tp
s:
//w
w
w
.b
ps.
go
.id
i
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ISSN : 2598-5647
Katalog : 3302001
id
Jumlah Halaman : xxiv + 322 halaman
o.
Naskah
.g
: Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat
ps
Penyunting : Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat
.b
id
Ida Eridawaty Harahap, S.Si., M.Si.
o.
Henri Asri. R. S.S.T., M.Si.
.g
ps
Penulis : Ririn Kuncaraning Sari, S.S.T., M.E.K.K.
.b
id
tersebut, dibutuhkan data untuk dapat mengevaluasi kebutuhan dan memantau capaian
o.
pembangunan.
.g
Badan Pusat Statistik (BPS) melalui pelaksanaan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
ps
Kor berupaya untuk memenuhi kebutuhan data perumahan dan permukiman setiap
.b
dilaksanakan Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan (MKP) setiap tiga tahun sekali.
w
Tahun 2022 BPS menyelenggarakan Susenas MKP pada bulan September 2022 untuk
://
memenuhi kebutuhan data perumahan. Data yang diperoleh dari pelaksanaan Susenas
s
MKP 2022 dipublikasikan dalam publikasi Statistik Perumahan dan Permukiman 2022.
tp
Publikasi ini diterbitkan setiap tiga tahun sekali dan disajikan dalam beberapa disagregasi
ht
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan publikasi ini. Semoga publikasi Statistik Perumahan dan Permukiman 2022
dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dalam proses pembangunan.
Kami juga berharap publikasi ini dapat digunakan dan bermanfaat secara luas untuk
pengguna lainnya.
id
memenuhi standar kualitas kesehatan. Intervensi pemerintah pada perumahan yang
o.
sehat merupakan kesempatan besar untuk mencegah penyakit dan mengurangi risiko
kesehatan pada masa yang akan datang.
.g
ps
Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan (MKP) diselenggarakan tiga tahun sekali
.b
Kor (Maret) yang diselenggarakan setiap tahun. Data yang ditampilkan pada publikasi
w
Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 bersumber dari Susenas MKP 2022.
w
Publikasi ini menyajikan berbagai indikator dan statistik untuk memantau pencapaian
://
berhubungan dengan perumahan dan permukiman. Pada tahun 2022, topik yang diulas
tp
dalam publikasi Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 antara lain mengenai
ht
Dari seluruh rumah tangga di Indonesia, sebanyak 7,82 persen rumah tangga memiliki
rumah lain selain yang ditempati saat ini. Penggunaan rumah lain dengan persentase
tertinggi adalah untuk dihuni oleh keluarga/famili lain tanpa membayar (40,96 persen).
Selanjutnya, 20,33 persen rumah tangga di Indonesia berencana untuk membeli atau
membangun rumah/bangunan tempat sendiri (lagi). Dari rumah tangga yang memiliki
rencana untuk membeli atau membangun rumah/bangunan tempat tinggal sendiri
id
ataupun membangun lagi, persentasenya meningkat seiring dengan meningkatnya
o.
status ekonomi rumah tangga. Sementara periode dengan persentase tertinggi akan
.g
mewujudkan rencana tersebut adalah dalam setahun ke depan sebesar 7,52 persen.
ps
Kondisi rumah/bangunan tempat tinggal digambarkan melalui keberadaan sarana
.b
ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara, pencahayaan, serta pengelolaan lumpur tinja.
w
Lebih dari 40 persen rumah tangga telah memiliki jendela yang dapat dibuka setiap hari
w
pada berbagai jenis ruangan di dalam rumah/bangunan tempat tinggal. Sementara itu,
w
kesehatan (ventilasi dengan luas ≥10,00 persen dari luas lantai) pada berbagai ruangan
s
tp
Persentase rumah tangga yang memiliki ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan
pada kamar tidur utama sebesar 36,02 persen. Sedangkan menurut kecukupan
pencahayaan, lebih dari 60 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki cahaya yang
cukup pada berbagai ruang bangunan tempat tinggal. Salah satu indikator yang dipantau
oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan sanitasi yang sehat adalah pengelolaan
lumpur tinja. Pihak yang melakukan pengosongan tangki septik dengan persentase
tertinggi dari rumah tangga dengan Tempat Pembuangan Akhir Tinja (TPAT) tangki
septik yang dikosongkan/dilakukan penyedotan dalam lima tahun terakhir adalah pihak
swasta (70,22 persen), diikuti dengan anggota rumah tangga (11,80 persen),
pemerintah daerah (6,28 persen), dan perusahaan daerah (6,17 persen).
Lokasi pembuangan lumpur tinja setelah dilakukan penyedotan menjadi penting untuk
memastikan bahwa kotoran tidak mencemari lingkungan. Persentase rumah tangga
dengan TPAT tangki septik yang dikosongkan/dilakukan penyedotan dalam lima tahun
terakhir dan membuang tinja hasil pengosongan/penyedotan dari tangki septik ke IPLT
hanya sebesar 23,48 persen.
Upaya penyediaan air minum rumah tangga meliputi beberapa isu diantaranya
pengambil air untuk keperluan rumah tangga, perilaku rumah tangga terhadap air agar
lebih aman untuk diminum, serta media dalam mengakses sumber air yang digunakan
oleh rumah tangga. Pengambil air untuk keperluan rumah tangga di Indonesia mayoritas
berusia 15 tahun ke atas (99,56 persen). Disamping pengambil air, perlakuan terhadap
air juga merupakan tindakan yang cost effective untuk pencegahan penyakit dan telah
disarankan oleh World Health Organization. Merebus/memasak air hingga mendidih
(83,33 persen) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan rumah tangga
di Indonesia supaya air lebih aman untuk diminum. Selanjutnya, data Susenas MKP 2022
menunjukkan bahwa sebesar 46,89 persen rumah tangga menggunakan media utama
perpipaan untuk mengakses sumber air minum, sementara untuk mengakses air untuk
mandi/cuci/dll. sebesar 84,94 persen.
Aspek keamanan dan kenyamanan bermukim dilihat dari beberapa hal misalnya lokasi
rumah, kondisi jalan di sekitar rumah, dan kejadian bencana di sekitar rumah.
id
Hasil Susenas MKP 2022 memperlihatkan persentase rumah tangga dengan lokasi rumah
o.
di sekitar area berbahaya cukup rendah. Sementara jika dilihat dari sisi fasilitas jalan,
.g
mayoritas lebar jalan di depan rumah adalah sebesar 2,00-3,90 meter (46,54 persen).
ps
Persentase rumah tangga dengan lebar jalan yang sempit (0,00-1,90 meter) lebih tinggi
.b
Selanjutnya, Provinsi Jawa Barat (51,72 persen), DKI Jakarta (42,35 persen), dan Banten
w
(38,44 persen) merupakan tiga provinsi dengan persentase tertinggi rumah tangga
w
Sementara itu, masih ada sebanyak 41,21 persen rumah tangga dengan kondisi
s
mayoritas kualitas jalan di depan rumah berupa jalan tanah yang rusak. Provinsi Papua
tp
(61,62 persen), Nusa Tenggara Timur (49,81 persen), dan Lampung (48,60 persen)
ht
memiliki persentase tertinggi rumah tangga dengan kondisi jalan di sekitar rumah yang
rusak. Dari sisi bencana yang dialami, gempa (7,59 persen) dan banjir (6,94 persen)
merupakan jenis bencana dengan persentase tertinggi yang pernah dialami oleh rumah
tangga pada rumah atau sekitar rumahnya dalam setahun terakhir.
Potensi pencemaran udara di rumah dilihat dari dua aspek, yaitu keberadaan perokok
aktif di dalam rumah yang dapat menyebabkan anggota rumah tangga menjadi perokok
pasif, dan penggunaan bahan bakar padat (kayu bakar dan arang) di rumah tangga.
Terdapat sebanyak 35,84 persen rumah tangga dengan ART/orang lain yang selalu
merokok di dalam rumah, di mana daerah perdesaan (43,82 persen) lebih tinggi jika
dibandingkan dengan perkotaan (29,99 persen). Dari segi penggunaan bahan bakar
padat, Susenas MKP 2022 menunjukkan bahwa sekitar tiga dari sepuluh rumah tangga
(30,49 persen) menggunakan kayu bakar atau arang sebagai bahan bakar untuk
memasak dalam setahun terakhir, baik sebagai bahan bakar utama ataupun sampingan.
Pada rumah tangga yang menggunakan kayu bakar atau arang sebagai bahan bakar
untuk memasak dalam setahun terakhir, mayoritas memperoleh kayu bakar atau arang
dari mencari sendiri (92,07 persen).
id
o.
Pembahasan mengenai sampah dijabarkan menjadi sampah berbahaya dan beracun (B3)
.g
dan pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah B3, di samping sampah rumah tangga
ps
dan sampah plastik merupakan sumber pencemar yang perlu menjadi prioritas
penanganan karena dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.
.b
B3 dengan cara pembuangan terpisah dari sampah rumah tangga. Sementara itu, sekitar
w
empat dari sepuluh rumah tangga di Indonesia tidak mengetahui mengenai pemisahan
w
sampah dan tidak melakukan pemisahan sampah organik dan anorganik (39,87 persen).
://
Perilaku tersebut lebih tinggi di daerah perdesaan, di mana hampir separuh dari rumah
s
tp
sampah dan tidak melakukan pemisahan sampah. Pengelolaan sampah dengan dibakar
merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Indonesia
(65,54 persen) diikuti dengan diangkut petugas sebesar 26,56 persen, dan dibuang ke
Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sebanyak 12,34 persen. Sedangkan untuk
pengelolaan sampah dengan dibuat menjadi kompos sebanyak 2,18 persen, disetor ke
bank sampah 1,68 persen, dan didaur ulang 0,39 persen.
KATA PENGANTAR..............................................................................................v
RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................vi
DAFTAR ISI ..........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xxi
BAB 1 DATA SEBAGAI BAHAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
id
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN ..................................................... 1
o.
1.1
.g
Mewujudkan Perumahan dan Permukiman Sehat di Indonesia ..... 1
ps
1.2 Pemenuhan Data Perumahan dan Permukiman Melalui
.b
Sendiri ..................................................................................................... 5
s
tp
id
7.3 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga .............................................199
o.
.g
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 281
ps
PENJELASAN TEKNIS ..................................................................................... 285
.b
Definisi Operasional....................................................................................287
ht
id
Tabel 2.3 Rata-rata Jangka Waktu Kredit Rumah pada Rumah Tangga yang
o.
Menempati Rumah/Bangunan Tempat Tinggal Milik Sendiri yang
Dibeli Dari Pengembang atau Bukan Pengembang dengan
.g
ps
Angsuran KPR Menurut Provinsi, 2022 .............................................................. 20
Tabel 2.4 Rata-rata Jangka Waktu Kredit Rumah pada Rumah Tangga yang
.b
Tabel 2.5 Rata-rata Biaya Angsuran per Bulan yang Dibayarkan oleh Rumah
://
id
Tabel 2.15 Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Memiliki
o.
Rumah/Bangunan Tepat Tinggal Lain Selain yang Ditempati Saat
.g
Ini Menurut Penggunaan dan Provinsi, 2022 .................................................. 39
Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Memiliki
ps
Tabel 2.16
Rumah/Bangunan Tepat Tinggal Lain Selain yang Ditempati Saat
.b
Tabel 2.17 Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Berencana untuk
w
Tabel 2.18 Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Berencana untuk
s
tp
Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Ruangan
dengan Jendela, 2022 ............................................................................................... 72
Tabel 3.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Jenis
Ruangan dengan Jendela, 2022 ............................................................................ 73
Tabel 3.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Ruangan
dengan Jendela yang Dibuka Setiap hari, 2022 ............................................. 74
Tabel 3.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Jenis
Ruangan dengan Jendela yang Dibuka Setiap Hari, 2022 ......................... 75
Tabel 3.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Ruangan
dengan Ventilasi, 2022 ............................................................................................. 76
Tabel 3.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Jenis
Ruangan dengan Ventilasi, 2022 .......................................................................... 77
Tabel 3.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Ruangan
dengan Ventilasi dengan Luas ≥10,00 Persen dari Luas Lantai
Ruangan, 2022 ............................................................................................................. 78
Tabel 3.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Jenis
Ruangan dengan Ventilasi dengan Luas ≥10,00 Persen dari Luas
Lantai Ruangan, 2022................................................................................................ 79
Tabel 3.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Jenis Ruangan
dengan Pencahayaan yang Cukup, 2022 .......................................................... 80
Tabel 3.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Jenis
Ruangan dengan Pencahayaan yang Cukup, 2022 ....................................... 81
id
Tabel 3.11 Persentase Rumah Tangga dengan Tempat Pembuangan Akhir
o.
Tinja Tangki Septik yang Dikosongkan/Dilakukan Penyedotan
dalam Lima Tahun Terakhir Menurut Karakteristik dan Pihak yang
.g
ps
Mengosongkan/Melakukan Penyedotan saat Terakhir Kali Tangki
Septik Dikosongkan, 2022....................................................................................... 82
.b
id
Tabel 4.7 Sampling Error Persentase Rumah Tangga dengan Lokasi
o.
Sumber/Fasilitas Air Minum di Luar Kawasan Pagar Rumah
Menurut Karakteristik, Umur, dan Jenis Kelamin Pengambil Air
.g
ps
Minum untuk Keperluan Rumah Tangga, 2022 .............................................. 111
Tabel 4.8 Sampling Error Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
.b
id
Tabel 6.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Keberadaan
ART/Orang Lain yang Biasa Merokok di Dalam Rumah, 2022 ................. 180
o.
Tabel 6.3 Persentase dan Rata-Rata Lama Rumah Tangga Menggunakan
Kayu Bakar atau Arang Sebagai Bahan Bakar untuk Memasak .g
ps
dalam Setahun Terakhir Menurut Provinsi, 2022 ........................................... 181
.b
Tabel 6.5 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Kayu Bakar atau
://
Tabel 6.6 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Kayu Bakar atau
Arang Sebagai Bahan Bakar untuk Memasak dalam Setahun
Terakhir Menurut Karakteristik dan Cara Memperoleh Kayu Bakar
atau Arang Tersebut, 2022...................................................................................... 184
Tabel 6.7 Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan
Kayu Bakar atau Arang Sebagai Bahan Bakar untuk Memasak
dalam Setahun Terakhir Menurut Provinsi dan Cara Memperoleh
Kayu Bakar atau Arang Tersebut, 2022 .............................................................. 185
id
Sekitar Rumahnya Pernah Tergenang Air Lebih dari 30 cm Setelah
o.
Dua Jam Hujan Berhenti Dalam Setahun Terakhir, 2022 ............................ 216
Tabel 7.11 Persentase Rumah Tangga Dengan Jalan di Sekitar Rumah Pernah
.g
ps
Tergenang Air Lebih Dari 30 Cm Setelah Dua Jam Hujan Berhenti
Dalam Setahun Terakhir Menurut Karakteristik dan Frekuensi,
.b
Tabel 7.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Cara Rumah
Tangga Membuang Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), 2022 ............... 222
Tabel 7.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Cara Rumah
Tangga Membuang Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), 2022 ............... 223
Tabel 7.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi, Pengetahuan, dan
Perilaku Mengenai Pemilahan Sampah Organik dan Anorganik,
2022 ................................................................................................................................. 224
Tabel 7.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik, Pengetahuan,
dan Perilaku Mengenai Pemilahan Sampah Organik dan
Anorganik, 2022 .......................................................................................................... 225
Tabel 7.18 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Kepemilikan
Tempat Pembuangan Sampah Tertutup, 2022 ............................................... 226
Tabel 7.19 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Kepemilikan
Tempat Pembuangan Sampah Tertutup, 2022 ............................................... 227
Tabel 7.20 Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Cara
Penanganan Sampah, 2022 .................................................................................... 228
Tabel 7.21 Persentase Rumah Tangga dengan Pengelolaan Sampah Diangkut
Petugas atau Dibuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Menurut Provinsi dan Frekuensi Sampah Diangkut Petugas atau
Dibuang ke TPS Dalam Seminggu, 2022 ........................................................... 230
Tabel 7.22 Persentase Rumah Tangga dengan Pengelolaan Sampah Diangkut
Petugas atau Dibuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Menurut Karakteristik dan Frekuensi Sampah Diangkut Petugas
atau Dibuang ke TPS Dalam Seminggu, 2022 ................................................ 231
Tabel 7.23 Sampling Error Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
Keberadaan Saluran Pembuangan Air Limbah/Mandi/Dapur/Cuci,
2022 ................................................................................................................................. 232
Tabel 7. 24 Sampling Error Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
Tempat Pembuangan Akhir Air Limbah/Mandi/Dapur/Cuci, 2022......... 235
Tabel 7. 25 Sampling Error Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
id
Keberadaan Got/Selokan di Sekitar Rumah, 2022 ........................................ 240
o.
Tabel 7. 26 Sampling Error Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
.g
Keadaan Aliran Got/Selokan di Sekitar Rumah, 2022 .................................. 242
Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Jalan di Sekitar
ps
Tabel 7. 27
Rumahnya Pernah Tergenang Air Lebih dari 30 cm Setelah Dua
.b
Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Menurut Provinsi, 2022 .................... 246
://
Tabel 7.29 Sampling Error Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
s
tp
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
BAB 2 PENGUASAAN TEMPAT TINGGAL
id
Pengembang atau Bukan Pengembang Menurut Cara Membeli
o.
dan Status Ekonomi, 2022....................................................................................... 10
Gambar 2.4 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Rumah/Bangunan Tepat
.g
ps
Tinggal Lain Selain yang Ditempati Saat ini Menurut Karakteristik,
2022 ................................................................................................................................. 12
.b
Gambar 2.5 Persentase Rumah Tangga yang Berencana untuk Membeli atau
w
Gambar 2.6 Persentase Rumah Tangga yang Berencana untuk Membeli atau
s
id
Minum di Luar Kawasan Pagar Rumah Menurut Kelompok Umur
Pengambil Air Minum untuk Keperluan Rumah Tangga, 2022 ................ 95
o.
Gambar 4.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Upaya yang Dilakukan
.g
Supaya Air Menjadi Lebih Aman Untuk Diminum, 2022 ............................. 96
ps
Gambar 4.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kegunaan Air dan Media
.b
Gambar 5.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Lebar Jalan di Depan Rumah
ht
id
Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Got/Selokan di
Sekitar Rumah dan Karakteristik, 2022 .............................................................. 194
o.
Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Keadaan Aliran Got/Selokan
.g
di Sekitar Rumah dan Karakteristik, 2022 ......................................................... 196
ps
Gambar 7.5 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan/Menyimpan
.b
id
Undang-Undang Republik Indonesia
o.
No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
.g
Kawasan Permukiman menyebutkan jika
ps
perumahan merupakan kumpulan rumah
.b
pemenuhan rumah yang layak huni. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa rumah atau
s
permukiman tidak hanya sebagai tempat untuk tinggal dan berlindung, namun juga
tp
harus memenuhi sejumlah aspek dan sarana yang membuat seseorang dapat tinggal
ht
pada kondisi yang sehat, aman, dan harmonis. Undang-undang tersebut juga
menyebutkan bahwa dalam pemenuhan kebutuhan dasar perumahan, negara
bertanggung jawab untuk menyediakan dan memberikan kemudahan serta bantuan
perumahan. Sejalan dengan itu, pembangunan infrastruktur, termasuk di dalamnya
penyediaan perumahan dan permukiman layak, aman, dan terjangkau telah menjadi
salah satu dari lima arahan presiden dalam pelaksanaan misi Nawacita dan visi Indonesia
2045.
Sensus Penduduk (SP) Tahun 2020 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia meningkat
dibandingkan hasil SP 2010, menjadi 270,20 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2021).
Disamping itu, hasil proyeksi penduduk 2020-2050 berdasarkan hasil SP 2020
memperlihatkan jika komposisi penduduk lanjut usia (lansia) akan makin meningkat dan
pada 2050 mendatang diperkirakan setidaknya 16 dari 100 penduduk Indonesia adalah
lansia (Badan Pusat Statistik, 2023). Peningkatan jumlah penduduk, khususnya lansia akan
meningkatkan kebutuhan perumahan pada masa yang akan datang. Hal tersebut
dikarenakan lansia dengan berbagai keterbatasannya akan menghabiskan sebagian
besar waktunya di rumah. Selain itu, tingkat urbanisasi yang makin tinggi, juga akan
meningkatkan kebutuhan hunian layak khususnya di perkotaan. Persentase penduduk
Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan diestimasi akan meningkat dan mencapai
66,60 persen pada tahun 2035 atau dengan kata lain lebih dari separuh penduduk akan
tinggal di daerah perkotaan (Badan Pusat Statistik, 2020). Dengan adanya struktur dan
dinamika kependudukan tersebut, kebutuhan perumahan di Indonesia pada masa yang
akan datang diperkirakan akan meningkat sehingga membutuhkan berbagai data dalam
upaya perencanaan dan penyediaan perumahan yang layak.
id
seseorang akan terakumulasi selama siklus hidup dan menghasilkan individu yang sehat
o.
untuk membentuk sumber daya manusia yang potensial guna memajukan negara.
.g
Intervensi pada perumahan sehat merupakan kesempatan besar dalam pencegahan
ps
penyakit dan mengurangi risiko kesehatan pada masa yang akan datang (World Health
.b
bahwa setiap tiga Euro yang diinvestasikan untuk meningkatkan kondisi perumahan,
w
diestimasi akan kembali karena adanya penghematan untuk biaya perawatan kesehatan
w
perlu diperhatikan oleh rumah tangga. Selain itu pemerintah juga perlu hadir dalam
ht
Pemerintah memiliki tugas pembinaan dalam hal perumahan yang dengan merumuskan
dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan
perumahan (UU RI No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman).
Dalam upaya memantau pencapaian berbagai target mengenai pembangunan
infrastruktur dasar khususnya yang berhubungan dengan perumahan dan permukiman,
serta melakukan evaluasi terhadap program-program kegiatan yang telah dicanangkan,
dibutuhkan data real dan dapat tersedia secara rutin. Badan Pusat Statistik (BPS)
berupaya untuk menyajikan data rutin mengenai perumahan melalui Survei Sosial
dan Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas telah dilaksanakan oleh BPS sejak tahun 1963
id
dan mengumpulkan berbagai informasi mengenai keterangan demografi, pendidikan,
o.
ketenagakerjaan, kesehatan, perumahan, kesejahteraan sosial, pengeluaran rumah
.g
tangga, serta informasi sosial ekonomi lainnya. Setiap bulan September dilaksanakan
Susenas Modul secara bergantian antara Modul Kesehatan dan Perumahan (MKP), Modul
ps
Sosial Budaya dan Pendidikan (MSBP), dan modul Ketahanan Sosial. Pada tahun 2022,
.b
dilaksanakan Susenas MKP untuk mengumpulkan data spesifik terkait bidang kesehatan,
w
perumahan, dan perlindungan sosial yang belum bisa diakomodir melalui Susenas Maret
w
pertanyaan pada Susenas MKP berangkat dari agenda Rencana Pembangunan Jangka
tp
Publikasi Statistik Perumahan dan Permukiman dipublikasikan secara rutin dalam tiga
tahunan, sejalan dengan pelaksanaan Susenas MKP. Beberapa indikator atau statistik
dalam publikasi disajikan dalam beberapa disagregasi untuk memperluas ulasan dan
melihat fenomena yang terjadi. Pada tahun 2022, topik yang diulas dalam publikasi
Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 antara lain mengenai penguasaan
rumah/bangunan tempat tinggal, kondisi rumah/bangunan tempat tinggal, upaya
penyediaan air minum, keamanan dan kenyamanan bermukim, potensi pencemaran
udara di rumah, dan kesehatan lingkungan tempat tinggal.
Pada setiap bab, ditampilkan beberapa tabel standar error yang memuat Relative
Standard Error (RSE). Tabel indikator atau statistik dengan standar error menunjukkan
adanya isu mengenai kualitas data yang dilihat dari RSE yang tinggi. Nilai RSE yang makin
tinggi menunjukkan akurasi data yang rendah. Pengguna perlu lebih berhati-hati dalam
menggunakan statistik atau indikator dengan nilai RSE 25,00 persen atau lebih. Estimasi
untuk statistik atau indikator dengan nilai RSE lebih dari 50,00 persen, tidak dapat
ditampilkan dan ditandai dengan simbol NA.
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan
id
merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam
o.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
.g
Tahun 1945. Namun demikian, pesatnya pertumbuhan
ps
penduduk akibat pertumbuhan alami dan urbanisasi
.b
Salah satu arahan utama Presiden dalam pelaksanaan misi Nawacita dan pencapaian
sasaran visi Indonesia 2045 adalah pembangunan infrastruktur, sebagaimana tertuang
ht
Dalam bab ini akan dibahas mengenai proses rumah tangga memperoleh rumah milik
sendiri, proses pembelian rumah/bangunan tempat tinggal milik sendiri, dan jangka
waktu membayar KPR serta besaran angsuran. Selain itu, kepemilikan rumah lain
dan penggunaannya serta rencana pembelian atau pembangunan rumah sendiri juga
akan dibahas di bab ini.
id
Secara umum, mayoritas rumah tangga yang menempati rumah dengan status
o.
kepemilikan milik sendiri, memperoleh rumah/bangunan tempat tinggal dengan cara
.g
membangun sendiri (82,68 persen). Persentase tersebut jauh lebih tinggi di daerah
ps
perdesaan dibandingkan di daerah perkotaaan (Gambar 2.1). Sementara itu, membeli
.b
rumah baik dari pengembang maupun bukan pengembang lebih umum ditemui pada
w
rumah tangga yang tinggal di daerah perkotaan. Lebih lanjut, sebesar 8,53 persen rumah
w
tangga yang menempati rumah milik sendiri, memperoleh rumah tersebut dengan cara
w
lainnya (misalnya karena warisan dan hibah), dalam hal ini daerah perkotaan memiliki
://
7,27 persen).
tp
ht
Pada tabel 2.1 dapat dilihat bahwa sekitar sembilan dari sepuluh rumah tangga dengan
Kepala Rumah Tangga (KRT) yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD
menempati rumah dengan status kepemilikan milik sendiri memperoleh rumah dengan
cara membangun sendiri. Sebaliknya, sangat sedikit yang memperoleh rumah dengan
cara membeli, baik dari pengembang (0,62 persen) maupun bukan pengembang
(2,58 persen). Selanjutnya, perolehan rumah dengan cara membeli banyak ditemui pada
rumah tangga dengan KRT yang berpendidikan tamat perguruan tinggi. Hal menarik
lainnya, jika dilihat cara perolehan rumah milik sendiri berdasarkan kelompok umur KRT,
maka persentase rumah tangga yang memperoleh rumah dengan cara membangun
sendiri paling tinggi terdapat pada rumah tangga dengan KRT berumur 60 tahun ke atas,
sedangkan dengan cara membeli baik dari pengembang maupun bukan dari
pengembang paling tinggi pada rumah tangga dengan KRT berumur 30-59 tahun,
sedangkan dengan cara lainnya tertinggi pada rumah tangga dengan KRT
berumur <30 tahun (Tabel 2.1).
Gambar 2.1
Persentase Rumah Tangga yang Menempati Bangunan Tempat Tinggal Milik Sendiri
Menurut Cara Memperoleh dan Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Tabulasi antara persentase rumah tangga yang menempati rumah dengan status
kepemilikan milik sendiri menurut cara memperoleh rumah dan status ekonomi rumah
tangga juga menunjukkan pola yang cukup menarik. Persentase rumah tangga yang
menempati rumah dengan status kepemilikan milik sendiri dengan cara membeli dari
pengembang maupun bukan pengembang, makin tinggi seiring dengan membaiknya
status ekonomi rumah tangga. Sekitar satu dari sepuluh rumah tangga pada status
ekonomi tertinggi (kuintil 5) memperoleh rumah dengan cara membeli dari
pengembang. Sementara itu, hanya 0,40 persen rumah tangga pada status ekonomi
terendah (kuintil 1) memperoleh rumah dengan cara membeli dari pengembang. Hal ini
sejalan dengan yang ditemukan oleh Noverita (2017) dalam penelitiannya yang
menyebutkan bahwa rumah-rumah yang disediakan oleh pengembang maupun
pemerintah melalui Perusahaan Umum Pembangunan Nasional (Perumnas) hanya dapat
diakses oleh mereka yang berpenghasilan tinggi dan tetap. Pola serupa juga ditunjukkan
pada rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dengan cara membeli dari
bukan pengembang (Tabel 2.1).
Hasil Susenas MKP 2022 pada Tabel 2.1 sebelumnya menunjukkan sekitar sembilan dari
seratus rumah tangga di Indonesia menempati rumah dengan status kepemilikan milik
sendiri yang dibeli dari pengembang atau bukan pengembang (8,79 persen).
id
Selanjutnya akan dilihat lebih rinci mengenai cara rumah tangga tersebut membeli
o.
rumah. Cara membeli rumah dibedakan menjadi angsuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR),
.g
angsuran non-KPR, tunai, atau lainnya. Gambar 2.2 memperlihatkan separuh dari rumah
tangga yang menempati rumah/bangunan tempat tinggal dengan status kepemilikan
ps
milik sendiri dan memperolehnya dengan cara membeli dari pengembang atau bukan
.b
Cara membeli tunai memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan angsuran KPR,
w
Selain membeli secara tunai, terdapat pilihan lain bagi rumah tangga untuk membeli
s
rumah, yakni dengan cara kredit dan membayarnya secara berkala atau sering disebut
tp
mengangsur. Program kredit pemilikan rumah di Indonesia dikenal dengan sebutan KPR.
ht
KPR adalah suatu fasilitas kredit rumah yang diberikan oleh perbankan kepada nasabah
perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. Sebanyak 36,08 persen rumah
tangga yang menempati rumah/bangunan tempat tinggal dengan status kepemilikan
milik sendiri dan memperoleh dengan membeli dari pengembang atau bukan
pengembang, melakukan pembelian rumah tersebut dengan cara angsuran KPR
(Gambar 2.2).
Rumah tangga yang membeli rumah secara tunai lebih banyak ditemui di daerah
perdesaan dibandingkan dengan di perkotaan (85,49 persen berbanding 47,63 persen).
Sebaliknya, rumah tangga yang membeli rumah dengan angsuran KPR lebih banyak
ditemui di daerah perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan (41,30 persen
berbanding 3,44 persen). Harga rumah di daerah perkotaan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan di perdesaan membuat cara membeli rumah dengan mengangsur lebih
umum di perkotaan. Hal ini juga dapat terjadi karena perumahan lebih banyak dibangun
di daerah perkotaan dibandingkan di perdesaan.
Gambar 2. 2
Persentase Rumah Tangga dengan Status Kepemilikan Rumah/bangunan Tempat Tinggal
Milik Sendiri yang Dibeli dari Pengembang atau Bukan Pengembang Menurut Cara Membeli
dan Klasifikasi Desa, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
Meskipun sudah ada fasilitas kredit khusus untuk membeli rumah (KPR), namun masih
tp
terdapat rumah tangga yang menempati rumah/bangunan tempat tinggal dengan status
ht
kepemilikan milik sendiri dan membeli dari pengembang atau bukan pengembang,
melakukan pembelian dengan cara angsuran non-KPR, yaitu sebesar 10,39 persen
(Gambar 2.2). Angsuran non-KPR adalah angsuran untuk pembayaran kredit pemilikan
rumah/bangunan tempat tinggal yang sumbernya dari lembaga keuangan yang bukan
diperuntukkan sebagai pembiayaan KPR.
Cara rumah tangga dalam membeli rumah sangat ditentukan oleh status ekonomi rumah
tangga. Akses terhadap KPR biasanya terbatas untuk rumah tangga dengan penghasilan
tetap. Untuk bisa mendapatkan KPR, salah satu syarat yang harus dilampirkan adalah
keterangan penghasilan atau slip gaji atau berupa laporan keuangan bagi wirausahawan.
Persentase tertinggi rumah tangga yang menempati rumah dengan status kepemilikan
milik sendiri dan memperoleh rumah dengan membeli dari pengembang atau bukan
pengembang dengan cara membeli melalui angsuran KPR terdapat pada rumah tangga
dengan status ekonomi tertinggi (kuintil 5). Persentase tersebut makin rendah seiring
dengan makin rendahnya status ekonomi rumah tangga. Untuk mengatasi kesenjangan
pada rumah tangga dalam mengakses perumahan, pemerintah telah meluncurkan
berbagai program, salah satunya adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan
(FLPP) yang ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Masyarakat
Berpenghasilan Menengah Bawah (MBM) untuk mendapatkan bantuan pembiayaan
perumahan. Meskipun pembelian rumah/bangunan tempat tinggal secara tunai
menunjukkan persentase yang tinggi pada rumah tangga dengan status ekonomi
rendah, namun hal tersebut perlu dihubungakan lebih lanjut dengan wilayah, kondisi
tempat tinggal, maupun kelayakan rumah/bangunan tempat tinggal yang dibeli.
Gambar 2.3
Persentase Rumah Tangga dengan Status Kepemilikan Rumah/Bangunan Tempat Tinggal
Milik Sendiri yang Dibeli dari Pengembang atau Bukan Pengembang Menurut Cara Membeli
dan Status Ekonomi, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Hal menarik lainnya terkait perolehan rumah/bangunan tempat tinggal dengan status
kepemilikan milik sendiri dengan cara membeli dari pengembang atau bukan
pengembang dan dibeli dengan cara angsuran KPR adalah lama jangka waktu KPR dan
besaran biaya angsuran yang dibayarkan setiap bulann. Rata-rata lama jangka waktu KPR
cukup bervariasi antar provinsi di Indonesia. Secara nasional, rumah tangga yang
menempati rumah/bangunan tempat tinggal dengan status kepemilikan milik sendiri
dengan cara membeli dari pengembang atau bukan pengembang dan cara membelinya
melalui angsuran KPR memiliki rata-rata jangka waktu KPR sekitar 13 tahun (Tabel 2.3)
dengan besaran angsuran rata-rata sebesar RP1.624.921,81 setiap bulan (Tabel 2.5).
2.3 Kepemilikan dan Rencana Pembelian/Pembangunan Bangunan Tempat
Tinggal
Gambar 2.4 memberikan informasi mengenai persentase rumah tangga yang memiliki
rumah/bangunan tempat tinggal lain selain yang ditempati saat ini. Sebanyak 7,82 persen
id
rumah tangga memiliki rumah lain selain yang ditempati saat ini, di mana daerah
o.
perkotaan memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan.
.g
Selanjutnya, Tabel 2.7 memperlihatkan jika kepemilikan rumah lain selain yang ditempati
saat ini makin meningkat seiring dengan makin tingginya tingkat pendidikan KRT.
ps
Pola yang serupa juga terlihat pada karakteristik status ekonomi dan kelompok umur
.b
KRT.
w
w
Pada Gambar 2.4 juga dapat dilihat penggunaan rumah/bangunan tempat tinggal lain
w
tempat tinggal lain yang dimiliki untuk dihuni oleh keluarga/famili lain tanpa membayar.
s
dan digunakan untuk dikontrakkan juga cukup tinggi jika dibandingkan dengan
ht
di perdesaan (26,54 persen berbanding 9,15 persen). Lengkapnya fasilitas hidup dan taraf
perekonomian yang lebih maju menjadi pemicu bagi para pendatang atau migran untuk
pindah ke perkotaan. Hal ini menyebabkan tingginya permintaan terhadap perumahan
di perkotaan. Dengan adanya demand yang tinggi, usaha persewaan rumah di daerah
perkotaan menjadi menguntungkan. Hal tersebut didukung dengan data dari publikasi
Profil Migran Hasil Susenas tahun 2021 yang menyebutkan bahwa peluang rumah tangga
migran untuk menempati rumah kontrak/sewa empat kali lebih tinggi dibandingkan
rumah tangga nonmigran (Badan Pusat Statistik, 2022c).
Gambar 2.4
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Rumah/Bangunan Tepat Tinggal Lain Selain
yang Ditempati Saat ini Menurut Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Gambar 2.5
Persentase Rumah Tangga yang Berencana untuk Membeli atau Membangun Rumah/Bangunan
Tempat Tinggal Sendiri (Lagi) Menurut Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Dari rumah tangga yang memiliki rencana untuk membeli atau membangun
rumah/bangunan tempat tinggal sendiri ataupun membangun lagi, persentasenya
id
meningkat seiring dengan meningkatnya status ekonomi rumah tangga. Disamping itu,
o.
jika dilihat dari kelompok umur KRT, pola data menunjukkan jika persentase rumah
.g
tangga yang berencana untuk membeli atau membangun rumah/bangunan tempat
ps
tinggal sendiri (lagi) lebih tinggi pada rumah tangga dengan kelompok umur KRT yang
.b
makin muda. Sekitar 3 dari 10 rumah tangga dengan KRT yang berumur kurang dari
w
Selanjutnya, dari 20,33 persen rumah tangga yang berencana untuk membeli atau
://
rencana tersebut dalam setahun ke depan sebesar 7,52 persen, dengan waktu lebih dari
ht
setahun kemudian sebesar 39,67 persen, dan yang menjawab tidak tahu sebesar 52,81
persen. Dengan kata lain, lebih dari separuh rumah tangga yang berencana untuk
membeli atau membangun rumah/bangunan tempat tinggal sendiri (lagi)
belum mengetahui kapan akan mewujudkan rencana tersebut. Jika dilihat menurut status
ekonomi rumah tangga, pada rumah tangga dengan status ekonomi terendah (kuintil 1)
persentase rumah tangga yang berencana untuk membeli atau membangun
rumah/bangunan tempat tinggal sendiri (lagi), namun tidak tahu kapan akan
mewujudkan rencana tersebut bahkan semakin tinggi (58,11 persen) (Gambar 2.6).
Gambar 2.6
Persentase Rumah Tangga yang Berencana untuk Membeli atau Membangun Rumah/Bangunan
Tempat Tinggal Sendiri (Lagi) Menurut Periode Waktu Rencana Ingin Membeli/Membangun
Rumah Sendiri (Lagi) dan Status Ekonomi, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Beragam cara yang digunakan untuk mewujudkan rencana membeli atau membangun
rumah/bangunan tempat tinggal sendiri (lagi), dalam hal ini menabung (55,61 persen)
memiliki persentase tertinggi, diikuti dengan memiliki tanah untuk dibangun
(16,27 persen). Akan tetapi, masih ada sekitar 31,32 persen rumah tangga yang belum
memiliki persiapan meskipun sudah memiliki rencana (Gambar 2.7). Menurut status
ekonomi, persentase rumah tangga yang belum memiliki persiapan tersebut paling
tinggi pada rumah tangga dengan status ekonomi terendah (41,89 persen). Hal tersebut
dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki keinginan untuk memiliki rumah,
namun belum memiliki kemampuan untuk mewujudkannya (Tabel 2.12).
Gambar 2.7
Persentase Rumah Tangga yang Berencana Membeli/Membangun Rumah Sendiri (Lagi)
Menurut Persiapan yang Sudah Dilakukan untuk Membeli/Membangun Rumah Sendiri (Lagi)
dan Klasifikasi Desa, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
Berkebalikan dengan rumah tangga yang berencana untuk membeli atau membangun
rumah/bangunan tempat tinggal sendiri (lagi) sebesar 20,33 persen (Gambar 2.5),
terdapat 79,67 persen rumah tangga yang tidak berencana untuk membeli atau
membangun rumah/bangunan tempat tinggal sendiri atau lagi. Gambar 2.8
menunjukkan alasan utama rumah tangga tidak berencana untuk membeli atau
membangun rumah/bangunan tempet tinggal sendiri (lagi). Tiga alasan utama dengan
persentase tertingginya adalah karena sudah punya rumah (60,10 persen), diikuti dengan
tidak punya uang/dana (33,03 persen), dan alasan keluarga (4,15 persen). Baik di daerah
perkotaan maupun perdesaan, kedua alasan tersebut memiliki persentase yang paling
tinggi dibandingkan dengan alasan lainnya (Gambar 2.8). Jika dilihat menurut kelompok
umur KRT, persentase rumah tangga yang tidak berencana untuk membeli atau
membangun rumah/bangunan tempat tinggal sendiri (lagi) karena alasan tidak punya
uang/dana, dan alasan keluarga lebih tinggi pada kelompok umur KRT di bawah 30
tahun.
Gambar 2.8
Persentase Rumah Tangga yang Tidak Berencana untuk Membeli atau Membangun Rumah/Bangunan
Tempat Tinggal Sendiri (Lagi) Menurut Alasan Utama dan Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Klasifikasi Desa
Perkotaan 7,32 6,80 76,27 9,61
Perdesaan 0,42 2,21 90,10 7,27
Umur KRT
<30 Tahun 3,98 4,04 75,17 16,81
30-59 Tahun 4,74 4,94 81,44 8,89
60+ 2,59 4,12 87,29 5,99
Tingkat Pendidikan
id
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
o.
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat
SD
0,62 2,58
.g 90,08 6,71
ps
SD/Sederajat 0,70 2,93 88,47 7,90
.b
Status Ekonomi
w
Angsuran
Karakteristik Angsuran KPR Tunai Lainnya
non-KPR
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 41,30 10,53 47,63 0,54
Perdesaan 3,58 9,53 85,37 1,52
Umur KRT
<30 Tahun 38,88 6,98 53,38 0,76
30-59 Tahun 39,60 10,82 49,07 0,52
60+ 22,48 9,62 66,65 1,25
Tingkat Pendidikan
id
Tertinggi yang
o.
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 4,97 9,07 84,43 1,53
Sekolah dan Tidak Tamat
.g
ps
SD
SD/Sederajat 9,77 10,14 79,20 0,90
.b
Status Ekonomi
Kuintil 1 10,02 10,92 77,79 1,27
://
Aceh 12,68
Sumatera Utara 13,78
Sumatera Barat 14,55
Riau 12,25
Jambi 14,96
Sumatera Selatan 13,90
Bengkulu 13,81
Lampung 14,41
Kep. Bangka Belitung 15,62
id
Kep. Riau 11,44
o.
DKI Jakarta 14,07
.g
Jawa Barat 13,41
Jawa Tengah 12,08
ps
DI Yogyakarta 14,01
Jawa Timur 11,56
.b
Banten 12,67
w
Bali 14,62
w
Maluku 11,76
Maluku Utara 13,41
Indonesia 12,95
Klasifikasi Desa
Perkotaan 12,97
Perdesaan 11,71
Umur KRT
<30 Tahun 13,60
30-59 Tahun 12,75
60+ 14,01
id
Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah dan Tidak Tamat SD 10,00
SD/Sederajat 13,23
SMP/Sederajat
.g 13,56
ps
SM/Sederajat 13,04
Perguruan Tinggi 12,73
.b
Status Ekonomi
w
Kuintil 1 16,17
w
Kuintil 2 14,49
w
Kuintil 3 13,68
Kuintil 4 12,51
://
Kuinitl 5 12,79
s
tp
Indonesia 12,95
ht
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1.632.971,95
Perdesaan 1.254.579,07
Status Ekonomi
Kuintil 1 1.131.458,81
Kuintil 2 1.075.994,33
Kuintil 3 927.103,75
id
Kuintil 4 1.148.049,87
Kuinitl 5 2.004.681,33
o.
Indonesia
.g
1.624.921,81
ps
Sumber: BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2022
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Tabel 2.6
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Rumah/Bangunan Tepat Tinggal Lain
Selain yang Ditempati Saat Ini Menurut Provinsi dan Penggunaannya, 2022
Memiliki Penggunaan
Rumah/Bangunan Dihuni oleh
Provinsi Tepat Tinggal Lain Dijadikan Tempat Keluarga/Famili
Selain yang Usaha oleh ART Lain Tanpa
Ditempati Saat ini Membayar
(1) (2) (3) (4)
id
Lampung 5,12 15,49 39,82
Kep. Bangka Belitung 8,07 NA 35,00
o.
Kep. Riau 12,61 11,75 34,39
Penggunaan
Provinsi
Dikontrakkan/Disewakan Dibiarkan Kosong
(1) (5) (6)
id
Jawa Barat 25,73 23,94
Jawa Tengah 12,40 31,52
o.
DI Yogyakarta 41,15 20,23
Jawa Timur
Banten
16,28
34,53 .g 31,63
25,26
ps
Bali 12,49 19,18
.b
Maluku NA 32,79
Maluku Utara 12,60 23,48
Memiliki Penggunaan
Rumah/Bangunan Dihuni oleh
Provinsi Tepat Tinggal Lain Dijadikan Tempat Keluarga/Famili
Selain yang Usaha oleh ART Lain Tanpa
Ditempati Saat ini Membayar
(1) (2) (3) (4)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 9,83 9,84 39,23
Perdesaan 5,09 12,66 45,53
Umur KRT
<30 Tahun 4,57 8,37 54,08
30-59 Tahun 7,88 11,29 39,79
60+ 8,68 9,21 41,91
id
Tingkat Pendidikan Tertinggi
o.
yang Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 4,64
.g 8,16 50,45
ps
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 5,01 11,52 46,85
.b
Status Ekonomi
w
Penggunaan
Provinsi Dikontrakkan/
Dibiarkan Kosong Lainnya
disewakan
(1) (5) (6) (7)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 26,54 24,62 1,37
Perdesaan 9,15 31,55 2,51
Umur KRT
<30 Tahun 11,64 23,15 3,98
30-59 Tahun 20,48 27,77 1,97
60+ 26,78 23,80 0,53
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
id
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat
o.
SD 12,69 28,72 1,76
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
14,26
15,39 .g
26,14
27,58
1,52
1,98
ps
SM/Sederajat 24,34 26,71 1,85
Perguruan Tinggi 31,54 25,04 1,32
.b
w
Status Ekonomi
Kuintil 1 5,98 36,84 NA
w
1,48
tp
id
Jambi 22,90 92,27 11,11
Sumatera Selatan 22,62 86,71 11,53
o.
Bengkulu 28,30 83,40 8,60
Lampung 16,92
.g 94,88 4,16
ps
Kep. Bangka Belitung 21,76 85,91 NA
Kep. Riau 25,76 73,14 22,93
.b
Jenis Rencana
Provinsi Membeli dengan
Membeli Tunai
Angsuran non-KPR
(1) (5) (6)
id
Jawa Barat 2,85 33,19
Jawa Tengah 2,56 24,02
o.
DI Yogyakarta NA 13,44
Jawa Timur
Banten
1,93
3,35 .g 25,47
29,51
ps
Bali 7,01 25,84
.b
Kalimantan Utara NA NA
tp
Maluku NA NA
Maluku Utara 0,00 NA
Klasifikasi Desa
Perkotaan 22,10 74,28 14,15
Perdesaan 17,93 93,91 2,55
Umur KRT
<30 Tahun 30,38 80,74 14,49
id
30-59 Tahun 22,69 81,24 9,38
o.
60+ 10,29 84,78 8,33
Status Ekonomi
s
Jenis Rencana
Provinsi Membeli dengan
Membeli Tunai
Angsuran non-KPR
(1) (5) (6)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,31 29,67
Perdesaan 1,33 16,63
Umur KRT
<30 Tahun 2,37 21,35
30-59 Tahun 2,50 25,04
60+ 3,23 26,47
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 2,38 22,70
id
Sekolah dan Tidak Tamat
o.
SD
SD/Sederajat 2,03 19,51
SMP/Sederajat 2,59
.g 21,07
ps
SM/Sederajat 2,77 27,32
Perguruan Tinggi 3,09 34,08
.b
Status Ekonomi
w
id
DKI Jakarta 3,04 47,09 49,87
o.
Jawa Barat 7,50 32,12 60,38
Jawa Tengah 5,57 43,87 50,56
DI Yogyakarta 4,22
.g 54,74 41,04
ps
Jawa Timur 5,93 37,02 57,05
Banten 5,61 34,23 60,16
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 6,86 38,04 55,10
Perdesaan 8,63 42,42 48,95
Umur KRT
<30 Tahun 8,11 43,51 48,39
30-59 Tahun 7,41 38,95 53,63
60+ 7,64 40,76 51,60
Tingkat Pendidikan
id
Tertinggi yang
o.
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 7,98
.g
34,22 57,80
ps
SD
SD/Sederajat 7,58 39,43 52,99
.b
Status Ekonomi
Kuintil 1 6,12 35,76 58,11
://
Memiliki
Menyiapkan
Tanah Tidak Ada
Karakteristik Menabung Bahan Lainnya
untuk Persiapan
Bangunan
Dibangun
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 58,34 12,58 3,55 0,60 31,92
Perdesaan 51,02 22,48 9,55 0,74 30,33
Umur KRT
<30 Tahun 63,68 14,01 4,45 0,46 25,60
30-59 Tahun 55,01 16,04 5,86 0,58 32,09
60+ 52,03 19,89 6,54 1,27 31,71
id
o.
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
.g
ps
Tidak/Belum Pernah 42,64 19,40 10,54 NA 39,64
Sekolah dan Tidak
.b
Tamat SD
SD/Sederajat 48,09 17,86 7,25 0,52 36,61
w
Status Ekonomi
s
Lokasi
Tidak Punya Sudah Punya Rumah
Karakteristik Keluarga Lainnya
Uang/Dana Rumah Strategis/
Nyaman
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 4,41 36,39 56,00 2,49 0,71
Perdesaan 3,80 28,68 65,41 1,62 0,48
Umur KRT
<30 Tahun 6,44 39,85 51,66 1,15 0,90
30-59 Tahun 4,02 34,20 59,11 2,35 0,32
60+ 3,90 28,42 64,67 1,74 1,28
id
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
o.
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak 3,30 34,90 .g
59,60 1,03 1,16
ps
Tamat SD
.b
Status Ekonomi
://
Angsuran KPR
Klasifikasi Desa
Perkotaan 41,30 2,26 5,47 36,87 45,73
Perdesaan 3,58 0,80 22,37 2,01 5,16
Umur KRT
<30 Tahun 38,88 9,61 24,73 20,03 57,73
id
30-59 Tahun 39,60 2,44 6,15 34,82 44,37
60+ 22,48 2,41 10,70 17,76 27,20
o.
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
.g
ps
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
4,97 1,80 36,181 1,44 8,50
.b
Status Ekonomi
s
Angsuran non-KPR
Klasifikasi Desa
Perkotaan 10,53 1,00 9,52 8,57 12,50
Perdesaan 9,53 1,21 12,66 7,16 11,89
Umur KRT
<30 Tahun 6,98 2,73 39,071 1,63 12,34
30-59 Tahun 10,82 0,99 9,17 8,87 12,76
60+ 9,62 1,45 15,03 6,78 12,45
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
9,07 1,98 21,85 5,18 12,96
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 10,14 1,45
.g
14,30 7,29 12,98
ps
SMP/Sederajat 12,37 2,16 17,44 8,14 16,60
SM/Sederajat 11,22 1,36 12,15 8,55 13,90
.b
Status Ekonomi
w
Tunai
Klasifikasi Desa
Perkotaan 47,63 2,08 4,37 43,55 51,71
Perdesaan 85,37 1,50 1,75 82,43 88,30
Umur KRT
<30 Tahun 53,38 8,88 16,64 35,96 70,80
30-59 Tahun 49,07 2,22 4,53 44,71 53,43
60+ 66,65 2,72 4,08 61,32 71,98
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
84,43 2,68 3,17 79,17 89,68
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 79,20 2,16
.g 2,73 74,96 83,44
ps
SMP/Sederajat 62,91 3,52 5,59 56,00 69,81
SM/Sederajat 41,35 2,38 5,75 36,68 46,02
.b
Status Ekonomi
w
Lainnya
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,54 0,19 34,381 0,18 0,91
Perdesaan 1,52 0,55 36,271 0,44 2,60
Umur KRT
<30 Tahun NA NA 100,792 NA NA
30-59 Tahun 0,52 0,16 31,091 0,20 0,83
60+ 1,25 0,61 48,821 0,05 2,44
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
NA NA 71,602 NA NA
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat NA NA
.g
53,242 NA NA
ps
SMP/Sederajat NA NA 61,102 NA NA
SM/Sederajat 0,51 0,22 42,811 0,08 0,94
.b
Status Ekonomi
w
Kuintil 1 NA NA 72,132 NA NA
w
Kuintil 2 NA NA 60,192 NA NA
://
Kuintil 3 NA NA 71,662 NA NA
Kuintil 4 0,54 0,26 48,621 0,03 1,06
s
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
Sumber: BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2022
Tabel 2.15
Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Rumah/Bangunan Tepat Tinggal Lain
Selain yang Ditempati Saat Ini Menurut Penggunaan dan Provinsi, 2022
id
Kep. Bangka Belitung NA NA 50,632 NA NA
o.
Kep. Riau 11,75 5,39 45,861 1,19 22,31
Maluku NA NA 51,532 NA NA
Maluku Utara 12,30 5,38 43,701 1,76 22,84
id
Jawa Barat 37,50 3,03 8,08 31,56 43,45
o.
Jawa Tengah 38,03 2,80 7,37 32,54 43,53
DI Yogyakarta 31,39 4,41 14,04 22,75 40,04
Jawa Timur 39,05 3,11 7,96
.g 32,95 45,14
ps
Banten 31,67 6,12 19,33 19,66 43,67
.b
Dikontrakkan/disewakan
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (12) (13) (14) (15) (16)
id
Jawa Barat 25,73 2,76 10,74 20,31 31,15
o.
Jawa Tengah 12,40 1,74 14,01 9,00 15,81
DI Yogyakarta 41,15 5,30 12,87 30,77 51,53
Jawa Timur 16,28 2,06
.g
12,68 12,23 20,33
ps
Banten 34,53 5,15 14,93 24,42 44,63
.b
Maluku NA NA 53,662 NA NA
Maluku Utara 12,60 6,44 51,132 -0,03 25,22
Dibiarkan Kosong
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (17) (18) (19) (20) (21)
id
Jawa Barat 23,94 2,54 10,59 18,96 28,91
o.
Jawa Tengah 31,52 2,73 8,65 26,17 36,87
DI Yogyakarta 20,23 4,38 21,66 11,64 28,82
Jawa Timur 31,63 2,80 8,84
.g 26,15 37,12
ps
Banten 25,26 5,53 21,88 14,42 36,09
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 9,84 0,88 8,93 8,12 11,57
Perdesaan 12,66 1,02 8,07 10,66 14,67
Umur KRT
<30 Tahun 8,37 2,43 29,051 3,60 13,13
30-59 Tahun 11,29 0,80 7,08 9,72 12,86
60+ 9,21 1,19 12,91 6,88 11,54
id
Tingkat Pendidikan
o.
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
.g
ps
Tidak/Belum Pernah Sekolah
dan Tidak Tamat SD 8,16 1,44 17,61 5,34 10,97
.b
Status Ekonomi
://
Klasifikasi Desa
Perkotaan 39,23 1,39 3,55 36,50 41,96
Perdesaan 45,53 1,51 3,31 42,58 48,49
Umur KRT
<30 Tahun 54,08 4,53 8,38 45,20 62,97
30-59 Tahun 39,79 1,22 3,07 37,39 42,19
60+ 41,91 1,92 4,58 38,14 45,67
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
50,45 3,19 44,19 56,70
dan Tidak Tamat SD 6,33
SD/Sederajat 46,85 2,21
.g
4,71 42,52 51,18
ps
SMP/Sederajat 46,41 2,77 5,96 40,99 51,84
SM/Sederajat 36,97 1,61 4,36 33,80 40,13
.b
Status Ekonomi
w
Dikontrakkan/Disewakan
Klasifikasi Desa
Perkotaan 26,54 1,21 4,57 24,16 28,91
Perdesaan 9,15 0,81 8,87 7,55 10,74
Umur KRT
<30 Tahun 11,64 3,05 26,181 5,67 17,62
30-59 Tahun 20,48 1,02 5,00 18,48 22,49
60+ 26,78 1,69 6,31 23,46 30,09
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
dan Tidak Tamat SD 12,69 2,30 18,12 8,18 17,19
SD/Sederajat 14,26 1,51
.g 10,59 11,30 17,22
ps
SMP/Sederajat 15,39 1,93 12,55 11,60 19,18
SM/Sederajat 24,34 1,51 6,18 21,39 27,29
.b
Status Ekonomi
w
Dibiarkan Kosong
Klasifikasi Desa
Perkotaan 24,62 1,17 4,76 22,33 26,92
Perdesaan 31,55 1,34 4,25 28,93 34,18
Umur KRT
<30 Tahun 23,15 3,54 15,27 16,22 30,08
30-59 Tahun 27,77 1,06 3,83 25,69 29,86
60+ 23,80 1,63 6,84 20,61 26,99
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
dan Tidak Tamat SD 28,72 2,83 9,86 23,17 34,28
SD/Sederajat 26,14 1,81
.g
6,92 22,60 29,69
ps
SMP/Sederajat 27,58 2,33 8,45 23,01 32,15
SM/Sederajat 26,71 1,54 5,75 23,70 29,73
.b
Status Ekonomi
w
Lainnya
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,37 0,25 18,54 0,87 1,86
Perdesaan 2,51 0,46 18,42 1,60 3,41
Umur KRT
<30 Tahun 3,98 1,61 40,461 0,82 7,14
30-59 Tahun 1,97 0,29 14,80 1,40 2,54
60+ 0,53 0,20 37,961 0,14 0,93
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
1,76 0,70 39,641 0,39 3,14
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,52 0,40
.g 26,221 0,74 2,30
ps
SMP/Sederajat 1,98 0,59 29,731 0,82 3,13
SM/Sederajat 1,85 0,41 21,96 1,06 2,65
.b
Status Ekonomi
w
Kuintil 1 NA NA 62,302 NA NA
w
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
Sumber: BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2022
Tabel 2.17
Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Berencana untuk Membeli atau Membangun
Rumah/Bangunan Tempat Tinggal Sendiri (Lagi) Menurut Jenis Rencana dan Provinsi, 2022
id
Kep. Riau 73,14 5,70 7,80 61,96 84,32
o.
DKI Jakarta 41,41 5,78 13,96 30,08 52,75
Jawa Barat
Jawa Tengah
73,86
88,24
2,34
1,26 .g
3,17
1,42
69,26
85,78
78,46
90,70
ps
DI Yogyakarta 82,66 3,94 4,77 74,93 90,38
.b
id
Jawa Barat 10,26 1,48 14,40 7,37 13,16
o.
Jawa Tengah 5,99 0,81 13,53 4,40 7,58
DI Yogyakarta 10,97 3,29 29,961 4,53 17,42
Jawa Timur 6,65 1,09
.g16,39 4,51 8,79
ps
Banten 17,37 3,13 18,03 11,23 23,50
.b
Maluku NA NA 69,772 NA NA
Maluku Utara NA NA 98,582 NA NA
id
Jawa Barat 2,85 0,90 31,581 1,09 4,62
o.
Jawa Tengah 2,56 0,63 24,71 1,32 3,80
DI Yogyakarta NA NA 59,582 -0,20 2,60
Jawa Timur 1,93 0,50 25,831
.g 0,95 2,90
ps
Banten 3,35 1,55 46,341 0,31 6,40
.b
Maluku NA NA 101,732 NA NA
Maluku Utara 0,00 0,00 - 0,00 0,00
Membeli Tunai
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (17) (18) (19) (20) (21)
id
Jawa Barat 33,19 2,69 8,09 27,93 38,46
o.
Jawa Tengah 24,02 2,15 8,93 19,82 28,23
DI Yogyakarta 13,44 3,87 28,751 5,87 21,02
Jawa Timur 25,47 2,54
.g 9,97 20,49 30,44
ps
Banten 29,51 4,82 16,34 20,06 38,96
.b
Maluku NA NA 58,642 NA NA
Maluku Utara NA NA 62,982 NA NA
Klasifikasi Desa
Perkotaan 74,28 1,15 1,55 72,02 76,54
Perdesaan 93,91 0,51 0,54 92,92 94,91
Umur KRT
<30 Tahun 80,74 1,76 2,17 77,30 84,18
30-59 Tahun 81,24 0,81 1,00 79,64 82,83
60+ 84,78 1,48 1,75 81,87 87,69
id
Tingkat Pendidikan
o.
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
.g
ps
Tidak/Belum Pernah Sekolah
dan Tidak Tamat SD 91,80 1,15 1,26 89,54 94,06
.b
Status Ekonomi
://
Klasifikasi Desa
Perkotaan 14,15 0,86 6,08 12,46 15,83
Perdesaan 2,55 0,33 12,78 1,91 3,19
Umur KRT
<30 Tahun 14,49 1,53 10,55 11,49 17,49
30-59 Tahun 9,38 0,54 5,72 8,33 10,43
60+ 8,33 1,18 14,17 6,01 10,64
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
dan Tidak Tamat SD 3,33 0,59 17,79 2,17 4,49
SD/Sederajat 4,37 0,54
.g 12,24 3,33 5,42
ps
SMP/Sederajat 7,71 0,88 11,47 5,98 9,44
SM/Sederajat 14,58 1,10 7,55 12,42 16,74
.b
Status Ekonomi
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,31 0,40 12,11 2,52 4,09
Perdesaan 1,33 0,23 17,53 0,87 1,78
Umur KRT
<30 Tahun 2,37 0,67 28,231 1,06 3,68
30-59 Tahun 2,50 0,26 10,28 1,99 3,00
60+ 3,23 0,92 28,631 1,42 5,04
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
dan Tidak Tamat SD 2,38 1,06 44,671 0,30 4,46
SD/Sederajat 2,03 0,37
.g
18,46 1,30 2,77
ps
SMP/Sederajat 2,59 0,48 18,43 1,66 3,53
SM/Sederajat 2,77 0,40 14,53 1,98 3,56
.b
Status Ekonomi
w
Membeli Tunai
Klasifikasi Desa
Perkotaan 29,67 1,22 4,13 27,27 32,07
Perdesaan 16,63 1,06 6,36 14,55 18,70
Umur KRT
<30 Tahun 21,35 1,73 8,08 17,97 24,73
30-59 Tahun 25,04 0,91 3,62 23,27 26,82
60+ 26,47 1,97 7,44 22,61 30,33
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
dan Tidak Tamat SD 22,70 2,17 9,58 18,43 26,96
SD/Sederajat 19,51 1,30
.g 6,66 16,96 22,06
ps
SMP/Sederajat 21,07 1,36 6,44 18,41 23,73
SM/Sederajat 27,32 1,25 4,58 24,86 29,77
.b
Status Ekonomi
w
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
Sumber: BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2022
Tabel 2.19
Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Berencana Membeli atau Membangun Rumah Sendiri
Menurut Provinsi dan Periode Waktu Rencana Ingin Membeli atau Membangun Rumah Sendiri, 2022
id
Kep. Riau 5,65 1,78 31,421 2,17 9,13
o.
DKI Jakarta 3,04 1,17 38,661 0,74 5,34
Jawa Barat
Jawa Tengah
7,50
5,57
1,13
0,71 .g
15,08
12,73
5,28
4,18
9,72
6,96
ps
DI Yogyakarta 4,22 1,29 30,611 1,69 6,75
.b
Bali NA NA 50,132 NA NA
w
id
Jawa Barat 32,12 2,75 8,55 26,73 37,51
o.
Jawa Tengah 43,87 2,44 5,57 39,08 48,66
DI Yogyakarta 54,74 5,96 10,89 43,05 66,43
Jawa Timur 37,02 2,75
.g7,43 31,63 42,42
ps
Banten 34,23 5,45 15,93 23,54 44,92
.b
Tidak Tahu
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (12) (13) (14) (15) (16)
id
Jawa Barat 60,38 2,88 4,78 54,72 66,04
o.
Jawa Tengah 50,56 2,56 5,06 45,55 55,57
DI Yogyakarta 41,04 5,90 14,37 29,48 52,60
Jawa Timur 57,05 2,95 5,17
.g 51,27 62,83
ps
Banten 60,16 5,67 9,43 49,03 71,28
.b
Menabung
Klasifikasi Desa
Perkotaan 58,34 1,31 2,25 55,77 60,92
Perdesaan 51,02 1,22 2,39 48,63 53,41
Umur KRT
<30 Tahun 63,68 2,00 3,14 59,76 67,60
id
30-59 Tahun 55,01 0,98 1,79 53,08 56,93
60+ 52,03 2,01 3,87 48,09 55,98
o.
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
.g
ps
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
42,64 2,04 4,78 38,64 46,63
.b
Status Ekonomi
s
Klasifikasi Desa
Perkotaan 12,58 0,69 5,52 11,22 13,94
Perdesaan 22,48 0,93 4,14 20,66 24,30
Umur KRT
<30 Tahun 14,01 1,26 9,00 11,53 16,48
30-59 Tahun 16,04 0,60 3,77 14,86 17,22
60+ 19,89 1,42 7,15 17,10 22,68
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
19,40 1,57 8,08 16,33 22,48
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 17,86 1,04
.g
5,83 15,82 19,91
ps
SMP/Sederajat 18,03 1,10 6,09 15,88 20,19
SM/Sederajat 13,95 0,72 5,17 12,53 15,36
.b
Status Ekonomi
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,55 0,42 11,91 2,72 4,37
Perdesaan 9,55 0,58 6,12 8,41 10,70
Umur KRT
<30 Tahun 4,45 0,83 18,59 2,83 6,07
30-59 Tahun 5,86 0,38 6,57 5,11 6,62
60+ 6,54 0,78 11,92 5,01 8,07
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
10,54 1,21 8,16 12,92
dan Tidak Tamat SD 11,51
SD/Sederajat 7,25 0,77
.g 10,58 5,75 8,75
ps
SMP/Sederajat 6,17 0,68 11,01 4,83 7,50
SM/Sederajat 4,00 0,36 8,93 3,30 4,70
.b
Status Ekonomi
w
Lainnya
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,60 0,11 19,18 0,37 0,82
Perdesaan 0,74 0,15 20,08 0,45 1,03
Umur KRT
<30 Tahun 0,46 0,19 41,941 0,08 0,83
30-59 Tahun 0,58 0,10 16,56 0,39 0,77
60+ 1,27 0,37 28,941 0,55 1,99
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
NA NA 54,672 NA NA
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,52 0,14
.g
27,561 0,24 0,80
ps
SMP/Sederajat NA NA 52,052 NA NA
SM/Sederajat 0,81 0,17 21,03 0,48 1,15
.b
Status Ekonomi
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 31,92 1,32 4,13 29,33 34,50
Perdesaan 30,33 1,16 3,84 28,05 32,61
Umur KRT
<30 Tahun 25,60 1,83 7,14 22,02 29,19
30-59 Tahun 32,09 0,98 3,05 30,17 34,01
60+ 31,71 1,98 6,25 27,82 35,60
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah 39,64 2,07 5,22 35,59 43,70
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 36,61 1,42
.g 3,89 33,82 39,40
ps
SMP/Sederajat 32,79 1,48 4,52 29,88 35,70
SM/Sederajat 29,92 1,26 4,22 27,45 32,39
.b
Status Ekonomi
w
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
Sumber: BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2022
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 829/Menkes/SK/VII/1999 menyebutkan bahwa
salah satu prasyarat untuk kesehatan perumahan yang
id
dapat melindungi keluarga dari dampak kualitas
o.
lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak
.g
sehat adalah komponen dan penataan ruang rumah,
ps
pencahayaaan, dan kualitas udara. Aspek kualitas udara
.b
dalam rumah yang buruk karena buruknya sistem pencahayaan serta ventilasi
w
berdampak negatif terhadap kesehatan yang berpengaruh terhadap alergi, sistem imun,
://
kanker, serta iritasi kulit, mata, hidung, atau tenggorokan (World Health Organization,
s
2018).
tp
ht
Sementara itu, setiap rumah tangga idealnya juga memiliki sarana pembuangan
dan pengolahan limbah rumah tangga. Air limbah domestik terdiri dari air limbah kotoran
(black water) dan air limbah non kakus (grey water). Pembuangan limbah kotoran
sembarangan selain dapat secara langsung menyebabkan berbagai penyakit juga dapat
mencemari lingkungan. Penggunaan tangki septik dipandang sebagai salah satu upaya
terbaik dalam pengolahan tinja agar tidak mencemari air baku. Pentingnya pengelolaan
limbah kotoran rumah tangga perlu mendapatkan perhatian. Pemerintah Indonesia telah
menetapkan sejumlah standar pelayanan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
perumahan dan perumahan, khususnya sanitasi.
Bab ini akan membahas kondisi bangunan tempat tinggal yang dilihat dari beberapa
aspek. Pertama mengenai keadaan ruangan dalam bangunan tempat tinggal melalui
keberadaan jendela, ventilasi, dan pencahayaan pada ruangan yang ada pada
rumah/bangunan tempat tinggal. Kedua mengenai pengelolaan lumpur tinja rumah
tangga yang meliputi perilaku pengosongan tangki septik rumah tangga dan pihak yang
mengosongkan tangki septik.
3.1 Keadaan Ruangan di Dalam Bangunan Tempat Tinggal
Komponen rumah perlu memenuhi persyaratan fisik, salah satunya adalah keberadaan
sarana ventialasi untuk pengaturan sirkulasi udara. Sirkulasi udara yang buruk dalam
bangunan tempat tinggal dapat memicu tumbuhnya jamur dan berbagai serangga
penyebab alergi yang menyebabkan kesakitan. Penelitian di Amerika membuktikan
bahwa kondisi bagian dalam rumah yang lembab memperburuk kondisi pernapasan
khususnya pada anak (Lanphear et al., 2001). Sarana sirkulasi udara di dalam rumah erat
kaitannya dengan keberadaan jendela dan ventilasi.
Persentase rumah tangga yang memiliki jendela pada berbagai ruangan yang ada
di dalam rumah dapat dilihat pada Gambar 3.1. Lebih dari 60 persen rumah tangga telah
memiliki jendela pada berbagai jenis ruangan di dalam rumah. Untuk dapat mengalirkan
udara di dalam rumah, idealnya jendela harus dapat dibuka setiap hari. Lebih dari
40 persen rumah tangga telah memiliki jendela yang dapat dibuka setiap hari pada
id
berbagai jenis ruangan di dalam rumah. Persentase rumah tangga dengan keberadaan
o.
jendela yang dibuka setiap hari pada kamar tidur utama lebih tinggi dibandingkan
dengan ruangan lainnya (63,60 persen).
.g
ps
Gambar 3.1
.b
Data Susenas MKP 2022 menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki ventilasi pada
kamar tidur utamanya sudah mencapai sekitar 89 persen dari total rumah tangga
di Indonesia. Sayangnya, tidak semua rumah tangga tersebut memiliki kamar tidur utama
dengan ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan. Hal ini terlihat pada Gambar 3.2,
di mana rumah tangga yang memiliki ventilasi dengan luas minimal sepuluh persen dari
luas lantai pada kamar tidur utama sebesar 36,02 persen. Artinya hanya sekitar satu dari
id
tiga rumah tangga yang keberadaan ventilasi pada kamar tidur utamanya sudah
o.
memenuhi syarat kesehatan. Selanjutnya, tingkatan status ekonomi rumah tangga yang
.g
makin rendah menunjukkan keberadaan ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan dan
ps
jendela yang dibuka setiap hari pada berbagai ruangan bangunan tempat tinggal yang
makin rendah (Tabel 3.8 dan Tabel 3.4)
.b
w
Gambar 3.2
w
Gambar 3.3
id
Persentase Rumah Tangga Menurut Ruang Bangunan Tempat Tinggal
o.
yang Memiliki Kecukupan Pencahayaan, 2022
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Rumah yang memenuhi syarat kesehatan juga perlu memperhatikan pengolahan limbah
rumah tangga, khususnya limbah cair yang mengandung kotoran manusia agar tidak
menimbulkan bau dan mencemari permukaan tanah. Limbah berupa lumpur tinja yang
tidak dikelola dengan baik dapat mencemari air tanah yang merupakan sumber air
minum. Penggunaan tangki septik merupakan salah satu upaya efektif agar limbah tinja
tidak mencemari lingkungan. Selain ditampung di dalam tangki septik, lumpur tinja yang
mengendap idealnya dikosongkan secara regular dalam periode tiga sampai lima tahun
sekali sesuai dengan kapasitas tangki septik.
Sanitasi dan pengelolaan limbah serta pengaruhnya terhadap kesehatan telah menjadi
perhatian pemerintah Indonesia. Jumlah rumah tangga yang terlayani instalasi
pengolahan lumpur tinja merupakan salah satu sasaran pembangunan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan target sebanyak 6,50 juta rumah
tangga pada tahun 2024 (Kementerian PUPR, 2020). Pengelolaan lumpur tinja termasuk
ke dalam Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD). Dalam penyelenggaraannya,
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia
No. 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
menyebutkan jika penyelenggaraan SPALD dapat dilakukan oleh pemerintah pusat,
id
pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
o.
(BUMD), badan usaha, kelompok masyarakat, atau perorangan.
.g
ps
Pentingnya peran pemerintah dalam hal pengelolaan lumpur tinja adalah untuk
mewujudkan akses terhadap sanitasi aman yang merata di seluruh Indonesia.
.b
RPJMN 2020-2024 menyebutkan jika salah satu dari arah program percepatan
w
subsidi bagi operasional dan pemeliharaan sanitasi, serta penerapan regulasi daerah
ht
Dari data Susenas Maret 2022 diketahui bahwa sebesar 14,40 persen rumah tangga
dengan fasilitas tempat buang air besar sendiri/bersama/MCK komunal dengan tempat
pembuangan akhir tinja berupa tangki septik dikosongkan/dilakukan penyedotan dalam
lima tahun terakhir (Badan Pusat Statistik, 2022a). Selanjutnya, Gambar 3.4 menunjukkan
lebih rinci bahwa pihak yang melakukan pengosongan dengan persentase tertinggi dari
rumah tangga dengan Tempat Pembuangan Akhir Tinja (TPAT) tangki septik yang
dikosongkan/dilakukan penyedotan dalam lima tahun terakhir adalah pihak swasta
(70,22 persen), diikuti dengan anggota rumah tangga (11,80 persen), pemerintah daerah
(6,28 persen), dan perusahaan daerah (6,17 persen). Cukup rendahnya persentase
pengosongan/penyedotan tangki septik oleh pemerintah daerah menunjukkan perlunya
peningkatan layanan dan promosi yang lebih giat pada masyarakat agar dapat
memperoleh layanan pengelolaan lumpur tinja yang lebih terjangkau dan terjamin.
Gambar 3.4
Persentase Rumah Tangga dengan Tempat Pembuangan Akhir Tinja Tangki Septik
yang Dikosongkan/Dilakukan Penyedotan dalam Lima Tahun Terakhir
Menurut Pihak yang Mengosongkan/Melakukan Penyedotan dan Klasifikasi Desa, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Lokasi pembuangan lumpur tinja setelah dilakukan penyedotan menjadi penting untuk
memastikan bahwa kotoran tidak mencemari lingkungan. Hal tersebut berhubungan
dengan banyaknya penyakit yang dapat ditransfer ke tubuh manusia yang diakibatkan
oleh kotoran manusia. Pengelolaan dan pembuangan lumpur tinja dari tangki septik atau
secara langsung idealnya dibuang melalui Instalasi Pengolaan Lumpur Tinja (IPLT).
IPLT menerima dan mengolah lumpur tinja yang diangkut melalui truk tinja, agar
kemudian aman dibuang di media lingkungan.
Hasil Susenas MKP 2022 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga dengan TPAT
tangki septik yang dikosongkan/dilakukan penyedotan dalam lima tahun terakhir
dan membuang tinja hasil pengosongan/penyedotan dari tangki septik ke IPLT hanya
sebesar 23,48 persen. Sementara itu, rumah tangga di daerah perdesaan yang
membuang tinja hasil pengosongan/penyedotan dari tangki septik
ke kolam/sawah/sungai/danau/laut menunjukkan persentase yang cukup tinggi, terlebih
jika dibandingkan dengan daerah perkotaan (33,38 persen berbanding 7,65 persen).
Persentase tersebut meningkat seiring dengan makin rendahnya status ekonomi rumah
tangga (Tabel 3.12). Lebih dari seperempat rumah tangga yang ada pada status ekonomi
terendah (kuintil 1) dengan TPAT tangka septic yang dikosongkan/dilakukan penyedotan
dalam lima tahun terakhir membuang tinja hasil pengosongan
ke kolam/sawah/sungai/danau/laut.
Gambar 3.5
Persentase Rumah Tangga dengan Tempat Pembuangan Akhir Tinja Tangki Septik
yang Dikosongkan/Dilakukan Penyedotan dalam Lima Tahun Terakhir
Menurut Tempat Pembuangan Tinja dari Tangki Septik dan Klasifikasi Desa, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
id
Jawa Barat 86,89 71,25 64,04 64,05
Jawa Tengah 84,18 64,30 53,81 70,53
o.
DI Yogyakarta 83,83 57,94 51,32 58,79
Jawa Timur 86,19 73,44
.g 58,64 61,65
ps
Banten 89,94 68,22 67,47 64,80
Klasifikasi Desa
Perkotaan 85,96 71,11 59,61 64,80
Perdesaan 89,97 77,50 63,88 66,87
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 83,28 67,93 53,86 62,25
Sekolah dan Tidak Tamat
SD
SD/Sederajat 87,96 74,08 60,98 65,87
SMP/Sederajat 87,62 73,65 60,69 65,74
id
SM/Sederajat 87,56 74,32 62,46 66,68
Perguruan Tinggi 93,57 80,44 71,96 67,01
o.
.g
Status Ekonomi
Kuintil 1 84,41 68,40 55,56 61,71
ps
Kuintil 2 86,91 73,28 59,16 65,67
Kuintil 3 88,44 74,81 60,44 66,43
.b
id
DKI Jakarta 51,02 47,67 39,50 47,38
o.
Jawa Barat 52,16 46,70 39,63 39,75
Jawa Tengah 58,36 49,01 35,94 46,41
DI Yogyakarta 51,89 44,65
.g 30,04 35,00
ps
Jawa Timur 62,40 58,61 40,21 42,03
Banten 51,38 42,01 39,66 36,15
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 61,52 55,27 42,25 45,79
Perdesaan 66,44 62,01 46,07 48,57
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 54,86 51,31 36,00 41,07
Sekolah dan Tidak Tamat
SD
SD/Sederajat 61,20 56,67 41,79 45,99
id
SMP/Sederajat 65,21 58,53 43,31 47,20
o.
SM/Sederajat 66,49 59,89 46,49 49,50
Perguruan Tinggi 72,25 66,49 54,77 50,63
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 55,75 50,08 35,72 40,79
.b
id
Jawa Barat 92,73 88,78 69,14 67,32
Jawa Tengah 88,94 84,46 59,22 73,64
o.
DI Yogyakarta 89,48 81,88 57,51 65,23
Jawa Timur 85,84 83,85
.g 60,96 63,56
ps
Banten 92,59 88,69 70,65 68,82
Klasifikasi Desa
Perkotaan 89,76 85,71 63,57 67,14
Perdesaan 87,93 83,98 64,26 66,67
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 83,65 78,49 54,99 62,89
Sekolah dan Tidak Tamat
SD
SD/Sederajat 88,78 85,10 63,21 66,86
SMP/Sederajat 88,88 84,59 62,83 66,96
id
SM/Sederajat 90,16 86,32 65,60 68,54
Perguruan Tinggi 94,17 90,86 75,46 68,35
o.
.g
Status Ekonomi
Kuintil 1 84,88 79,88 57,49 62,60
ps
Kuintil 2 87,63 83,78 60,50 67,19
Kuintil 3 89,49 85,93 62,54 67,24
.b
id
DKI Jakarta 42,96 37,37 35,22 37,12
o.
Jawa Barat 38,13 35,80 32,67 31,89
Jawa Tengah 34,88 35,16 25,76 31,83
DI Yogyakarta 39,89 40,16
.g 23,90 30,18
ps
Jawa Timur 33,16 35,25 27,61 27,54
Banten 37,92 36,79 29,93 28,29
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 37,35 35,77 29,52 30,18
Perdesaan 34,22 34,76 27,75 28,65
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 30,68 30,57 23,01 25,51
SD
SD/Sederajat 33,68 34,51 27,41 28,51
id
SMP/Sederajat 35,55 34,71 27,21 28,84
o.
SM/Sederajat 38,34 36,78 30,84 31,53
Perguruan Tinggi 44,78 41,62 37,87 33,74
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 30,56 31,18 23,78 25,27
.b
id
DKI Jakarta 78,33 79,56 67,65 69,63
o.
Jawa Barat 87,06 86,06 68,63 68,33
Jawa Tengah 90,87 91,08 62,09 77,85
DI Yogyakarta 92,02 93,11
.g 62,12 70,28
ps
Jawa Timur 88,12 89,88 66,18 69,59
Banten 88,92 86,08 73,47 73,68
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 87,09 86,37 65,42 69,33
Perdesaan 90,59 90,39 68,33 71,92
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 84,67 84,81 58,92 68,43
Sekolah dan Tidak Tamat
SD
SD/Sederajat 88,71 88,63 66,07 70,84
id
SMP/Sederajat 88,85 88,09 65,64 69,85
o.
SM/Sederajat 88,76 88,01 68,22 71,29
Perguruan Tinggi 92,89 91,34 76,82 70,58
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 85,83 86,14 61,39 67,72
.b
Perusahaan
Pemerintah Daerah Anggota
Karakteristik Pihak Swasta
Daerah (PDAM/ Rumah Tangga
PD PAL)
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 6,39 6,42 72,70 8,91
Perdesaan 5,66 4,77 56,41 27,93
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
id
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
o.
Sekolah dan Tidak Tamat 4,55 5,94 65,93 21,17
SD
SD/Sederajat 6,46 4,03 .g 64,54 20,12
ps
SMP/Sederajat 5,64 6,08 66,78 16,46
.b
Status Ekonomi
Kuintil 1 5,50 4,22 61,08 23,49
w
Instalasi
Kolam/Sawah/
Pengolahan
Karakteristik Sungai/Danau/ Lainnya Tidak Tahu
Lumpur Tinja
Laut
(IPLT)
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 24,28 7,65 0,73 67,34
Perdesaan 19,01 33,38 3,32 44,29
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
id
Sekolah dan Tidak Tamat 22,46 19,85 3,51 54,19
o.
SD
.g
SD/Sederajat 21,74 19,85 1,92 56,49
SMP/Sederajat 18,66 15,03 1,36 64,95
ps
SM/Sederajat 25,52 9,10 0,67 64,71
Perguruan Tinggi 25,22 3,61 NA 70,87
.b
Status Ekonomi
w
Pemerintah Daerah
Klasifikasi Desa
Perkotaan 6,39 0,95 14,86 4,53 8,26
Perdesaan 5,66 1,62 28,681 2,47 8,84
Tingkat Pendidikan
id
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah
4,55 1,37 30,191 1,86 7,25
dan Tidak Tamat SD
.g
ps
SD/Sederajat 6,46 1,38 21,38 3,75 9,17
SMP/Sederajat 5,64 1,32 23,39 3,05 8,23
.b
Status Ekonomi
Kuintil 1 5,50 1,65 29,911 2,27 8,73
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 6,42 0,79 12,32 4,87 7,97
Perdesaan 4,77 1,32 27,651 2,18 7,35
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
5,94 2,02 33,941 1,99 9,90
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 4,03 1,13 27,891 1,83 6,24
SMP/Sederajat 6,08 1,27 20,87 3,59 8,56
id
SM/Sederajat 6,70 1,01 15,12 4,72 8,69
o.
Perguruan Tinggi 7,12 1,24 17,36 4,70 9,55
Status Ekonomi
Kuintil 1 4,22 1,49 .g 35,211 1,31 7,14
ps
Kuintil 2 4,51 1,41 31,351 1,74 7,28
.b
Pihak Swasta
Klasifikasi Desa
Perkotaan 72,70 1,72 2,36 69,33 76,07
Perdesaan 56,41 3,16 5,60 50,22 62,60
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
65,93 4,35 6,59 57,40 74,46
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 64,54 3,00 4,65 58,65 70,42
SMP/Sederajat 66,78 3,06 4,58 60,78 72,78
id
SM/Sederajat 72,30 2,02 2,79 68,34 76,27
o.
Perguruan Tinggi 75,09 2,85 3,80 69,49 80,69
Status Ekonomi
Kuintil 1 61,08 4,58 .g 7,50 52,10 70,06
ps
Kuintil 2 64,27 3,53 5,49 57,35 71,19
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 8,91 1,06 11,93 6,82 10,99
Perdesaan 27,93 2,82 10,11 22,39 33,47
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
21,17 4,03 19,03 13,27 29,08
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 20,12 2,53 12,58 15,15 25,08
SMP/Sederajat 16,46 2,50 15,18 11,56 21,36
id
SM/Sederajat 9,39 1,24 13,20 6,95 11,82
o.
Perguruan Tinggi 2,88 0,76 26,431 1,39 4,37
Status Ekonomi
Kuintil 1 23,49 3,91 .g 16,65 15,82 31,15
ps
Kuintil 2 21,57 3,06 14,21 15,56 27,58
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
Klasifikasi Desa
Perkotaan 24,28 1,72 7,08 20,91 27,65
Perdesaan 19,01 3,51 18,47 12,12 25,89
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
o.
22,46 3,78 16,83 15,04 29,87
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
21,74
18,66
2,83
2,52 .g13,03
13,51
16,19
13,71
27,30
23,61
ps
SM/Sederajat 25,52 2,19 8,58 21,22 29,81
Perguruan Tinggi 25,22 2,76 10,93 19,81 30,62
.b
w
Status Ekonomi
Kuintil 1 20,52 4,14 20,17 12,40 28,65
w
Kolam/Sawah/Sungai/Danau/Laut
Klasifikasi Desa
Perkotaan 7,65 0,93 12,18 5,82 9,48
Perdesaan 33,38 3,46 10,38 26,59 40,18
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
19,85 4,21 21,21 11,59 28,10
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 19,85 2,57 12,96 14,80 24,90
id
SMP/Sederajat 15,03 2,15 14,27 10,82 19,24
SM/Sederajat 9,10 1,13 12,37 6,89 11,31
o.
Perguruan Tinggi 3,61 0,90 24,86 1,85 5,38
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 25,41 4,32 16,99 16,94 33,88
Kuintil 2 23,58 3,29 13,95 17,13 30,04
.b
Lainnya
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,73 0,21 28,731 0,32 1,14
Perdesaan 3,32 1,24 37,281 0,89 5,75
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
3,51 1,59 45,491 0,38 6,64
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,92 0,83 43,371 0,29 3,56
id
SMP/Sederajat 1,36 0,57 42,011 0,24 2,48
SM/Sederajat 0,67 0,29 43,321 0,10 1,24
o.
Perguruan Tinggi NA NA 82,442 NA NA
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 2,89 1,40 48,561 0,14 5,64
Kuintil 2 1,93 0,89 46,171 0,18 3,69
.b
Tidak Tahu
Klasifikasi Desa
Perkotaan 67,34 1,92 2,86 63,57 71,11
Perdesaan 44,29 3,66 8,27 37,10 51,48
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
54,19 4,83 8,92 44,71 63,67
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 56,49 3,31 5,86 50,00 62,98
id
SMP/Sederajat 64,95 3,27 5,03 58,54 71,36
SM/Sederajat 64,71 2,41 3,73 59,98 69,44
o.
Perguruan Tinggi 70,87 2,82 3,99 65,33 76,42
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 51,18 5,23 10,21 40,92 61,43
Kuintil 2 55,31 3,83 6,93 47,79 62,83
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
tp
id
tangga di Papua yang memiliki akses (Badan Pusat
o.
Statistik, 2022a). Pemerataan akses terhadap air layak
.g
menjadi penting, karena penggunaan air ditambah dengan sanitasi yang buruk
ps
berhubungan dengan transmisi penyakit seperti kolera, diare, disentri, hepatitis A, tifus,
.b
dan polio, serta keracunan bahan timbal (World Health Organization, 2018).
w
Perlakuan yang dilakukan terhadap air, serta penyimpanan dan penyaluran air yang baik
w
merupakan upaya dalam rangka membuat air lebih aman untuk diminum. Perlakuan yang
w
dilakukan terhadap air sebelum diminum dapat berpengaruh positif terhadap kesehatan,
://
khususnya dalam kondisi sistem perpipaan air yang tidak tersedia, sumber air yang
s
memperoleh air, atau saat air dalam perjalanan (World Health Organization, 2016).
ht
Beberapa kebijakan dan intervensi telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan akses terhadap air minum yang merata. Peraturan Presiden RI No. 18 Tahun
2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-
2024 menyebutkan jika salah satu major project RPJMN 2020-2024 adalah akses air
minum perpipaan (sepuluh juta sambungan rumah) dalam upaya untuk meningkatkan
akses air minum layak pada tahun 2024 menjadi 100,00 persen.
Air minum dan sanitasi yang tidak layak disertai dengan praktik kebersihan yang buruk
dapat mengakibatkan penyakit diare yang merupakan penyebab tertinggi kematian
anak, khususnya pada balita (World Health Organization, 2018). Selain penyediaan air
minum layak, proses mengambil air dan pengambil air juga menjadi isu penting terhadap
kesehatan air minum. Air yang terkontaminasi saat proses pengangkutan berkontribusi
terhadap penyakit yang disebabkan oleh air misalnya hepatitis A dan E, kolera, tifus, dan
poliomyelitis (Rosa & Clasen, 2010). Pengambil air yang dipergunakan untuk untuk
minum pada rumah tangga juga menjadi pembahasan karena beberapa konsekuensi
yang harus ditanggung ketika air diangkut oleh wanita atau oleh anak-anak dalam jarak
yang jauh atau membutuhkan waktu yang lama.
Pada daerah dengan kualitas fisik air yang kurang baik, terdapat beberapa upaya yang
dapat dilakukan oleh rumah tangga agar air lebih aman untuk diminum. Upaya tersebut
terdiri dari yang paling sederhana seperti mengendapkan air, sampai dengan
menggunakan saringan air modern. Data mengenai penyediaan air pada rumah tangga
mulai dari siapa yang mengambil air, perilaku terhadap air, dan media untuk mengakses
air dikumpulkan untuk melihat intervensi apa yang dapat diberikan pada level rumah
tangga. Data yang dikumpulkan dari Susenas MKP 2022 mengenai penyediaan air minum
rumah tangga merupakan pelengkap dari data Susenas Maret 2022.
Mengangkut air dapat memengaruhi kesehatan si pembawa air. Pada kasus daerah
dengan keterbatasan air, wanita dan anak-anak seringkali menanggung risiko yang tinggi
id
karena mereka menjadi pihak yang bertanggung jawab sebagai pengambil air
o.
(UNICEF, 2021). Penelitian di Afrika menunjukkan jika anak yang membawa air
.g
meningkatkan kecenderungan untuk menjadi diare dan penurunan status gizi.
ps
Sementara itu, Ibu yang mengambil air dalam waktu yang lama dan terus menerus
.b
Dalam Susenas MKP 2022, pertanyaan mengenai pengambil air untuk keperluan rumah
://
tangga ditanyakan pada rumah tangga dengan sumber/fasilitas air minum yang berlokasi
s
tp
di luar kawasan pagar rumah. Gambar 4.1 menunjukkan jika pengambil air untuk
ht
keperluan rumah tangga mayoritas berusia 15 tahun ke atas. Pengambil air untuk
keperluan rumah tangga yang berusia di bawah 15 tahun persentasenya lebih tinggi di
daerah perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan. Selanjutnya jika dilihat menurut
jenis kelamin lebih banyak laki-laki yang menjadi pengambil air minum dibandingkan
dengan perempuan (Tabel 4.2). Data tersebut menunjukkan informasi awal mengenai
pengambil air, untuk menentukan efek mengambil air terjadap kesehatan diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai seberapa air yang diambil dan seberapa jauh jarak
pengambilan air dari sumber ke rumah tangga.
Gambar 4.1
Persentase Rumah Tangga dengan Lokasi Sumber/Fasilitas Air Minum di Luar Kawasan Pagar Rumah
Menurut Kelompok Umur Pengambil Air Minum untuk Keperluan Rumah Tangga, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
Layak Konsumsi, yaitu memenuhi syarat fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Data hasil
Susenas Maret 2022 menunjukkan jika sekitar 90 persen sumber air utama untuk minum
baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan telah memenuhi syarat fisik (tidak keruh,
tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa, dan tidak berbau) (Badan Pusat Statistik,
2022a). Walaupun kondisi fisik air minum menunjukkan ciri-ciri fisik yang baik, namun air
minum belum tentu terbebas dari kontaminasi unsur-unsur yang membahayakan.
Upaya perlakuan terhadap air yang dikonsumsi pada level rumah tangga dapat
mengurangi risiko penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi saat pengangkutan air,
transportasi, penggunaan di rumah, dan penurunan kualitas air. Terlebih lagi, perlakuan
terhadap air minum oleh rumah tangga disarankan untuk dilakukan pada kondisi rumah
tangga yang memiliki akses terhadap air, namun air tersebut memiliki kualitas
mikrobiologis yang tidak menentu.
Penelitian di India menunjukkan jika cara penyimpanan air saja dapat secara signifikan
mengurangi penyakit diare (Ercumen et al., 2015). Perlakuan terhadap air juga merupakan
tindakan yang cost effective untuk pencegahan penyakit dan telah disarankan oleh
World Health Organization khususnya pada rumah tangga yang belum dapat mengakses
air minum perpipaan (World Health Organization, 2018). Mengidentifikasi populasi yang
melakukan upaya perlakuan pada air minum dengan menggunakan cara yang efektif
secara mikrobiologis dapat membantu pemerintah untuk menargetkan intervensi efektif
yang berkaitan dengan air minum, menyediakan sarana perpipaan, meningkatkan
pasokan air, serta menunjukkan wilayah yang memerlukan informasi mengenai
pentingnya upaya perlakuan terhadap air minum.
Gambar 4.2 menunjukkan jika merebus/memasak air hingga mendidih (83,33 persen),
diikuti dengan membiarkan air sampai mengendap (26,65 persen), dan menyaring
dengan kain (6,76 persen) merupakan tiga upaya yang dilakukan rumah tangga supaya
air lebih aman untuk diminum dengan persentase tertinggi. Lebih dari 85 persen rumah
tangga di perdesaan merebus/memasak air hingga mendidih agar lebih aman untuk
diminum, sementara di perkotaan sekitar 82 persen (Tabel 4.3). Merebus air merupakan
upaya yang relatif mudah dan terjangkau untuk membuat air lebih aman untuk diminum.
id
Penelitian pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menyebutkan jika
o.
merebus air merupakan tindakan yang efektif secara mikrobiologis untuk membuat air
lebih aman untuk diminum (Rosa & Clasen, 2010) .g
ps
Gambar 4.2
.b
id
mengonsumsi air yang tidak dilakukan perlakuan atau upaya tersebut hanya berlaku
untuk keperluan minum anggota rumah tangga tertentu, misalkan anak-anak
o.
(Rosa & Clasen, 2010).
.g
ps
4.3 Media untuk Mengakses Sumber Air
.b
Media yang digunakan untuk menyalurkan air baku menuju rumah berpengaruh
w
terhadap kontaminasi organisme yang dapat menjadi sumber penyakit. Media untuk
w
mengakses air minum juga berhubungan dengan rumah tangga yang menggunakan
w
saluran perpipaan untuk mengakses air minum dan air mandi/cuci/dll. pada level rumah
://
tangga. Secara umum, air minum perpipaan dianggap ideal jika dibandingkan dengan
s
sumber air minum lainnya, walaupun perpipaan dapat juga mengalami kontaminasi
tp
(Apanga et al., 2021). Dalam upaya penyediaan akses air minum aman yang merata di
ht
seluruh Indonesia, arah dan strategi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia yang disebutkan dalam RPJMN 2020-2024 adalah penyadaran masyarakat
untuk mengakses layanan perpipaan, menggunakan air minum bukan jaringan perpipaan
yang terlindungi secara swadaya, serta menerapkan pengelolaan air minum aman dalam
rumah tangga. Sementara akses air minum perpipaan (sepuluh juta sambungan rumah)
merupakan proyek prioritas untuk mendukung penyediaan akses air minum dan sanitasi
yang layak dan aman.
Gambar 4.3
Persentase Rumah Tangga Menurut Kegunaan Air dan Media Utama
yang Digunakan Rumah Tangga untuk Mengakses Sumber Air, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
://
Data Susenas MKP 2022 menunjukkan bahwa sebesar 46,89 persen rumah tangga
menggunakan media utama perpipaan untuk mengakses sumber air minum, sementara
ht
untuk mengakses air untuk mandi/cuci/dll. sebesar 84,94 persen (Gambar 4.3).
Jika dilihat menurut provinsi, Papua merupakan provinsi dengan persentase terendah
rumah tangga yang menggunakan media perpipaan untuk mengakses air, baik untuk
minum maupun air untuk mandi/cuci/ dll. Sementara itu, provinsi dengan persentase
tertinggi rumah tangga yang menggunakan media utama perpipaan untuk mengakses
sumber air minum adalah Bengkulu dan untuk air mandi/cuci/dll. adalah Bali. Meskipun
penggunaan air minum perpipaan belum menghilangkan risiko kesehatan, namun
pemerataan penggunaan air perpipaan di Indonesia perlu terus ditingkatkan agar akses
terhadap air minum layak dapat merata di seluruh wilayah Indonesia dan risiko kesehatan
dari penggunaan air minum tidak layak dapat ditekan.
Persentase rumah tangga yang menggunakan media perpipaan untuk mengakses air
yang digunakan untuk minum terlihat lebih tinggi di daerah perdesaan, sebaliknya
persentase rumah tangga yang menggunakan media perpipaan untuk mengakses
air mandi/cuci/dll. lebih tinggi di perkotaan. Hal tersebut kemungkinan berhubungan
dengan banyaknya rumah tangga di daerah perkotaan yang menggunakan air kemasan
atau air isi ulang sebagai sumber air minumnya, namun pada dasarnya mereka telah
memiliki sambungan perpipaan untuk air yang digunakan untuk mandi/cuci/dll.
Persentase rumah tangga yang menggunakan media perpipaan untuk mengakses air
yang digunakan untuk mandi/cuci/ dll. terlihat lebih tinggi pada status ekonomi yang
lebih tinggi. Persentase juga meningkat seiring dengan tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan KRT yang makin tinggi (Tabel 4.5).
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Tabel 4.1
Persentase Rumah Tangga dengan Lokasi Sumber/Fasilitas Air Minum di Luar Kawasan Pagar Rumah
Menurut Karakteristik dan Kelompok Umur Pengambil Air Minum untuk Keperluan Rumah Tangga,
2022
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,53 99,47
Perdesaan 0,27 99,73
id
SM/Sederajat 0,50 99,50
o.
Perguruan Tinggi NA 99,28
Status Ekonomi
Kuintil 1 0,27 .g 99,73
ps
Kuintil 2 0,25 99,75
Kuintil 3 0,37 99,63
.b
Kuinitl 5 NA 99,28
w
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 93,44 NA 85,15 14,85
Perdesaan 58,94 41,06 86,41 13,59
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 56,86 43,14 69,77 30,23
id
Sekolah dan Tidak Tamat
SD
o.
SD/Sederajat 80,62 NA 84,41 15,59
SMP/Sederajat 77,36 NA
.g 88,79 11,21
ps
SM/Sederajat 98,96 NA 88,87 11,13
Perguruan Tinggi 94,65 NA 89,05 10,95
.b
Status Ekonomi
w
Menyaring
Menggunakan
Membiarkan dengan Filter
Menyaring Filter Modern
Karakteristik Sampai Air Tradisional
dengan Kain (Keramik,
Mengendap (Ijuk, Pasir,
Bio-Sand, Dll.)
Dll.)
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 22,38 5,04 1,17 3,00
Perdesaan 32,48 9,10 1,19 1,15
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 32,24 7,48 0,89 0,92
id
Sekolah dan Tidak Tamat
o.
SD
SD/Sederajat 29,60 7,61 1,09 1,21
SMP/Sederajat 25,75 6,75
.g 1,11 1,98
ps
SM/Sederajat 23,31 6,01 1,31 2,83
Perguruan Tinggi 21,15 5,40 1,56 5,70
.b
Status Ekonomi
w
Menambah
Menjemur di Bawah Merebus/
Penjernih
Karakteristik Sinar Matahari Memasak Hingga
(Tawas/Klorin/
(Solar Disinfectant) Mendidih
Disinfectant)
(1) (6) (7) (8)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,62 0,60 81,85
Perdesaan 0,86 0,85 85,35
id
Perguruan Tinggi 0,99 0,89 78,43
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 0,33 0,57 87,43
Kuintil 2 0,79
.g 0,65 85,46
ps
Kuintil 3 0,72 0,68 84,13
Kuintil 4 0,64 0,62 83,02
.b
id
DKI Jakarta 16,49 90,14
Jawa Barat 44,90 87,19
o.
Jawa Tengah 60,24 89,92
DI Yogyakarta
Jawa Timur
64,70
56,35 .g 89,97
90,22
ps
Banten 30,68 79,00
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 39,31 0,21 0,57
Perdesaan 57,22 0,49 1,65
id
SM/Sederajat 39,00 0,22 0,69
o.
Perguruan Tinggi 32,05 NA 0,51
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 60,84 0,67 1,95
Kuintil 2 54,64 0,44 1,27
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,19 58,49 0,22
Perdesaan 1,11 39,09 0,43
id
Status Ekonomi
o.
Kuintil 1 1,59 34,45 0,50
.g
Kuintil 2 1,30 42,12 0,22
Kuintil 3 1,34 46,62 0,35
ps
Kuintil 4 0,90 53,72 0,30
Kuinitl 5 0,84 66,90 0,23
.b
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 88,80 0,32 0,66
Perdesaan 79,68 0,47 1,58
id
Status Ekonomi
o.
Kuintil 1 79,10 0,67 1,89
.g
Kuintil 2 83,62 0,42 1,10
Kuintil 3 84,32 0,37 1,05
ps
Kuintil 4 86,56 0,24 0,72
Kuinitl 5 88,96 0,29 0,72
.b
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,29 8,52 0,41
Perdesaan 1,14 16,53 0,60
id
Status Ekonomi
o.
Kuintil 1 1,47 16,30 0,56
.g
Kuintil 2 1,28 13,22 0,35
Kuintil 3 1,30 12,39 0,57
ps
Kuintil 4 1,03 10,90 0,55
Kuinitl 5 1,12 8,47 0,44
.b
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,53 0,21 39,911 0,12 0,94
Perdesaan 0,27 0,06 21,88 0,15 0,38
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,60
o.
0,20 32,911 0,21 0,99
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
0,27
0,25
0,07
0,09 .g 24,51
36,181
0,14
0,07
0,40
0,43
ps
SM/Sederajat 0,50 0,24 48,831 0,02 0,98
Perguruan Tinggi NA NA 50,742 NA NA
.b
w
Status Ekonomi
Kuintil 1 0,27 0,13 48,221 0,01 0,52
w
15 Tahun ke Atas
Klasifikasi Desa
Perkotaan 99,47 0,21 0,21 99,06 99,88
Perdesaan 99,73 0,06 0,06 99,62 99,85
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
99,40 0,20 0,20 99,01 99,79
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 99,73 0,07 0,07 99,60 99,86
id
SMP/Sederajat 99,75 0,09 0,09 99,57 99,93
SM/Sederajat 99,50 0,24 0,25 99,02 99,98
o.
Perguruan Tinggi 99,28 0,37 0,37 98,55 100,00
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 99,73 0,13 0,13 99,48 99,99
Kuintil 2 99,75 0,09 0,09 99,58 99,93
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
tp
Klasifikasi Desa
Perkotaan 93,44 3,91 4,19 85,54 101,34
Perdesaan 58,94 8,08 13,71 42,63 75,26
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 56,86 11,94 20,99 32,77 80,94
o.
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
80,62
77,36
10,40
13,11 .g 12,90
16,94
59,64
50,91
101,61
103,81
ps
SM/Sederajat 98,96 1,14 1,15 96,66 101,25
Perguruan Tinggi 94,65 3,60 3,81 87,38 101,91
.b
w
Status Ekonomi
Kuintil 1 78,95 13,69 17,34 51,31 106,58
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan NA NA 59,652 NA NA
Perdesaan 41,06 8,08 19,69 24,74 57,37
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 43,14 11,94 27,672 19,06 67,23
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat NA NA 53,672 NA NA
id
SMP/Sederajat NA NA 57,892 NA NA
SM/Sederajat NA NA 109,172 NA NA
o.
Perguruan Tinggi NA NA 67,272 NA NA
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 NA NA 65,052 NA NA
Kuintil 2 3,31 1,15 34,701 0,99 5,63
.b
Kuintil 3 NA NA 97,662 NA NA
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 85,15 0,41 0,48 84,36 85,95
Perdesaan 86,41 0,38 0,44 85,66 87,15
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 69,77 1,05 1,50 67,72 71,82
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 84,41 0,60 0,72 83,22 85,59
id
SMP/Sederajat 88,79 0,59 0,66 87,64 89,94
SM/Sederajat 88,87 0,46 0,52 87,97 89,77
o.
Perguruan Tinggi 89,05 0,67 0,76 87,73 90,36
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 87,04 0,75 0,86 85,58 88,51
Kuintil 2 86,82 0,66 0,77 85,52 88,12
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 14,85 0,41 2,73 14,05 15,64
Perdesaan 13,59 0,38 2,79 12,85 14,34
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 30,23 1,05 3,46 28,18 32,28
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 15,59 0,60 3,88 14,41 16,78
id
SMP/Sederajat 11,21 0,59 5,23 10,06 12,36
SM/Sederajat 11,13 0,46 4,14 10,23 12,03
o.
Perguruan Tinggi 10,95 0,67 6,14 9,64 12,27
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 12,96 0,75 5,76 11,49 14,42
Kuintil 2 13,18 0,66 5,04 11,88 14,48
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
tp
Klasifikasi Desa
Perkotaan 22,38 0,78 3,47 20,85 23,90
Perdesaan 32,48 0,75 2,31 31,00 33,95
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 32,24 0,95 2,95 30,38 34,10
id
dan Tidak Tamat SD
o.
SD/Sederajat 29,60 0,76 2,58 28,10 31,10
SMP/Sederajat 25,75 0,74 2,89 24,29 27,21
SM/Sederajat 23,31 0,66
.g 2,83 22,02 24,61
ps
Perguruan Tinggi 21,15 0,89 4,21 19,40 22,90
.b
Status Ekonomi
Kuintil 1 31,28 1,03 3,30 29,26 33,30
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 5,04 0,38 7,58 4,29 5,79
Perdesaan 9,10 0,43 4,74 8,25 9,94
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 7,48 0,45 6,05 6,59 8,36
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 7,61 0,41 5,38 6,81 8,41
id
SMP/Sederajat 6,75 0,38 5,60 6,01 7,49
SM/Sederajat 6,01 0,37 6,21 5,28 6,74
o.
Perguruan Tinggi 5,40 0,44 8,13 4,54 6,26
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 8,03 0,51 6,34 7,03 9,03
Kuintil 2 7,42 0,46 6,15 6,53 8,32
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,17 0,15 12,77 0,87 1,46
Perdesaan 1,19 0,12 10,42 0,95 1,43
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,89 0,14 15,72 0,62 1,16
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,09 0,13 11,65 0,84 1,34
id
SMP/Sederajat 1,11 0,15 13,86 0,81 1,42
SM/Sederajat 1,31 0,15 11,07 1,03 1,60
o.
Perguruan Tinggi 1,56 0,34 21,50 0,90 2,22
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,94 0,14 14,86 0,66 1,21
Kuintil 2 1,11 0,15 13,58 0,81 1,40
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,00 0,26 8,72 2,49 3,51
Perdesaan 1,15 0,13 11,56 0,89 1,41
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,92 0,23 24,81 0,47 1,37
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,21 0,14 11,63 0,93 1,48
id
SMP/Sederajat 1,98 0,28 14,34 1,43 2,54
SM/Sederajat 2,83 0,23 8,26 2,37 3,29
o.
Perguruan Tinggi 5,70 0,60 10,45 4,53 6,86
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,87 0,17 20,04 0,53 1,21
Kuintil 2 1,18 0,16 13,76 0,86 1,49
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,62 0,10 15,88 0,43 0,81
Perdesaan 0,86 0,11 13,17 0,64 1,08
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,71 0,13 18,25 0,46 0,97
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,71 0,09 12,60 0,54 0,89
id
SMP/Sederajat 0,73 0,12 15,91 0,50 0,95
SM/Sederajat 0,64 0,09 14,50 0,46 0,83
o.
Perguruan Tinggi 0,99 0,35 34,881 0,31 1,67
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,33 0,06 17,55 0,22 0,45
Kuintil 2 0,79 0,15 18,71 0,50 1,08
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,60 0,11 17,50 0,40 0,81
Perdesaan 0,85 0,13 15,08 0,60 1,10
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,76 0,15 20,17 0,46 1,06
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,64 0,10 15,85 0,44 0,84
id
SMP/Sederajat 0,65 0,12 19,07 0,41 0,90
SM/Sederajat 0,72 0,11 14,65 0,51 0,93
o.
Perguruan Tinggi 0,89 0,20 22,83 0,49 1,28
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,57 0,12 20,58 0,34 0,80
Kuintil 2 0,65 0,13 19,44 0,40 0,90
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 81,85 0,58 0,71 80,70 82,99
Perdesaan 85,35 0,49 0,58 84,38 86,32
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 86,04 0,67 0,78 84,72 87,35
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 86,35 0,48 0,56 85,40 87,29
id
SMP/Sederajat 82,76 0,58 0,70 81,62 83,90
SM/Sederajat 80,96 0,55 0,68 79,88 82,04
o.
Perguruan Tinggi 78,43 0,85 1,09 76,76 80,11
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 87,43 0,65 0,74 86,16 88,70
Kuintil 2 85,46 0,60 0,70 84,30 86,63
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
Klasifikasi Desa
Perkotaan 39,31 0,82 2,08 37,70 40,91
Perdesaan 57,22 0,71 1,23 55,84 58,61
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 56,44 0,91 1,61 54,66 58,22
id
dan Tidak Tamat SD
o.
SD/Sederajat 55,10 0,77 1,39 53,60 56,60
SMP/Sederajat 46,80 0,80 1,71 45,23 48,36
SM/Sederajat 39,00 0,69
.g 1,77 37,64 40,35
ps
Perguruan Tinggi 32,05 0,90 2,80 30,30 33,81
.b
Status Ekonomi
Kuintil 1 60,84 0,99 1,62 58,91 62,78
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,21 0,06 26,821 0,10 0,33
Perdesaan 0,49 0,09 18,49 0,31 0,67
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,60 0,14 23,19 0,32 0,87
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,39 0,09 22,33 0,22 0,55
id
SMP/Sederajat 0,37 0,09 23,80 0,20 0,54
SM/Sederajat 0,22 0,05 24,53 0,11 0,32
o.
Perguruan Tinggi NA 0,03 51,322 0,00 0,13
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,67 0,19 28,051 0,30 1,04
Kuintil 2 0,44 0,09 20,68 0,26 0,62
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,57 0,11 18,91 0,36 0,78
Perdesaan 1,65 0,18 10,84 1,30 2,00
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 1,15 0,16 14,16 0,83 1,47
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,56 0,18 11,37 1,21 1,90
id
SMP/Sederajat 0,88 0,14 15,70 0,61 1,14
SM/Sederajat 0,69 0,09 13,74 0,50 0,87
o.
Perguruan Tinggi 0,51 0,13 26,121 0,25 0,78
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 1,95 0,30 15,37 1,36 2,54
Kuintil 2 1,27 0,15 12,03 0,97 1,57
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,19 0,19 16,14 0,82 1,57
Perdesaan 1,11 0,15 13,29 0,82 1,40
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 1,26 0,20 16,06 0,86 1,65
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,44 0,19 12,99 1,07 1,81
id
SMP/Sederajat 1,07 0,17 15,58 0,75 1,40
SM/Sederajat 1,05 0,17 15,89 0,72 1,37
o.
Perguruan Tinggi 0,67 0,15 21,88 0,38 0,96
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 1,59 0,33 20,54 0,95 2,23
Kuintil 2 1,30 0,21 16,13 0,89 1,71
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 58,49 0,83 1,42 56,86 60,13
Perdesaan 39,09 0,70 1,78 37,73 40,45
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 40,04 0,91 2,27 38,26 41,82
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 41,16 0,76 1,85 39,66 42,65
id
SMP/Sederajat 50,58 0,81 1,59 49,00 52,16
SM/Sederajat 58,83 0,70 1,20 57,45 60,22
o.
Perguruan Tinggi 66,55 0,91 1,37 64,76 68,34
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 34,45 0,93 2,69 32,64 36,27
Kuintil 2 42,12 0,86 2,03 40,44 43,80
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,22 0,05 21,06 0,13 0,32
Perdesaan 0,43 0,08 19,49 0,27 0,60
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,51 0,11 20,56 0,31 0,72
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,36 0,07 20,22 0,22 0,51
id
SMP/Sederajat 0,31 0,08 26,661 0,15 0,47
SM/Sederajat 0,22 0,05 23,87 0,12 0,32
o.
Perguruan Tinggi 0,15 0,04 28,141 0,07 0,23
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,50 0,10 20,18 0,30 0,69
Kuintil 2 0,22 0,06 24,96 0,11 0,34
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 88,80 0,57 0,64 87,69 89,91
Perdesaan 79,68 0,55 0,68 78,61 80,75
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 77,77 0,73 0,94 76,34 79,21
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 82,59 0,56 0,67 81,50 83,68
id
SMP/Sederajat 85,22 0,60 0,70 84,04 86,39
SM/Sederajat 88,59 0,49 0,55 87,63 89,55
o.
Perguruan Tinggi 91,14 0,60 0,66 89,95 92,32
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 79,10 0,83 1,05 77,47 80,72
Kuintil 2 83,62 0,58 0,70 82,48 84,76
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,32 0,07 22,40 0,18 0,46
Perdesaan 0,47 0,09 18,77 0,30 0,64
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,64 0,15 23,80 0,34 0,94
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,41 0,09 21,10 0,24 0,58
id
SMP/Sederajat 0,40 0,09 23,52 0,22 0,58
SM/Sederajat 0,26 0,06 22,06 0,15 0,38
o.
Perguruan Tinggi 0,24 0,10 41,001 0,05 0,44
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,67 0,19 28,041 0,30 1,04
Kuintil 2 0,42 0,09 21,27 0,25 0,60
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,66 0,12 17,60 0,43 0,88
Perdesaan 1,58 0,18 11,22 1,23 1,93
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 1,00 0,15 15,12 0,71 1,30
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,59 0,18 11,35 1,24 1,95
id
SMP/Sederajat 0,95 0,15 16,24 0,65 1,25
SM/Sederajat 0,76 0,11 14,10 0,55 0,97
o.
Perguruan Tinggi 0,53 0,14 26,261 0,26 0,80
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 1,89 0,32 16,65 1,28 2,51
Kuintil 2 1,10 0,14 12,66 0,82 1,37
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,29 0,22 17,28 0,85 1,73
Perdesaan 1,14 0,15 13,44 0,84 1,43
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 1,17 0,22 19,10 0,73 1,61
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,38 0,17 12,41 1,04 1,71
id
SMP/Sederajat 1,22 0,23 18,91 0,77 1,67
SM/Sederajat 1,14 0,20 17,80 0,74 1,54
o.
Perguruan Tinggi 1,12 0,30 26,571 0,54 1,70
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 1,47 0,40 27,381 0,68 2,26
Kuintil 2 1,28 0,21 16,49 0,87 1,69
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 8,52 0,48 5,69 7,57 9,47
Perdesaan 16,53 0,48 2,89 15,59 17,46
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 18,74 0,67 3,57 17,43 20,05
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 13,46 0,49 3,63 12,51 14,42
id
SMP/Sederajat 11,75 0,51 4,36 10,74 12,75
SM/Sederajat 8,90 0,41 4,65 8,09 9,71
o.
Perguruan Tinggi 6,48 0,48 7,37 5,55 7,42
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 16,30 0,65 4,01 15,02 17,59
Kuintil 2 13,22 0,52 3,93 12,20 14,24
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,41 0,08 19,84 0,25 0,57
Perdesaan 0,60 0,11 17,74 0,39 0,81
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah 0,67 0,13 19,51 0,41 0,92
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,56 0,10 17,70 0,37 0,76
id
SMP/Sederajat 0,47 0,10 22,09 0,27 0,67
SM/Sederajat 0,35 0,08 23,83 0,19 0,51
o.
Perguruan Tinggi 0,49 0,17 34,281 0,16 0,81
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,56 0,11 19,58 0,34 0,77
Kuintil 2 0,35 0,08 22,24 0,20 0,51
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
tp
id
bencana di lingkungan sekitar rumah. Rumah yang
o.
berlokasi di wilayah permukiman dengan risiko tinggi
.g
dapat memengaruhi keamanan penghuni rumah.
ps
Begitu pula, rumah dengan jalan akses masuk yang sulit serta sering terjadi bencana juga
akan memengaruhi kenyamanan penghuninya. Sebagai contoh, permukiman yang
.b
terletak dekat dengan daerah gunung berapi akan menyebabkan kerentanan yang tinggi,
w
karena adanya kemungkinan terjadi gempa dan erupsi. Erupsi gunung berapi dapat
w
berapi.
s
tp
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
ht
Tujuan 11 dari Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menjadikan kota dan
pemukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Untuk memantau tujuan
tersebut, perlu dilakukan identifikasi dan penghitungan proporsi populasi yang hidup di
daerah kumuh, permukiman informal, dan mereka yang tinggal di perumahan yang tidak
memadai untuk kemudian dapat disusun kebijakan yang tepat. Salah satu dari tujuh
kriteria rumah tangga kumuh menurut United Nations Human Settlements Programme
(UN Habitat) adalah kurangnya daya tahan rumah.
Rumah dianggap memiliki daya tahan yang baik apabila dibangun di lokasi yang tidak
berbahaya dan memiliki struktur permanen. Kriteria lokasi rumah yang tidak berbahaya
meliputi hunian tidak terletak di atau dekat limbah beracun, hunian tidak berlokasi di
dataran banjir, hunian tidak berlokasi di lereng yang curam, hunian tidak berlokasi di
jalan yang berbahaya seperti di dekat rel kereta api, jalan tol, bandara, dan saluran listrik.
id
Melalui Susenas MKP 2022 dikumpulkan informasi mengenai letak atau lokasi rumah
o.
pada lokasi-lokasi yang dinilai berbahaya, seperti di bawah kabel listrik Saluran Udara
.g
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dalam radius satu kilometer dari Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) sampah, dalam radius dua kilometer dari pabrik berpolusi, di pinggir rel
ps
kereta api kurang dari 15 meter, di tepian/atas sungai/danau/laut, dan di sekitar jalur
.b
Lokasi rumah di bawah kabel listrik SUTET dapat berdampak buruk terdapat kesehatan.
w
Penelitian Draper et al. (2005) menemukan jika secara statistik, terdapat hubungan antara
://
leukemia anak-anak dan letak rumah yang dekat dengan saluran listrik tegangan tinggi.
s
Selain itu, Anies (2004) juga menemukan bahwa pajanan medan elektromagnetik SUTET
tp
Rumah tangga yang tinggal di dekat TPA sampah mengalami dampak buruk dari segi
kesehatan. Sampah .yang menumpuk mengakibatkan polusi udara dan dapat
mengganggu warga yang tinggal di sekitar dengan bau yang menyengat. Tumpukan
sampah juga dapat mencemari tanah dan menyebabkan air tanah menjadi tercemar yang
apabila dikonsumsi dapat berdampak buruk, baik dalam jangka pendek maupun
panjang. Tamod dalam Walid et al. (2020) menemukan sampah kota yang ditimbun di
TPA berpotensi menyebabkan pencemaran, baik pencemaran air permukaan maupun air
tanah karena adanya air lindi. Air lindi adalah cairan yang timbul dari hasil dekomposisi
biologis sampah yang mengalami pelarutan akibat masuknya air ekstrenal ke dalam
timbunan sampah. Secara nasional, persentase rumah tangga yang tinggal di dekat TPA
sampah sangat kecil (Gambar 5.1).
Gambar 5.1
Persentase Rumah Tangga Menurut Letak/Lokasi Rumah dan Klasifikasi Desa, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
id
ialah di pinggir rel kereta api. Meskipun secara nasional persentase rumah tangga yang
o.
menempati rumah di pinggir rel kereta api kecil (Gambar 5.1), hal ini tetap perlu menjadi
.g
perhatian. Kereta api yang melintas menimbulkan getaran, yang dalam jangka panjang
dapat berisiko pada kerusakan bangunan rumah. Kereta api juga mengeluarkan suara
ps
bising yang mengganggu dan apabila terdengar secara terus menerus dapat
.b
membahayakan kesehatan telinga. Penelitian yang dilakukan oleh Novi (2015) juga
w
menemukan tingkat kebisingan kereta api berpengaruh terhadap tekanan darah ibu
w
rumah tangga yang tinggal di daerah sekitar rel kereta api. Pemerintah telah mengatur
w
terkait jarak aman tempat tinggal dari rel kereta api sebesar 15 meter, merujuk pada
://
Selanjutnya, lokasi yang dinilai rawan atau berbahaya untuk dijadikan permukiman
ht
adalah di sekitar jalur landasan pesawat terbang. Lalu lintas pesawat menimbulkan suara
bising dan menjadi polusi udara bagi rumah tangga yang tinggal di sekitar landasan
pesawat terbang. Penelitian Jarup et al. (2015) menemukan risiko hipertensi yang
belebihan terkait dengan paparan kebisingan jangka panjang, terutama yang disebabkan
kebisingan pesawat terbang di malam hari dan kebisingan lalu lintas jalanan setiap hari.
Hasil Susenas MKP 2022 menunjukkan persentase rumah tangga yang tinggal di sekitar
jalur landasan pesawat terbang jauh lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan di
daerah perdesaan. Hal ini dapat terjadi karena umumnya di Indonesia bandara berada di
daerah perkotaan. Sementara itu, meskipun berisiko terkena banjir, namun masih
terdapat rumah tangga yang tinggal di tepian/atas sungai/danau/laut. Persentase rumah
tangga yang tinggal di tepian/atas sungai/danau/laut lebih tinggi di daerah perdesaan
dibandingkan di perkotaan (Gambar 5.1).
Keberadaan jalan di depan rumah merupakan salah satu pertimbangan rumah tangga
untuk membangun atau membeli rumah. Jalan merupakan prasarana transportasi darat,
tempat melintas bagi orang dan kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun roda
empat. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
menyebutkan bahwa lebar jalan lingkungan sekunder minimal adalah dua meter dari tepi
badan jalan.
Pada publikasi ini, persentase rumah tangga menurut lebar jalan di depan rumah
disajikan dengan lima kategori, yaitu 0,00-1,90, 2,00-3,90 meter, 4,00-5,90 meter, enam
meter ke atas, dan tidak relevan. Tidak relevan mengacu pada rumah terapung yang
benar-benar hanya dihubungkan oleh sungai antara daratan menuju rumah. Hasil
Susenas MKP 2022 pada Tabel 5.3 menunjukkan mayoritas lebar jalan di depan rumah
adalah sebesar 2,00-3,90 meter (46,54 persen). Tabel tersebut juga memperlihatkan jika
persentase rumah tangga dengan lebar jalan 0,00-1,90 meter lebih tinggi di daerah
perkotaan dibandingkan di daerah perdesaan. Sebaliknya, rumah tangga dengan lebar
jalan di depan rumah enam meter atau lebih persentasenya lebih tinggi di daerah
perdesaan dibandingkan dengan perkotaan. Lebar jalan kurang dari satu meter dapat
id
mengindikasikan wilayah yang padat dengan jalan berupa gang yang banyak terdapat di
o.
daerah perkotaan.
.g
ps
Gambar 5.2
Persentase Rumah Tangga Menurut Lebar Jalan di Depan Rumah dan Status Ekonomi, 2022
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten merupakan
tiga provinsi dengan persentase rumah tangga dengan lebar jalan di depan rumah
selebar 0,00-1,90 meter tertinggi di Indonesia. Pada Provinsi Jawa Barat, lebih dari
separuh rumah tangga memiliki jalan di sekitar rumah dengan lebar 0,00-1,90 meter
(51,72 persen). Pemilihan lokasi dan wilayah permukiman yang ditempati tidak terlepas
dari status ekonomi rumah tangga. Gambar 5.2 menunjukkan seiring dengan
meningkatnya status ekonomi rumah tangga, persentase rumah tangga dengan lebar
jalan di depan rumah 0,00-1,90 meter makin kecil. Sebaliknya, persentase rumah tangga
dengan lebar jalan di depan rumah 4,00-5,90 meter dan enam meter ke atas meningkat
seiring dengan makin tingginya status ekonomi rumah tangga.
Selain lebar jalan, jenis permukaan jalan di depan rumah juga menentukan kenyamanan
anggota rumah tangga dilihat melalui akses dari dan ke rumah. Pada Gambar 5.3,
dapat dilihat bahwa secara nasional, persentase rumah tangga di Indonesia dengan jenis
jalan di depan rumah berupa aspal sebesar 37,29 persen, sementara dengan beton
sebesar 22,43 persen. Sebaliknya, masih terdapat 14,62 persen rumah tangga dengan
jalan di depan rumah berupa tanah. Menurut klasifikasi desa, persentase rumah dengan
jenis permukaan jalan di depan rumah berupa aspal dan paving block di daerah
perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Sementara itu, di daerah perdesaan jenis
id
permukaan jalan di depan rumah berupa beton, diperkeras (kerikil, batu, dll.), dan tanah
o.
lebih umum ditemui, tercermin dari persentasenya yang lebih besar dibandingkan
dengan di perkotaan. .g
ps
Gambar 5.3
.b
Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Permukaan Jalan di Depan Rumah dan Klasifikasi Desa, 2022
w
w
w
s ://
tp
ht
Tabel 5.1
Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Permukaan Jalan di Depan Rumah
dan Kondisi Mayoritas Kualitas Jalan di Depan Rumah, 2022
id
Paving Block 14,98 5,24
o.
Diperkeras (kerikil, Batu, dll.) 7,79 22,20
Tanah 2,57 41,21
Lainnya 1,65
.g 0,95
ps
Total 100,00 100,00
.b
Selanjutnya, persentase rumah tangga menurut provinsi dan kondisi mayoritas kualitas
w
permukaan jalan di depan rumah dapat dilihat pada Tabel 5.6. Provinsi DKI Jakarta,
://
Kepulauan Riau, dan Kepulauan Bangka Belitung memiliki persentase terendah rumah
s
tangga dengan kondisi mayoritas kualitas permukaan jalan di depan rumah yang rusak
tp
(berlubang, kubangan). Sebaliknya, Provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Lampung
ht
memiliki persentase yang tertinggi. Pada Provinsi Papua, lebih dari 60 persen rumah
tangga menyebutkan bahwa kondisi mayoritas kualitas permukaan jalan di depan
rumahnya rusak. Data mengenai kondisi kualitas jalan di depan rumah mengacu pada
kondisi pada saat pencacahan Susenas MKP 2022, yang berdasarkan pada penilaian
rumah tangga.
Adanya risiko terkena bencana alam merupakan salah satu pertimbangan dalam memilih
lokasi rumah. Meskipun demikian, tidak dapat dihindari Indonesia adalah negara yang
terletak di wilayah rawan bencana. Publikasi World Risk Index tahun 2022 menyebutkan
Indonesia adalah negara dengan risiko bencana tertinggi ketiga di dunia setelah Filipina
dan India (Atwii, 2022). Hal ini tidak terlepas dari wilayah Indonesia yang dilalui oleh
Sirkum Pasifik atau Cincin Api Pasifik, sehingga wilayah Indonesia akan rentan terhadap
bencana gempa bumi, gunung berapi, hingga tsunami. Indonesia yang merupakan
negara tropis juga rentan terkena badai, topan, maupun angin puting beliung.
Selain itu, curah hujan di Indonesia yang cukup tinggi juga mengakibatkan Indonesia
rentan akan banjir dan tanah longsor.
Gambar 5.4 menunjukkan persentase rumah tangga yang rumah atau sekitarnya pernah
terkena bencana selama setahun terakhir menurut jenis bencana. Gempa memiliki
persentase yang tertinggi (7,59 persen). Selain gempa, banjir merupakan jenis bencana
dengan persentase tertinggi kedua yang pernah dialami oleh rumah tangga pada rumah
atau sekitar rumahnya dalam setahun terakhir (6,94 persen). Banjir biasanya terjadi saat
intensitas hujan tinggi dengan waktu yang lama sehingga sungai tidak dapat
menampung air.
Gambar 5.4
Persentase Rumah Tangga yang Rumah atau Sekitarnya Pernah Terkena Bencana
Selama Setahun Terakhir Menurut Jenis Bencana, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,11 0,56 3,94
Perdesaan 0,55 0,34 1,62
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 0,44 0,42 2,16
SD
SD/Sederajat 0,80 0,45 2,26
SMP/Sederajat 0,65 0,55 3,50
id
SM/Sederajat 1,19 0,47 3,83
Perguruan Tinggi 1,18 0,40 2,73
o.
.g
Status Ekonomi
Kuintil 1 0,62 0,31 1,70
ps
Kuintil 2 0,76 0,37 2,66
Kuintil 3 0,77 0,49 2,99
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,49 3,86 2,77
Perdesaan 0,13 5,24 0,51
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 0,27 5,51 0,78
SD
SD/Sederajat 0,20 4,83 1,22
SMP/Sederajat 0,39 4,58 1,50
id
SM/Sederajat 0,51 4,00 2,53
Perguruan Tinggi 0,26 2,79 3,51
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 0,22
.g
4,04 0,99
ps
Kuintil 2 0,25 4,43 1,22
Kuintil 3 0,35 4,88 1,40
.b
id
Jawa Barat 51,72 34,81 7,56 4,06 1,85
Jawa Tengah 25,43 54,57 11,83 5,44 2,73
o.
DI Yogyakarta 13,58 65,52 16,15 3,55 1,20
Jawa Timur 22,34 53,37
.g
15,05 5,86 3,38
ps
Banten 38,44 39,34 9,83 6,11 6,29
Klasifikasi Desa
Perkotaan 31,08 45,19 14,88 6,84 2,01
Perdesaan 20,48 48,38 17,97 9,99 3,18
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 27,63 45,40 15,36 7,71 3,90
Sekolah dan Tidak
Tamat SD
SD/Sederajat 30,30 45,03 14,24 7,54 2,88
SMP/Sederajat 27,13 47,32 15,58 7,59 2,38
id
SM/Sederajat 25,39 47,17 16,89 8,68 1,88
Perguruan Tinggi 16,73 49,47 22,16 10,21 1,43
o.
.g
Status Ekonomi
Kuintil 1 32,20 45,79 12,40 6,41 3,20
ps
Kuintil 2 28,17 48,19 13,96 6,79 2,90
Kuintil 3 26,89 47,09 15,56 7,62 2,84
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 40,22 21,69 16,04
Perdesaan 33,25 23,46 6,29
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 31,46 21,52 10,44
SD
SD/Sederajat 32,15 23,73 9,93
SMP/Sederajat 35,76 22,65 12,99
SM/Sederajat 41,25 22,19 13,84
id
Perguruan Tinggi 51,59 20,32 12,61
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 29,44
.g24,59 9,75
ps
Kuintil 2 33,02 23,52 11,48
Kuintil 3 35,09 22,18 12,23
.b
Diperkeras
Karakteristik Tanah Lainnya
(Kerikil, Batu, dll.)
(1) (5) (6) (7)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 8,95 11,24 1,85
Perdesaan 16,87 19,27 0,86
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 14,72 20,57 1,29
SD
SD/Sederajat 14,64 17,88 1,69
SMP/Sederajat 12,67 14,54 1,40
SM/Sederajat 9,86 11,37 1,49
id
Perguruan Tinggi 8,38 6,30 0,79
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 14,39 20,67 1,16
Kuintil 2 13,06
.g
17,47 1,45
ps
Kuintil 3 12,78 16,05 1,68
Kuintil 4 12,42 13,70 1,62
.b
id
DKI Jakarta 92,50 7,50
Jawa Barat 71,94 28,06
o.
Jawa Tengah 72,58 27,42
DI Yogyakarta
Jawa Timur
73,73
71,19 .g 26,27
28,81
ps
Banten 70,92 29,08
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 76,70 23,30
Perdesaan 57,96 42,04
id
Perguruan Tinggi 81,38 18,62
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 60,83 39,17
Kuintil 2 64,34 .g 35,66
ps
Kuintil 3 65,97 34,03
Kuintil 4 69,97 30,03
.b
Banjir/
Karakteristik Tanah Longsor Kebakaran Gempa
Banjir Rob
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 7,78 0,36 0,50 6,60
Perdesaan 5,79 0,85 0,44 8,85
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 6,71 0,75 0,57 8,29
SD
SD/Sederajat 6,20 0,81 0,36 7,64
id
SMP/Sederajat 7,39 0,39 0,61 7,90
o.
SM/Sederajat 7,63 0,46 0,49 6,82
Perguruan Tinggi 6,63 0,16 0,41 7,73
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 5,51 0,86 0,26 8,17
.b
Angin Topan/
Karakteristik Gunung Meletus Tsunami
Putting Beliung
(1) (6) (7) (8)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,69 0,03 0,04
Perdesaan 0,94 NA NA
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan Tidak Tamat 1,04 NA 0,00
SD
SD/Sederajat 0,79 NA NA
SMP/Sederajat 0,79 NA NA
SM/Sederajat 0,78 0,03 NA
id
Perguruan Tinggi 0,49 NA NA
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 0,96 NA NA
Kuintil 2 0,72
.g
NA NA
ps
Kuintil 3 1,01 0,07 NA
Kuintil 4 0,81 NA NA
.b
Kuinitl 5 0,56 NA NA
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,11 0,18 16,52 0,75 1,47
Perdesaan 0,55 0,11 19,50 0,34 0,75
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,44 0,09 20,61 0,26 0,61
dan Tidak Tamat SD
id
SD/Sederajat 0,80 0,13 16,23 0,55 1,06
o.
SMP/Sederajat 0,65 0,15 23,85 0,34 0,95
.g
SM/Sederajat 1,19 0,20 16,47 0,81 1,57
Perguruan Tinggi 1,18 0,31 26,211 0,58 1,79
ps
Status Ekonomi
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,56 0,10 17,85 0,36 0,75
Perdesaan 0,34 0,10 30,871 0,13 0,54
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,42 0,11 25,261 0,21 0,62
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,45 0,10 21,85 0,26 0,65
id
SMP/Sederajat 0,55 0,14 24,63 0,29 0,82
SM/Sederajat 0,47 0,08 17,79 0,30 0,63
o.
Perguruan Tinggi 0,40 0,08 20,98 0,24 0,57
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,31 0,07 21,27 0,18 0,43
Kuintil 2 0,37 0,09 23,24 0,20 0,53
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,94 0,47 12,03 3,01 4,87
Perdesaan 1,62 0,21 12,68 1,22 2,02
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
2,16 0,37 16,99 1,44 2,87
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 2,26 0,24 10,51 1,79 2,72
id
SMP/Sederajat 3,50 0,44 12,53 2,64 4,36
SM/Sederajat 3,83 0,40 10,57 3,04 4,62
o.
Perguruan Tinggi 2,73 0,45 16,48 1,85 3,61
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 1,70 0,28 16,34 1,15 2,24
Kuintil 2 2,66 0,41 15,56 1,85 3,47
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,49 0,09 18,65 0,31 0,67
Perdesaan 0,13 0,04 27,891 0,06 0,19
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,27 0,07 26,901 0,13 0,42
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,20 0,04 20,25 0,12 0,28
id
SMP/Sederajat 0,39 0,10 24,88 0,20 0,58
SM/Sederajat 0,51 0,10 20,11 0,31 0,70
o.
Perguruan Tinggi 0,26 0,10 36,161 0,08 0,45
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,22 0,06 28,261 0,10 0,34
Kuintil 2 0,25 0,06 25,061 0,13 0,37
.b
DI Tepian/Atas Sungai/Danau/Laut
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,86 0,31 8,13 3,24 4,47
Perdesaan 5,24 0,28 5,29 4,70 5,78
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
5,51 0,39 7,07 4,74 6,27
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 4,83 0,28 5,82 4,28 5,38
id
SMP/Sederajat 4,58 0,32 7,01 3,95 5,21
SM/Sederajat 4,00 0,28 6,97 3,46 4,55
o.
Perguruan Tinggi 2,79 0,26 9,47 2,27 3,31
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 4,04 0,29 7,25 3,47 4,62
Kuintil 2 4,43 0,30 6,66 3,85 5,01
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 2,77 0,32 11,49 2,15 3,40
Perdesaan 0,51 0,09 18,20 0,33 0,69
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,78 0,13 16,32 0,53 1,03
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,22 0,19 15,92 0,84 1,60
id
SMP/Sederajat 1,50 0,21 14,07 1,09 1,91
SM/Sederajat 2,53 0,31 12,22 1,92 3,14
o.
Perguruan Tinggi 3,51 0,48 13,66 2,57 4,45
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,99 0,19 19,15 0,62 1,37
Kuintil 2 1,22 0,18 14,70 0,87 1,57
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
0,00-1,90 Meter
Provinsi Standard 95% Confidence Interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
DKI Jakarta 42,35 3,68 8,70 35,13 49,57
o.
Jawa Barat 51,72 1,60 3,09 48,59 54,85
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
25,43
13,58
1,09
1,87 .g
4,28
13,73
23,30
9,93
27,56
17,24
ps
Jawa Timur 22,34 1,15 5,17 20,08 24,60
.b
2-3,90 Meter
Provinsi Standard 95% Confidence Interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Jawa Barat 34,81 1,50 4,31 31,86 37,75
o.
Jawa Tengah 54,57 1,23 2,26 52,15 56,99
.g
DI Yogyakarta 65,52 2,90 4,43 59,82 71,21
Jawa Timur 53,37 1,28 2,39 50,87 55,87
ps
Banten 39,34 3,00 7,62 33,47 45,22
.b
4-5,90 Meter
Provinsi Standard 95% Confidence Interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Jawa Barat 7,56 0,83 10,94 5,94 9,18
o.
Jawa Tengah 11,83 0,83 6,98 10,21 13,45
.g
DI Yogyakarta 16,15 2,31 14,31 11,62 20,68
Jawa Timur 15,05 0,95 6,32 13,19 16,91
ps
Banten 9,83 1,86 18,88 6,19 13,46
.b
≥6,00 Meter
Provinsi Standard 95% Confidence Interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Jawa Barat 4,06 0,47 11,68 3,13 4,99
o.
Jawa Tengah 5,44 0,55 10,14 4,36 6,53
.g
DI Yogyakarta 3,55 1,08 30,371 1,44 5,67
Jawa Timur 5,86 0,60 10,27 4,68 7,04
ps
Banten 6,11 1,27 20,73 3,63 8,59
.b
Tidak Relevan
Provinsi Standard 95% Confidence Interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Jawa Barat 1,85 0,30 16,31 1,26 2,44
o.
Jawa Tengah 2,73 0,32 11,86 2,09 3,36
.g
DI Yogyakarta 1,20 0,55 45,351 0,13 2,27
Jawa Timur 3,38 0,56 16,47 2,29 4,47
ps
Banten 6,29 1,55 24,71 3,24 9,33
.b
Bali NA NA 65,312 NA NA
Nusa Tenggara Barat 0,85 0,42 49,221 0,03 1,67
w
Bagus/Baik (Mulus)
Provinsi Standard 95% Confidence Interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Kep. Riau 82,11 3,20 3,90 75,82 88,39
o.
DKI Jakarta 92,50 1,99 2,16 88,59 96,41
Jawa Barat 71,94 1,40
.g
1,95 69,19 74,68
ps
Jawa Tengah 72,58 1,17 1,62 70,28 74,88
DI Yogyakarta 73,73 2,85 3,86 68,15 79,31
.b
id
Jawa Barat 28,06 1,40 4,99 25,32 30,81
o.
Jawa Tengah 27,42 1,17 4,28 25,12 29,72
.g
DI Yogyakarta 26,27 2,85 10,84 20,69 31,85
Jawa Timur 28,81 1,17 4,05 26,53 31,10
ps
Banten 29,08 2,63 9,03 23,93 34,22
.b
Banjir/Banjir Rob
Klasifikasi Desa
Perkotaan 7,78 0,48 6,17 6,84 8,72
Perdesaan 5,79 0,31 5,40 5,18 6,41
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
6,71 0,42 6,33 5,87 7,54
dan Tidak Tamat SD
id
SD/Sederajat 6,20 0,32 5,22 5,57 6,84
o.
SMP/Sederajat 7,39 0,45 6,15 6,50 8,28
SM/Sederajat 7,63 0,44 5,71 6,78 8,49
Perguruan Tinggi 6,63 0,60
.g 8,98 5,46 7,80
ps
Status Ekonomi
Kuintil 1 5,51 0,40 7,28 4,72 6,30
.b
Tanah Longsor
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,36 0,10 28,391 0,16 0,56
Perdesaan 0,85 0,12 14,35 0,61 1,08
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,75 0,14 18,96 0,47 1,03
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,81 0,15 17,84 0,53 1,10
id
SMP/Sederajat 0,39 0,08 20,17 0,23 0,54
SM/Sederajat 0,46 0,10 22,59 0,26 0,67
o.
Perguruan Tinggi 0,16 0,04 27,791 0,07 0,25
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,86 0,18 20,73 0,51 1,22
Kuintil 2 0,56 0,10 17,45 0,37 0,75
.b
Kebakaran
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,50 0,12 23,22 0,27 0,73
Perdesaan 0,44 0,09 20,85 0,26 0,62
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,57 0,12 20,95 0,33 0,80
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,36 0,07 19,85 0,22 0,51
id
SMP/Sederajat 0,61 0,13 22,11 0,35 0,87
SM/Sederajat 0,49 0,10 20,13 0,29 0,68
o.
Perguruan Tinggi 0,41 0,10 25,371 0,21 0,62
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,26 0,06 22,46 0,14 0,37
Kuintil 2 0,33 0,10 29,281 0,14 0,52
.b
Gempa
Klasifikasi Desa
Perkotaan 6,60 0,43 6,59 5,74 7,45
Perdesaan 8,85 0,44 5,00 7,98 9,71
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
8,29 0,46 5,59 7,38 9,20
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 7,64 0,43 5,57 6,81 8,48
id
SMP/Sederajat 7,90 0,41 5,24 7,09 8,71
SM/Sederajat 6,82 0,35 5,09 6,14 7,50
o.
Perguruan Tinggi 7,73 0,51 6,60 6,73 8,73
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 8,17 0,55 6,75 7,09 9,25
Kuintil 2 7,76 0,43 5,54 6,92 8,60
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,69 0,16 22,80 0,38 1,00
Perdesaan 0,94 0,17 18,55 0,60 1,28
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
1,04 0,23 22,41 0,59 1,50
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,79 0,14 18,10 0,51 1,08
id
SMP/Sederajat 0,79 0,16 20,40 0,47 1,10
SM/Sederajat 0,78 0,14 17,95 0,51 1,06
o.
Perguruan Tinggi 0,49 0,13 26,811 0,23 0,74
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 0,96 0,29 30,611 0,38 1,54
Kuintil 2 0,72 0,13 17,79 0,47 0,97
.b
Gunung Meletus
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,03 0,01 47,621 0,00 0,05
Perdesaan NA NA 56,752 NA NA
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
NA NA 66,132 NA NA
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat NA NA 54,892 NA NA
id
SMP/Sederajat NA NA 53,702 NA NA
SM/Sederajat 0,03 0,01 43,021 0,00 0,05
o.
Perguruan Tinggi NA NA 100,022 NA NA
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 NA NA 92,082 NA NA
Kuintil 2 NA NA 71,302 NA NA
.b
Kuintil 4 NA NA 52,792 NA NA
Kuinitl 5 NA NA 74,732 NA NA
w
w
Tsunami
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,04 0,02 41,721 0,01 0,07
Perdesaan NA NA 59,892 NA NA
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,00 - 0,00 0,00 0,00
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat NA NA 80,832 NA NA
id
SMP/Sederajat NA NA 58,512 NA NA
SM/Sederajat NA NA 54,222 NA NA
o.
Perguruan Tinggi NA NA 92,592 NA NA
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 NA NA 100,032 NA NA
Kuintil 2 NA NA 50,472 NA NA
.b
Kuintil 3 NA NA 51,542 NA NA
w
Kuintil 4 NA NA 99,972 NA NA
Kuinitl 5 NA NA 57,052 NA NA
w
w
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
tp
id
infeksi saluran pernafasan bawah (World Health
o.
Organization, 2022). Beberapa sumber polusi udara di
.g
dalam rumah yang paling umum disebabkan oleh asap
ps
rokok dan asap yang ditimbulkan karena penggunaan bahan bakar padat untuk
memasak. Kedua sumber polusi udara tersebut dapat meningkatkan risiko pencemaran
.b
udara di dalam rumah karena meninggalkan sisa pembakaran yang bersifat karsinogen.
w
Kondisi tersebut akan lebih parah jika sistem ventilasi di dalam rumah buruk, karena sisa
w
pembakaran akan makin menumpuk sedangkan cadangan oksigen yang dapat dihirup
w
://
berkurang.
s
Selain berbahaya bagi perokok itu sendiri, paparan asap rokok menimbulkan residu
tp
nikotin dan bahan kimia yang berbahaya bagi orang yang menghirupnya. Perokok pasif
ht
(second-hand smoke) atau asap rokok yang sengaja ataupun tidak sengaja terhidup
orang lain, serta third-hand smoke atau residu asap rokok yang tertinggal di permukaan
benda sama-sama memiliki risko terhadap kesehatan. Sejalan dengan itu, penggunaan
bahan bakar untuk memasak mengakibatkan polusi di dalam rumah karena adanya racun
dengan kadar tinggi pada suhu ruangan yang diakibatkan proses pembakaran yang tidak
sempurna.
Bab ini akan membahas mengenai potensi pencemaran udara di dalam rumah yang
disebabkan karena perilaku anggota rumah tangga atau orang lain yang merokok di
dalam rumah. Selain itu akan dibahas pula penggunaan bahan bakar padat sebagai
bahan bakar untuk memasak. Adapun bahan bakar padat yang termasuk pada
pembahasan bab ini adalah kayu bakar dan arang.
6.1 Perilaku Merokok di Dalam Rumah
Perokok pasif memiliki risiko kesehatan yang tidak kalah tinggi dibandingkan dengan
perokok aktif. Menjadi perokok pasif telah mengakibatkan banyak kematian karena
infeksi saluran pernapasan bawah akibat menghirup karsinogen dan komponen racun
dari rokok. Sebanyak 28,00 persen kematian yang berhubungan dengan perokok pasif
terjadi pada anak-anak dan 47,00 persen pada wanita (Öberg et al., 2010). Penelitian di
Indonesia juga menunjukkan bahwa anak-anak yang menjadi perokok pasif karena orang
tua yang merokok cenderung memiliki berat dan tinggi badan yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak dari orang tua yang tidak merokok. Penelitian tersebut juga
menyebutkan jika paparan asap rokok dari orang tua juga berpengaruh terhadap
kemampuan kognitif yang lebih rendah serta kecenderungan menjadi stunting pada
anak yang lebih tinggi (Dartanto et al., 2019).
Gambar 6.1
id
Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan ART/Orang Lain
o.
yang Biasa Merokok di Dalam Rumah dan Karakteristik Desa, 2022
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Data Susenas Maret 2022 menunjukkan bahwa sebesar 28,26 persen penduduk usia
15 tahun ke atas merokok tembakau dan 3,74 persen merokok elektrik dalam sebulan
terakhir (Badan Pusat Statistik, 2022b). Data Susenas MKP 2022 pada Gambar 6.1
selanjutnya memperlihatkan informasi mengenai perokok di dalam rumah, termasuk
yang bukan anggota rumah tangga. Terdapat sebanyak 35,84 persen rumah tangga
dengan ART/orang lain yang selalu merokok di dalam rumah. Persentase tersebut juga
menunjukkan nilai yang lebih tinggi di daerah perdesaan dibandingkan dengan
perkotaan. Pola tersebut sejalan dengan jumlah perokok usia 15 tahun ke atas yang juga
lebih tinggi di daerah perdesaan (Badan Pusat Statistik, 2022b). Selain perokok setiap
hari, merokok kadang-kadang di dalam rumah juga membahayakan, karena juga akan
meninggalkan residu asap rokok dapat menempel pada permukaan benda. Gambar 6.1
menunjukkan terdapat sekitar 34,93 persen rumah tangga dengan ART/orang lain yang
kadang-kadang merokok di dalam rumah.
Pendidikan KRT, yang dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan terlihat
memiliki pengaruh terhadap kebiasaan ART/orang lain merokok di dalam rumah. Gambar
6.2 menunjukkan jika rumah tangga dengan KRT yang tamat perguruan tinggi, memiliki
persentase yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya
untuk keberadaan ART/orang lain yang selalu merokok di dalam rumah. Pendidikan
sendiri berhubungan dengan pengetahuan yang lebih luas, termasuk kesehatan dan
id
risiko yang disebabkan oleh asap rokok. Data mengenai perokok aktif juga menunjukkan
o.
nilai yang cenderung lebih rendah pada orang yang berpendidikan perguruan tinggi
(Badan Pusat Statistik, 2022b). .g
ps
Gambar 6.2
.b
Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan ART/Orang Lain yang Biasa Merokok
w
di Dalam Rumah dan Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan KRT, 2022
w
w
s ://
tp
ht
Polusi udara yang diakibatkan dari penggunaan bahan padat dan minyak tanah untuk
memasak di dalam rumah mengakibatkan setidaknya 3,20 juta orang meninggal dalam
usia muda (World Health Organization, 2022). Polusi udara yang ditimbulkan karena
penggunaan bahan bakar padat juga memiliki efek pada anak-anak dan remaja.
Emisi polutan dari penggunaan bahan bakar padat merupakan pemicu permasalahan
pernapasan pada anak (Chauhan et al., 2003) serta meningkatkan kejadian asma dan
perubahan fungsi kerongkongan pada remaja (Corbo et al., 2001). Di Indonesia, kayu
bakar merupakan bahan bakar padat yang paling umum digunakan, khususnya di daerah
perdesaan. Masih tingginya penggunaan kayu bakar di beberapa daerah di Indonesia
dapat berhubungan dengan mata pencaharian penduduk yang umumnya di sektor
pertanian serta kemudahan dalam memperoleh (Dwiprabowo, 2010).
Gambar 6.3
id
Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Kayu Bakar atau Arang Sebagai Bahan Bakar
o.
untuk Memasak dalam Setahun Terakhir, 2022
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Maluku Utara merupakan provinsi dengan
persentase tertinggi rumah tangga yang menggunakan kayu bakar dan arang sebagai
id
bahan bakar untuk memasak dalam setahun terakhir (Tabel 6.3). Jika dilihat menurut
o.
tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan KRT dan status ekonomi, terlihat jika
.g
penggunaan arang dan kayu bakar untuk memasak tertinggi pada rumah tangga dengan
ps
KRT yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD (52,24 persen). Persentase
.b
tertinggi juga terdapat pada rumah tangga yang ada pada kuintil pertama (53,28 persen).
w
Lebih dari separuh rumah tangga dengan KRT yang tidak/belum pernah sekolah dan
w
tidak tamat SD masih menggunakan kayu bakar atau arang sebagai bahan bakar untuk
w
memasak dalam setahun terakhir, begitu pula pada rumah tangga yang ada pada status
://
Pada rumah tangga yang menggunakan kayu bakar atau arang sebagai bahan bakar
ht
untuk memasak dalam setahun terakhir, mayoritas memperoleh kayu bakar atau arang
dari mencari sendiri (92,07 persen). Baik di daerah perkotaan maupun perdesaan,
mayoritas rumah tangga yang menggunakan kayu bakar atau arang sebagai bahan bakar
untuk memasak memperoleh dengan cara mencari sendiri (Gambar 6.4). Bahkan di
Provinsi Kalimantan Utara, hampir seluruh rumah tangga yang menggunakan kayu bakar
atau arang untuk memasak memperoleh dengan cara mencari sendiri (99,55 persen)
(Tabel 6.5).
Gambar 6.4
Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Kayu Bakar atau Arang Sebagai Bahan Bakar
untuk Memasak dalam Setahun Terakhir Menurut Cara Memperoleh Kayu Bakar atau Arang
dan Klasifikasi Desa, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
://
Ya, Ya,
Provinsi Tidak Pernah
Selalu Kadang-Kadang
(1) (2) (3) (4)
id
DKI Jakarta 15,25 31,61 52,53
o.
Jawa Barat 31,30 34,76 33,80
Jawa Tengah 39,43 32,65 27,72
DI Yogyakarta 23,73
.g 33,21 43,06
ps
Jawa Timur 36,28 37,46 25,97
Banten 30,90 39,30 29,38
.b
Ya, Ya,
Karakteristik Tidak Pernah
Selalu Kadang-Kadang
(1) (2) (3) (4)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 29,99 33,71 36,04
Perdesaan 43,82 36,59 19,35
id
Perguruan Tinggi 19,39 30,06 50,38
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1
Kuintil 2
37,40
39,77 .g 37,71
36,26
24,59
23,74
ps
Kuintil 3 39,14 36,46 24,15
.b
Persentase Rumah
Tangga yang Rata-Rata Lama Rumah Tangga
Menggunakan Kayu Menggunakan Kayu Bakar atau
Provinsi Bakar atau Arang Sebagai Arang Sebagai Bahan Bakar untuk
Bahan Bakar untuk Memasak dalam Setahun Terakhir
Memasak dalam (Bulan)
Setahun Terakhir
(1) (2) (3)
id
Sumatera Selatan 41,16 8,43
Bengkulu 42,32 9,79
o.
Lampung 54,30 10,04
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riau
17,57
3,55 .g 7,59
6,74
ps
DKI Jakarta 0,00 -
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 14,80 9,70
Perdesaan 51,87 10,12
id
Ditamatkan KRT
o.
Tidak/Belum Pernah Sekolah dan
52,24 10,36
Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 40,62
.g 10,06
ps
SMP/Sederajat 28,14 9,91
SM/Sederajat 17,80 9,59
.b
Status Ekonomi
w
id
o.
DKI Jakarta - - - -
Jawa Barat 7,35 90,05 10,29 0,04
Jawa Tengah 8,45 91,86
.g 5,64 0,16
ps
DI Yogyakarta 6,07 94,55 7,16 0,00
Jawa Timur 7,69 91,65 5,04 0,00
.b
Mencari
Karakteristik Membeli Pemberian Lainnya
Sendiri
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 13,42 85,17 8,96 0,15
Perdesaan 5,17 94,75 3,16 0,02
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan 6,18 92,73 6,08 0,00
Tidak Tamat SD
id
SD/Sederajat 6,88 92,94 4,37 0,09
o.
SMP/Sederajat 8,03 91,67 4,16 0,05
.g
SM/Sederajat 9,16 90,76 4,12 0,07
Perguruan Tinggi 13,07 85,59 6,41 0,03
ps
Status Ekonomi
.b
Membeli
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Kep. Bangka Belitung 7,62 2,77 36,291 2,20 13,04
o.
Kep. Riau 22,85 9,55 41,801 4,13 41,57
DKI Jakarta
.g
ps
Jawa Barat 7,35 1,14 15,58 5,10 9,59
Jawa Tengah 8,45 0,83 9,77 6,83 10,07
.b
Mencari Sendiri
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
DKI Jakarta
id
Jawa Barat 90,05 1,17 1,30 87,75 92,35
o.
Jawa Tengah 91,86 0,74 0,80 90,42 93,30
DI Yogyakarta 94,55 1,45 1,54 91,70 97,40
Jawa Timur 91,65 0,82 0,89
.g 90,04 93,25
ps
Banten 92,16 2,96 3,21 86,37 97,95
.b
Pemberian
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (12) (13) (14) (15) (16)
DKI Jakarta - - - - -
id
Jawa Barat 10,29 1,95 18,93 6,47 14,10
o.
Jawa Tengah 5,64 0,72 12,80 4,22 7,05
DI Yogyakarta 7,16 2,44 34,061 2,38 11,94
Jawa Timur 5,04 0,79
.g15,73 3,48 6,59
ps
Banten 2,50 0,98 39,161 0,58 4,41
.b
Maluku NA NA 54,822 NA NA
Maluku Utara 1,97 0,75 38,161 0,50 3,44
id
kebersihan lingkungan, paparan Bahan Berbahaya
o.
dan Beracun (B3), serta pengelolaan sampah.
.g
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal melalui sanitasi yang baik, pengelolaan
ps
limbah yang tepat, dan pencegahan penyebaran penyakit sangat penting. Sistem
.b
pembuangan limbah yang berfungsi dengan baik dan sesuai dengan standar kesehatan
w
pada rumah tangga perlu diperhatikan. Sementara itu, penyimpanan atau penggunaan
w
B3 serta pengolahan dengan tepat merupakan upaya untuk menghindari paparan yang
w
berpotensi merugikan kesehatan. Pada bab ini akan disajikan informasi mengenai
://
Dalam rangka menjaga kesehatan lingkungan tempat tinggal, penting untuk memiliki
sistem saluran pembuangan air limbah yang efisien, tempat pembuangan akhir limbah
yang terkelola dengan baik, got yang berfungsi dengan baik, dan menjaga kondisi got
agar tetap terawat. Dalam aktivitas sehari-hari rumah tangga menghasilkan limbah yang
berupa black water ataupun grey water. Subbab ini akan fokus pada pembahasan salah
satu limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga, yaitu grey water. Grey water merupakan
air limbah rumah tangga yang berasal dari air buangan kegiatan rumah tangga dan
merupakan gabungan air limbah yang berasal dari kegiatan cuci pakaian, masak/cuci
peralatan masak, kamar mandi, bersih rumah/pel, namun tidak termasuk yang berasal
dari toilet (WC) (Chaily, 2021). Limbah grey water yang berasal dari rumah tangga perlu
penanganan yang baik. Pengelolaan grey water yang baik dari sisi kesehatan, dapat
meminimalkan risiko penyakit, kontaminasi, dan pencemaran lingkungan. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk dapat mengurangi dampak buruk grey water adalah dengan
memperhatikan saluran pembuangan limbah grey water, aliran air pada saluran
pembuangan ke tempat pembuangan limbah, serta mengenai pemeliharaan dan
pembersihan saluran pembuangan tersebut.
Gambar 7.1 menunjukkan rumah tangga yang memiliki saluran pembuangan air
limbah/mandi/dapur/cuci tertutup sebesar 44,45 persen dan saluran pembuangan air
limbah limbah/mandi/dapur/cuci terbuka sebesar 41,84 persen. Sementara itu, masih
terdapat 13,70 persen rumah tangga yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah
limbah/mandi/dapur/cuci. Dari data tersebut terlihat bahwa sebagian rumah tangga
sudah peduli untuk menjaga kesehatan lingkungan tempat tinggalnya dengan memiliki
saluran pembuangan air limbah yang tertutup. Dari segi kesehatan, saluran pembuangan
air limbah yang tertutup lebih sehat karena bau yang dihasilkan oleh limbah tersebut
tidak akan keluar dan mencemari udara di sekitar.
id
(27,77 persen). Sebaliknya, saluran pembuangan air limbah limbah/mandi/dapur/cuci
o.
yang terbuka lebih banyak ditemui di rumah tangga perdesaan (49,66 persen) dibanding
.g
rumah tangga di perkotaan (36,11 persen). Rumah tangga yang tidak memiliki saluran
ps
pembuangan limbah lebih banyak ditemui di perdesaan (22,57 persen) dibanding
perkotaan (7,20 persen) (Tabel 7.2).
.b
w
Data menurut provinsi menunjukkan persentase tertinggi rumah tangga yang memiliki
w
saluran pembuangan air limbah mandi/dapur/cuci tertutup adalah Provinsi DKI Jakarta
w
(76,80 persen) dan yang terendah adalah Provinsi Kalimantan Barat (9,11 persen) (Tabel
://
7.1). Hal menarik lainnya, jika dilihat dari karakteristik tingkat pendidikan terakhir yang
s
ditamatkan Kepala Rumah Tangga (KRT), terlihat bahwa makin tinggi pendidikan KRT
tp
maka kepemilikan saluran pembuangan air limbah yang tertutup meningkat. Hal ini
ht
Selain karakteristik tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan KRT, data juga
menunjukkan jika status ekonomi rumah tangga memiliki pengaruh terhadap keputusan
pembuatan saluran pembuangan air limbah/mandi/dapur/cuci yang tertutup (Tabel 7.2).
Makin tinggi status ekonomi rumah tangga, maka persentase rumah tangga yang
memiliki saluran pembuangan air limbah/mandi/dapur/cuci tertutup juga meningkat. Hal
ini dapat dipahami mengingat pembuatan saluran pembuangan air
limbah/mandi/dapur/cuci yang tertutup memerlukan biaya yang lebih besar
dibandingkan saluran yang terbuka.
Gambar 7.1
Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Saluran Pembuangan Air Limbah/Mandi/Dapur/Cuci
dan Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Gambar 7.2 menunjukkan persentase rumah tangga dengan tempat pembuangan akhir
air limbah/mandi/dapur/cuci ke got/selokan sebesar memiliki nilai tertinggi (39,88
persen). Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa tempat pembuangan akhir air
limbah/mandi/dapur/cuci yang paling banyak digunakan rumah tangga di perkotaan
adalah got/selokan (49,03 persen), kolam/sawah/sungai/danau/laut (15,95 persen), dan
tangki septik (14,86 persen). Sedangkan tempat pembuangan akhir air limbah paling
banyak digunakan oleh rumah tangga di perdesaan adalah got/selokan (27,41 persen)
id
dan lubang tanah (26,16 persen).
o.
Gambar 7.2
.g
ps
Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Air Limbah/Mandi/Dapur/Cuci
dan Karakteristik, 2022
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Jika dilihat dari tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan KRT, makin tinggi
pendidikan KRT maka persentase rumah tangga dengan tempat pembuangan akhir air
limbah berupa tangki septik juga mengalami peningkatan (Tabel 7.4). Sebaliknya,
persentase rumah tangga dengan tempat pembuangan akhir air
limbah/mandi/dapur/cuci di tempat lainnya dan pendidikan KRT memiliki hubungan
id
dengan arah sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan KRT menentukan
o.
pemilihan tempat pembuangan akhir air limbah. Pola yang sama juga ditemui pada
.g
status ekonomi rumah tangga. Makin tingginya status ekonomi rumah tangga,
ps
persentase rumah tangga dengan tempat pembuangan akhir air limbah berupa tangki
.b
rumah juga merupakan hal yang penting untuk menjaga kesehatan lingkungan tempat
w
dipergunakan rumah tangga untuk kegiatan sehari-harinya, selain itu juga dapat menjadi
s
tp
sarana drainase yang mampu menyalurkan air hujan yang turun menuju ke tempat yang
ht
Gambar 7.3 menunjukkan bahwa terdapat 63,29 persen rumah tangga mengaku terdapat
got/selokan di sekitar rumah, baik itu berupa got/selokan tertutup (18,78 persen)
maupun got/saluran terbuka (44,51 persen). Sementara itu sebanyak 36,71 persen rumah
tangga mengaku tidak ada got/selokan di sekitar rumah. Persentase rumah tangga yang
tidak ada got/selokan di sekitar rumah lebih tinggi di perdesaan (50,46 persen) dibanding
di perkotaan (26,63 persen). Persentase tertinggi rumah tangga yang memiliki
got/selokan tertutup di sekitar rumah ditemui di Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 63,57
persen, sedangkan persentase tertinggi rumah tangga yang memiliki got/selokan
terbuka di sekitar rumah adalah Provinsi Sulawesi Utara sebesar 66,07 persen (Tabel 7.5).
Sementara itu, persentase tertinggi rumah tangga yang tidak ada got/selokan di sekitar
rumah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 81,68 persen.
Gambar 7.3
Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Got/Selokan di Sekitar Rumah
dan Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Data menurut karakteristik status ekonomi menunjukkan pola yang serupa dengan
pendidikan tertinggi yang ditamatkan KRT (Tabel 7.6). Makin tingginya status ekonomi
rumah tangga maka makin tinggi pula persentase rumah tangga yang memiliki
got/selokan tertutup di sekitar rumah. Sebaliknya, makin tinggi status ekonomi rumah
tangga menunjukkan persentase rumah tangga yang tidak memiliki got/selokan di
sekitar rumah yang menurun.
id
Selain keberadaan got/selokan di sekitar rumah, keadaan aliran air got/selokan juga
o.
merupakan hal yang penting untuk menunjang kesehatan penghuni rumah dan
.g
lingkungan di sekitarnya. Aliran air got/selokan yang lancar dapat mengalirkan air hujan
ps
dengan baik sehingga tidak menyebabkan genangan yang berpotensi menjadi tempat
berkembang biak serangga atau nyamuk penyebab penyakit. Oleh karena itu, keadaan
.b
aliran air got/selokan perlu diperhatikan. Gambar 7.4 menunjukkan ada sekitar 79,37
w
persen rumah tangga yang memiliki got/selokan di sekitar rumah dengan aliran
w
got/selokan yang lancar. Sementara itu, 17,60 persen mengalir lambat, dan 3,03 persen
w
yang memiiki got/selokan dengan aliran got/selokan yang lancar sedikit lebih tinggi di
s
tp
untuk aliran got/selokan yang lambat dan tergenang lebih banyak terdapat di perdesaan
(22,47 persen) dibanding perkotaan (20,03 persen).
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
://
Got/selokan yang lancar serta drainase yang baik membantu mengalirkan air hujan
ht
secara efisien dari permukaan tanah, atap, dan area sekitar rumah. Hal ini mengurangi
risiko terjadinya genangan air yang berlebihan sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya banjir. Tabel 7.9 menunjukkan bahwa rumah tangga yang jalan sekitar
rumahnya pernah tergenang air lebih dari 30 cm setelah dua jam hujan berhenti dalam
setahun terakhir sebesar 3,41 persen. Dari rumah tangga tersebut, persentase tergenang
dengan frekuensi satu kali sebesar 36,54 persen, dua kali sebesar 22,72 persen, dan tiga
kali atau lebih sebesar 40,74 persen (Tabel 7.11).
Sampah yang tidak ditangani dengan baik dapat meningkatkan tingginya pencemaran
yang kemudian dapat mengurangi daya tampung lingkungan hidup. Sampah berbahaya
dan beracun, disamping sampah rumah tangga, dan sampah plastik merupakan sumber
pencemar yang perlu menjadi prioritas penanganan (Kementerian PPN/Bappenas, 2020).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah B3 menjadi berbahaya
karena dapat bersifat mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif,
dan/atau beracun yang bergantung pada jenis B3.
Selain dihasilkan dari industri maupun medis, limbah B3 juga banyak dihasilkan dari
rumah tangga. Data Susenas MKP 2022 menangkap bahwa mayoritas rumah tangga di
Indonesia menggunakan atau menyimpan B3 (Gambar 7.5). Data juga menunjukkan jika
persentase penggunaan B3 meningkat seiring dengan status ekonomi rumah tangga
yang makin meningkat (Tabel 7.13). Penggunaan B3 tersebut tidak selalu berbahaya,
namun perlu perhatian khusus dalam pengelolaan limbahnya. Beberapa jenis B3 yang
digunakan di rumah tangga dan menjadi cakupan dalam Susenas MKP 2022 antara lain
cat minyak, aki bekas, pengilap kaca/kayu/logam, pembersih keramik/granit/marmer,
racun serangga nonspray/pembasmi hama, spray yang mengandung aerosol, serta
id
detergen. Detergen merupakan produk kategori B3 yang paling banyak digunakan atau
o.
disimpan rumah tangga di Indonesia, diikuti dengan spray yang mengandung aerosol,
.g
serta racun serangga nonspray/pembasmi hama. Dari banyaknya penggunaan B3,
ps
pengelolaan limbahnya perlu menjadi perhatian karena dapat mencemari lingkungan
.b
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
w
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 3 menyebutkan jika setiap orang yang
w
terhadap lingkungan. Peraturan Pemerintah RI No. 101 Tahun 2014 juga menyebutkan
ht
bahwa kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan
kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3.
Baru sebanyak 15,82 persen rumah tangga di Indonesia yang menggunakan/menyimpan
B3 dengan cara pembuangan terpisah dari sampah rumah tangga (Gambar 7.5). Kegiatan
pemisahan tersebut dapat menjadi awal positif yang mengarah pada kegiatan reuse,
recycle, dan recovery dari limbah B3. Akan tetapi, mayoritas limbah dari B3 yang
digunakan pada rumah tangga di Indonesia masih dibuang bersama dengan sampah
rumah tangga. Sekitar tujuh dari sepuluh rumah tangga yang menggunakan/menyimpan
B3 membuang barang-barang tersebut dengan cara dibuang bersama sampah rumah
tangga. Lebih buruk lagi, masih ada sekitar empat persen limbah B3 dari rumah tangga
yang dibuang ke selokan/saluran air dan 2,18 persen yang membuang dengan cara
lainnya (Gambar 7.5).
Gambar 7.5
Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan/Menyimpan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
Menurut Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
id
sampah dan melaksanakan pengelolaan sampah serta memfasilitasi penyediaan
o.
prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Melihat efeknya yang besar terhadap
lingkungan, permasalahan persampahan .g juga menjadi perhatian dalam
ps
Sustainable Development Goals (SDGs) salah satunya pada Tujuan 11, yaitu menjadikan
.b
sekitar 38,00 persen sumber sampah adalah dari rumah tangga, dengan jenis sampah
w
tertinggi adalah sampah sisa makanan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
://
2022). Melihat bagaimana perilaku rumah tangga dalam menangani sampah menjadi
s
tp
Perhatian mengenai pengelolaan sampah perlu dimulai dari kesadaran rumah tangga.
Pengelolaan sampah dari level terendah akan memberikan keuntungan berupa
lingkungan yang lebih bersih dengan polusi udara, tanah, dan air yang lebih rendah.
Data Susenas MKP 2022 menunjukkan sekitar seperlima rumah tangga di Indonesia telah
memiliki kesadaran yang tinggi, dengan mengetahui mengenai pemisahan sampah
organik dan anorganik serta melakukan pemisahan sampah (19,49 persen) (Gambar 7.6).
Persentase tersebut cukup merata antardaerah perkotaan dan perdesaan dilihat dari
angkanya yang tidak jauh berbeda.
Gambar 7.6
Persentase Rumah Tangga Menurut Pengetahuan dan Perilaku Mengenai
Pemilahan Sampah Organik dan Anorganik dan Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
id
Dalam kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga, umumnya ada tahapan
o.
pengumpulan sampah agar tidak berserakan sebelum dilakukan tindakan selanjutnya
.g
seperti diangkut, didaur ulang, dibuat kompos, dll. Dalam tahapan pengumpulan
ps
sampah, idealnya tempat pembuangan sampah memiliki tutup karena proses
.b
pembusukan sampah menghasilkan bau yang tidak sedap dan dapat mengundang
w
hewan pembawa penyakit. Data Susenas MKP 2022 menunjukkan bahwa sekitar
w
tertutup. Jika dilihat menurut klasifikasi desa, persentase di daerah perdesaan masih
://
sangat rendah. Baru sekitar sembilan persen rumah tangga di daerah perdesaan yang
s
sampah tertutup juga terlihat sangat rendah pada rumah tangga dengan KRT yang
ht
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
id
dibandingkan dengan perdesaan. Hal tersebut kemungkinan berhubungan dengan
o.
infrastruktur pengelolaan sampah di daerah perdesaan yang masih lebih rendah
.g
dibandingkan dengan di perkotaan disamping perilaku masyarakat perdesaan yang
ps
umumnya masih tradisional dalam menangani sampah. Walaupun demikian, secara
.b
Pada rumah tangga dengan pengelolaan sampah diangkut petugas atau dibuang ke TPS,
s
tp
sampah yang jarang diangkut akan mengakibatkan timbunan sampah yang bisa menjadi
sumber penyakit. Gambar 7.8 menunjukkan bahwa 23,55 persen rumah tangga dengan
pengelolaan sampah diangkut petugas atau dibuang ke TPS memiliki frekuensi
pengangkutan sebanyak tujuh kali atau lebih dalam seminggu. Gambar 7.8 juga
menunjukkan persentase rumah tangga yang belum melakukan pengelolaan sampah,
yaitu dengan cara di bakar, ditimbun, dibuang ke sungai/selokan/saluran air, atau
dibuang sembarangan. Pengelolaan sampah dengan dibakar merupakan cara yang
paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Indonesia. Lebih dari 65 persen rumah
tangga di Indonesia membakar sampah. Sementara itu, yang ditimbun sekitar 13 persen,
dan dibuang ke sungai/selokan/saluran air, serta dibuang sembarangan sekitar tujuh
sampai delapan persen. Tabel 7.20 juga menunjukkan persentase rumah tangga yang
tidak melakukan pengelolaan sampah bahkan jauh lebih tinggi di daerah perdesaan.
Disamping itu, pola data juga menunjukkan hubungan yang terbalik antara pengelolaan
sampah dengan cara dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai/selokan/saluran air,
dan dibuang sembarangan dengan status ekonomi. Makin rendah status ekonomi rumah
tangga, persentase rumah tangga yang belum melakukan pengelolaan sampah
menunjukkan peningkatan.
Gambar 7.8
Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Penanganan Sampah dan Karakteristik, 2022
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Ya, Saluran
Provinsi Ya, Saluran Terbuka Tanpa Saluran
Tertutup
(1) (2) (3) (4)
id
DKI Jakarta 76,80 22,47 0,74
o.
Jawa Barat 64,01 31,26 4,74
Jawa Tengah 49,87 41,15 8,98
DI Yogyakarta 67,55
.g 21,77 10,68
ps
Jawa Timur 46,32 41,14 12,54
Banten 47,55 45,03 7,42
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 56,69 36,11 7,20
Perdesaan 27,77 49,66 22,57
id
Perguruan Tinggi 62,51 31,15 6,34
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1
Kuintil 2
34,27
37,46 .g 44,83
46,01
20,90
16,53
ps
Kuintil 3 41,25 44,31 14,44
.b
Kolam/Sawah/
Provinsi Tangki Septik IPAL Sungai/Danau/ Lubang Tanah
Laut
(1) (2) (3) (4) (5)
id
Kep. Riau 7,90 0,44 7,72 5,33
o.
DKI Jakarta 13,83 8,03 6,46 2,31
Jawa Barat 14,37 1,53 26,98 12,18
Jawa Tengah 11,44 0,80
.g 19,77 16,82
ps
DI Yogyakarta 35,67 8,14 8,79 12,54
Jawa Timur 14,82 0,80 11,99 20,74
.b
Pantai/
Provinsi Tanah Lapang/ Got/Selokan Lainnya
Kebun
(1) (6) (7) (8)
id
Jawa Barat 2,59 42,32 0,03
Jawa Tengah 12,73 38,39 0,05
o.
DI Yogyakarta 16,87 17,99 0,00
Jawa Timur
Banten
14,61
6,29 .g 37,03
50,33
0,01
0,07
ps
Bali 18,33 45,37 0,20
.b
Kolam/Sawah/
Karakteristik Tangki Septik IPAL Sungai/Danau/ Lubang Tanah
Laut
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 14,86 1,82 15,95 12,28
Perdesaan 8,06 0,44 16,37 26,16
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah
Sekolah dan 8,51 0,52 19,04 20,61
Tidak Tamat SD
id
SD/Sederajat 10,28 0,69 19,05 22,56
o.
SMP/Sederajat 12,20 1,08 16,34 19,23
SM/Sederajat 13,27 1,69 13,74 14,53
Perguruan Tinggi 17,97 2,84
.g 9,89 10,35
ps
Status Ekonomi
.b
Pantai/
Karakteristik Tanah Lapang/ Got/Selokan Lainnya
Kebun
(1) (6) (7) (8)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 5,89 49,03 0,17
Perdesaan 21,35 27,41 0,19
id
Status Ekonomi
o.
Kuintil 1 19,25 29,69 0,19
Kuintil 2 15,22 33,78 0,24
Kuintil 3 13,00
.g37,66 0,17
ps
Kuintil 4 10,78 41,92 0,19
Kuinitl 5 6,76 51,23 0,13
.b
w
id
Jawa Barat 24,55 43,78 31,66
Jawa Tengah 13,67 50,99 35,34
o.
DI Yogyakarta 22,08 25,29 52,63
Jawa Timur 23,41
.g 38,09 38,51
ps
Banten 32,08 40,22 27,71
Klasifikasi Desa
Perkotaan 28,62 44,75 26,63
Perdesaan 5,36 44,19 50,46
id
Status Ekonomi
o.
Kuintil 1 9,69 42,73 47,58
.g
Kuintil 2 11,98 44,55 43,47
Kuintil 3 15,80 45,00 39,20
ps
Kuintil 4 20,20 45,18 34,61
Kuinitl 5 31,02 44,73 24,25
.b
w
id
Jawa Tengah 85,50 12,64 1,86
o.
DI Yogyakarta 89,93 9,39 0,68
.g
Jawa Timur 84,52 14,78 0,70
Banten 75,57 22,25 2,19
ps
Bali 86,36 11,53 2,11
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 79,98 16,70 3,33
Perdesaan 78,53 18,84 2,63
id
Perguruan Tinggi 81,67 15,84 2,49
o.
Status Ekonomi
.g
Kuintil 1 81,24 15,63 3,12
Kuintil 2 77,10 19,86 3,04
ps
Kuintil 3 79,22 17,31 3,48
Kuintil 4 77,69 19,38 2,93
.b
Provinsi Ya Tidak
(1) (2) (3)
id
DKI Jakarta 5,36 94,64
Jawa Barat 2,06 97,94
o.
Jawa Tengah 2,82 97,18
DI Yogyakarta 2,17
.g 97,83
ps
Jawa Timur 2,72 97,28
Banten 4,49 95,51
.b
Karakteristik Ya Tidak
(1) (2) (3)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 4,00 96,00
Perdesaan 2,61 97,39
Perempuan
id
SM/Sederajat 3,97 96,03
Perguruan Tinggi 3,34 96,66
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 2,62 .g 97,38
ps
Kuintil 2 2,97 97,03
Kuintil 3 3,42 96,58
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 35,14 21,70 43,16
Perdesaan 39,47 24,86 35,67
id
SM/Sederajat 36,98 20,31 42,71
o.
Perguruan Tinggi 33,34 22,95 43,72
Status Ekonomi
Kuintil 1 37,76 .g 22,41 39,84
ps
Kuintil 2 39,49 29,05 31,46
Kuintil 3 35,84 24,81 39,35
.b
Jenis B3
Spray yang
Menggunakan Mengandung
Pembersih
Provinsi /Meyimpan Aerosol Pengilap
Keramik,
B3 (Pengharum Kaca/Kayu/
Granit,
Ruangan, Pembasmi Logam
Marmer
Nyamuk, Air
Disinfectant, Dll.)
(1) (2) (3) (4) (5)
id
Jambi 91,55 35,75 16,66 8,94
o.
Sumatera Selatan 91,60 35,57 19,17 5,18
Bengkulu 94,81 29,21 18,80 7,12
Lampung 90,74 26,01 .g 17,23 4,94
ps
Kep. Bangka Belitung 97,38 47,08 39,39 16,41
Kep. Riau 98,05 62,99 37,64 18,27
.b
Racun Serangga
AKI (Accu)
Provinsi Cat Minyak Nonspray/ Detergen
Bekas
Pembasmi Hama
(1) (6) (7) (8) (9)
id
DKI Jakarta 3,50 2,42 31,86 92,51
o.
Jawa Barat 2,62 2,33 20,84 91,40
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
4,62
2,38
3,32
1,77 .g 26,09
17,24
95,26
90,67
ps
Jawa Timur 4,90 3,05 28,36 91,61
.b
Jenis B3
Spray yang
Menggunakan/ Mengandung Aerosol Pembersih
Karakteristik Menyimpan Pengilap
(Pengharum Keramik,
B3 Kaca/Kayu/
Ruangan, Pembasmi Granit,
Logam
Nyamuk, Air Marmer
Disinfectant, Dll.)
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 94,28 38,81 31,69 10,49
Perdesaan 90,46 23,87 16,75 4,98
Tingkat Pendidikan
id
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
o.
Tidak/Belum Pernah 90,54 17,26 13,54 2,68
Sekolah dan
.g
ps
Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 91,08 23,51 19,07 4,82
.b
Status Ekonomi
w
Racun
Serangga
AKI (Accu)
Karakteristik Cat Minyak Nonspray/ Detergen
Bekas
Pembasmi
Hama
(1) (6) (7) (8) (9)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,76 3,33 25,15 92,74
Perdesaan 5,22 3,87 31,00 88,73
id
SMP/Sederajat 4,71 3,85 27,61 91,53
SM/Sederajat 4,98 3,96 28,52 92,41
o.
Perguruan Tinggi 5,44 5,47 32,66 93,60
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 3,01 1,83 21,05 88,85
Kuintil 2 3,57 2,73 24,87 90,30
.b
Dibuang
Dibuang ke
Bersama Dibuang Lainnya
Provinsi Selokan/
Sampah Terpisah
Saluran Air
Rumah Tangga
(1) (2) (3) (4) (5)
id
Kep. Bangka Belitung 87,52 9,45 NA 0,00
Kep. Riau 82,89 12,07 3,64 NA
o.
DKI Jakarta 82,50 11,03 3,58 NA
Jawa Barat 68,74 20,12
.g 3,41 1,62
ps
Jawa Tengah 68,27 22,81 10,21 4,34
DI Yogyakarta 65,40 19,77 6,44 9,12
.b
Dibuang
Dibuang ke
Bersama Dibuang
Karakteristik Selokan/ Lainnya
Sampah Terpisah
Saluran Air
Rumah Tangga
(1) (2) (3) (4) (5)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 75,43 15,79 3,86 1,66
Perdesaan 70,94 15,85 4,52 2,88
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 75,32 10,81 4,52 2,87
Sekolah dan
id
Tidak Tamat SD
o.
SD/Sederajat 71,85 15,53 4,53 2,37
SMP/Sederajat 73,70 15,88 4,47 2,44
SM/Sederajat 74,96 16,30
.g 3,72 1,82
ps
Perguruan Tinggi 71,39 22,51 3,09 1,18
.b
Status Ekonomi
Kuintil 1 69,93 15,60 5,10 3,22
w
id
Lampung 14,27 39,21 0,88 45,65
Kep. Bangka Belitung 12,62 48,40 NA 38,68
o.
Kep. Riau 12,78 62,80 NA 24,07
Klasifikasi Desa
Perkotaan 20,09 46,63 0,73 32,56
Perdesaan 18,66 30,76 0,74 49,83
id
SD/Sederajat 19,15 32,40 0,86 47,59
o.
SMP/Sederajat 19,58 42,09 0,71 37,62
SM/Sederajat 20,37 49,37 0,55 29,71
Perguruan Tinggi 28,04 57,06
.g 0,38 14,52
ps
Status Ekonomi
.b
id
DKI Jakarta 57,31 42,69
Jawa Barat 25,01 74,99
o.
Jawa Tengah 19,66 80,34
DI Yogyakarta
Jawa Timur
27,87
22,54 .g 72,13
77,46
ps
Banten 25,92 74,08
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 28,37 71,63
Perdesaan 9,13 90,87
Status Ekonomi
id
Kuintil 1 10,40 89,60
o.
Kuintil 2 13,46 86,54
Kuintil 3 15,39 84,61
Kuintil 4 .g 21,30 78,70
ps
Kuinitl 5 34,70 65,30
.b
Dibuang
Disetor
ke Tempat
Diangkut Didaur Dibuat ke
Karakteristik Penampungan
Petugas Ulang Kompos Bank
Sementara
Sampah
(TPS)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 42,55 18,20 0,46 1,64 2,22
Perdesaan 4,75 4,34 0,29 2,91 0,94
id
SMP/Sederajat 23,28 12,57 0,24 2,04 1,40
SM/Sederajat 37,98 16,22 0,49 1,89 2,29
o.
Perguruan Tinggi 53,96 17,30 0,64 1,84 2,43
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 11,19 7,13 0,27 3,42 1,01
Kuintil 2 16,93 8,96 0,30 2,27 1,23
.b
Dibuang ke
Dibuang
Karakteristik Sungai/Selokan/ Dibakar Ditimbun Lainnya
Sembarangan
Saluran Air
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 5,21 47,91 7,41 3,57 0,96
Perdesaan 11,70 87,21 20,29 12,46 1,04
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan KRT
Tidak/Belum Pernah 11,10 79,52 16,23 11,90 1,04
Sekolah
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 10,30 75,28 15,24 9,16 1,02
SMP/Sederajat 7,97 67,82 13,80 6,74 1,14
id
SM/Sederajat 5,42 53,17 9,83 5,02 0,95
Perguruan Tinggi 3,91 38,71 8,18 3,07 0,67
o.
Status Ekonomi
Kuintil 1 10,67 78,96
.g 15,33 10,94 1,13
ps
Kuintil 2 9,47 74,24 14,85 8,93 0,92
Kuintil 3 8,35 70,49 14,54 7,90 1,04
.b
7 Kali atau
Provinsi 1-2 Kali 3-4 Kali 5-6 Kali
Lebih
(1) (2) (3) (4) (5)
id
Kep. Riau 57,62 25,99 1,31 15,08
o.
DKI Jakarta 17,54 42,74 7,35 32,37
.g
Jawa Barat 58,12 26,52 3,55 11,81
Jawa Tengah 48,16 29,55 4,62 17,67
ps
DI Yogyakarta 36,60 30,80 17,30 15,30
Jawa Timur 23,73 40,00 5,93 30,34
.b
7 Kali atau
Karakteristik 1-2 Kali 3-4 Kali 5-6 Kali
Lebih
(1) (3) (4) (5) (6)
Klasifikasi Desa
Perkotaan 36,73 33,40 5,60 24,27
Perdesaan 55,76 22,19 5,08 16,97
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
41,63 29,95 4,15 24,27
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 42,52 30,42 5,32 21,74
id
SMP/Sederajat 39,97 31,93 5,14 22,97
o.
SM/Sederajat 37,08 33,44 5,84 23,64
.g
Perguruan Tinggi 35,56 32,95 5,98 25,52
ps
Status Ekonomi
Kuintil 1 49,41 26,86 4,36 19,36
.b
id
Kep. Riau 41,81 4,20 10,05 33,57 50,05
o.
DKI Jakarta 76,80 3,61 4,70 69,72 83,88
Jawa Barat 64,01 1,71
.g
2,67 60,65 67,36
ps
Jawa Tengah 49,87 1,50 3,01 46,93 52,81
DI Yogyakarta 67,55 3,22 4,77 61,23 73,86
.b
id
Jawa Barat 31,26 1,67 5,33 27,99 34,52
o.
Jawa Tengah 41,15 1,42 3,46 38,36 43,94
.g
DI Yogyakarta 21,77 2,69 12,37 16,50 27,05
Jawa Timur 41,14 1,43 3,48 38,33 43,95
ps
Banten 45,03 3,71 8,24 37,76 52,31
.b
Tanpa Saluran
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Jawa Barat 4,74 0,55 11,53 3,67 5,81
o.
Jawa Tengah 8,98 0,77 8,54 7,48 10,48
.g
DI Yogyakarta 10,68 2,07 19,39 6,62 14,74
Jawa Timur 12,54 0,94 7,48 10,70 14,38
ps
Banten 7,42 1,56 20,98 4,37 10,47
.b
Tangki Septik
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Kep. Riau 7,90 2,20 27,901 3,58 12,22
o.
DKI Jakarta 13,83 2,35 17,00 9,22 18,45
Jawa Barat 14,37 1,13
.g
7,88 12,15 16,59
ps
Jawa Tengah 11,44 0,88 7,67 9,72 13,16
DI Yogyakarta 35,67 3,59 10,06 28,64 42,70
.b
IPAL
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
id
Jawa Barat 1,53 0,38 24,95 0,78 2,27
o.
Jawa Tengah 0,80 0,20 25,081 0,41 1,19
.g
DI Yogyakarta 8,14 1,79 21,94 4,64 11,65
Jawa Timur 0,80 0,20 24,56 0,41 1,18
ps
Banten NA NA 85,842 NA NA
.b
Bali NA NA 56,842 NA NA
Nusa Tenggara Barat NA NA 100,002 NA NA
w
Maluku NA NA 62,192 NA NA
Maluku Utara NA NA 84,692 NA NA
Kolam/Sawah/Sungai/Danau/Laut
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (12) (13) (14) (15) (16)
id
Jawa Barat 26,98 1,62 6,00 23,81 30,15
o.
Jawa Tengah 19,77 1,19 6,03 17,44 22,11
.g
DI Yogyakarta 8,79 1,95 22,24 4,96 12,62
Jawa Timur 11,99 0,91 7,61 10,20 13,78
ps
Banten 15,70 3,01 19,20 9,79 21,60
.b
Lubang Tanah
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (17) (18) (19) (20) (21)
id
Jawa Barat 12,18 1,24 10,17 9,75 14,61
o.
Jawa Tengah 16,82 1,13 6,70 14,61 19,03
.g
DI Yogyakarta 12,54 2,65 21,11 7,35 17,73
Jawa Timur 20,74 1,19 5,74 18,40 23,07
ps
Banten 15,99 2,77 17,35 10,55 21,43
.b
Pantai/Tanah Lapang/Kebun
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (22) (23) (24) (25) (26)
id
Jawa Barat 2,59 0,32 12,27 1,97 3,21
o.
Jawa Tengah 12,73 0,98 7,73 10,80 14,66
.g
DI Yogyakarta 16,87 2,53 14,98 11,92 21,82
Jawa Timur 14,61 0,97 6,67 12,70 16,52
ps
Banten 6,29 1,30 20,69 3,74 8,84
.b
id
Kep. Riau 15,20 2,86 18,80 9,60 20,80
o.
DKI Jakarta 63,57 3,56 5,60 56,59 70,54
Jawa Barat 24,55 1,50
.g
6,10 21,61 27,49
ps
Jawa Tengah 13,67 0,84 6,17 12,02 15,32
DI Yogyakarta 22,08 3,29 14,92 15,62 28,54
.b
Tanpa Got/Selokan
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
id
Jawa Barat 31,66 1,68 5,30 28,38 34,95
o.
Jawa Tengah 35,34 1,48 4,17 32,45 38,24
.g
DI Yogyakarta 52,63 3,83 7,28 45,12 60,14
Jawa Timur 38,51 1,56 4,05 35,45 41,56
ps
Banten 27,71 3,04 10,96 21,76 33,66
.b
Lancar
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Kep. Riau 88,47 3,13 3,54 82,34 94,61
o.
DKI Jakarta 85,70 4,47 5,21 76,94 94,46
Jawa Barat 77,37 2,24
.g
2,89 72,99 81,75
ps
Jawa Tengah 85,50 1,38 1,62 82,79 88,21
DI Yogyakarta 89,93 4,27 4,75 81,56 98,30
.b
Mengalir Lambat
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
id
Jawa Barat 17,79 1,91 10,72 14,05 21,53
o.
Jawa Tengah 12,64 1,29 10,20 10,11 15,17
.g
DI Yogyakarta 9,39 4,18 44,54 1,19 17,59
Jawa Timur 14,78 1,67 11,31 11,50 18,05
ps
Banten 22,25 4,37 19,64 13,68 30,81
.b
Tergenang
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (7) (8) (8) (9) (10)
id
Jawa Barat 4,84 1,27 26,24 2,35 7,33
o.
Jawa Tengah 1,86 0,47 25,23 0,94 2,78
.g
DI Yogyakarta 0,68 0,51 75,34 -0,32 1,69
Jawa Timur 0,70 0,19 26,63 0,34 1,07
ps
Banten 2,19 0,74 33,93 0,73 3,64
.b
id
DKI Jakarta 5,36 2,57 48,041 0,31 10,41
o.
Jawa Barat 2,06 0,50 24,03 1,09 3,03
.g
Jawa Tengah 2,82 0,52 18,51 1,79 3,84
DI Yogyakarta NA NA 96,202 NA NA
ps
Jawa Timur 2,72 0,55 20,04 1,65 3,79
Banten 4,49 1,55 34,561 1,45 7,53
.b
w
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
2 Nilai
estimasi dianggap tidak akurat
Sumber: BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2022
Tabel 7.28
Sampling Error Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
Menurut Provinsi, 2022
id
Kep. Bangka Belitung 47,08 3,35 7,11 40,52 53,64
o.
Kep. Riau 62,99 3,95 6,27 55,24 70,73
DKI Jakarta
Jawa Barat
50,34
34,65
3,47
1,46 .g
6,89
4,21
43,54
31,79
57,14
37,50
ps
Jawa Tengah 23,39 1,02 4,38 21,38 25,40
.b
id
Jawa Barat 27,66 1,55 5,59 24,63 30,69
o.
Jawa Tengah 32,16 1,17 3,65 29,86 34,46
DI Yogyakarta 33,10 3,34 10,08 26,56 39,64
Jawa Timur 30,70 1,22
.g3,99 28,30 33,10
ps
Banten 22,94 2,91 12,71 17,23 28,65
.b
Pengilap Kaca/Kayu/Logam
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (12) (13) (14) (15) (16)
id
Jawa Barat 9,10 0,68 7,48 7,77 10,44
o.
Jawa Tengah 7,18 0,54 7,54 6,12 8,24
DI Yogyakarta 10,09 1,56 15,51 7,02 13,16
Jawa Timur 8,96 0,66
.g
7,37 7,66 10,25
ps
Banten 7,44 1,36 18,23 4,78 10,10
.b
id
Jawa Barat 2,62 0,35 13,43 1,93 3,31
o.
Jawa Tengah 4,62 0,42 9,12 3,79 5,44
DI Yogyakarta 2,38 0,57 23,75 1,27 3,49
Jawa Timur 4,90 0,47
.g 9,65 3,97 5,82
ps
Banten 3,07 0,72 23,35 1,66 4,47
.b
Cat Minyak
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (22) (23) (24) (25) (26)
id
Jawa Barat 2,33 0,29 12,26 1,77 2,89
o.
Jawa Tengah 3,32 0,31 9,28 2,71 3,92
DI Yogyakarta 1,77 0,46 25,781 0,88 2,67
Jawa Timur 3,05 0,34 10,97
.g 2,40 3,71
ps
Banten 2,35 0,81 34,461 0,76 3,94
.b
id
Jawa Barat 20,84 1,27 6,09 18,36 23,33
o.
Jawa Tengah 26,09 1,27 4,88 23,59 28,59
DI Yogyakarta 17,24 2,14 12,40 13,05 21,43
Jawa Timur 28,36 1,31
.g4,62 25,79 30,93
ps
Banten 23,96 2,75 11,46 18,58 29,35
.b
Detergen
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (32) (33) (34) (35) (36)
id
Jawa Barat 91,40 0,95 1,04 89,54 93,26
o.
Jawa Tengah 95,26 0,60 0,63 94,07 96,44
DI Yogyakarta 90,67 3,22 3,55 84,36 96,99
Jawa Timur 91,61 0,83 0,91
.g 89,98 93,25
ps
Banten 86,33 1,71 1,98 82,98 89,67
.b
id
Kep. Riau 82,89 3,36 4,05 76,30 89,47
o.
DKI Jakarta 82,50 2,43 2,94 77,75 87,26
Jawa Barat
Jawa Tengah
68,74
68,27
1,52
1,38 .g
2,22
2,03
65,75
65,56
71,72
70,99
ps
DI Yogyakarta 65,40 4,08 6,24 57,41 73,40
.b
Dibuang Terpisah
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
id
Jawa Barat 20,12 1,25 6,21 17,67 22,57
o.
Jawa Tengah 22,81 1,21 5,30 20,44 25,18
DI Yogyakarta 19,77 3,16 16,00 13,57 25,97
Jawa Timur 15,41 0,96 6,20
.g 13,53 17,28
ps
Banten 11,14 1,73 15,52 7,75 14,53
.b
id
Jawa Barat 3,41 0,59 17,27 2,26 4,57
o.
Jawa Tengah 10,21 1,11 10,85 8,04 12,39
DI Yogyakarta 6,44 2,60 40,411 1,34 11,55
Jawa Timur 4,16 0,66
.g15,87 2,87 5,46
ps
Banten 3,67 1,37 37,241 0,99 6,35
.b
Lainnya
Provinsi Standard 95% Confidence interval
Estimate RSE
Error Lower Upper
(1) (12) (13) (14) (15) (16)
id
Jawa Barat 1,62 0,33 20,07 0,98 2,26
o.
Jawa Tengah 4,34 0,66 15,28 3,04 5,64
DI Yogyakarta 9,12 2,79 30,651 3,64 14,60
Jawa Timur 2,59 0,46 17,73
.g 1,69 3,49
ps
Banten NA NA 75,942 NA NA
.b
Maluku NA NA 87,902 NA NA
Maluku Utara 0,00 0,00 - 0,00 0,00
id
Kep. Riau 12,78 2,83 22,13 7,24 18,33
o.
DKI Jakarta 11,60 1,98 17,05 7,72 15,47
Jawa Barat
Jawa Tengah
26,19
27,86
1,50
1,34 .g
5,72
4,81
23,26
25,23
29,13
30,48
ps
DI Yogyakarta 26,21 3,08 11,74 20,17 32,24
.b
id
Jawa Barat 40,48 1,49 3,69 37,55 43,41
o.
Jawa Tengah 39,30 1,28 3,25 36,80 41,80
DI Yogyakarta 56,55 3,55 6,28 49,59 63,52
Jawa Timur 36,71 1,26 3,43
.g 34,24 39,18
ps
Banten 39,94 2,70 6,76 34,65 45,23
.b
id
Jawa Barat 0,89 0,17 18,93 0,56 1,22
o.
Jawa Tengah 0,51 0,10 19,02 0,32 0,71
DI Yogyakarta NA NA 54,932 NA NA
Jawa Timur 0,70 0,14
.g19,98 0,43 0,97
ps
Banten NA NA 62,752 NA NA
.b
Bali NA NA 73,652 NA NA
Nusa Tenggara Barat 2,34 0,89 38,111 0,59 4,09
w
id
Jawa Barat 32,44 1,50 4,62 29,50 35,38
o.
Jawa Tengah 32,33 1,29 4,00 29,79 34,86
DI Yogyakarta 16,51 2,54 15,37 11,54 21,48
Jawa Timur 45,00 1,37 3,05
.g 42,31 47,70
ps
Banten 43,96 3,12 7,09 37,85 50,07
.b
id
DKI Jakarta 57,31 3,64 6,35 50,17 64,44
o.
Jawa Barat 25,01 1,40 5,59 22,27 27,75
.g
Jawa Tengah 19,66 1,01 5,12 17,69 21,63
DI Yogyakarta 27,87 3,43 12,31 21,14 34,59
ps
Jawa Timur 22,54 1,17 5,20 20,24 24,83
Banten 25,92 3,14 12,13 19,76 32,09
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
Sumber: BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2022
Tabel 7.32
Sampling Error Persentase Rumah Tangga Menurut Karakteristik dan Cara Penanganan Sampah, 2022
Diangkut Petugas
Klasifikasi Desa
Perkotaan 42,55 0,95 2,24 40,68 44,42
Perdesaan 4,75 0,32 6,77 4,12 5,38
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
10,49 0,57 5,41 9,37 11,60
dan Tidak Tamat SD
id
SD/Sederajat 15,78 0,59 3,76 14,61 16,94
o.
SMP/Sederajat 23,28 0,77 3,32 21,77 24,80
SM/Sederajat 37,98 0,82 2,16 36,37 39,59
Perguruan Tinggi 53,96 1,12
.g 2,07 51,77 56,14
ps
Status Ekonomi
Kuintil 1 11,19 0,66 5,94 9,89 12,50
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 18,20 0,64 3,50 16,95 19,45
Perdesaan 4,34 0,32 7,33 3,72 4,97
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
6,93 0,52 7,48 5,91 7,94
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 9,33 0,45 4,86 8,44 10,22
id
SMP/Sederajat 12,57 0,57 4,52 11,45 13,68
SM/Sederajat 16,22 0,58 3,59 15,08 17,36
o.
Perguruan Tinggi 17,30 0,75 4,32 15,84 18,77
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 7,13 0,56 7,82 6,04 8,23
Kuintil 2 8,96 0,57 6,34 7,85 10,07
.b
Didaur Ulang
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,46 0,09 19,98 0,28 0,64
Perdesaan 0,29 0,08 26,431 0,14 0,44
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
0,50 0,19 36,961 0,14 0,87
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 0,23 0,05 21,30 0,13 0,33
id
SMP/Sederajat 0,24 0,06 23,19 0,13 0,35
SM/Sederajat 0,49 0,12 23,56 0,27 0,72
o.
Perguruan Tinggi 0,64 0,21 32,961 0,23 1,05
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 0,27 0,11 42,321 0,05 0,49
Kuintil 2 0,30 0,08 27,191 0,14 0,47
.b
Dibuat Kompos
Klasifikasi Desa
Perkotaan 1,64 0,16 9,92 1,33 1,96
Perdesaan 2,91 0,25 8,66 2,41 3,40
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
1,97 0,24 12,10 1,51 2,44
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 2,76 0,27 9,78 2,23 3,29
id
SMP/Sederajat 2,04 0,22 11,01 1,60 2,48
SM/Sederajat 1,89 0,15 8,04 1,60 2,19
o.
Perguruan Tinggi 1,84 0,23 12,70 1,39 2,30
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 3,42 0,37 10,77 2,70 4,14
Kuintil 2 2,27 0,23 10,06 1,83 2,72
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 2,22 0,23 10,34 1,77 2,67
Perdesaan 0,94 0,11 11,95 0,72 1,16
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
1,01 0,18 17,53 0,66 1,35
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,31 0,14 10,94 1,03 1,58
id
SMP/Sederajat 1,40 0,21 14,63 1,00 1,81
SM/Sederajat 2,29 0,25 10,98 1,80 2,78
o.
Perguruan Tinggi 2,43 0,32 13,32 1,80 3,06
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 1,01 0,17 17,03 0,67 1,34
Kuintil 2 1,23 0,17 13,74 0,90 1,56
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 5,21 0,43 8,24 4,37 6,05
Perdesaan 11,70 0,44 3,74 10,85 12,56
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
11,10 0,56 5,04 10,01 12,20
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 10,30 0,48 4,68 9,35 11,24
id
SMP/Sederajat 7,97 0,44 5,51 7,11 8,83
SM/Sederajat 5,42 0,30 5,59 4,83 6,02
o.
Perguruan Tinggi 3,91 0,37 9,38 3,19 4,63
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 10,67 0,69 6,50 9,31 12,03
Kuintil 2 9,47 0,51 5,34 8,48 10,46
.b
Dibakar
Klasifikasi Desa
Perkotaan 47,91 0,92 1,92 46,11 49,71
Perdesaan 87,21 0,43 0,49 86,37 88,05
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
79,52 0,70 0,88 78,15 80,90
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 75,28 0,64 0,85 74,03 76,53
id
SMP/Sederajat 67,82 0,81 1,19 66,23 69,40
SM/Sederajat 53,17 0,77 1,45 51,66 54,67
o.
Perguruan Tinggi 38,71 1,00 2,59 36,74 40,68
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 78,96 0,80 1,02 77,38 80,54
Kuintil 2 74,24 0,79 1,06 72,69 75,78
.b
Ditimbun
Klasifikasi Desa
Perkotaan 7,41 0,45 6,02 6,53 8,28
Perdesaan 20,29 0,60 2,96 19,11 21,47
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
16,23 0,69 4,26 14,87 17,59
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 15,24 0,55 3,61 14,16 16,32
id
SMP/Sederajat 13,80 0,55 3,99 12,72 14,88
SM/Sederajat 9,83 0,37 3,76 9,11 10,56
o.
Perguruan Tinggi 8,18 0,48 5,85 7,24 9,12
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 15,33 0,79 5,15 13,78 16,87
Kuintil 2 14,85 0,61 4,09 13,66 16,04
.b
Dibuang Sembarangan
Klasifikasi Desa
Perkotaan 3,57 0,28 7,98 3,01 4,13
Perdesaan 12,46 0,47 3,77 11,53 13,38
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
11,90 0,55 4,59 10,83 12,97
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 9,16 0,42 4,62 8,33 9,99
id
SMP/Sederajat 6,74 0,34 5,09 6,06 7,41
SM/Sederajat 5,02 0,25 5,07 4,52 5,52
o.
Perguruan Tinggi 3,07 0,28 9,22 2,52 3,63
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 10,94 0,62 5,70 9,72 12,16
Kuintil 2 8,93 0,43 4,84 8,09 9,78
.b
Lainnya
Klasifikasi Desa
Perkotaan 0,96 0,15 15,59 0,66 1,25
Perdesaan 1,04 0,16 15,05 0,73 1,34
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
1,04 0,19 18,00 0,67 1,40
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 1,02 0,14 13,32 0,76 1,29
id
SMP/Sederajat 1,14 0,18 15,68 0,79 1,49
SM/Sederajat 0,95 0,12 12,57 0,72 1,19
o.
Perguruan Tinggi 0,67 0,12 18,33 0,43 0,91
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 1,13 0,18 15,76 0,78 1,48
Kuintil 2 0,92 0,15 16,83 0,61 1,22
.b
Keterangan: 1 Penggunaan
nilai estimasi harus dilakukan dengan berhati-hati
s
id
Kep. Bangka Belitung 43,73 4,64 10,62 34,63 52,84
o.
Kep. Riau 57,62 6,62 11,49 44,63 70,60
id
Jawa Barat 26,52 2,36 8,90 21,89 31,14
o.
Jawa Tengah 29,55 2,30 7,78 25,04 34,06
DI Yogyakarta 30,80 4,87 15,83 21,24 40,35
Jawa Timur 40,00 3,00
.g7,51 34,11 45,88
ps
Banten 35,25 4,29 12,18 26,83 43,66
.b
id
Jawa Barat 3,55 0,96 27,031 1,67 5,43
o.
Jawa Tengah 4,62 1,13 24,55 2,40 6,85
DI Yogyakarta 17,30 5,58 32,251 6,36 28,24
Jawa Timur 5,93 1,68 28,361
.g 2,64 9,23
ps
Banten NA NA 52,122 NA NA
.b
id
Jawa Barat 11,81 1,41 11,94 9,05 14,58
o.
Jawa Tengah 17,67 2,02 11,45 13,70 21,63
DI Yogyakarta 15,30 4,65 30,421 6,17 24,43
Jawa Timur 30,34 3,02
.g 9,96 24,41 36,26
ps
Banten 29,55 4,62 15,64 20,49 38,62
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 36,73 1,15 3,13 34,48 38,99
Perdesaan 55,76 2,35 4,21 51,15 60,37
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
id
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
o.
41,63 2,35 5,65 37,02 46,24
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
42,52
39,97
1,58
1,55 .g3,72
3,88
39,42
36,93
45,63
43,01
ps
SM/Sederajat 37,08 1,27 3,42 34,60 39,57
Perguruan Tinggi 35,56 1,58 4,44 32,46 38,65
.b
w
Status Ekonomi
Kuintil 1 49,41 2,36 4,78 44,77 54,04
w
Klasifikasi Desa
Perkotaan 33,40 1,04 3,11 31,37 35,44
Perdesaan 22,19 1,80 8,09 18,67 25,71
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
29,95 2,01 6,71 26,02 33,89
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 30,42 1,40 4,61 27,67 33,17
id
SMP/Sederajat 31,93 1,43 4,48 29,13 34,73
SM/Sederajat 33,44 1,17 3,51 31,14 35,73
o.
Perguruan Tinggi 32,95 1,46 4,44 30,08 35,82
Status Ekonomi .g
ps
Kuintil 1 26,86 1,83 6,80 23,28 30,45
Kuintil 2 28,30 1,63 5,76 25,10 31,49
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 5,60 0,48 8,51 4,66 6,53
Perdesaan 5,08 1,59 31,401 1,95 8,20
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
4,15 0,82 19,72 2,55 5,76
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 5,32 0,67 12,66 4,00 6,64
id
SMP/Sederajat 5,14 0,60 11,68 3,96 6,32
SM/Sederajat 5,84 0,59 10,18 4,68 7,01
o.
Perguruan Tinggi 5,98 0,63 10,61 4,73 7,22
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 4,36 0,83 18,98 2,74 5,99
Kuintil 2 4,94 0,75 15,14 3,48 6,41
.b
Klasifikasi Desa
Perkotaan 24,27 0,94 3,86 22,43 26,10
Perdesaan 16,97 1,82 10,70 13,41 20,53
Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
KRT
Tidak/Belum Pernah Sekolah
24,27 2,27 9,36 19,81 28,72
dan Tidak Tamat SD
SD/Sederajat 21,74 1,20 5,53 19,38 24,10
id
SMP/Sederajat 22,97 1,28 5,56 20,46 25,47
SM/Sederajat 23,64 1,01 4,28 21,66 25,62
o.
Perguruan Tinggi 25,52 1,33 5,22 22,90 28,13
Status Ekonomi
.g
ps
Kuintil 1 19,36 1,75 9,05 15,93 22,80
Kuintil 2 20,69 1,47 7,11 17,81 23,57
.b
id
Atwii, F., Sandvik, K. B., Kirch, L., Paragi, B., Radtke, K., Schneider, S., Weller, D. (2022).
o.
World Risk Report 2022. Bündnis Entwicklung Hilft, Ruhr University Bochum –
.g
Institute for International Law of Peace and Conflict 2022.
ps
Badan Pusat Statistik. (2020). Persentase Penduduk Daerah Perkotaan menurut Provinsi,
2010-2035. Kependudukan.
.b
Badan Pusat Statistik. (2021). Hasil Sensus Penduduk 2020. In Berita Resmi Statistik (Issue
w
No.7/01/Th.XXIV).
w
Badan Pusat Statistik. (2022a). Indikator Perumahan Dan Kesehatan Lingkungan 2022. In
w
BPS. BPS.
://
Badan Pusat Statistik. (2022b). Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2022. BPS.
s
Badan Pusat Statistik. (2022c). Profil Migran Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2021.
tp
Badan Pusat Statistik. (2023). Proyeksi Penduduk Indonesia 2020 – 2050 Hasil Sensus
ht
id
the East Coast of Malaysia. BMC Public Health, 22(1), 1–20.
https://doi.org/10.1186/s12889-021-12274-7.
o.
Geere, J. A. L., & Hunter, P. R. (2020). The association of water carriage, water supply and
.g
sanitation usage with maternal and child health. A combined analysis of 49 Multiple
ps
Indicator Cluster Surveys from 41 countries. International Journal of Hygiene and
.b
Jarup, L., Babisch, W., Houthuijs, D., Pershagen, G., Katsouyanni, K., Cadum, E., ... & Vigna-
w
Taglianti, F. (2008). Hypertension and exposure to noise near airports: the HYENA
w
Kaza, S., Yao, L., Bhada-Tata, P., & Woerden, F. Van. (2018). What a Waste 2.0: A Global
Snapshot of Solid Waste Management to 2050. World bank Group.
s
tp
id
Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
o.
Sampah. Jakarta.
.g
Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
ps
dan Kawasan Permukiman. Jakarta.
Republik Indonesia. (2014). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun
.b
Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2021
w
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
Tanta-Tanda yang Digunakan dalam Publikasi
id
Estimasi dari sampel survei dipengaruhi oleh dua jenis error (kesalahan) yaitu Sampling
o.
Error dan non-Sampling Error (seperti kesalahan dalam wawancara dan kesalahan
.g
pengolahan). Sampling Error adalah kesalahan yang ditimbulkan dari penggunaan teknik
ps
sampling dalam suatu survei. Besarnya Sampling Error secara teori statistik ditunjukan
oleh besarnya angka standard error dari suatu angka estimasi persentase suatu variabel
.b
yang disajikan dari hasil Susenas MKP 2022. Untuk mengukur presisi dari suatu angka
w
estimasi, digunakan besaran Relative Standard Error (RSE), yaitu rasio dari nilai standard
w
error dengan nilai estimasi suatu variabel, yang dinyatakan dalam persentase (%). Dengan
w
://
nilai RSE atau makin pendek selang kepercayaan menunjukkan nilai indikator yang makin
ht
baik.
Kesalahan sampling dari beberapa estimasi harus digunakan secara hati-hati. Untuk
estimasi dari jumlah kasus yang kecil, kesalahan relatif akan sangat besar. Secara umum,
besaran standard error akan meningkat seiring dengan besaran estimasi. Sebaliknya, RSE
menurun jika ukuran estimasi tersebut meningkat. Estimasi yang sangat kecil akan
menghasilkan RSE yang tinggi sehingga nilainya menjadi tidak akurat. Nilai estimasi
dengan RSE<25,00 persen dianggap akurat, nilai estimasi dengan RSE≥25,00 persen
namun ≤50,00 persen menunjukkan perlunya kehati-hatian jika ingin digunakan,
sementara itu estimasi dengan RSE>50,00 persen dianggap sangat tidak akurat dan
seharusnya digabungkan dengan estimasi yang lain untuk memberikan estimasi dengan
RSE <25,00 persen. Nilai estimasi dengan RSE>50,00 persen ditandai dengan tanda NA.
Penghitungan tingkat Sampling Error untuk indikator-indikator yang disajikan dalam
publikasi Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 menggunakan paket pemrograman
dengan desain yang mengikuti desain sampling Susenas.
Metodologi Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan (MKP) 2022
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Maret dan September. Susenas Kor
dilaksanakan setiap tahun pada bulan Maret, sementara Susenas Modul dilaksanakan
pada bulan September yang dilaksanakan bergantian antara Modul Ketahanan Sosial,
Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (MSBP), serta Modul Kesehatan dan Perumahan
(MKP). Pada September 2022, dilaksanakan Susenas MKP. Susenas MKP pertama kali
diselenggarakan pada tahun 1992 untuk mengumpulkan data yang lebih detail mengenai
kesehatan dan perumahan guna melengkapi indikator yang telah dikumpulkan dari
Susenas Kor.
Jumlah sampel Blok Sensus (BS) Susenas MKP 2022 sebesar 7.500 BS yang merupakan
subsample dari BS sampel Susenas Kor (Maret) 2022. Pada setiap BS terpilih, dilakukan
pemilihan sampel sebanyak sepuluh rumah tangga sehingga jumlah sampel rumah
id
tangga untuk Susenas MKP 2022 sebanyak 75.000 rumah tangga. Untuk memperoleh
o.
representative sample pada pelaksanaan Susenas MKP, dilakukan stratifikasi pada
.g
seluruh BS dan rumah tangga di BS terpilih. Stratifikasi BS dilakukan secara eksplisit
menurut klasifikasi perkotaan/perdesaan. Pemilihan sampel BS dilakukan tiga tahap: 1.
ps
Memilih 40 persen BS secara Probability Proportional to Size (PPS) untuk memperoleh
.b
systematic sampling pada setiap strata perkotaan dan perkotan di setiap kabupaten/kota
w
untuk kegiatan Susenas Maret 2022; 3. Memilih BS untuk Susenas MKP 2022 dari BS
w
Susenas Maret 2022 secara systematic. Setelah pemilihan sampel pada level BS,
://
rumah tangga dari hasil pemutakhiran pada setiap BS terpilih dengan stratifikasi implisit
berdasarkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga untuk meningkatkan keterwakilan
ht
Pengumpulan data Susenas MKP 2022 menggunakan dua buah instrumen, yaitu
kuesioner MKP yang ditanyakan pada level individu, untuk menggali informasi mengenai
demografi, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan perlindungan sosial, serta kuesioner
konsumsi/pengeluaran pada level rumah tangga untuk mengumpulkan informasi
mengenai pengeluaran makanan dan bukan makanan. Hasil dari Susenas MKP 2022
dapat digunakan untuk mengestimasi data hingga level provinsi.
Definisi Operasional
1. Kepala Rumah Tangga (KRT) Salah seorang dari Anggota Rumah Tangga (ART)
yang bertanggung jawaab atas pemenuhan
kebutuhan sehari-hari di rumah tangga atau orang
yang dituakan/dianggap/dutunjuk sebagai KRT.
2. Klasifikasi desa Pengelompokan desa/kelurahan di Indonesia
menjadi daerah perkotaan dan perdesaan.
Penentuan desa/kelurahan tersebut menggunakan
indikator komposit yang nilainya berdasarkan
variabel kepadatan penduduk, persentase rumah
tangga pertanian, dan akses ke fasilitas umum.
id
kuintil 1, 2, 3, 4, dan 5.
Makin tinggi kategori kuintil menunjukkan status
o.
ekonomi atau kesejahteraan rumah tangga yang
.g
makin tinggi.
ps
4. Rumah tangga biasa Seorang atau sekelompok orang yang mendiami
.b
id
Lainnya Contoh rumah warisan dan hibah.
o.
7. Cara membeli
.g
ps
rumah/bangunan tempat
tinggal
.b
id
tercantum pada akad kredit yang telah disepakati
o.
pada saat pembuatan akad. Bila jangka waktunya
.g
diperpanjang atau terjadi restrukturisasi utang, maka
jangka waktu yang dianggap lunas adalah jangka
ps
waktu kumulatif setelah restrukturisasi.
.b
id
12. Lokasi sumber air minum
o.
Di luar kawasan pagar Lokasi sumber/fasilitas air minum terletak di luar
rumah
.g
batas pekarangan rumah, misal: membeli air isi ulang
ps
di toko di luar rumah, air danau, dll.
.b
diminum
w
w
bawahnya.
ht
id
Hidran umum Sarana pelayanan air minum yang digunakan secara
o.
komunal oleh beberapa rumah tangga, berupa bak
.g
penampung air yang ditempatkan di atas permukaan
ps
tanah dilengkapi dengan penyangga atau pondasi
.b
ember/jeriken.
w
id
Tangga Pasal 35, jarak aman lokasi TPA dari
o.
permukiman adalah lebih dari 1 km. Hal ini
mempertimbangkan
.g pencemaran, kebauan,
penyebaran vektor penyakit, dan aspek sosial.
ps
Dalam radius 2 Km dari Dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 40
.b
id
Di sekitar jalur landasan UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
o.
pesawat terbang menetapkan untuk menjamin keselamatan dan
.g
keamanan penerbangan, bandar udara dilengkapi
ps
dengan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP). KKOP relatif sangat luas, mulai dari pinggir
.b
operasi penerbangan.
ht
id
a) Akibat hujan lebat di suatu area terjal di mana
o.
tanah di area tersebut tidak kuat menahan air
.g
akibat pohon-pohon yang sudah ditebang.
b) Akibat peristiwa alami di mana tanah di suatu
ps
area memang kurang padat, mendapat curah
.b
curam.
w
id
got tertutup, baik yang berada di dalam pekarangan
o.
maupun di luar pekarangan, termasuk juga yang
Saluran terbuka .g
berada di dalam tanah.
Jika saluran limbah dibuat secara terbuka, baik yang
ps
berada di dalam pekarangan maupun di luar
.b
pekarangan.
w
media).
s
tp
got/selokan
Lancar Bila air got/selokan di sekitar rumah mengalir lancar
sehingga air tersebut bergerak, termasuk bila got
tidak berair (kering).
Mengalir lambat Bila air got/selokan mengalir lambat, antara lain
karena terhalang oleh banyaknya sampah (limbah
padat) yang dibuang ke got/selokan, atau
diakibatkan got/selokan yang tidak baik.
Tergenang Bila air got/selokan tidak dapat mengalir antara lain
karena tertutup oleh limbah padat atau terhambat
alirannya karena saluran lanjutannya juga tergenang
(penuh), atau tidak ada aliran got/selokan.
19. Bahan Berbahaya dan Zat, energi, dan/atau komponen yang karena sifat,
Beracun (B3) konsentrasi, dan/atau jumlahnya dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain (UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup).
Spray yang Cairan berbentuk spray yang dicampur dengan gas
Mengandung Aerosol air (aerosol) yang mengandung Chloro Fluoro
(Pengharum Ruangan, Carbon (CFC), Nitrogen oksida (NO) atau Hidro
Pembasmi Nyamuk, Air carbon (HC). Gas aerosol berbahaya karena
Disinfectant, dll. mengandung gas CFC yang termasuk dalam gas
rumah kaca efektif menangkap panas matahari
sehingga dapat mengakibatkan peningkatan suhu
id
bumi. Selain itu, aerosol sangat rentan terbakar dan
meledak jika terkena benturan atau suhu panas.
o.
Pembersih keramik,
granit, marmer .g
Pembersih keramik, granit, marmer mengandung
bahan kimia korosif, yaitu Natrium hidroksida
ps
(NaOH) atau Hidrogen peroksida (H2O2). Efek
.b
mata.
://
21. Sampah anorganik Sampah yang tidak mudah terurai, terdiri dari
sampah plastik, sampah logam, sampah gelas/kaca,
sampah karet, dan sampah tekstil.
id
Sementara (TPS) TPS. Tempat Penampungan Sementara (TPS) adalah
o.
tempat penampungan sebelum sampah diangkut ke
.g
tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau
ps
tempat pengolahan sampah terpadu.
Didaur ulang Sampah dikelola menjadi barang baru yang dapat
.b
tanaman.
ht
id
o.
.g
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s ://
w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id