Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian
(mineral, batubara, panas bumi, migas). Seperti Sektor pertambangan, terutama
pertambangan umum,yang menjadi isu yang menarik. Akan tetapi dalam melakukan
penambangan pemerintah harus mempunyai anggaran dana yang lebih besar hal itu
yang membuat pemerintah mendatangkan investor- investor dari luar. Dengan
adanya kegiatan pertambangan di Indonesia maka pemerintah mengeluarkan undangundang yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan yaitu UU No. 11/1967 tentang
Pokok-pokok Pengusahaan Pertambangan.
Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional sudah sangat
dikenal di kalangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan
untuk penambangan timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana, yang
biasanya bermodalkan antara 10 juta sampai 15 juta rupiah. Untuk skala
penambangan yang lebih kecil lagi, biasanya disebut Tambang Rakyat (TR). TI
sebenarnya dimodali oleh rakyat dan dikerjakan oleh rakyat juga. Secara legal formal
TI sebenarnya adalah kegiatan penambangan yang melanggar hukum karena
memang umumnya tidak memiliki izin penambangan. Pada mulanya pengelola TI
melakukan kegiatan di dalam areal kuasa penambangan (KP) PT. Tambang Timah
dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke tempat lain yang ditentukan oleh PT.
Tambang Timah. Akan tetapi, setelah masuk di era reformasi, dari tahun 1998 ke
atas, masyarakat mulai mencari-cari lokasi di luar KP PT. Tambang Timah sehingga
jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan. Mereka kini di luar kontrol karena
menambang kebanyakan di luar KP PT. Tambang Timah.
Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka semakin
memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik pengolahan
menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan sangat tajam. Meruyaknya
smelter menjadi ancaman besar terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini

dikarenakan

smelter-smelter

baru

tersebut

kurang

mempertimbangkan

sisi

lingkungan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Kolong.
2. Mendapatkan sejarah penambangan timah dan dampak yang terjadi akibat
penambangan timah tersebut.

1.3 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai setelah dilakukan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Memahami dan mempelajari mengenai sejarah penambangan timah dan dampak
yang ditimbulkan akibat penambangan timah tersebut.
2. Untuk memberikan informasi lebih dalam pengembangan ilmu pengetahuan
mengenai penambangan timah.

BAB II
ISI
Timah merupakan sumber daya alam utama pulau Bangka Belitung sejak lama.
Besarnya kandungan biji timah di daerah ini merupakan yang terbesar dari beberapa
daerah lain di Indonesia. Bahkan untuk di dunia, produksi timah asal Indonesia sangat
mempengaruhi harga pasar dunia.
Didalam sejarah penambangan timah, telah banyak mengalami perkembangan
yang sangat signifikan. Proses penambangan timah pun kian efektif dan efesien berkat
kemajuan teknologi pertambangan. Sejak dulu telah tercatat berbagai teknik penambangan
timah yang terjadi di Bangka Belitung.
Kegiatan penambangan timah di Bangka Belitung sudah ada sejak lama.
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya benda-benda pertambangan yang
masih bersifat tradisional pada era 1950-an. Sebagai usaha untuk menyimpan, merawat,
dan mendokumentasikan benda-benda peninggalan tersebut, dibangunlah museum yang
bernama Museum Timah Indonesia.

2.1 Kronologi Penemuan Timah di Bangka

Abad ke 4
Dalam penuturan I-Tsing, dikisahkan terdapat sebuah negeri bernama Mo-Ho-

Shin. Negeri tetangga Kerajaan Sriwijaya ini disebut terletak antara Shilifoshin (sebutan
untuk Sriwijaya) dan Hong-ling (Pulau Jawa). Dari beberapa kemungkinan, disimpulkan
bahwa Mo-Ho-Shin terletak di Kota Kapur, di pantai barat Pulau Bangka atau di Pantai
Selat Bangka yang berhadapan dengan Palembang. Hovig (1952), seorang ahli geologi
BTW (Banka Tin Winning) yakin bahwa ditempatkannya prasasti persumpahan di Kota
Kapur (bertarikh 686) karena tempat itu merupakan bandar penting yang selain menjadi
pelabuhan ekspor hasil pulau ini terutama timah juga menjadi benteng pertahanan. Kota
Kapur terletak di muara besar Sungai Mendu (Mendo) yang langsung berhadapan dengan
Palembang. Hovig mengatakan, tidak ada tempat yang paling strategis untuk pelabuhan
ekspor di Bangka waktu itu , kecuali muara Sungai Mendu. Dari Kota Kapur juga dengan
mudah dicapai kawasan cebakan timah di Tempilang, Toboali dan Sungai Olin. Oleh
karena itu, Kota Kapur adalah daerah yang sangat penting pada zamannya.
3

Dengan kemungkinan keterkaitan nama Bangka dengan kata Sanskerta


VANKA, Hovig yakin bahwa timah di Bangka telah ditambang sekurang-kurangnya
pada abad ke-4, yakni ketika Palembang menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya.

Abad ke 8
Dari penuturan Kisah Pelayaran Sinbad ke IV , Ir. Hovig (1952) menceritakan

bahwa dalam salah satu pelayaran ini, Sinbad menuju ke wilayah timur yang disebut
Tanah Sunda dan mendarat di Pulau Serendib (Sumatera). Dari pulau ini perjalanan
diteruskan ke sebuah pulau bernama Kela dimana terdapat banyak orang yang sedang
ramai membuat lorong-lorong (parit) menambang timah. Pulau Kela tersebut diasumsikan
sebagai Pulau Bangka yang kita kenal sekarang. Dengan demikian disimpulkan bahwa
timah di Bangka sebenarnya telah ditambang sekurangnya sejak abad ke-8.

Abad ke-10
M.F.H. Perelaer, dalam tulisannya Het Kamerlid Van Bekernstein op Reis door

Indie yang diterbitkan sekitar tahun 1880-an , menyebutkan :


..melebur timah agaknya telah diterapkan oleh penduduk pribumi di Bangka pada abad ke10, yakni pada awal dikenalnya timah di pulau ini

Abad ke 17
Baik ketika Cornelis de Houtman dating pertama kali di Banten pada tahun 1569

maupun masa awal terbentuknya VOC belum tercatat adanya perdagangan timah. Satusatunya komoditi yang diperdagangkan adalah lada dari Lampung. Akan tetapi tercatat
VOC sudah menjalin hubungan dagang dengan Palembang sejak 1649, yang diasumsikan
salah satu komoditinya adalah timah. Tidak jelas dari mana asal timah yang
diperdagangkan waktu itu. Dalam Kolonial Archief, 1979, ttg. Batavia tahun 1717 terdapat
laporan sebagai berikut :
di Pulau Bangka beberapa tambang timah ditemukan oleh Pangeran Depati Anum, dimana
Pangeran dalam suratnya kepada Residen Palembang (I, Panhuijs) menawarkan untuk memasok timah,
sebagai tambahan timah yang sebelumya sudah disampaikan sebagai hadiah

Berdasarkan surat Depati Anum kepada Residen Palembang tertanggal 30


November 1717 itu menjadi jelas bahwa timah yang dijual Sultan Palembang kepada VOC
selama ini berasal dari Bangka. Dari keterang tersebut dapat dikatakan bahwa timah di
Bangka telah ditambang sekurang-kurangnya pada pertengahan abad ke-17.

Tahun 1668
Jan de Harde, Komandan kapal perang VOC De Zandlooper yang dikirim

meninjau Bangka dan Belitung menyaksikan adanya timah di Bangka dan Belitung (atau
mungkin yang dilihatnya orang menggali timah)

Tahun 1709, 1710 atau 1911


Tahun-tahun 1709, 1710 atau 1911 , oleh para peneliti si zaman Belanda

dipercaya sebagai tahun pertama kali ditemukan/digalinya timah di Bangka yang berarti
merupakan penemuan timah pertama di Indonesia.Munculya tahun 1709 bermula dari
catatan seorang penulis yang tidak dikenal , yang kemudian dikuti dan dimuat dalam
Tijdsbrift voor Ned. Indie VIII, bagian 4 tahun 1846 halaman 144.
Mungkin, karena runtun kisah ini lebih tertata rapi dibandingkan kisah-kisah
yang menggunakan tahun-tahun 1910 atau 1911, maka angka 1709 lebih disukai orang
untuk dikutip sebagai tahun pertama penemuan timah di Bangka. Tetapi hal itu diperkuat
oleh Dr. Osberger dalam manuskrip Kumpulan Catatan Mengenai Geologi Bangka (1958)
yang menyebutkan bahwa penemuan timah pertama kali di Bangka adalah di Sungai Ulim
atau Olim di Toboali Selatan pada tahun 1709 (tidak menyebutkan sumber referensinya).

Tahun 1724
Dalam pencarian timah di Bangka telah dikenal dengan alat bor Cina yang

dinamakanCiam atau Tsyam atau Cam. Alat ini dalam publikasi ilmiah disebut juga
Chinese Stick atau dalam bahasa Belanda disebut Steek Boor, yang dalam Bahasa
Indonesia berarti Bor Tusuk sesuai dengan cara kerjanya. Arti harfiah dari Ciam
adalah Ujung Runcing.

Tahun 1786
Untuk pertama kali timah Bangka muncul dalam publikasi ilmiah yang ditulis

oleh Baron F.Van Wurmb, dengan judul : Over Mijnen (goud, tin enz) in Ned. Oost-Indie
en Malaka.

Tahun 1850
Dr.J.H.Croockevit Hzn, seorang ahli geologi terkemuka menyimpulkan bahwa

di masa lalu pulau Bangka dan sebagian besar gugus kepulauan Riau merupakan
5

satkesatuan daratan dengan Semenanjung Malaya. Karena itu menurutnyam cadangan


timah dilembah-lembah dangkal di Bangka berasal dari transportasi rombakan deposit
timah primer yang bersumber di Semenanjung Malaya.

Tahun 1853
Di Bangka mulai diadakan penelitian geologi yang terbatas pada aspek-aspek

mineralogi dan kimia (Crokkewit, Alther)

Tahun 1858
Seorang ahli tambang Ir. J. E. Akeringa menciptakan peralatan bor baru yang

kemudian terkenal di dunia dengan nama Bor Bangka (Banka Drill).

Tahun 1872
Van Diest secara kebetulan menemukan urat-urat timah primer pada lapisan

batu-pasir (sandstone) di bukit Sambung Giri yang diperkuat oleh penemuan urat timah
primer di Merawang oleh D.de Jongh Hzn. Artikel Van Diest mengawali munculnya
tulisan-tulisan mengenai geologi Bangka yang beredar antara tahun 1873-1933, dimana
detail geologi, mengenai satu daerah atau suatu obyek geologi memperoleh tekanan.
Termasuk tulisan mengenai terjadinya endapan timah sekunder.

Tahun 1874
Mulai muncul kekhawatiran akan habisnya cadangan timah di Bangka.

Walaupun hal itu sulit dibuktikan, namun sejak saat itulah kesadaran menghemat cadangan
mulai muncul. Pada tahun itu pula dikirim tenaga ahli tambang dari Bangka ke Kepulauan
Riau dalam rangka eksplorasi timah diseluruh gugusan Kepulauan Riau sampai NatunaAnambas dan Kalimantan Barat. Di samping itu, pada than 1874 pula dikirim tenaga
peneliti ke daerah Koba dengan regu bor kepercayaan yang ditangani orang-orang Cina.

Tahun 1894
Dr.R.D.M Verbeek menyusun peta geologi Bangka. Peta itu kemudian menjadi

panduan untuk eksplorasi di Bangka untuk waktu yang sangat lama.

Tahun 1897
Adalah tahun yang dikatakan sebagai berakhrnya masa tulisan klasik mengenai

geologi pertimahan, ditandai dengn terbitnya tulisan Verbeek yang berjudul Geologische
bechrijving can Bangka en Bililton dan Over de geologis van Banka en Bililton yang
dimuat di Jarboek van het Mijnwezen tahun 1897. Kedua artikel rangkuman hasil
penelitian dan overview hasil-hasil penelitian sebelumnya itu untuk jangka panjang
menjadi panduan penting bagi geologi Bangka dan Belitung.

Tahun 1910
Pemboran dilakukan dengan Bangka Bor telah mencapai kedalaman 20 meter.

Dikenal dua macam pemboran, yaitu : pemboran propspekting untuk eksplorasi, dan
pemboran exploitas untuk menuntun penggalian atau rencana kerja penggalian. Jumlah
angora regu bor tediri daro 216 Cina dan 52 pribumi.

Tahun 1933
Periode sesudah 1933, Westerveld tercatat memberikan kontribusi besar di

dalam penulisan geologi Bangka baik secara umum maupun penelitian detail seperti di
Tambang Tujuh, Lumut Belinyu, jebus. Teorinya mengenai geologi pengendapan timah di
Bangka dipakai luas sebagai acuam. Kemudian bersama-sama dengan de Neve mereka
menyusun stratigrafi Bangka.

2.2 Perkembangan Teknik Eksplorasi Timah


2.2.1 Teknik Eksplorasi Timah di Darat

Sumur Uji
Cara paling awal pencarian lapisan pasir timah adalah dengan membuat
sumuran. Keuntungan cara ini antara lain dapat dilihat dalam konidisi
perlapisannya dan dapat menaksir kadarnya dengan cermat, karena contih
(sample) yang didapat cukup banyak. Adapun kelemahannya adalah
pengerjaannya lambat dan mahal. Disamping tidak mungkin dilakukan pada
lapangan berair atau becek dan tidak dapat pula dilakukan di lapangan yang
sifat tanahnya mudah longsor.
Praktek sumuran ini sampai sekarang pun masih sering pakai dalam
penambangan timah di Thailand untuk mendapatkan data kondisi fisik

perlapisan yang diperlukan untuk perencanaan penggalian. Bahkan dalam


hal-hal tertentu bukan hanya satu dua sumur yang digali melainkan sebuah
parit, yang kemudian disebut Parit Uji. Di Indonesia praktek sumur uji dan
parit uji dilaksanakan pada deposit primer lunak di Belitung (Burung Mandi,
Mang, Rautan dan lain-lain).

Pemboran
Jenis alat bor tertua yang digunakan dalam eksplorasi timah adalah
CIAM, yang diperkirakan telah digunakan pada sekitar 1724. Alat bor
CIAM berasal dari Cina, dari kata Jian yang berarti Si Ujung Runcing.
Ciam terdiri dari sebuah batang besi bulat berlubang/kosong (hollow rod)
sepanjang 3 hingga 6 meter dengan diameter 2 cm. pada bagian ujungnya
terdapat takukan berupa kerucut berongga dengan bagian alasnya
menghadap ke atas. Takukan ini dapat menampung contoh tanah (sample)
sebanyak 24 cm.
Pada masa alat bor yang lebih besar ditemukan, ciam masih digunakan
untuk waktu yang lama sebagai alat bor pioneer. Penelitian lapisan tanah
dilakukan dengan ciam sekedar untuk menjajagi apakah lapisan tanah itu
terbukti mengandug timah. Setelah ternyata terdapat kandungan timah, maka
pemboran dilakukan dengan alat bor yang lebih besar dengan isi takuk
kerucut yang lebih besar. Walaupun jelas ciam adalah alat bor yang sangat
sederhana dan tidak dapat (tidak tepat) digunakan untuk analisa kuantitatif ,
namun dapat member informasi dengan cepat.

Bor Bangka
Perkembangan teknik dan peralatan bor di pacu oleh keinginan manusia
untuk memperoleh hasil timah yang lebih maksimal. Teknik dan alat bor
baru yang dapat membor lebih dalam, karena cadangan-cadangan baru
cenderung lebih

dalam.

Di

samping peralatan

itu

harus

mudah

pengoperasiannya karena akan diperlukan regu bor yang banyak, mudah


memobilisasikan, arenanya harus ringan dan terdiri dari komponenkomponen yang mudah untuk dipindah-pindahkan di lapangan yang
berhutan maupun memasuki daerah rawa-rawa. Peralatan semacam itu akan

mendapatkan contoh (sampel) yang cukup banyak agar didapat ketelitian


yang tinggi.

2.2.2 Teknik Eksplorasi Timah di Laut


Sebelum diperkenalkannya Metode Geofisika Laut (Marine Geophysic) pada
tahun 1955, eksplorasi timah di laut semata-mata tergantung dari hasil
pemboran. Sejarah eksplorasi timah di laut diwarnai oleh perkembangan teknik
pemboran dan teknik geofisika.
Perkembangan Teknik Pemboran di Laut :
1. Sebelum tahun 1950

: Bor Bangka yang dioperasikan di atas pontoon

2. 1954 1985

: Bor Mesin Semprot (Semi Mekanis)

3. 1972 -

: Bor Mekanik

4. 1965 1989

: Kapal Bor Pelatuk

5. 1968 -

: Jacked-up ponton Bintang

2.3 Penambangan Timah


2.3.1 Masa Awal Pertambangan Timah di Dunia
Bronze (perunggu) , campuran tembaga (copper) dan timah yang tertua
ditemukan di Uhr, di muara sungai Euphrat berumur antara 3200 3500 tahun
SM. Namun demikian, tidak jelas di mana timah pertaman kali ditambang.
Pedagang Phunisia (Phunisia atau punisia adalah Lebanon sekarang) yang
pertama kali memperdaganglan timah menutup rapat-rapat rahasia asal usul
timah yang diperdagangkannya. Seorang ahli geografi daari sejarah bangsa
Yunani , Strabo ( 63 SM 21 m) melukiskan bagaimana bangsa Phunisia
merahasiakan asal usul timah yang diperdagamgkannya. Konon pernah suatu
waktu sebuah kapal penguasa Romawi membuntuti kapal dagang Phunisia
dengan maksud untuk melacak asal usul timah yang diperdagangkan itu , namun
untuk tetap menjaga kerahasiaan dengan sengaja kapal dagang tersebut dibakar
oleh mereka sendiri dan tenggelam dengan membawa serta misteri dari mana
timah diperoleh.
Sangat mungkin asal usul timah yang diperdagangkan itu dari Inggris,
karena dalam catatan sejarah perdagangan timah menjadi komoditi export
Inggris yang pertama, sebuah komoditi yang menopang peradaban Inggris. Ada
pandangan menyebutkan bahwa timah pertama kali ditambang di Afrika
9

Tengah. Ada pula yang memperkirakan tempat pertama kali timah ditambang
adalah Mesir. Tetapi dengan memperhatikan peta penyebaran Tin Province di
dunia beberapa perkiraan tersebut meragukan. Apalagi beberapa pandangan
tersebut tidak menyertakan keterangan mengenai metode dan peralatan yang
dipergunakan untuk menambang. Para sejarawan Timah menyarankan bahwa
penambangan timah yang dilakukan di masa 3000 tahun SM sampai 500 tahun
yang lalu berasal dari deposit timah alluvial atau elluvial, karena diperkirakan
manusia baru melakukan penambangan timah primer pada 500 tahun yang lalu.
Sejarahwan Roma terkenal, Pliny (dikenal dengan sebutan Plinius tewas
dalam peristiwa meletusnya gunung Visuvius 79 Masehi) menggambarkan
penambangan timah dilakukan sebagai berikut :
..Jelas yang disaksikan di Gallaecia dan Lusitania, dipermukaan tanah didapatkan pasir
berwarna hitam yang dapat dibedakan karena beratnya bercampur dengan batu kerikil kecil-kecil
dan pasir di aliran air. Para penambang mencuci pasir itu, kemudian diolah dipeleburan..

Selanjutnya Pliny mengutarakan ada dua macam timah, yang putih dan yang
hitam. Yang putihlah yang mempunyai nilai tinggi. Orang Yunani menceritakan
bahwa logam itu berasal dari benua Atlantis yang dibawa dengan kapal-kapal
rahasia yang disimpan dalam karung-karung (bungkusan) terbuat dari kulit.
Pada tahun 1905 di Transversal Afrika Selatan ditemukan bekas
penambangan timah yang sudah sangat tua yang tidak diketahui umurnya
maupun siapa yang menambangnya. Para peneliti Barat menganggap bahwa
timah di Cina sudah ditambang sejak abad ke-2,sedangkan di Semenanjung
Malaya ditambang pada abad ke-9. Di wilayah Phuket, Tahiland mungkin sudah
ditambang bersamaan dengan timah Malaya. Sedangkan Indonesia jauh lebih
belakangan lagi abad ke-18, walaupun ada indikasi bahwa dimasa Sriwijaya
(sekitar abad ke 5-7) timah telah menjadi mata dagangan penting yang berasal
dari penggalian di daerag hulu Sungai Rokan.

2.3.2 Penambangan Timah di Darat


Penambangan darat dilakukan di wilayah daratan pulau Bangka Belitung,
tentunya system operasional yang digunakan tidaklah sama seperti pada wilayah
lepas pantai.
Proses penambangan timah alluvial menggunakan pompa semprot (gravel
pump). Setiap kontraktor atau mitra usaha melakukan kegiatan penambangan
10

berdasarkan perencanaan yang diberikan oleh perusahaan dengan memberikan


peta cadangan yang telah dilakukan pemboran untuk mengetahui kekayaan dari
cadangan tersebut dan mengarahkan agar sesuai dengan pedoman atau prosedur
pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan kerja di lapangan. Hasil
produksi dari mitra usaha dibeli oleh perusahaan sesuai harga yang telah
disepakati dalam Surat Perjanjian Kerja Sama.
Pada daerah tertentu, penambangan timah darat menghasilkan wilayah
sungai besar yang disebut dengan kolong/danau. Kolong/danau itulah
merupakan inti utama cara kerja penambangan darat, karena pola kerja
penambangan darat sangat tergantung pada pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya air dalam jumlah besar. Sehingga bila kita lihat dari udara,
penambangan timah darat selalu menimbulkan genangan ari dalam jumlah besar
seperti danau dan tampak berlobang-lobang besar.
Produksi penambangan darat yang berada di wilayah Kuasa Pertambangan
(KP) perusahaan dilaksanakan oleh kontraktor swasta yang merupakan mitra
usaha dibawah kendali perusahaan. Hampir 80% dari total produksi perusahaan
berasal dari penambangan di darat mulai dari Tambang Skala Kecil berkapasitas
20 m3/jam sampai dengan Tambang Besar berkapasitas 100 m3/jam. Produksi
penambangan timah menghasilkan bijih pasir timah dengan kadar tertentu.

2.4 Dampak Penambangan Timah


Pulau Bangka dan Belitung, ketika mendengar nama kedua pulau ini sebagian
besar orang Indonesia akan mengingat bahwa kedua pulau ini adalah daerah
penghasil timah putih terbesar di Indonesia dan kedua di dunia hingga saat ini,
dengan nilai harga jual yang tinggi membuat masyarakat Bangka juga orang orang
dari luar pulau Bangka begitu berambisi untuk mengeruk keuntungan dari hasil
penambangan timah. pelaku usaha ini bisa bermacam ragam suku, etnis dan agama
mulai dari rakyat biasa sebagai usaha perorangan atau berkelompok hingga
perusahaan besar swasta termasuk perusahaan BUMN (PT.Timah berdiri sudah dari
jaman Belanda ).

11

Gambar 2.1 Timah


(Sumber : skmerawang.blogspot.com)

Pesatnya eksploitasi tambang timah ini sudah dimulai sejak jaman penjajahan
Belanda hingga pada tahun 2002 ketika pemerintah daerah memberikan jalan lebih
mudah kepada warga setempat dan perusahaan swasta skala kecil agar dapat ikut
berpartisipasi dalam mengeksploitasi lahan pertambangan timah untuk memperbaiki
perekonomian masyarakat bangka secara umum. Bagi masyarakat luas di Bangka
mungkin ini adalah kabar gembira untuk mereka karena usaha ini sangat
menggiurkan karena dengan waktu singkat dapat memperoleh keuntungan yang
lumayan karna harga jual yang menjanjikan, dan hal itu masih berlangsung hingga
kini.
Seiring

berjalannya

waktu

tanpa

disadari

oleh

masyarakat

bangka,

pertambangan timah ini memiliki banyak dampak negatif terhadap masyarakat


terutama lingkungan di pulau bangka entah itu penambangan timah darat atau
penambangan timah laut hingga saat ini dampak negatif yang di berikan pada
usaha bidang pertambangan ini sudah sangat jelas terasa seperti; adanya kolong,
rusaknya ekosistem darat dan laut juga mempengaruhi psikologis masyarakat
Bangka walaupun yang satu ini belum begitu terasa.

a. Terbentuknya Kolong di darat, bukan terbentuk dari alam seperti halnya


danau-danau di daerah lain namun itulah hasil akhir dari penambangan timah
yang tidak terkoordinasi dan bersifat ilegal biasanya membuat pelaku usaha
meninggalkan lahan yang mereka kerjakan karena sudah tidak produkti dalam
bentuk kolong seperti seseorang yang sedang membuat kolam tapi dengan ukuran
10 sampai 1000 kali lebih besar dari kolam biasa.

12

Gambar 2.2 Salah satu kolong di Bangka


(Sumber : www.google.com)

Berikut beberapa dampak yang terjadi dari pembentukan kolong ini, yaitu :

kolong akan menampung air dari hujan atau dari daerah yang lebih tinggi
namun tidak dapat mengalirkannya kembali kedataran rendah secara baik
sehingga pada saat curah hujan meningkat air yang tidak dapat
tertampung akan meluap ke pemukiman warga setempat dan
infrastruktur lainnya contohnya seperti jalan akan lebih mudah rusak.

akibat genangan air di kolong dan sedikitnya habitat mahluk hidup di


tempat tersebut membuat perkembangan nyamuk demam berdarah
meningkat lebih banyak, ini telah dibuktikan dengan banyaknya jumlah
penderita demam berdarah yang jumlahnya terus meningkat.

sumur gali milik warga yang kurang begitu dalam akan sangat terganggu
dalam hal volume air dan kualitas jika di sekitar sumur tersebut ada
aktivitas penambangan timah, karna penambangan timah umumnya
menggali tanah dengan kedalaman antara 8-20 meter.

kolong kolong dibangka memiliki sisa endapan logam dan lumpur yang
dapat menyebabkan kematian bagi masyarakat setempat, karna , anak
anak, remaja dan dewasa sering menggunakkanya sebagai sarana tempat
bermain dan berenang. saat ini sudah banyak terjadi warga tenggelam
dan meninggal di kolong.

memang keberadaan kolong ini sering kali dimanfaatkan warga sekitar


untuk MCK sebagi pengganti sungai yang terkontaminasi, tanpa di sadari
unsur mineral logam dan asam yang belum mengendap dapat menjadi
13

racun dan memiliki tingkat radiasi yang tinggi hal ini juga bisa menjadi
pemicu tingginya penderita kanker.

b. Rusaknya Ekosistem di Darat, lokasi penambangan dimulai dari bibir pantai


hingga hutan produksi dan tidak sedikit hutan lindung/ konservasi menjadi target
mereka entah itu dikerjakan secara legal ataupun ilegal, jadi sudah hampir
setengah dari luas hutan di pulau bangka sekarang menjadi daratan pasir,
membuat kayu jenis Garu, Meranti, seruk dsb menjadi sangat langka.
Saat ini efek global warming pun sudah sangat terasa di pulau Bangka, walaupun
awalnya memang sudah terkenal panas. Pantai pantai yang dulu terlihat eksotis
kini terlihat sangat memprihatinkan banyak yang memang diurus tapi juga tidak
sedikit rusak dikarenakan adanya kegiatan penambangan disekitar pantai.

Gambar 2.3 Salah satu pantai yang rusak


akibat penambangan di bibir pantai
(Sumber : skmerawang.blogspot.com)

Kegiatan usaha ini juga banyak menyebabkan daerah aliran sungai (DAS) mengalami
pendangkalan akibat dari sisa lumpur tanah yang dibuang ke sungai selanjutnya akan
menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir, dan tidak sedikit pula berakibat
hilangnya anak sungai karena telah dibendung dan ditutup sebagai salah satu upaya
dalam kegiatan penambangan ini.

c. Rusaknya Ekosistem di Laut, Tak ada Kayu Karet Kayu Meranti Pun Jadi, seperti
itulah keadaan pelaku usaha pertambangan di Pulau Bangka, didarat sudah sulit
menemukan lahan yang berpotensi memiliki kandungan timah akhirnya mereka
berhijrah ke laut (ini hanya dilakukan oleh perusahaan bermodal besar/kira kira
14

memiliki nilai investasi diatas 5 miliyar rupiah. Dulu eksploitasi tambang laut
dilakukan oleh PT.Timah dan Perusahaan swasta di bawah kendali PT. Timah di
tambang dengan Kapal Keruk dan Kapal Hisap yang relatif jumlahnya masih kecil
dan masih tertata dengan batas-batas yang telah ditentukan, namun sekarang jika kita
memandang kelaut lepas dari sekeliling pantai di pulau bangka akan membuat kita
sakit mata dan sakit hati, sepanjang mata memandang yang kita lihat hanyalah
sekumpulan besar kapal-kapal hisap dan kapal keruk, keberadaan kapal kapal ini
semakin tidak jelas apakah resmi atau tidak, yang pasti masyarakat kecil di Pulau
Bangka tidak ikut menikmati sekaligus menghancurkan isi laut dalam hal ini. Jika
kita sedang bepergian melalui jalur udara dilihat dari atas udara sebelum kita melihat
kolong yang dihasilkan di daratan Bangka terlebih dahulu kita akan menemukan
pemandangan yang jauh lebih miris di sekitar lautan pulau bangka, laut yang
seyogyanya berwarna biru di Pulau Bangka ternyata berwarna kelabu.
Akibat dari aktivitas penambangan laut ini juga telah menghancurkan begitu banyak
terumbu karang dan membunuh habitat disekitar, akibatnya ikan ikan kecil pergi
menjauh dari lautan Bangka yang dipastikan ikan ikan besar pun tidak akan lagi mau
mampir di perairan laut bangka. Dampak dari aktivitas pertambangan laut juga telah
dirasakan langsung oleh para nelayan Bangka, karena pendapatan mereka otomatis
menjadi sedikit dan lokasi penangkapan pun menjadi lebih jauh untuk mengejar ikan
yang telah pergi menjauh.

Gambar 2.4 Penambangan timah di laut


(Sumber : skmerawang.blogspot.com)

d. Hilangnya sebagian sejarah Bangka, dulu pulau bangka juga terkenal sebagai
tempat singgah atau perniagaan dari bangsa china dan melayu itu terbukti dari
banyaknya penemuan ratusan kapal karam berisi barang dagangan seperti perhiasan,
15

guci, mangkok, piring dan lain sbg yang diperkirakan berusia ratusan tahun, sekarang
semenjak laut bangka di eksploitasi secara besar besaran menemukan sisa kerangka
kapal saja sudah sulit karena telah ikut menjadi korban keganasan kapal keruk dan
kapal hisap.

16

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan penambangan timah di Bangka Belitung sudah ada sejak lama.
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya benda-benda pertambangan
yang masih bersifat tradisional pada era 1950-an Kronologi penemuan timah di
Bangka Belitung sudah dimulai dari abad ke-4.
Kronologi penemuan timah di Bangka Belitung telah dimulai dari abad ke-4 ,
menurut para penemu yang berbeda-beda.
Seluruh kegiatan penambangan timah yang dilakukan tidak ada yang berdampak
positif, mayoritas menimbulkan dampak negative. Salah satu dampak yang
ditimbulkan adalah terbentuknya kolong. Kolong bukan terbentuk dari alam seperti
halnya danau-danau di daerah lain namun itulah hasil akhir dari penambangan timah
yang tidak terkoordinasi dan bersifat ilegal biasanya membuat pelaku usaha
meninggalkan lahan yang mereka kerjakan karena sudah tidak produkti dalam bentuk
kolong seperti seseorang yang sedang membuat kolam tapi dengan ukuran 10 sampai
1000 kali lebih besar dari kolam biasa.

3.2 Saran
Seharusnya untuk para penambang , setelah melakukan penambangan lahan
tersebut jangan dibiarkan sehingga terbentuk kolong. Karena kolong tersebut juga akan
menimbulkan dampak negative bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi.
Selain itu , untuk pemerintah setempat seharusnya memberikan sanksi yang tegas dan
adil terhadap para penambang illegal dan penambang yang melanggar aturan.

17

DAFTAR PUSTAKA
Is, Bang. 2012. Proses Penambangan Timah di Bangka Belitung. (Online) . (http://bangis.web.id/2012/10/13/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung.html, diakses 21
Februari 2015).

Noprianza. 2012. Dampak Penambangan Timah. (Online).


(http://kskmerawang.blogspot.com/2012/06/dampak-penambangan-timah.html, diakses 21
Februari 2015).
Sujitno, Sutedjo. 2007. Sejarah Penambangan Timan di Indonesia Abad ke18 Abad
ke20. PT. Timah (Tbk). Pangkalpinang

18

Anda mungkin juga menyukai