Tidak berbau
d. Homogenitas : Homogen
e. Uji daya serap : Meresap
4.2 Perhitungan Bahan
Asam salisilat = 0,3 g
Na Benzoat = 0,05 g
BHT = 0,03 g
Vaselin album ad 10g

13
Vaselin album = 10 – (0,3 + 0,05+ 0,03)
= 10 – 0,38
= 9,62
4.3 Pembahasan
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (Dirjen POM, 1995).
Menurut Aulton, (2007) pelepasan bahan obat dari basis salep sangat
dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia baik dari basis maupun dari bahan obatnya,
kelarutan, viskositas, ukuran partikel, homogenitas, dan formulasi. Formulasi
sediaan salep yang bersifat oklusif mengandung basis yang berlemak dengan
pengemulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Tujuan kami melakukan praktikum ini yaitu untuk pemenuhan nilai tugas
pada praktikum farmasetika dasar dan juga agar praktikan dapat memahami cara
pembuatan salep, dan mengetahui cara penggunaannya serta dapat mengetahui
resep dan memahami resep. Dalam pembuatan sediaan salep, yang harus kita
lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, kemudian dibersihkan alat dengan
alkohol 70%. Agar bisa terhindar dari mikroba yang ada dalam alat dan bahan
yang akan kita gunakan. Karena menurut Pratiwi (2008), alkohol 70% berfungsi
sebgaai desinfektan dan antiseptik. Selain itu menurut Handoko (2007),
efektivitas alcohol 70% sebagai desinfektan terhadap kuman pada membran
stetoskop, dengan menyemprot dan menggenangi membran stetoskop selama 10
menit terbukti mampu mereduksi jumlah koloni kuman sampai 91% tiap membran
stetoskop.
Selanjutnya ditimbang zat yang akan digunakan seperti vaselin album di
cawan porselen sebanyak 10 g, kemudian ditimbang asam salisilat di kertas
perkamen sebanyak 0,3 g karena menurut Dirjen POM (1995), pada pengujian
dan penetapan kadar diperlukan penggunaan timbangan yang beragam dalam
kapasitas, kepekaan dan repodusibilitas. Lalu dimasukkan asam salisilat 0,3 g ke
dalam lumpang dan tambahkan etanol 96% untuk melarutkan asam salisilat
karena menurut Dirjen POM (1995), berdasarkan kelarutan asam salisilat sukar

14
larut dalam air tetapi lebih mudah larut dalam etanol,sehingga dalam analisisnya
asam salisilat dilarutkan dengan etanol agar terjadi reaksi yang sempurna.
Kemudian digerus asam salisilat sampai homogen, hal ini dilakukan karena
menurut Adibah, dkk (2012), proses penggerusan merupakan dasar operasional
penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan
penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran
partikel atau ukuran butiran dapat menentukan tingkat homogenitas zat aktif dan
tingkat kerja optimal. Penggerusan juga dilakukan untuk menjamin perolehan
kandungan zat aktif yang diinginkan sekuantitatif mungkin.
Ditambahkan 9,62 gram vaseline album ke dalam lumpang yang berisi asam
salisilat dan digerus hingga homogen, hal ini dilakukan karena menurut
Syamsuni, (2006), kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep)
digunakan vaselin putih (vaselin album) tambahan. Kemudian digerus vaselin dan
zat aktif.
Lalu ditambahkan BHT sebanyak 0,03 g dan digerus hingga homogen.
Karena menurut Fadilah, dkk (2018), BHT dapat menunda dan mencegah
ketengikan pada sediaan. Kemudian tambahkan Natrium Benzoat sebanyak 0,05
g, digerus hingga homogen. Hal ini di lakukan karena menurut Anief (2006),
salep harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada kaca/bahan
transparan lainnya yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. Dan
dimasukan ke dalam tube karena menurut Ansel (1989), salep biasanya dikemas
baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak bewarna,
warna hijau, amber atau biru atau buram dan porselen putih. Kemudian diberi
etiket karena menurut Syamsuni (2006), persyaratan salep salah satunya adalah
penandaan, yaitu pada etiket diberi tanda dengan tulisan “obat luar”. Kemudian di
lakukan pengujian organoleptik, pada sediaan yang kami buat ini bentuknya
setengah padat dan tidak berbau. Uji ini untuk melihat terjadinya perubahan fase.
Lalu dilakukan uji homogenitas, ini dimaksudkan untuk mengetahui
kehomogenan zat aktif dalam basis, sehingga setiap kali salep tersebut digunakan
dosisnya sama. Uji ini juga untuk melihat apakah masih ada partikel dari obat
yang kasar atau tidak tercampur secara merata yang dapat menimbulkan iritasi

15
pada kulit, karena sesuai dengan kualitas dasar salep yaitu harus halus dan lunak.
Dimana jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
harus menunjukan susunan yang homogen.
Adapun kemungkinan kesalahan pada praktikum yaitu penggerusan yang
tidak sesuai arah jarum jam dapat menyebabkan sediaan yang dibuat menjadi
tidak homogen dan juga kurangnya pemahaman mengenai metode pembuatan
salep, Selain itu, pada saat proses pemasukan salep ke dalam pot salep, harus
dilakukan secara rapi dan higienis dikarenakan sangat mudah untuk tercecer di
mulut botol sehingga kehigienitas dan bobot salep bisa saja berkurang.

16
4.4 Resep dan Nama Latin

dr. Arona Salama


SIK 90/KM/2020
Jl. Dewi Sartika
No. 082345678
No 06 14-Nov-2020
R/
Asam salsilat 0,3 g
Na Benzoat 0,05 g
BHT 0,03 g
Vaselin ad 10g
m.f Ungt da in pot No 1
s.u.e tdd p.r.n

Pro : Tia
Umur : 20 tahun
Alamat : Jl. Durian

a. Recipe = Ambilah
b. Asam salisilat tres percent = Asam salisilat 3%
c. Na Benzoat nihil quinque percent = Natrium Benzoat 0,5% h.
d. BHT nihil duo percent = BHT 0,2%
e. Aselin ad decem grama = Tambahkan vaselin 10gr
f. Misce fac = Campur dan buatlah
g. Unguenta = Salep
h. Da in pot = Dalam pot
i. Nomeru unum = Nomor 1
j. Signa = Tandai
k. Usus externum = Untuk pemakaian luar
l. Pro re nata = Jika perlu
m. Ter de die = 3 kali sehari
n. Pro = Untuk

17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
sediaan salep merupakan bentuk sediaan yang memiliki konsistensi yang cocok
digunakan untuk terapi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri. Salep
merupakan sediaan setengah padat yang digunakan untuk pemakaian topikal pada
kulit atau selaput lendir.
Salep digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis,
sehingga diharapkan adanya penetrasi ke dalam lapisan kulit agar dapat
memberikan efek yang diinginkan. Tujuan kami melakukan praktikum ini untuk
memenuhi tugas dan juga agar mahasiswa dapat memahami cara pembuatan salep,
dan mengetahui cara penggunaannya serta dapat mengetahui resep dan memahami
resep. Dalam pembuatannya juga harus hati-hati dan teliti, baik cara
penimbangan, penambahan zat, dan penggerusan. Zat aktif yang kami gunakan
saat membuat sediaan salep yaitu asam salisilat, vaselin album, natrium benzoat,
dan butil hidroksi toluena (BHT).
5.2 Saran
1. Saran untuk jurusan
Untuk jurusan, sebaiknya bertindak langsung dalam perbaikan dan
peninjauan laboratorium.
2. Saran untuk laboratorium
Untuk laboratorium, sebaiknya untuk fasilitas alat dan bahan praktikum
dilengkapi, agar hasil percobaan yang dihasilkan juga maksimal. Selain itu,
ruangan laboratorium diperluas dan ditambah dengan pendingin ruangan.
3. Saran untuk asisten
Untuk asisten, sebaiknya bertindak langsung dalam perbaikan dan
peninjauan laboratorium.
4. Saran untuk praktikan
Untuk praktikan, pada saat praktikum berlangsung diharapkan kepada
seluruh praktikan agar dapat berhati-hati dalam menggunakan alat dan

18
bahan yang berada di dalam laboratorium, serta diharapkan kepada seluruh
praktikan dapat mengerti dan memahami prosedur yang sudah diberikan
asisten laboratorium agar tidak terjadi kesalahan yang sama pada praktikum
selanjutnya.

19

Anda mungkin juga menyukai