Anda di halaman 1dari 53

BAB I

SELAYANG PANDANG
INDUSTRI PERTAMBANGAN INDONESIA

1.1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PERTAMBANGAN DI INDONESIA

Berdasarkan UU No 3 tahun 2020, tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG


NOMOR 4 TAHUN 2OO9 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA,
definisi PERTAMBANGAN adalah :

“Sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan


dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan atau pemurnian atau pengembangan dan atau
pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang”.

Secara garis besar, usaha pertambangan terbagi menjadi dua, yaitu pertambangan
mineral dan pertambangan batu bara. Pertambangan mineral terbagi lagi menjadi
empat komoditas tambang, yaitu :
a) pertambangan mineral logam,
b) pertambangan mineral non logam,

I-1
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

c) pertambangan mineral radioaktif,


d) pertambangan batuan

Pertambangan mineral logam yang ada di di Indonesia seperti pertmabnagan emas


(Au), perak (Ag), tembaga (Cu), Timah (Sn), Lead (Pb) dll. Pertambangan mineral non logam
antara lain pertambangan sulfur, garam dll. Pertambnagan radiokatif antara lain Uranium,
Thorium. Sedangkan pertambangan batuan antara lain, intan, ruby, jasper dll.

1.2 SEKILAS SEJARAR PERTAMBANGAN DI INDONESIA

Penggunaan perunggu dan besi untuk kegiatan sehari-hari masyarakat indonesia


sudah menjadi kebiasaan penduduk di Nusantara. Perunggu merupakan campuran
dari timah dan tembanga (Cu). Penggunaan perunggu bahkan sudah ada sejak
zaman prasejarah di indonesia.

Sedangkan pertambangan emas sudah dikenal sejak zama Kerajaan Sriwijaya di


Sumatera. Bahkan Sumatera dikenal sebagai pulau emas. Sumatera bagian barat,
sekitar wilayah Rejang Lebong merupakan wilayah pertambangan emas di kerajaan
sriwijaya. Selain itu pertambangan emas rakyat kuno sudah ada di wilayah Paniai
Sumatera Barat, Martabe di Mandailing.

Gambar 1.1. Peta Wilayah Sriwijaya

I-2
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Dalam manuskrip Tiongkok pada abad ke 4 M, Imigran dari negeri Tiongkok, telah
melakukan penambangan emas di Kalimantan. Pada zaman-zaman kerajaan
Nusanara emas sudah dijadikan sebagai alat tukar untuk perdangangan di
Nusantara. Oleh karena itu banyak di situs-situs sejarah Nusantara banyak
ditemukan koin dan pershiasan yang terbuat dari emas.

Pada zaman VOC, pertambangan komersial baru dilakukan di pada tahun 1669 di
Salido Sumatera Barat. Pada tambang tersebut hasilnya cukup memuaskan, namun
bebarapa tahun kemudian hasilnya menurun dan ditutup. Tahun 1732 tambang
Salido dibuka lagi, dipimpin oleh seorang ahli bernama Bollman. Eksplorasi di
tambang itu ditingkatkan dengan membuat lubang galian baru bernama cloon–
tunnel sepanjang 300 meter. Sehingga produksi tambang emas meningkat dan
cukup menguntungkan.

Gambar 1.2. Tambang Emas Salido-Sumbar Zaman VOC

Pasca VOC bangkrut tahun 1799, akibat korupsi yang terjadi dalam perusahaannya,
pemerintah Kerajaan Belanda mengambil alih semua penguasaan yang sebelumnya
dimiliki VOC. Revolusi industri abad ke-18 ditandai dengan penemuan mesin uap,
sehingga kebutuhan akan barang tambang semakin meningkat.

Pada tahun 1850, Pemerintah Kolonial Belanda membuat Besluit (keputusan) No 45,
24 Oktober 1850 Tentang “Larangan memberikan izin penggalian tanah yang
mengandung bahan tambang berharga kepada pihak selain orang Belanda”. Dan

I-3
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

pada tahun 1852, Billiton Maatschappij mendapatkan izin penambangan di Pulau


Belitung untuk penambangan Timah. Walaupun begitu, beroperasinya Billiton masih
memakai skema kerja sama dengan Pemerintah kolonial Belanda.

Tahun 1868, geolog Belanda, Willem Hendrik de Greeve, menemukan kandungan


batubara di Ombilin. Pada tahun 1891, Batubara di Ombilin, Sawahlunto mulai
ditambang dan infrastruktur pendukung produksi tambangng batubara seperti rel
kereta api untuk jalur pengangkutan dan pelabuhan, untuk jalur penangkapan telah
rampung dibangun.

Selama penjajahan jepang tahuj 1942-1945, usaha pertambangan hanya


melanjutkan usaha tambang tambang yang dioperasikan oleh Pemerintahan
Belanda. Pada Zaman Jepang segala sarana dan dokumennya diambilalih oleh
Jepang dan namanya diganti menjadi Chisitsu Chosasho.

Gambar 1,3. Bekas Tambang Batubara di Bayah dan Bekas Jalan Kereta
Pengangkut Batubara yang dibangun Romusha

I-4
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Pertambangan baru yang dikelola Jepang adalah pertambangan batubara di daerah


Bayah Banten. Batubara tersebut digunakan untuk bahan bakar kereta api dan
kapal perang, Dan untuk itu pemerintah kolonial Jepang membangun jalan kereta
api baru dari wilayah pertambangan di Bayah hingga meyambung jalur kereta api
di Pandeglang Banten dengan mengerahkan ribuan romusha.

Pada zaman kemerdekaan awal tahun 1945-1949, Kegiatan pertambangan belum


bisa berjalan< Meskipun demikian selama Revolusi Kemerdekaan Pemerintah
membentuk Poesat Djawatan Tambang dan Geologi. Yang dipimpin AF Lasut.

Gambar 1.4. AF Lasut Pelopor Pertambangan Nasional RI

Selama revolusi Kemerdekaan, A.F. Lasut sebagai orang muda memiliki sifat tegas,
menolak bekerjasama dengan Belanda. Pada waktu Yogyakarta diduduki pasukan
Belanda itulah AF. Lasut pada pagi han tanggal 7 Mer 1949 diculik oleh pasukan
Belanda dan dibunuh. Oleh karena itu pada saat ini setiap tanggal 7 Mei dirayakan
sebagai Hari Tambang Nasional.

I-5
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Upaya pengelolaan pertambangan Nasional Indonesia, baru dimulai setelah tahun


1958. Penanaman modal asing sama sekali ditutup. Presiden Ir. Soekarno ingin de
ngan semangat Berikari, berharap semua kekayaan alam Indonesia dikelola oleh
insinyur-insinyur Indonesia sendiri. Karena dalam UUD 1945, perihal kekayaan alam
yang dieksplisitkan dengan kata-kata “Sumber Daya Alam” menjadi objek
pengaturan tersendiri di dalam pasal 33 ayat 3 yang di sana diatur tentang
“penggunaan sumber daya alam itu, untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat Indonesi yang kemudian diundangkan dalam UU N0.44/1960.

Titik penting yang dapat dilihat pada awal pemerintahan Orde Baru ini adalah
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1966, yang menyatakan tentang
bergabungnya kembali Republik Indonesia dalam International Monetary Fund
(IMF) dan International Bank for reconstruction and Development.

Dengan asistensi ekonom-ekonom IMF, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan tiga


undang-undang yang berkaitan dengan SDA pada 1967, yang dikenal sebagai “Paket
1967”, yaitu, pertama UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,
kedua, pada 24 Mei 1967 diterbitkan UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan; dan ketiga pada 2 Desember 1967 dikeluarkan
Undang-Undang Pokok Pertambangan (UU No. 11 Tahun 1967).

Tanggal 5 April 1967 dilakukan penandatangan kontrak karya (KK) antara Freeport
Sulphur Company (FCS) dan pemerintah Indonesia. Pada periode 1967-1972 banyak
penanaman modal asing masuk di Indonesia. Investasi pada sektor pertambangan
adalah yang paling besar, sekitar 38% dari dari keseluruhan masuknya modal asing
di Indonesia, seperti Rio Tinto, Newmont Gold Company, Newcrest Mining Ltd,
Broken Hill Proprietary Company, dan Inco Ltd.

I-6
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.5. Tambang Tembaga dan Emas Freeport yang dimulai Zaman Orde
Baru

Pada era Reformasi, dibuat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menggantikan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1967. Pembuatan Undang-Undang baru ini dikarenakan adanya
tuntutan reformasi dalam segala bidang dan adanya otonomi daerah. Dalam bidang
pertambangan, Undang-Undang ini bertujuan untuk mengembalikan kewenangan
negara dalam terhadap pengelolaan sumber daya alam untuk perbaikan sektor
pertambangan di Indonesia.

Perbedaan antara pertambangan era orde baru dan refomasi, Dunia Tambang
merangkum beberapa poin yang menjadi perbedaan pada era tersebut
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku sebagai berikut:

I-7
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

1. Prinsip hak penguasaan dan perizinan

Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, bahan galian yang berbadan


hukum dikendalikan oleh negara. Perizinan usaha pertambangan diberikan oleh
negara sehingga lebih memudahkan pendataan jumlah perusahaan yang
melakukan usaha pertambangan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009, penguasaan dan perizinan minerba oleh negara dan diselenggarakan oleh
pemerintah dan / atau pemerintah daerah (desentralisasi) sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengelompokan bahan galian

Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, bahan galian dikelompokkan


menjadi bahan galian strategis, bahan galian vital, dan bahan galian bukan
strategis dan bukan vital. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009, usaha pertambangan terbagi menjadi mineral dan batubara. Kelompok
mineral terdiri dari radioaktif, logam, bukan logam, dan batuan.

3. Kewenangan pengelolaan

Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, bahan galian strategis dan vital
diatur oleh menteri yang bertugas di bidang pertambangan, sedangkan bahan
galian yang tidak termasuk strategis dan vital diatur oleh pemerintah daerah
tingkat I (Provinsi) sesuai lokasi bahan galian berada. Sedangkan pada Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009, kewenangan pengelolaan terbagi menjadi
kewenangan di tingkat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangan masing-masing.

4. Wilayah Pertambangan

Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, luas wilayah pertambangan tidak


diatur terlalu rinci tetapi disebutkan bahwa minimal izin usaha pertambangan

I-8
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

adalah 5000 Ha. Sedangkan, pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009,


wilayah pertambangan adalah bagian dari tata ruang nasional yang ditetapkan
oleh pemerintah yang berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan DPR.

5. Tahapan usaha

Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, tahapan usaha pertambangan


terdiri dari penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan. Sedangkan, pada Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009, usaha pertambangan melalui dua tahap yaitu tahap
eksplorasi dan tahap operasi produksi. Tahap eksplorasi terdiri dari
penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Sementara tahap operasi
produksi terdiri dari konstruksi, penambanganm pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan.

6. Pengawasan

Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, pengawasan dilakukan di tangan


pemerintah pusat atas pemegang KP, KK, PKP2B. Sedangkan, pada Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009, pengawasan dilakukan oleh pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya atas pemegang IUP,
IUPK, dan IPR.

Penetapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-


Undang Nomor 11 Tahun 1967 terdapat kerugian dan keuntungan. Perubahan
pemberian izin dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah pada Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 menyebabkan kerugian sebagai contoh tercatat terdapat 311
dari 866 izin usaha pertambangan yang bermasalah.

Keuntungan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 ini adalah mewajibkan


perusahaan untuk mempunyai pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

I-9
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Keuntungan lain yang didapat adalah perusahaan bisa mengatur luas wilayah
penambangan sesuai dengan kebutuhan. Program ini dikenal sebagai Hilirisasi
tambang.

Gambar 1.6. Pembangunan Smelter sebagai penerapan Kebijakan Hilirisasi


Tambang setelah UU No 4 Tahun 2009

Pada tahun 2020, terkait upaya peningkatan investasi oleh Pemerintah, dinuatlah
UU No 3 tahun 2020 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4
TAHUN 2OO9 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. UU ini lebih
mengurangi birokratisasi yang menghambat proses perizinan usha tambang.

I-10
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

1.3 INDUSTRI PERTAMBANGAN BAGI EKONOMI NASIONAL INDONESIA

1.3.1 Kontribusi Hasil Tambang untuk Pendapatan Negara

Tambang yang terkandung di dalam perut bumi Indonesia sebenarya merupakan


kekayaan negara. Oleh karena itu, sesuai Pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi:

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk


sebesar-besar kemakmuran rakyat “

Pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan negara, melalui sistem perizinan


tambang harus bisa mengotrol usaha tambang baik dalam sistem bagi hasil,
retribusi, maupun pajak, sehingga hasil produksi tambang bisa optimal sebagai
pendapatan negara. Pendapatan negara tersebut akan digunakan pada kegiatan
pembangunan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat.

Sebagai negara yang dilimpahi kekayaan alam luar biasa, Indonesia tidak lepas dari
industri pertambangan, yang meliputi 17 item, meliputi batubara, emas, biji besi,
aspal, timah, hingga nikel. Hampir setiap lini kehidupan bangsa ini secara tidak
langsung dipengaruhi sektor pertambangan dan industri turunannya, yang
menyumbang lapangan kerja cukup banyak.

Tidak mengherankan, berbagai investor asing tertarik untuk menanamkan dananya


di Indonesia untuk mengolah sumber daya alam (SDA), yang ditujukan memenuhi
permintaan ekspor. Dampaknya, tidak sedikit daerah yang perekonomiannya
tumbuh dan ditunjang sektor pertambangan. Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel),
misalnya yang merupakan penyumbang batu bara terbesar di Indonesia,
pertumbuhan ekonominya didorong hasil penjualan ekspor batu bara dan bijih besi.

Sektor pertambangan menyumbang kontribusi besar bagi pendapatan negara.


Hingga 16 November 2018, torehan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari
sektor mineral dan batubara (minerba) sudah melebihi target dalam APBN 2018,

I-11
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

yaitu sebesar Rp 41,77 triliun. Angka itu lebih tinggi 23,1 persen dibandingkan
target yang dibebankan sebanyak Rp 32,1 triliun.

Gambar 1.7. Emas produksi PT Antam

Sementara itu menurut pihak Kementerian Perindustrian, manfaat tambang


batubara bagi perekonomian makro tentunya dapat dihitung dari nilai penjualan,
nilai tambah, pendapatan pekerja dan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan
pertambangan. Namun perlu diingat bahwa adanya mekanisme keterkaitan
ekonomi, kegiatan pertambangan memberikan multiplier efect bagi
perekonomian. Oleh karena itu, akibat adanya aktifitas pertambangan akan sangat
banyak tumbuh dan berkembangnya unit-unit kegiatan ekonomi lainnya.
Berkembangnya unit-unit kegiatan ekonomi tersebut sangat mungkin memberikan
manfaat ekonomi yang sangat besar.

Sementara itu perkembangan produksi tambang batubara Indonesia pada satu


dasawarsa terakhir juga memperlihatkan peningkatan. Secara keseluruhan rata-
rata produksi tambang batubara Indonesia selama periode tahun 2005 s/d 2015
tercatat sebesar 302.524.572 ton per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 17,55%

I-12
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

atau sekitar 44.151.086 ton per tahun. Sebagai salah satu sektor penting dalam
pembangunan Indonesia, sektor pertambangan masih memberikan kontribusi
terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional.

Gambar 1.8. Timah Produksi PT Timah Tbk

Berdasarkan data Asoaiasi Pertambangan Indonesia, sepanjang periode tahun 2004


sampai sengan tahun 2015 lalu kontribusi sektor pertambangan terhadap PDB
Indonesia meskipun berfluktuasi namun cenderung meningkat. Pada tahun 2004
kontribusi sektor pertambangan terhadap PDB tercatat sebesar 2,83% dan terus
terjadi fluktuasi hingga tahun 2015 menjadi 5,28% dari total PDB Indonesia. Secara
keseluruhan rata-rata kontribusi sektor pertambangan terhadap PDB di Indonesia
selama tahun 2004 s/d 2015 adalah sebesar 4,59% per tahun atau sebesar Rp. 316,5
Triliun per tahun.

Tidak bisa dipungkiri industri pertambangan dan indsutri pendukungnya telah


memberikan konstribusi terhadap perekonomian dan / atau pemasukan bagi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat dalam bentuk pajak,
pungutan, sumbangan, maupun lapangan pekerjaan meskipun tidak sebesar sektor
lainnya (pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa lainnya).

I-13
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.9. Batubara Sebagai Sumber Energi Pembangkit Listrik Utama di


Indonesia

1.3.2 Konstribusi Terhadap Lapangan Pekerjaan

Selain memberikan dukungan terhadap perekonomian, sektor pertambangan


batubara berkonstribusi terhadap penciptaan lapangan kerja. Lapangan pekerjaan
yang tercipta tidak hanya industri pertambangan batubara itu sendiri tetapi

I-14
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

merambat kehilirnya mendorong terciptanya lapangan kerja di sektor industri jasa


pendukung tambang antara lain seperti kontraktor penambangan dan penyedia
jasa transportasi. Selain itu, industri batubara menciptakan lapangan kerja informal
di sekitar tambang yang manfaatnya sangat dirasakan terutama oleh masyarakat
setempat.

Dipublikasikan oleh BPS, estimasi jumlah tenaga kerja pada sektor pertambangan
batubara adalah sebesar 70% dari sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini
karena pertambangan batubara merupakan salah satu industri yang bersifat padat
karya. Menurut data BPS, jumlah tenaga kerja di sektor pertambangan dan galian
di tahun 2012 tercatat sekitar 1.134.000 pekerja jumlah itu meningkat
dibandingkan jumlah pekerja dua tahun sebelumnya, tahun 2010 sekitar 832 ribu
orang dan 2011 sekitar 947 ribu orang.

Gambar 1.10. Pekerja tambang Nikel Di Morowali

Terkait dengan kesempatan kerja, industri pertambangan batubara juga


memperhatikan pengembangan kemampuan tenaga kerja. Dibutuhkan program
kerja yang baik untuk meningkatkan skill tenaga kerja misalkan operator alat berat
dan staf pendukung operasional, semakin berkembang sejalan dengan

I-15
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

perkembangan sektor industri batubara. Program tersebut memberikan manfaat


yang tidak sedikit terutama kepada daerah dengan tersedianya tenaga kerja yang
terlatih (skilled worker). Dengan semakin bertumbuhnya tenaga kerja yang terlatih,
hal itu akan mendorong pertumbuhan sektor-sektor industri lainnya.

Gambar 1.11. Pekerja Tambang Freeport

Industri pertambangan batubara memiliki peran yang cukup signifikan dalam


mendukung pembangunan di tingkat nasional dan daerah. Keterdapatan sumber
daya mineral dan batubara yang umumnya di daerah-daerah terpencil di kawasan
timur Indonesia dan sebagian di Sumatera membuat sektor pertambangan
batubara menjadi motor penggerak (prime mover) pembangunan beberapa daerah
di luar pulau Jawa

1.3.3 Penopang Ekonomi Daerah

Sektor tambang sangat erat kaitannya dengan akivitas ekonomi sebuah daerah
yang berimbas pada kesejahteraan masyarakat. Tidak salah kalau dikatakan,

I-16
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

performa perusahaan tambang yang mambaik bisa menjadi salah satu penopang
perekonomian daerah untuk maju dan berkembang.

Sektor tambang adalah kegiatan usaha perintis pembangunan daerah. Dimana


industri tambang akan ,menyediakan jalan, fasilitas pelabuhan dan penyediaan
listrik, penyediaan kebutuhan pokok khsusunya untuk pekerja di wilayah tersebut.
Dengan adanya kegiatan usaha tambang akan tercipta pertumbuhan ekonomi di
sekitar area tambang.

Gambar 1.12. Bandar Udara Inco di Soroako

Salah satu perusahaan tambang di bidang nikel, yaitu PT Vale Indonesia juga sudah
berkontribusi banyak dalam pembangunan perekonomian di Kabupaten Luwu
Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Ekonomi masyarakat Luwu Timur sangat
bergantung dari aktivitas pertambangan. Hal itu lantaran kontribusi PT Vale kepada
Pemkab Luwu Timur dan sangat besar bagi Pemda dan masyarakat di sekitar
tambang.

I-17
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.13. Bendungan Balambano yang dibangun Inco Kabupaten Luwu


Timur

Kabupaten Luwuk Timur sendiri PAD yang diterima sebagian besar mungkin dari PT
Vale. Bahkan pemasukan Sulawesi Selatan dari Vale porsinya sangat besar.
Berdasarkan catatan resmi Pemkab Luwu Timur, APBD 2018 tercatat sekitar Rp 1,5
triliun.

Contoh lain Tambag nikel di Kabupaten Morowali, dimana pertambangan nikel menjadi
andalan dari perekonomian Morowali. Ada 10 perusahaan pertambangan nikel besar di daerah
ini yang menyerap tenaga kerja lokal hingga 19.000 orang.

Dengan adanya tambang nikel di Morowali, akan membangkitkan inftastruktur bagi


daerah ersebut. Di Kabupaten Mrowali sekarang sudah terbangun Bandara, yang
bisa dinikmati masyarakat dan ekonomi lokal untuk melakukan perjalanan. Dan
selain itu dengan adanya tambang nikel, di Morowali sudah ada pelabuhan laut
yang bisa meningkatkan akses barang dan jasa ke Kabupaten morowali.

Secara ekonomi daerah laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Morowali terbilang


sangat pesat jauh melebihi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Laju pertumbuhan
PDRB tahun 2016 mencapai 13,18%, sedangkan laju pertumbuhan tertinggi dicapai
pada tahun 2015 yaitu sebesar 67,82% hal ini disebabkan banyaknya pabrik-pabrik

I-18
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

smelter nikel yang sudah beroperasi. Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun
2016 dicapai oleh sektor industri pengolahan sebesar 28,34%, jasa keuangan dan
asuransi sebesar 22,49% serta sektor pertambangan dan penggalian sebesar
16.99%.

Gambar 1.14. Bandara dan Pelabuhan Laut di Kabuapeten Morowali (Sumber


Kompas)

1.4 PROFIL INDUSTRI PERTAMBANGAN DI INDONESIA

1.4.1 Pertambangan Indonesia

Industri pertambangan Indonesia terdiri dari pertambangan mieral dan batubara.


Pertambangan mineral antara lain:
a) Pertambangan mineral logam seperti Cooper (Cu), Emas (Au), Perak (Ag),
Timah (Sn) Lead (Pb), Nikel (Ni), Cobalt (Co), Pasir Besi, Pertambangan
bauksit untuk logam alumunium. Mineral tanah jarang (Rare Earth).
b) Pertambangan mineral non logam seperti sulfur, garam, kalium, Phosphat,
Boron dll
c) Pertambangan Mineral radioaktif seperti uranium, Thorium dll
d) Pertambangan batuan seperti intan, rubby, Jasper dll.

Perusahaan Tambang mineral yang sudah mengantongi izin dan beroperasi di


Indonesia sekitar 53 perusahaan. Dari perusahaan-perusahaan tersebut dihaslkan

I-19
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

produksi mineral seperti pada Tabel 1, Perusahaan-perusahaan tersebut ada yg


besar dan multinasional dan ada yang PMDN.

Sedangkan perusahaan yang mempunyai izin tambang batubara sekitar 105.


Produksi batubara Indonesia pada tahun 2019 menghasilkan produksi sekitar 616
juta ton.

Tabel 1.1. Produksi Tambang Mineral di indonesia

TAHUN
Barang Tambang Mineral Satuan
2017 2018 2019
Pasir Besi Ton 1 955 926,00 6 988 688,00 2 507 786,00
Konsentrat Tin Ton 71 531,00 82 809,00 86 947,00
Konsentrat Tembaga Pound 2 253 461,00 2 309 262,00 1 697 725,00
Emas troy ounce 100 514,00 132 734,00 108 977,00
Bijih Nikel ton 20 920 251,00 38 329 146,00 60 948 143,00
Bauksit ton 1 294 236,00 5 693 640,00 16 592 187,00

4
9
3

2 1

8 7

6 5

7. PT Antam Pongkor 4. P Tambang Mas Sangihe 1. PT Freeport Indonesia


8. PT Antam Cibaliung 5. PT Amman 2. PT Antam Blok Wobu
6. PT Agricourt Martabe 6. PT Bumi Suksesindo 3. PT. Nusa Halmahera Mineral

Gambar 1.15. Peta Perusahaan Tambang Emas/Tembaga skala Besar di Indonesia

I-20
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

1.4.2 Pertambangan Emas dan Tembaga

Secara umum emas dan tembaga terbentuk dari batuan mineral yang sama.
Mineral ikutan lain dari pertambangan emas dan tembaga adalah perak (Ag). Peta
pertambangan emas dan tembaga yang besar di Indonesia dapat dilihat pada
gambar 15.

Adapun Perusahaan pertambangan emas yang paling besar antara lain :

a) PT Freeport Indonesia

Pertambangan tembaga (Cu) di Indonesia ada di papua, yang dikelola oleh PT


Freeport Indonesia. Selain tembaga, dar tambang Freeport juga dihasilkan
logam ikutan lainnya seperti perak dan emas. Tambang di kawasan Grasberg
Papua yang dikelola Freefort merupakan salah satu deposit tembaga dan emas
terbesar di dunia. Saat ini Freeport sedang mengembangkan tambang bawah
tanah.

Gambar 1.16. Kegiatan Tambang Bawah Tanah PT Freeport Indonesia

Saat ini saham Freeport lebih dari 50% dikuasai oleh PT Inalum, Induk
perusahaan BUMN dibidang tambang. Upaya hilirisasi hasil tambang emas dan
tembaga berupa pembangunan semelter di daerah Gresik Jawa timur saat ini

I-21
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

dalam tahap penyusunan rencana akhir. Berdasarkan komitmen dalam IUPK,


Freeport wajib menyelesaikan pembangunan smelter tahun 2023.

Produksi emas PT Freeport Indonesia tahun 2019 sekitar 2,8 juta troy ons emas.
Sedangkan produksi tembaga tahun 2019 sekitar 620 juta pound tembaga.
Sedangkan total pekerja yang terlibat dalam pertambnagang Freeport
sebanyak 30,5 ribu orang. Pekerja itu termasuk karyawan dari kontraktor luar
yg bekerja di PT Freeport Indonesia.

b) PT Nusa Halmahera Minerals

PT Nusa Halmahera Mineral mengoperasikan wilayah pertambagan yaitu


Tambang Kencana yang ada di daerah Maluku Utara. Tambang emas ini
mengandung tingkat resiko pekerjaan yang cukup tinggi dikarenakan semua
aktivitas yang dijalankan pada industri ini berada di tempat yang sangat jauh di
dalam perut bumi. Hal ini dilakukan karena kandungan emas terdapat di perut
bumi sehingga dibutuhkan proses pengerjaan penambangan yang langsung
masuk ke dalam perut bumi tersebut.

Pekerja yang terlibat bekerja di Tambang kencana sekitar 2000 orang termasuk
karyawan dari kontraktor. Sedangkan produksi emas PT Nusa Halmahera
Mneral tahun 2019 sekitar 102,4 ribu troy ons emas.

c) PT Aneka Tambang (PT Antam)

PT Antam sebagai perusahaan BUMN, mengoperasikan banyak tambang emas


di Indonesia. Salah satu tambang emas yang potensial ada di wilayah Gosowong
Halmahera Maluku Utara. Di wilayah ini PT Antam sudah menjalin hubungan
kerja sama dengan perusahaan penambangan asing, yaitu Newcrest.

Selain di Halmahera, PT Antam mengoperasikan pertambangan emas di :

1) Pongkor Bogor Jawa Barat

I-22
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

2) Tambang Cibaliung Pandeglang Banten

3) Pertambangan Blok Wabu Papua

Namun baru 2 tambang yang produksi yaitu Pongkor dan Cibaliung. Produksi
emas PT Antam tahun 2019, sekitar 45 ribu troy ons.

Gambar 1.17. Pertambangan Emas Pongkor Jawa Barat, PT Antam Tbk

d) PT AMMAN

PT Amman yang merupakan anak perusahaan Medco, mengelola


pertambangan di wilayah Batu Hijau di Pulau Sumbawa. Areal penambangan
ini sudah dibuka sejak tahun 2000 dan sudah terdapat 2,77 juta ons emas yang
sudah dihasilkan dari lokasi penambangan ini. Lokasi tambang ini disinyalir
memiliki potensi barang tambang yang begitu besar. Inilah yang menyebabkan
ada beberapa negara asing yang melirik potensi tersebut.

Pertambangan ini dulu dikelula oleh PT Newmont Nusa Tenggara. Produksi


emas dari tambang batu hijau yang berada di Nusa Tenggara Barat ini bisa
mencapai hingga 100 kilo Oz emas dan 197 juta pound tembaga setahun.

Saat ini, Amman sedang melakukan fase tujuh atau tahap terakhir untuk
menambang di batu hijau. Pada fses tujuh produksi diharapkan mejadi 4,47
miliar pon tembaga dan 4,12 juta ounce emas pada akhir 2020 atau awal 2021.

I-23
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Sedangkan pekerja yang terlibat dalam pertambangan Batu Hijau sekitar 4300
orang pegawai tetap PT Amman dan 5000 orang dari karyawan kontraktor.

Gambar 1.18. Pertambangan Emas PT Amman

e) PT Agincourt Resources (PTAR)

PT Agincourt Resources mengelola tambang emas Martabe di wilayah Tapanuli


Selatan-SUMUT. Area tambang ini pertama kali dibuka pada tahun 2013.
Perusahaan tambang ini melakukan eksplorasi dan penambangan serta
pengolahan emas dan juga perak dalam bentuk batangan.

Luas wilayah Tambang Emas Martable berdasarkan Kontrak Karya berlaku


generasi ke 6 selama 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia dan pada awal
Kontrak Karya di tahun 1997 luas wilayah adalah 6.560 km2. Namun demikan,
setelah beberapa kali pelepasan luas “Kontrak Karya” (KK), saat ini perusahaan
memiliki luasan penambangan 130.252 hektar, atau 1.303 km². Area
operasional berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli
Utara, dan Mandailing Natal. Luas Tambang Emas Martabe di Kabupaten
Tapanuli Selatan seluas 479 hektar.

Sumber Daya Mineral per tanggal 30 Juni 2020, mencapai 7,6 juta troy ons
emas dan 66 juta troy ons perak. Produksi di Martabe dimulai tanggal 24 Juli
2012. Kapasitas operasi Tambang Emas Martabe melebihi 6 juta ton bijih per
tahun untuk menghasilkan lebih dari 300.000 troy ons emas dan 2-3 juta try
ons perak per tahun.

I-24
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

PTAR mempekerjakan lebih dari 3.000 karyawan dan kontraktor, di mana lebih
dari 99% di antaranya adalah warga negara Indonesia, dan lebih dari 70% di
antaranya direkrut dari penduduk setempat. PTAR berkomitmen untuk
menciptakan operasi yang aman dan efisien, meminimalisir dampak
lingkungan, dan memastikan keberadaan kami memberi manfaat jangka
panjang kepada seluruh pemangku kepentingan lokal.

Gambar 1.19. Tambang Emas Martabe di Sumut

f) PT Bumi Suksesindo (BSI)

PT Bumki susesindo merupakan PMDN yag memiliki IUP seluas 4998 HA di


Wilayah Tumpang, Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi Jatim. Pertama

I-25
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

produksi tahun Dessember 2016 dan di tahun 2017 menghasilkan produksi


emas 25 ribu troy ons emas dan 6000 troy ons perak. Saat ini pekerja sebagian
besar dari WNI sebanyak 1500 orang.

Sebagian wilayah pertambangan emas PT Bumi Suksesindo adalah wilayah


Hutan yang dikelola Perhutani. Pemakaian wilayah hutan untuk pertambnagan
emas PT Bumi Suksesindo berdasarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
dengan luas area 194,72 Ha dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Indonesia pada 22 September 2014.

Gambar 1.20. Area Emas BSI di wilayah Tumpang Pitu Jatim

1.4.3 Pertambangan Nikel

Nikel merupakan salah satu barang hasil tambang yang banyak memiliki nilai guna,
contohnya adalah sebagai bahan pembuatan baja dan berbagai peralatan rumah
tangga. Secara mineral geologi, tambang nikel biasanya punya ikutan mineral
berupa Cobalt (Co)

Saat ini Indonesia merupakan Negara penghasil Nikel terbesar di dunia. Saat ini,
Pemerintah melarang kegiatan ekspor nikel mentah karena mempertimbangkan

I-26
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

untuk meningkatkan nilai tambah yang diperoleh dari komoditas nikel di dalam
negeri.

1
3
4 6
5

6. Kolaka Sultra 3. Morowali 1. Pulau Gag, Raja Ampat Papua Barat


8. Konamwe Sultra 4. Luwu Timur(vale Inco) 2. Halmahera Timur

Gambar 1.21 Peta wilayah pertambangan Nikel di Indonesia

Adapun daerah penghasil Nikel di Indonesia antara lain

1) Morowali, Sulawesi Tengah

Morowali merupakan daerah terbesar, bahkan sampai mendapat julukan


surganya nikel Indonesia. Daerah ini menjadi rebutan berbagai perusahaan dan
memiliki daya tarik kuat bagaikan magnet. Terbukti banyak investor dalam
negeri maupun luar negeri yang turut berpartisipasi dalam pembangunan
perusahaan tambang dan pabrik smelter di sana.

Jumlah cadangan nikel di negeri ini memang cukup banyak. Oleh karena itu,
pemerintah setempat mengeluarkan peraturan,agar eksplorasi nikel dilakukan

I-27
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

sewajarnya saja, mengingat begitu banyaknya perusahaan yang sudah


beroperasi untuk mengeruk dan mengelola hasil bumi.

Gambar 1.22. Pabrik Semelter Nikel di Morowali

2) Halmahera Timur

Pertambangan nikel berperan penting bagi masyarakat Kepulauan Maluku


sebagai sumber utama yang mendongkrak perekonomian. Peta persebaran
nikel di Halmahera Timur, meliputi Wasile, Maba, dan Buli.

Total sumber daya nikel di wilayah Halmahera adalah 11, 890 juta ton dengan
cadangannya sebanyak 7,048 juta ton. Halmahera Timur merupakan wilayah di
provinsi Maluku Utara. Saat ini Perusahaan yang beroperasi di sana adalah PT
Antam.

I-28
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.23. Pabrik Smelter Fero-Nikel Haltim milik PT Antam

3) Sulawesi Tenggara

Sumber daya alam di Sulawesi Tenggara cukup melimpah, termasuk di


dalamnya nikel. Dua daerah dengan potensi nikel terbanyak terdapat di
Wawonii dan Kolaka. Tambang nikel di Kolaka berlokasi di Pomala dan
Latambaga.

Gambar 1.24. Tambang Nikel dan Smelter di Konawe

Ada pun cadangan deposit hipotetiknya adalah 97,401,593,025.72 ton yang


tersebar ke beberapa kabupaten antara lain Kolaka Utara, Kolaka, Kanowe,
Kanowe Selatan, Kanowe Utara, Buto, Bombana, dan Kota Bau-Bau.

I-29
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

4) Pulau Gag, Papua Barat


Pulau Gag, merupakan bagian dari gugsn pulau di raja Ampat, Papua Barat.
Pabrik pengolahan nikel atau smelter Pulau Gag di bawah PT. Antam (Aneka
Tambang) melalui cabangnya, yaitu PT. Gag Nikel. Smelter yang dibangun
mempunyai kapasitas sebesar 40 ribu ton dalam satu tahun.

Pembangunan tersebut dilakukan seiring dengan produksi nikel yang terus


meningkat di Pulau Gag. Target pada tahun 2019 adalah 1,8 juta ton, sedangkan
di tahun 2020 ini diharapkan bisa memproduksi hingga mencapai 3 juta ton.

5) Pulau Obi Maluku Utara

Pulau Obi letaknya di selatan Pulau Halmahera Maluku Utara. Penambangan


Nikel di pulau Obi dilakukan oleh Harita Group. Nikel di Pulau Obi ini telah
diekspor ke negara-negara di Asia seperti Jepang, Korea, Filipina, Tiongkok, dan
masih banyak lagi negara lainnya. Kegiatan tersebut terbukti membuat
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kepulauan Maluku meningkat.

Gambar 1.25. Smelter Nikel Harita Group

I-30
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

6) Luwu Timur Sulawesi Selatan

Di Luwu Timur sudah sejak 30 tahun talu dilakukan penambangan nikel oleh PT
Inco. Saat ini Inco sudah diakusisi oleh Vale Kanada, sehingga berganti menjadi
Vale Inco.

Gambar 1.26. Tambang Nikel dan Smelter Vale Inco Luwu Timur

PT Vale Inco sudah mempunyai smelter dan menghasilkan Nikel Mate (NiS2)
dengan kemurunian yang tinggi. Produksi Nikel Mate yang dihasilkan Vale Inco
sekitar 100 ribu ton/tahun. Nikel Mate produksi Vale Inco saat ini diekspor ke
japing.

I-31
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

1.4.3 Pertambangan Timah

Pertambangan Timah di Indonesia sebagaian besar dioperasikan oleh PT Timah Tbk.


Meskipun demikian ada 4 perusahaan lainnya yang beroprasi dan mengekspor
timah, antara lain :

1) PT Refined Bangka Tin


2) PT Mitra Stania Prima
3) PT Menara Cipta Mulia
4) PT Artha Cipta Langgeng

Produksi timah (Sn) Indonesia dari tahun 2017 hingga 2019 relatif meningkat Pada
tahun 2017 sekitar 72 ribu ton dan tahun 2019 naik menjadi 87 ribu ton. Timah
Indonesia sebagian besar diekspor ke luar negari.

Gambar 1.27. Ingot Timah produksi PT Timah Tbk

Ada 6 wilayah potensial untuk pertambangan timah antara lain :


a) Pulau Belitung
b) Pulau Bangka
c) Bangkinang Riau
d) Pulau singkep
e) Pulau Obi
f) Mamuju Sulawsi barat

I-32
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Pulau
Bangkinag Singkep
Obi, Halmahera
Mamuju
Pulau
Bangka

Pulau
Belitung

Daerah potensi tambang timah

Gambar 1.28. Peta Wilayah Tambang Timah (Sn) di Indoensia

Pertambangan timah dilakukan di laut dan didaratan. Penambangan timah


dilaut dilakukan dengan kapal keruk dan dan proses pencucian menghasilkan
pasir timah. Sedangkan tambang Timah daratan menghasilkan bauan timah
berupa Kasiterit. Timah hasil pencucian kemudian dperoses di unit smelter
untuk dihasilkan ingot timah.

Gambar 1.29. Penambangan timah di laut

I-33
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.30. Pasir timah hasil pencucia pasir laut

Gambar 1.31. Pertambangan Timah di Daratan Dan Batuan Kasiterit

I-34
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

1.4.4 Pertambangan Biji Besi Peta Pertambangan Indonesia

Potensi pasir besi di Indonesia sangat besar terutama di sepanjang garis pantai.
Total cadangan terbukti pasir besi Indonesia sekitar 750 juta ton. Pasir besi selain
dijadikan sebagai sumber logam besi juga dijadikan bahan bauk untuk industri
semen.

Gambar 1.32. Penambangan Pasir Besi Laterit

Ada bebrpa perusahaan Pertambagan Pasir besi di Indonesia yang mash beroprasi
antara lain :

a) PT Sebuku Iron Laterit Orest, beroperasi di Kalimantan Selatan


b) Pasi rantai Mas , beroprasi di wilayah Jepara Jateng
c) PT Ina Multi Akses, beroprasi di Toli-toli Sulawesi Tengah
d) PT Indah sari, beroperasi di Bolaang Mangondow Sulut
e) Baratala Tungtung, beroperasi di Tanah laut Kalsel
f) PT Sanggar Mahali, beroperasi di tanah laut Kansel
g) PT Awara Bumi Arta, beroperasi di Blitar Jatim
h) PT Jogja Magasada Mining, beroparasi di KulonProgo DIY
i) PT Panca Digital Solution, beroparasi di Luwu Timur Sulsel

I-35
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

j) PT Kolingkas, beroperasi di Lmpung Timur


k) PT Asia Sumber daya Teknologi, Beroperasi di Lampung Selatan
l) PT Pancasona Jaya Pratama, beroperasi di kampar Riau
m) PT Royal Mineral Bumi, beroperasi di Solok Selatan Sumbar
n) PT Lhoong Setia Mining, yang beroperasi di Aceh Besar

Produksi pasir besi dalam 5 tahun terakhir relatif tidak stabil. Meskipun demikian
produksi puncak terjadi di tahun 2018, sekitar 6,5 juta ton berupa biji besi.

1.4.5 Pertambangan Bauksit

Bauksit merupakan bahan baku biji alumina. Di Indonesia ada 4 daderah berpotensi
menghasilkan bauksit anatara lain :

a) Kepulauan Riau, khususnya di Pulau Bintan dan Pulau Bulan


b) Labuhan Batu, Sumatera Utara
c) Kawasan Sigambir pulau Bangka
d) Kalimantan Barat di Kabupaten Ketapang, Kayong dan Sanggau.

Perusahaan pertambangan bauksit di Indonesia relatif banyak, namun ada 2 besar


pertambangan bauksit, antara lain :

a) PT Antam Kalbar
PT Antam meruakan BUMN yang bergerak di industriPertambangan. Ada unit
usaha pertambangan PT Antam yang bergerak di bidang pertambagan bauksit.
Produksi Bauksit Antam sekarang ini berupa chemiccal grade bauksit. Namun saat
ini PT Antam sedang merencanakan pembuatan smelter bauksit untuk
menghasilkan alumina.

Produksi Chemical grade alumina yang dihasilkan PT Antam di kalimantan sebesar


1,2 juta ton di tahun 2019. Saat ini PT Antam Kalbar meperkerjakan sekitar 1500
orang pekerja untuk produksi tersebut.

I-36
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.33. Produksi Bauksit PT Antam Kalbar

b) PT Citra Mineral Investindo (CITA)

Pada tahun 2005 CITA mulai bergerak di pertambangan bauksit, melalui


penyertaan saham pada PT Harita Prima Abadi Mineral. Adapun cadangan
Bauksit PT Cita Mineral Investindo per November 2018, sekitar 97 juta ton.

Gambar 1.34. Unit Smelter Grade Alumina PT Well Harvest Winning-CITA Group

I-37
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Untuk meningkatkan nilai tambah dari produk bauksit, pada 2013, CITA mulai
membangun fasilitas produksi Smelter Grade Alumina (SGA) di Kalimantan Barat.
Fasilitas produksi SGA tersebut beroperasi pada 2016 dan menjadikan CITA
sebagai perusahaan penghasil SGA pertama di Indonesia, melalui entitas asosiasi
PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW).

1.4.1 Pertambangan Batubara

Di Indomnesia tercatat ada 105 Perusahaan yang bergerak di pertambangan


batubara. Total produksi tahun 2019 mencapai 650 juta ton pertahunnya. Peta
sebaran tambang batubara dapat dilihat pada gambar 28.

Gambar 1.35. Peta Sebaran Potesi Tambang Batbara di Indonesia

I-38
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Meskipun banyak Perusahaan operator tambang batubara, ada 8 besar perusahaan


pertambangan batubara terbesar di Indonesia antara lain :

a) Kaltim Prima Coal

PT Kaltim Prima Coal adalah perusahaan pertambangan batubara yang


berlokasi di Sangatta, Kalimantan Timur, Indonesia. Kami mengelola salah satu
pertambangan open-pit terbesar di dunia. PT Kaltim Prima Coal (KPC) adalah
perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan dan pemasaran
batubara untuk pelanggan industri baik pasar ekspor maupun domestik.

Kantor pusat PT KPC di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimatan


Timur dan kantor perwakilan di Jakarta, Samarinda, dan Balikpapan, KPC
mengelola area konsesi pertambangan dengan luas mencapai 84,938 hektar.
Dengan didukung oleh lebih dari 4.499 orang karyawan dan 21.000 personel
dari kontraktor dan perusahaan terkait, kapasitas produksi batubara KPC
mencapai 70 juta ton per tahun.

Gambar 1.36. Unit Stok Pile KPC

I-39
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

b) PT Adaro Indonesia

Pada Tahun 1930 awalnya Perusahaan milik pemerintah Spanyol yaitu


Enadmsa melakukan uji geologi terhadap blok 8 di wilayah Tanjung Kalsel..
Pada tahun 1982, Enadimsa melaksanakan perjanjian eksplorasi ulang dengan
Pemerintah RI hingga tahun 1989.

Gambar 1.37. Pertambangan Batubara PT Adaro

Penambangan perdana dilakukan tahun 1990, dan Nama Adaro diambil oleh
Enadimsa untuk Perusahan yang mengelola Tambang Batubara hasil ekspolrasi
yang dilakukannya. Penjualan pertama batubara Adaro adalah kepada Krupp
Industries dari Jerman yang tertarik dengan karakter ramah lingkungan
Envirocoal. Kapal perusahaan, MV Maersk Tanjong, berlayar ke Eropa pada
tanggal 22 Oktober dengan 68,750 ton Envirocoal.

Setelah itu, tambang Adaro Indonesia telah bertumbuh menjadi perusahaan


terbesar di belahan bumi bagian selatan, dan produksi telah bertumbuh dari
awal mula 1 juta ton pada tahun 1992, dan beberapa tahun mencetak
pertumbuhan yang luar biasa. Sebagai contoh, pada tahun 2006, Adaro
Indonesia meningkatkan produksi sebanyak lebih dari 28% dari tahun
sebelumnya menjadi 34,4 juta ton. Hingga saat ini, produksi dan penjualan
batubara Adaro Indonesia telah memiliki tren pertumbuhan stabil. Terlepas
dari tantangan Pandemi Covid-19, total produksi tahun 2020 mencapai 54 juta
ton.

I-40
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

c) PT Berau Coal

Berau Coal adalah anak perusahaan sinar mas, yang mulai beroperasi tahun
1983. Wilayah kerja Berau Coal di Kabupaten Berau Kalimantan Utara. Wilayah
kerja PT Berau Coal seluas 114 ribu ha. Produksi Batubara PT Berau Coal tahun
2019 sekitar33 Juta ton per tahun.

Gambar 1.38. Produksi Tambang Batubara PT Berau Coal

Gambar 1.39. Peta Wilayah Kerja PT Berau Coal

I-41
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

d) PT Kideco Jaya Agung

PT Kideco, didirikan pada tahun 1982 sebagai perusahaan yang berspesialisasi


dalam pengembangan sumber daya. KIDECO mengoperasikan Tambang Pasir
Kalimantan Timur yang merupakan tambang tunggal terbesar ketiga di
Indonesia. Setelah hampir 10 tahun persiapan termasuk penyelidikan tambang
dan uji validitas dari awal 1980-an hingga awal 1990-an, KIDECO membuka
Tambang Pasir.

Dimulai dengan 3 juta ton produksi komersial batubara pada tahun 1993, volume
produksi mencapai lebih dari 300 juta ton pada Mei 2013 melalui ekspansi
infrastruktur dan peningkatan sistem penambangan yang berkelanjutan.
Tambang Pasir sekarang menghasilkan 40 juta ton batubara setiap tahun.

Gambar 1.40. Lambang Perusahan Kideco

e) PT Indo Tambangraya Megah

PT Indo Tambangraya Megar (ITM) didirikan tahun 1987. Wilayah operasi


tambang ada di kalimantan Tengah, Timur dan Selatan. Produksi batubara PT
ITM tahun 2019 sekitar 23,4 juta ton.

PT ITM menguasai 14 perusahaan pertambangan batubara antara lain


1) PT Indominco Mandiri (IMM),
2) PT Trubaindo Coal Mining (TCM),
3) PT Jorong Barutama Greston (JBG),
4) PT Kitadin (Embalut & Tandung Mayang),

I-42
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

5) PT Bharinto Ekatama (BEK),


6) PT ITM Indonesia (ITMI),
7) PT Tambang Raya Usaha Tama (TRUST),
8) PT Nusa Persada Resources (NPR),
9) PT Tepian Indah Sukses (TIS),
10) PT ITM Batubara Utama (IBU),
11) PT ITM Energi Utama (IEU),
12) PT ITM Batubara Perkasa (IBP),
13) PT Gasemas (GEM) dan
14) PT Energi Batubara Perkasa (EBP).

Gambar 1.41. Lambang Perusahaan ITM Tbk

f) PT Bukit Asam

PT Bukit Asam merupakan Perusahaan Pertambnagan BUMN. Sejarah PT Bukit


Asam dimulai tahun 1923 hingga 1940, Tambang Air Laya yang dikelola Kolonial
Belanda. Pada tahun 1950, Pemerintah RI melakukan Nasionalisasi Perusahaan
Tambang bantubara milik Belanda. Dan menegsahkan terbentuknya Perusahaan
Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).

I-43
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.42. Kereta Babaranjang Mengangkut Batubara PT Bukit Asam

Pada tanggal 1 Maret 1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi


Perseroan Terbatas dengan nama PT Bukit Asam (Persero), yang selanjutnya
disebut PTBA atau Perseroan. Dalam rangka meningkatkan pengembangan
industri batu bara di Indonesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan
penggabungan Perum Tambang Batubara dengan Perseroan.

Gambar 1.43. Lambang PT Bukit Asama Persero

I-44
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada 1993


Pemerintah menugaskan Perseroan untuk mengembangkan usaha briket batu
bara. Pada 23 Desember 2002, Perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan
publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode perdagangan PTBA. Wilayah Kerja PT
Bukit Asam terletak di Sumatera Selatan dan Ombilin. Produksi batubara PTBA
tahun 2019 sekitar 29,19 Juta Ton.

g) PT Arutmin Indonesia

Arutmin adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batubara


terbesar di Indonesia. Arutmin menandatangani kontrak penambangan batubara
dengan Pemerintah Indonesia pada tahun 1981 yang dikenal dengan nama
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Gambar 1.44. Lambang PT Arutmin Indonesia

Arutmin mengoperasikan lima lokasi tambang yang meliputi Senakin, Satui, Mulia,
Asam Asam dan Batulicin serta terminal ekspor batubara yang bertaraf
Internasional. Seluruhnya berlokasi di Kalimantan Selatan. Di lokasi tambang
Senakin, Satui dan Batulicin memiliki kandungan bituminous bertaraf dunia dan
Mulia dan Asam Asam memiliki kandungan sub-bituminous yang sangat memadai.

I-45
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Luas wilayah kerja PT Arutmin Indonesia sekitar 57 ribu Ha. Produksi batubara PT
Arutmin Indonesia tahun 2019 sekitar 27 juta ton.

h) PT Bayan Resources

PT Bayan Resources merupakan perusahaan tambang batubara PMA dari


Singapura. Saat ini wilayah kerjanya di Tambang Pakar yang berlokasi di barat
laut Samarinda. Produksi batubara PT Bayan Resources pada tahun 2018 sekitar
22 juta ton.

Gambar 1.45. Pelabuhan batubara yang dikelola oleh PT Bayan Resouces

Gambar 1.46. Lambang Perusahaan Bayan Resources

I-46
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

1.5 KOMITMEN MENCIPTAKAN INDUSTRI TAMBANG RAMAH


LINGKUNGAN

1.5.1 Dampak Lingkungan dari Industri Pertambangan

Secara umum kegiatan tambang adalah proses ekstraktif terhadap sumber daya
alam. Kegiatan umumnya adalah membuka lahan dan menggali tambang. Oleh
karena itu kegiatan pertambangan akan mengubah bentang alam dan “merusak”
kondisi lingkungan awal. Hal ini akan merubah tatanan ekosistem baik biologi,
geologi dan merubah tatanan sosial, ekokomi dan budaya masyarakaan di sekitar
lokasi tambang.

Hasil tambang yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
dalam kurun waktu tertentu akan habis. Sehingga pada kahirnya kegaiatan
pertambangan di suatu wilayah akan berhenti dengan menipisnya cadangan
komoditas tambang. Dengan potensi keusakan lingkungan dari kegiatan
pertambangan maka kegiatan pertambangan harus dikotrol dan dibaut reulasinya
sehingga dampak negatif dari kegiatan pertambangan dapat dikurangi.

Kasus-kasus lingkungan di industri pertambangan banyak terjadi di Indonesia.


Sehingga kegiatan tambang memberi kesan negatif, di mana ada tambang, di situ
ada penderitaan warga, dan di mana ada tambang di situ ada kerusakan lingkungan.

Kegiatan faham bahwa kegiatan tambang akan berdampak negatif pafda


lingkungan. Meskpiun demikian Pemerintah juga memerlukan hasil tambang
berupa mineral maupun potensinya untuk kegiatan ekonomi negara. Oleh kerena
itu Pemerintah menempatkan aspek lingkungan sebagai aspek penting dalam
pengelolaan pertambangan. Kaidah Good Mining Practice yang dibuat Pemerintah,
menempatkan aspek lingkungan sebagai yang utama.

I-47
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.47. Kerusakan lingkungan dan penolakan masayarakt terhadap


kegiatan pertambangan

1.5.2 Dasar Aturan Pengelolaan Tambang Ramah Lingkungan

Dalam mendukung tata kelola pertambangan ramah lingkungan sudah


diberlakukan UU Minerba No 4 tahun 2009 yang diperbaharui dengan UU no 3
tahun 2020. Dalam Undang-undang tersebut menempatkan aspek lingkungan
sebagai aspek penting dalam pengelolaan pertambangan.

Dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup, secara umum setiap perusahaan pertambangan diperlukan
AMDAL. Hal ini dimaksudkan agar lingkungan hidup terlindungi dan terkelola
dengan baik. Sedangkan sasaran dari pembuatan AMDAL dalam usaha
pertambangan adalah dalam upaya mengurangi dampak negatif terhadap.

Dengan AMDAL kondisi lingkungan tetap berada pada suatu derajat mutu tertentu
sehingga dampak negatif dari ekspolitasi pertambangan dapat diminimalkan.

I-48
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

AMDAL dalam usaha pertambangan ini merupakan bagian persyaratan proses Izin
Tambang.

Selain itu Kementrian ESDM sudah menerbitkan Kaidah Good Mining Practice yang
dibuat Pemerintah, menempatkan aspek lingkungan sebagai yang utama.
Peraturan tersebut tertuang pada Peraturan menteri ESDM No 26 tahun 2018,
tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan uang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara.

Gambar 1.48. Penenaan Area bekas tambang akan mengurangi dampak negatif
kegiatan pertambangan

Kaidah teknik pertambangan yang baik meliputi pelaksanaan aspek:


a. teknis pertambangan;
b. konservasi Mineral dan Batubara;
c. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
d. keselamatan operasi pertambangan;
e. pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, Reklamasi, dan
Pascatambang, serta Pascaoperasi

I-49
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

f. pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun,


pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan

Pengelolaan tambang ramah lingkungan dimulai dari proses perizinan, proses


produksi dan ekspoitasi, serta pengelolaan pasca operasi baik berupa reklamasi,
maupun pengelolaan terhadap lingkungan social budaya masayarakat d sekitar
tambang. Dengan adanya AMDAL dalam proses Izin Usaha tambang, itu merupakan
komitmen lingkungan dari pengusaha tambang dalam Upaya pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan dari masa perencanaan, operasi hingga pasaca operasi.

Pengelolan industri tambang ketika operasi harus mengikuti kaidah Cleaner


Production. Dimana dalam produksi harus efisien dalam baik penggunaan bahan
baku maupun energy. Dalam proses produksi pasti akan dhasilkan limbah.
Pengelollan limbah ketika proses produksi harus dikelola dengan teknologi yang
proper dan proven.

Gambar 1.49. Reklamasi Lahan Bekas Tambang sebagai komitmen pengelolaan


Tambang Ramah Lingkungan

I-50
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Pengelolaan limbah yang komprehensif harus menerapkan prinsip-prinsip 3R –


reuse, recycle, reduction (pemanfaatan kembali, daur ulang, pengurangan).
Program-program minimalisasi limbah dlaukan dengan cara pengurangan limbah
dan penggatian bahan dengan produk ramah lingkungan. Wadah besar (Jumbo
Bag), ampas minyak, kertas dan ban bekas dapat digunakan kembali secara lokal
(insitu). Bahan-bahan yang dapat didaur ulang lainnya, sebagaimana logam dan
baterai bekas, dikumpulkan dan disimpan di daerah penyimpanan sementara untuk
selanjutnya dikelola oleh industri pendaur ulang yang berizin.

1.5.3 Pengelolaan Ban Bekas di Industri Pertambangan

Industri pertambangan banyak menggunakan alat berat, dimana sebagaia alat


berat memiliki ban. Alat berat yang memiliki ban yang biasa digunakan di
Pertambangan atara lain : Dump Truck, Loader, Forklift dll. Ban pada dasarnya
mempunyai sifat expire dan aus sehingga gak bisa dipakai selamanya dan harus
diganti pada kurun waktu tertentu.

Gambar 1.50. Timbunan Ban Bekas Di Pertambangan


I-51
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Kebutuhan ban untuk alat berat di pertambangan setahun sekitar 1,03 juta unit.
Sehingga akan menghasilkan limbah ban yang cukup banyak pertahunnya. Oleh
karena itu kalau tidak dikelola dengan baik maka akan terjadi akumulasi ban
bekasdari tahun ke tahun. Saat ini ban-ban bekas hanya isimpan di area terbuka
dan digunakan untuk menahan longsoran tanah.

Ban bekas pakai tidak termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Tapi
pembuangan ban bekas yang tidak dikelola akan berdampak negatif bagi
Lingkungan. Dampak penimbunan ban bekas tambang antara lain :

a) Timbunan ban bekas merupakan tempat berkembang biaknya nyamuk dan


berkembangnya virus west nile.
b) Timbunan ban bekas berpotensi menimbulkan kebakaran. Kebakaran timbunan
ban realatif susah dipadamkan .
c) Ban bekas sulit diurai oleh bakteri, sehingga ban bekas tambang,sehingga akan
menjadi timbulan limbah yang terakumulasi. Timbulan limbah ban bekas ini
akan mengakibatkan kebutuhan area penimbunan akan semakin luas.
d) Penimbunan Area harus jauh dari kegiatan manusia, karena kala daijadikan area
kerja menimbulkan ketidakstabilan bagi pekerja yg bisa menyebabkan
kecelakaan kerja.
e) Apabila ban bekas dikubur akan menimbulkan pencemaran terhadap air tanah,
karena dalam ban terkandung logam berat seperti Pb, Zn dan komponen
plastisizer yang berifat karsinogen.

I-52
Pemanfaatan Ban Bekas dari Industri Pertambangan untuk Energi

Gambar 1.51. Penggunanan Ban Bekas Tambang sebagai Material Penahan Longsoran
Tanah.

I-53

Anda mungkin juga menyukai