Anda di halaman 1dari 13

GEOLOGI LINGKUNGAN UNTUK PERENCANAAN TATA RUANG

Oleh : Adang P. Kusuma *)

1. PENDAHULUAN

Pada dasarnya, geologi lingkungan adalah aplikasi dari data-data dan


informasi kegeologian untuk kepentingan berbagai kebutuhan kegiatan manusia
dan untuk perbaikan lingkungan di sekitar kita. Informasi geologi lingkungan
adalah merupakan informasi gabungan dari sumber daya dan bencana yang dikaji
secara holistik dan telah disesuaikan dengan keperluan pengembangan wilayah,
penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.

Studi tentang komponen geologi lingkungan antara lain meliputi gerakan tanah,
bentang alam, jenis dan susunan batuan, sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan,
sumber daya air, sumber daya mineral dan energi, serta kebencanaan geologi (gempa
bumi, letusan gunung api, amblesan, tsunami, dll.). Sebagian komponen tersebut,
seperti sumber daya mineral, energi dan air, merupakan sumber daya yang perlu kita
cari dan kita manfaatkan secara bijaksana. Namun sebagian lain, seperti gerakan
tanah, gempa bumi, dan letusan gunung api, adalah fenomena-fenomena
kebencanaan yang perlu kita hindari. Oleh karena itu, kajian geologi lingkungan
mempunyai tujuan untuk menyediakan informasi-informasi dasar kegeologian,
sehingga orang dapat mengerti, memahami dan menggunakannya secara tepat dan
bijaksana.

Pelaksanaan pembangunan melalui kegiatan pendayagunaan sumber daya


alam dan lingkungan hidup harus tetap memperhatikan keseimbangan dan daya
dukung lingkungan serta kelestarian fungsinya. Geologi lingkungan sebagai media
dalam penerapan informasi geologi untuk pengembangan wilayah, penataan ruang
dan pengelolaan lingkungan hidup dapat memberikan informasi tentang karakteristik
lingkungan geologi suatu lokasi/areal/wilayah berdasarkan keterpaduan faktor
pendukung (sumber daya geologi) dan faktor kendala pembangunan (bencana alam
geologi). Dengan demikian informasi geologi lingkungan dapat membantu mengatasi
permasalahan lingkungan yang ada melalui rekomendasi untuk berbagai jenis
keperluan penggunaan lahan.

2. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN TERKAIT DENGAN KONDISI GEOLOGI

Konsep pembangunan yang berkelanjutan mensyaratkan bahwa pembangunan


harus terus berlanjut tanpa menimbulkan kerusakan dan degradasi lingkungan.

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 1


Dengan kata lain pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk menjamin
kelanjutan pembangunan, sehingga kesejahteraan masyarakat pada masa sekarang
maupun yang akan datang dapat terus meningkat dengan ditopang oleh pemanfaatan
sumber daya alam secara bijaksana. Keseimbangan lingkungan harus tetap terjaga,
dalam arti kegiatan pembangunan tidak justru menjadi pemicu terjadinya bencana.

Pembangunan yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang matang, dapat


mengakibatkan pembangunan yang dilaksanakan tersebut akan menimbulkan
permasalahan, seperti :
 Kegiatan pembangunan dengan skala yang tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungannya, sehingga sumber daya alam akan tereksploitasi secara berlebihan.
 Kegiatan pembangunan yang lokasinya terletak pada daerah rawan bencana alam,
sehingga pada saat bencana alam itu terjadi, misalnya tanah longsor, banjir
bandang, tsunami dan letusan gunung api, maka banyak wilayah kegiatan manusia
yang terlanda dan mengakibatkan kerusakan serta kerugian cukup besar yang
terkadang menelan korban, baik harta benda maupun jiwa.
 Kegiatan pembangunan yang lokasinya rentan tehadap pencemaran dan degradasi
lingkungan
 Kegiatan pembangunan yang tidak serasi di wilayah perbatasan, baik antara
wilayah administratif di dalam negeri ataupun dengan negara tetangga, dan
 Kegiatan penambangan pada daerah dengan kondisi lingkungan geologi yang
rentan terhadap pencemaran, erosi dan kerusakan bentang alam.

Berbagai kasus lingkungan telah muncul akibat kurang tepatnya pengelolaan


lingkungan geologi. Kasus-kasus tersebut saat ini dihadapi oleh beberapa kota besar
di Indonesia, di antaranya adalah intrusi air laut di Jakarta, land subsidence di
Semarang dan Jakarta, banjir di Jakarta, dan lain-lain. Pengelolaan lingkungan
beraspek geologi merupakan upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan dengan cara
memelihara kelangsungan daya dukung lingkungan yang sesuai dengan kondisi
geologinya. Kelangsungan daya dukung lingkungan beraspek geologi dapat terwujud
apabila pembangunan fisik di Indonesia selalu mempertimbangkan komponen-
komponen geologi yang dapat mendukung maupun menjadi kendala dalam
pembangunan atau pengembangan wilayah. Sebagai faktor pendukung, bahwa
sumber daya geologi termasuk di dalamnya energi dan sumber daya mineral yang
prospek dapat berfungsi sebagai potensi pertumbuhan ekonomi wilayah, dan
sebaliknya sebagai faktor kendala berarti kondisi geologi tersebut dapat
mengakibatkan bencana, dengan demikian perlu diwaspadai agar tidak timbul korban
jiwa dan kerugian ekonomi.

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 2


Pengelolaan lingkungan untuk pembangunan fisik di Indonesia dilakukan
melalui berbagai cara, salah satu di antaranya melalui penataan ruang. Pengelolaan
lingkungan beraspek geologi selama ini terintegrasi dalam penataan ruang. Wujud
integrasi ini disajikan dalam bentuk rekomendasi pemanfaatan ruang yang
penyajiannya didasarkan pada rangkuman komponen pendukung dan kendala geologi
bagi pembangunan. Namun dalam pelaksanaannya hal tersebut belum dapat
dilakukan secara optimal, karena masih adanya keengganan/ketidaktahuan untuk
mengintegrasikan pengelolaan lingkungan beraspek geologi dalam penataan ruang.
Hal tersebut dapat difahami karena hingga beberapa tahun terakhir belum ada
peraturan perundang-undangan yang bersifat kuat dan mengikat untuk
mempertimbangkan aspek geologi lingkungan dalam pengelolaan lingkungan dan
penataan ruang. Pemerintah menyadari akan hal itu, dan kemudian menerbitkan suatu
peraturan perundang-undangan baru tentang Penataan Ruang, yaitu Undang-undang
No. 26 Tahun 2007.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah disahkan
pada tanggal 26 April 2007. Undang-undang ini secara tegas memerintahkan bahwa
dalam penyelenggaraan penataan ruang, baik tingkat nasional, provinsi maupun
kabupaten/kota, antara lain harus memperhatikan kondisi fisik wilayah, potensi sumber
daya alam, serta harus memperhatikan pula daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup (Pasal 6, 19, 22, dan 25). Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian :
 daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain
 daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi dan atau/komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.

Oleh karena itu, dalam penyusunan tata ruang harus dilakukan dengan lebih berhati-
hati, tepat sasaran dan bijaksana.

Sebagai implementasi dari UU No. 26 tahun 2007 tersebut, Pemerintah telah


menindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan Pemerintah ini membagi
rencana pola ruang wilayah nasional menjadi 2 (Pasal 50 ayat 1), yaitu :
 kawasan lindung nasional, dan
 kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional.
Dalam kawasan lindung nasional antara lain disebutkan adanya kawasan lindung
geologi (Pasal 52 ayat 5). Sedangkan kawasan budi daya antara lain disebutkan

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 3


adanya kawasan peruntukan pertambangan (Pasal 63 huruf e). Agar Peraturan
Pemerintah tersebut lebih operasional, Badan Geologi - Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral akan segera menindaklanjutinya dengan menyusun 2 (dua)
buah Rancangan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, yaitu tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung Geologi dan Kriteria Kawasan Peruntukan
Pertambangan. Kedua Peraturan Menteri ini nantinya dapat digunakan sebagai acuan
bagi para stakeholder yang bermaksud untuk melakukan pembangunan fisik pada
kawasan dengan fungsi lindung ataupun budi daya.

Penyusunan peraturan ini penting, karena pengertian bencana pada pasal 6


ayat 1 Undang-Undang tentang Penataan Ruang yang terkait dengan aspek geologi
lingkungan mengacu pada 2 (dua) hal, yaitu :
1. bencana yang timbul karena suatu wilayah memiliki potensi bahaya geologi,
2. bencana yang timbul sebagai akibat kurangnya pengelolaan dalam pemanfaatan
sumber daya geologi.
Secara umum urgensi penyusunan peraturan beraspek geologi lingkungan mempunyai
sasaran antara lain sebagai berikut :
1. Mempersiapkan perangkat kebijakan yang kuat dan mengikat sehubungan dengan
pemanfaatan dan pembudidayaan sumber daya geologi, baik bersifat sebagai
pendukung maupun sebagai kendala dalam menunjang program pembangunan
yang berkelanjutan.
2. Perlunya perhatian terhadap sumber daya geologi yang merupakan bagian utama
dari ekosistem lingkungan hidup, dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan sosial,
ekonomi, budaya, pariwisata, ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Perlunya pengelolaan kawasan rawan bencana geologi agar hasil pembangunan
dapat optimal dan berkelanjutan.

Dengan adanya dukungan seperangkat peraturan yang terkait dengan aspek


geologi lingkungan akan memberikan dampak positif bagi lingkungan, sehingga dapat
mengurangi, bahkan mencegah terjadinya begitu banyak kerugian akibat bencana
alam geologi dan kerusakan lingkungan seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini.

3. GEOLOGI LINGKUNGAN SEBAGAI DATA DASAR PENATAAN RUANG


Berbagai aspek/informasi geologi lingkungan yang diperlukan dalam
mengevaluasi sifat fisik/kondisi lahan suatu wilayah, antara lain :

 sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan : mengidentifikasi tentang bentuk, besar


butir, porositas, dan permeabilitas tanah/batuan yang dapat mengekspresikan daya
dukung lahan secara umum,

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 4


 kondisi hidrogeologi : mengidentifikasi tentang keterdapatan, kualitas dan
kuantitas air tanah dan air permukaan, terutama terhadap pemanfaatan air
tanah/permukaan dan perubahan daerah resapannya (daerah imbuhan),
 potensi sumber daya mineral dan energi : mengidentifikasi keterdapatan
berbagai jenis bahan tambang, baik logam, bukan logam, panas bumi, batu bara
maupun minyak dan gas bumi serta batuan.
 kondisi bentang alam/topografi : mengidentifikasi bentukan bentang alam dengan
berbagai proses alam yang mempengaruhinya, seperti proses pelapukan dan erosi
oleh air dan angin,
 kebencanaan beraspek geologI : mengidentifikasi daerah-daerah yang rawan
terhadap gempa bumi, letusan gunung api, banjir, amblesan tanah, tsunami, dan
tanah longsor, sehingga dapat dibuat suatu konsep perlindungan terhadap wilayah
yang memiliki fungsi utama untuk melindungi lingkungan di sekitarnya dari dampak
kegiatan manusia dan pembangunan, serta untuk melindungi manusia dan hasil
pembangunan dari kerusakan yang diakibatkan oleh bencana alam geologi.
 kawasan lindung geologi : mengidentifikasi suatu daerah yang memiliki
ciri/fenomena kegeologian yang unik/langka dan khas sebagai akibat dari hasil
proses geologi masa lalu dan atau yang sedang berjalan yang tidak boleh dirusak
dan atau diganggu, sehingga perlu dilestarikan, terutama untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pariwisata. Keunikan geologi tersebut antara lain adalah berupa
keunikan batuan dan fosil, keunikan bentang alam (misalnya kaldera, kawah, gumuk
vulkanik, gumuk pasir, kubah, dan bentang alam karst khusus), dan keunikan
proses geologi (misalnya mud-volcano dan sumber api alami).

4. PERENCANAAN TATA RUANG PROVINSI SUMATERA UTARA BERBASIS


GEOLOGI LINGKUNGAN

Seperti telah diterangkan dalam Bab 2, bahwa berdasarkan PP No. 26 Tahun


2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana pola ruang wilayah
nasional terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya. Salah satu jenis
kawasan lindung yang beraspek geologi adalah kawasan lindung geologi yang terdiri
dari :
 kawasan cagar alam geologi,
 kawasan rawan bencana alam geologi, dan
 kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

Adapun salah satu jenis kawasan budi daya adalah kawasan peruntukan
pertambangan.

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 5


4.1 Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan. Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008, kawasan lindung geologi
yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara antara lain berupa kawasan keunikan batuan
dan fosil {Pasal 53 ayat (1)}, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan
gempa bumi, kawasan rawan gerakan tanah dan kawasan rawan tsunami {Pasal 53
ayat (2)}, serta kawasan imbuhan air tanah dan sempadan mata air {Pasal 53 ayat (3)}.
Kawasan keunikan batuan dan fosil yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara adalah :
1. Batu gamping Sibaganding, terdapat di daerah Parapat, Toba, mengandung fosil
Halobia yang melimpah dan lokasi tipe Halobia tobensis,
2. Batumilmil, terdapat di daerah Kabanjahe, berupa batu gamping gloukonit,
berumur Perem, sangat jarang di Indonesia.
Batu gamping di kedua daerah tersebut berdasarkan kepentingan ilmu pengetahuan
harus dilindungi, sehingga dalam RTRW Provinsi Sumatera Utara dialokasikan sebagai
kawasan lindung (lihat Gambar 1). Kegiatan penggalian batu gamping untuk tujuan
komersial (usaha penambangan) tidak dianjurkan, sedangkan penggalian sangat
terbatas untuk tujuan penelitian/pengembangan ilmu pengetahuan masih dapat
dilakukan.

Gambar 1. Kawasan Lindung Keunikan Batuan dan Fosil

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 6


Kawasan rawan bencana alam geologi yang berupa kawasan rawan letusan gunung
berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan gerakan tanah dan kawasan
rawan tsunami masing-masing disajikan pada Gambar 2, 3, 4, dan 5. Dalam RTRW,
arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam geologi disusun dengan
mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana, penentuan lokasi dan
jalur evakuasi dari permukiman penduduk serta pembatasan pendirian bangunan,
kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.
Kegiatan budi daya lain di dalam kawasan rawan bencana alam geologi masih
dimungkinkan, yaitu antara lain budi daya pertanian, perkebunan dan pariwisata.
Kawasan lindung geologi lain adalah berupa daerah imbuhan air tanah dan
sempadan mata air. Daerah imbuhan air tanah di Provinsi Sumatera Utara disajikan
pada Gambar 6. Dalam RTRW, daerah imbuhan air tanah diarahkan untuk dimasukkan
sebagai kawasan lindung. Adapun arahan peraturan zonasi dalam kawasan ini
dianjurkan tidak memanfaatkan ruang untuk kegiatan budi daya terbangun, namun
terhadap lahan terbangun yang sudah ada dianjurkan untuk menyediakan sumur
resapan. Sedangkan arahan peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air
harus memperhatikan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau dan pelarangan
kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air.

4.2 Kawasan Budi Daya


Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Potensi sumber daya alam, khususnya sumber
daya mineral dan energi cukup banyak terdapat di Provinsi Sumatera Utara, antara lain
mineral logam, bukan logam, minyak dan gas bumi, panas bumi dan beberapa jenis
batuan. Selain sumber daya mineral dan energi, sumber daya geologi lain yang sangat
dibutuhkan bagi kehidupan adalah sumber daya air, baik air permukaan maupun air
tanah.
Potensi sumber daya mineral, energi dan air tersebut harus dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, baik regional
ataupun nasional. Namun demikian, pemanfaatan/penambangan sumber daya
tersebut harus dilakukan secara bijaksana serta mempertimbangkan keseimbangan
dan daya dukung lingkungan agar dapat diperoleh hasil yang optimal dan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka seluruh potensi sumber
daya mineral dan energi tersebut harus didelineasi sebagai kawasan peruntukan
pertambangan (KPP) dalam RTRW menurut PP No. 26 Tahun 2008.

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 7


Gambar 2. Jajaran gunung api Sumatera

Gambar 3. Kawasan Rawan Gempa Bumi

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 8


Gambar 4. Kawasan Rawan Gerakan Tanah

Gambar 5. Kawasan Rawan Tsunami

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 9


Gambar 6. Daerah Imbuhan Air Tanah

KPP merupakan wilayah yang memiliki sumber daya bahan tambang yang dapat
berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi. Seperti kita ketahui
bahwa saat ini telah terbit UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara (Minerba). Dalam Undang-undang ini dikenal istilah Wilayah Pertambangan
(WP), yaitu wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat
dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang
nasional. WP terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Mengingat
KPP dan WP dibuat berdasarkan data/bukti geologi, maka WP dalam pengaturan UU
No. 4 Tahun 2009 dapat dipahami IDENTIK dengan KPP menurut PP No. 26 Tahun
2008 sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 26 Tahun 2007, selanjutnya keduanya
direpresentasikan dalam bentuk zona. Delineasi KPP/WP termasuk potensi mineral
dan batubara, minyak dan gas bumi serta panas bumi.
Selain UU No. 4 Tahun 2009, khusus untuk kegiatan pertambangan minyak dan
gas bumi serta panas bumi masing-masing diatur oleh UU No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi dan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Dari ketiga
undang-undang pertambangan tersebut secara singkat menyebutkan bahwa untuk
kepentingan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara digunakan istilah

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 10


Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), untuk kepentingan pengusahaan migas
digunakan istilah Wilayah Kerja (WK) Migas, dan untuk kepentingan pengusahaan
panas bumi digunakan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas bumi, sehingga
dapat dipahami bahwa WUP, WK Migas, dan WKP Panas Bumi adalah identik. Adapun
tata cara/ketentuan delineasi KPP dalam RTRW adalah meliputi :
 formasi batuan pembawa batubara/mineral, atau cekungan migas/panas bumi
 WUP/WK Migas/WKP Panas Bumi Eksisting (KK, KP, PKP2B Eskplorasi dan
Operasi Produksi)
 seluruh jaringan infrastruktur tambang (jaringan jalan, pipa, kolam
pengendapan, tempat pengolahan/pencucian, dll.)

Kegiatan eksplorasi, karena sumber daya mineral dan energi umumnya


terdapat di dalam bumi, dapat dilakukan dimana saja tanpa dibatasi oleh jenis
penggunaan lahan yang telah ada di permukaan tanah, baik itu kawasan budi daya
maupun kawasan lindung. Sedangkan apabila suatu saat telah diketemukan sumber
daya mineral dan energi yang potensial, maka perlu dilakukan Risk and Benefit
Analysis terlebih dahulu sebelum bahan tambang tersebut dieksploitasi.

Contoh delineasi KPP beberapa jenis bahan tambang di Provinsi Sumatera Utara
disajikan pada Gambar 7, 8, dan 9.

Gambar 7. Kawasan Peruntukan Pertambangan Migas

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 11


Gambar 8. Kawasan Peruntukan Pertambangan Panas Bumi

Gambar 9. Kawasan Peruntukan Pertambangan Batubara

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 12


4. PENUTUP

Pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui perencanaan tata ruang


secara baik, benar dan bijaksana dengan mempertimbangkan potensi sumber daya
alam, karakteristik sifat fisik lahan, daya dukung dan daya tampung lingkungannya,
dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan terhindar dari berbagai macam
bencana, yang berarti pula terselenggaranya pembangunan yang berkelanjutan.

LITERATUR

1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup


2. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
3. UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
4. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
5. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
6. Peter Lessing, 1996. Environmental Geology. West Virginia

*) Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi - Departemen ESDM 13

Anda mungkin juga menyukai