Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MATA KULIAH

TUMBUH KEMBANG KRANIOFASIAL I

Proffit Bab II Teori Kontrol Pertumbuhan (Halaman 40-46)

Disusun Oleh:
Nurul Hidayah, drg (160321220009)
Deta Apritantia, drg (160321220013)
Sri Yudiati Suprapto, drg (160321220014)

Pembimbing :
Prof. Dr. Endah Mardiati drg., MS., Sp. Ort (K)
Dr. Avi Laviana, drg., Sp.Ort (K)
Dr. drg. Elih, Sp. Ort (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 TEORI KONTROL PERTUMBUHAN 4

2.1.1 Tingkat Kontrol Pertumbuhan: Lokasi versus Pusat Pertumbuhan…… 5


2.1.2 Kartilago Sebagai Penentu Pertumbuhan Kraniofasial 7
DAFTAR PUSTAKA 17

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 7
Gambar 2 8
Gambar 3 10
Gambar 4 12
Gambar 5 13
Gambar 6 15

iii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI KONTROL PERTUMBUHAN


Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, selain itu

pertumbuhan juga dapat dipengaruhi secara signifikan oleh lingkungan yang

berupa status gizi, tingkat aktivitas fisik, kesehatan atau penyakit, serta sejumlah

faktor lainnya. Sebagian besar kebutuhan akan perawatan ortodontik dikarenakan

oleh pertumbuhan rahang yang tidak proporsional, oleh karena itu untuk

memahami proses etiologi maloklusi dan deformitas dentofasial kita perlu

mempelajari bagaimana pertumbuhan wajah dipengaruhi dan dikendalikan.

Langkah besar telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir dalam meningkatkan

pemahaman mengenai kontrol pertumbuhan. Apa yang menentukan pertumbuhan

rahang, bagaimanapun, masih belum jelas dan terus menjadi subjek penelitian

yang intensif.

Tiga teori utama dalam beberapa tahun terakhir mencoba menjelaskan faktor-

faktor penentu pertumbuhan kraniofasial:

(1) tulang, seperti jaringan lainnya, adalah penentu utama pertumbuhan itu

sendiri

(2) kartilago adalah penentu utama pertumbuhan tulang, sedangkan tulang

merespon secara sekunder dan pasif

(3) matriks jaringan lunak tempat elemen-elemen rangka tertanam adalah

penentu utama pertumbuhan, dan keduanya yakni tulang dan kartilago

adalah pengendali pertumbuhan sekunder. 1

4
Perbedaan utama dalam teori-teori tersebut adalah lokasi di mana kontrol

genetik diekspresikan. Teori pertama menyiratkan bahwa kontrol genetik

diekspresikan secara langsung pada tulang, oleh karena itu lokusnya haruslah

periosteum. Teori kedua, atau kartilago, menunjukkan bahwa kontrol genetik

diekspresikan dalam tulang rawan atau kartilago, sedangkan tulang merespons

secara pasif untuk digantikan. Kontrol genetik tidak langsung, apa pun

sumbernya, disebut epigenetik. Teori ketiga mengasumsikan bahwa genetik

dimediasi sebagian besar di luar sistem rangka dan bahwa pertumbuhan tulang

dan tulang rawan dikendalikan epigenetik, hanya terjadi sebagai respons terhadap

sinyal dari jaringan lain. Dalam pemikiran kontemporer, kebenarannya dapat

ditemukan dalam beberapa sintesis teori kedua dan ketiga,sementara yang pertama

meskipun itu adalah pandangan dominan sampai tahun 1960-an, sebagian besar

sudah tidak digunakan lagi. 1

2.1.1 Tingkat Kontrol Pertumbuhan: Lokasi versus Pusat Pertumbuhan

Membedakan antara lokasi pertumbuhan dan pusat pertumbuhan yaitu

dengan cara memperjelas perbedaan antara teori-teori kontrol pertumbuhan,

yakni lokasi pertumbuhan adalah lokasi dimana pertumbuhan itu terjadi,

sedangkan pusat pertumbuhan yaitu daerah di mana pertumbuhan independent

(dikendalikan secara genetis) terjadi. Semua pusat pertumbuhan juga merupakan

lokasi pertumbuhan, tetapi sebaliknya tidak demikian. Dorongan utama untuk

teori ini yaitu bahwa jaringan yang membentuk tulang memiliki rangsangan

tersendiri untuk melakukan hal tersebut, hal ini terlihat dari observasi bahwa pola

5
keseluruhan pertumbuhan kraniofasial sangat konstan. Konstansi pola

pertumbuhan diinterpretasikan sebagai lokasi-lokasi utama pertumbuhan yang

juga merupakan pusat pertumbuhan. Secara khusus, sutura antara tulang

membranosa cranium dan rahang dianggap sebagai pusat pertumbuhan, bersama

dengan lokasi osifikasi endokondral di dasar tengkorak dan di kondilus

mandibula. Pertumbuhan, dalam pandangan ini, adalah hasil dari ekspresi di

semua area genetik. Mekanismenya yaitu translasi maksila, yang dianggap

menjadi hasil dari tekanan yang diciptakan oleh pertumbuhan sutura, sehingga

rahang atas secara harfiah didorong ke bawah dan ke depan. 1

Jika teori ini benar, pertumbuhan pada sutura seharusnya sebagian besar

terjadi secara independen dari lingkungan dan hal itu tidak akan mungkin

mengubah ekspresi pertumbuhan yang sangat banyak pada sutura. Meskipun hal

ini adalah teori yang dominan tentang pertumbuhan, hanya sedikit upaya yang

dilakukan untuk memodifikasi pertumbuhan wajah karena para ahli ortodontik

"tahu" bahwa hal itu tidak dapat dilakukan. 1

Sekarang sudah jelas bahwa sutura, dan jaringan periosteal pada

umumnya, bukanlah penentu utama pertumbuhan kraniofasial . Ada dua bukti

yang mengarah pada kesimpulan ini. Yang pertama adalah bahwa ketika area

sutura di antara dua tulang wajah ditransplantasikan ke lokasi lain (misalnya di

rongga perut), jaringan tersebut tidak terus tumbuh. Hal ini menunjukkan

kurangnya potensi pertumbuhan bawaan pada sutura. Kedua, dapat dilihat bahwa

pertumbuhan pada sutura akan merespons pengaruh dari luar dalam beberapa

keadaan. Jika tulang tengkorak atau wajah secara mekanis ditarik terpisah di

6
sutura, tulang baru akan mengisi, dan tulang akan menjadi lebih besar dari yang

seharusnya (lihat Gambar 1). Jika sutura dikompresi, pertumbuhan di lokasi itu

akan terhambat. Oleh karena itu, sutura harus dipertimbangkan sebagai area yang

bereaksi-bukan penentu utama. Sutura pada kranial vault, kranial base lateral, dan

maskila adalah tempat pertumbuhan tetapi bukan merupakan pusat pertumbuhan. 1

Gambar 1. Karena pertumbuhan jaringan lunak di sekitarnya menggerakkan


maksila ke bawah dan ke depan, membuka ruang di bagian sutura superior dan
posterior, tulang baru ditambahkan di kedua sisi sutura. ( Digambar ulang dari
Enlow OH, Hans MG. Dasar-dasar Pertumbuhan Wajah. Philadelphia: WB
Saunders; 1996). 1

2.1.2 Kartilago Sebagai Penentu Pertumbuhan Kraniofasial

Teori utama yang kedua adalah bahwa penentu pertumbuhan kranofasial

adalah pertumbuhan kartilago. Kenyataannya bahwa bagi banyak tulang,

kartilago mengalami pertumbuhan sementara tulang hanya menggantikannya

membuat teori ini menarik khususnya bagi tulang-tulang rahang. Jika

pertumbuhan kartilago adalah pengaruh utama, kartilago pada kondilus

7
mandibula dapat dianggap sebagai pacemaker untuk pertumbuhan tulang itu,

dan remodeling ramus dan perubahan permukaan lainnya dapat dipandang

sebagai sekunder dari pertumbuhan kartilago primer.1

Salah satu cara untuk memvisualisasikan mandibula adalah dengan

membayangkannya seperti diafisis pada tulang panjang, yang ditekuk menjadi

bentuk tapal kuda dengan epifisis yang dihilangkan, sehingga ada kartilago yang

mewakili "setengah dari pelat epifiseal" di ujungnya, yang kemudian disebut

kondilus mandibula. Jika ini adalah situasi yang sebenarnya, maka memang

kartilago di kondilus mandibula harus bertindak sebagai pusat pertumbuhan,

yang berperilaku seperti kartilago pertumbuhan epifisis. Dari pandangan ini,

mekanisme pertumbuhan kebawah dan kedepan dari mandibula akan menjadi

“dorongan kartilago” dari pertumbuhan pada kondilus. 1

Gambar 2. Mandibula dipandang secara konseptual mirip dengan tulang panjang


yang telah dimodifikasi dengan (1) menghilangkan epifisis, meninggalkan
lempeng epifisis, dan (2) membengkokkan poros menjadi bentuk tapal kuda. Jika

8
analogi ini benar, kartilago pada kondilus mandibula harus berperilaku seperti
kartilago pertumbuhan sejati. Eksperimen modern menunjukkan bahwa,
meskipun analoginya menarik, merupakan hal yang tidak benar.1

Pertumbuhan maksila lebih sulit tetapi tidak mustahil untuk dijelaskan

berdasarkan teori dasar kartilago. Meskipun tidak ada kartilago di maksila itu

sendiri, ada kartilago di septum nasal, dan kompleks nasomaksila tumbuh

sebagai satu unit. Para pendukung teori kartilago berhipotesis bahwa kartilago

septum nasal berfungsi sebagai pacemaker untuk aspek lain dari pertumbuhan

maksila. Kartilago ditempatkan dimana pertumbuhannya dapat dengan mudah

menyebabkan gerakan translasi maksila ke bawah dan ke depan. Jika sutura

maksila berfungsi sebagai daerah reaktif, maka mereka akan merespons

pertumbuhan kartilago septum nasal dengan membentuk tulang baru ketika

sutura ditarik terpisah oleh kekuatan dari kartilago yang tumbuh. Area kecil dari

kartilago dapat mempengaruhi area yang luas dari sutura, namun peran sebagai

pacemaker mungkin terjadi. Mekanisme untuk pertumbuhan maksila pertama-

tama adalah dorongan ke depan dari perpanjangan basis kranial, kemudian

tarikan ke depan dari kartilago nasal.1

9
Gambar 3. Representasi diagram kondrokranium pada tahap awal perkembangan,
menunjukkan sejumlah besar kartilago di daerah anterior yang akan menjadi
kartilago septum hidung yang jauh lebih kecil - bukan karena menyusut, tetapi
karena jaringan sekitarnya tumbuh lebih banyak.1

Terdapat dua jenis penelitian yang dilakukan untuk menguji teori bahwa

kartilago dapat berperan sebagai pusat pertumbuhan sejati. Penelitian ini

menganalisa hasil yang diperoleh dari transplantasi kartilago dan mengevaluasi

pengaruh pengangkatan kartilago pada usia muda pada pertumbuhan. Penelitian

transplantasi menunjukkan bahwa tidak semua kartilago skeletal menghasilkan

aksi yang sama ketika ditransplantasikan. Jika suatu lempeng epiphyseal dari

tulang panjang ditransplantasikan, lempeng tersebut akan terus bertumbuh pada

lokasi atau kultur baru, hal ini menunjukkan bahwa kartilago ini memiliki

potensi pertumbuhan innate. 1

Pada penelitian, kartilago yang berasal dari sinkondrosis spheno-

occipital dari basis kranial juga tumbuh ketika ditransplantasikan, namun tidak

sebaik lempeng epiphyseal dari tulang panjang. Pengambilan kartilago dari basis

10
kranial sulit dilakukan, terutama saat usia muda pada saat pertumbuhan aktif

terjadi. Hal ini yang menyebabkan mengapa kartilago spheno-occipital dari basis

kranial tersebut pada pertumbuhan in vitro tidak tumbuh sebaik lempeng

epiphyseal. Pada penelitian awal, kartilago yang ditransplantasikan dari septum

nasal memiliki hasil yang kurang dapat dipastikan: terkadang kartilago tersebut

tumbuh, namun kadang tidak tumbuh. Pada penelitian terbaru, kartilago septum

nasal terlihat tumbuh sebaik kartilago epiphyseal pada kultur. 1

Ketika kondilus mandibula ditransplantasikan, hanya sedikit atau tidak

ada pertumbuhan yang terlihat, dan kartilago dari kondilus mandibula

menunjukkan pertumbuhan yang kurang signifikan dibandingkan kartilago

lainnya pada kultur. Penelitian ini menunjukkan bahwa kartilago lainnya dapat

berperan sebagai pusat pertumbuhan, namun kartilago kondilus mandibula tidak.


1

Penelitian untuk menguji efek pengangkatan kartilago juga informatif. Ide

dasarnya adalah bahwa jika membuang area kartilago akan menghentikan atau

mengurangi pertumbuhan, mungkin area tersebut merupakan pusat pertumbuhan

yang penting. Pada hewan pengerat, membuang satu segmen septum hidung

kartilago menyebabkan defisit pertumbuhan pada bagian tengah wajah. Namun,

tidak serta merta seluruh efek pada pertumbuhan dalam percobaan tersebut

diakibatkan oleh hilangnya kartilago. Dapat dikatakan bahwa pembedahan itu

sendiri dan gangguan yang menyertainya dengan suplai darah ke daerah tersebut,

bukan hilangnya kartilago, yang menyebabkan perubahan pertumbuhan. 1

11
Ada beberapa kasus yang dilaporkan mengenai hilangnya septum hidung

kartilago pada manusia. Satu individu yang seluruh septumnya diangkat pada usia

8 tahun setelah mengalami cedera ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Terlihat

jelas bahwa terjadi defisiensi pada bagian tengah wajah, tetapi tidak dapat

dipastikan bahwa hal ini disebabkan oleh hilangnya kartilago. Namun demikian,

hilangnya pertumbuhan pada hewan percobaan ketika kartilago ini dibuang cukup

besar untuk membuat sebagian besar pengamat menyimpulkan bahwa kartilago

septum memang memiliki beberapa potensi pertumbuhan bawaan dan bahwa

kehilangannya membuat perbedaan dalam pertumbuhan rahang atas. Kasus-kasus

yang jarang terjadi pada manusia mendukung pandangan ini. 1

Gambar 4. Tampilan profil seorang pria yang septum hidungnya diangkat


pada usia 8 tahun, setelah mengalami cedera. Defisiensi bagian tengah wajah yang
jelas terlihat setelah septum diangkat. 1

12
Leher kondilus mandibula adalah area yang relatif rapuh. Ketika sisi

rahang terpukul dengan tajam, mandibula sering kali patah tepat di bawah

kondilus yang berlawanan. Ketika hal ini terjadi, fragmen kondilus biasanya

tertarik jauh dari lokasi sebelumnya oleh tarikan otot pterigoid lateral. Kondilus

secara harfiah telah dilepas ketika hal ini terjadi, dan akan menyerap kembali

dalam jangka waktu tertentu. Fraktur kondilus relatif sering terjadi pada anak-

anak. Jika kondilus merupakan pusat pertumbuhan yang penting, maka akan

terlihat gangguan pertumbuhan yang parah setelah cedera pada usia dini. Jika

demikian, intervensi bedah untuk menemukan segmen kondilus dan

mengembalikannya ke posisinya adalah pengobatan yang logis. 1

13
Gambar 5. Pukulan pada satu sisi mandibula dapat mematahkan prosesus
kondilus di sisi yang berlawanan. Ketika hal ini terjadi, tarikan otot pterigoid
lateral akan mengalihkan perhatian fragmen kondilus, termasuk seluruh kartilago,
dan kemudian akan diserap kembali. 1

Dua penelitian yang sangat baik yang dilakukan di Skandinavia

membuktikan konsep ini. Baik Gilhuus-Moe dan Lund menunjukkan bahwa

setelah fraktur kondilus mandibula pada anak, ada kemungkinan besar bahwa

prosesus kondilus akan beregenerasi menjadi sekitar ukuran aslinya dan

kemungkinan kecil bahwa kondilus akan tumbuh terlalu besar setelah cedera.

Pada hewan percobaan dan pada anak-anak, setelah fraktur, semua tulang dan

kartilago yang asli diserap kembali, dan kondilus baru beregenerasi secara

langsung dari periosteum di lokasi fraktur. Pada akhirnya, setidaknya pada hewan

percobaan, lapisan kartilago baru terbentuk pada permukaan kondilus. Meskipun

tidak ada bukti langsung bahwa lapisan kartilago itu sendiri beregenerasi pada

anak-anak setelah fraktur kondilus, kemungkinan besar hal ini juga terjadi pada

manusia. 1

14
Gambar 6. Setelah fraktur kondilus dan resorpsi kondilus, regenerasi
kondilus baru sangat mungkin terjadi pada manusia. Apakah hal itu terjadi
merupakan fungsi dari tingkat keparahan cedera jaringan lunak yang menyertai
fraktur. A, Usia 5 tahun, pada saat asimetri mandibula diketahui pada kunjungan
gigi rutin. Perhatikan bahwa prosesus kondilus kiri tidak ada. Riwayat termasuk
jatuh pada usia 2 tahun dengan pukulan di dagu yang menyebabkan fraktur
kondilaris, tanpa regenerasi hingga saat itu. B, Usia 8 tahun, setelah perawatan
dengan alat fungsional asimetris yang menyebabkan pertumbuhan pada sisi yang
terkena dan pengurangan asimetri. C, Usia 14 tahun, pada akhir masa percepatan
pertumbuhan remaja. Regenerasi kondilus pada sisi yang terkena terlihat jelas
pada (B) dan (C). 1

15
Namun, pada 15% hingga 20% anak-anak Skandinavia yang diteliti yang

mengalami fraktur kondilus, terjadi penurunan pertumbuhan setelah cedera.

Penurunan pertumbuhan ini tampaknya berhubungan dengan jumlah trauma pada

jaringan lunak dan jaringan parut yang dihasilkan di daerah tersebut. 1

Singkatnya, tampak bahwa kartilago epifisis dan (mungkin) sinkondroses

basis kranial dapat dan memang bertindak sebagai pusat pertumbuhan yang

independen, seperti halnya septum hidung (mungkin pada tingkat yang lebih

rendah). Percobaan transplantasi dan percobaan di mana kondilus dihilangkan

tidak memberikan dukungan pada gagasan bahwa kartilago kondilus mandibula

adalah pusat yang penting. Begitu juga dengan studi tentang kartilago itu sendiri

dibandingkan dengan kartilago pertumbuhan primer. Tampaknya pertumbuhan

pada kondilus mandibula jauh lebih mirip dengan pertumbuhan pada sutura

maksila yang sepenuhnya reaktif dibandingkan dengan pertumbuhan pada

lempeng epifisis.1

16
DAFTAR PUSTAKA

Proffit WR. Contemporary Orthodontics 5th ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2013. pp 40-46.

17

Anda mungkin juga menyukai