Anda di halaman 1dari 5

SEDIAAN SALEP

I. PENGERTIAN

Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topical pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan
lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika adalah 10%

Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit sehat,
sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk mengobati
penyakit kulit yang akut atau kronis, sehingga diharapkan adanya penetrasi ke dalam lapisan
kulit agar dapat memberikan efek yang diinginkan (Voigt, 1984).

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar atau basis salep yang
cocok (Anonim, 1995). Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat disebut
dengan basis salep (Ansel, 1989).

Salep merupakan sediaan semisolid yang lunak, mudah dioleskan, dan digunakan
sebagai obat luar pada kulit dan membran mukosa (Allen, 2002).

II. METODE PEMBUATAN

Metode pembuatan salep Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode
umum, yaitu metode pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu
terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1). Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala cara
sampai sediaan yang rata tercapai.
2). Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan
dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai
mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan
yang sedang mengental setelah didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan
terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian
atau penguapan dari komponen.
III. SYARAT SEDIAAN SALEP

Syarat salep Menurut Martin (1993), untuk memperoleh salep yang baik, salep harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1). Stabil
Salep harus stabil selama masih digunakan untuk mengobati. Oleh karena itu, bebas
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
2). Lunak
Salep banyak digunakan untuk kulit teriritasi, inflamasi dan dibuat sedemikian
sehingga semua zat keadaan yang halus dan seluruh produk harus lunak dan homogen.
3). Mudah dipakai
Kebanyakan keadaan salep adalah mudah digunakan, kecuali sediaan salep yang
dalam keadaan sangat kaku (keras) atau sangat encer. Salep tipe emulsi umumnya paling
mudah dihilangkan dari kulit.
4). Dasar salep yang cocok
Dasar salep harus dapat campur secara fisika dan kimia dengan obat yang
dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obatnya
pada daerah yang diobati. Selain itu dasar salep perlu dipilih untuk maksud dapat membentuk
lapisan film penutup atau yang dapat mudah dicuci sesuai yang diperlukan.
Persyaratan salep menurut (Formularium Indonesia III, 1979):
a. Pemerian, yaitu tidak boleh berbau tengik.
b. Kadar yaitu kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
c. Dasar salep yaitu kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep)
digunakan vaselin putih (vaselinalbum). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan
pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai berikut :
1) Dasar salep hidrokarbon: vaselin putih, vaselin kuning(vaselin flavum) atau
campurannya malam putih (cera album), malamkuning, (cera flavum), paraffin cair,
paraffin padat.
2) Dasar salep serap : lemak bulu domba (adeps lanae),campuran 3 bagian kolesterol, 3
bagian stearil alkohol, 8bagian malam putih dan 86 bagian vaselin putih,campuran
30 bagian malam kuning dan 70 bagianminyak wijen.
3) Dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau dasarsalep emulsi misalnya emulsi
minyak dalam air.
4) Dasar salep yang larut dalam air, misalnya PEG dan campurannya.
d. Homogenitas yaitu jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukansusunan yang homogen.
e. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar”.

IV. EVALUASI SEDIAAN

1. Uji organoleptik
Pengamatan yang dilakukan oleh dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau dan warna
sediaan. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuk sediaan setengah padat, salep
berbau khas ekstrak yang digunakan dan berwarna seperti ekstrak (Anief, 1997).
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas sediaan salep dilakukan untuk melihat perpaduan bahan-bahan (basis
dan zat aktif) sehingga menjadi bentuk salep yang homogen. Jika terdapat perbedaan sifat
pada basis dan zat aktif akan terjadi proses penggumpalan sehingga mengakibatkan bentuk
sediaan yang memiliki partikel lebih besar dari sediaan (Lachman, 1994).
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan salep pada plat
kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil
pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang diuji diambil dari tiga tempat yaitu
bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep (Depkes, 1996).
3. Uji pengukuran pH
Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu stik pH atau dengan menggunakan
kertas kertas pH universal yang dicelupkan ke dalam 0,5 gram salep yang telah diencerkan
dengan 5ml aquadest. Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH
kulit manusia (Tranggono dan Latifa, 2007).
4. Uji daya sebar
Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan untuk melihat
kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya
sebar yang baik untuk menjamin pemberian obat yang memuaskan. Perbedaan daya sebar
sangat berpengaruh terhadap kecepatan difusi zat aktif dalam melewati membran. Semakin
luas membran tempat sediaan menyebar maka koefisien difusi makin besar yang
mengakibatkan difusi obat pun semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu
sediaan maka semakin baik (Hasyim, 2012).
Sebanyak 0,5 gr setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15cm, kaca
lainnya diletakkan diatasnya dandibiarkan selama 15 menit, kaca lainnya diletakkan
diatasnya selama 1menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya ditambahkan 100gr beban
tambahan dan didiamkan selama1menit lalu diukur diameter yang konstan. Sediaan salep
yang nyaman digunakan memiliki daya sebar 5-7cm.
5. Uji viskositas
Sediaan salep sebanyak 100 gram, dimasukkan dalam cawan pengukur lalu diukur
viskositasnya menggunakan alat Rion Rotor Viskotester VT-04. Viskositas dilihat pada skala
dalam alat setelah tercapai kestabilan (Depkes RI, 1995).
6. Uji daya lekat
Sediaan salep sebanyak 0,25 gram diletakkan di atas gelas obyek yang telah
ditentukan luasnya kemudian diletakan gelas obyek yang lain di atas salep tersebut. Salep
diantara lempeng gelas obyek ditekan dengan beban 100 g selama 5 menit. Gelas obyek yang
saling menempel dipasang pada alat uji daya lekat, dan dilepas dengan beban seberat 80
gram, kemudian dicatat waktu saat kedua gelas obyek tersebut lepas (Rahmawati dkk., 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V., (Editor), 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding, 2 nd Ed., 277-299, American Pharmaceutical Assosiation, Washington
D. C.
Anief. 1997. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ansel, H C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Depkes RI., 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Hasyim, N., K.L.Pare,I. Junaid, A. Kurniati, 2012. Formulasi dan uji Efektivitas Gel Luka
Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus
cuniculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi. Hembing 1996, Tanaman Berkhasiat
Obat, Jakarta: jilid ke 1 cetakan 5 pustaka kartini
Lachman, L., Lieberman, H. A., &Kaing J.L. 1994.TeoridanPraktekFarmasiIndustri I.
Jakarta: UI-Press.
Martin, A., Swarbrick, J., Commarata, A. 1993. FarmasiFisikedisi ke-3. Jakarta. Universitas
Indonesia Press.
Rahmawati, D., Sukmawati, A., dan Indrayudha, P., 2007, Formulasi Krim Minyak Atsiri
Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val&Zijp): Uji Sifat Fisik dan Daya Anti
Jamur terhadap Candida Albicans secara in Vitro, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Tranggono, R.I. danLatifah, F. 2007.BukuPeganganIlmuPengetahuaKosmetik. Jakarta: PT.
GramediaPustakaUtama.
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendani Noerono
S., Edisi kelima, 381; 551-553; Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai