BATU BARA
Menurut sejarah geologi, di bumi pernah terdapat satu benua besar yang di
sebut Pangea. Pangea terdirii dari daratan laurasia di bagian utara, dan gondwana
di bagian selatan. Kedua wilayah terpisah saat periode trias. Saat periode karbon,
di bagian utara pangea, cekungan batubara Eropa barat dan tengah, Amerika
Serikat timur, dan CIS, berada di wilayah tropis, sehingga mire batubaranya
mengandung flora lepidodendron, sigillaria, dan chordaites. Flora tersebut
merupakan karakteristik pengendapan dari batubara. Sementara di bagian selatan
pangea yang saat ini menjadi Afrika, India, Australia, Amerika Selatan, berada di
wilayah dingin, sehingga mire batubaranya terbentuk di kondisi di wilayah yang
lebih dingin. Kondisi ini ditemukan di cirikan dengan ditemukannya flora
glossopteris.
1
Batubara ini di temukan di Amerika selatan, Afrika, Subkontinen India, Asia
tenggara. Episode terakhir adalah episode tersier. Batubara yang terbentuk
bervariasi dari gambut hingga antrasit. Batubara tersier menjadi cadangan besar
untuk batubara coklat dunia. Batubara tersier memiliki cirri-ciri singkapan lebar
dan jarang mengalami perubahan structural. Studi kronostratigrafi sulit di
terapkan, karena batubara terbentuk di linngkungan nonmarin. Padaendapan di
Eropa Barat, beberapa transgresi marin memungkinkan sikuen pembawa batubara,
dapat di dekati melalui dua cara yaitu studi pada sekuen sedimenter tempat
terjadinya batubara, dan studi pada batuan itu senidiri. Biasanya di terapkan
kronostratigrafi dan litostratigrafi untuk endapan batubara individual. Di tambah
juga dengan studi geofisika dan petrografi. Kombibasi dari studi – studi tersebut
memungkinkan untuk dibuatnya model geologi dan gambar 3d dari endapan
batubara.
Batu Bara adalah salah satu sumber energi yang penting bagi dunia, yang
digunakan pembangkit listrik untuk menghasilkan listrik hampir 40% di seluruh
dunia. Di banyak negara angka-angka ini jauh lebih tinggi: Polandia
menggunakan batu bara lebih dari 94% untuk pembangkit listrik; Afrika Selatan
92%; Cina 77%; dan Australia 76%. Batu bara merupakan sumber energi yang
mengalami pertumbuhan yang paling cepat di dunia di tahun-tahun belakangan ini
– lebih cepat daripada gas, minyak, nuklir, air dan sumber daya pengganti.
Batu Bara adalah sisa tumbuhan dari zaman yang berubah bentuk yang
awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut ( World Coal Institute ). Batu
Bara merupakan bahan bakar fosil , yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan,
batuan organic yang terutama terdiri dari Karbon, Hydrogen, dan Oksigen. Batu
Bara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan
lainnya dan di ubah oleh kombinasi pengaruh tekana dan panas selama jutaan
tahun sehingga membentuk lapisan batu bara.
Batu bara telah memainkan peran yang sangat penting ini selama berabad-
abad tidak hanya membangkitkan listrik , namun juga merupakan bahan bakar
utama bagi produksi baja dan semen, serta kegiatan-kegiatan industri lainnya.
Sumber Daya Batu Bara menyajikan tinjauan lengkap mengenai batu baradan
2
maknanya bagi kehidupan kita. Tinjauan ini menyajikan proses pembentukan batu
bara, penambangannya, penggunaannya serta dampaknya terhadap masyarakat
dan lingkungan hidup. Tinjauan ini menguraikan peran penting batu bara sebagai
sumber energi dan betapa pentingnya batu bara–bersama sumber energi lainnya –
dalam memenuhi kebutuhan energi dunia yang berkembang dengan cepat.
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah
tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi
dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi
pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi
serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan
terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam–macam. Oleh karena itu,
karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field)
dan lapisan batubara (coal seam).
3
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6012); Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara
sebagaimana telah beberapa kali diubah.
4. Dengan Peraturan Pemerintsh Nomor 1 Tahun 2017 perubahan keempat
atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
tentang Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5142);
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun
2013 tentang Tata Cara Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan
Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Logam dan Batubara (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 1123);
7. UUD 1945;
8. UU Gangguan (Hinderordonnantie) 1926;
9. UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;
10. UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan;
11. UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
12. PP Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja Dibidang Pertambangan
13. PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup,
14. PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun
1998 tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Departemen Dan Energi di Bidang Petambangan umum.
15. PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32
Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967
16. PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
Hutan
4
17. PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral
18. PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan
untuk Kepentingan Pembangunan diluar Kegiatan Kehutanan yang
Berlaku Pada Departemen Kehutanan
19. PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara
20. PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang
21. PP Nomor 27 tentang Izin Lingkunagan
22. PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP Nomor 24 Tahun
2010 Penggunaan Kawasan Hutan
23. Peraturan presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal
24. PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan
dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis
Batubara
25. PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Penerapan Kompetisi Profesi Bidang Pertambangan Mineral dan
Btubara
26. PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan
Penutupan Tambang
27. PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perubahan
Penanaman Modal Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya
Pengusahaan Perambangan Batubara
28. PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Usaha Jasa Pertambangan Minerl Dan Batubara
29. PERMEN ESDM Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Sebagai
Urusan Pemerintah Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral
Kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka
Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2010
30. PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan
Pemasokan Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan
Dalam Negei
5
31. PERMEN ESDM Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pendelegasian
Wewenang Pemberian Izin Usaha Bidang Energi Dan Sumber Daya
Mineral Dalam Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu DI Bidang
Penanaman Modal Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Moda
32. PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan
dan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara
33. PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan
Wilayah Usaha Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah 11
34. PERMEN Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
35. PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdangan
36. PERMEN Perdangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang
Perubahan Atas PERMEN perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007
tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdangan
37. PERMEN Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penetapan Izin Gangguan Di Daerah;
38. PERMEN Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
39. PERMEN Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan
Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar
40. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
41. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan
Masalah Pertambangan Tanpa Izin;
42. Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan
Bakar Minyal Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian
Aliran Listrik;
43. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1086 K/40/MEM/2003 tentang
Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Khusu Bidang Geologi dan
Pertambangan;
44. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang
Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan;
45. Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 680
6
K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 75
Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara;
46. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1128 K/40/MEM/2004 tentang
Kebijakan Batubara Nasional;
47. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing;
7
BAB II
dari penimbunan material asal berupa penimbunan lanau dan sedimen lainnya.
Bersama dengan pergeseran kerak bumin( dikenal sebagai pergeseran tektonik ),
menimbun rawa dan gambut yang seringkali sampai kedalaman yang sangat
dalam. Dengan penimbunan tersebut material tumbuhan tersebut mengalami
proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi
gambut dan kemudian Bstu Bara.
Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta
lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses
awalnya gambut berubah menjadi lignite (batubara muda) atau ‘brown coal
(batubara coklat)’ – Ini adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Dibandingkan dengan batubara jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan
warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Akibat pengaruh
suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batubara muda menjadi batubara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi
dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya
lebih hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat,
peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-
8
bitumen’ . Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara
menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau
‘antrasit’ . Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
9
Tahap pembentukan gambut dan tumbuhan (peatification); proses
mikrobial dan perubahan kimia (biochemichal coalification).
Tahap pembentukan Batu Bara dari gambut (coalification);
perubahan struktur kimia dan fisika pada endapan pembentuk Batu
Bara.
Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuh-
tumbuhan subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak
tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama
semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan
dan material tetumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini
merupakn tahap awal dari rangkaian pembentukan batubara yang ditandai oleh
reaksi biokimia yang luas. Selama proses penguraian tersebut, protein, kanji, dan
selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian
material kayu (lignin) dan bagian tetumbuhan yang berlilin (kulit ari daun,
dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah dalam batubara yang muda masih
terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa tumbuhan. Bagian-
bagian tumbuhan itu terurai di bawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air
dan amoniak, serta dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan
humus dan sebagai hasilnya adalah gambut.
Gambut, adalah batuan sedimen yang dapat terbakar. Berasal dari tumpukan
hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumufikasi (proses pembentukan
asam humin) dan dalam kondisi tertutup udara-umumnya di bawah air-tidak
padat, dengan kandungan air lebih dari 75% berat Ar (Ah received = berat pada
saat diambil di lapangan) serta kandungan mineral labih kecil dari 50% dalam
kondisi kecil (Wolf, 1984 dalam Anggayana, 2002).
Jika ada tumpukan sisa tumbuhan berada pada kondisi basah (di bawah air,
tidak seluruhnya berhubungan dengan udara) dan kandungan oksigennya sangat
rendah, sehingga tidak memungkinkan bakteri aerob hidup, sisa tumbuhan
tersebut tidak akan mengalami proses pembusukan dan penghancuran sempurna.
Pada kondisi tersebut hanya bakteri anerob yang melakukan proses dekomposisi
membentuk gambut (peat).
10
a) Faktor pembentukan gambut
1. Kelembapan yang berlebihan
2. Pengiriman zat makanan
3. Derajat keasaman atau alkalinitas
4. Potensial oksida reduksi
b) Pembagian gambut
1. Hochmoor ditumbuhi oleh jenis tumbuhan yang sangat terbatas
(lumut dan rumput dengan daun yang kecil)
2. Niedermoor, biasanya tumbuh rumput-rumputan dengan daun yang
lebar dan tumbuhan perdu (sehingga pada musim semi dan pada
musim padan kelihatan sangat hijau)
c) Fase Penggambutan
1. Terjadi perubahan biogenic, batang-batang tanaman yang mati
terurai secara biokimia dan ketika terkubur mengalami pertambahan
beban dari sedimen diatasnya serta mengalami peningkatan
temperaturnya membuatnya dewasa secara dinamotermal sehingga
lambat laun gambut berubah menjadi batubara.
2. Tahap gambut merupakan syarat mutlak untuk pembentukan
batubara. Dalam keadaan normal tumbuhan mati yang tersingkap di
udara akan hancur oleh proses oksidasi dan oleh organisme,
terutama fungi dan bakteri anaerob.
3. Bila tumbuhan tertimbun dalam rawa sehingga jenuh air, maka
terdapat beberapa kemungkinan perubahan. Bakteri aerobik yang
membutuhkan oksigen akan segera mati seiring dengan
berkurangnya oksigen dalam rawa. Sementara itu, bakteri anaerob
yang tidak membutuhkan oksigen akan muncul dengan fungsi yang
sama, yaitu menguraikan unsur-unsur tanaman.
4. Jika keadaan air rawa tenang maka hasil kegiatan bakteri tidak akan
hilang dan terkumpul di atasnya. Akibatnya, lingkungan rawa
menjadi tidak bersih, aktifitas bakteri menjadi terbatas dan
peruraian tumbuahan sisa kemudian berhenti. Pada tingkat ini
hasilnya disebut peat ( gambut ).
5. Jika gambut dialiri air maka bahan-bahan penghambat mejadi
hilang terbawa aliran dan peruraian berlangsung lagi dan
kemungkinan gambut tidak terbentuk. Jika endapan gambut tidak
teraliri lagi, akan tetapi terkubur oleh lapisan sedimen halus yang
sifatnya kedap air (“impermeable”) maka pengawetan secara alami
11
mungkin terjadi. Bila proses ini berlangsung berulang –ulang maka
akan terbentuk perlapisan batubara.
d) Pembagian Gambut
1. Hochmoor bisa mencapai beberapa meter dari permukaan tanah
dengan bentuk yang cembung. Moor ini tidak tergantung pada air
tanah atau air kolam karena moor ini mempunyai sistem air
tersendiri yang tergantung hanya pada air hujan. Moor ini terjadi
akibat neraca air yang positif (penguapan lebih kecil dari uap hujan)
sehingga air huan tersimpan dalam gambut. Akibatnya pH menjadi
lebih kecil dan miskin akkan oksigen. Dengan demikian
penghancuran sisa yumbuhan menjadi terhambat (penumpukkan
gambut menjadi cepat). Karena miskin akkan bahan makanan maka
disebut Ombrotoph
2. Niedermoor terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan
makanan (eutrop) atau pada suatu bagian perairan (danau) yang
menjadi darat (Verlandung Nahrstofffreicher Gewasser), dimana
kaya akan makanan bagi tumbuhan sebagai penyebab
berlimpahnya/ tumbuh subur vegetasi.
Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses penbentukan batubara atau
yang disebut Tahap metamorfik. Penutupan rawa gambut memberikan
kesempatan pada bakteri untuk aktif dan penguraian dalam kondisi basa
menyebabkan dibebaskannya CO2, sehingga kandungan hidrogen dan karbon
bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap
pembentukan lignit, yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan
12
C79H5,5O14,1. dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon 80,4%,
hidrogen 0,5%, dan oksigen 19,1%.
e) Tahap Pembatubaraan
1. Teori Pembatubaraan
• Teori In-situ
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan
ditempat dimana batubara tersebut. Batubara yang terbentuk biasanya
terjadidi hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan
tersebut padasaat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa
tersebut dan sisa tumbuhan tersebut tidakmengalami pembusukan
secara sempurna dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang
membentuk sedimen organik.
• Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan
yang bukan ditempat dimana batubara tersebut. Batubara yang
terbentuk biasanya terjadi di delta mempunyai ciri-ciri lapisannya yaitu
tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam),
banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).
13
2. Proses Pembatubaraan
Jika lapisan gambut yang telah terbentuk kemudian di tutupi oleh
lapisan sedimen, bakteri an aerob akan mati, maka lapisan gambut akan
mengalami peningkatan tekanan seiring dengan penambahan beban dan
bertambahnya ketebalan lapisan sedimen. Tekanan yang besar
mengakibatkan peningkatan temperatur.
Kenaikan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan
mengubanya menjadi batubara.
1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.Antrasit digunakan terutama untuk pemanasan
ruangan perumahan dan komersial. Antrasit bersifat keras, getas,
berwarna hitam mengkilap sehingga sering disebut hard coal. Batubara
ini lambat menyala apabila temperatur tungku tidak tinggi dan
memerlukan draft yang kuat. Batubara antrasit tanpa nyala api atau
dengan nyala api kebiru – biruan. Antrasit merupakan batubara yang
paling banyak ditambang di Sumatra, Bengkulu dan Kalimantan (Tim
Kajian Batubara Nasional, 2006).
2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-
10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di
Australia. Batubara bituminus biasanya berwarna hitam, kadang –
kadang coklat tua Bituminus terbakar dengan nyala api berwarna kuning
dan berasap. Bituminus merupakan batubara yang paling banyak
ditambang di Australia dan Kalimantan (Tim Kajian Batubara Nasional,
2006).
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus. Batubara subbituminus (lignit hitam) merupakan
batubara yang memiliki sifat di antara sifat batubara lignit dan batubara
bituminous yang mengandung 68 % unsur Karbon (C) dan berkadar air
10-35 % dari beratnya. Biasanya digunakan sebagai bahan bakar pada
pembangkit listrik tenaga uap. Subbituminus mengandung sedikit karbon
dan banyak air sehingga menjadi sumber panas yang kurang efisien
14
dibandingkan dengan bituminous. Sub-bituminus banyak terdapat Pulau
Sumatra hingga di Pulau Kalimantan (Tim Kajian Batubara Nasional,
2006).
4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya. Batubara lignit atau sering
disebut batubara coklat (brown coal) adalah batubara yang sangat lunak.
Lignit memiliki kandungan volatile matter yang tinggi atau mengandung
air 35-75% dari beratnya sehingga membuatnya lebih mudah berubah
menjadi gas dan cairan dibandingkan batubara dengan peringkat yang
lebih tinggi. Jika tidak disimpan dengan hati–hati, lignit akan mengalami
pembakaran spontan. Jenis batubara ini banyak terdapat di Palau Jawa
terutama Jawa Timur dan Jawa Barat serta di Pulau Sulawesi dan Maluku
Utara (Tim Kajian Batubara Nasional, 2006).
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori
yang paling rendah.
15
Berdasarkan karakteristik endapan batubara, ada empat lingkungan
pengendapan utama batubara di daerah coastal menurut Horne (1978), yaitu:
16
Gambar 2.3 Sketsa lingkungan pengendapan dan kondisi akumulasi gambut
(Diessel, 1992)
17
Research di Inggris. Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan
menggunakan parameter volatile matter (dry, mineral matter free) dan
cooking power yang ditentukan oleh pengujian Gray King.
Klasifikasi rank batubara didasarkan atas :
Volatile matter (dry mineral matter free)
Cooking power
Pembagian klasifikasi :
Volatile lebih dari 32% dmmf coal rank 400-900 High Volatile
Coal.
18
4. Standar ISO (Internasiona Standarization Organization)
Penentu peringkatnya menggunakan Reflektan Vitrinite (Rv)
hasil analisis petrografi. ISO membagi menjadi tiga yaitu : peringkat
rendah, menengah dan peringkat tinggi.
Peringkat rendah : lignit – sub bituminous Rv ≤ 0,5%
Peringkat menengah adalah batubara bituminous yang mempunyai Rv
antara 0,5 – 2,0
Peringkat tinggi adalah kelompok antrasit yang memiliki Rv antara 2,0 –
6,0
5. Klasifikasi SNI
Batubara Energi Rendah (Brown Coal)
Jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak, mudah
diremas, mengandung kadar air yang tinggi (10-70)%, terdiri dari batubara
energi rendah lunak (brown coal) dan batu bara energi tinggi (lignitic
hard brown coal) masih memperlihatkan struktur kayu, nilai kalori < 7.000
kalori/ gram (dry ash free-ASTM).
Batubara Energi Tinggi (Hard Coal)
Semua jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi dari brown coal,
bersifat keras, tidak mudah diremas, kompak, mengandung kadar air yang
rendah, struktur kayu tidak nampak lagi. Nilai kalori >7.000 kalori/gram
(dry ash free-ASTM).
Pada prinsipnya dikenal dua jenis pengujian analisis untuk kualitas batubara
yaitu Analisis Prosikmat (Proximate analysis) dan Analisis Ultimate (Ultimate
Analysis/Elemental Analysis).
1. Analisis Proksimat
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar moisture
(air dalam batubara) kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture
serta toal moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed
carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat
dalam batubara sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-
combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida
(SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainya volatile
19
matters adalah kandungan batubara yang terbebaskan pada temperatur tinggi
tanpa keberadaan oksigen. Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang
terdapat dalam batubara setelah volatile matters dipisahkan dari batubara.
2. Analisis Ultimat
Analisis ultimat dijalankan dengan analisis kimia untuk menentukan kadar
karbon (C), Hidrogen (H2), Oksigen (O2), Nitrogen (N2), dan Belerang (S).
Keberadaan dan sifat dari unsur-unsur tersebut sebanding dengan peringkat
batubara, semakin tinggi rank batubara semakin tinggi kandungan
karbonnya, sementara kandungan hidrogen dan oksigennya akan semakin
berkurang. Sedangkan nitrogen merupakan unsur yang bersifat bervariasi
begantung dari material pembentuk batubara. Analisis karbon pada ultimate
tidak sama dengan analisis fixed carbon. Fixed carbon merupakan kadar
karbon terlambat atau karbon tetap tertinggal bersama abu bila batubara
telah dibakar tanpa oksigen dan setelah zat volatile habis. Fixed carbon
merupakan kadar karbon yang pada temperatur penetapan voliatile matter
tidak menguap sedangkan karbon yang menguap pada temperatur tersebut
termasuk kedalam voliatile matter.
3. Analisis Lain-Lain
Analisis lain-lain adalah analisa untuk menentukan calorific value (nilai
kalor), total sulfur, ash (susunan kandungan abu), ash fusion temperature/
AFT (titik leleh abu), hardgrove gradibility index (HGI).
20
Analisis Lain-lain
Calorfic value (nilai kalor),
Nilai kalor adalah panas yang dihasilkan oleh pembakaran sampel dalam
lingkungan yang terkendali. Nilai kalor dapat dihitung dengan bomb
calorimeter dimana sampel ditutup rapat dan diberi tekanan atmosfer 20
– 30 atm.
Hardgrove Gradibility Indeks adalah bilangan yang menyatakan mudah
tidaknya batubara digerus, dengan rumus HGI = 13,6 + 6,93 W, dengan
W adalah berat batubara lolos 200 mesh.
Analisis kandungan abu, abu yang terjadi pada batubara akan
membentuk oksida SiO2, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO. Analisa kandungan
abu dilakukan dengan mengabukan abu, kemudian dilarutkan dalam
HCL.
Suhu leleh abu mempengaruhi jenis dasar tungku yang dibutuhkan dan
menunjukkan tendensi untuk terjadinya klinker dan pergerakan.
Lapisan Batu Bara sering berasosiasi dengan batu Lanau , batulempung, dan
batupasir yang besifat kompak (consolidatet), atau dengan Lanau, Lempung dan
Pasir yang bersifat lepas (unconsilidatet). Sering pula dijumpai adanya sisipan
batugamping yang cukup tebal seperti di Tongkura. Lignit dan sub bituminus pada
umumnya berasosiasi dengan lapisan yang bersifat lepas disebabkan proses
terbentuknya dalam pengaruh tekanan dan suhu yang rendah. Sebaliknya,
peringkat batu bara yang lebih tinggi selalu ditemukan berasosiasi dengan lapisan
sedimen bersifat consolidated akibat pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi pada
saat pembentukannya.
21
Potensi batubara di Pulau Sumatra memiliki cadangan yang cukup besar. Daerah
tambang batubara terbesar adalah Provinsi Sumatra Selatan dengan cadangan
batubara sebesar 85% dari seluruh sumberdaya batubara yang ada di pulau
Sumatra. Potensi batubara tersebut tersebar di dua wilayah kabupaten, yaitu di
Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara Enim. Pada tahun 2009 jumlah produksi
batubara Sumatra Selatan hanya mencapai 10 juta ton. Hasil produksi tersebut
masih tergolong kecil dibandingkan seluruh potensi batubara yang ada. Kendala
yang dihadapi untuk meningkatkan kapasitas produksi batubara di Sumatra
Selatan disebabkan oleh fasilitas sarana dan prasarana yang tidak memadai dan
ekonomis. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian
Perhubungan didalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS)
mengaharapkan perkeretaapian nasioanal menjadi tulang punggung angkutan
barang dan angkutan penumpang, sehingga dapat menjadi salah satu penggerak
perekonomian nasional. Untuk itu, guna mendukung peningkatan produksi
batubara di Sumatra Selatan, Kementerian Perhubungan Dirjen Perkeretaapian
Inodnesia berupaya mengembangkan jaringan transportasi yang andal dan
berkapasitas besar. Alternatif yang paling memungkinkan adalah pengembangan
jaringan kereta api dengan membangun jalur kereta api ganda. Selain berkapasitas
besar, juga mempertimbangkan kondisi jarak antar stasiun yang ada di lintas
layanan Muara Enim – Lahat yang relatif jauh. Selain itu, tentunya akan
bermanfaat untuk meningkatkan minat masyarakat menggunakan angkutan kereta
api.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong
kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah
sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di
mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem
dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
22
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan
sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel
fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu
bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut:
Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori,
(berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton. Jumlah ini
sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun
ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan
kurang memberi nilai tambah tinggi.
1. Pemetaan geologi
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Satapona, 2015), stratigrafi lokasi
penelitian terdiri dari tiga satuan, yaitu :
Satuan sekis, terdiri dari sekis mika (Travis, 1955), sekis klorit (Travis,
1955), sisipan kuarsit (Travis, 1955) dan sisipan batubara (Noor, 2012).
23
Satuan Batubara (Noor, 2012).
Satuan alluvial, terdiri dari endapan alluvial berukuran pasir-bongkah
(Wentworth, 1922).
Satuan sekis
Pembahasan satuan batuan sekis pada daerah penelitian meliputi uraian
mengenai dasar penamaan satuan, penyebaran, ciri litologi meliputi karakteristik
megaskopis dan petrografis, penentuan fasies, panantuan umur dan lingkungan
pembentukanya dan hubungan stratigrafi dengan satuan lain pada daerah
penelitian.
a. Dasar penamaan satuan litologi
Penamaan untuk satuan ini berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis
dan analisis petrografis, yang kemudian dipadukan dengan klasifikasi batuan
metamorf menurut Travis (1955) dan informasi geologi regional. Berdasarkan
hasil deskripsi secara megaskopis dan petriografis satuan ini disusun oleh litologi
berupa sekis mika (Travis, 1955), sekis klorit (Travis, 1955) dan sisipan kuarsit
(Travis, 1955). Oleh karena satuan ini didominasi oleh sekis, maka satuan ini
dinamakan satuan sekis.
24
biotit,hornblende dan kuarsa. Singkapan batuan ini di jumpai di lereng sebuah
sungai di daerah penelitian. Gambar 1.4 Singkapan sekis mika difoto ke arah
N1550E (Satapon, 2015).
25
f. Hubungan stratigrafi dengan litologi lainnya
Hubungan stratigrafi antara satuan sekis dengan satuan batuan yang ada
diatasnya adalah selaras.
Satuan batubara
Batubara di daerah penelitian dijumpai sebagai sisipan dalam satuan ini di
stasiun 1 dan 2 di sungai Pulombua. Penyebaran batubara pada satuan ini
menempati areal sungai dengan luas 12,58 Ha atau 1,03% dari total luas daerah
penelitian. Berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi A-B, diperoleh
ketebalan satuan ini adalah 22m.
(Satapona, 2015)
26
Satuan ini diperkirakan terbentuk pada cekungan busur belakang (back arc
basin) tumbukan pada akhir kapur awal hingga paleogen yang memalihkan
kembali batuan metamorf daerah penelitian. Maka, satuan ini diperkirakan
terbentuk pasca tumbukan pada awal Miosen (zaman Paleogen).
Satuan alluvial
Pembahasan mengenai satuan alluvial darah penelitian meliputi dasar
penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri endapan, umur dan lingkungan
pengendapan dan hubungan stratigrafi dengan batuan lainya.
a. Dasar penamaan
Penamaan dari satuan alluvial didasarkan atas ciri yang dijumpai di lapangan.
Berdasarkan atas ciri yang dijumpai di lapangan material penyusun dari satuan ini
terdiri dari endapan-endapan yang belum terlitifikasi dengan baik.
b. Penyebaran satuan
Penyebaran dari satuan alluvial ini menempati 124,49 Ha atau sekitar 10,20% dari
total luas daerah penelitian. Endapan ini terletak pada bagian tengah daerah
penelitian atau tepatnya di sekitar sungai Aala Tawanga.
c. Ciri endapan
Material penyusun dari satuan ini terdiri dari material hasil rombakan batuan yang
lebih tua berupa material-material lepas dari bongkah hingga lempung, yakni
batuan metamorf sejenis sekis. Dari hasil pengamatan lapangan dari sedimen ini
diperoleh bahwa material sedimen tersusun atas sekis mika, sekis klorit dan
kuarsit. Secara keseluruhan memperlihatkan warna abu-abu muda hingga abu-abu,
bentuk butirnya ekuan, mencakram (discoid) hingga bladed, kebundarannya
adalah membulat hingga menyudut tanggung. Satuan aluvial di sepanjang Sungai
Aala Tawanga ini memperlihatkan ciri ukuran butir yang semakin mengecil
dengan penyebaran yang relatif meluas kearah hilir.
27
BAB III
28
Ada dua metode tambang bawah tanah: tambang room and pillar dan
tambang longwall.
Dalam tambang room and pillar, endapan batu bara ditambang dengan
memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan
‘pilar’ batu bara untuk menyangga atap tambang. Pilar-pilar tersebut
dapat memiliki kandungan batu bara lebih dari 40% – walaupun batu
bara tersebut dapat ditambang pada tahapan selanjutnya. Penambangan
batu bara tersebut dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat
mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-
pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang
kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan.
Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar
batubara sebagai penyangga alamiah. Metode ini biasa diterapkan pada
daerah dimana penurunan (subsidence) tidak diijinkan.
Seluruh blok batubaranya dibuat jalan (batubara yang digali = room
selebar 10 m) dan pillar (sebagai penyangga selebar 30×30 m)
menggunakan kombinasi continuous miner (CM), roof bolter, dan
shuttle catr.
Metode penambangan batubara ini, menetapkan suatu panel atau blok
penambangan tertentu, kemudian menggali maju dua sistem (jalur)
terowongan, masing-masing melintang dan memanjang, untuk
melakukan penambangan batubara dengan pembagian pilar batubara.
Metode ini hanya mengambil 30-40% dari total batubara yang ada.
Untuk menaikkan produksi, setelah semua block tersebut di tambang,
ketika kembali ke jalan utama dekat shaft, pilarpilar yang ditinggalkan
di kikis sedikit (proses ini namanya retreat mining).
Peralatan yang biasa digunakan untuk metode room and pillar antara
lain :
29
c. Alat angkut digunakan truck berdimensi kecil, belt conveyor, chain
conveyor, lori-lokomotif (train) dan lain-lain.
a. Produktivitas rendah
b. Investasi alat kecil
c. Rasio penambangan (mining recovery) sekitar 60 - 70 %
d. Lebih fleksibel terhadap gangguan operasi, geologi dan peralatan
e. Karena meninggalkan batubara dalam jumlah besar maka berpotensi
terjadi swabakar
f. Hanya dapat diaplikasikan pada ketebalan lapisan 1 - 4 m
g. Potensi subsidence kecil
30
c. Step Room and Pillar Method
Metode step room and pillar cocok diterapkan pada cadangan dengan
inkliasi 15-30 dengan ketebalan lapisan cadangan antara 2-5 meter.
Step room and pillar merupakan metode yang digunakan dan
dirancang untuk memudahkan peralatan beroperasi di dalam
cadangan (ore deposit), stope dirancang berjenjang akan tetapi
terdapat jalan yang menghubungkan antar step atau jenjang.
Kelebihan metode step room and pillar method adalah pengangkutan
di dalam permukaan kerja hampir tidak memerlukan tenaga
penggerak karena dapat berjalan sendiri, misalnya melaluijalan
penghubung.
Kelemahann metode step room and pillar method adalah
memerlukannya tenaga kerja yang banyak untuk membawa masuk
peralatan, sehingga volume produksi tergantung dari banyaknya alat
mekanis yang tersedia.
31
c. Ada batas maksimum penambangan bagian dalam, yang antara lain
disebabkan oleh peningkatan tekanan bumi (batasnya sekitar lima
ratus meter di bawah permukaan bumi).
d. Karena banyak batubara yang disisakan, akan meninggalkan masalah
dari segi keamanan untuk penerapan di lapisan batubara yang mudah
mengalami swabakar.
e. Recovery metode penambangan batubara sistem ruang dan pilar
sangat rendah, namun akhir-akhir ini ada juga tambang batubara
yang berhasil menaikkan recoverynya.
2. Longwall
32
Ciri-ciri metode penambangan batubara sistem long wall:
33
2. Tambang Terbuka
Tambang terbuka adalah suatu sistem penambangan dimana seluruh
aktifitasnya berhubungan langsung dengan udara luar. Tambang Terbuka – juga
disebut tambang permukaan – hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu
bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka memberikan
proporsi endapan batu bara yang lebih banyak daripada tambang bawah tanah
karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi – 90% atau lebih dari batu
bara dapat diambil.
Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter
persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk: dragline (katrol
penarik), yang memindahkan batuan permukaan; power shovel (sekop hidrolik);
truk-truk besar, yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara; bucket wheel
excavator (mobil penggali serok); dan ban berjalan.
1. Contour mining
Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang tersingkap
di lereng pegunungan atau bukit. Cara penambangannya diawali dengan
pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah singkapan di sepanjang
lereng mengikuti garis ketinggian (kontur), kemudian diikuti dengan
34
penambangan endapan batubaranya. Penambangan dilanjutkan ke arah
tebing sampai dicapai batas endapan yang masih ekonomis bila ditambang.
a. Conventional contour mining
Pada metode ini, penggalian awal dibuat sepanjang sisi bukit pada daerah
dimana batubara tersingkap. Pemberaian lapisan tanah penutup dilakukan
dengan peledakan dan pemboran atau menggunakan dozer dan ripper serta
alat muat front end leader, kemudian langsung didorong dan ditimbun di
daerah lereng yang lebih rendah. Pengupasan dengan contour stripping akan
menghasilkan jalur operasi yang bergelombang, memanjang dan menerus
mengelilingi seluruh sisi bukit.
b. Block-cut contour mining
Pada cara ini daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok penambangan
yang bertujuan untuk mengurangi timbunan tanah buangan pada saat
pengupasan tanah penutup di sekitar lereng. Pada tahap awal blok 1 digali
sampai batas tebing (highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah penutup
tersebut ditimbun sementara, batubaranya kemudian diambil. Setelah itu
lapisan blok 2 digali kira-kira setengahnya dan ditimbun di blok 1.
Sementara batubara blok 2 siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3
digali dan berlanjut ke siklus penggalian blok 2 dan menimbun tanah
buangan pada blok awal.
Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka lapisan tanah
penutup blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara pada blok 3
tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok 5 dipindahkan ke blok 3,
kemudian lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke blok 4 dan
seterusnya sampai selesai. Penggalian beruturan ini akan mengurangi
jumlah lapisan tanah penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit.
35
Gambar 3.3 Conventional Contour Mining (Anon, 1979)
36
Ada tiga jenis perlatan yang sering digunakan, yaitu :
37
d. Box-cut contour mining
Pada metode box-cut contour mining ini lapisan tanah penutup yang sudah
digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan
hingga membentuk suatu tanggul-tanggul yang rendah yang akan membantu
menyangga porsi terbesar dari tanah timbunan.
38
3. Area mining method
Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat
permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai. Penambangannya
dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai lapisan dan tanah
penutup dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal sampai batas pit.
c. Block area mining Cara ini hampir sama dengan conventional area mining
method, tetapi daerah penambangan dibagi menjadi beberapa blok
penambangan. Cara ini terbatas untuk endapan batubara dengan tebal
lapisan tanah penutup maksimum 12 m. Blok penggalian awal dibuat
dengan bulldozer. Tanah hasil penggalian kemudian didorong pada daerah
yang berdekatan dengan daerah penggalian.
39
Gambar 3.10 Area Mining With Stripping Shovel (Chioronis, 1987)
a. Lapisan miring
Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari satu lapisan
(single seam) atau lebih (multiple seam). Pada cara ini lapisan tanah
penutup yang telah dapat ditimbun di kedua sisi pada masing-masing
pengupasan.
40
Gambar 3.12 Open Pit Method pada lapisan miring (Hartman, 1987)
b. Lapisan tebal
Pada cara ini penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan tanah
penutup dan penimbunan dilakukan pada daerah yang sudah ditambang.
Sebelum dimulai, harus tersedia dahulu daerah singkapan yang cukup untuk
dijadikan daerah penimbunan pada operasi berikutnya. Pada cara ini, baik
pada pengupasan tanah penutup maupun penggalian batubaranya, digunakan
sistem jenjang (benching system).
Gambar 3.13 Open Pit Method pada lapisan tebal (Hartman, 1987)
41
3. Penambangan dengan Auger (Auger Mining)
Auger mining adalah sebuah metode penambangan untuk permukaan
dengan dinding yang tinggi atau penemuan singkapan (outcrop recovery)
dari batubara dengan pemboran ataupun penggalian bukaan ke dalam
lapisan di antara lapisan penutup. Auger mining dilahirkan sebelum 1940-an
adalah metode untuk mendapatkan batubara dari sisi kiri dinding tinggi
setelah penambangan permukaan secara konvensional. Penambangan
batubara dengan auger bekerja dengan prinsip skala besar drag bit rotary
drill. Tanpa merusak batubara, auger mengekstraksi dan menaikkan
batubara dari lubang dengan memiringkan konveyor atau pemuatan dengan
menggunakan loader ke dalam truk.
Pengembangan dan persiapan daerah untuk auger mining adalah tugas yang
mudah jika dilakukan bersamaan dengan pemakaian metode open cast atau
open pit. Setelah kondisi dinding tinggi, auger drilling dapat ditempatkan
pada lokasi. Kondisi endapan yang dapat menggunakan metode ini
berdasarkan Pfleider (1973) dan Anon (1979) adalah endapan yang
memiliki penyebaran yang baik dan kemiringannya mendekati horisontal,
serta kedalamannya dangkal (terbatas sampai ketinggian dinding dimana
auger ditempatkan.
Gambar 3.14 Auger Mining pada lapisan batubara dengan kemiringan lapisan
rendah (Salem Tool Inc.,1996)
42
Gambar 3.15 Auger Mining pada lapisan batubara dengan kemiringan lapisan
curam (Salem Tool Inc.,1996)
Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara
tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang
tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai
ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan
mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu bara
(“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara
tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian
dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan
penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan
sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk
mengurangi kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah
dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.
Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode
‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari
kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan
dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus.
Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat
dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat
akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
43
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya
berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin
sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat,
sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah
tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda
dari batu bara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel
batubara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke
dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan
menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut
dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan teknolologi
belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara yang
sangat baik.
44
disekitar area pengolahan. Semua f aktor tersebut diatas akan menentukan jenis,
dimensi dan kapasitas peralatan atau mesin pengolahan yang dibutuhkan serta
flowsheet pengolahan yang sesuai dengan memperhatikan unsur keselamatan
kerja.
a. Kapasitas produksi
b. Kualitas produksi
Sebagai umpan (feed) awal proses pengolahan adalah batubara dari tambang
atau ROM atau raw coal yang ditumpuk di stockpile di lokasi pengolahan.
Ukuran maksimum umpan awal ini direncanakan 300 mm, sedangkan terhadap
umpan yang lebih besar d ari 300 mm akan dilakukan pengecilan secara manual
menggunakan hammer breaker. Baik umpan batubara dari tambang maupun hasil
pengecilan ulang semuanya dimasukkan ke hopper menggunakan wheel loader
untuk dilanjutkan ke proses reduksi dan pengayakan sampai diperoleh produkta
akhir yang siap jual.
45
ke tumpukan untuk dire duksi ulang menggunakan hammer breaker. Hasil reduksi
ulang dikembalikan lagi ke grizzly untuk pemisahan atau pengayakan ulang.
Proses ini berlangsung terus menerus selama shift kerja berlangsung.
Terdapat beberapa metoda untuk menentukan dimensi screen dan cara yang
dipakai dalam rancangan unit screen dalam studi ini adalah cara grafis dengan
beberapa rangkuman konstanta (faktor) yang diperlukan seperti terlihat pada
Tabel 2. Konstanta tersebut merupakan faktor yang telah disesuaikan dengan
kondisi di lapangan yang umumnya digunakan untuk pengayakan batubara.
Gambar 2.a adalah kurva untuk menghitung produkta hasil pengayakan
(ton/jam/ft²) dan Gambar 2.b hubungan antara lebar ayakan dengan laju
produkta per inci bed depth (ketebalan lapisan aggregate batubara di atas ayakan)
dengan kecepatan 1 ft/sec.
5. Pengayakan tahap-2
Jenis alat yang dipakai adalah vibrating screen yang digunakan untuk
memisahkan fraksi berukuran -50 mm. Umpan yang masuk adalah hasil
peremukan dari crusher sekunder berukuran -150 mm. Agar memperoleh
46
kapasitas sesuai dengan target, maka perhitungan dimensi ayakan pada tahap-2 ini
sama seperti yang telah diuraikan pada perhitungan dimensi ayakan tahap-1.
Batu bara memiliki riwayat yang panjang dan beragam. Beberapa ahli
sejarah yakin bahwa batu bara pertama kali digunakan secara komersial di Cina.
Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina
menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang
logam sekitar tahun 1000 Sebelum Masehi. Salah satu dari rujukan batu bara yang
pertama kali diketahui dibuat oleh seorang filsuf dan ilmuwan Yunani Aristoteles,
yang menyebutkan arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di
reruntuhan bangsa Romawi di Inggris menunjukkan bahwa bangsa Romawi
menggunakan batu bara sebagai sumber energi pada tahun 400 Sebelum Masehi.
Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan
batu bara di Eropa bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari
lapisan batu bara yang terpapar di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke
Belgia.
Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batu bara
amat mendesak. Penemuan besar mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan
pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara.
Riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dipungkiri berkaitan
dengan Revolusi Industri – produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan
kapal uap.
Batu bara juga digunakan untuk menghasilkan gas untuk lampu gas di
banyak kota, yang disebut ‘kota gas’. Proses pembentukan gas dengan
menggunakan batu bara ini menunjukkan pertumbuhan lampu gas di sepanjang
daerah metropolitan pada awal abad 19, terutama di London. Penggunaan gas
yang dihasilkan batu bara untuk penerangan jalan akhirnya digantikan oleh
munculnya zaman listrik modern.
47
dibuat dengan menggunakan baja. Baja merupakan unsur vital untuk mesinmesin
yang membuat hampir setiap produk yang saat ini kita gunakan.
Batu bara penting bagi produksi besi dan baja; sekitar 64% dari produksi
baja di seluruh dunia berasal dari besi yang dibuat di tanur tiup yang
menggunakan batu bara. Produksi baja mentah dunia berjumlah 965 juta ton
pada tahun 2003, menggunakan batu bara sekitar 543 Jt.
Semen sangat penting untuk industri konstruksi – dicampur dengan air, dan
kerikil akan menjadi beton, unsur bangunan dasar dalam masyarakat moderen.
Lebih dari 1350 juta ton semen digunakan di dunia setiap tahun.
Batu bara digunakan sebagai sumber energi dalam produksi semen. Energi
yang dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat besar. Oven biasanya
membakar batu bara dalam bentuk bubuk dan membutuhkan batu bara sebanyak
450g untuk menghasilkan semen sebanyak 900g. Batu bara mungkin akan tetap
menjadi masukan penting untuk industri semen dunia di tahun-tahun yang
mendatang.
48
Ribuan produk yang berbeda memiliki komponen batu bara atau hasil sampingan
batu bara: sabun, aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik dan fiber, seperti rayon dan
nylon.
Batu bara juga merupakan suatu bahan yang penting dalam pembuatan
produk-produk tertentu:
49