Anda di halaman 1dari 52

Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG

Hari , Tanggal : SENIN, 14 MARET 2022


Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : I ( SATU )

Peserta : DIANGGAP HADIR SEMUA


1.
2.

MATERI KULIAH : PENGANTAR DAN SYLLABUS


PENGANTAR DAN SYLLABUS

1. PERKEMBANGAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA

2. PERUNDANG UNDANGAN PERTAMBANGAN

3. PENGELOLAAN SUMBER DAYA MINERAL

4. LINGKUP USAHA PERTAMBANGAN

5. KUASA PERTAMBANGAN

6. UU PERTAMBANGAN MINERAL DAN BB

7. IJIN USAHA PERTAMBANGAN

8. IJIN PERTAMBANGAN KHUSUS

9. KEWAJIBAN PEMEGANG IUP DAN IUPK

Catatan……

Semua Materi Kuliah mulai Pert 1 s.d Seterusnya..


Tugas- Tugas dan Jawaban UTS maupun UAS
Akan Dikumpulkan di akhir semester..
Di jilid rapi…sebagai Nilai Tugas….
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : SENIN, 08 MARET 2021
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : II ( DUA )

Peserta : DIANGGAP HADIR SEMUA


1.
2.

MATERI KULIAH : PENGANTAR DAN SYLLABUS

PENGANTAR DAN SYLLABUS

10.
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 28 Maret 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : III ( Tiga )

Peserta :

MATERI KULIAH : PERKEMBANGAN PERTAMBANGAN DI


INDONESIA PERIODE 1950 - 1966
PERKEMBANGAN PERTAMBANGAN
DI INDONESIA
PERIODE TAHUN 1950 -1966

Perkembangan Perioda 1950 – 1966

Tambang yang dinasionalisasi adalah tambang bauksit di Kijang,


tambang timah di Singkep dan Belitung, serta tambang batubara di
Loa Kulu (Kaltim).
Semua tambang tersebut berada di bawah koordinasi Biro Urusan
Perusahaan Tambang Negara (BUPTAN).
Tahun 1961 BUPTAN dibubarkan dan dibentuk Badan Pimpinan
Umum (BPU) terdiri dari BPU Pertambangan Timah Negara, BPU
Pertambangan Batubara Negara dan BPU Pertambangan Umum
Negara.
Perkembangan Perioda 1950 – 1966
Tahun 1960 keluar Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1960 yang
(3)
kemudian berubah menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (PERPU). Pertama kalinya Indonesia memiliki sebuah undang-
undang tentang pertambangan nasional.
Undang-undang tersebut tidak dapat mendorong berkembangnya industri
pertambangan Indonesia yang terus menurun sejak Perang Dunia ke II.

Perkembangan Perioda 1950 – 1966

No. Bahan Galian unit 1955 1960 1965 1966


1 Timah ton 33,822 22,350 14,934 12,769
2 Bauksit ton 263,675 395,678 688,259 701,223
3 Bijih Nikel ton 13,000 102,003 117,402
4 Emas kg 168 209 128
5 Perak kg 9,163 9,293 6,867
6 Bijih Mangan ton 1,150 990
7 Batubara ton 700,446 650,511 390,548 319,829
Perkembangan Sejak 1966 (1)
Orde Baru memungkinkan masuknya modal asing ke Indonesia. Industri
pertambangan berkembang dengan pesat, dengan diawali dan
disyahkannya:
UU No.11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan peraturan
pelaksanaannya,
PP no.32/1969,
UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Organisasi BPU yang dibentuk tahun 1961 dibubarkan. Tahun 1968
dibentuk perusahaan negara di bidang pertambangan, yaitu PN Tambang
Timah, PN Tambang Batubara, dan PN Aneka Tambang.

Perkembangan Sejak 1966 (2)

Bentuk perusahaan negara dianggap kurang dapat mendukung


perkembangan usaha pertambangan, oleh karenanya perusahaan tersebut
diganti menjadi perseroan atau perusahaan umum.
Tahun 1974 terbentuk PT Aneka Tambang (Persero), tahun 1976 terbentuk
PT Tambang Timah (Persero, tahun 1980 terbentuk PT Tambang Batubara
Bukit Asam (Persero).
PN Tambang Batubara diganti menjadi Perum Tambang Batubara pada
tahun 1984, dan pada tahun 1990 dilebur ke PT Tambang Batubara Bukit
Asam (Persero)
Perkembangan Sejak 1966 (3)
Kebijakan ekonomi dan keuangan yang ditempuh sejak akhir tahun 1960-an
mendorong pertumbuhan aktivitas perusahaan pertambangan milik negara.
PT Tambang Timah menambah armada kapal keruk, mengembangkan cadangan
timah darat dan lepas pantai.
PT Aneka Tambang membangun pabrik feronikel di Pomalaa, membuka
tambang nikel di P. Gebe, tambang pasir besi di Cilacap.
PT Tambang Batubara Bukit Asam mengembangkan tambang batubara modern
di Tanjung Enim (Sumsel) dan mengembangkan kembali tambang Ombilin.

Perkembangan Sejak 1966 (4)

PMA di bidang pertambangan diawali dengan penerbitan undangan


internasional oleh Departemen Pertambangan kepada perusahaan
pertambangan internasional.
Tahun 1966 disebarkan undangan untuk pengembangan timah disusul tahun
1967 untuk pengembangan nikel.
Undangan eksplorasi mineral umum disebarkan tahun 1968, sedang untuk
batubara tahun 1978.
Kontrak Karya pertama di bidang pertambangan ditanda tangani April 1967
dengan Freeport Sulphur Company USA untuk pengembangan tambang
tembaga di Ertsberg, Irja.
Perkembangan Sejak 1966 (5)
Juli 1968 ditandatangani Kontrak Karya untuk penambangan nikel di
daerah Sorowako, Sulawesi dengan INCO, Kanada.
PMA di bidang pertambangan berkembang dalam bentuk Kontrak Karya
yang hingga tahun 1998 telah mencapai generasi ke-7.
Skema yang sedikit berbeda terjadi pada PMA di bidang batubara. Diawali
dengan kontrak antara PN Tambang Batubara dengan Shell Mijnbouw NV
untuk pengembangan batubara di Sumsel dengan pola kontrak bagi hasil.

Perkembangan Sejak 1966 (6)

Selanjutnya disepakati pola yang diterapkan adalah perpaduan antara


kontrak bagi hasil dengan kontrak karya penambangan.
Tahun 1978 Shell Mijnbouw NV mengundurkan diri walaupun sudah
mengeluarkan dana untuk kegiatan eksplorasi sekitar USD 60 juta dan
menemukan cadangan batubara yang besar di daerah Bangko.
Tahun 1978 PN Tambang Batubara mengundang investor mancanegara
untuk melakukan penambangan di beberapa blok cadangan di Kaltim dan
Kalsel.
Tahun 1981 ditandatangani perjanjian kerjasama dengan tiga kontraktor
dan menandai kontrak kerjasama batubara generasi pertama.
3 Januari 1995 peranan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero)
sebagai principal dialihkan kepada pemerintah (Departemen
Pertambangan dan Energi) dan selanjutnya disebut sebagai Kontrak Karya
Batubara.
Selain skema di atas, skema Kuasa Pertambangan dan pertambangan
bahan galian golongan C yang diatur oleh Gubernur juga mengalami
peningkatan.
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 04 April 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : IV ( EMPAT )

Peserta :

MATERI KULIAH…

Perundang-undangan Pertambangan
Indonesia

PERKEMBANGAN PERATURAN DI BIDANG


PERTAMBANGAN

1
Perundang-undangan Pertambangan
Indonesia

Perundang-undangan Pertambangan Indonesia

Perkembangan Kebijakan Pertambangan Indonesia berlangsung sejalan


dengan perkembangan politik di NKRI.
Dari 1950 hingga sekarang Undang-undang Pertambangan yang
diberlakukan telah empat kali berganti:
1950 – 1959: Indische Mijnwet 1899
2.1960 – 1967: UU No.37 Prp Tahun 1960
3.1967 – 2009: UU No.11 Tahun 1967
4.2009 – Skrg: UU No.4 Tahun 2009

Perioda 1950 – 1959 (1)

Indonesia mewarisi Indische Mijnwet 1899 dari ex Hindia-Belanda (dengan


amandemen tahun 1910 dan 1918).
Muncul Tuntutan Politik: “DPRS-RI menerima Mosi Teuku Moh Hasan dkk
(1951) yang a.l. mendesak pemerintag untuk segera menerbitkan Undang-
Undang Pertambangan Nasional”.
Pemerintah yang silih berganti tidak berhasil menyiapkan RUU
Pertambangan Nasional.
Perioda 1950 – 1959 (2)

Perioda instabilitas sosial-politik sejak 1950 berakhir dengan keluarnya


Dekrit Presiden 5 Juli 1959: kembali pada UUD 1945.
Manifesto politik RI (Pidato Presiden RI 17 Agustus 1959) dijadikan Garis
Besar Haluan Negara.
Dewan Perancang Nasional berhasil menyusun Pola Pembangunan Semesta
Berencana. Pembangunan akan dibiayai sendiri dari hasil eksploitasi
sumberdaya alam Indonesia sendiri.
Pemerintah menerbitkan PERPU yang melahirkan UU No.37 Prp Tahun
1960 Tentang Pertambangan.

Catatan Mengenai UU No. 37 Prp Tahun 1960 (1)

 UU No. 37 Prp Tahun 1960 merupakan Undang-Undang


Pertambangan Nasional yang pertama.
 Penerbitannya dengan tegas mengacu pada:
 Pasal 33 UUD 1945
 Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959
 Manifesto Politik RI 17 Agustus 1959
 Sesuai iklim ekonomi terpimpin pada saat
pembuatannya, undang-undang ini sangat sentralistik
dan etatis, sangat membatasi kesempatan berusaha
modal swasta, dan tidak memungkinkan penanaman
modal asing.
14
Catatan Mengenai UU No. 37 Prp Tahun 1960 (2)
UU No. 37 Prp Tahun 1960 memuat hal-hal dan konsep baru yang tidak
terdapat dalam Indische Mijnwet, a.l. tentang:
Penggolongan bahan galian
Kuasa Pertambangan (KP) dan Surat Ijin Pertambangan Daerah (SIPD) sebagai dasar
hukum/ijin usaha pertambangan
Pembentukan Dewan Pertambangan
Konsep Pertambangan Rakyat
Perusahaan Negara (PN) dan Perusahaan Daerah (PD) dalam pertambangan.
UU No. 37 Prp Tahun 1960 terbukti gagal total untuk menghidupkan
pertambangan di Indonesia.
Perkembangan 1965 – 1966
Pergolakan politik 1965/1966 melahirkan Pemerintah “Orde Baru”
dan reformasi besar- besaran dalam kebijaksanaan ekonomi
nasional.
Sidang Umum MPRS 1966 menghasilkan TAP MPRS No.
XXIII/MPRS/1966 yang menggariskan Pembaharuan Kebijaksanaan
Landasan Ekonomi dan Pembangunan Nasional.

Perkembangan 1966 – 1967

TAP MPRS No. XXIII/MPRS/1966 antara lain menetapkan bahwa:


Kekayaan potensi alam Indonesia perlu digali dan diolah agar dapat dijadikan kekayaan
ekonomi riil,
Modal, teknologi, dan keahlian dari luar negeri dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan
kemerosotan ekonomi serta pembangunan semesta,
Perlu segera ditetapkan undang-undang mengenai penanaman modal asing dan modal
domestik.
UU No. 37 Prp Tahun 1960 perlu diganti untuk memungkinkan masuknya
Penanaman Modal Asing (PMA) ke dalam Pertambangan Indonesia.
Undang-undang pertambangan baru berhasil diterbitkan bulan Desember
1967 sebagai UU No.11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan.
Sesuai suasana dan keadaan saat penyusunan naskah RUU-nya, semangat
UU No.11/1967 masih mencerminkan kebijaksanaan yang sentralistik.
Perusahaan Negara masih diposisikan harus tetap memegang peran utama
dalam pertambangan Indonesia dan PMA sebagai “pelengkap bila
diperlukan”.
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 11 April 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : V ( LIMA )

Peserta :

MATERI KULIAH…

Perundang-undangan Pertambangan Indonesia


(Lanjutan )

PERKEMBANGAN PERATURAN DI BIDANG


PERTAMBANGAN

1
Perundang-undangan Pertambangan Indonesia

 Perkembangan Kebijakan Pertambangan Indonesia


berlangsung sejalan dengan perkembangan politik di
NKRI.
 Dari 1950 hingga sekarang Undang-undang
Pertambangan yang diberlakukan telah empat kali
berganti:

1950 – 1959: Indische Mijnwet 1899
1960 – 1967: UU No.37 Prp Tahun 1960
.1967 – 2009: UU No.11 Tahun 1967
.2009 – Skrg: UU No.4 Tahun 2009

Perioda 1950 – 1959

 Indonesia mewarisi Indische Mijnwet 1899 dari ex Hindia-


Belanda (dengan amandemen tahun 1910 dan 1918).
 Muncul Tuntutan Politik: “DPRS-RI menerima Mosi Teuku
Moh Hasan dkk (1951) yang a.l. mendesak pemerintag
untuk segera menerbitkan Undang-Undang Pertambangan
Nasional”.
 Pemerintah yang silih berganti tidak berhasil
menyiapkan RUU Pertambangan Nasional.
 Perioda instabilitas sosial-politik sejak 1950 berakhir
dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959: kembali
pada UUD 1945.
 Manifesto politik RI (Pidato Presiden RI 17 Agustus
1959) dijadikan Garis Besar Haluan Negara.
 Dewan Perancang Nasional berhasil menyusun Pola
Pembangunan Semesta Berencana. Pembangunan akan
dibiayai sendiri dari hasil eksploitasi sumberdaya alam
Indonesia sendiri.
 Pemerintah menerbitkan PERPU yang melahirkan UU
No.37 Prp Tahun 1960 Tentang Pertambangan.
Catatan Mengenai UU No. 37 Prp Tahun 1960

 UU No. 37 Prp Tahun 1960 merupakan Undang-Undang


Pertambangan Nasional yang pertama.
 Penerbitannya dengan tegas mengacu pada:
 Pasal 33 UUD 1945
 Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959
 Manifesto Politik RI 17 Agustus 1959
 Sesuai iklim ekonomi terpimpin pada saat
pembuatannya, undang-undang ini sangat sentralistik
dan etatis, sangat membatasi kesempatan berusaha
modal swasta, dan tidak memungkinkan penanaman
modal asing.

 UU No. 37 Prp Tahun 1960 memuat hal-hal dan konsep


baru yang tidak terdapat dalam Indische Mijnwet, a.l.
tentang:
 Penggolongan bahan galian
 Kuasa Pertambangan (KP) dan Surat Ijin Pertambangan Daerah
(SIPD) sebagai dasar hukum/ijin usaha pertambangan
 Pembentukan Dewan Pertambangan
 Konsep Pertambangan Rakyat
 Perusahaan Negara (PN) dan Perusahaan Daerah (PD) dalam
pertambangan.
 UU No. 37 Prp Tahun 1960 terbukti gagal total untuk
menghidupkan pertambangan di Indonesia.

 Pergolakan politik 1965/1966 melahirkan


Pemerintah “Orde Baru” dan reformasi besar-
besaran dalam kebijaksanaan ekonomi nasional.
 Sidang Umum MPRS 1966 menghasilkan TAP
MPRS No. XXIII/MPRS/1966 yang menggariskan
Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi
dan Pembangunan Nasional.

Perkembangan 1966 – 1967

 TAP MPRS No. XXIII/MPRS/1966 antara lain


menetapkan bahwa:
 Kekayaan potensi alam Indonesia perlu digali dan diolah agar
dapat dijadikan kekayaan ekonomi riil,
 Modal, teknologi, dan keahlian dari luar negeri dapat
dimanfaatkan untuk penanggulangan kemerosotan ekonomi
serta pembangunan semesta
 Perlu segera ditetapkan undang-undang mengenai penanaman
modal asing dan modal domestik.

 UU No. 37 Prp Tahun 1960 perlu diganti untuk


memungkinkan masuknya Penanaman Modal Asing
(PMA) ke dalam Pertambangan Indonesia.

Perkembangan 1997 – 2000

 Krisis ekonomi dan politik 1997/1998 berakibat buruk


pada pertambangan Indonesia.
 Euforia reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang
tidak tertib menyebabkan rusaknya iklim investasi.
Pertambangan tanpa ijin meluas dan puluhan investor
meninggalkan Indonesia.
 Kegiatan “Grassroot Exploration” praktis terhenti sejak
1999/2000.
 PMA tidak ada lagi yang masuk dalam pertambangan
Indonesia.
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 18 April 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : VI ( ENAM )

Peserta :

MATERI KULIAH…..

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MINERAL

SU PENGELOLAAN
PENGEL-PPPPPPPPPPP PENGELOLAAN
SUMBERDAYA MINERA PENGELOLAAN
SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA
MINERAL:

L:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
MBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
OLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU PENGELOLAAN
UU NO.11 TAHUN 1967
SUMBER DAYA MINERAL
UU N0 11 TAHUN 1967

 Undang-undang pertambangan yang dipergunakan oleh


pemerintah Republik Indonesia:

 UU No. 37 Prp Tahun 1960


 UU No.11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan
 UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubar

11 Penguasaan Bahan Galian


 Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-
endapan alam sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa,
adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh
karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk
PERKEMBANGAN
sebesar-besarnya PERATURAN
kemakmuran rakyat. DI BIDANG
PERTAMBANGAN
PENGGOLONGAN BAHAN GALIAN

 Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan :


 a. golongan bahan galian strategis;
 b. golongan bahan galian vital. 1

 c. golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam


golongan a atau b.

 Penguasaan bahan galian berdasarkan golongannya:

 Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan


usaha pertambangan bahan galian huruf a dan b
dilakukan oleh Menteri;
 Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha
pertambangan bahan galian huruf c dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan
galian itu;
 Dengan memperhatikan kepentingan pembangunan
Daerah khususnya dan Negara umumnya Menteri dapat
menyerahkan pengaturan usaha pertambangan bahan
galian tertentu dari antara bahan-bahan galian huruf b
kepada Pemerintah Daerah Tingkat I tempat terdapatnya
bahan galian itu.

PELAKSANA USAHA PERTAMBANGAN


 Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;
 Perusahaan Negara;
 Perusahaan Daerah;
 Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan
Daerah;
 Koperasi;
 Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-
syarat;
 Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau
Daerah dengan Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan
Swasta yang memenuhi syarat-syarat

 Pertambangan Rakyat; UUUUUUUUUU


 Menteri dapat menunjukan pihak lain sebagai kontraktor
apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi
Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan
selaku pemegang kuasa pertambangan.
 Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor,
Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harus berpegang
pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, dan syarat-syarat
yang diberikan oleh Menteri.
 Perjanjian karya mulai berlaku sesudah disahkan oleh
Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a dan/atau
yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.
 Pertambangan Rakyat bertujuan memberikan
kesempatan kepada rakyat setempat dalam
mengusahakan bahan galian untuk turut serta
membangun Negara dibidang pertambangan dengan
bimbingan Pemerintah.
 Pertambangan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh Rakyat
setempat yang memegang Kuasa Pertambangan (Izin)
Pertambangan Rakyat
Catatan :
1. Minggu depan UTS, semua bahan di print out digabung dengan
Tugas – tugas dan dijilid.
2. Syarat mengikuti UTS :
1. Lunas Uang Kuliah cicilan III, Uang internet
2. Telah mengisi FRS
3. Kehadiran minimal 75 %.

Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG


Hari , Tanggal : Senin, 30 Mei 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : VII ( Tujuh )

Peserta :

MATERI KULIAH :ULL Lingkup Usaha


Pertambangan
NO.11 TAHUN 1967

L: PENG
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
MBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
OLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UULingkup
NO.11Usaha
TAHUN 1967
Pertambangan
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
penyelidikan umum;
UU NO.11 TAHUN 1967
 eksplorasi;
 eksploitasi;
 pengolahan dan pemurnian;
 pengangkuta penjualan;
 Kuasa Pertambangan vs Konsesi:
 Konsesi berkonotasi pelimpahan penguasaan akan
bahan galian dari negara ke pemegang hak
 Kuasa Pertambangan – wewenang yang diberikan oleh
pemilik bahan galian (bangsa Indonesia) kepada
pemegang KP untuk melakukan usaha pertambangan
 KP pertama kali pada Perpu 37/1960

Kuasa Pertambangan
 Usaha pertambangan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan
atau perseorangan apabila kepadanya telah diberikan kuasa
pertambangan.

 Ketentuan-ketentuan tentang isi, wewenang, luas wilayah dan


PERKEMBANGAN
syarat-syarat PERATURAN
kuasa pertambangan DI BIDANG
serta kemungkinan
pemberian jasa penemuan bahan galian baik langsung oleh
PERTAMBANGAN
Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Kuasa Pertambangan diberikan dengan Keputusan Menteri.

 Kuasa pertambangan dapat dipindahkan kepada perusahaan


atau perseorangan lain bilamana memenuhi dengan
persetujuan Menteri.
 Dalam melakukan pekerjaan usaha pertambangan berdasarkan 1

suatu kuasa pertambangan, maka Pertambangan Rakyat yang


telah ada tidak boleh diganggu.
 Permintaan untuk memperoleh kuasa pertambangan
diajukan kepada Menteri.
 Luas wilayah Kuasa Pertambangan:
• KP Penyelidikan Umum maksimum 25000 ha
• KP Eksplorasi maksimum 10000 ha
• KP Eksploitasi maksimum 5000 ha
Kuasa Pertambangan
 Jenis-jenis Kuasa Pertambangan:

 KP Penyelidikan Umum : 1 tahun dan dapat diperpanjang 1


tahun lagi
 KP Eksplorasi : 3 tahun dan dapat diperpanjang 2 x 1 tahun; jika
akan dilanjutkan ke tahap eksploitasi maka diperpanjang 3 tahun
untuk konstruksi
 KP Eksploitasi : 30 tahun dan dapat diperpanjang dua kali 10
tahun
 KP Pengolahan & Pemurnian : 30 tahun dan dapat diperpanjang
setiap 10 tahun
 KP Pengangkutan dan Penjualan : 10 tahun dan dapat
diperpanjang setiap 5 tahun

 Berakhirnya Kuasa Pertambangan:


 karena dikembalikan;
 karena dibatalkan;
 karena habis waktunya.

 Pemegang kuasa pertambangan dapat menyerahkan


kembali kuasa perta mbangannya dengan pernyataan
tertulis kepada Menteri.

 Apabila waktu yang ditentukan dalam suatu kuasa


pertambangan telah berakhir, sedangkan untuk kuasa
pertambangan tersebut tidak diberikan perpanjangan
maka kuasa pertambangan tersebut berakhir menurut
hukum.
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 06 Juni 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : VIII ( Delapan )

MATERI KULIAH…..

Kuasa Pertambangan dan Hak Atas Tanah


LOLAAN SUMBERDAYA MINERA
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967

L:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
MBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
OLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11
Kuasa TAHUNdan
Pertambangan 1967
Hak Atas Tanah
 Pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti
kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang
berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah di
dalam lingkungan daerah kuasa pertambangan maupun di
luarnya, dengan tidak memandang apakah perbuatan itu
dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun
yang dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu.
 Kerugian yang disebabkan oleh usaha-usaha dari dua
pemegang kuasa pertambangan atau lebih, dibebankan
kepada mereka bersama.

 Apabila telah didapat izin kuasa pertambangan atas


sesuatu daerah atau wilayah menurut hukum yang
berlaku, maka kepada mereka yang berhak atas tanah
diwajibkan memperbolehkan pekerjaan pemegang kuasa
pertambangan atas tanah yang bersangkutan atas dasar
mufakat kepadanya:
 sebelum pekerjaan dimulai, dengan diperlihatkannya
surat kuasa pertambangan atau salinannya yang sah
diberitahukan tentang maksud dan tempat pekerjaan-
PERKEMBANGAN PERATURAN
pekerjaan itu akandilakukan ; DI BIDANG
PERTAMBANGAN
 diberi ganti kerugian atau jaminan ganti kerugian itu
terlebih dahulu.

 Apabila telah ada hak tanah atas sebidang tanah yang


bersangkutan dengan wilayah kuasa pertambangan, maka
kepada yang berhak diberi ganti rugi yang jumlahnya
ditentukan bersama antara pemegang kuasa pertambangan
yang mempunyai hak atas tanah tersebut atas dasar 1
musyawarah dan mufakat, untuk penggantian sekali atau
selama hak itu tidak dapat diperguanakan.

 Apabila telah diberikan kuasa pertambangan pada sebidang


tanah yang diatasnya tidak terdapat hak tanah, maka atas
sebidang tanah tersebut atau bagian- bagiannya tidak dapat
diberi hak tanah kecuali dengan persetujuan Menteri
Pungutan-Pungutan Negara

 Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada


Negara iuran tetap, iuran eksplorasi dan/atau eksploitasi
dan/atau pembayaran-pembayaran lain yang berhubungan
dengan kuasa pertambangan yang bersangkutan.

 Pungutan-pungutan Negara diatur lebih lanjut dengan


Peraturan Pemerintah.

 Kepada Daerah Tingkat I dan II diberikan bagian dari


pungutan-pungutan Negara tersebut, yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Hal-hal Lain Menyangkut Pengelolaan


Pertambangan
 Pemegang KP membayar iuran tetap dan iuran
ekplorasi/eksploitasi
 Setelah selesai harus mengembalikan agar tidak
menimbulkan penyakit dan bahaya
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 13 Juni 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : IX ( Sembilan )

Peserta :

MATERI KULIAH…..

Undang Undang Pertambangan Mineral dan Batubara

MUUINERA PENGELOLAAN
UU NO.11 TAHUN 1967

Undang Undang Pertambangan Mineral dan Batubara


L: MUUINERA PENGELOLAAN N
UU NO.11 TAHUN 1967
Tugas :
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
Cari Undang – Undang
UU NO.11 TAHUN 1967
Yang berhubungan dengan
Mineral
PENGELOLAAN dan Batubara
SUMBERDAYA MINERAL:
paling sedikit 8 ( delapan )
UU NO.11 TAHUN 1967
Antara tahun 2009 s.d tahun 2012
MBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
OLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 20 Juni 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : X ( Sepuluh )

Peserta :

MATERI KULIAH…..

MUUP Ijin Usaha Pertambangan

ENGELOLAAN
UU NO.11 TAHUN 1967
PERKEMBANGAN PERATURAN DI BIDANG
PERTAMBANGAN

L:
UU NO.11 TAHUN 1967 1

PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:


UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
MBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
OLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
Ijin Usaha Pertambangan

 IUP diberikan oleh:

a Bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam


satu wilayah kabupaten/kota;

b Gubernur apabila WIUP berada pada lintas


wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi
setelah mendapatkan rekomendasi dari
bupati/walikota setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c Menteri apabila WIUP berada pada lintas


wilayah provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota
setempat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PERKEMBANGAN PERATURAN DI BIDANG
 IUP diberikan kepada:
PERTAMBANGAN
 badan usaha;
 koperasi; dan
 perseorangan

Ijin Usaha Pertambangan


1

 Diberikan untuk 1 jenis mineral atau batubara


 Prioritas untuk jenis mineral lain – jika akan
diusahakan harus minta IUP baru
 Jangka waktu IUP Eksplorasi:
 Mineral logam - 8 tahun
 Mineral bukan logam - 3 tahun
 Mineral non logam jenis tertentu - 7 tahun

 Batuan - 3 tahun
 Batubara - 7 tahun
 Setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk
memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai
kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.
 IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada
badan usaha, koperasi, atau perseorangan atas
hasil pelelangan WIUP mineral logam atau
batubara yang telah mempunyai data hasil kajian
studi kelayakan.
 IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral
logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2
(dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
 IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral
bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima)
tahun.
 IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral
bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10
(sepuluh) tahun.
 IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan
dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali
masing- masing 5 (lima) tahun.
 IUP Operasi Produksi untuk Pertambangan batubara
dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20
(dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali
masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
 Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP
dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare
dan paling banyak
100.000 (seratus ribu) hektare.
 Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi
mineral logam dapat diberikan IUP kepada pihak lain
untuk mengusahakan mineral lain yang
keterdapatannya berbeda.
 Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
 Pemegang IUP Operasi Produksi mineral logam
diberi WIUP dengan luas paling banyak 25.000 (dua
puluh lima ribu) hektare.
 Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi
WIUP dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus)
hektare dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima
ribu) hektare.
 Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi
mineral bukan logam dapat diberikan IUP kepada
pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang
keterdapatannya berbeda.
 Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
 Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan
logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 5.000
(lima ribu) hektare.
 Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP
dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektare dan
paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
 Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi
batuan dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk
mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya
berbeda.
 Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
 Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP
dengan luas paling banyak 1.000 (seribu) hektare.
 Pemegang IUP Eksplorasi Batubara diberi WIUP
dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare
dan paling banyak
50.000 (lima puluh ribu) hektare.
 Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi
batubara dapat diberikan IUP kepada pihak lain
untuk mengusahakan mineral lain yang
keterdapatannya berbeda.
 Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
 Pemegang IUP Operasi Produksi batubara diberi
WIUP dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas
ribu) hektare.

Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG


Hari , Tanggal : Senin 27 Juni 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : XI ( Sebelas )

MATERI KULIAH…..

ENGEL Ijin Pertambangan KHUSUS

OLAAN
UU NO.11 TAHUN 1967

L:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
UU NO.11 TAHUN 1967
MBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
Ijin Pertambangan KHUSUS
OLAAN SUMBERDAYA
Pertambangan MINERAL:
mineral merupakan salah satu kekayaan nasional yang
dikuasai oleh negara demi kesejahteraan rakyat. Penguasaan mineral ini
UU NO.11 TAHUN 1967
diselenggarakan oleh pemerintah pusat melalui fungsi kebijakan, pengurusan,
pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan.Mineral sendiri merupakan salah satu
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan untuk mengelolanya perlu
PENGELOLAAN
mendapatkan SUMBERDAYA
izin dari pemerintah MINERAL:
pusat, karena mereka yang berwenang untuk
memberikan izin usaha pertambangan.Izin yang diberikan antara IUP dan IUPK.
UU NO.11 TAHUN 1967
Bagi mereka yang memegang IUP dan IUPK wajib membayar pendapatan negara
dan daerah, termasuk pajak.

Ketentuan mengenai hak dan kewajiban pajak bagi pemegang IUP dan IUPK
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 61/PMK.03/2021
(PMK 61/2021). 

Izin Usaha Pertambangan


IUP merupakan singkatan dari Izin Usaha Pertambangan merupakan
sebuah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. Berdasarkan UU No.
4/2009 s.t.d.d. UU No. 3/2020, yang dimaksud usaha pertambangan adalah:

“Kegiatan dalam rangka pengusahaan Mineral atau Batu Bara yang meliputi
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau
pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.”

IUP akan diberikan kepada pengaju izin setelah mereka mendapatkan


Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP), yaitu wilayah yang diberikan kepada
pemegang IUP.Izin pertambangan yang didapatkan dari IUP hanya berlaku untuk
satu jenis mineral atau batu bara. Jika suatu saat IUP menemukan mineral lain
dalam WIUP yang dikelolanya, maka mereka akan mendapatkan prioritas untuk
PERKEMBANGAN PERATURAN DI BIDANG
mengusahakannya dengan catatan mereka harus mengajukan permohonan IUP
PERTAMBANGAN
baru kepada menteri di bidang pertambangan mineral dan batubara

Izin Usaha Pertambangan Khusus


IUPK merupakan singkatan dari Izin Usaha Pertambangan Khusus adalah
izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha
Perambangan Khusus (WIUPK).Pemberian IUPK dilakukan melalui
1
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU Minerba.
IUPK ini diberikan kepada BUMN, BUMD, atau badan usaha
swasta.Tetapi yang mendapatkan prioritas utama adalah BUMN dan BUMD
dalam mendapatkan IUPK. Untuk badan usaha swasta dapat mendapatkan IUPK
dengan cara lelang WIUPK.Pasal 77 UU Minerba menyebutkan bagi pemegang
IUPK Eksplorasi dipastikan akan untuk mendapatkan IUPK Operasi Produksi
sebagai kelanjutan usaha pertambangannya. IUPK Operasi Produksi dapat
didapatkan oleh badan usaha berbadan hukum jika mereka memiliki data hasil
kajian studi kelayakan.

IUPK secara harfiahnya merupakan izin usaha yang diberikan sebagai


perpanjangan setelah pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Indonesia.Secara ringkas, IUP dan IUPK adalah izin
usaha pertambangan yang diberikan oleh pemerintah. Letak perbedaan antara
IUP dan IUPK ada pada pemberian izin, luas wilayah, kepentingan daerah, dan
pelaku usaha yang berhak melakukan kegiatan usaha pertambangan.

Ijin Pertambangan KHUSUS

 IUPK diberikan oleh Menteri dengan


memperhatikan kepentingan daerah.
 IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral logam atau
batubara dalam 1 (satu) WIUPK.
 Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang menemukan mineral lain di dalam WIUPK
yang dikelola diberikan prioritas untuk
mengusahakannya.
 Pemegang IUPK yang bermaksud mengusahakan
mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
wajib mengajukan permohonan IUPK baru kepada
Menteri.
 Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat menyatakan tidak berminat untuk
mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut.
 Pemegang IUPK yang tidak berminat untuk
mengusahakan mineral lain yang ditemukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menjaga
mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak
lain.
 IUPK untuk mineral lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5) dapat diberikan kepada
pihak lain oleh Menteri.

 Pemberian IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat


(1) dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
 IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, baik
berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
maupun badan usaha swasta.
 Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat prioritas
dalam mendapatkan IUPK.
 Badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang

IUPK terdiri atas dua tahap:

 IUPK Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan


umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;
 IUPK Operasi Produksi meliputi kegiatan
konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
 Pemegang IUPK Eksplorasi dan pemegang IUPK
Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau
seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
 luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan
eksplorasi pertambangan mineral logam diberikan
dengan luas paling banyak 100.000 (seratus ribu)
hektare.
 luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi
produksi pertambangan mineral logam diberikan
dengan luas paling banyak 25.000 (dua puluh lima
ribu) hektare.
 luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi
pertambangan batubara diberikan dengan luas paling
banyak
50.000 (lima puluh ribu) hektare.
 luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi
produksi pertambangan batubara diberikan dengan
luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare.
 jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan
mineral logam dapat diberikan paling lama 8
(delapan) tahun.
 jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan
batubara dapat diberikan paling lama 7 (tujuh) tahun.
 jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam
atau batubara dapat diberikan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali
masing- masing 10 (sepuluh) tahun.
Mata Kuliah : KEBIJAKAN TAMBANG
Hari , Tanggal : Senin, 04 Juli 2022
Waktu : 08.00 – 09.40
Dosen Pengampu : Drs. Nalom D. Marpaung, ST,.MT
Sem : VIII
Pertemuan : XII ( Duabelas )

Peserta :

MATERI KULIAH…..

ENGEL KEWAJIBAN PEMEGANG IUP DAN IUPK

OLAAN
UU NO.11 TAHUN 1967

L:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
MBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
OLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
PENGELOLAAN SUMBERDAYA MINERAL:
UU NO.11 TAHUN 1967
KEWAJIBAN PEMEGANG IUP DAN IUPK

1. Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik;


2. Mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi
Indonesia;
3. Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral
dan/atau batubara;
4. Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat setempat; dan
mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan

 Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang


baik, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan:
1. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja
PERKEMBANGAN
pertambangan; PERATURAN DI BIDANG
PERTAMBANGAN
2. Keselamatan operasi pertambangan;

3. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan


pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi
dan pascatambang;
4. Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;
1

5. Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan

usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair,


atau gas sampai memenuhi standar baku mutu
lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan
6. Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib
menyerahkan rencana reklamasi dan rencana
pascatambang pada saat mengajukan
permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK
Operasi Produksi.
7. Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan
pascatambang dilakukan sesuai dengan
peruntukan lahan pasca tambang.
8. Peruntukan lahan pascatambang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam
perjanjian penggunaan tanah antara pemegang
IUP atau IUPK dan pemegang hak atas tanah

9. Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan


dana jaminan reklamasi dan dana jaminan
pascatambang.
10. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dapat
menetapkanpihak ketiga untuk melakukan
reklamasi dan pascatambang dengan dana
jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
11. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberlakukan apabila pemegang IUP atau IUPK
tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang
sesuai dengan rencana yang telah disetujui
12. Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan
nilai tambah sumber daya mineral dan/atau
batubara dalam pelaksanaan penambangan,
pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan
mineral dan batubara.
13. Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi
wajib melakukan pengolahan dan pemurnian
hasil penambangan di dalam negeri.
14. Pemegang IUP dan IUPKdapat mengolah dan
memurnikan hasil penambangan dari
pemegang IUP dan IUPK lainnya.
15. Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha
pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh
asing wajib melakukan divestasi saham pada
Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha
swasta nasional.
16. Ketentuan lebih lanjut mengenai divestasi saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.
17. Untuk pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP
Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat
melakukan kerja sama dengan badan usaha, koperasi,
atau perseorangan yang telah mendapatkan IUP atau
IUPK.
18. IUP yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah IUP Operasi Produksi Khusus untuk
pengolahan dan pemurnian yang dikeluarkan oleh
Menteri,gubernur, bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
19. Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat
dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian dari hasil
penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR, atau IUPK.

Catatan :

Semua bahan / Materi kuliah


- (Pert-1 s.d Pert 12 ),
- Tugas – tugas,
- UTS dan Jawabannya dan
- UAS beserta Jawabannya…

Di Print Out dan di Jilid Rapi .

Dikumpul / diantar ke kampus setelah 3 hari


pelaksanaan UAS

Sebagai Niliai Tugas dan Kehadiran..


ERAL:

UUUUUUUUUUUUUUUUUUUJJJJJJ
OOIIPPPPPPUUUTAuuUUPPPuuuuUU1967
14

Anda mungkin juga menyukai