MASA KOLONIAL
Pendahuluan
Timah adalah salah satu kandungan mineral dan hasil tambang yang berharga karena
laku di pasar internasional. Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan
pada daerah sentuhan batuan endapan. Timah juga biasanya digunakan sebagai pelapis logam,
karena sifatnya yang tahan oksidasi udara sehingga tahan karat. Di Indonesia, wilayah
penghasil timah terbesar adalah Kepulauan Bangka-Belitung. Jejak dari pertambangan bijih
timah di kepulauan tersebut dapat dilacak sejak masa Kesultanan Palembang.
Eksploitasi timah di Bangka sebetulnya telah dilakukan sebelum VOC berkuasa di
Hindia Belanda oleh masyarakat setempat dengan teknik sederhana. Kebijakan dan
perkembangan pertambangan bijih timah pun berubah-ubah mengikuti perubahan kondisi
perpolitikan yang didominasi oleh penjajahan wilayah. Setelah VOC datang, monopoli
perdagangan timah dilakukan hingga akhirnya perusahaan tersebut runtuh. Inggris pun sempat
berkuasa di Bangka meskipun tidak selama VOC. Wilayah jajahan pun diambil alih langsung
oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Perubahan kekuasaan ini tentu menimbulkan perubahan
pula dalam dunia pertambangan timah di Bangka-Belitung, mulai dari teknik penambangan
timah hingga proses produksi timah.
Kesimpulan
Pulau Bangka dan Pulau Belitung seringkali dianggap sebagai pulau yang sama. Namun
kenyataannya dalam hal kandungan mineral berbeda. Meskipun sama-sama mengandung
timah, namun pulau Bangka memiliki timah lebih banyak dibangdingkan dengan Belitung.
Penemuan timah berawal dari Pulau Bangka yang diyakini kisah penemuannya memiliki dua
versi. Sementara penemuan timah di Belitung disebabkan karena dorongan dan kepercayaan
akan adanya kandungan serupa di pulau ini seperti dengan yang terkandung di Bangka.
Sebelum dikenalkannya teknologi mesin-mesin, pertambangan di Bangka-Belitung
menggunakan teknik dan teknologi dari orang Tionghoa. Teknik yang digunakan yaitu teknik
kulit dan teknik kolong. Setelah dikenalkan inovasi teknologi, berbagai teknik lain pun mulai
digunakan demi mendorong laju produktivitas. Misalnya pengenalan sistem open pit mining.
Demi mendukung produksi timah juga dibangun fasilitas-fasilitas penunjang seperti fasilitas
kesehatan dan rumah-rumah bagi para buruh. Dalam hal teknologi misalnya digunakannya
oven listrik untuk mencairkan bijih timah hingga pembangunan laboratorium untuk menguji
kadar kandungan timah.
Pada awalnya peran dari orang Eropa hanya berkisar pada urusan-urusan administrasi.
Hingga akhirnya teknologi dikenalkan, penggunaan buruh terutama orang Cina mulai
dikurangi sementara penggunaan mesin-mesin meningkat. Hal ini tentu saja mengakibatkan
permasalahan-permasalahan sosial yang juga memengaruhi tingkat produktivitas timah di
Bangka-Belitung. Penjualan timah dari Bangka-Belitung juga terus mengalami fluktuasi.
Namun demikian, keberadaan timah sebagai mineral yang berharga di Bangka-Belitung
menunjukkan bahwa eksploitasi sumber daya alam telah dilakukan sejak beratus tahun yang
lalu, bahkan sejak masa Kesultanan Palembang dan masih dilakukan hingga saat ini.
Tak dapat dipungkiri bahwa tenaga kerja asal Tionghoa berperan besar dalam
pertambangan di Bangka-Belitung. Untuk dapat mengetahui lebih banyak mengenai peran
mereka serta kondisi sosial selama menjadi buruh tambang di Bangka-Belitung, diperlukan
studi lebih kepustakaan lebih lanjut.
Daftar Pustaka
Buku
Yuliastuti, Dwi dan Rudi Andri S. (2006). Naskah Sumber: Pertambangan Timah di Pulau
Bangka pada Masa Kolonial. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.
Artikel Jurnal
Harrington, Gordon K., et al. (2001). Dr. Thomas Horsfield’s Report on the Island of Bangka:
an Imperialist Proposal for Reform in 1813. Selected Papers in Asian Studies: Western
Conference of the Association for Asian Studies: No.72.
Heidhues, Mary F. Somers. (1992). Company Island: A Note on the History of Belitung.
Cornell University Southeast Asia Program, Vol 51, 1-20.