Anda di halaman 1dari 67

SAMPUL

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PERATURAN DIREKTUR
NOMOR … TAHUN 2023

TENTANG

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN, BUDAYA


KESELAMATAN DAN MANAJEMEN RISIKO
DI UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN
KABUPATEN INDRAMAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR,
Menimbang : a. bahwa UPTD RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin
Kabupaten Indramayu sebagai institusi yang bergerak
di bidang pelayanan kesehatan harus mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu untuk
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya;
b. bahwa Rumah Sakit membuat, melaksanakan,
dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dan tindakan yang komprehensif
dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di
Rumah Sakit agar kejadian serupa tidak terulang
kembali, setiap Rumah Sakit wajib menerapkan
standar keselamatan pasien dan manajemen risiko;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b perlu ditetapkan
Peraturan Direktur UPTD RSUD Mursid Ibnu
Syafiuddin Kabupaten Indramayu tentang
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien,
Manajemen Risiko, dan Budaya Keselamatan di UPTD
RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Kabupaten Indramayu;
e. bahwa Rumah Sakit membuat, melaksanakan dan
menjaga Pelayanan Mutu di UPTD RSUD Mursid Ibnu
Syafiuddin Kabupaten Indramayu;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang
dimaksud dalam huruf a sampai dengan e perlu
ditetapkan.

Mengingat : 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29


tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia no 29 Tahun 2004 Nomor
116, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
Perumah Sakitan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6659);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
308);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah
Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 586);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perijinan
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 21);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 80 Tahun 2020 Tentang Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1389);
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/MENKES/SK II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.01.07/MENKES/503/2020 tentang Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang
Standar Akreditasi Rumah Sakit;
12. Peraturan Bupati Indramayu Nomor 29 Tahun 2021
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Daerah RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin
Krangkeng Pada Dinas Kesehatan Kabupaten
Indramayu
13. Ditambakan tentang akreditasi

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR TENTANG PEDOMAN


PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN,
BUDAYA KESELAMATAN, DAN MANAJEMEN RISIKO DI
UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN KABUPATEN
INDRAMAYU

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur ini yang dimaksud dengan:


a. Rumah sakit adalah UPTD RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Kabupaten
Indramayu;
b. Peningkatan Mutu adalah proses pembelajaran dan perbaikan yang
terus menerus dalam proses penyediaan pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan pasien dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya
berdasarkan siklus penjaminan mutu yang berkelanjutan (PDSA) dan
perencanaan peningkatan mutu di semua unit pada semua tingkatan
dalam sistem;
c. Keselamatan Pasien adalah pasien bebas dari cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi
(penyakit, cedera fisik/sosial/psikologis, cacat, kematian dll) terkait
dengan pelayanan kesehatan;
d. Manajemen Risiko (risk management) adalah keseluruhan proses
mengenai identifikasi bahaya (hazards identification), penilaian risiko
(risk assessment), dan menentukan pengendaliannya (risk control);
e. Budaya Keselamatan adalah budaya keselamatan pasien merupakan
integrasi pola individu dan perilaku organisasi didasari oleh keyakinan
dan nilai-nilai untuk meminimalkan kondisi yang membahayakan
pasien secara terus menerus.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Pedoman ini menjadi acuan dalam kegiatan yang berhubungan dengan


Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, Budaya Keselamatan dan
Manajemen Risiko.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 3

(1) Ruang lingkup Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan


Pasien dan Budaya Keselamatan meliputi:
a. Peningkatan mutu rumah sakit
b. Peningkatan keselamatan pasien;
c. Manajemen risiko;
d. Peningkatan budaya keselamatan;
e. Manajemen data dalam kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien;
f. Pendidikan dan pelatihan pelaksanaan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
(2) Dokumen pedoman yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur
ini, dijadikan acuan dalam melakukan tugas dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur ini.

BAB IV
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pasal 4

Proses perbaikan dan pembelajaran guna meningkatkan mutu dan


keselamatan pasien selama dalam pelayanan didalam rumah sakit.

BAB V
PENUTUP
Pasal 5

(1) Pada saat Peraturan Direktur ini mulai berlaku, Peraturan Direktur
Nomor 002/PER-DIR/RSFS/II/2018 tentang Pedoman Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien dan Budaya Keselamatan, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan Direktur Rumah Sakit ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di : Indramayu
Pada Tanggal : 2 Januari 2023

DIREKTUR
UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN
KABUPATEN INDRAMAYU

WIDIYANA
DAFTAR ISI
LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR 1
NOMOR :
TANGGAL : 2 JANUARI 2023
TENTANG : PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN DAN BUDAYA KESELAMATAN DI
LINGKUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MURSID IBNU SYAFIUDDIN KRANGKENG
INDRAMAYU

BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LATAR BELAKANG

Risiko terjadinya harmful pada praktik kesehatan adalah fakta yang


disadari sejak dahulu, ketika praktik kedokteran belum serumit dan seluas
saat ini. Hippocrates (460–335 SM) mengingatkan dengan ungkapannya
yang terkenal “first, do no harm”. Pada tahun 1999, publik Amerika kembali
diingatkan tentang risiko KTD dengan terbitnya buku berjudul To Err is
Human: Building a Safer Health System dari Institute of Medicine (IOM).
Buku ini menampilkan suatu data yang menyebutkan bahwa setiap tahun
antara 44.000 – 98.000 orang meninggal dunia akibat kesalahan medis di
rumah sakit di Amerika, sekitar 50% diantaranya dapat dicegah.
Pelayanan kesehatan berisiko bagi pasien, survey menunjukkan bahwa
satu diantara sepuluh orang yang dirawat di rumah sakit mengalami
insiden keselamatan pasien. Studi di beberapa tempat menunjukkan hasil
serupa. Di London, suatu studi retrospektif pada 1014 rekam medis
menunjukkan adanya insiden keselamatan pasien pada 10,8% rekam medis
(sekitar 50% diantaranya dapat dicegah dan sepertiganya menyebabkan
cacat serta kematian. Studi di Kanada pada tahun 2004 menemukan
adanya insiden keselamatan pasien sebesar 7,5% per 100 admisi, 39,6%
diantaranya dapat dicegah dan 20,8% menyebabkan kematian.
Insiden keselamatan pasien di negara berkembang lebih serius daripada
di negara industri. Tahun 2006 dilakukan studi oleh the World Health
Organisation (WHO), Eastern Mediterranean Regions (EMRO) dan African
Regions (AFRO), dan WHO Patient safety di 8 negara berkembang. Hasilnya
insiden keselamatan pasien terjadi pada 2,5%-18,4% dari 15.548 rekam
medis di 26 rumah sakit, 83% diantaranya dapat dicegah, 30%
berhubungan dengan kematian pasien dan 34% berkaitan dengan
kesalahan terapeutik pada situasi klinik yang relatif tidak komplek. Di
Indonesia, meskipun publikasi tentang malpraktik cukup sering muncul di
media massa, namun data resmi insiden keselamatan pasien masih jarang
ditemui. Penelitian pertama tentang keselamatan pasien di Indonesia
dilakukan di 15 rumah sakit dengan 4500 rekam medik. Hasilnya
menunjukkan angka insiden keselamatan pasien berkisar antara 8,0%-
98,2% untuk kesalahan diagnosis dan 4,1%-91,6% untuk kesalahan
pengobatan.
Berdasarkan data pada tahun 2011, KKP-RS melaporkan insiden
keselamatan pasien sebanyak 34 insiden yang terdiri dari KNC 18,5%, KTD
14,4%, dan 22,65% diantaranya meninggal. Data tentang KTD di Indonesia
belum mewakili kejadian KTD yang sebenarnya terjadi. Dalam
kenyataannya masalah kesalahan medis dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi adalah
kejadian adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja.
Angka insiden keselamatan pasien yang cukup tinggi tidak serta merta
menunjukkan bahwa dokter dan perawat saat ini membuat lebih banyak
kesalahan di banding di masa lalu, namun karena peluang terjadinya
kesalahan yang semakin besar. Teknologi kedokteran dari hari ke hari
semakin disempurnakan, menjadikan prosedur pelayanan kesehatan
sesuatu yang kompleks. Di satu sisi hal ini membuat pelayanan pada
pasien menjadi lebih efektif, nyaman, dan cepat, namun di sisi lain
kompleksitas praktik kedokteran ini memiliki risiko terjadinya insiden
keselamatan pasien dan kesalahan medis. Keberagaman, kompleksitas dan
rutinitas pelayanan di rumah sakit apabila tidak dikelola dengan baik,
sangat mungkin menyebabkan terjadinya insiden keselamatan pasien.
Rumah sakit merupakan suatu sistem dengan elemen-elemen dan saling
ketergantungan yang sangat kompleks, melibatkan orang, departemen,
kebiasaan, aturan, peralatan, hierarki, sosiologi, pasien dengan variasi
kebutuhan, perkembangan teknologi, medikasi dan lain lain.
Insiden keselamatan pasien menimbulkan banyak kerugian bagi
pasien dan keluarga, rumah sakit, tenaga kesehatan serta pemerintah.
Dampak yang ditimbulkan meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan ekonomi.
Dampak langsung diterima pasien berupa rawat inap lebih lama, cedera,
gangguan fungsi tubuh, kecacatan dan kematian.
Bagi keluarga dan tenaga kesehatan insiden keselamatan pasien
memiliki potensi memicu stress, dari aspek ekonomi menyebabkan biaya
pelayanan kesehatan lebih tinggi. Beberapa studi mengestimasi
peningkatan biaya rumah sakit lebih dari 15% akibat insiden keselamatan
pasien, sebagian besar karena pasien dirawat lebih lama. Laporan lain
menyebutkan bahwa insiden keselamatan pasien meningkatkan sekitar 2%
pengeluaran kesehatan dan 30% anggaran rumah sakit. Secara Nasional
Amerika Serikat kehilangan 37,6 miliar dolar setiap tahun akibat insiden
keselamatan pasien.
Upaya mengurangi insiden keselamatan pasien dilaksanakan secara
global melalui gerakan keselamatan pasien. Lima tahun setelah laporan
IOM, ketika keselamatan pasien telah menjadi salah satu prioritas utama
pelayanan kesehatan dan diupayakan secara ekstensif dari tingkat global
sampai sistem mikro, pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar
keberhasilannya. Beberapa ahli berpendapat bahwa kemajuan yang dicapai
relatif lambat, meskipun demikian ada beberapa perubahan yang patut
disyukuri, yaitu kesadaran global akan arti dan pentingnya gerakan
keselamatan pasien.
Perbaikan mutu pelayanan kesehatan, dilakukan dengan sinergi 4
tingkat pelayanan kesehatan. Tingkat pertama pengalaman pasien dan
masyarakat, kedua sistem mikro, ketiga sistem organisasi pelayanan
kesehatan, dan terakhir lingkungan luar. Lingkungan luar yang berfungsi
sebagai fasilitator dari sistem organisasi pelayanan kesehatan menciptakan
dan mendukung melalui kebijakan, sistem pembiayaan kesehatan, regulasi,
dan akreditasi.
Indonesia tahun 2005 dibentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) sebagai fasilitator implementasi keselamatan pasien.
Langkah ini diikuti dengan memasukkan keselamatan pasien sebagai salah
satu aspek yang dinilai pada akreditasi rumah sakit, membuat pedoman,
standar dan peraturan.
Keberhasilan implementasi keselamatan pasien dipengaruhi oleh
karakteristik organisasi dan pengaruh lingkungan, regulasi diduga dapat
menjadi salah satu strategi untuk mendorong implementasi keselamatan
pasien di rumah sakit. Regulasi terhadap sarana kesehatan dilakukan
untuk mengendalikan dan menyempurnakan kinerja dan mutu.
Mekanismenya adalah melalui regulasi internal dan eksternal. Regulasi
eksternal berbasis pada peraturan yang ditetapkan regulator dan upaya
organisasi mematuhi peraturan tersebut, sedangkan regulasi internal
adalah tata kelola organisasi secara hierarkis dalam mengatur dan
mengelola kinerja.
Studi menunjukkan bahwa akreditasi secara signifikan meningkatkan
outcome klinik dan mutu pelayanan rumah sakit. Di Indonesia, akreditasi
rumah sakit dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang
misinya antara lain menjadikan rumah sakit bermutu, pelayanan berfokus
pada pasien serta memiliki standar internasional melalui akreditasi.
Dari studi dan pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa penerapan
keselamatan pasien di tingkat global, nasional dan daerah masih variatif.
Belum banyak keberhasilan yang mampu dicapai serta masih terdapat
beberapa hambatan meskipun terdapat banyak pihak yang berpotensi
menjadi fasilitator.
Keberhasilan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi oleh
karakteristik organisasi dan pengaruh dari lingkungan eksternal.
Lingkungan luar seperti regulasi eksternal dan tuntutan penerapan mutu
merupakan salah satu faktor yang diduga cukup berpengaruh untuk
mendorong implementasi keselamatan pasien di rumah sakit, apalagi
diketahui regulasi internal rumah sakit relatif belum sesuai harapan.
Pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi insiden
keselamatan pasien yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum.
Oleh sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan,
karena insiden keselamatan pasien sebagian dapat merupakan kesalahan
dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana
pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan hak-
nya. Program tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah keselamatan
pasien. Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat
meningkat. Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD,
yang selain berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat
membawa rumah sakit ke arena blaming, menimbulkan konflik antara
dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis,
tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke media masa
yang akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit,
selain itu rumah sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya
dengan asuransi, pengacara, dan sebagainya. Tetapi pada akhirnya tidak
ada pihak yang menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan rumah sakit. Dalam meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien, perlu adanya penerapan budaya keselamatan
pasien dalam menanggulangi adanya insiden. Budaya keselamatan pasien
merupakan pondasi dalam menerapkan keselamatan pasien. Dalam
mengupayakan keselamatan pasien tentunya dibutuhkan kesinambungan
dan penanaman nilai dan keyakinan.
Budaya organisasi berpengaruh kuat pada perilaku para anggota
organisasi. Secara umum, budaya keselamatan pasien dapat didefinisikan
sebagai pola terpadu perilaku individu dan organisasi yang berorientasi
pada nilai-nilai dan asumsi dasar yang secara terus menerus berupaya
meminimalkan kejadian- kejadian yang tidak diharapkan karena
berpotensi dapat membahayakan pasien.

A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Pelayanan tentang Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien dan Budaya Keselamatan meliputi:
1. Peningkatan mutu rumah sakit;
2. Peningkatan keselamatan pasien;
3. Manajemen risiko;
4. Peningkatan budaya keselamatan;
5. Manajemen data dalam kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien;
6. Pendidikan dan pelatihan pelaksanaan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.

B. Definisi Operasional
1. Mutu adalah kondisi dinamis mengenai jasa yang menuntut untuk
pemenuhan standar, kebutuhan, harapan, dan keinginan
pelanggan, yang cocok untuk digunakan dan menjadikan pelanggan
puas.
2. Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan
pelayanan RS untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen
akan pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika,
hukum, sosial dan budaya dengan memperhatikan keterbatasan
dan kemampuan Rumah Sakit dan masyarakat konsumen.
3. Dimensi Mutu adalah meliputi keprofesian, efisiensi, keamanan
pasien, kepuasan pasien, aspek sosial budaya.
4. Peningkatan mutu adalah proses pembelajaran dan perbaikan yang
terus menerus dalam proses penyediaan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan pasien dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya berdasarkan siklus penjaminan mutu yang berkelanjutan
(PDSA) dan perencanaan peningkatan mutu di semua unit
pada semua tingkatan dalam sistem.
5. Upaya peningkatan mutu adalah upaya yang menggunakan
pendekatan pendidikan (edukasi) berkelanjutan dan perbaikan
proses-proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
pasien dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
6. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat,
fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi dan
lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan
dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan
mutu pelayanan kesehatan adalah perencanaan dan pergerakan
pelaksanaan pelayanan kesehatan.
7. Proses adalah aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan
interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu
yang penting.
8. Output adalah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit
kerja/rumah sakit.
9. Outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat),
termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
10. Clinical pathway adalah pedoman kolaboratif untuk merawat pasien
yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan
pelayanan atau dapat diartikan sebagai suatu alur yang
menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan
kesehatan termasuk hasil yang diharapkan mulai saat penerimaan
pasien hingga pemulangan pasien dimana dalam pelaksanaannya
menggabungkan standar asuhan setiap tenaga kesehatan secara
sistematik. Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu
standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari
pasien.
11. Indikator adalah suatu cara yang sensitif dan spesifik untuk menilai
penampilan dari suatu kegiatan, atau dengan kata lain
merupakan variabel yang digunakan untuk menilai perubahan
12. Indikator Nasional Mutu (INM) adalah indikator mutu yang wajib
dilakukan pengukuran dan digunakan sebagai informasi mutu
secara nasional.
13. Indikator Mutu Prioritas Rumah Sakit (IMP-RS) adalah indikator
mutu yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit berdasarkan
prioritas perbaikan di tingkat rumah sakit. Dalam penentuannya
mempertimbangkan:
a. Sasaran Keselamatan pasien meliputi enam Sasaran
Keselamatan pasien (SKP).
b. Pelayanan klinis prioritas untuk dilakukan perbaikan
misalnya pelayanan berisiko tinggi dan terdapat masalah dalam
pelayanan tersebut.
c. Tujuan strategis rumah sakit
d. Perbaikan sistem
e. Manajemen risiko
f. Penelitian klinis dan program pendidikan kesehatan (jika ada)
14. Indikator Mutu Prioritas Unit (IMP-Unit) adalah indikator prioritas
yang dipilih oleh Pimpinan unit berdasarkan dampak yang
diharapkan dapat luas/menyeluruh di unitnya.
15. Keselamatan/Safety adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
16. Hazard/bahaya adalah suatu keadaan, perubahan atau
tindakan yang dapat meningkatkan risiko pada pasien.
a. Keadaan adalah setiap faktor yang berhubungan atau
mempengaruhi suatu “Peristiwa Keselamatan Pasien/ Patient
safety event , Agent atau Personal”.
b. Agent adalah substansi, objek atau sistem yang menyebabkan
perubahan.
17. Kesalahan Medis (Medication error) adalah Kesalahan yang terjadi
dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.Kesalahan
termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau
menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya.
Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
18. Harm/cedera adalah dampak yang terjadi akibat gangguan struktur
atau penurunan fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan
psikologis. Yang termasuk Harm adalah : “Penyakit, Cedera,
Penderitaan, Cacat, dan Kematian”.
a. Penyakit / Disease adalah disfungsi fisik atau psikis.
b. Cedera/Injury adalah kerusakan jaringan yang diakibatkan
agent /keadaan,
c. Penderitaan/Suffering adalah pengalaman/gejala yang tidak
menyenangkan termasuk nyeri, malaise, mual, muntah, depresi,
agitasi, dan ketakutan.
d. Cacat/Disability adalah Segala bentuk kerusakan struktur
atau fungsi tubuh, keterbatasan aktivitas dan atau restriksi
dalam pergaulan sosial yang berhubungan dengan harm yang
terjadi sebelumnya atau saat ini.
19. Keselamatan Pasien/Patient Safety:
a. Pasien bebas dari harm /cedera yang tidak seharusnya terjadi
atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit,
cedera fisik/sosial/psikologis, cacat, kematian dll), terkait
dengan pelayanan kesehatan.
b. Proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen
risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan
menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. (Penjelasan
UU 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43)
20. Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah Suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk:
asesmen risiko; identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien; pelaporan dan analisis insiden; kemampuan
belajar dan insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
21. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang selanjutnya disebut
insiden adalah setiap kejadian atau situasi yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
kerugian, cedera, kecacatan atau kematian pada pasien yang tidak
seharusnya terjadi. Terdiri dari :
a. Kejadian tidak diharapkan(KTD) adalah insiden keselamatan
pasien yang mengakibatkan cedera pada pasien.
b. Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden keselamatan pasien
yang sudah terpapar pada pasien namun tidak menyebabkan
cedera.
c. Kejadian nyaris cedera (KNC atau near miss atau hampir
cedera) adalah insiden keselamatan pasien yang belum terpapar
pada pasien
d. Kondisi potensial cedera signifikan (KPCS) adalah suatu
kondisi (selain dari proses penyakit atau kondisi pasien itu
sendiri) yang berpotensi menyebabkan kejadian sentinel.
e. kejadian sentinel adalah suatu kejadian yang tidak
berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau penyakit
yang mendasarinya yang terjadi pada pasien. Yang termasuk
kedalam kejadian sentinel adalah:
i. Kematian;
ii. Cedera permanen;
iii. Cedera berat yang bersifat sementara/reversible;
iv. bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat,
ditatalaksana, menerima pelayanan di unit yang selalu
memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam
setelah pemulangan pasien, termasuk dari IGD;
v. Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi;
vi. Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah;
vii. Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan,
tatalaksana dan pelayanan;
viii. Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit
perawatan yangs elalu dijaga oleh staf sehingga
menyebabkan kematian, cedera permanen, atau cedera
sementara derajat berat pada pasien;
ix. Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian
darah atau produk darah.
x. Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan cedera berat
/permanen/cedera sementara derajat berat) atau
pembunuhan pasien yang sedang menerima perawatan,
tatalaksana, dan layanan ketika berada dalam lingkungan
rumah sakit;
xi. Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan cedera berat /
permanen/cedera sementara derajat berat) atau
pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri berizin,
pengunjung atau vendor ketika berada dalam lingkungan
rumah sakit;
xii. Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada
pasien yang salah, pada sisi yang salah, atau menggunakan
prosedur yang salah (secara tidak sengaja);
xiii. Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak
sengaja setelah suatu tindakan invasif, termasuk operasi;
xiv. Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin >30 mg/dL);
xv. Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif >1.500
rad pada satu medan tunggal atau pemberian radioterapi ke
area tubuh yang salah atau pemberian radioterapi >25%
melebihi dosis radioterapi yang direncanakan;
xvi. Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau
pijaran yang tidak diantisipasi selama satu episode
perawatan pasien;
xvii. Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses
persalinan); atau
xviii. Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak
berhubungan dengan perjalanan alamiah penyakit pasien
atau kondisi lain yang mendasari) terjadi pada pasien dan
menyebabkan cedera permanen atau cedera sementara
derajat berat.
22. Laporan insiden RS (Internal) adalah pelaporan secara tertulis
setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak
diharapkan (KTD) yang menimpa pasien atau kejadian lain yang
menimpa keluarga pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di
rumah sakit.
23. Laporan insiden keselamatan pasien KKP-RS (Eksternal) adalah
pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap
kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi pada PASIEN, telah
dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
24. Faktor Kontributor adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang
mempengaruhi dan berperan dalam mengembangkan dan atau
meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian tugas
yang tidak sesuai kebutuhan). Contoh :
a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal),
b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal), misalnya: tidak
adanya prosedur,
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas
(kognitif atau perilaku petugas yang kurang, lemahnya
supervisi, kurangnya teamwork atau komunikasi).
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.
25. Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan
berdampak pada tujuan. Jenis-jenis risiko dalam pelayanan
rumah sakit:
a. Asuhan;
b. Keselamatan Fasilitas dan Konstruksi;
c. Keamanan;
d. B3 & Limbahnya;
e. Kebakaran;
f. Sistem Utilitas;
g. Alat Kesehatan;
h. Bencana;
i. Infeksi;
j. Proses Bisnis;
k. Lingkungan;
l. Staf.
26. Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk
mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan
tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.
27. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan berupa
identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi resiko cedera dan
kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan
organisasinya sendiri.
28. Failure Mode and Cause Analysis (FMEA) adalah suatu alat mutu
untuk mengkaji suatu prosedur di rumah sakit secara rinci dan
mengenali model- model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu
prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap model
kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perbaikan desain atau prosedur.
29. Analisis akar masalah/ Root Cause Analysis (RCA) adalah :
a. Sebuah pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi
berbagai faktor dari kejadian-kejadian di masa lalu untuk
mengidentifikasi penyebab masalah yang bisa diperbaiki untuk
mencegah masalah yang sama terjadi kembali. RCA juga
berguna untuk mengidentifikasi pelajaran yang dapat dipetik
untuk mencegah kerugian kembali terjadi dalam proses.
b. Suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor
yang berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan
merekonstruksi kronologis kejadian menggunakan pertanyaan
‘kenapa’ yang diulang hingga menemukan akar penyebabnya
dan penjelasannya. Pertanyaan ‘kenapa’ harus
ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan
hasil spekulasi.
BAB III
TUJUAN

BAB IV
PENGERTIAN

BAB V
KEBIJAKAN

BAB VI
PENGORGANISASIAN

BAB VII
KEGIATAN

BAB VIII
PELAKSANA KEGIATAN

BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. INDIKATOR MUTU
B. KEGIATAN
C. ALUR PELAPORAN

BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

BAB XI
PENUTUP

BAB
PENINGKATAN MUTU

A. Peningkatan Mutu Rumah Sakit


1. Konsep pengukuran mutu
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat layanan kesehatan
untuk individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran
kesehatan yang optimal, diberikan sesuai dengan standar
pelayanan, dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta
untuk memenuhi hak dan kewajiban pasien.
Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan
pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di Rumah sakit secara wajar, efisien
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai
dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
konsumen.
Pengukuran mutu memperhatikan dimensi mutu dari WHO,
yaitu effective, efficient, accessible, accepted (patient centred), equity,
and safe. Indikator kualitas yang telah disepakati proses atau
hasil ukuran (outcome measures) yang digunakan untuk
menentukan tingkat mutu (level quality) yang telah dicapai.
upaya peningkatan mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep
dasar upaya peningkatan mutu pelayanan. Ukuran mutu dan
keselamatan rumah sakit yang digambarkan dari data yang
dikumpulkan.
Dimensi mutu pelayanan kesehatan di Indonesia disepakati
mengacu pada tujuh dimensi yang digunakan oleh WHO dan
lembaga internasional lain, yaitu sebagai berikut:
a. Efektif: menyediakan pelayanan kesehatan yang berbasis bukti
kepada masyarakat.
b. Efisien: mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia dan mencegah pemborosan termasuk alat kesehatan,
obat, energi dan ide.
c. Keselamatan: meminimalkan terjadinya kerugian (harm),
termasuk cedera dan kesalahan medis yang dapat dicegah, pada
pasien-masyarakat yang menerima pelayanan.
d. Berorientasi/berfokus pada pasien/pengguna layanan (people-
centred): menyediakan pelayanan yang sesuai dengan
preferensi, kebutuhan dan nilai-nilai individu.
e. Tepat waktu: mengurangi waktu tunggu dan keterlambatan
pemberian pelayanan kesehatan.
f. Adil: menyediakan pelayanan yang seragam tanpa membedakan
jenis kelamin, suku, etnik, tempat tinggal, agama, dan status
sosial ekonomi.
g. Terintegrasi: menyediakan pelayanan yang terkoordinasi lintas
fasilitas pelayanan kesehatan dan pemberi pelayanan, serta
menyediakan pelayanan kesehatan pada seluruh siklus
kehidupan.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dilakukan


melalui pendekatan sistem di mana hasil pelayanan kesehatan
merupakan keluaran (outcome) dari struktur (input) yang dikelola
melalui sebuah proses. Berbagai metode perbaikan dan intervensi
mutu perlu memperhatikan tiga parameter pendekatan tersebut,
yaitu:
a. Struktur (input) adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabil
yang dimiliki oleh penyedia fasilitas pelayanan
kesehatan, meliputi antara lain perlengkapan, sumber daya
dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja.
b. Proses pada dasarnya adalah berbagai aktivitas/proses yang
merupakan interaksi antara penyedia fasilitas pelayanan
kesehatan dengan penerima pelayanan kesehatan. Kegiatan ini
antara lain meliputi asesmen, diagnosis, perawatan, konseling,
pengobatan, tindakan, penatalaksanaan, dan follow up.
c. Keluaran (outcome) merujuk pada berbagai perubahan
kondisi dan status kesehatan yang didapatkan oleh penerima
pelayanan (pasien) setelah terakses dan menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan. Komponen outcome tersebut antara lain
meliputi morbiditas, mortalitas dan tingkat kepuasan pasien.

B. Tata cara pemilihan dan penyusunan indikator mutu unit adalah


sebagai berikut:
1. Komite Mutu memfasilitasi pemilihan indikator mutu unit.
2. Pimpinan Instalasi/Bagian memilih dan menyusun beberapa profil
indikator yang ada di instalasi/bagian masing-masing dengan
memperhatikan kriteria sebagai berikut:
a. Shahih (valid) yaitu benar benar dapat dipakai untuk mengukur
aspek yang akan dinilai.
b. Dapat dipercaya (reliable), yaitu mampu menunjukkan hasil
yang sama pada saat berulang kali, untuk waktu sekarang
maupun yang akan datang.
c. Sensitive yaitu cukup peka untuk mengukur, sehingga
jumlahnya tidak perlu banyak
d. Spesifik yaitu memberikan gambaran perubahan ukuran yang
jelas, tidak bertumpang tindih.
3. Pimpinan Instalasi/Bagian terlibat langsung dalam pemilihan dan
penetapan yang ingin diukur di unit kerja. Indikator mutu unit kerja
misalnya dapat menggunakan merupakan indikator mutu yang
tercantum di dalam standar pelayanan minimal yang ditetapkan
oleh pemerintah.
4. Dalam memilih indikator mutu unit (IMP-Unit) maka kepala
Instalasi/Bagian dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut
(indikator mutu unit hendaknya memenuhi minimal salah satu
kriteria di bawah ini):
a. Merupakan pengukuran yang sesuai dengan sasaran
keselamatan pasien (SKP)
b. Merupakan pelayanan klinis prioritas untuk dilakukan
perbaikan, misalnya pada pelayanan berisiko tinggi.
c. Merupakan pengukuran yang sesuai dengan visi misi atau
tujuan strategis rumah sakit.
d. Merupakan pengukuran yang berorientasi pada perbaikan sistem
di rumah sakit.
e. Merupakan pengukuran yang termasuk dalam kelompok
manajemen risiko untuk melakukan perbaikan terhadap proses
berisiko tinggi.
f. Merupakan pengukuran untuk pelayanan area volume tinggi;
g. Merupakan pengukuran untuk pelayanan/kegiatan/pekerjaan
yang rawan masalah.
h. Ada dimensi kinerja/performa unit yang terwakili oleh
pengukuran tersebut.
i. Memenuhi kebutuhan pengukuran yang diminta pemerintah.
j. Memenuhi kebutuhan pengukuran yang diminta akreditasi.
k. Merupakan pengukuran yang terkait adanya komplain pada
hal/area tersebut.
l. Merupakan pengukuran yang didasarkan karena adanya
penurunan performa unit.
m. Merupakan pengukuran karena rekomendasi dari literatur
(misalnya dari JCI).
n. Merupakan pengukuran karena diawasi adanya kejadian khusus
(misalnya kejadian perbedaan diagnosis pre dan pasca operasi).
o. Merupakan pengukuran yang dampaknya dapat
mengurangi biaya/meningkatkan efisiensi.
5. Kepala Instalasi/Bagian yang sudah ditetapkan indikator mutunya,
membuat profil indikator yang dilengkapi komponen penyusunan
profil indikator.
6. Profil indikator yang telah disusun dirapatkan dengan Direktur
bersama Komite Mutu/sub komite peningkatan mutu.
7. Direktur menetapkan indikator mutu unit beserta Profil indikator
mutu dari Instalasi/Bagian dari keputusan hasil rapat.
8. Indikator mutu yang sudah dipilih bila sudah tercapai terus
menerus selama setahun tidak bermanfaat untuk melakukan
perbaikan karena sudah tidak ada lagi yang perlu diperbaiki, dengan
demikian sebaiknya diganti dengan indikator mutu baru.

C. Komponen penyusunan profil indikator mutu


Dalam penyusunan profil indikator mutu terdiri dari beberapa
komponen sebagaimana berikut :

1. Judul adalah cerminan singkat dan


Judul Indikator mengenai indikator apa yang akan diukur.
2. Judul dapat berupa Angka atau Kejadian Spesifik
1. Dasar pemikiran adalah latar belakang mengapa
hal tersebut perlu diukur dan/atau ingin
diperbaiki.
2. Dasar pemilihan indikator yang dapat berasal dari:
Dasar Pemikiran a. Ketentuan/peraturan
b. Data
c. Literatur
d. Analisis situasi

Dimensi mutu adalah prinsip atau tujuan


prioritas dalam memberikan pelayanan meliputi :
1. Efektifitas (effective).
2. Efisiensi (efficient).
3. Aksesibilitas/kesetaraan (accessibility).
Dimensi Mutu
4. Tepat waktu (timely).
5. Berfokus pada pasien/pengguna layanan (people-
centred).
6. Keselamatan (safety).
7. Terintegrasi (integrated).
Tujuan adalah suatu hasil yang ingin dicapai dengan
Tujuan melakukan pengukuran indikator dan berkorelasi
dengan dasar pemikiran.

1. Definisi operasional adalah Batasan pengertian


Definisi Operasional yang dijadikan pedoman dalam melakukan
pengukuran indikator untuk menghindari
kerancuan.
2. Di dalam Definisi Operasional dijelaskan hal-
hal apa saja yang perlu dijelaskan dari judul
indikator.
Jenis indikator meliputi:
1. Input : untuk menilai apakah fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki kemampuan
sumber daya yang cukup untuk memberikan
pelayanan.
Jenis Indikator 2. Proses : untuk menilai apa yang dikerjakan
staf fasilitas pelayanan kesehatan dan
bagaimana pelaksanaan pekerjaannya.
3. Outcome : untuk menilai dampak layanan yang
diberikan terhadap pengguna layanan.
Satuan pengukuran adalah standar atau dasar
Satuan Pengukuran ukuran yang digunakan antara lain: jumlah,
persentase, dan satuan waktu.
Numerator adalah jumlah subjek atau kondisi yang
(pembilang) ingin diukur dalam populasi atau sampel yang
memiliki karakteristik tertentu.
Denominator Denominator adalah semua peluang yang ingin
(penyebut) diukur dalam populasi atau sampel.
1Target pencapaian adalah sasaran yang telah
. ditetapkan untuk dicapai.
2Dasar pertimbangan yang digunakan untuk
. menentukan target pencapaian :
a. Berdasarkan tren sebelumnya b.
Berdasarkan standar
Target Pencapaian c. Berdasarkan literatur/hasil penelitian
d. Berdasarkan pembandingan (benchmarking)
e. Target yang berhubungan dengan IKP harus
100%
f. Target untuk indikator Kejadian diusahakan
0%

Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek yang


Kriteria Inklusi memenuhi kriteria sesuai dengan yang telah
ditentukan.
Kriteria eksklusi adalah batasan yang mengakibatkan
Kriteria Eksklusi
subjek tidak dapat diikutkan dalam pengukuran.
Formula adalah rumus untuk menghasilkan
nilai
Formula indikator.
1. Angka = N/D x 100%
2. Kejadian = tidak ada rumus
Metode pengumpulan data adalah gambaran
secara jelas bagaimana data didapatkan. Metode
pengumpulan data secara umum dibagi 2, yakni :
1. Pengambilan data secara observasi,
yaitu pengumpul data melihat
pelaksanaan site marking di rawat jalan
apakah dilaksanakan atau tidak. Pengamatan
dilakukan setiap hari pada saat layanan
dilaksanakan. Atas hasil observasi, pengumpul
data mengisikan hasilnya ke form pencatatan
harian.
2. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif,
yaitu pengumpul data mencari data ke rekam
medis terkait pelaksanaan pengisian informed
Metode Pengumpulan
consent. Kemudian, pengumpul data
Data
memasukkan data ke form pelaporan yang telah
disediakan.

Dalam menentukan metode pengumpulan data perlu


ditetapkan :

1. Siapa yg mensurvei/mengambil
data ?
2. Kapan dilakukan (frekuensi), yakni
harian/
periodik (pekanan, bulanan) ?
3. Bagaimana
Sumber teknikasal
data adalah survei ? yang diukur.
data
(contoh:
rekam medis dan formulir observasi).
Jenis Sumber Data:
Sumber Data 1. Data Primer adalah data yang diambil
langsung dari sumbernya.
2. Data sekunder adalah data yang telah diolah
sebelumnya (misalnya rekam medis atau buku
catatan komplain).
Instrumen pengambilan data adalah alat atau tools
yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Instrumen data dapat berupa :
Instrumen 1. Kuesioner
Pengambilan Data 2. Checklist
3. Form pendataan harian

Besar Sampel Besar sampel adalah jumlah data yang


harus dikumpulkan agar mewakili populasi. Besar
sampel disesuaikan dengan kaidah-kaidah
statistik. Besar sampel dapat ditetapkan dengan
menggunakan Slovin’s Formula, atau Morgan Krejcie.
Rumus Slovin :

n : jumlah sampel
N: jumlah populasi
e : tingkat error
Periode pengumpulan data adalah kurun waktu yang
ditetapkan untuk melakukan pengumpulan data.
Periode pengumpulan data menjelaskan secara
spesifik di masa kapan data dikumpulkan.
Periode Pengumpulan Contoh :
Data 1. Tanggal 1 dalam setiap bulan.
2. Tanggal 1-30 dalam setiap
bulan.
3. Minggu kedua dalam setiap
1bulan.
Periode analisis dan pelaporan data adalah kurun
. waktu yang ditetapkan untuk melakukan analisis
dan melaporkan data.
2Periode analisis dapat bervariasi, tergantung
. dengan konteks yang sedang diukur. Misalnya
untuk data mutu prioritas dilaporkan setiap 3
Pelaporan Data
bulan ke representasi pemilik.
Cara analisis data dapat pula disebutkan, misalnya:
3a. Metode statistik (run chart, control chart,
pareto, histogram)
b. Metode lain (membandingkan dengan berbagai
sumber)
Penyajian data adalah cara menampilkan data.
Misalnya tabel, grafik dan sebagainya. kemudian
Penyajian Data sampaikan pula apakah akan ditampilkan dimana
saja. Apakah akan dipublikasikan, apakah akan
dilaporkan ke eksternal ?
Penanggung Jawab adalah Petugas yang
bertanggung
jawab atas pengukuran dan analisis data serta
Penanggung Jawab mengkoordinir upaya pencapaian target yang
ditetapkan. Misalnya :
1. Kepala Ruang IGD
2. Kepala Bagian IPSRS

D. Tata Cara Penetapan Pengukuran Indikator Mutu Prioritas Rumah


Sakit (IMP-RS)
1. Setiap tahun rumah sakit harus memilih fokus perbaikan, proses
serta hasil praktik klinis dan manajemen mengacu pada misi
rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan.
2. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilakukan berdasar
atas tersedianya data. Penggunaan data secara efektif dapat
dilakukan berdasar atas evidence-based praktik klinik dan evidence
based praktik manajemen.
3. Komite Mutu memfasilitasi direktur RS dan pimpinan unit untuk
membahas bersama tentang penetapan prioritas pengukuran mutu.
4. Dalam memilih prioritas pengukuran dan perbaikan
menggunakan kriteria prioritas mencakup:
a. Masalah yang paling banyak di rumah sakit.
b. Jumlah yang banyak (High volume).
c. Proses berisiko tinggi (High process).
d. Ketidakpuasan pasien dan staf.
e. Kemudahan dalam pengukuran.
f. Ketentuan Pemerintah / Persyaratan Eksternal.
g. Sesuai dengan tujuan strategis rumah sakit.
h. Memberikan pengalaman pasien lebih baik (patient experience).
5. Direktur rumah sakit bersama-sama dengan pimpinan unit
dipelayanan dan manajemen memilih dan menetapkan pengukuran
mutu pelayanan klinis yang prioritas untuk dilakukan evaluasi.
6. Pengukuran mutu prioritas tersebut kemudian disusun menjadi
indikator mutu prioritas dengan komposisi sebagai berikut:
a. Indikator Sasaran Keselamatan pasien minimal 1 indikator
setiap sasaran
b. Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator
c. Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1
indikator
d. Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator
e. Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator

ALUR PEMILIHAN PRIORITAS PENINGKATAN MUTU


ALUR PENINGKATAN MUTU BERKELANJUTAN
E. Prinsip-prinsip pengumpulan data
1. Pengumpulan data Indikator Mutu adalah proses mengumpulkan
data dan atau menghimpun data berkaitan dengan indikator mutu
yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengumpulan data untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan dari pengukuran indikator.
2. Dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
maka pengumpulan data merupakan bagian penting dari
penilaian kinerja untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen
yang lebih baik.
3. Setiap instalasi/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan
indikator mutu yang sudah ditetapkan.
4. Seluruh instalasi/bagian rumah sakit melaporkan hasil
pencatatan tersebut kepada Komite Mutu sub komite Peningkatan
mutu setiap bulannya.
5. Unit yang terkait:
a. Instalasi Gawat Darurat
b. Instalasi Rawat Jalan
c. Instalasi Rawat Inap
d. Instalasi Bedah Sentral
e. Instalasi Kamar Bersalin dan Perinatal
f. Instalasi Anestesi
g. Instalasi Farmasi
h. Instalasi Gizi
i. Instalasi Laboratorium
j. Instalasi Radiologi
k. Instalasi RM
l. Bagian Administrasi dan Keuangan
m. Bagian Humas
n. Bagian IPSRS
o. Komite PPI
6. Pengumpulan data meliputi pencatatan dan pengumpulan data
yang diperlukan untuk pemantauan indikator mutu.
7. Pengumpulan data dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dibawah
tanggung jawab PIC pengumpul data dengan mengacu pada profil/
kamus indikator mutu masing masing.
8. Pencatatan dilakukan oleh PIC pengumpul data dengan mengisi
formulir pencatatan dan monitoring indikator mutu.
9. Formulir pencatatan indikator mutu dapat berupa sensus
harian ataupun bentuk lain sesuai kebutuhan dan profil masing
masing indikator mutu.
10. Pengumpulan data harus dilakukan dengan pencatatan yang
jelas dan rinci dengan mengacu pada profil indikator masing masing
indikator mutu.
11. Pengumpulan data harus memperhatikan hal hal sebagai berikut:
a. Numerator
b. Denumerator
c. Metodologi pengumpulan data, ada dua macam yaitu:
1) Retrospektif
2) Sensus harian
d. Frekuensi pengumpulan data :
1) Harian
2) Mingguan
3) Bulanan
e. Target sampel dan ukuran sampel
f. Area monitoring : untuk mengetahui lokasi data
g. Nilai ambang/standar : diperlukan untuk analisis, dengan
membandingkan standar dan untuk mengetahui capaian
indikator.
12. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap proses
pengumpulan data dan pelaporan serta melakukan perbaikan mutu
berdasar atas hasil capaian indikator mutu.

F. Prinsip-Prinsip Sampling
Dalam pengumpulan data, idealnya data dikumpulkan dari seluruh
anggota populasi. Namun pada kondisi di mana anggota populasi sangat
banyak maka pengumpulan data dilakukan melalui sampling yaitu
mengambil sebagian dari anggota populasi yang dipilih dengan teknik
sampling agar dapat mewakili populasi. Apabila jumlah anggota
populasi tidak terlalu banyak maka digunakan seluruh anggota
populasi. Jika pengumpulan data dilakukan pada sampel, maka perlu
ditentukan dua aspek yaitu teknik sampling dan besar sampel minimal.
1. Teknik sampling
Berikut adalah beberapa contoh teknik sampling:
a. Sampling probabilitas (Probability sampling)
Dalam teknik sampling ini, setiap subjek dalam populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Beberapa teknik sampling probabilitas antara lain:
1) Sampel acak sederhana (simple random sampling)
Dalam teknik ini, subjek dipilih secara acak dari daftar
subjek dengan menggunakan undian atau menggunakan
tabel angka random. Apabila jumlah anggota populasi dapat
diketahui, maka tiap anggota populasi tersebut diberi nomor
urut dan dipilih sebagian dari mereka sebagai sampel
dengan menggunakan tabel angka random. Contoh:
memilih 200 sampel dalam 1000 anggota populasi.
2) Sampel acak sistematik (systematic random sampling)
Teknik ini memilih sampel dari populasi secara acak dengan
menggunakan interval yang sama.
3) Stratified Random Sampling
Stratified random sampling digunakan apabila populasi
bersifat heterogen, yang terdiri atas beberapa sub populasi
yang bersifat homogen. Dalam hal ini perbedaan adalah
dalam jumlah anggota subpopulasi. Besarnya sub populasi
dinyatakan dalam persentase terhadap populasi total. Pada
masing-masing subpopulasi dilakukan pengambilan sampel
secara acak sejumlah persentase dari total sampel yang
diperlukan.
4) Multistage random sampling
Multistage random sampling dipilih apabila populasi bersifat
heterogen dan dijumpai cluster/strata yang sifatnya heterogen
kemudian dilakukan pemilihan secara acak cluster/strata
yang akan digunakan sebagai sumber data. Sampel yang
terpilih merupakan representasi dari masing-masing
cluster/strata.
5) Cluster random sampling
Cluster random sampling digunakan apabila populasi yang
bersifat one stage dan terdiri atas cluster-cluster yang bersifat
heterogen. Cluste akan dipilih secara acak, cluster yang
terpilih mewakili karakteristik populasi.
6) Fixed exposure sampling
Yakni merupakan teknik pencuplikan sampel yang dimulai
dengan memilih sampel berdasarkan status paparan
subjek, yaitu terpapar atau tak terpapar oleh faktor
exposure.
b. Sampling non probabilitas (Non-probability sampling)
Teknik ini lebih praktis dan lebih mudah dilakukan sehingga
lebih sering digunakan. Jenis sampling non probabilitas antara
lain:
1) Consecutive Sampling
Teknik ini memilih calon subjek/sampel berdasarkan
kedatangan di tempat penelitian. Calon subjek/sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi
akan digunakan sebagai sampel. Pengambilan sampel
dihentikan apabila jumlah sampel terpenuhi.
2) Sampling berdasarkan ketersediaan (Convenience sampling).
Dalam teknik ini, subjek diambil tanpa sistematika tertentu,
pemilihan berdasarkan ketersediaan yang ada pada saat
dilakukan pengukuran. Subjek diambil/terpilih sebagai
sampel karena sampel tersebut ada pada tempat dan waktu
yang tepat. Teknik ini paling mudah namun validitasnya
rendah.
3) Sampling berdasarkan pertimbangan (Judgmental
sampling atau purposive sampling/Trigger sampling).
Teknik ini memilih sampel berdasarkan adanya
pertimbangan atau trigger tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya.
4) Total sampling
Apabila anggota populasi jumlahnya sedikit sesuai dengan
kriteria yang digunakan maka seluruh anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Misalnya jumlah anggota
populasi ≤ 30 maka seluruhnya digunakan sebagai sampel.
2. Besar Sampel
Untuk menentukan besar sampel minimal, faktor yang harus
dipertimbangkan adalah jumlah anggota populasi, namun selain
itu semakin banyak variasi dalam populasi, maka semakin banyak
besar sampel yang diperlukan.
a. Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus Slovin:
Rumus Slovin digunakan apabila anggota populasi > 30
sehingga perlu dihitung jumlah sampel minimal yang dapat
mewakili populasi.

n = jumlah sampel minimal


N = jumlah populasi
e = margin of error (biasanya ditetapkan sebesar 0,05)
b. Besar sampel untuk indikator kepuasan pasien
dihitung dengan menggunakan tabel Krejcie dan Morgan

Populasi Sampel Populasi Sampel Populasi Sampel


(N) (n) (N) (n) (n) (n)
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 94 600 234 8000 367
130 103 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 12 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 1000000 384

G. Prinsip-Prinsip Validasi Data


1. Pengertian
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem,
perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan
pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
Validasi data merupakan alat penting untuk memahami mutu
data dan untuk menetapkan tingkat kepercayaan (confidence level)
para pengambil keputusan terhadap data itu sendiri. Validasi data
menjadi salah satu langkah dalam proses menetapkan prioritas
penilaian, memilih apa yang harus dinilai, memilih dan mengetes
indikator, mengumpulkan data, validasi data, serta menggunakan
data untuk peningkatan.
Keabsahan dan keterpercayaan pengukuran adalah inti dari
semua perbaikan dalam program peningkatan mutu. Proses validasi
data secara internal perlu dilakukan karena program mutu dianggap
valid jika data yang dikumpulkan sudah sesuai, benar, dan
bermanfaat.
2. Tujuan
a. Monitoring akurasi data yg dikumpulkan.
b. Verifikasi bahwa pengambilan data adalah konsisten dan
reproducible.
c. Verifikasi ekspektasi tentang volume data yang dikumpulkan.
3. Mekanisme
a. Pedoman Umum:
1) Data hasil pemantauan indikator ditetapkan melalui proses
verifikasi.
2) Rumah sakit menggunakan proses internal untuk melakukan
validasi data.
3) Penyahihan/validasi data dilakukan ketika:
a) Suatu ukuran baru diterapkan (khususnya, ukuran
klinis yang dimaksudkan untuk membantu rumah sakit
mengevaluasi dan meningkatkan proses atau hasil klinis
yang penting);
b) Data akan ditampilkan kepada publik lewat situs Website
Rumah Sakit atau cara lain;
c) Suatu perubahan telah dibuat pada suatu ukuran
indikator yang telah ada,
d) Sumber data berubah, misalnya jika ada bagian
dari catatan pasien yang diubah ke format
elektronik sehingga sumber datanya menjadi elektronik
dan kertas; atau
e) Subjek pengumpulan data berubah, misalnya
perubahan dalam umur pasien rata-rata, perubahan
protokol, penerapan pedoman praktik klinis baru, atau
pemakaian teknologi dan metodologi perawatan baru.
b. Kebijakan - kebijakan dalam validasi data kebijakan data yang
harus divalidasi, yaitu
1) Indikator baru diimplementasikan;
2) Data akan dipublikasikan;
3) Terdapat perubahan sistem pengumpulan data indikator,
seperti perubahan instrumen pengumpulan data,
atau petugas yang mengumpulkan data bertukar;
4) Capaian data berubah tanpa dapat dijelaskan penyebabnya;
5) Sumber data berubah, seperti ketika sebagian data
diambil secara manual kemudian diubah menjadi format
elektronik;
6) Subjek pengumpulan data berubah, seperti perubahan
rata-rata umur pasien, komorbiditas, perubahan
protokol penelitian, implementasi panduan praktik
terbaru, atau pengenalan teknologi dan metodologi
keperawatan terbaru.
c. Prosedur:
1) Validasi data dilakukan oleh Komite Mutu untuk menjamin
validitas data yang dikumpulkan. Validasi data bisa
menggunakan metodologi :
a) Prospective validation digunakan untuk proses baru,
sebelum memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan
atau pada saat uji coba.
b) Concurrent validation digunakan untuk data yang
sudah tervalidasi tetapi akan ditentukan beberapa
parameter yang baru.
c) Retrospective validation, digunakan untuk established data
dengan mengevaluasi proses berdasarkan historis data-
data proses, testing dan control validasi ini dilakukan
sebelum Prospective validation.
2) Pengumpulan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat
dalam pengumpulan data sebelumnya
3) Menggunakan sampel statistik sahih dari catatan, kasus dan
data lain. Sample 100 % dibutuhkan hanya jika jumlah
pencatatan, kasus atau data lainnya sangat kecil jumlahnya.
4) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan
ulang.
5) Hitung kesesuaian antara hasil petugas pengumpul data dan
petugas validasi data. Jumlah Kesesuaian Data dibagi Jumlah
Sampel x 100%.

Kesesuaian hasil pengukuran dapat dipercaya atau


valid jika mencapai 90%.
6) Hasil penghitungan validitas tersebut terdapat dua
kemungkinan antara lain:
a) Jika mencapai 90% maka hasil pengukuran dapat
dipercaya atau valid.
b) Jika hasilnya <90% dan terdapat perbedaan atau
ketidakcocokan, maka pengumpul data dan validator
mencari penyebab perbedaan data dan melakukan
perbaikan. Setelah dilakukan perbaikan, kemudian
dilakukan pengumpulan data ulang menggunakan sampel
yang baru dengan langkah-langkah yang sama sejak
awal.
7) Jika elemen data yang ditemukan ternyata tidak sama,
dengan catatan alasannya (misalnya data tidak jelas
definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi
8) Koreksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi
dilakukan untuk memastikan tindakan menghasilkan tingkat
akurasi yang.
9) Direktur RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu
bertanggung jawab bahwa data yang disampaikan ke publik
dapat dipertanggungjawabkan dari segi mutu dan hasilnya
(outcome).
10) Data yang disampaikan kepada publik telah dievaluasi
dari segi validitas dan reliabilitasnya.
d. Faktor-faktor penyebab data tidak valid adalah sebagai berikut:
1) Pemahaman pengumpul data dan petugas validasi
data belum memadai.
2) Kamus indikator tidak jelas sehingga
menimbulkan salah interpretasi.
3) Perbedaan pemahaman tentang definisi operasional.
4) Keterbatasan waktu pengumpulan data.
5) Kesalahan dalam melakukan penginputan data.
6) Penggunaan sumber data yang berbeda.
7) Kelalaian.
8) Formulir pengumpulan data belum terdesain dengan baik.
e. Upaya mengurangi kesalahan
Untuk mengurangi kesalahan, meningkatkan validitas dan
mengurangi random error dalam pengumpulan data, dapat
dilakukan berbagai upaya antara lain:
1) Standarisasi pengukuran (menggunakan definisi
operasional yang sama, menggunakan elemen data yang
sama).
2) Pelatihan pengumpul data dan validator (dilatih dengan
cara yang sama seperti pengumpul data).
3) Standarisasi instrumen/alat ukur (menggunakan
instrumen /alat yang sama misalnya form atau kuesioner).
4) Mengulang pengukuran (mengumpulkan data ulang oleh
orang yang berbeda dengan sampel yang sama).

H. Prinsip-prinsip Analisis data


1. Analisis data adalah suatu proses atau upaya untuk
menggabungkan dan mengubah data menjadi informasi yang dapat
dipahami dan berguna dalam membuat kesimpulan atau membuat
keputusan.
2. Analisis data melibatkan individu di dalam Komite Mutu yang
memahami manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam
metode pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan
berbagai alat statistik.
3. Analisis data dilakukan setelah setelah seluruh sasaran mutu dan
indikator mutu terkumpul di Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan
Mutu. Ketua Komite Mutu melakukan analisa data indikator mutu
dengan menggunakan metode statistik dan kerangka teori yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
4. Data yang disajikan oleh Ketua Komite Mutu/Sub Komite
Peningkatan Mutu merupakan hasil analisa yang komprehensif,
terukur dan valid. Direktur menentukan frekuensi analisa data
indikator mutu corrective action, Jika datanya sedikit bisa dilakukan
3 bulan sekali dan jika datanya banyak harus dilakukan sebulan
sekali. Akan tetapi jika datanya dianggap sangat penting maka
bisa dilakukan seminggu sekali.
5. Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu menampilkan data
hasil analisa setelah corrective action, dengan menggunakan data
statistic deskriptif pada tinjauan manajerial.
6. Analisis data dilakukan menggunakan metode dan teknik statistik
antara lain:
a. Run Chart
1) Mengetahui apakah ada perubahan signifikan pada objek
yang diukur
2) Jika ada perubahan signifikan , artinya ada dampak dari
sesuatu terhadap hal yang diukur
3) Perubahan ini bisa merupakan perbaikan ataupun
perburukan , tergantung nilai yang ditampilkan pada data
4) Terdapat garis target pada grafik yang berada di atas untuk
capaian mendekati 100%) atau dibawah untuk capaian
mendekati 0%)
5) Data yang kita harapkan mencapai 100% atau 0%
6) Data yang kita harapkan naik, atau turun
7) Fungsinya untuk mengetahui apakah ada perubahan
signifikan (baik itu perbaikan atau perbaikan) pada
proses yang kita ukur dan analisis
Contoh:
a) Angka kepatuhan
b) Angka ketepatan
c) Angka ketidaklengkapan
d) Angka ketidakhadiran
e) Jumlah pasien
b. Control Chart
1) Digunakan untuk memantau stabilitas suatu proses yang
diamati
2) Data yang diharapkan adalah stabil , yaitu berada pada
suatu rentang nilai normal
3) Data yang digunakan adalah data mentah
4) Jika anda mengharapkan suatu proses itu stabil,
menggunakan control chart untuk mendeteksi apakah ada
ketidakstabilan
5) Analisis untuk data pada proses yang kita harapkan stabil
6) Data yang kita ingin analisis, sudah kita ketahui tetapkan
rentang normal yg kita harapkan
7) Data yang digunakan , umumnya data yg mentah
8) Fungsinya mendeteksi apakah ada proses yang berjalan tidak
stabil
Contoh :
a) Waktu tunggu pelayanan obat dalam satuan waktu
b) Data BOR ( dimana misalnya kita sudah tahu bahwa BOR
optimal adalah sekitar 75%)
c. Pareto
1) Mencari proses / masalah yang paling signifikan memberikan
perubahan dampak bila dilakukan intervensi upaya
perbaikan
2) Untuk melakukan analisis sebab akibat , supaya kita bisa
memetakan intervensi yang tepat
3) Untuk mengetahui sebab apa yang menghasilkan akibat
terbanyak
4) Untuk mengetahui intervensi yang paling berdampak pada
jumlah kasus
Contoh :
a) Data penyebab komplain
b) Data penyebab kerusakan alat
d. Histogram
1) Untuk memetakan sebaran dan frekuensi
2) Mengelompokkan data mentah menjadi kelompok data yang
mudah diamati
3) Datanya merupakan data mentah dan jumlahnya banyak
Contoh:
a) Data LoS pasien individual
b) Data tagihan pasien individual
c) Data tinggi badan individual
d) Data berat badan individual
7. Analisis data dilakukan dengan melakukan perbandingan dari
waktu ke waktu di dalam rumah sakit, analisis yang dilakukan yaitu:
a. Membandingkan data di rumah sakit dari waktu ke waktu data
(analisis trend), misalnya dari bulanan ke bulan atau dari tahun
ke tahun.
b. Membandingkan dengan rumah sakit lain bila mungkin
yang sejenis seperti melalui database eksternal baik nasional
maupun internasional.
c. Membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan
oleh badan akreditasi atau organisasi profesional ataupun
standar yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
8. Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu melaporkan hasil
analisis data corrective action kepada Direktur RSUD Mursid Ibnu
Syafiuddin Krangkeng Indramayu untuk mendapatkan legalitas
sesuai dengan tujuan validasi data terutama untuk kepentingan
publikasi pimpinan rumah sakit memastikan reliabilitas data.
9. Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu melakukan proses
Benchmarking secara internal dan eksternal. Benchmarking
indikator mutu dengan rumah sakit yang se tipe adalah proses
yang sistematis dan berdasarkan data untuk peningkatan
berkesinambungan yang melibatkan perbandingan dengan pihak
internal dan atau eksternal untuk mengidentifikasi, mencapai, dan
mempertahankan best practice.
Benchmarking ada dua jenis yaitu benchmarking internal dan
eksternal.
a. Internal benchmarking adalah membandingkan proses yang
sama pada area yang berbeda dalam satu organisasi, dalam
periode tertentu.
b. Eksternal Benchmarking adalah membandingkan performa,
target atau proses dengan antara satu atau lebih organisasi.
Proses benchmarking external dapat diselenggarakan
secara manual ataupun melalui database yang tersedia secara
online.
1) Secara manual
Komite Mutu melalui direktur RS mengajukan permohonan
data mutu ke RS lain yang setipe dan sekelas, dan secara
pelayanan, geografis dan demografi memiliki kesamaan. Data
yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan yang dicapai
oleh RS, lalu dianalisis.
2) Secara online
Komite Mutu dapat memperoleh data benchmarking secara
online yaitu melalui SISMADAK dan melalui
http://mutufasyankes.kemkes.go.id/simar dimana data
dibandingkan dengan profinsi. Data dapat diunduh, lalu
dibandingkan dan dianalisis sesuai kebutuhan.

I. Proses pelaporan kegiatan pengukuran mutu


1. Pelaporan dari instalasi/bagian ke Komite Mutu/Sub Komite
Peningkatan Mutu
a. Setiap instalasi/bagian wajib melaksanakan kegiatan pencatatan
sebagai pemenuhan indikator kinerja manajerial dan mutu yang
sudah ditetapkan sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan yang
digunakan di rumah sakit.
b. Setiap penanggung jawab data melaporkan hasil pengukuran
indikator mutu kepada Komite Mutu.
c. Unit yang terkait:
1) Instalasi Gawat Darurat
2) Instalasi Rawat Jalan
3) Instalasi Rawat Inap
4) Instalasi Bedah Sentral
5) Instalasi Kamar Bersalin dan Perinatal
6) Instalasi Anestesi
7) Instalasi Farmasi
8) Instalasi Gizi
9) Instalasi Laboratorium
10) Instalasi Radiologi
11) Instalasi RM
12) Bagian Laundry
13) Bagian Administrasi dan Keuangan
14) Bagian Humas
15) Bagian IPSRS
16) Komite PPI
d. Laporan berupa hasil pengukuran dan analisis dari pengukuran
mutu dan disusun sesuai format yang telah ditentukan.
e. Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu ditulis pada hasil
pengukuran indikator mutu, dilaporkan setiap bulan atau
menurut waktu pelaporan yang sudah ditetapkan dalam profil
indikator mutu.
f. Indikator mutu yang menggunakan sampel kurang dari 50
sampel harus dilakukan pengukuran secara sensus.
g. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan
indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan
yaitu setiap tanggal 7 bulan berikutnya.
h. Pencatatan dan pelaporan hasil pengukuran indikator mutu
dilakukan oleh petugas pengumpul data.
i. Data hasil pengukuran tersebut dikumpulkan kepada
Ketua Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu.
j. Komite Mutu akan melakukan validasi hasil pengukuran
yang akan dilakukan setelah data disampaikan kepada Komite
Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu.
k. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan
tersebut kepada Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu
setiap bulan.
2. Pelaporan dari Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu ke
Direktur dan Dewas / Representatif Pemilik
a. Laporan yang diterima Komite Mutu direkap, dan setiap triwulan
dilaporkan kepada Direktur dan Dewas / Representatif Pemilik.
b. Data Indikator mutu yang akan dilaporkan dalam rapat
manajemen harus mendapatkan persetujuan dari Direktur.
Persetujuan Direktur atas data yang akan dilaporkan dalam
rapat manajemen dibuktikan dengan Tanda tangan Direktur.
c. Komite Mutu melakukan pelaporan hasil Pengukuran, Validasi
dan Analisis data dalam Rapat Manajemen. Pelaporan hasil
Analisa Data Indikator mutu dihadiri oleh seluruh pejabat
struktural.
d. Pelaporan Data Hasil Indikator mutu dalam rapat manajemen
harus ditampilkan dengan menggunakan presentasi untuk
memudahkan pemahaman audiens, presentasi harus
menggunakan grafik, dan gambar.

J. Evaluasi dan dokumentasi kegiatan PMKP


1. Seluruh jajaran manajemen RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin
Krangkeng Indramayu secara berkala melakukan monitoring dan
evaluasi program PMKP yang dikoordinasikan oleh Komite Mutu
RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu.
2. Komite Mutu RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu
secara berkala paling lama dua tahun melakukan evaluasi
pedoman, kebijakan dan prosedur yang dipergunakan di RSUD
Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu.
3. Komite Mutu RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu
melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak
lanjutnya.
4. Komite Mutu RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu
melakukan analisis pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan
membuat tindak lanjutnya (laporan triwulan).
5. Audit internal dilakukan oleh asesor internal RSUD Mursid Ibnu
Syafiuddin Krangkeng Indramayu.
6. Audit eksternal dilakukan oleh auditor eksternal dalam hal ini
adalah Dinas Kesehatan dan atau auditor lainnya.

K. Pencapaian dan upaya mempertahankan perbaikan mutu


Proses uji perbaikan ini dapat menggunakan metode-metode perbaikan
yang sudah teruji misalnya PDCA Plan-Do-Check-Action atau Plan-Do-
Study-Action (PDSA) atau metode lain.
1. Plan
Menentukan tujuan dan sasaran untuk mencapai capai tujuan.
2. Do
Melakukan rencana dan observasi /monitor hasilnya.
3. Study
Memeriksa hasil dari yang sudah dikerjakan dan analisisnya.
4. Action
Kesimpulan apa yang didapatkan dan apa yg bisa dilakukan lebih
baik berikutnya, atau apakah upaya perbaikan sudah mencapai
hasil yang diharapkan dan dapat diterapkan dan dipertahankan.
Diagram Pola PDSA

Rencana perbaikan dilakukan uji coba dan selama masa uji dan
dilakukan evaluasi hasilnya untuk membuktikan bahwa perbaikan
sudah sesuai dengan yang diharapkan.

L. Tata cara publikasi mutu rumah sakit


1. Setiap publikasi harus dibuat draft untuk mendapatkan persetujuan
dari dari atasan yang bersangkutan.
2. Setiap publikasi harus memperhatikan asas-asas sebagai berikut :
a. Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang
bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang
berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun
bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi.
b. Asas itikad baik berarti asas yang digunakan para pihak, dalam
melakukan publikasi tidak bertujuan untuk secara sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian
bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
c. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi”
berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu
sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang
akan datang.
3. Setiap publikasi data, petugas penanggung jawab harus melakukan
verifikasi dengan disertai bukti tanda tangan, baik secara cetak atau
elektronik.
4. Informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi
yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan.
5. Publikasi dengan menggunakan media cetak misalnya buletin
dan surat edaran.
6. Publikasi data dilakukan secara internal dan eksternal;
a. Publikasi data internal
1) Dilakukan dengan menggunakan surat, notulen, dan memo
internal.
2) Publikasi data internal cukup diotorisasi oleh Komite
Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu.
b. Publikasi eksternal
1) Publikasi eksternal menggunakan media on line di web
RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu.
2) Media cetak dan Elektronik.
3) Publikasi data eksternal harus diotorisasi oleh Direktur
dan Ketua Komite Mutu/Sub Komite Peningkatan Mutu.
7. Direktur RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu
bertanggung jawab bahwa data yang disampaikan ke publik dapat
dipertanggungjawabkan dari segi mutu dan hasilnya (outcome).
8. Data yang disampaikan kepada publik telah dievaluasi dari segi
validitas dan reliabilitasnya.
9. Publikasi data bekerja sama dengan Bagian PKRS untuk
mempublikasi data ke media-media yang telah ditentukan.

BAB V
MANAJEMEN KLINIS

A. Upaya standarisasi proses asuhan


1. Sasaran utama RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu
dalam penetapan panduan praktik klinis adalah:
a. standarisasi proses asuhan klinik.
b. mengurangi risiko dalam proses asuhan, teristimewa yang
berkaitan dengan keputusan tentang asuhan yang kritikal.
c. memberikan asuhan klinik tepat waktu, efektif, dan
menggunakan sumber daya yang tersedia dengan efisien.
d. memberikan asuhan bermutu tinggi secara konsisten
menggunakan “evidence based practices.”
RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu menyusun
Standar Pelayanan Kedokteran dengan memakai referensi Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan.
2. Penyusunan Panduan Praktik Klinis
RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu menyusun
standar pelayanan kedokteran dengan memakai referensi pedoman
nasional pelayanan kedokteran sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Panduan praktik klinis, alur klinis (clinical pathway) atau
protokol yang diseleksi untuk dilakukan evaluasi memenuhi kriteria:
a. Sesuai dengan populasi pasien yang ada dan misi rumah sakit;
b. Disesuaikan dengan teknologi, obat, sumber daya lain di
rumah sakit atau norma profesional yang berlaku secara
nasional;
c. Dilakukan asesmen terhadap bukti ilmiahnya dan
disahkan oleh pihak berwewenang;
d. Disetujui resmi atau digunakan oleh rumah sakit;
e. Dilaksanakan dan diukur efektivitasnya;
f. Dijalankan oleh staf yang terlatih menerapkan pedoman atau
pathways;
g. Secara berkala diperbaharui berdasar atas bukti serta evaluasi
proses dan hasil proses
Komite medis bersama-sama dengan pimpinan pelayanan medis
melakukan monitoring kepatuhan staf medis/DPJP terhadap
panduan praktik klinis. Monitoring dapat dilakukan dengan
melakukan evaluasi ketepatan penggunaan obat, pemeriksaan
penunjang medik, dan length of stay (LOS) walau harus diakui
bahwa perpanjangan LOS banyak faktor yang terkait dan tidak
murni mengukur kepatuhan DPJP.
3. Penetapan Panduan Praktik Klinis
Setiap Kelompok Staf Medis terlibat dalam pemilihan, penerapan
dan evaluasi panduan, serta alur dan protokol klinis di Kelompok
Staf Medis masing-masing. Dan Setiap Kelompok Staf Medis setiap
tahun diharapkan mencapai beberapa hal yaitu :
a. Setiap Ketua Kelompok Staf Medis menetapkan secara bersama
paling sedikit 5 (lima) panduan praktik klinis prioritas untuk
diimplementasikan di unit pelayanan dengan memilih proses
yang diimplementasikan, misalnya sebuah diagnosis seperti
stroke, tindakan seperti transplantasi, populasi pasien
seperti geriatri, penyakit seperti diabetes melitus yang
selanjutnya panduan ditetapkan berdampak terhadap keamanan
dan mutu asuhan pasien serta mengurangi variasi hasil yang
tidak diinginkan.
b. Jika opsi a di atas tidak dipilih, maka dapat dilakukan
penyusunan PPK per bidang spesialisasi berdasarkan penyakit
terbanyak yang dikelola bidang spesialisasi tersebut.
c. Dari panduan praktik klinik yang disusun dipilih 5 PPK
yang kemudian dilengkapi salah satu atau lebih dari:
1) alur klinis (clinical pathway), dan atau
2) standing order

B. Evaluasi Dampak Dari Pelaksanaan Upaya Standarisasi Proses


Asuhan
Pimpinan medis bersama-sama dengan komite medis dan kelompok
staf medis yang telah memilih dan menetapkan 5 (lima) panduan
praktik klinis, alur klinis (clinical pathway), protokol klinis, prosedur,
standing order dievaluasi untuk menunjukan pengurangan variasi pada
5 panduan praktik klinis, alur klinis (clinical pathway), protokol klinis di
prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
Evaluasi terhadap standarisasi proses asuhan dilaksanakan dengan
cara mengevaluasi kepatuhan pelaksanaan PPK yang sudah disusun CP
nya. PPK saja sulit untuk dievaluasi karena belum ada keterangan
waktu pelaksanaan kegiatan pelayanan tertentu.
1. CP dievaluasi kepatuhannya melalui 3 parameter, yaitu
a. Kesesuaian pemeriksaan penunjang
b. Kesesuaian terapi
c. Kesesuaian lama hari rawat/length of stay
2. CP yang dipilih untuk diukur adalah mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Merupakan penyakit terbanyak dari suatu bidang/KSM
b. Penyakit dengan variasi asuhan yang sangat variatif
c. Penyakit yang rawan permasalahan atau komplain
d. Penyakit yang merupakan program nasional
e. Penyakit yang merupakan kasus yang kompleks
Keputusan penetapan CP yang diukur adalah melalui rapat staf
medis dengan direksi, dan penentuan akhirnya adalah kewenangan
direktur. Pengukuran kepatuhan pelaksanaan CP ini dilaksanakan oleh
unit-unit dimana pasien dirawat, dan dimungkinkan adanya
pengukuran. Pengukuran kepatuhan untuk satu orang pasien di cut off
ketika pasien tersebut sudah ditetapkan boleh pulang oleh DPJP yang
bersangkutan.
Pasien yang bisa diukur standarisasi asuhan terhadapnya hanya
pasien yang diagnosisnya tunggal, tidak ada komorbiditas, dan juga
tidak ada komplikasi yang lain, sehingga penerapan CP pada pasien
tersebut bisa benar-benar dilaksanakan tanpa adanya suatu pemberat
atau kontraindikasi.
Pengukuran kemudian dilaporkan kepada Komite Mutu,
untuk kemudian Komite Mutu merekap, melakukan analisis, dan
kemudian melaporkan kepada direktur.

BAB VI
MANAJEMEN RISIKO

Proses mengurangi resiko di RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng


Indramayu dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA). Proses yang dipilih adalah proses dengan resiko tinggi.

A. Arti FMEA
Failure : prediksi kemungkinan kegagalan atau defect
Mode : penentuan mode kegagalan
Effect : identifikasi pengaruh setiap komponen terhadap kegagalan
Analysis : tindakan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap
penyebab

B. Pengertian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Beberapa


definisi FMEA :
1. Adalah suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara
rinci dan mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan dan
mencari solusi dengan melakukan perubahan desain/prosedur.
2. Adalah metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan
mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut dirancang
untuk menyelamatkan keselamatan pasien.
3. Adalah proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah
dan diprediksi. Mengantisipasi kesalahan akan meminimalkan
dampak buruk.
4. Kelebihan utama dari FMEA yaitu membuat pengguna dapat fokus
pada proses merancang ulang proses-proses yang memiliki
potensial masalah untuk mencegah terjadinya kegagalan di
kemudian hari.

C. Jenis risiko di Rumah Sakit


1. Asuhan
2. Keselamatan Fasilitas & Konstruksi
3. Keamanan
4. B3 dan limbahnya
5. Kebakaran
6. Sistem utilitas
7. Alat kesehatan
8. Bencana
9. Infeksi
10. proses bisnis
11. Lingkungan
12. Staf

D. Kategori risiko klinis dan Non Klinis


1. Klinis
a. Infeksi
b. Penyakit akibat kerja
c. Medication Error
2. Non klinis
a. Fasilitas
b. Keamanan
c. Keuanga

E. Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005) :


1. Menetapkan proses/topik FMEA yang beresiko tinggi dan
membentuk tim.
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flowchart yang
rinci
3. Identifikasi modus kegagalan & dampaknya
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke
pasien dengan RPN (Risk Priority Numbers)
5. Melakukan Identifikasi Akar Penyebab Modus Kegagalan
6. Rancangan ulang proses
7. Analisa dan uji cobakan proses yang baru
8. Implementasi dan monitoring proses baru

F. Tahapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Secara garis besar 8 (enam) langkah dalam siklus FMEA. Pertama
adalah mengidentifikasi failure mode, menentukan apa dan seberapa
besar efek yang ditimbulkan dari failure mode dan menentukan
seberapa sering kemungkinan kegagalannya. Untuk setiap kegagalan
tersebut seberapa baik kontrol yang dimiliki sehingga mampu
menghindarkan konsumen dari kegagalan tersebut. Kemudian
menentukan risk priority number (RPN) untuk menentukan prioritas
terhapat setiap kegagalan. Dan langkah terakhir membuat tindakan
untuk mencegah kegagalan tersebut terjadi. Siklus ini akan berulang
kembali.
Gambar 8 langkah FMEA

Berikut adalah langkah-langkah dalam melaksanakan FMEA :


1. Langlah 1 : Pilih proses yang beresiko tinggi dan bentuk TIM
Pilih proses yang akan dianalisa. Proses yang dipilih dapat berupa
proses klinis dan berhubungan langsung dengan perawatan kepada
pasien atau yang tidak berorientasi klinis dan tidak berhubungan
dengan perawatan pasien. Pilih proses yang akan dianalisa.
Tentukan salah satu proses / sub proses bila prosesnya kompleks.

Alur Tahapan FMEA

2. Langkah 2a : Gambaran Alur Proses Tahapan Proses :


Jelaskan proses setiap kegiatan sesuai kebijakan dan prosedur yang
berlaku. Jika proses terlalu kompleks, pilih satu proses atau sub
proses untuk ditindak lanjuti.

Cantumkan beberapa sub proses untuk setiap tahapan proses


3. Langkah 2b : Gambarkan Alur Sub Proses

Cantumkan beberapa sub proses untuk setiap tahapan proses

4. Langkah 3 : Identifikasi Efek Yang Mungkin Terjadi Ke Pasien (The


Effect)
Failures mode adalah suatu perilaku yang dapat gagal, dan secara
umum menjelaskan bagaimana suatu kegagalan terjadi dan
dampaknya terhadap suatu proses. Efek adalah hasil dari kegagalan
tertentu atau kestabilan seluruh atau sebagian proses. Efek
kegagalan adalah konsekuensi dari failure mode pada operasional,
fungsi atau status dari tahapan proses.
Prinsip-prinsip identifikasi risiko:
a. Unit Based (Unit yang melakukan identifikasi risiko)
b. Mencakup semua area & profesi di unit tersebut
c. Mencakup semua topik
d. Mencakup semua yang dibicarakan dalam Perundang-Undangan
5. Langkah 4 : Menetapkan Kemungkinan Tingkat Bahaya Dan
Keparahan Dari Efek Tersebut Ke Pasien
Dalam menentukan tingkat bahaya harus mempertimbangkan
hal-hal berikut, yaitu :
a. Tingkat Keparahan (Severity)
Tingkat keparahan adalah perkiraan subjektif numerik dari
seberapa parah pelanggan (pengguna berikutnya) atau pengguna
akhir yang akan merasakan EFEK kegagalan
SEVERITY MANUSIA ASET LINGKUNGAN REPUTASI
LEVEL
Kerusakan/kerugian
Cedera
asset / kerugian Dampak sangat
1-2 sangat Sangat sedikit
finansial sangan ringan
ringan
sedikit
Kerusakan/kerugian
Sangat asset / kerugian
3-4 Dampak ringan Ringan
ringan finansial sangat
sedikit
Kerusakan/kerugian
Cedera
5-6 asset / kerugian Dampak sedang Sedang
berat
finansial sedang

Kerusakan/kerugian
Cacat
7-9 asset / kerugian Dampak berat Berat
permanen
finansial berat

Kerusakan/kerugian
Sangat luas
10 meninggal asset / kerugian Dampak luas
dan berat
finansial sedang luas

b. Tingkat Probabilitas (Occurrence / Keseringan)


Tingkatan waktu atau kemungkinan terjadinya kadang-
kadang disebut, adalah estimasi subjektif numerik dari
kemungkinan yang menyebabkan, jika terjadi, akan
menghasilkan failure mode dan efek khususnya

Angka Kemungkinan
Kemungkinan Terjadinya Kegagalan Rangking
Kegagalan

≥ 1 Dari 2 10
Sangat Tinggi, Kegagalan
Hampir Tidak Dapat Dielakkan
1 Dari 3 9

1 Dari 8 8
Tinggi, Kegagalan Berulang
1 Dari 20 7

1 Dari 80 6
Sedang, Kegagalan Jarang
1 Dari 400 5
1 Dari 2000 4
Rendah, Kegagalan Sangat
Jarang
1 Dari 15000 3

1 Dari 150000 2
Hampir Tidak Mungkin Gagal
^ Dari 1500000 1

c. Tingkat D = Detectable (Terdeteksi)


Deteksi kadang-kadang disebut efektifitas. Ini adalah perkiraan
subjektif numerik efektivitas kontrol untuk mencegah atau
mendeteksi penyebab atau failure mode sebelum kegagalan
mencapai pelanggan. Asumsinya adalah yang menyebabkan telah
terjadi

Sistem
Kategori Monitoring Pelaksanaan Testing
Ranking Detektabilitas Penemuan Yg & Monitoring
Tersedia
Tidak
Hampir Tidak Tidak Ada Testing &
10 Mungkin Tidak Ada
Mungkin Monitoring
Ditemukan

Mungkin Tidak
9 Sangat Sulit Ditemukan Offline Terjadwal/Insidenta l

Sering Tidak
Sulit
8 Ditemukan Offline Terjadwal/Insidenta l
Mungkin
7 Sangat Rendah Offline Terjadwal
Ditemukan
Mungkin
5 Sedang Ditemukan Online Terjadwal
Sering
4 Sedang-Tingg i Online Terjadwal
Ditemukan
Mungkin Kontinu/Terus
3 Tinggi Ditemukan Online Menerus
2 Sangat tinggi Sering Online Kontiny/ terus menerus
ditemukan
1 Hamper selalu Selalu Online Kontinu/terus menerus
ditemukan
G. Penilaian Risiko
Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka
harus terlebih dahulu mendefinisikan tentang Severity, Occurrence,
Detection yang hasil akhirnya berupa RPN (Risk Priority Number).
Perhitungan RPN (Risk Priority Number) dari hasil FMEA: RPN = S
(Severit)y x O (Occurrence) x D (Detectability)
Tujuan menyusun prioritas adalah mengidentifikasi failure mode
yang paling butuh dianalisis untuk meningkatkan proses dan
mengurangi risiko mencelakai pasien.Hal yang harus diperhatikan
ketika menggunakan nilai RPN untuk penilaian risiko adalah tidak ada
nilai atau arti dalam setiap nilai dalam RPN. Meskipun memang benar
bahwa nilai yang lebih besar dalam RPN biasanya
mengindikasikan failure modes yang lebih penting, bukan berarti
merupakan masalah sebenarnya. Sebagai contoh, terdapat 3 kasus
dimana nilai RPN adalah sama, tapi jelas sekali bahwa kasus kedua
memerlukan lebih banyak perhatian.
Dalam aturan umum, setiap failure mode yang memiliki efek akan
menghasilkan nilai severity 9 atau 10 sebagai prioritas utama. Severity
diberikan bobot paling besar ketika menilai risiko dengan RPN.
Berikutnya adalah kombinasi Severity dan Occurance (S x O) akan
diperhitungkan sebagai prioritas selanjutnya, karena S x O dalam
suatu efek menunjukkan kritikalitas.

Dibawah ini merupakan contoh lain RPN yang menunjukkan bahwa


harus adanya kehati-hatian dalam melakukan penilaian risiko dan tidak
berdasarkan pada besar nilai RPN semata. Disini, failure modes dengan
RPN terendah bisa sebenarnya merupakan yang paling genting. Hati-
hati untuk tidak membuat "nilai ambang” untuk RPN ketika melakukan
penilaian risiko, karena bisa mengantarkan tim membuat kesalahan
yang mahal. Di bawah ini dapat dilihat bahwa kasus nomor 1
merupakan paling genting meski memiliki nilai RPN terendah.
Berikutnya adalah nomor 2 dan terakhir adalah kasus nomor 3.

Kesimpulannya adalah selalu menanggapi failure modes dengan


nilai severity tinggi terlepas dari nilai RPN keseluruhan.

6. Langkah 5 Pengelompokkan Dan Menetapkan Risiko Mana Yang


Akan Dikelola Berdasarkan seluruh risiko yang ada, maka risiko
dikelompokkan menjadi :
a. Patient care related risk
b. Property related risk
c. Medical staff related risk
d. Employee related risk
e. Financial related risk
f. Infection related risk
g. Work accident related risk
h. Other risk
Kemudian dari masing-masing kelompok dipilih risiko yang akan
dikelola.
7. Langkah 6 Rancang Ulang Proses
Merancang ulang sebuah proses dan sistem pendukungnya adalah
langkah yang paling penting. Tujuannya adalah untuk menghindari
cedera yang mungkin terjadi. Pengelolaan risiko ada 3 cara yaitu:
a. Mengurangi occurrence/kemunculan dari modus kegagalan.
b. Mengurangi severity/dampak jika sudah terjadi.
c. Meningkatkan detectability/early warning sebelum muncul
kejadian.
Output dari rancangan ulang sebuah proses dapat dilakukan
dengan:
a. Mengurangi keragaman
b. Standarisasi proses
c. Menyederhanakan proses
d. Mengoptimalkan back up untuk mengurangi kemungkinan
kegagalan
e. menggunakan teknologi otomatis
f. Membangun mekanisme perlindungan kegagalan
g. Melakukan dokumentasi / pencatatan
8. Langkah 7 Analisis Dan Uji Cobakan Proses Yang Baru
Sangat penting tim untuk menganalisa dan menguji coba terlebih
dahulu sebelum menerapkan secara penuh serta mengevaluasi efek
dari subproses- subproses yang baru dalam proses yang lebih besar
sebelum menerapkan perubahan. Uji Coba proses baru dengan
menggunakan prinsip PDSA (Plan - Do - Study - Action).
9. Langkah 8 Implementasi Dan Monitoring Proses Baru Monitoring
dilakukan dengan :
a. Dokumentasi, tim FMEA memastikan terdapat regulasi yang
diperlukan untuk implementasi proses baru (kebijakan,
panduan, SPO,dll).
b. Pelatihan, pelatihan ulang dan uji kompetensi. Memastikan
seluruh staf mendapatkan pelatihan yang dibutuhkan terkait
proses baru.
c. Monitoring berkelanjutan

BAB VIII
MANAJEMEN DATA DALAM KEGIATAN PMKP

Sistem manajemen data pengukuran mutu terintegrasi sesuai dengan


perkembangan teknologi informasi merupakan pengukuran fungsi klinis
dan fungsi manajemen di rumah sakit yang akan menghasilkan
akumulasi data serta informasi. Berikut manajemen data dalam kegiatan
Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien adalah sebagai berikut :

A. Management Data Mutu


1. Penjadwalan pengambilan data indikator mutu dilakukan oleh PMKP
2. Pengambilan dan Pengumpulan data ke Sistem Informasi
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Terintegrasi (SI-IMUT)
Data yang diambil dan dikumpulkan dari unit-unit rumah sakit
dijadikan sumber informasi sebagai inputan sistem, komponen
data mutu meliputi : indikator mutu pada Instalasi Hemodialisa,
Instalasi Laboratorium, ICU, HCU, SIMRS/IT, Administrasi,
Keuangan, IPSRS, CSSD, Laundry, Farmasi, Gizi, IBS, IGD, Kesling,
Laborat, PPI, Rekam Medis, Rawat Jalan, dan Rawat Inap.
3. Analisis data
Data yang telah masuk dalam sistem kemudian diolah dan
dianalisis oleh Komite Mutu untuk dijadikan laporan kepada pihak
internal rumah sakit.
4. Pelaporan hasil analisis dilaporkan kepada direktur
5. Evaluasi dan pembahasan hasil ,apabila ditemukan mutu unit yang
dinilai tidak memenuhi standar maka unit akan mendapat
rekomendasi direktur melalui Komite Mutu untuk meningkatkan
mutu unit.

B. Management Data Insiden Keselamatan Pasien


1. Penjadwalan pengambilan data insiden keselamatan pasien
dilakukan oleh PMKP
2. Pengambilan dan Pengumpulan data ke SIMRS
Data yang diambil dan dikumpulkan dari petugas perawatan
pasien rumah sakit dijadikan sumber informasi sebagai inputan
sistem. Komponen data Insiden keselamatan pasien meliputi :
a. Data Pasien
1) Nama pasien
2) Alamat pasien
3) Tanggal lahir
4) Umur
5) Nomor rekam medis
6) Jenis kelamin
7) Penanggung biaya pasien
8) Nama faskes perujuk
9) Tanggal masuk
10) Masuk dari (IGD / Instalasi Rawat jalan)
11) DPJP
b. Rincian Kejadian
1) Waktu dan lokasi kejadian
2) Insiden
3) Kronologi kejadia
4) Tipe Insiden
5) Orang pertama yang melaporkan insiden
6) Insiden terjadi kepada
7) Lokasi asuhan saat terjadi insiden (pasien)
8) Pasien dari bidang spesialis
9) Unit kerja yang terkait langsung.
10) Akibat insiden terhadap pasien
11) Tindakan yang dilakukan segera dan hasilnya
12) Tim yang merespon kejadian
13) Kejadian yang sama di unit lain (ya /tidak)
c. Berita acara pelaporan
1) Tanggal disusunnya laporan dan tanggal laporan diterima
2) Penyusun laporan dan penerima laporan
3) Instalasi / bagian
d. Grading
1) Skor dampak
2) Skor akhir
3) Grading
4) Rencana langkah selanjutnya
5) Catatan tambahan
3. Analisis data
Data yang telah masuk dalam sistem kemudian diolah dan
dianalisis oleh Komite Mutu untuk dijadikan laporan kepada pihak
internal rumah sakit.
4. Pelaporan hasil analisis dilaporkan kepada direktur
5. Evaluasi dan pembahasan hasil apabila ditemukan data
keselamatan pasien yang melebihi standar maka unit akan
mendapat rekomendasi direktur dan Komite Mutu untuk
meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit.

C. Management Data Insiden Kecelakaan Kerja.


1. Penjadwalan pengambilan data Insiden kecelakaan kerja oleh komite
K3RS
2. Pengambilan dan Pengumpulan data ke SIMRS
Data yang diambil dan dikumpulkan dicatat dalam status formulir
yang disebut dokumen sumber (source document) yang berfungsi
sebagai input bagi sistem. Komponen data insiden kecelakaan kerja
misalnya :
a. Korban Kecelakaan Kerja
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Usia
4) Jabatan
5) Bagian
6) Cedera
7) Penanganan
8) Biaya
9) LT (lost time / jumlah hari hilang lebih dari 1x24 jam)
10) Kategori
a) Ringan (cedera ringan ,tidak ada LT, dapat segera kerja
kembali)
b) Sedang (memerlukan pertolongan medis/P3K , tidak ada
LT)
c) Berat (memerlukan rujukan medis,cacat sementara,
terdapat LT)
d) Fatal (cacat permanen, kematian)
b. Insiden
1) Tanggal
2) Waktu
3) Lokasi
4) Area
5) Bagian
c. Investigasi Kecelakaan
1) penyebab langsung
a) Kondisi Bahaya
b) Tindakan Bahaya
2) Penyebab Tidak Langsung
a) Pribadi
b) Pekerjaan
3) Penyebab Dasar
a) Kurang Prosedur
b) Kurang Sarana
c) Kurang Taat
d)
d. Perbaikan Dan Pencegahan
1) Jenis Tindakan (tindakan perbaikan dan pencegahan)
2) Rencana Tindakan
3) Target (tanggal pemenuhan)
2. Analisis data
3. Analisis Data
Data yang telah masuk dalam sistem kemudian diolah dan
dianalisis oleh komite K3RS untuk dijadikan laporan kepada pihak
internal maupun external rumah sakit.
4. Pelaporan hasil analisis
a. Internal (direktur)
b. External (dinas ketenagakerjaan kabupaten)
5. Evaluasi dan pembahasan hasil ,apabila ditemukan angka Insiden
kecelakaan kerja yang melebihi standar maka unit akan mendapat
rekomendasi direktur dan komite K3RS untuk menurunkan dan
angka Insiden kecelakaan rumah sakit.
D. Penyajian data sistem informasi management rumah sakit RSUD
Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu. Penyajian data dibagi
menjadi beberapa hal diantaranya:
1. Pengguna Informasi
a. Pengguna Informasi Internal
Pengguna informasi internal diantaranya jajaran direksi
rumah sakit, jajaran management rumah sakit dan penanggung
jawab unit.
b. Pengguna Informasi External
1) Pengguna informasi eksternal adalah Dinas kesehatan
kabupaten dan pasien rumah sakit.
2) Rumah sakit berkontribusi terhadap database
eksternal dengan menjamin keamanan dan kerahasiaan.

BAB IX
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PMKP

Staf yang berada di unit kerja maupun di komite/tim Mutu yang


bertugas dalam mengumpulkan data akan menentukan jenis data,
validasi, serta analisis data memerlukan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan. Pelatihan staf perlu direncanakan dan dilaksanakan sesuai
dengan peran staf dalam program PMKP.
Standar pelatihan PMKP yang diselenggarakan di RSUD Mursid Ibnu
Syafiuddin Krangkeng Indramayu adalah sebagai berikut
a. Seluruh pejabat pimpinan dan penanggung jawab data wajib
mengikuti pelatihan PMKP, minimal yang diselenggarakan internal,
dan diisi oleh sumber yang kompeten.
b. Direksi, dan Ketua Komite Mutu Wajib mendapatkan pelatihan
PMKP di eksternal dari sumber kompeten.
c. Seluruh elemen di RS wajib terpapar tentang program PMKP
melalui sosialisasi atau bentuk-bentuk kampanye PMKP lainnya.
d. Materi pelatihan yang harus didapatkan dalam pelatihan PMKP
internal meliputi :
1. Konsep pengukuran mutu
2. Tata cara penetapan pengukuran mutu
3. Tata cara penyusunan profil indikator mutu
4. Proses pengumpulan data
5. Validasi data
6. Analisis data
7. Benchmarking data
8. Insiden keselamatan pasien (IKP)
9. Pelaporan IKP
10. Grading IKP dan Investigasi IKP
11. Root Cause Analyses (RCA)
12. Standarisasi asuhan dan mutu klinis (panduan praktik klinis,
clinical pathway, dan evaluasinya)
13. Manajemen risiko
14. Budaya keselamatan
Bagian SDI RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng Indramayu
mengidentifikasi dan menyediakan pelatih kompeten untuk pendidikan dan
pelatihan ini. Kompeten di sini, yaitu pelatih tersebut pernah mengikuti
pelatihan/workshop peningkatan mutu serta keselamatan pasien dan atau
telah mendapat pendidikan tentang peningkatan mutu dan keselamatan
pasien. Di sisi lainnya, pelatihan juga diperlukan untuk pimpinan
termasuk komite medis dan komite keperawatan karena perlu memahami
konsep dan program peningkatan mutu serta keselamatan pasien rumah
sakit sehingga dapat melaksanakan perbaikan sesuai bidang tugasnya
menjadi lebih baik.

BAB X
PENUTUP

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien disusun sebagai


acuan dalam melaksanakan dan mengembangkan kegiatan Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien di RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Krangkeng
Indramayu.
Pedoman ini akan diperbaharui jika diperlukan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Ditetapkan di : Indramayu
Pada Tanggal : 2 Januari 2023

DIREKTUR UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN


KABUPATEN INDRAMAYU,

WIDIYANA
LAMPIRAN II
E-FORMULIR 1 - PELAPORAN
INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
DARI PENEMU INSIDEN

E-FORMULIR 1 - PELAPORAN PENEMUAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

Diisi oleh penemu insiden, dilaporkan kepada pimpinan unit (instalasi/bagian)

Tanggal Kejadian: / / , Jam: :

Lokasi Kejadian:
Nama Pasien: Jenis Kelamin: ⎕ Laki ⎕
Perempuan
No RM: Alamat:
Rincian/Deskripsi Kejadian:

Nama pelapor:
Profesi: Nama Bagian Pelapor:
Tanggal & Jam Disusun Laporan: Tanggal: / / Jam: :
Tanda tangan:

Dengan ini saya menyatakan laporan yang saya buat adalah benar, dan dapat
dipertanggungjawabkan
LAMPIRAN III
E-FORMULIR 2 - PELAPORAN IKP
DARI PIMPINAN UNIT KE KOMITE
MUTU

E-FORMULIR 2 - PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOKOPI, DILAPORKAN MAKSIMAL 2X24 JAM KEPADA
Komite Mutu SUB KOMITE KESELAMATAN PASIEN RUMAH
A. DATA PASIEN (diisi oleh Champion unit/Kepala SAKIT Instalasi)
Nama Pasien: Label identitas pasien:
Alamat:
Tanggal Lahir:
Umur: bulan, Ruangan:
tahun
No RM:
Jenis Kelamin: ⎕ Laki-laki/ ⎕ Perempuan
Penanggung ⎕ Umum/Pribadi ⎕ Rujukan dari fasyankes lain ⎕
Biaya Pasien ⎕ BPJS Kesehatan ⎕ PBI ⎕ Non Bukan rujukan
PBI ⎕ BPJS Ketenagakerjaan Nama fasyankes perujuk:
⎕ Jasa Tanggal Masuk: / / Jam
Raharja
⎕ Perusahaan: Masuk: :
⎕ Asuransi: Masuk dari ⎕ IGD ⎕ Instalasi
⎕ Lainnya: Rawat Jalan
Nama DPJP Utama:
Nama DPJP Raber:
B. RINCIAN KEJADIAN
1. Waktu Kejadian
Tanggal Kejadian: / / Jam Kejadian: :
(isi
2. Lokasi Kejadian
Lantai: Instalasi/Bagian:
Ruangan: Area (jelaskan, misalnya koridor rawat inap lantai 3):
(misalnya kejadian kesalahan pemberian obat pada pasien)
3. Insiden :

4. Kronologis Kejadian (jelaskan):

61
5. Tipe Insiden:
⎕ KPC, ⎕ KNC, ⎕ KTC, ⎕ KTD ⎕ KPCS ⎕ Sentinel Event
6. Orang Yang Pertama Melaporkan Insiden
Nama:
Profesi: ⎕ Dokter, ⎕ Perawat, ⎕ Bidan, ⎕ Apoteker, ⎕ Tenaga Kefarmasian,

Fisioterapis, ⎕ Analis Lab, ⎕ Radiografer,
(sebutkan) ⎕ Staf⎕Ahli Gizi, (sebutkan)
Non Klinis ⎕ Tenaga : Gizi, ⎕Staf
:
Bila merupakan staf RS, dari
(sebutkan)
:
Bila kejadian ditemukan oleh orang yg bukan staf RS, identitasnya sebagai berikut:
⎕Pasien, ⎕ Keluarga Pasien ⎕ Pengunjung
Yang bernama:

Alamat:
7. Insiden Terjadi Pada: ⎕ Pasien, ⎕ Keluarga, ⎕ Pendamping Pasien, ⎕
Pengunjung, ⎕
8. Staf RS Terjadi Pada Pasien yg Sedang Menjalani Asuhan di:
Insiden
⎕ IGD, ⎕ Rawat Jalan, ⎕ Rawat Inap, ⎕ ICU, ⎕ IBS, ⎕ IKB, ⎕ Perinatal, ⎕
Hemodialisis
9. Pasien Merupakan Pasien dari Bidang Spesialisasi:
⎕ Penyakit Dalam ⎕ Saraf ⎕ Lainnya:
⎕ Bedah ⎕ Jantung
⎕ Anak ⎕ THT-KL
⎕ Obstetri & Ginekologi ⎕ Mata
⎕ Orthopedi ⎕ Rehabilitasi Medik
⎕ Paru ⎕ Psikologi
⎕ Gigi
⎕ Konservasi Gigi
10. Unit Kerja yang Terkait Langsung dengan Insiden (isi bila relevan)
⎕ IGD ⎕Farmasi ⎕Lainnya:
⎕ Rawat Inap ⎕Laboratorium
⎕ Rawat Jalan ⎕Radiologi
⎕ ICU ⎕Gizi
⎕ IKB ⎕RM
⎕ IBS
⎕ Hemodialisis

11. Akibat Insiden Terhadap Pasien


⎕Tidak ada cedera
⎕Cedera ringan,
berupa:
⎕Cedera sedang (reversible), berupa:
⎕Cedera berat (irreversible), berupa:

⎕Kematian
12. Tindakan yg dilakukan segera setelah kejadian dan hasilnya
Tindakan:

Hasilnya:

13. Tim yg merespon kejadian:


⎕ Dokter, nama:
⎕ Perawat/Bidan, nama:
⎕ Lainnya, nama:
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di unit kerja lain?
⎕ Ya ⎕ Tidak
Apabila ya, kapan kejadiannya? Tanggal: / / , Jam: :
Tindakan yang sudah diambil untuk mencegah terjadinya kejadian tersebut:

BERITA ACARA PELAPORAN (diisi oleh penyusun laporan dan penerima laporan)
Tanggal disusunnya laporan: / / Jam: Laporan diterima tanggal:
: / /
Penyusun laporan: Jam: :
Nama: Penerima Laporan:
Instalasi/Bagian: Nama:
Tanda tangan: Tanda tangan:

GRADING (diisi oleh Komite Mutu, Sub Komite Keselamatan Rumah Sakit)
Skor Dampak= (x) Skor Frekuensi= Catatan tambahan:
Skor Akhir=
Grading= ⎕Biru, ⎕ Hijau, ⎕ Kuning, ⎕ Merah
Rencana langkah selanjutnya:
LAMPIRAN IV
Kerangka Kerja Manajemen Risiko - FMEA
(Failure Mode & Effect Analysis)

Risk
Identifikasi Risiko Asesmen Risiko Priority
Number
Skor Skor
Rekomen
Penang Target severit Detecta
Modus Sistem Pengelo dasi /
N gung Waktu y Pasca bility
Kegagal yangterse laan Rencana
o Jawab Penyele Perbai Pasca
Lingk an/ dia untuk Risiko Perbaika
Peny Skor saian kan Perbaika
up Insiden Dampak Skor Skor mendete Total Ran n
Kategor ebab Detec n
Area / potensia Seve Occu ksi skor gkin
i Risiko Pote tabib
Risik Error/ l rity rence kegagala RPN g
nsial ilty
o Kesalah n
an sebelum
terjadi

Anda mungkin juga menyukai