Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN
Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting bagi dunia, yang
digunakan pembangkit listrik untuk menghasilkan listrik hampir 40% di seluruh
dunia. Di banyak negara angka-angka ini jauh lebih tinggi: Polandia menggunakan
batu bara lebih dari 94% untuk pembangkit listrik; Afrika Selatan 92%; Cina 77%;
dan Australia 76%. Batu bara merupakan sumber energi yang mengalami
pertumbuhan yang paling cepat di dunia di tahun-tahun belakangan ini – lebih cepat
daripada gas, minyak, nuklir, air dan sumber daya pengganti. Batu bara telah
memainkan peran yang sangat penting ini selama berabad-abad – tidak hanya
membangkitkan listrik , namun juga merupakan bahan bakar utama bagi produksi
baja dan semen, serta kegiatan-kegiatan industri lainnya. Sumber Daya Batu Bara
menyajikan tinjauan lengkap mengenai batu bara dan maknanya bagi kehidupan kita.
Tinjauan ini menyajikan proses pembentukan batu bara, penambangannya,
penggunaannya serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup.
Tinjauan ini menguraikan peran penting batu bara sebagai sumber energi dan betapa
pentingnya batu bara – bersama sumber energi lainnya – dalam memenuhi kebutuhan
energi dunia yang berkembang dengan cepat.
Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak
bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang
seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut,
material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan
yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan
fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian
batu bara. Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap
endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan,
yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ Ini adalah batu bara
dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya,

1
batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama
jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara
bertahapmenambah maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi
batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu
bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau
‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
A. Sejarah dan Umur Batubara
Pada era palezoikum bawah, tumbuhan pertama muncul di bumi dan pada
periode devon, endapan batubara pertama kali muncul. Namun, batubara dalam
jumlah besar, muncul dalam beberapa episode,yaitu episode pertama yang terjadi
pada era palezoikum akhir, yaitu periode karbon dan perm. Batubara yang terbentuk
biasanya mempunyai rank tinggi, dan telah mengalami perubahan structural yang
signifikan. Episode keduan terjadi pada periode jura-kapur. Batubara ini di temukan
di Amerika selatan, Afrika, Subkontinen India, Asia tenggara. Episode terakhir
adalah episode tersier. Batubara yang terbentuk bervariasi dari gambut hingga
antrasit. Batubara tersier menjadi cadangan besar untuk batubara coklat dunia.
Batubara tersier memiliki cirri-ciri singkapan lebar dan jarang mengalami perubahan
structural.
Menurut sejarah geologi, di bumi pernah terdapat satu benua besar yang di
sebut Pangea. Pangea terdirii dari daratan laurasia di bagian utara, dan gondwana di
bagian selatan. Kedua wilayah terpisah saat periode trias. Saat periode karbon, di
bagian utara pangea, cekungan batubara Eropa barat dan tengah, Amerika Serikat
timur, dan CIS, berada di wilayah tropis, sehingga mire batubaranya mengandung
flora lepidodendron, sigillaria, dan chordaites. Flora tersebut merupakan karakteristik
pengendapan dari batubara. Sementara di bagian selatan pangea yang saat ini
menjadi Afrika, India, Australia, Amerika Selatan, berada di wilayah dingin, sehingga
mire batubaranya terbentuk di kondisi di wilayah yang lebih dingin. Kondisi ini
ditemukan di cirikan dengan ditemukannya flora glossopteris.
Studi kronostratigrafi sulit di terapkan, karena batubara terbentuk di
linngkungan nonmarin. Padaendapan di Eropa Barat, beberapa transgresi marin
memungkinkan sikuen pembawa batubara, dapat di dekati melalui dua cara yaitu
studi pada sekuen sedimenter tempat terjadinya batubara, dan studi pada batuan itu
senidiri. Biasanya di terapkan kronostratigrafi dan litostratigrafi untuk endapan
batubara individual. Di tambah juga dengan studi geofisika dan petrografi. Kombibasi
dari studi – studi tersebut memungkinkan untuk dibuatnya model geologi dan gambar
3d dari endapan batubara.
Di Indonesia hukum pertambangan yang mengatur kegiatan pengolahan
pertambangan telah ada dari zaman penjajahan Hindia Belanda hingga era
kemerdekaan. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat pemberlakuan dan
perubahan atau penggantian produk peraturan perundang-undangan dari zaman

2
Hindia Belanda hingga Era kemerdekaan baik Orde lama, Orde Baru dan Orde
Reformasi.

B. Peraturan mengenai batubara

A. Undang-Undang
1. UUD 1945;
2. UU Gangguan (Hinderordonnantie) 1926;
3. UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;
4. UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan;
5. UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
6. UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
7. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
8. UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
9. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara;
10. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
11. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
B. Peraturan Pemerintah
1. PP Nomor 32 Tahun 1969 tentang pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1969
2. PP Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan
Kerja Dibidang Pertambangan
3. PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup,
4. PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun 1998
tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Dan Energi di Bidang Petambangan umum
5. PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32
Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967
6. PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan
7. PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral
8. PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk
Kepentingan Pembangunan diluar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku Pada
Departemen Kehutanan

3
9. PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
10. PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang
11. PP Nomor 27 tentang Izin Lingkunagan
12. PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP Nomor 24 Tahun 2010
Penggunaan Kawasan Hutan.
C. Peraturan Presiden
1. Peraturan presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Di Bidang Penanaman Modal
D. Peraturan Menteri
1. PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan dan
Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara
2. PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Penerapan
Kompetisi Profesi Bidang Pertambangan Mineral dan Btubara
3. PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan Penutupan
Tambang
4. PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perubahan
Penanaman Modal Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya Pengusahaan
Perambangan Batubara
5. PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha
Jasa Pertambangan Minerl Dan Batubara
6. PERMEN ESDM Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Sebagai
Urusan Pemerintah Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kepada
Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan
Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2010
7. PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan
Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negei
8. PERMEN ESDM Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pendelegasian Wewenang
Pemberian Izin Usaha Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Dalam
Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu DI Bidang Penanaman Modal Kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Moda
9. PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan dan
Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara
10. PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan
Wilayah Usaha Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah 11
E. Peraturan Menteri Terkait
1. PERMEN Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis
Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
2. PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdangan

4
3. PERMEN Perdangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan
Atas PERMEN perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdangan
4. PERMEN Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan
Izin Gangguan Di Daerah;
5. PERMEN Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam
Pakai Kawasan Hutan;
6. PERMEN Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang
Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar;
F. Lain-lain
1. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
2. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan Masalah
Pertambangan Tanpa Izin;
3. Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar
Minyal Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran
Listrik;
4. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1086 K/40/MEM/2003 tentang
Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Khusu Bidang Geologi dan
Pertambangan;
5. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang Pedoman
Pencadangan Wilayah Pertambangan;
6. Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang Perubahan
Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 680 K/29/M.PE/1997
tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang
Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
7. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1128 K/40/MEM/2004 tentang Kebijakan
Batubara Nasional;
8. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara Dalam Rangka Penanaman Modal Asing;

5
BA B 2
GENESA
BATUBARA

A. Genesa Batubara
Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari
sisa tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna coklat sampai hitam yang selanjutnya
terkena proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun sehingga
mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Wolf, 1984 dalam Anggayana,
2002).
Proses awalnya adalah gambut berubah menjadi lignite (batubara muda) atau
brown coal (batubara coklat), ini adalah batubara dengan jenis maturitas organik
rendah. Dibandingkan dengan batubara jenis lainnya. Batubara muda agak lembut
dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat
pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batu bara muda menjadi batu bara sub-bitumen. Perubahan kimiawi dan
fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih
hitam dan membentuk bitumen atau antrasit. Dalam kondisi yang tepat, peningkatan
maturitas organiknya yang semakin tinggi tersu berlangsung hingga membentuk
antrasit.

6
SKEMA PEMBENTUKANBATUBARA
MATERIAL ASAL
Tumbuhan Dan Binatang
AUTOCHTHON

Udara RAWAGAMBUT/MOOR Air


Dibedakan berdasarkan macam
Air Tanah Lingkungan pengendapan/ Fasies Sedimen

DIAGENESA
PENGGAMBUTAN
Perusakan oleh Mikroba dan
Pembentukan Humin,
BATUANSEDIMENORGANIK
Penurunan Keseimbangan Biotektonik
BATUBARA
Berkurang GAMBUT Bertambah

Air LIGNITE
SUB- BITUMINOUS

METAMORFOSA
HIGHVOL. BITUMINOUS
MEDIUMVOL. BITUMINOUS
LOWVOL. BITUMINOUS
SEMI ANTHRACITE
ANTRHRACITE
H2O%
C%(daf)
VM%(daf)
Rmax
H%(daf)
CV (af)
O%(daf)

Ada beberapa tahapan penting yang harus dilewati oleh bahan dasar
pembentuknya (tumbuhan). Tahapan penting tersebut yaitu :
1. Penggambutan (Peatification)
Gambut merupakan batuan sedimen organik (tidak padat) yang dapat terbakar
dan berasal dari sisa-sisa hancuran atau bagian tumbuhan yang tumbang dan mati di
permukaan tanah, pada umumnya akan mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu kemudian tidak
terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada dasarnya
merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas
bakteri atau jasad renik lainnya. Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, dicirikan
dengan kandungan oksigen yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri
aerob (bakteri yang memerlukan oksigen) untuk hidup, maka sisa tumbuhan tersebut
tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga
tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya
bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang
kemudian membentuk gambut (peat).
Daerah yang ideal untuk pembentukan gambut misalnya rawa, delta sungai
danau dangkal atau daerah dalam kondisi tertutup udara. Gambut bersifat porous,
tidak padat dan umumnya masih memperlihatkan struktur tumbuhan asli, kandungan

7
airnya lebih besar dari 75 % (berat) dan komposisi mineralnya kurang dari 50%
(dalam keadaan kering).
Menurut Diessel (1992), untuk dapat terbentuknya gambut, beberapa faktor
yang mempengaruhi yaitu :
1. Evolusi tumbuhan
2. Iklim
3. Geografi dan
4. Tektonik daerah
Syarat untuk terbentuknya formasi batubara antara lain adalah kenaikan muka
air tanah lambat, perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai dan energi relief
rendah. Jika muka air tanah terlalu cepat naik (atau penurunan dasar rawa cepat)
maka kondisi akan menjadi limnic atau bahkan akan terjadi endapan marin.
Sebaliknya kalau terlalu lambat, maka sisa tumbuhan yang terendapkan akan
teroksidasi dan tererosi. Terjadinya kesetimbangan antara penurunan cekungan atau
land-subsidence dan kecepatan penumpukan sisa tumbuhan (kesetimbangan
bioteknik) yang stabil akan menghasilkan gambut yang tebal (C.F.K Diessel, 1992).
Lingkungan tempat terbentuknya rawa gambut umumnya merupakan tempat
yang mengalami depresi lambat dengan sedikit sekali atau bahkan tidak ada
penambahan material dari luar. Pada kondisi tersebut muka air tanah terus mengikuti
perkembangan akumulasi gambut dan mempertahankan tingkat kejenuhannya.
Kejenuhan tersebut dapat mencapai 90 % dan kandungan air menurun drastis hingga
60 % pada saat terbentuknya brown-coal. Sebagian besar lingkungan yang memenuhi
kondisi tersebut merupakan topogenic low moor. Hanya pada beberapa tempat yang
mempunyai curah hujan sangat tinggi dapat terbentuk rawa gambut ombrogenik (high
moor) (C.F.K Diessel, 1992).
Penggambutan ini juga memiliki fase, yaitu seperti di bawah ini :
 Terjadi perubahan biogenic, batang-batang tanaman yang mati terurai secara
biokimia dan ketika terkubur mengalami pertambahan beban dari sedimen
diatasnya serta mengalami peningkatan temperaturnya membuatnya dewasa
secara dinamotermal sehingga lambat laun gambut berubah menjadi batubara.
 Tahap gambut merupakan syarat mutlak untuk pembentukan batubara. Dalam
keadaan normal tumbuhan mati yang tersingkap di udara akan hancur oleh proses
oksidasi dan oleh organisme, terutama fungi dan bakteri anaerob.
 Bila tumbuhan tertimbun dalam rawa sehingga jenuh air, maka terdapat beberapa
kemungkinan perubahan. Bakteri aerobik yang membutuhkan oksigen akan
segera mati seiring dengan berkurangnya oksigen dalam rawa. Sementara itu,
bakteri anaerob yang tidak membutuhkan oksigen akan muncul dengan fungsi
yang sama, yaitu menguraikan unsur-unsur tanaman.
 Jika keadaan air rawa tenang maka hasil kegiatan bakteri tidak akan hilang dan
terkumpul di atasnya. Akibatnya, lingkungan rawa menjadi tidak bersih, aktifitas
bakteri menjadi terbatas dan peruraian tumbuahan sisa kemudian berhenti. Pada
tingkat ini hasilnya disebut peat ( gambut ).

8
 Jika gambut dialiri air maka bahan-bahan penghambat mejadi hilang terbawa
aliran dan peruraian berlangsung lagi dan kemungkinan gambut tidak terbentuk.
Jika endapan gambut tidak teraliri lagi, akan tetapi terkubur oleh lapisan sedimen
halus yang sifatnya kedap air (“impermeable”) maka pengawetan secara alami
mungkin terjadi. Bila proses ini berlangsung berulang –ulang maka akan
terbentuk perlapisan batubara.

2. Pembatubaraan (Coalification)
Proses pembatubaraan adalah perkembangan gambut menjadi lignit, sub-
bituminous, bituminous, antrasit sampai meta-antrasit. Proses pembentukan gambut
dapat berhenti karena beberapa proses alam, misalnya karena penurunan dasar
cekungan dalam waktu yang singkat. Jika lapisan gambut yang telah terbentuk
kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka tidak ada lagi bahan anaerob, atau
oksigen yang dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut akan mengalami tekanan dari
lapisan sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan meningkat dengan
bertambah tebalnya lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah besar pada proses
pembatubaraan akan mengakibatkan menurunnya porositas dan meningkatnya
anisotropi. Porositas dapat dilihat dari kandungan airnya yang menurun secara cepat
selama proses perubahan gambut menjadi brown coal. Hal ini memberi indikasi
bahwa masih terjadi proses kompaksi.
Proses pembatubaraan terutama dikontrol oleh kenaikan temperatur, tekanan
dan waktu. Pengaruh temperatur dan tekanan dipercayai sebagai faktor yang sangat
dominan, karena sering ditemukan lapisan batubara high-rank (antrasit) yang
berdekatan dengan intrusi batuan beku sehingga terjadi kontak metamorfisme.
Kenaikan peringkat batubara juga dapat disebabkan karena bertambahnya kedalaman.
Sementara bila tekanan makin tinggi, maka proses pembatubaraan makin cepat,
terutama di daerah lipatan dan patahan.
Adapun teori pembatubaraan terbagi atas dua yaitu:
 Teori In-situ
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan
ditempat dimana batubara tersebut. Batubara yang terbentuk biasanya terjadidi hutan
basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut padasaat mati dan roboh,
langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut dan sisa tumbuhan tersebut
tidakmengalami pembusukan secara sempurna dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan
yang membentuk sedimen organik.
 Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang
bukan ditempat dimana batubara tersebut. Batubara yang terbentuk biasanya terjadi di
delta mempunyai ciri-ciri lapisannya yaitu tipis, tidak menerus (splitting), banyak
lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).
Material pembentuk batubara terdiri dari Combustible Material, yaitu bahan
atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya
terdiri dari karbon padat (fixed carbon), senyawa hidrokarbon, total sulfur, senyawa

9
hidrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil. Non Combustible
Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen.
Material tersebut umumnya terdiri dan senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3,
TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O dan senyawa logam lainnya dalam jumlah
kecil) yang akan membentuk abu dalam batubara. Kandungan non combustible
material ini umumnya tidak diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Proses pembatubaraan ini memiliki tahapan seperti berikut:
• Tahap Biokimia/ Peatifikasi  proses perubahan dari tumbuhan-tumbuhan yang
mengalami pembusukan kemudian terakumulasi hingga membentuk peat
(gambut).
• Tahap Dinamokimia/ Metamorfisme
• Proses pembentukan gambut dapat berhenti karena beberapa proses alam seperti
misalnya karena penurunan dasar cekungan dalam waktu singkat.
Jika lapisan gambut yang telah terbentuk kemudian tertutupi oleh lapisan
sedimen, maka tidak ada lapisan bahan anerob, atau oksigen yang mengoksidasi,
maka lapisan gambut akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen.
• Tekanan terhadap lapisan gambut akan meningkat dengan bertambah tebalnya
lapisan sedimen.
• Tekanan yang bertambah besar pada proses pembatubaraan akan mengakibatkan
menurunnya porositas dan meningkatnya anisotropi.
• Porositas dapat dilihat dari kandungan airnya yang menurun secara cepat selama
proses perubahan gambut menjadi brown coal. Hal ini memberikan indikasi
bahwa masih terjadi proses kompaksi.
• Proses pembatubaraan terutama dikontrol oleh kenaikan temperature, tekanan dan
waktu. Pengaruh temperature dan tekanan dipercayai sebagai faktor yang sangat
dominan, karena sering ditemukan lapisan batubara high-rank (antrasit) yang
berdekatan dengan intrusi batuan beku sehingga terjadi kontak metamorfisme.

B. Lingkungan Pengendapan Batubara


Batubara terbentuk pada lingkungan pengendapan tertentu, dan sangat
berpengaruh pada penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, serta kualitasnya. Analisa
lingkungan pengendapan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Horne
(1978), yang memberikan cara untuk mengenali lingkungan pengendapan antara lain
barrier, back-barrier, lower delta plain, transitional lower delta plain, dan upper delta
plain – fluvial .
Berdasarkan karakteristik endapan batubara, ada empat lingkungan
pengendapan utama batubara di daerah coastal menurut Horne (1978), yaitu:
1. Lingkungan back barrier
Lapisan batubaranya tipis, pola sebarannya memanjang sistem penghalang
atau sejajar jurus lapisan, bentuk lapisan melembar karena dipengaruhi tidal channel
setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan, kandungan sulfur
tinggi, sehingga tidak dapat ditambang. Urutan stratigrafi pada lingkungan back

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1010
barrier dicirikan oleh batulempung dan batulanau berwarna abu-abu gelap yang kaya
akan material organic, kemudian ditutupi oleh lapisan tipis batubara yang tidak
menerus atau zona sideritik dengan burrowing. Semakin ke arah laut akan ditemukan
batupasir kuarsitik sedangkan ke arah daratan terdapat batupasir greywacke dari
lingkungan fluvial – deltaic.
2. Lingkungan lower delta plain
Lapisan batubaranya tipis, kandungan sulfur bervariasi, pola sebarannya
umumnya sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh
hadirnya splitting oleh endapan crevasse splay, tersebar meluas cenderung
memanjang jurus pengendapan tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong
channel bentuk lapisan batubara. Endapan pada daerah ini didominasi oleh urutan
butrian mengkasar ke atas yang tebal. Pada bagian atasnya terdapat batupasir dengan
struktur sedimen ripple mark.
3. Lingkungan transitional lower delta plain
Lapisan batubaranya tebal, kandungan sulfur rendah. Ditandai oleh
perkembangan rawa yang ekstensif. Lapisan batubara tersebar meluas dengan
kecenderungan agak memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Splitting juga
berkembang akibat channel kontemporer dan washout oleh aktivitas channel
subsekuen. Batuan sedimen berbutir halus pada bagian bay fill sequences lebih tipis
daripada di bagian lower delta plain. Pada zona ini terdapat fauna air payau sampai
laut dan banyak ditemui burrowing.

C. Cekungan batubara
1. Cekungan batubara daerah pesisir Kalimantan Timur

Cekungan Kutai adalah salah satu cekungan di Indonesia yang berpotensi


endapan batubara. Formasi-formasi pembawa batubara yang dijumpai di wilayah
pesisir Kalimantan Timur berada pada stratigrafi bagian atas Cekungan Kutai ini,
yakni Fm. Kampungbaru, Fm. Balikpapan dan Fm. Pulaubalang.
Banyaknya singkapan batubara di daerah mengindikasi bahwa endapan
batubara di wilayah pesisir Kalimantan Timur memiliki potensi yang cukup baik.
Data kualitas batubara dari Kanwil Kaltim, tahun 1994 adalah sebagai berikut: kadar
air 4,4-22,1%, zat terbang 38,1-42,1%, karbon padat 34,7-52,0%, belerang 0,1-1,8%,
abu 1,2-8,0% dan kalori 4,910-7,125 kkal/kg.
Studi regional cekungan batubara ini merupakan suatu kegiatan kompilasi
dari berbagai data geologi untuk mengetahui sejarah terbentuknya batubara dalam
suatu cekungan sedimentasi dan potensi cadangannya, khususnya di daerah pesisir
Kalimantan Timur.
Daerah kajian termasuk dalam Cekungan Kutai yang luas penyebarannya
sekitar 280.000 km2 atau 95% wilayah pesisir timur Kalimantan.
Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen Tengah
yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir.
Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1111
cekungan ke arah baratlaut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi
klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga
sekarang.
Pada kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian
barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu
dan bertindak sebagai pusat pengendapan (Tanean, drr, 1996). Selain itu juga terjadi
susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang
terendapkan berasal dari bagian selatan, barat dan utara cekungan menyusun Formasi
Warukin, Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan.
Struktur utama di daerah kajian berupa antiklinorium yang berarah utara-timur
laut yang dicirikan oleh antiklin asimetris yang dipisahkan oleh sinklin lebar yang
berisi siliklastik berumur Miosen dimana jejak sumbunya mencapai 20-50km
sepanjang jurus berbentuk lurus hingga melengkung. Struktur antiklinorium berubah
secara gradual dari timur ke barat sedikit hingga tanpa pengangkatan sampai pada
lipatan kompleks/jalur sesar naik dengan pengangkatan dan erosi di bagian barat
(Ferguson dan McClay, 1997).
Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat
tebal dengan fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-
susut laut. Urutan transgresif ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa
lapisan klastik yang berbutir kasar, juga di pantai hingga marin dangkal.
Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan
menandakan perioda genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan turbidit
berselingan dengan serpih laut dalam, sedangkan batugamping terumbu ditemukan
secara lokal dalam Fm. Antan. Sedangkan urutan regresif di Cekungan Kutai
mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak mengandung lapisan-
lapisan batubara dan lignit. Siklus delta yang berumur Miosen Tengah berkembang
secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya
delta berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-tahapan genang laut
secara lokal.
Pada Peta Geologi Lembar Balikpapan (Hidayat dan Umar, 1994), endapan-
endapan delta yang mengandung batubara tersebut dikenali sebagai Fm. Tanjung, Fm.
Kuaro, Fm. Warukin, Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru.
Formasi-formasi yang tersebar di daerah kajian berada pada stratigrafi bagian atas
dari Cekungan Kutai yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Formasi Kampungbaru (Tpkb)
Batulempung pasiran, batupasir kuarsa, batulanau sisipan batubara, napal,
batugamping dan lignit. Ketebalannya 700-800 m, berumur Miosen Akhir hingga

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1212
Pliosen dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal. Formasi ini
terletak tidak selaras di atas Fm. Balikpapan.
b. Formasi Balikpapan (Tmbp)
Peselingan batupasir kuarsa, batulempung lanauan dan serpih dengan sisipan
napal, batugamping dan batubara. Tebal formasi ± 800 m, berumur Miosen Tengah
Atas dan diendapkan dalam lingkungan litoral-laut dangkal. Formasi menindih
selaras di atas Formasi Pulaubalang.
c. Formasi Pulaubalang (Tmpb)
Peselingan batupasir kuarsa, batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara.
Tebal formasi ± 900 m, berumur Miosen Tengah dan diendapkan dalam lingkungan
sublitoral dangkal.
Morfologi daerah kajian terdiri dari satuan dataran aluvial dan rawa, yang
menempati daerah pesisir hingga pantai di bagian timur, berarah utara–selatan
dengan kemiringan topografi dari barat ke timur antara 0 o-20o dan memiliki
ketinggian antara 10-20 m. Sedangkan satuan perbukitan bergelombang menempati
daerah daratan di bagian baratnya berarah utara-selatan dengan ketinggian antara 20-
100 m dan kemiringan antara 10o-50o, pada satuan ini umumnya singkapan batubara
ditemukan. Pola sungai daerah ini umumnya trelis yang mengikuti pola intensitas
struktur, yaitu perlipatan.
Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa batubara,
seperti Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru (Hidayat dan Umar,
1994). Dijumpai pada 22 lokasi (Gambar 21-1) yang pada umumnya telah
mengalami pelapukan sedang-kuat dan di beberapa singkapan ini mengalami
pembakaran sendiri (self combustion). Dari pengamatan pada singkapan batubara
dan pengukuran jurus dan kemiringannya umumnya berarah utara-timur (NE) dan
utara-barat (NW) dengan kemiringan bervariasi antara 5 sampai 70° dengan
ketebalan antara 0,1 hingga 4,1 m dan berasosiasi dengan batupasir, batulempung,
dan batulanau.
Hasil analisis mikrofosil menunjukkan tidak dijumpai fosil (barren samples) tetapi
hanya dijumpai sisa tanaman dan butiran kuarsa teroksidasi. Menurut
Pringgoprawiro (1982) ini mengindikasikan suatu lingkungan steril atau secara
sekunder menunjukkan adanya larutan kimia seperti gypsum, limonit, laterite ataupun
jarosite yang dapat melarutkan fosil; bahkan dimungkinkan adanya larutan klorida,
sulfida ataupun larutan lain yang mengindikasi tidak adanya kehidupan. Tetapi secara
umum proses pemfosilan organisme itu tergantung pada lingkungan hidupnya
(Matthews, 1962), seperti pada sedimen halus organisma akan terawetkan secara baik

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1313
tetapi pada sedimen berbutir kasar yang didominasi oleh kuarsa dan sedikit
mengandung zat organik ataupun karbonat kurang sesuai untuk proses pemfosilan.
Analisis polen dilakukan pada contoh-contoh sedimen berukuran halus yang
berada di bawah lapisan batubara. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa batuan
didaerah kajian berumur tidak lebih tua dari Miosen Tengah yang ditandai dengan
munculnya fosil indeks Soneratia alba (Florschuetzia meridionalis) (KT-20).
Tingginya proporsi polen Rhyzophora, Avicennia dan Soneratia alba
(Florschuetzia meridionalis) mengindikasikan lingkungan pengendapannya di daerah
lingkungan mangrove yang tumbuh di atas pantai yang relatif stabil. Kehadiran
Concentricystes circulus (alga air tawar) mengindikasikan kuatnya pengaruh proses-
proses terestrial pada saat pengendapan. Proporsi polen-polen komponen non-
mangrove yang cukup besar merupakan indikasi bahwa media transportasi butiran-
butiran polen tersebut adalah arus sungai dan kemudian diendapkan di dalam alur
sungai atau di pada muaranya.
 Sedimen dan Lingkungan Pengendapan
a. Fm. Kampungbaru
Lapisan batupasir kuarsa loose dan terkadang kontak langsung dengan lapisan
batubara; seam tidak bervariasi dan relatif tipis; batubara lebih bersifat lignit.
Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-04, KT-05, KT-06, KT-07,
KT-12, KT-13, KT-14, KT-15 dan KT-16. Analisis polen menunjukkan umur tidak
lebih tua dari Pliosen dan lingkungan pengendapan pada muara sungai dan hutan
mangrove di daerah pantai yang stabil. Jika mengacu pada lingkungan pengendapan
delta-laut dangkal pada Peta Geologi Regionalnya, maka penyebaran formasi ini tidak
melingkupi daerah yang luas tapi hanya pada daerah sekitar Delta Mahakam Purba
a. Fm. Balikpapan
Lapisan batupasir kuarsa relatif kompak; banyak ditemui multiseam, relatif
tebal dan umumnya kontak dengan lapisan sedimen halus; batubara lebih bersifat sub
bituminus. Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-01, KT-02, KT-
03, KT-09, KT-10, KT-11, KT-17, KT-18, KT-19 dan KT-22. Analisis polen KT-09
tidak memberikan informasi baik umur maupun lingkungan pengendapan. Jika
mengacu pada Peta Geologi Regionalnya, lingkungan pengendapan berupa litoral-laut
dangkal, maka penyebaran memanjang arah utara-selatan, yakni dari Samarinda
hingga Tanah Grogot.
b. Fm. Pulaubalang
Variari seamnya rendah dan diperkirakan batubaranya bersifat lignit.
Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-20 dan KT-21. Analisis
polen pada KT-20 menunjukkan umur Miosen Tengah. Menurut Payenberg, et al.,

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1414
(1999), arah arus purba selama Miosen Tengah di Lapangan Mutiara, Sanga-sanga
Cekungan Kutai diduga sesuai dengan arah umum struktur silang-siur di KT-02 dan
KT-03 berarah selatan, dan di KT-21 berarah Utara. Ini menunjukkan bahwa kala
Miosen Tengah di bagian utara Cekungan Kutai arah arus ke selatan dan di bagian
selatan cekungan berarah ke utara.
Ferguson dan Mc.Clay (1997) menyebutkan lingkungan pengendapan sistem
delta yang berada di Kalimantan Timur, yakni: sand-shale-coal sequence merupakan
proximal deltaic facies dan shale (thick) sequence merupakan distal marine facies.
Potensi endapan batubara di daerah kajian cukup baik dengan banyaknya
ditemukan singkapan batubara, beberapa mengalami self combustion dan umumnya
mempunyai kemiringan lapisan yang relatif landai kecuali yang tersingkap di Bukit
Soeharto.
Data kualitas batubara (Kanwil DPE Kalimantan Timur, 1994) adalah sebagai
berikut : kadar air 4,4-22,1%, zat terbang 38,1-42,1%, karbon padat 34,7-52,0%,
belerang 0,1-1,8%, abu 1,2-8,0%, dan kalori 4,910-7,125 kkal/kg. Sedangkan
cadangannya diperkirakan ±1.400 juta ton.

2. CEKUNGAN SUMATERA SELATAN


Batubara sebagai salah satu pilihan energi pengganti minyak bumi tedapat
hampir di seluruh kawasan Indonesia, guna memenuhi kebutuhan energi secara
berkesinanbungan perlu diadakan eksplorasi terhadap daerah-daerah yang secara
geologi diketahui mengandung formasi pembawa batubara. Sehubungan dengan hal
ini pada tahun anggaran 2001 satu tim dari Subdit Eksplorasi Batubara melakukan
penyelidikan endapan batubara di daerah Benakat Minyak, Kabupaten Muara Enim,
Propinsi Sumatera Selatan. Secara administratif daerah Benakat Minyak termasuk
kedalam wilayah Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim. Secara geologi
formasi pembawa batubara di daerah penyelidikan adalah Formasi Muara Enim.
Ditemukan 3 lapisan batubara dengan tebal rata-rata 3,00m, 5,00m dan 10,30m. Dari
hasil perhitungan sumberdaya didapatkan sumberdaya yang terdapat di daerah
penyelidikan 25.083.690 ton.
Semenjak tiga Dasawarsa terahir pemerintah sedang meningkatkan
pembangunan di segala bidang, khususnya industri. Energi sebagai penggerak
pembangunan tersebut terutama minyak dan gas bumi cadangannya terbatas dan di
prioritaskan untuk komoditi ekspor. Hal ini mendorong untuk melakukan
kebijaksanaan efisiensi dan diversifikasi energi dengan mencari energi lain sebagai
pengganti minyak bumi. Batubara sebagai salah satu pilihan energi pengganti minyak
bumi terdapat hampir di seluruh kawasan Indonesia. Salah satu daerah dimana
terdapat endapan Batubara adalah Kab. Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.
Guna memenuhi kebutuhan energi secara berkesinambungan perlu diadakan
eksplorasi ter-hadap daerah-daerah yang secara geologi diketahui mengandung

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1515
formasi pembawa batubara, tetapi belum diketahui besar sumberdaya serta kualitas
Batubara yang dikandungnya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka pada tahun anggaran 2001 satu
tim dari Sub Direktorat Batubara direncanakan akan melakukan penyelidikan
endapan batubara di Daerah Benakat Minyak dan sekitarnnya, Kabupaten Muara
Enim Propinsi Sumatera Selatan
Daerah penyelidikan secara administratif termasuk kedalam wilayah hukum
Kecamatan Talang ubi dan Muara Lakitan, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten
Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan Sedangkan secara geografis dibatasi oleh
koordinat dengan luas daerah 105.000 Ha

Koordinat daerah penyelidikan.


Lintang Selatan Bujur Timur
o
03007’30” 103022’45”
03007’30” 103038’15”
03015’00” 103022’45”
03015’00” 103038’15”
03015’00” 103030’00”
030 15’00” 103045’00”
03030’00” 103030’45”
03030’30” 103045’45”

Geologi Regional
Secara regional daerah penyelidikan termasuk dalam Cekungan Sumatera
Selatan pada Antiklinorium Pendopo, stratigrafi cekungan tersebut disusun oleh
batuan sedimen yang terdiri Dari Formasi Lahat, Talang Akar, Baturaja, Gumai, Air
Benakat, Muara Enim, Kasai dan Aluvial. Batuan sedimen tersebut telah mengalami
gangguan tektonik sehingga terangkat membentuk lipatan dan pensesaran. Proses
erosi menyebabkan batuan terkikis kemudian membentuk morfologi yang tampak
sekarang.
Stratigrafi dan Struktur geologi
Kerangka stratigrafi daerah cekungan Sumatera Selatan pada umumnya
dikenal satu daur besar (megacycle) terdiri dari fase transgresi yang diikuti oleh fase
regresi. Formasi Lahat yang terbentuk sebelum trangresi utama pada umumnya
merupakan sedimen non marin. Formasi Yang terbentuk pada Farse Transgresi
adalah : Formasi Talang Akar, Baturaja, dan Gumai, Sedangkan yang terbentuk pada
fase regresi adalah Formasi Air Benakat, Muara Enim dan Kasai.
Formasi Talang Akar merupakan transgresi yang sebenarnya dan dipisahkan
dari Formasi Lahat oleh suatu ketidakselarasan yang mewakili pengangkatan regional
dalam Oligosen Bawah dan Oligosen Tengah. Sebagian dari formasi ini adalah
fluviatil sampai delta dan marin dangkal. Formasi Baturaja terdiri dari gamping yang

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1616
sering merupakan terumbu yang tersebar disana sini. Formasi Gumai yang terletak
diatasnya mempunyai penyebaran yang luas, pada umunya terdiri dari serpih marin
dalam.
Formasi Air Benakat merupakan permulaan endapan regresi dan terdiri dari
lapisan pasir pantai. Formasi Muara enim merupakan endapan rawa sebagai fase ahir
regresi, dan terjadi endapan batubara yang penting. Formasi Kasai diendapkan pada
fase akhir regresi terdiri dari batulempung tufaan, batupasir tufaan, kadangkala
konglomerat dan beberapa lapisan batubara yang tidak menerus.
Kerangka tektonik Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari Paparan Sunda di
sebelah timur dan jalur tektonik bukit barisan di sebelah barat. Daerah Cekungan ini
dibatasi dari cekungan Jawa Barat oleh Tinggian Lampung (Koesoemadinata 1980).
Di dalam daerah cekungan terdapat daerah peninggian batuan dasar para
tersier dan berbagai depresi. Perbedaan relief dalam batuan dasar ini diperkirakan
karena pematahan dasar dalam bongkah-bongkah. Hal ini sangat ditentukan oleh
adanya Depresi Lematang di Cekungan Palembang, yang jelas dibatasi oleh jalur
patahan dari Pendopo- Antiklinorium dan Patahan Lahat di sebelah barat laut dari
Paparan Kikim.
Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah merupakan satu
cekungan besar yang dipisahkan oleh Pegunungan Tigapuluh. Cekungan ini
terbentuk akibat adanya pergerakan ulang sesar bongkah pada batuan pra tersier serta
diikuti oleh kegiatan vulkanik.
Daerah cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi depresi Jambi di utara,
Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub Cekungan Pelembang Selatan atau
Depresi Lematang, masing-masing dipisahkan oleh tinggian batuan dasar
(“basement”).
Di daerah Sumatera Selatan terdapat 3 (tiga) antiklinurium utama, dari selatan
ke utara: Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium Pendopo Benakat dan
Antiklinorium Palembang.
Pensesaaran batuan dasar mengontrol sedimen selama paleogen. Stratigrafi
normal memperlihatkan bahwa pembentukan batubara hampir bersamaan dengan
pembentukan sedimen tersier. Endapan batubara portensial sedemikian jauh hanya
terdapai pada pertengahan siklus regresi mulaai dari akhir Formasi Benakat dan
diakhiri oleh pengendaapan Formasi Kasai.Lapisan batubara terdapat pada horizon
anggota Formasi Muara Enim dari bawah keatas
Struktur geologi yang berkembang akibat gaya tegasan yang bekerja dengan
arah barat-daya – timur laut membentuk lipatan dan sesar. Struktur lipatan
membentuk antiklinorium Pendopo-Benakat. Jurus umum masing-masing antiklin
dan sinklin berarah baratlaut – tenggara yang sesuai dengan arah memanjang pulau
Sumatera. Stratigrafi daerah penyelidikan mencakup 3(tiga) formasi yaitu: Formasi
Air Benakat, Formasi Muara Enim, Formasi Kasai dan endapan aluvial
Formasi Air Benakat
Merupakan satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah penyelidikan
berumur Miosen Tengah sampai awal Miosen atas. Satuan ini tersingkap di sebelah

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1717
timur dan timur laut daerah penyelidikan, pelamparannya meliputi daerah Sungai
Baung, Benakat Minyak dan Talang Mandung. Arah umum jurus pada formasi ini
barat laut tenggara dengan kemiringan berkisaar antara 20 0 – 400. Formasi Air
benakat meliputi 40% daerah penyelidikan. Ciri litologi dari formasi ini adalah ;
Bagian bawah di dominasi oleh batulempung abu-abu gelap kebiruan sampai abu-abu
gelap kecoklatan, setempat tufaan, lunak dan getas; bagian tangah disusun oleh
batupasir halus–sedang, glaukonit, hijau muda - abu-abu kecoklatan mengandung
kuarsa, feldfar dan fragmen batuan lain; bagian aatas disusun oleh perselingan
batupasir, batulempung, batulanau dan serpih dengan sisipan tipis pasir kuarsa.
Satuan batuan ini terjadi paeda fasa regresi, bersifat endapan laut dangkal. Di daerah
penyelidikan pada formasi ini tidak dijumpai batubara.
Formasi Muara Enim
Formasi Muara enim diendapkan secara selaras diatas Formasi Air Benakat.
Formasi Muara Enim merupakan formasi pembawa batubara yang berumur Miosen
Atas – Pliosen Bawah. Shell, 1978 telah membagi formasi ini berdasarkan
kelompok kandungan lapisan batubara menjadi 4 (empat) anggota yaitu M1, M2, M3
dan M4. Pada daerah penyelidikan berdasarkan hasil pemboran dangkal, tidak
seluruh satuan anggota tersebut ditembus oleh bor.
Formasi ini diendapkan sebagai kelanjutan dari fasa regresi dengan
satuan anggota terdiri atas :
Anggota M1
Terdiri dari perulangan batupasir, batulanau, abtulempung dan batubara.
Umumnya berwarna hhhijau muda – abu-abu kecoklatan, struktur lenticular umum
dijumpai pada batulempung. Batubara di anggota M1 daerah penyelidikan tidak
berkembang hanya dijumpai sebagai sisipan dengan ketebalan 0,10 m – 0,20 m
Anggota M2
Terdiri dari batulempung, batulempung karbonan, batulanau, batupasir dan
batubara. Batulempung karbonan berwarna abu-abu tua, umumnya masif sebagian
paralel laminasi dan “flaser bedding”, banyak dajumpai jejak tumbuhan dan
fragmen batubara. Satuan ini biasanya dijumpai sebagai batuan pengapit batubara,
Batubara pada Anggota M1 dijumpai 1 lapisan dengan ketebalan berkisar antara
10,00m sampai 7,20m,
Anggota M3
Terdiri atas batupassir, batulanau, batulempung dan batubara. Batupasir
abu-abu terang, berbutir sangat halus – halus terpilah baik, dominan kuarsa,
tersemen buruk. Batulanau abu-abu terang kehijauan-kecoklatan, kompak paralel
laminasi, mengandung jejak tumbuhan. Batulempung bertindak sebagai pengapit
batubara. Batubara pada Anggota ini ditemukan 2 lapisan dengan ketebalan 7,00m
dan5,00m.
Anggota M4
Anggota M4 tidak diketemukan di daerah penyelidikan. Penyebaran Formasi
Muara Enim Meliputi 15% daerah penyelidikan.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1818
Formasi Kasai
Diendapkan diatas Formasi Muara Enim berumur Pliosen, tersusun dari
batulempung tufaan biru kehijauan dan biru, batupasir tufaan hijau, batuapung. Di
daerah penyelidikan tidak dijumpai adanya batubara di formasi ini. Penyebaran
Formasi Kasai terletak disebelah barat daerah penyelidikan
Endapan Alivial
Endapan Aluvial yang terdiri atas kerakal, kerikil, batupasir halus-kasar,
lepas-lepas. Endapan aluvial ini umumnya merupakan produk dari endapan Sungai
Semanggus.
Kenampakan struktur di daerah penyelidikan merupakan hasil dari gaya
tegasan utama yaitu gaya kompresif berarah baratlaut – timurlaut, yang
menghasilkan pola struktur lipatan regional antiklinorium dan sinklinorium yang
bersumbu baratlaut-tenggara. Di beberapa tempat tempat akibat tegasan tersebut
mengakibatkan terjadinya pensesaran baik sesar geser maupun sesar normal.
Endapan Batubara
Untuk mendapatkan dimensi dan pelamparan batubara di daerah
penyelidikan, perlu dilakukan pengelompokan lapisan batubara berdasarkan hasil
pemetaan geologi permukaan berikut data bawah permukaan dari pemboran inti.
Dasar pengelompokan lapisan batubara adalah sebagai berikut :
1. Dimensi ketebalan masing-masing lapisan
2. Variasi, asosiasi dan tingkat kerapatan hasil temuan batubara, baik dari singkapan
atau pemboran dilihat pada posisi stratigrafi.
3. Kesinambungan secara lateral tiap-tiap lapisan.
4. Kualitas lapisan batubara.
5. Posisi stratigrafi dan kedudukan batubara dalam pandangan geologi.
Singkapan batubara
Daerah yang diselidiki sebagian besar merupakan hutan tanaman industri
sehingga banyak endapan lumpur dan kotoran hasil erosi yang menutupi alur-alur
sungai akibat pembukaan hutan sebelum penanaman. Oleh sebab itu agak sukar
untuk mencari singkapan batubara karena tertutup lumpur dan kotoran. Sebagian dari
singkapan yang didapatkan terendam oleh air sungai, sehingga ketebalan batubara
dan batuan pengapitnya tidak dapat di deskripsi dengan baik.
Dari lintasan pemetaan batuan khususnya batubara dijumpai sebanyak 35
lokasi singkapan, terutama banyak dijumpai pada anggota M2 dan M3 Formasi
Muara Enim. Pada Anggota M1 sangat sedikit dijumpai adanya singkapan batubara.
Sumberdaya batubara
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan sesuai dengan hasil korelasi
seperti telah diauraikan diatas, endapan Batubara di daerah penyelidikan yang dapat
dihitung jumlah sumberdayanya terdapat 3 lapisan. Perhitungan sumberdaya
batubara ditentukan atas dasar :
1) Penyebaran Batubara kearah jurus ditentukan berdasarkan pada singkapan yang
dapat dikorelasikan dan dibatasi sejauh 1000 m dari singkapan terakhir.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


1919
2) Penyebaran Batubara kearah kemiringan lebarnya dibatasi sampai kedalaman 50
m dihitung tegak lurus dari permukaan singkapan sehingga lebar kearah
kemiringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : L = 50 sin a, dimana a
adalah sudut kemiringan lapisan batubara.
3) Tebal lapisan batubara yang dihitung pada masing-masing lapisan merupakan
tebal rata-rata dari seluruh batubara yang termasuk kedalam lapisan tersebut,
dengan ketentuan ketebalan kurang dari 1,00 m tidak diperhitungkan.
Berdasarkan kriteria tersebut sumberdaya batubara dihitung berdasarkan rumus :
Sumberdaya = [ Panjang (m) x Lebar (m) x Tebal rata-rata (m) x Berat
Jenis (ton) ]
*) dimana BJ adalah berat jenis rata-rata
Dari hasil perhitungan didapat total sumberdaya batubara 25.083.690 ton.

D. Jenis-Jenis Analisis Batubara


 Analisis Proximate
Analisis proximat batubara bertujuan untuk menentukan kelas (rank) batubara
dan umumnya dilakukan oleeh perusahaan pertambangan dan pembeli batubara.
 Kadar Air (Moisture)
Kadar air (moisture), yaitu kandungan air yang terdapat pada batubara. Kadar
air sendiri dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
• Kadar air bebas (free surface moisture), yaitu air yang menempel pada permukaan
batubara yang berasal dari air hujan dan juga air semprotan yang mana akan
mudah menguap dalam kondisi laboratorium.
• Kadar bawaan air (inherent moisture), yaitu air yang terdapat pada rongga (pori)
dan mineral yang terdapat dalam batubara. Air ini dapat dihilangkan dengan suhu
pemanasan 1050 – 1100C selama 1 jam.
• Kadar air total (total moisture), merupakan jumlah dari kadar air bebas ditambah
dengan kadar air bawaan.
 Kadar Abu
Kadar abu (ash), yaitu kandungan bahan inorganik yang tertinggal atau tidak
terbakar sewaktu batubara dibakar pada suhu 7000C – 7500C selama 1,5 jam.
 Zat Terbang (Volatile Metter)
Zat terbang (volatile matter), yaitu komponen-komponen dalam batubara yang
dapat lepas atau menguap pada zat dipanaskan di ruang hampa udara pada suhu
9500C selama 12 menit. Zat terbang ini meliputi zat terbang mineral (vollatile mineral
matter) dan zat terbang organik (volatile organic matter).
 Karbon Tertambat (Fixed Carbon)
Karbon tertambat (fixed carbon), merupakan jumlah karbon yang tertambat
pada batubara setelah kandungan-kandungan air, abu dan zat terbangnya hilang.
Dengan adanya pengeluaran zat terbang dan kandungan air maka karbon tetap secara
otomatis akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas batubara
semakin baik. Karbon tetap menggambarkan penguraian sisa komponen organik

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2020
batubara dan mengandung sebagian kecil unsur kimia nitrogen, belerang, hidrogen
dan oksigen atau terikat secara kimiawi.
 Analisis Ultimate
Analisis ultimate dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen
(H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S) dalam batubara.
 Analisis Lain-Lain
Analisis lain-lain adalah analisa untuk menentukan calorific value (nilai
kalor), total sulfur, ash (susunan kandungan abu), ash fusion temperature/ AFT (titik
leleh abu), hardgrove gradibility index (HGI).

A. Klasifikasi Batubara
1. Klasifikasi menurut ASTM
Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines yang akhirnya
dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM (America Society for Testing and
Material). Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara itu atau berdasarkan derajat
metamorphism nya atau perubahan selama proses coalifikasi (mulai dari lignit hingga
antrasit). Untuk menentukan rank batubara diperlukan data fixed carbon (dmmf),
volatile matter (dmmf) dan nilai kalor dalam Btu/lb dengan basis mmmf (moist,
mmf). Cara pengklasifikasian yaitu :
a. Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31% maka klasifikasi
didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi menjadi 5 group, yaitu:
1. FC lebih besar dari 98% disebut meta antrasit
2. FC antara 92-98% disebut antrasit
3. FC antara 86-92% disebut semiantrasit
4. FC antara 78-86% disebut low volatil
5. FC antara 69-78% disebut medium volatil
b. Untuk batubara dengan kandungan VM lebih besar dari 31%, maka klasifikasi
didasarkan atas nilai kalornya dengan basis mmmf 1. 3 group bituminous coal yang
mempunyai moist nilai kalor antara 13.000 - 14.000 Btu/lb yaitu :
a. High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)
b. High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)
c. High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)
2. group Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 8.300 -
13.000 Btu/lb yaitu :
a. Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)
b. Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)
c. Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)
c. Untuk batubara jenis lignit
1. 2 group Lignit coal dengan moist nilai kalor di bawah 8.300 Btu/lb yaitu:
a. Lignit (6300-8.300)
b. Brown Coal (<6.300)

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2121
2. Klasifikasi menurut National Coal Board (NCB)
Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1946 oleh suatu organisasi
Fuel Research dari departemen of Scientific and Industrial Research di Inggris.
Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan menggunakan parameter
volatile matter (dry, mineral matter free) dan cooking power yang ditentukan oleh
pengujian Gray King. Dengan menggunakan parameter VM saja NCB membagi
batubara atas 4 macam :
1. Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal rank 100 yaitu Antrasit
2. Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan coal rank 200
3. Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan coal rank 300 yaitu Medium Volatil
Coal
4. Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan coal rank 400-900 yaitu High Volatile
Coal
Masing – masing pembagian di atas dibagi lagi menjadi beberapa sub
berdasarkan tipe coke Gray King atau pembagian kecil lagi dari kandungan VM.
Untuk High Volatile Coal dibagi berdasarkan sifat cakingnya yaitu :
a. Very strongly caking dengan rank code 400
b. Strongly caking dengan rank code 500
c. Medium caking dengan rank code 600
d. Weakly caking dengan rank code 700
e. Very weakly caking dengan rank code 800
f. Non caking dengan rank code 900
3. Klasifikasi menurut International
Klasifikasi ini dikembangkan oleh Economic Commision for Europe pada
tahun 1956. Klasifikasi ini dibagi atas dua bagian yaitu :
1. Hard Coal
Didefinisikan untuk batubara dengan gross calorific value lebih besar dari
10.260 Btu/lb atau 5.700 kcal/kg (moist, ash free). International System dari hard coal
dibagi atas 10 kelas menurut kandungan VM (daf). Kelas 0 sampai 5 mempunyai
kandungan VM lebih kecil dari 33% dan kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai
kalornya (mmaf) dengan kandungan VM lebih dari 33%. Masing-masing kelas dibagi
atas4 group (0-3) menurut sifat crackingnya dintentukan dari “Free Swelling Index”
dan “Roga Index”. Masing group ini dibagi lagi atas sub group berdasarkan tipe dari
coke yang diperoleh pengujian Gray King dan Audibert-Arnu dilatometer test. Jadi
pada International klasifikasi ini akan terdapat 3 angka, angka pertama menunjukkan
kelas, angka kedua menunjukkan group dan angka ketiga menunjukkan sub-group.
Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan atas kelakuan serbuk batubara bila
dipanaskan. Bila laju kenaikan temperature relative lebih cepat menunjukkan sifat
caking. Sedangkan sifat coking ditunjukkan apabila laju kenaikan temperature
lambat.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2222
2. Brown Coal
International klasifikasi dari Brown coal dan lignit dibagi atas parameternya
yaitu total moisture dan low temperature Tar Yield (daf).
a. Berdasarkan total moisture (ash free) dibagi atas 6 kelas:
1) Nomor kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free
2) Nomor kelas 11 dengan total moisture 20-30%, ash free
3) Nomor kelas 12 dengan total moisture 30-40%, ash free
4) Nomor kelas 13 dengan total moisture 40-50%, ash free
5) Nomor kelas 14 dengan total moisture 50-60%, ash free
6) Nomor kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash free
b. Berdasarkan low temperature Tar Yield (daf) dibagi lagi atas 5 group yaitu :
1) No group 00 tar yield lebih rendah dari 10% daf
2) No group 10 tar yield antara 10-15 % daf
3) No group 20 tar yield antara 15-20 % daf
4) No group 30 tar yield antara 20-25 % daf
5) No group 40 tar yield lebih dari 25% daf
E. Kualitas Batubara
Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung bahan pengotor
(impurities). Hal ini bisa terjadi ketika proses coalification ataupun pada proses
penambangan yang dalam hal ini menggunakan alat-alat berat yang selalu
bergelimang dengan tanah. Ada dua jenis pengotor yaitu:
1. Inherent impurities
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara yang
sudah dibakar memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada
proses pembentukan batubara. Pengotor tersebut dapat berupa gybsum
(CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), pirit (FeS2), silica (SiO2). Pengotor ini tidak
mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan
pembersihan.
2. Eksternal impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari uar, timbul pada saat proses
penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup.
Sebagai bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan industri, mutu batubara
mempunyai peranan sangat penting dalam memilih peralatan yang akan dipergunakan
dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan kualitas batubara perlu diperhatikan
beberapa hal, antara lain:
3. Heating Value (HV) (calorific value/Nilai kalori)
Banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat
dinyatakan dalam kkal/kg. semakin tingi HV, makin lambat jalannya batubara yang
diumpankan sebagai bahan bakar setiap jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara
perlu diperhatikan. Hal ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak
melebihi panas yang diperlukan dalam proses industri.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2323
4. Moisture Content (kandungan lengas)
Lengan batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat dalam
batubara. Kandungan air dalam batubara dapat berbentuk air internal (air
senyawa/unsur), yaitu air yang terikat secara kimiawi.
Jenis air ini sulit dihilangkan tetapi dapat dikurangi dengan cara memperkecil
ukuran butir batubara. Jenis air yang kedua adalah air eksternal, yaitu air yang
menempel pada permukaan butir batubara. Batubara mempunyai sifat hidrofobik
yaitu ketika batubara dikeringkan, maka batubara tersebut sulit menyerap air,
sehingga tidak akan menambah jumlah air internal.
5. Ash content (kandungan abu)
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan senyawa
anorgani, yang merupakan hasil rombakan batuan yang ada di sekitarnya, bercampur
selama proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan. Abu hasil dari
pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai ash content. Abu ini merupakan
kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batubara yang tidak dapat terbaka atau yang
dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa
SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida
unsur lain.
6. Sulfur Content (Kandungan Sulfur)
Belerang yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi 2 yaitu dalam
bentuk senyawa organik dan anorganik. Beleranga dalam bentuk anorganik dapat
dijumpai dalam bentuk pirit (FeS2), markasit (FeS2), atau dalam bentuk sulfat.
Mineral pirit dan makasit sangat umum terbentuk pada kondisi sedimentasi rawa
(reduktif).
Belerang organik terbentuk selama terjadinya proses coalification. Adanya
kandungan sulfur, baik dalam bentuk organik maupun anorganik di atmosfer dipicu
oleh keberadaan air hujan, mengakibatkan terbentuk air asam. Air asam ini dapat
merusak bangunan, tumbuhan dan biota lainnya.

F. Klasifikasi batubara
Berdasarkan bentuk dan kandunganya batubara dapat di kelompokan menjadi
empat jenis, (Kumar et al, 2004) yaitu :
1. Lignite
Batubara lignit atau sering disebut batubara coklat (brown coal) adalah
batubara yang sangat lunak. Lignit memiliki kandungan volatile matter yang tinggi
atau mengandung air 35-75% dari beratnya sehingga membuatnya lebih mudah
berubah menjadi gas dan cairan dibandingkan batubara dengan peringkat yang lebih
tinggi. Jika tidak disimpan dengan hati–hati, lignit akan mengalami pembakaran
spontan. Jenis batubara ini banyak terdapat di Palau Jawa terutama Jawa Timur dan
Jawa Barat serta di Pulau Sulawesi dan Maluku Utara
2. Sub-bituminus
Batubara subbituminus (lignit hitam) merupakan batubara yang memiliki sifat
di antara sifat batubara lignit dan batubara bituminous yang mengandung 68 % unsur

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2424
Karbon (C) dan berkadar air 10-35 % dari beratnya. Biasanya digunakan sebagai
bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap. Subbituminus mengandung sedikit
karbon dan banyak air sehingga menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminous. Sub-bituminus banyak terdapat Pulau Sumatra
hingga di Pulau Kalimantan.
3. Bituminus
Batubara bituminus biasanya berwarna hitam, kadang – kadang coklat tua
yang mengandung 68 - 86% unsur Karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
Bituminus terbakar dengan nyala api berwarna kuning dan berasap. Bituminus
merupakan batubara yang paling banyak ditambang di Australia dan Kalimantan
4. Antrasit
Batubara antrasit merupakan batubara dengan peringkat tertinggi yang
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
Antrasit digunakan terutama untuk pemanasan ruangan perumahan dan komersial.
Antrasit bersifat keras, getas, berwarna hitam mengkilap sehingga sering disebut hard
coal. Batubara ini lambat menyala apabila temperatur tungku tidak tinggi dan
memerlukan draft yang kuat. Batubara antrasit tanpa nyala api atau dengan nyala api
kebiru – biruan. Antrasit merupakan batubara yang paling banyak ditambang di
Sumatra, Bengkulu dan Kalimantan.

G. Konsep Penambangan
Dalam merencanakan suatu tambang batubara perlu pemahaman mengenai
Konsep Penambangan dan Perancangan Penambangan yang benar untuk suatu
tambang terbuka batubara. Hal ini menjadi penting karena penataan lahan bekas
tambang seharusnya menjadi bagian perencanaan tambang.
1. Pemilihan Daerah Penambangan
Pemilihan daerah penambangan tentunya harus didasarkan pada hasil Kajian
Geologi Tambang akan diperoleh daerah penambangan tersebut. Beberapa faktor
yang menyebabkan suatu daerah dapat dikatagorikan potensial adalah :
 Penyebaran batubara yang merata.
 Jumlah cadangan yang besar.
 Lapisan batubara yang tebal.
 Kualitas batubara yang baik.
Perhitungan cadangan tertambang pada daerah tambang tersebut dapat
menghasilkan nisbah kupas yang bervariasi. Besarnya nisbah kupas pada tambang-
tambang ini disebabkan antara lain oleh kondisi topografi dan hilangnya penyebaran
lapisan batubara pada daerah tersebut. Oleh karena itu daerah yang mempunyai
nisbah kupas > 12 : 1 dianggap tidak ekonomis untuk ditambang saat ini. Lapisan
penutup di atas lapisan batubara maupun antara lapisan batubara pada umumnya
terdiri dari siltstone, mudstone kadang-kadang dengan sisipan shally coal dan
sandstone. Kemiringan lapisan batubara berkisar antar 8 – 35 derajat.
2. Tahapan Penambangan
Dua pendekatan rancangan tambang terbuka :

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2525
 Mempertimbangkan persoalan tahapan pemindahan material per blok untuk
memenuhi produksi.
 Mempertimbangkan pemindahan material yang berhubungan sangat erat dengan
peralatan yang digunakan.
Pada tambang terbuka daerah penambangan cukup luas sehingga
memungkinkan pemakaian alat-alat yang besar. Dalam pemilihan metoda
penambangan perlu memperhatikan pertimbangan teknis yang didasarkan atas :
 Faktor geografi dan geologi
 Lokasi :penentuan pemakaian alat penambangan
 Curah hujan, temperatur, iklim dan ketinggian akan berpengaruh terhadap
produktifitas alat.
 Faktor geologi yang berpengaruh seperti keadaan permukaan, jumlah lapisan
batubara, kemiringan batubara, dan ketebalan tanah penutup.
 Ukuran dan distribusi lapisan batubara
 Ketersediaan peralatan dan kesesuaian dengan peralatan lain
 Geoteknik
 Umur tambang
 Produksi
 Sistem Penambangan Batubara
Kegiatan-kegiatan dalam tambang batubara terbuka meliputi :
 Persiapan daerah penambangan
 Pemboran dan peledakan atau penggaruan
 Pengupasan dan pembuangan tanah penutup
 Pemuatan dan pembuangan tanah penutup
 Reklamasi
 Teknik penambangan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi
dan topografi daerah yang akan ditambang.
Kegiatan penambangan selalu menimbulkan pengaruh terhadap lingkungan,
oleh karena itu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam penambangan harus
mengetahui/mengerti akibat-akibat yang mungkin akan ditimbulkan dari kegiatan-
kegiatan tersebut, sehingga dapat diusahakan dampak negatif yang sekecil mungkin.
Contoh jenis peralatan tambang dan peralatan bantu utama yang akan
digunakan dalam sistem penambangan seperti yang telah diuraikan di atas adalah
seperti yang terlihat pada table:

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2626
Tabel 12.1. Contoh Peralatan Tambang Yang Diperlukan Berdasarkan Aktivitas
(Laporan Akhir Proyek Bina Pertambangan, ITB, 2000)
Aktivitas Peralatan/Bahan
Pembongkaran, penggaruan, Buldoser dengan single shank
dan penggusuran (giant) ripper dan double shank
ripper
Pemboran dan peledakan Alat bor : CRD dan Kompresor
Bahan peledak : ANFO (bahan
peledak utama) dan Power Gel
(primer)
Alat bantu peledakan : NONEL,
sumbu ledak, sumbu api, plain
detonator.
Penggalian dan pemuatan Shovel dan backhoe
Pengangkutan Truk jungkit

3. Cadangan Tertambang
Seperti telah dijelaskan dalam Kajian Geologi Tambang, perhitungan
cadangan tertambang dilakukan dengan perhitungan dilakukan dengan metode
penampang atau metode lainnya.
4. Strategi Penambangan
Perancangan penambangan pada daerah tambang pada umumnya dilakukan
berdasarkan batasan nisbah kupas.

H. Perancangan Penambangan
1. Rencana Produksi
Semua perusahaan tambang merencanakan beroperasi dengan tingkat produksi
batubara per tahun. Produksi tahun ke-1 biasanya lebih kecil dari tahun-tahun
berikutnya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada tahun awal
penambangan selain kegiatan penambangan juga diperlukan berbagai kegiatan
lainnya seperti persiapan permuka kerja, pembuatan jalan ke outside dump, dan lain
sebagainya.
Rencana produksi untuk setiap tahun memperhatikan pengaruh curah hujan
terhadap produksi batubara.
Rencana produksi bertahap seperti yang dijelaskan di atas selanjutnya menjadi
panduan untuk menentukan batas kemajuan penambangan setiap tahun.
2. Kriteria Penambangan
Kriteria penambangan pada umumnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
berikut :
 Faktor struktur geologi
 Faktor geoteknik
 Faktor hidrologi dan hidrogeologi

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2727
 Data dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan :
 Waktu kerja
 Sifat fisik material
 Efisiensi kerja peralatan
3. Rancangan Penambangan
1) Permuka kerja penambangan
Permuka kerja penambangan adalah medan kerja di mana kegiatan
penggalian/penambangan batubara sedang berlangsung. Satu permuka kerja
membutuhkan satu armada peralatan tambang yang terdiri dari satu unit alat gali-
muat dengan beberapa unit alat angkut dan dibantu satu unit alat garu-dorong. Dalam
satu pit penambangan mungkin terdapat satu atau lebih permuka kerja. Jika pit cukup
luas dan dengan alasan kebutuhan produksi maka beberapa permuka kerja dapat
beroperasi secara bersamaan. Banyaknya permuka kerja yang harus beroperasi dalam
penambangan ditentukan oleh jumlah armada peralatan penambangan batubara yang
dibutuhkan berdasarkan target produksi.
2) Batas penambangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan batas tambang terbuka adalah
batas Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi, penyebaran lapisan batubara, dimensi
lereng aman, rencana produksi, nisbah kupas, aliran sungai, dan jalan negara yang
melewati tambang tersebut Penentuan batas lereng akhir tambang juga mengacu pada
nisbah kupas dan dimensi maksimum lereng yang aman berdasarkan rekomendasi
Kajian Geoteknik. Rencana produksi akan menentukan batas pit yang akan ditambang
setiap tahun dengan nisbah kupas tertentu. Batas penambangan tiap semester/tahun
baik ke arah lateral (luas bukaan tambang) maupun vertikal (posisi lantai tambang)
diwujudkan dalam peta kemajuan tambang tiap tahun.
3) Arah dan urutan penambangan
Arah kemajuan penambangan adalah dari daerah singkapan ke arah tegak
lurus jurus lapisan batubara sampai lereng akhir penambangan, kemudian bergerak
maju ke daerah penambangan tahun berikutnya mengikuti penyebaran lapisan
batubara. Pemilihan urut-urutan penambangan terutama didasarkan pada
pertimbangan teknis operasional serta cadangan yang ada
4) Kegiatan Penambangan
Penambangan batubara biasanya dilakukan dengan siklus konvensional yaitu
menggunakan kombinasi peralatan shovel/ backhoe dan truk jungkit serta buldoser.
Metode ini mempunyai fleksibilitas dan selektivitas dalam penggalian, serta
ketersedian alat baik jenis maupun ukuran di pasaran. Operasi penambangan setiap
tahunnya terdiri kegiatan pembersihan lahan yang dilaksanakan terlebih dahulu,
kemudian diikuti dengan penggalian/ pemberaian, pemuatan dan pengangkutan yang
dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Artinya, sementara kegiatan pembersihan
lahan terus berlangsung dan setelah luas lahan yang dibersihkan cukup dan aman
untuk tempat kerja alat gali, maka kegiatan penggalian/pemberaian dapat segera

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2828
dimulai. Kegiatan ini diikuti dengan kegiatan pemuatan dan pengangkutan, baik
untuk batubara maupun lapisan penutup.
5) Pembersihan lahan
Untuk menyediakan tempat kerja bagi alat gali-muat dan alat angkut perlu
dilakukan pembersihan lahan. Pembersihan lahan ini dilakukan terhadap
vegetasi/pohon-pohon yang terdapat di sekitar daerah operasi penambangan dengan
menggunakan buldoser.
6) Penanganan tanah pucuk
Pertimbangan penanaman kembali daerah bekas tambang untuk mengurangi
kerusakan lingkungan (reklamasi) memerlukan suatu strategi untuk penanganan tanah
pucuk. Tanah pucuk ini nantinya akan disebar pada bagian teratas dari tumpukan
lapisan penutup, baik di lokasi outside dump maupun di lokasi backfilling. Tanah
pucuk akan dikupas dan dimuat ke dalam truk jungkit dengan menggunakan alat muat
kemudian diangkut ke lokasi penimbunan dan langsung disebar di atas timbunan
lapisan penutup, kecuali pada awal penambangan karena belum ada timbunan lapisan
penutup maka tanah pucuk akan ditumpuk di dekat lokasi outside dump sebelum
disebar di atas timbunan lapisan penutup.
7) Penggalian/pemberaian, pemuatan dan pengangkutan lapisan penutup
Seperti telah diuraikan sebelumnya, teknik penggalian yang
direkomendasikan adalah :
 Penggalian bebas untuk tanah pucuk
 Penggaruan untuk batubara, mudstone, sebagian sandstone dan siltstone
 Peledakan untuk sebagian batuan keras, bila ada.
Oleh sebab itu penanganan lapisan penutup (overburden dan interburden)
akan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Penggalian/pemberaian
 Pemuatan
Pemuatan lapisan penutup ke dalam alat angkut baik dari hasil penggaruan
maupun hasil peledakan adalah menggunakan alat muat.
 Pengangkutan
Pengangkutan lapisan penutup ke lokasi penimbunan adalah menggunakan
truk jungkit.
8) Penggalian/pemberaian, pemuatan dan pengangkutan batubara
Pada umumnya penanganan lapisan batubara akan dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
 Penggaruan
 Penggaruan batubara dengan menggunakan buldoser yang dapat dilengkapi
dengan single/double shank ripper.
 Pemuatan
 Pemuatan batubara ke dalam alat angkut menggunakan alat muat.
 Pengangkutan
 Pengangkutan lapisan batubara ke ROM stockpile menggunakan truk jungkit
(rigid truck).

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


2929
9) Jalan tambang
Yang dimaksud dengan jalan tambang adalah jalan yang menghubungkan
permuka kerja dengan lokasi ROM stockpile dan lokasi penimbunan lapisan penutup.
Jalan tambang disiapkan untuk untuk dua jalur pengangkutan truk jungkit.
10) Perencanaan penimbunan lapisan penutup
Dalam perencanaan penimbunan lapisan penutup, penimbunan di lokasi
outside dump hanya akan dilaksanakan sampai tersedianya daerah bekas
penambangan yang cukup luas untuk dapat melaksanakan backfilling.
Cara seperti ini selain mengurangi biaya produksi (karena jarak angkut
lapisan penutup berkurang) juga mengurangi kerusakan lingkungan akibat bekas
penambangan. Dengan backfilling lubang-lubang bekas tambang diisi kembali
sehingga persiapan pelaksanaan reklamasi dapat segera berjalan.
Untuk keperluan penimbunan di luar pit ini telah dipilih lokasi timbunan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi penimbunan tanah adalah sebagai
berikut :
 jarak yang tidak terlalu jauh dari permuka kerja tambang
 tidak ada cadangan batubara di bawah lokasi yang dipilih
 tidak mengganggu daerah yang akan ditambang
 topografi permukaan berupa lembah.
Untuk menjaga agar lereng timbunan tetap aman, perancangan penimbunan
tanah di luar pit maupun backfilling selalu mengikuti dimensi timbunan yang telah
direkomendasikan oleh Kajian Geoteknik.
11) Kebutuhan Peralatan
Kebutuhan alat-alat tambang dihitung dengan cara membagi target produksi
per jam dengan produktivitas alat per jam. Target produksi per jam didapatkan
dengan cara membagi target produksi per tahun dengan jam kerja efektif alat per
tahun. Peralatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi peralatan tambang utama dan
peralatan penunjang.

I. Penambangan Batubara
Dalam penambangan batubara ini terdapat dua mmetode dalam
penambangannya yaitu metode tambang bawah tanah dan tambang terbuka
sebagaimana berikut :
a. Tambang Bawah Tanah
Ada dua metode tambang bawah tanah: tambang room-and-pillar dan tambang
longwall.
1. Room and Pillar
Room and pillar merupakan salah satu system penambangan bawah tanah
untuk endapan batubara, dengan bentuk blok-blok persegi. Seluruh blok batubaranya
di buat jalan (batubara yang digali =room selebar 10 m) dan pillar (sebagai
penyangga selebar 30x30 m) menggunakan kombinasi contiuous miner (CM), roof
bolter, dan shuttle catr. Metode penambangan batubara ini, menetapkan suatu panel
atau blok penambangan tertentu, kemudian menggali maju dua sisitem (jalur)

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3030
terowongan, masing- masing melintang dan memanjang, untuk melakukan
penambangan batubara dengan pembangian pillar batubara.
Metode ini hanya mengambil 30-40% dari total batubara., untuk menaikan
produksi. Setelah semua block tersebut di tambang, ketika kembali ke jalan utama
dekat shaft, pillar-pillar yang di tinggalkan di kikis sedikit( proses ini namanya
retreat mining). Peralatan yang biasa di gunakan untuk metode room and pillar yaitu,
alat pemotong lapisan batubara bawah tanah disebut continuous miner, alat gali isi
hasil peledakan bawah tanah adalah load hail dump (LHD),over shot loader, slushier,
dan sebagainya. Alat angkut digunakan truck berdimensi kecil, belt conveyor, chain
conveyor, lori-lokomotif(train) dan lain-lain.
2. Long Wall
Merupakan suatu system penambangan bawah tanah untuk endapan batubara
dengan membuat lorong-lorong panjang, secara mekanis dan bagian dari front
penambangan yang sudah selesai ditambang dibiarkan runtuh dengan sendirinya (
caving ). Tambang longwall harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang
hati-hati untuk memastikan adanya geologi yang mendukung sebelum dimulai
kegiatan penambangan. Kedalaman permukaan batu bara bervariasi di kedalaman
100-350m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara otomatis dan digerakkan
secara hidrolik sementara menyangga atap tambang selama pengambilan batu bara.
Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang dibiarkan ambruk. Lebih
dari 75% endapan batu bara dapat diambil dari panil batu bara yang dapat memanjang
sejauh 3 km pada lapisan batu bara. Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar
daripada tambang longwall adalah, tambang roomand- pillar dapat mulai
memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan peralatan bergerak
dengan biaya kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50
juta dolar). Pemilihan teknik penambangan ditentukan oleh kondisi tapaknya namun
selalu didasari oleh pertimbangan ekonomisnya; perbedaan-perbedaan yang ada
bahkan dalam satu tambang dapat mengarah pada digunakannya kedua metode
penambangan tersebut.
b. Tambang Terbuka
Tambang Terbuka juga disebut tambang permukaan hanya memiliki nilai
ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode
tambang terbuka memberikan proporsi endapan batu bara yang lebih banyak daripada
tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi 90% atau
lebih dari batu bara dapat diambil. Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah
berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk
dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan power shovel (sekop
hidrolik) truk-truk besar, yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara bucket
wheel excavator (mobil penggali serok); dan ban berjalan. Batuan permukaan yang
terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak batuan
permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau
dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut
digali, dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3131
Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke
pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan
digunakan.
Dilakukan pertama-tama dengan mengupas lapisan tanah penutup. Pada saat
ini metode penambangan mana yang akan dipilih dan kemungkinan mendapatkan
peralatan tidak mengalami masalah. Peralatan yang ada sekarang dapat dimodifikasi
sehingga berfungsi ganda. Perlu diketahui bahwa berbagai jenis batubara
memerlukan jenis dan peralatan yang berbeda pula. Mesin-mesin tambang modern
sudah dapat digunakan untuk kegiatan penambangan dengan jangkauan kerja yang
lebih luas dan mampu melaksanakan berbagai macam pekerjaan tanpa perlu
dilakukan perubahan dan modifikasi besar. Pemilihan metode panambangan batubara
baik yang akan ditambang secara tambang dalam ataupun tambang terbuka
ditentukan oleh factor :
 Biaya penambangan
 Batubara yang dapat diambil (coal recovery)
 Pengotoran hasil produksi oleh batuan ikutan
Dalam memperhitungkan biaya penambangan dengan metode tambang
terbuka harus termasuk juga biaya pembuangan tanah penutup batubara sampai pada
kemiringan lereng yang seaman mungkin (slope angle). Perbandingan antara lapisan
batuan tanah penutup dengan batubara merupakan factor penentu dalam memilih
metode penambangan, untuk itu perlu dihitung terlebih dahulu break even stripping
ratio, yaitu perbandingan antara selisih biaya untuk penambangan satu ton batubara
secara tambang dalam dan tambang terbuka dibagi dengan biaya pembuangan setiap
ton tanah penutup lapisan batubara.
Kelebihan tambang terbuka dibandingkan dengan tambang dalam adalah:
 Relative lebih aman
 Relative lebih sederhana
 Mudah pengawasannya
 Penambangan secara tambang terbuka mempunyai keterbatasan yaitu :
 Dengan peralatan yang ada pada saat sekarang ini keterbatasan kedalaman
lapisan batubara yang dapat ditambang.
 Pertimbangan ekonomis antara biaya pembuangan batuan penutup dengan biaya
pengambilan batubara
Beberapa tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka
tergantung pada letak dan kemiringan serta banyaknya lapisan batubara dalam satu
cadangan. Disamping itu metode tambang terbuka dapat dibedakan juga dari cara
pemakaian alat dan mesin yang digunakan dalam penambangan.
Beberapa tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka adalah:
a. Contour Mining
Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara yang
terdapat di pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai pada suatu
singkapan lapisan batubara dipermukaan atau cropline dan selanjutnya mengikuti

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3232
garis contour sekeliling bukit atau pegunungan tersebut. Lapisan batuan penutup
batubara dibuang kearah lereng bukit dan selanjutnya batuan yang telah tersingkap
diambil dan diangkut. Kegiatan penambangan berikutnya dimulai lagi seperti
tersebut diatas pada lapisan batubara yang lain sampai pada suatu ketebalan lapisan
penutup batubara yang menentukan batas limit ekonominya atau sampai batas
maksimum kedalaman dimana peralatan tambang tersebut dapat bekerja. Batas
ekonomis ini ditentukan oleh beberapa variable antara lain :
 Ketebalan lapisan batubara
 Kualitas
 Pemasaran
 Sifat dan keadaan lapisan batuan penutup
 Kemampuan peralatan yang digunakan
 Persyaratan reklamasi
Peralatan yang digunakan untuk cara penambangan ini pada umumnya memakai
peralatan yang mempunyai mobilitas tinggi atau dikenal mobile equipment. Alat-alat
besar seperti :
a. Alat muat : wheel loader, track loader, face shovel, back hoe
b. Alat angkut jarak jauh : off highway dump truck
c. Alat angkut jarak dekat : scraper
Alat-alat tersebut dipergunakan untuk pekerjaan pembuangan lapisan penutup
batubara, sedangkan untuk pengambilan batubaranya dapat digunakan dengan alat
yang sama atau yang lebih kecil tergantung tingkat produksinya. Kapasitas alat
angkut berupa off highway dump truck antara 18 ton sampai 170 ton. Di Indonesia,
tipe contour mining diterapkan antara lain di Tambang Batubara Ombilin Sawah
Lunto Sumatera Barat.
Ditempat ini penambangan secara besar-besaran telah dimulai sejak tahun
1977 dengan menggunakan mobile equipment berupa alat muat yang terdiri dari
front end loader berkapasitas 5-6 m3 dan face shovel 7 m3, sedang untuk alat angkut
digunakan off highway dump truck berkapasitas 35 ton dan 50 ton, selain itu
dipergunakan scrapper kapasitas 15 m3. Mengingat batuan penutupnya sangat keras
maka digunakan peledakan, dengan menggunakan beberapa unit alat bor drill
blasthole machine yang mempunyai kemampuan bor berdiameter sampai 6 inches,
sedangkan bahan peledaknya dipergunakan ammonium nitrat dan solar (ANFO).
Pengekstraksian batubara digunakan excavator berukuran 4 m3 dengan alat angkut
berupa coal houler kapasitas 18 ton.
b. Open Pit Mining
Open pit mining adalah cara penambangan secara terbuka dalam pengertian
umum. Apabila hal ini diterapkan pada endapan batubara dilakukan dengan jalan
membuang lapisan batuan penutup sehingga lapisan batubaranya tersingkap dan
selanjutnya siap untuk diekstraksi. Peralatan yang dipakai pada penambangan secara
open pit dapat bermacam-macam tergantung pada jenis dan keadaan batuan penutup
yang akan dibuang. Dalam memilih peralatan perlu dipertimbangkan :

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3333
 Kemiringan lapisan batuan Pada lapisan dengan kemiringan cukup tajam
pembuangan lapisan tanah penutup dapat menggunakan alat muat baik berupa
face shovel, front end loader atau alat muat lainnya
 Masa operasi tambang Penambangan tipe open pit biasanya dilakukan pada
endapan batubara yang mempunyai lapisan tebal atau dalam dan dilakukan
dengan menggunakan beberapa bench. Peralatan yang digunakan untuk
pembuangan lapisan tanah penutup batubara dapat dibedakan sebagai berikut:
- Peralatan yang bersifat mobile antara lain track shovel, front end loader,
bulldozer, scrapper
- Peralatan yang bersifat bekerja secara continue membuang lapisan tanah
penutup tanpa dibantu alat angkut.
- Stripping Mining Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada endapan
batubara yang lapisannya d atar atau dekat dengan permukaan tanah.
Alat yang digunakan dapat berupa alat yang sifatnya mobile atau alat
penggalian yang dapat membuang sendiri. Penambangan batubara yang akan
dilakukan diwilayah kontraktor tambang batubara Kalimantan akan dimulai dengan
cara tambang terbuka yang memakai alat kerja bersifat mobile.

J. Tahap Metoda Pengolahan Batubara


Batubara jenis sub-bituminous termasuk kualitas rendah sehingga memiliki
harga yang relatif rendah juga. Untuk meningkatkan harga batubara seperti ini dapat
dilakukan usaha peningkatan nilai tambah.
1. Peningkatan Nilai Tambah Batubara
Peningkatan nilai tambah batubara yang paling sederhana adalah melalui
operasi peremukan atau crushing dari bongkahan besar menjadi ukuran yang masuk
dalam persyaratan dan pencampuran atau blending antara batubara kualitas rendah
atau tidak masuk dalam spesifikasi dengan batubara kualitas relatif tinggi sehingga
memenuhi persyaratan spesifikasi teknis pembeli.
Peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan
pencucian atau washing dengan tujuam untuk menurunkan kadar abu. Pencucian
dapat menghilangkan mineral-mineral yang mengandung abu dan sulfur.
Peningkatan juga dapat dilakukan dengan mengolah batubara menjadi briket
batubara atau menjadikan produk dengan bentuk fisik dan kimiawinya telah berbeda,
seperti menjadi bahan bakar cair atau liquefaction dan bahan bakar gas atatu
gasifikasi.
2. Proses Karbonisasi
Proses Karbonisasi batubara merupakan proses peningkatan kualitas
batubara dengan cara dipanaskan di dalam tanur pada temperatur tinggi diatas 800oC
atau pada temperatur dibawah 600oC dalam lingkungan tanpa atau sedikit udara.
Proses ini dapat menghilangkan atau mengurangi kandungan volatile matter dan air.
Produk karbonisasi biasa disebut dengan char atau coke.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3434
Char atau coke yang tidak memenuhi kualitas cokes dapat dioleh menjadi
briket batubara atau arang, sedangkan cokes yang memiliki sifat cukup kuat dapat
digunakan sebagai kokas untuk peleburan besi dengan blast furnace.
3. Proses Gasifikasi
Gasifikasi batubara merupakan proses konversi batubara menjadi gas.
Umumnya dilakukan untuk batubara yang tidak dapat digunakan secara langsung
sebagai bahan bakar. Gas yang dihasilkan dapat dimurnikan lagi atau dapat langsung
digunakan sebagai bahan bakar, atau direaksikan dengan senyawa lain untuk
menghasilkan bentuk gas lain atau menjadi bentuk cairan. Bahan bakar gas sintetik
ini lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pembakaran langsung dari batubara.
4. Proses Liquefaction
Liquefaction merupakan proses konversi batubara menjadi produk lain
seperti cairan melalui proses pirolisis, indirect liquefaction, dan direct liquefaction.
Pada proses pirolisis, cairannya merupakan produk samping dari produksi
kokas. Pada proses indirect liquefaction, batubara digasifikasi menjadi campuran gas
CO dan hidrogen (H2). Gas ini biasa disebut syngas.
Proses direct liquefaction sering juga disebut sebagai coal hydrogenation.
Pada proses ini, batubara dicampur dengan larutan pendonor hidrogen dan
direaksikan dengan hidrogen atau syngas pada tekanan dan temperatur tinggi untuk
menghasilkan berbagai produk bahan bakar cair.

K. Persebaran Batubara di Indonesia


Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-
kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta
tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang
tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-
mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal
ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara
Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan
batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera
dan sebagian besar Kalimantan.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3535
L. Batubara Tawanga tua, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
1. Pemetaan geologi
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Satapona, 2015), stratigrafi lokasi
penelitian terdiri dari tiga satuan, yaitu :
1. Satuan sekis, terdiri dari sekis mika (Travis, 1955), sekis klorit (Travis, 1955),
sisipan kuarsit (Travis, 1955) dan sisipan batubara (Noor, 2012).
2. Satuan Batubara (Noor, 2012).
3. Satuan alluvial, terdiri dari endapan alluvial berukuran pasir-bongkah
2. Satuan sekis
Pembahasan satuan batuan sekis pada daerah penelitian meliputi uraian
mengenai dasar penamaan satuan, penyebaran, ciri litologi meliputi karakteristik
megaskopis dan petrografis, penentuan fasies, panantuan umur dan lingkungan
pembentukanya dan hubungan stratigrafi dengan satuan lain pada daerah penelitian.
a. Dasar penamaan satuan litologi
Penamaan untuk satuan ini berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis dan
analisis petrografis, yang kemudian dipadukan dengan klasifikasi batuan metamorf
menurut Travis (1955) dan informasi geologi regional. Berdasarkan hasil deskripsi
secara megaskopis dan petriografis satuan ini disusun oleh litologi berupa sekis mika
(Travis, 1955), sekis klorit (Travis, 1955) dan sisipan kuarsit (Travis, 1955). Oleh
karena satuan ini didominasi oleh sekis, maka satuan ini dinamakan satuan sekis.
b. Penyebaran dan ketebalan
Penyebaran satuan sekis menempati sekitar (89,80%) dari luas keseluruhan
daerah penelitian atau sekitar 1.095,72 Ha. Penyebaran satuan ini pada daerah
penelitian yaitu berada pada bagian Barat dan timur yang dipisahkan oleh satuan
alluvial (Qal) daerah penelitian. Berdasarkan perhitungan ketebalan pada penampang
sayatan A – B pada peta geologi daerah penelitian ketebalan satuan sekis adalah
sekitar + 456 meter.
c. Ciri litologi
Berdasarkan pengamatan secara megaskopik dan petrografis, satuan ini
disusun oleh sekis mika dan sekis klorit, dan disisipi kuarsit dan batubara. Batuan
Sekis Mika (Travis, 1955) pada stasiun 68 secara megaskopik dalam keadaan segar
memiliki warna segar putih keabu-abuan, warna lapuk kuning kecokelatan, tekstur
lepidoblastik, dan strukturnya berfoliasi (schistose) dengan jurus foliasi N2980E dan
kemirinan foliasi 380. Tersusun oleh mineral muskovit, biotit,hornblende dan kuarsa.
Singkapan batuan ini di jumpai di lereng sebuah sungai di daerah penelitian

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3636
Gambar 4.1 Singkapan sekis mika difoto ke arah N1550E (Satapon, 2015)
d. Penentuan fasies dan zona terbentuk
Menurut Turner (1960) dalam Graha (1987) setiap fasies dalam batuan
metamorfosa umumnya dinamakan menurut jenis batuan (kumpulan mineral) yang
dianggap kritis dan diagnestik untuk fasies yang bersangkutan. Menurut Yardley
(1989), penentuan fasies metamorf berdasarkan komposisi mineral yang dominan,
ditekankan pada salah satu mineral penyusun yang tetap pada kondisi metamorfisme
tertentu yang bekerja dalam metamorfisme.
Berdasarkan kumpulan mineral yang menyusun batuan metamorf pada satuan
ini termasuk dalam fasies sekis hijau (metabasic rock) yang dipengaruhi oleh
tempeatur sekitar 3500 C-5100 C pada tekanan 2-9 kbar (Yardley, 1989; Turner,1960
dalam Graha,1987), dimana mineral-mineral penyusun batuan ini yang teridentifikasi
terdiri dari muskovit, klorit, kuarsa, biotit dan epidote.
e. Penentuan umur dan lingkungan pembentukan
Pentuan umur satuan ini ditentukan secara umur relatif berdasarkan posisi
stratigrafi, lokasi tipe dan kesebandingan ciri litologi dengan satuan batuan metamorf
yang telah resmi. Batuan sekis yang menyusun kompleks pompangeo dua diantaranya
adalah sekis muskovit dan sekis klorit, dimana sifat fisik batuan sekis ini, biasanya
berwarna kelabu muda sampai tua, kelabu kehijauan, kelabu kecokelatan dan hitam
bergaris putih keras, berfoliasi, menunjukan tekstur nematoblastik (Simandjuntak
dkk., 1993). Idrus (2011) menemukan batuan sekis pada kompleks pompangeo
disisipi vein kuarsa dengan takstur terbreksiasi, ada yang sejajar dan ada pula yang
memotong foliasi batuan. Ciri fisik sekis mika yang dijumpai di daerah penelitian
memilki warna putih kelabu, dengan tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi
sedangkan sekis klorit berwarna hijau kelabu, dengan tekstur lepidoblastik dan juga
berfoliasi. 81 Pada masing-masing batuan ini dijumpai vein memotong dan sejajar
foliasi dengan tekstur terbreksiasi. Maka, sekis daerah penelelitian dapat
disebandingkan dengan sekis kompleks pompango, berumur Oligosen-awal Miosen.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3737
Dalam Simandjuntak (1993) dinyatakan bahwa satuan sekis ini diperkirakan
terbentuk dalam lajur penunjaman Benioff pada akhir kapur awal hingga paleogen.
f. Hubungan stratigrafi dengan litologi lainnya
Hubungan stratigrafi antara satuan sekis dengan satuan batuan yang ada diatasnya
adalah selaras.
3. Satuan batubara
Batubara di daerah penelitian dijumpai sebagai sisipan dalam satuan ini di stasiun 1
dan 2 di sungai Pulombua. Penyebaran batubara pada satuan ini menempati areal
sungai dengan luas 12,58 Ha atau 1,03% dari total luas daerah penelitian.
Berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi A-B, diperoleh ketebalan satuan
ini adalah 22m.

Gambar 4.2 Foto singkapan batubara, difoto ke arah N3330E (Satapona, 2015)
Hasil deskripsi secara megaskopis, batubara pada stasiun 1 dalam keadaan
segar menunjukan warna segar hitam, warna lapuk coklat kekuningan, tekstur
nonklastik, struktur berlapis dengan kedudukan N2070E/200 di stasiun 1 dan N2470E
di stasiun 2 dan tersusun oleh komponen organik dengan kelembapan tinggi dan
rapuh (unconsolidated). Berdasarkan klasifikasi batuan non-klastik oleh Noor (2012),
batuan ini merupakan Batubara.
Menurut Boogs (2006), tingkatan (rank) dalam batubara paling rendah adalah
peat. Peat menurut Boogs (2006) memiliki ciri fisik berwarna hitam, tersusun oleh
tumbuhan semi-karbonan (semicarbonazed plant) dan memiliki kelembapan yang
tinggi. Berdasarkan kenampakan secara fisiknya, batubara di daerah penelitian
berwarna hitam, masih menunjukan tekstur serabut tanaman (tersusun oleh
semicarbonized plant) dan memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Dalam keadaan
basah, batubara ini memiliki sifat lengket bila disentuh dengan tangan, dan dalam
keadaan kering bersifat rapuh.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3838
Satuan ini diperkirakan terbentuk pada cekungan busur belakang (back arc
basin) tumbukan pada akhir kapur awal hingga paleogen yang memalihkan kembali
batuan metamorf daerah penelitian. Maka, satuan ini diperkirakan terbentuk pasca
tumbukan pada awal Miosen (zaman Paleogen).
4. Satuan alluvial
Pembahasan mengenai satuan alluvial darah penelitian meliputi dasar
penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri endapan, umur dan lingkungan
pengendapan dan hubungan stratigrafi dengan batuan lainya.
a. Dasar penamaan
Penamaan dari satuan alluvial didasarkan atas ciri yang dijumpai di lapangan.
Berdasarkan atas ciri yang dijumpai di lapangan material penyusun dari satuan ini
terdiri dari endapan-endapan yang belum terlitifikasi dengan baik.
b. Penyebaran satuan
Penyebaran dari satuan alluvial ini menempati 124,49 Ha atau sekitar 10,20%
dari total luas daerah penelitian. Endapan ini terletak pada bagian tengah daerah
penelitian atau tepatnya di sekitar sungai Aala Tawanga.
c. Ciri endapan
Material penyusun dari satuan ini terdiri dari material hasil rombakan batuan
yang lebih tua berupa material-material lepas dari bongkah hingga lempung, yakni
batuan metamorf sejenis sekis. Dari hasil pengamatan lapangan dari sedimen ini
diperoleh bahwa material sedimen tersusun atas sekis mika, sekis klorit dan kuarsit.
Secara keseluruhan memperlihatkan warna abu-abu muda hingga abu-abu, bentuk
butirnya ekuan, mencakram (discoid) hingga bladed, kebundarannya adalah
membulat hingga menyudut tanggung. Satuan aluvial di sepanjang Sungai Aala
Tawanga ini memperlihatkan ciri ukuran butir yang semakin mengecil dengan
penyebaran yang relatif meluas kearah hilir.
d. Umur dan lingkungan pengendapan
Berdasarkan atas media pembentukkannya, dimana material penyusun dari
satuan ini tertransportasi dan terendapkan oleh aktifitas sungai, maka diketahui bahwa
satuan ini terendapkan pada kondisi lingkungan darat. Satuan ini merupakan satuan
termuda di daerah penelitian. Berdasarkan atas waktu pembentukannya maka satuan
ini terbentuk pada kala Holosen dan masih berlangsung hingga sekarang.
5. Analisis kualitas batubara
a. Komposisi batubara
Data perbandingan komposisi kadar abu batubara dibawah, menunjukan variasi nilai
kadar abu dan nilai kadar air, yang berbeda dengan stasiun 6, stasiun 21 dan stasiun
23 yang mendominasi nilai kadar abu yang tinggi sedangkan pada stasiun 22
memiliki kadar yang rendah. 10-30% menunjukan batas maksimal untuk kualitas
batubara yang baik, jadi batubara daerah penelitian belum bisa diproduksi dalam
skala industri sebab nilai kadar abu dan kadar air berada pada skala nilai tinggi. Hal,
tersebut didasarkan Pusat Sumber daya Geologi yang menjelaskan bahwa nilai kadar
abu dan nilai kadar air < 35%, maka batubara tersebut memiliki kualitas yang bagus
yang telah dapat diproduksi lebih lanjut (Rizal, 2015).

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


3939
Sedangkan perbandingan komposisi kadar volatile matter dan fixed carbon
batubara dibawah, menunjukan variasi nilai zat terbang yang berbeda, dimana zat
terbang tiap stasiun memiliki kadar air yang rendah yang berkisaran antara 12-6%,
dengan stasiun 25 dan stasiun 24 yang mendominasi nilai volatile matter dan fixed
carbon yang tinggi sedangkan pada stasiun 6 memiliki kadar yang rendah. Jika ≥ 69%
menunjukan batas maksimal dari nilai volatile matter, dimana apabila volatile matter
≥ 69% menunjukan kualitas batubaranya baik maka pada batubara daerah penelitian
pada stasiun 25 memiliki kualitas yang cukup baik.
Data perbandingan komposisi kalori batubara dibawah, menunjukan kalori
tiap stasiun memiliki kalori yang rendah yang berkisaran antara 1.000 kKal/kg
samapi 3.000 kKal/kg. Dengan stasiun 22 dan stasiun 25 yang mendominasi nilai
kalori yang tinggi sedangkan pada stasiun 6 memiliki kadar yang rendah. 6.000
kKal/kg merupakan batas maksimal dari nilai kalori, yang meiliki kualitas yang baik.
Kalori pada stasiun 22 yang memiliki nilai kalori tertinggi berkisaran 3.000 kKal/kg
yang belum bisa dinyatakan bisa untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
b. Peringkat batubara daerah penelitian
Pengelompokan jenis batubara yang paling umum digunakan adalah
kalsifikasi batubara menurut ASTM, dalam klasifikasi ini parameter yang digunakan
antara lain :
 Jumlah karbon terlambat (fixed carbon) dan zat terbang (volatile maltre)
untuk batubara dengan rank tinggi.
 Nilai kalori (calorific value ) untuk batubar dengan rank rendah .
Sedangkan peringkat batubara yang didasarkan dari klasifikasi batubara
menurut ASTM ( Tabel 4.1). secara umum batubara di daerah penelitian termaksud
kedalam Rank High Moisture Lignit Coal. Batubara daerah penelitian memiliki nilai
kalori terendah antara 1.24668 kKal/g sampai yang tertinggi 3.644625 kKal.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4040
BAB 3
PEMANFAATAN
BATUBARA

Batubara menjadi sumber energi yang ditemukan hampir setiap benua dan
memiliki sifat yang berkelanjutan atau tidak mudah punah. Hal ini sangat masuk akal.
Batubara menjadi salah satu sumber energi yang banyak digunakan oleh negara maju.
Bagi beberapa negara maju yang tidak memiliki sumber minyak maka batubara
menjadi alternatif energi yang paling murah dan ditemukan berlimpah. Berikut ini
adalah beberapa alasan pemanfaatan batubara di seluruh dunia. Batubara menjadi
sumber energy yang ditemukan hampir setiap beau dan memiliki bila di bandingkan
dengan pemakaian sumber daya minyak yang terus menipis. Batubara menjadi
sumber energi yang sangat murah sehingga sesuai untuk negara-negara berkembang
seperti Indonesia, China dan juga India. Bahkan batubara memiliki harga yang paling
rendah dibandingkan sumber daya alam lain. Pertambangan batubara dan sistem
untuk mengolah batubara menjadi sumber energi membutuhkan biaya yang relatif
lebih rendah sehingga bisa menjadi energi yang menjangkau semua kalangan. Potensi
keberadaan batubara sangat besar dan lebih besar dari sumber minyak diseluruh
dunia. Bahkan ketersediaan batubara cukup untuk memenuhi energi selama 300 tahun
dan waktu yang sangat cukup untuk memperbaiki sumber daya minyak. Kapasitas
pembangkit tenaga listrik yang memerlukan sumber panas bisa terus beroperasi
dengan menggunakan bahan bakar batubara. Batubara menjadi salah satu sumber
energy terbaik yang bisa didapatkan dengan sumber yang lebih mudah. Selain itu
ketersedian batubara bersifat panjang dan bertahan dalam waktu lama sehingga

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4141
mendukung berbagai macam proyek industry dan juga ekonomi. Berikut ini adalah
beberapa manfaat batubara yang perlu kita ketahui :
A. Gasifikasi batubara
Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batubara padat menjadi
gas batubara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-
gas ini karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4),
dan nitrogen (N2), dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara
dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas,
gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah
terendah.
Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya
adalah sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan
dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung
dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk
asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada
noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batubara,
partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor,
beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama
dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah
sangat kecil setara dengan rambut manusia.
B. Menghasilkan produk gas
Batubara menjadi salah satu energi yang dapat menghasilkan suatu produk
gas. Gas alam yang dapat keluar ini berasal dari batu bara yang masih ada di dalam
tanah. Batubara yang ada di dalam tanah dapat secara langsung menghasilkan gas
alam. Proses pengambilan gas alam yang dihasilkan oleh batu bara alami ini
memerlukan sebuah alat teknologi yang canggih. Selanjutnya, gas alami yang
dihasilkan oleh batubara murni tersebut akan diolah di tempat pertambangan dan bisa
menjadi berbagai produk, misalnya untuk bahan bakar industri, pembangkit listrik
tenaga gas, serta produk hidrogen dan juga solar. Teknologi yang mengambil gas dari
batubara alami ini telah diterapkan oleh berbagai negara di dunia. Beberapa negara
yang telah memanfaatkan batubara ke dalam berbagai aplikasi ini antara lain adalah
China, Australia, India, Jepang dan juga Indonesia.
C. Bahan bakar pendukung produk industri alumunium
Batubara adalah salah satu bahan bakar yang mendukung industri alumunium.
Bahan ini dapat kita peroleh sebagai hasil sampingan dari proses oksidasi besi pada
aktivitas industri baja. Bahan bakar batubara ini akan mendukung proses pengolahan
oksidasi besi yang akan menghasilkan panas yang tinggi. Baja yang dihasilkan akan

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4242
dipisahkan berdasarkan kualitas yang dimilikinya. Kemudian produk yang tidak
mempunyai syarat baja tertentu akan kembali diolah menjadi alumunium. Gas dan
juga panas kokas dari batubara ini dapat memisahkan beberapa produk baja sehingga
dapat menghasilkan produk alumunium yang dipakai untuk berbagai jenis industri,
seperti industri pertanian, peralatan dapur, konstruksi serta industri lainnya.
D. Sebagai bahan bakar yang berbentuk cair
Minyak merupakan salah satu bahan bakar yang dibutuhkan oleh orang
banyak dan persediaannya akan cepat habis apabila digunakan dengan boros. Minyak
berasal dari fosil binatang dan manusia zaman purba. Maka dari itulah untuk
menunggu persediaan minyak kembali dibutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan
tahun lamanya. Batubara ternyata bisa juga dijadikan bahan bakar berbentuk cair
yang bisa menggantikan bahan bakar minyak. Pada dasrnya pengolahan batubara
menjadi bahan bakar yang berbentuk cair akan merubah batubara bubuk atau
bongkahan yang kemudian dilarutkan dalam suhu yang tinggi.
Produk batubara yang cair ini dapat dimurnikan dengan proses ulang dan
dapat menghasilkan bahan bakar minyak yang kualitasnya super, bahkan kualitasnya
ini lebih baik dari bahan bakar minyak yang kita dapatkan dari kilang- kilang minyak
pada umumnya secara langsung. Namun sayangnya proses penggunaan batu bara
menjadi sumber bahan bakar ini belum banyak diterapkan oleh banyak negara. Benua
yang baru menerapkan bahan bakar alternatif batubara ini baru di Afrika Maka dari
itulah di Afrika sudah bisa mengatasi kekurangan minyak bumi dengan energi
alternatif batubara ini. Dengan demikian satu langkah sudah dicapai dengan aman
untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari- hari.
E. Sebagai sumber tenaga pembangkit listrik
Salah satu manfaat terpenting dari batubara adalah sebagai sumber tenaga
pembangkit listrik. Umumnya kita mengetahui sumber energi pembangkit listrik yang
umum adalah pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga uap,
pembangkit listrik tenaga surya, dan ada lagi pembangkit listrik tenaga batubara. Ada
beberapa negara yang menjadikan batubara sebagai sumber energi utama pembangkit
listrik, diantaranya adalah China, India, Jepang, Australia, Jerman, dan lain
sebagainya. Untuk menghasilkan listrik, maka batubara ini dikonversikan ke dalam
bentuk uap panas dan menjadi sumber tenaga yang menghasilkan listrik. Untuk
menghasilkan listrik ini akan melalui beberapa tahapan atau proses terlebih dahulu.
Beberapa tahapan atau prosesnya antara lain sebagai berikut:
 Prosesnya akan diawali dengan penghancuran batubara oleh mesin penggiling
yang nantinya akan berubah bentuk menjadi biji halus, dan kemudian akan
dibakar dengan menggunakan mesin dengan menggunakan sistem ketel uap.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4343
 Kemudian uap yang telah dihasilkan tersebut akan ditambung di tempat khusus
yang kemudian disalurkan ke turbin yang berisi kumparan magnet.
 Kumparan magnet tersebut kemudian bergerak cepat yang akan menghasilkan
energi listrik.
Itulah beberapa proses yang dilewati dari bentuk batubara yang kemudian
akan menghasilkan energi listrik. Proses tersebut akan dilakukan sebanyak dua kali
sehingga sangat hemat. Selain itu tenaga yang dihasilkan pun mencapai tegangan 400
ribu volt.
F. Membantu industri produk semen
Batubara ternyata juga merupakan bahan hasil bumi atau galian yang dapat
membantu dalam industri produksi semen, bahkan bisa dikatakan sebagai bahan
bakunya. Meskipun bukan sebagai bahan baku dalam hal materialnya, namun
batubara digunakan dalam proses pembakarannya. Seperti yang kita ketahui bersama
bahwasannya semen merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh manusia, dimana
semen merupakan salah satu bahan baku dalam membuat konstruksi gedung atau
bangunan. Semen sendiri terbuat dari campuran kalsium karbonat, oksida besi, oksida
alumunium serta silica. Batu bara berperan sebagai bahan makar untuk mengolah
bahan- bahan tersebut hingga membantuk semen. Hal ini bisa dilakukan oleh
batubara karena batubara bisa menghasilkan suhu yang sangat tinggi, bahkan
mencapai 1500 derajat Celcius.
G. Membantu industri produk baja
Baja adalah salah satu bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Dari baja, bisa dihasilkan berbagai macam barang yang bisa membantu kehidupan
manusia sehari- hari seperti peralatan kesehatan, peralatan pertanian, peralatan
transportasi, bahkan juga mesin- mesin yang digunakan dalam rumah tangga. Industri
baja sangat penting keberadaannya. Dan iperlu kita ketahui bersama bahwa industri
baja ini sangat bergantung pada ketersediaan batubara. Yang biasanya batubara
digunakan sebagai bahan bakar, dalam industri baja ini batubara berperan sebagai
bahan yang sangat penting. Produksi baja mentah banyak menggunakan metalurgi
batubara dari bahan batubara kokas. Produksi baja ini melibatkan karbon dan juga
bahan besi. Karbon ini sangat diperlukan untuk memanaskan bahan besi dan akan
mengubahnya menjadi baja. Karbon yang dibuat dari batubara akan menghasilkan
panas yang sangat tinggi sehingga mendukung produksi baja. Panas yang dihasilkan
dari batubara ini memang sangat dasyat sehingga sangat mendukung dalam kegiatan
perindustrian.]

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4444
H. Membantu dalam industri kertas
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa panas yang dihasilkan oleh
batubara ini sangat tinggi sehingga banyak digunakan dalam perindustrian. Selain
industri semen dan juga baja, batubara juga digunakan dalam industri kertas. Industri
kertas banyak terdapat di Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan akan kertas
juga sangat meluap. Kertas banyak dihasilkan dari pepohonan. Kertas terbuat dari
komponen utama yang berupa serat sel dari kayu. Sel serat dari kayu ini akan bisa
didapatkan setelah melalui serangkaian proses yang sangat rumit. Proses yang sangat
rumit tersebut pada akhirnya akan mampu memisahkan bagian serat dengan ukuran
tertentu. Batubara sangat mumpuni dalam hal ini karena panas yang dihasilkan
batubara sangat stabil di dalam satu mesin pengolahan serat yang digunakan untuk
industri bahan baku kertas. Jika kita menggunakan bahan bakar selain batubara,
mungkin beberapa produk dari kertas tidak akan bisa kita gunakan dalam kehidupan
sehari- hari.
I. Industri bahan kimia
Olahan batubara memberikan manfaat yang banyak bagi manusia. Batubara
yang telah melewati berbagai macam proses dapat menghasilkan industri- industri
sampingan yang juga memberikan banyak manfaat bagi manusia. Hasil dari olahan
batubara menjadi sumber energi dapat menghasilkan suatu bubuk batubara yang
bertekstur sangat halus dengan ukuran yang sangat kecil. Produk bubuk batubara
yang sangat kecil ini bisa digunakan untuk membuat berbagai macam bahan lain,
misalnya adalah cairan fenol dan juga benzena. Fenol dan juga benzena ini sangat
penting untuk beberapa industri kimia. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa
industri kimia sangat berperan penting dalam kehidupan manusia.
J. Industri Farmasi
Industri farmasi merupakan industri yang mencetak obat- obatan yang
digunakan dalam dunia medis. Siapa sangka ternyata batubara merupakan bahan
tambang yang mempunyai peranan sangat penting bagi industri farmasi ini. Berbagai
macam produk kimia yang dihasilkan dari industri sampingan batubara ini ternyata
bisa menjadi bahan utama dalam pembuatan obat- obatan. Seperti produk olahan
batubara yang telah diubah menjadi bahan- bahan kimia, bahan- bahan kimia tersebut
diolah kembali dan melewati berbagai proses pemurnian dengan teknologi canggih
sehingga dapat dimanfaatkan dan dijadikan obat-obatan. Lalu, apakah obat-obatan
yang dibuat dengan bahan yang mengandung batubara ini telah melewati berbagai
macam sertifikasi, sehingga dikategorikan aman, bahkan sangat aman untuk
mendukung produksi farmasi.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4545
K. Produksi logam silicon
Batubara merupakan barang tambang yang sangat bermanfaat, salah satunya
dalam pembuatan logam silikon. Logam silikon merupakan salah satu hasil
sampingan dari pengolahan baja oleh batubara. Logam silikon dapat menghasilkan
berbagai jenis komponen yang berperan untuk mendukung industri produksi bahan
bakar cair. Bahan bakar cair ini contohnya pelumas mesin, resin serta berbagai
macam produk kecantikan atau kosmetik. Proses pengolahan silikon ini agar bisa
menghasilkan produk tertentu maka harus diolah dengan proses pemurnian sehingga
tidak bisa apabila kita menggunakannya secara langsung.
L. Produksi karbon aktif
Karbon aktif merupakan salah satu produk yang mungkin jarang kita dengar
namanya. Karbon aktif merupakan produk yang digunakan untuk mendukung sistem
kerja filter yang banyak digunakan pada mesin pengolah kualitas udara dan juga
mesin untuk cuci darah. Karbon aktif dihasilkan dari sisa hasil pembakaran batubara
dalam industri pembangkit listrik, produk pembakaran untuk menjalankan industri
serta sisa bahan bakar batu bara itu sendiri.
M. Produksi bahan pengeras
Batubara digunakan untuk pembakaran dalam industri baja. Panas yang
ditimbulkan oleh batibara ini mampu memisahkan produk baja sesuai dengan kualitas
atau tingkat kekerasannya. Hasil sampingan yang dieroleh bahan baja akan
menghasilkan baja ringan atau alumunium. Bahan-bahan pengeras ini banyak
digunakan dalam pembuatan alat- alat industri, seperti alat transportasi maupun
olahraga.
N. Produksi serat
Batubara juga berguna dalam produksi bahan serat seperti nilon dan juga
rayon. Perlu kita ketahui bersama bahwasannya kedua serat tersebut sangat berperan
penting dalam industri pembuatan plastik. Batubara digunakan sebagai bahan
pembakaran. Panas yang dihasilkan batubara akan mendukung proses pengolahan biji
plastik. Hasil sampingan pengolahan dari biji plastik ini dapat membentuk serat
khusus yang bisa kita dapatkan dari limbah plastik. Serat yang dihasilkan ini
kemudian akan dijadikan rayon dan juga nilon.
O. Produksi bahan metanol
Salah satu bentuk bahan bakar cair yang banyak digunakan untuk
menggerakkan berbagai macam industri adalah metanol. Metanol didapatkan dari
proses pemurnian batubara yang masih berada di dalam tanah menjadi gas. Proses ini
menghasilkan hasil sampingan yang berupa bahan cair yang lalu dimurnikan dan bisa
menghasilkan bahan metanol.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4646
P. Produksi naftalen
Hasil olahan batubara ada yang berbentuk cair, salah satunya adalah naftalen.
Naftalen merupakan jenis bahan kimia caik khusus yang didapatkan dari hasil olahan
batubara. Batubara yang dihancurkan kemuadian akan menghasilkan bahan
sampingan yang berupa bubuk halus. Bubuk halus ini kemudian dimurnikan ulang
sehingga bisa menghasilkan produk naftalen.
Q. Produksi Fenol
Fenol merupakan produk bahan bakar minyak yang banyak digunakan untuk
menggerakkan mesin- mesin dalam dunia industri. Fenol ini mampu menghemat
pemakaian bahan kimia yang biasa didapatkan dari minyak murni. Fenol ini
dihasilkan dari tar batubara yang bentuknya berupa bubuk halus.
R. Produksi benzena
Benzena juga merupakan salah satu bahan bakar cair, namun penggunaannya
biasa digunakan dalam industri transportasi di dunia. Benzena ini didapatkan dari
hasil pengolahan ulang batubara yang menghasilkan bubuk halus. Benzena ini
biasanya didapatkan dari pengolahan batubara untuk pertambangan atau pembangkit
listrik.
S. Produksi pupuk pertanian
Pupuk pertanian kimia tidak lepas dari batubara dalam proses pengolahannya.
Produksi pupik pertanian selalu membutuhkan gas khusus atau pembakaran khusus
yang bisa diberikan dari batubara. Beberapa macam produk kimia bahkan dihasilkan
dari dari olahan sampingan dari sisa pembakaran batubara. Berbagai jenis produk
olahan sampingan batubara ini akan dimurnikan dengan menggunakan perlengkapan
khusus sehingga bisa membentuk bahan- bahan pembuat pupuk kimia.
T. Produksi garam amoniak
Garam amoniak merupakan hasil dari pengolahan batubara. Uap atau gas yang
dikeluarkan dari dari oven kemudian untuk menampung kokas inilah yang
menghasilkan garam amoniak. Produk ini yang kemudian penting sebagai bahan
khusus dari beberapa industri kimia seperti halnya pupuk pertanian atau bahan kimia
lainnya.
U. Produksi asam nitrat
Asam nitrat adalah salah satu bahan yang dihasilkan atau hasil olahan
sampingan yang didapatkan dari produk gas oven kokas batubara. Batubara yang
melewati proses pembakaran pada beberapa industri akan menghasilkan bahan kokas
batubara ini. Kemudian uap dari kokas inilah yang akan dirubah menjadi bentuk asam
nitrat.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4747
V. Produksi zat pelarut
Sebenarnya zat pelarut merupakan bahan yang memiliki peran penting dalam
produksi bahan sabun, bahan kimia dan juga bahan farmasi. Bahkan saat ini zat
pelarut yang digunakan dalam berbagai industri saat ini hanya bisa didapatkan dari
proses pengolahan batubara.Zat pelarut ini didapatkan dari proses pengolahan
batubara seperti proses gasifikasi atau pengambilan gas secara langsung dari sumber
batubara tersebut. Zat ini didapatkan dari uap khusus yang dihasilkan dalam proses
pengambilan gas.
W. Produksi zat pewarna
Tidak hanya zat pelarut saja, namun batubara juga berperan dalam produksi
zat pewarna. Zat pewarna sistetis banyak digunakan dalam industri garmen. Beberapa
zat pewarna kimia dan pewarna khusus ternyata didapatkan dari proses batubara yang
telah digiling sehingga menjadi bubuk yang ukurannya sangat kecil. Kemudian
produk bubuk ini akan diolah kembali dan dicampur dengan beberapa pembuat warna
khusus. Perlu kita ketahui bersama bahwa bahan pewarna sistetis yang didapatkan
dari pengolahan batubara terbukti memiliki tingkat keamaanan dan juga kualitas yang
lebih baik dibandingakan dengan yang dihasilkan oleh bahan- bahan lain.
X. Produksi plastik
Batubara sangat mendukung dalam industri plastik sebagai bahan bakar.
Panas yang dihasilkan batubara ini mampu membakar dengan baik beberapa
komponen biji plastik. Panasnya batubara ini khusus sehingga sangat baik dalam
menjaga kualitas plastik. Bahkan pewarna yang digunakan untuk mewarnai plastik
pun beberapa diantaranya juga diperoleh dari pengolahan batubara.
Y. Komponen bahan sabun
Batubara merupakan salah satu bahan pembuat atau komponen dalam
membuat sabun. Pabrik industri sabun membutuhkan hasil sampingan dari olahan
batubara. Hasil sampingan ini hanya didapatkan dari batubara yang telah melewati
proses pembakaran, pemurnian bahkan hingga tahap akhir.beberapa hasil sampongan
dari olahan batubara ini berperan menjadi zat pelatur atau pengikat aroma pada sabun.

Hidrokarbon padat lengan tenggara Page


4848

Anda mungkin juga menyukai