Batubara
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70% berat
volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan termasuk
inherent moisture. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak
kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya
bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi)
sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum
ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu
yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi.
Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya
peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara
sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa
tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan
menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi,
yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat
menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan
metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi
tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara
berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan
perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air,
dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang
sangat penting.
Sejarah Batubara
Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial
di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina
menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam
sekitar tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata
berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya
arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa
Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa
Romawi pada tahun 400 SM.
Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu
bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan
batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia.
Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat
mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan
pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh
karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan
dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja,
transportasi kereta api dan kapal uap.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang
seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak
tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer
menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya
tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer.
Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan
yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan
menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya
kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga
sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan inilah
yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif sumber energi
primer, disamping faktor faktor berikut ini:
Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven
coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara. Dengan asumsi
tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton per tahun untuk
produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per tahun untuk batubara muda
(brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun.
Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada saat ini, minyak diperkirakan akan habis
dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran
cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas
dunia terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.
2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak
cadangan batubara.
Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8
besar negara negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika Serikat,
Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika Selatan, dan
Ukraina.
1. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan
yang stabil.
2. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
3. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
4. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi
sementara.
5. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.
6. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.
7. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah
dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean
coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
Pada tahun 400 SM filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles telah menemukan
abu batu bara di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris. Akan tetapi, batu
bara sebagai salah satu sumber energi primer pertama kali digunakan secara komersial
di Cina pada tahun 1000 SM. Pada saat itu, suatu tambang di timur laut Cina
menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam.
Raharjo, 2006a).
Di Indonesia sendiri, pertambangan batu bara dimulai pada tahun 1849 di Pengaran,
Kalimantan Timur. Kegiatan pertambangan secara besar-besaran di Pulau Sumatera
dimulai pada tahun 1880 di lapangan Sungai Durian Sumatera Barat. Walaupun
usaha ini mengalami kegagalan, penyelidikan tetap dilakukan, yaitu sekitar tahun
1868 1873 dan kemudian dibukalah tambang batu bara Ombilin pada tahun 1862.
sedangkan di Sumatrea Selatan, penyelidikan batu bara dilakukan pada tahun 1915
1918 yang kemudian menghasilkan pembukaan tambang batu bara Bukit Asam pada
tahun 1919 (Sukandarrumidi, 1995).
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
1. Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem
pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 10 meter.
Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa
CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan
fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
2. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia,
dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya,
temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach,
1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat,
sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit
Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat
kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi
antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari
lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin
yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang
terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada
umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin
merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima
sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara
gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya
mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah
yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling
banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan
membentuk batubara.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir
sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya
adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada
tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada
batangnya.
Tanin
Alkaloida
Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin
biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang
tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini
telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi
perkembangan dari proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid.
Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik
polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam
pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama
proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka
yang baru.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material
inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral
inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan
organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal
merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis
inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
Dalam catatan saya kali ini, saya akan menulis tentang "Proses Pembentukan
Batubara "
Batubara merupakan sumber energi yang selama ini banyak dimanfaatkan
dalam berbagai bidang kehidupan. Pada dasarnya batubara merupakan bahan
bakar fosil dan termasuk dalam kategori batuan sedimen.
Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan
membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk
dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta
tahun dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh
fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori
bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan yang
terjadi, yakni:
[]
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada saat dimana
tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi
humus. Humus ini kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan
fungi hingga lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri
anaerob.
2. Pengendapan, tumbuhan yang telah mengalami proses pembusukan
selanjutnya akan mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair.
Akumulasi dari endapan ini dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya
akan membentuk lapisan gambut.
3. Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses
biokimia dan mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian
unsur karbon dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana.
Secara relatif, unsur karbon akan bertambah dengan adanya pelepasan unsur
atau senyawa tersebut.
4. Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya
tektonik dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low
grade dapat berubah menjadi batubara high grade apabila gaya tektonik yang
terjadi adalah gaya tektonik aktif, karena gaya tektonik aktif dapat menyebabkan
terjadinya intrusi atau keluarnya magma. Selain itu, lingkungan pembentukan
batubara yang berair juga dapat berubah menjadi area darat dengan adanya
gaya tektonik setting tertentu.
5. Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah
mengalami proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi
inilah yang hingga saat ini dieksploitasi manusia.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (SiO2,
A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa logam lainnya
dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara.
Kandungan non combustible material ini umumnya diingini karena akan
mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika
dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan
menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini
dapat digambarkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau
dengan bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk
akan bertambah sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini
hidrogen yang terikat pada air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit.