Anda di halaman 1dari 7

HINDARI OVERTHINKING,

PERBANYAK HUSNUDZON
Seringkali manusia banyak merenungi masa lalu,
mengkhawatirkan masa depan, dan memikirkan berbagai
kemungkinan yang belum tentu akan benar-benar terjadi.

Memikirkan suatu hal secara berlebihan dan terus menerus


atau dalam istilah psikologi disebut overthinking. Tentu hal
ini dapat berdampak buruk karena overthinking dapat
mengganggu kesehatan mental.

Berpikir berlebihan justru akan memecahkan konsentrasi


kita dan takkan mengubah apapun jika kita tidak bertindak
apapun. Justru, berpikir berlebihan menguras pikiran, emosi,
dan membuang waktu. Meski begitu, overthinking memang
sering reflek terjadi dan datangnya di luar kendali kita. Tapi
tetap saja, kita masih bisa berupaya mengendalikannya.

Sebagai manusia yang beriman pada Allah, hal-hal ghaib


termasuk masa depan, dan juga takdir harusnya bisa lebih
memudahkan diri kita untuk bisa mengendalikan pikiran
kita.

Jika iman menancap dalam kalbu, maka hal yang perlu kita
lakukan adalah berupaya semampu kita bukan membiarkan
overthinking itu terus menguasai pikiran.

Jelas-jelas Allah sudah menjanjikan bahwa semua rezeki


makhluk-Nya telah pasti. Firmannya dalam surat Hud ayat 6:
ِ ۤ
ِ‫ه‬
ٰ ‫ض ا َّْل َعلَى‬
‫اّلل ِرْزقُ َها َويَ ْعلَ ُم ُم ْستَ َق َّرَها‬ ِ ‫َوَما ِم ْن َدابَّة ِف ْاْلَ ْر‬
ِ ٍ
ٍ ‫َوُم ْستَ ْو َد َع َها ۗ ُكلٌّ ِ ِْف كِت‬
ٍ ْ ِ‫هب ُّمب‬
‫ي‬
Artinya: Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di
bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia
mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata
(Lauh Mahfuzh).

Adapun anjuran Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari


menjelaskan cara menurunkan sejenak beban pikiran dan
kecemasan itu dari diri kita adalah sebagai berikut:

‫ك ال تَ ُقم ِبه‬
َ ‫قام ِبه غريُ َك ع ْن‬ ‫فما‬ ِ
‫ري‬ِ‫ب‬‫د‬ ‫ت‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ِ‫ك‬
َ ْ َّ َ َ‫س‬
‫م‬ َ ‫ِح نَ ْف‬
ْ ‫أر‬
‫ك‬ ِ
َ ‫لنفس‬
Artinya: “Istirahatkan dirimu dari berpikir keras
planning/perencanaan karena apa yang dilakukan oleh
selainmu jangan lagi kaupikirkan” (Ibnu Athaillah As-
Sakandari, Al-Hikam).

Tadbir sendiri adalah kecemasan berlebihan atau harapan


meluap-luap atas segala sesuatu secara pasti di masa depan,
tanpa disertai kepasrahan kepada Allah.

Tadbir ini yang meracuni pikiran, merusak jiwa, dan


mengganggu kesehatan mental. (Syekh Ahmad Zaruq, 2010
M/1431 H: 18).
Tadbir sebagai perencanaan/planning kehidupan merupakan
kewenangan Allah. Karena itu, tadbir itu sendiri harus
dipulangkan kepada ahlinya, yaitu Allah. Dengan
mengembalikan kepada ahlinya, beban pikiran kita dapat
terkurangi.

Adapun ketenangan dan kedamaian pikiran terdapat pada


keridhaan dan keyakinan kepada Allah bahwa Allah yang
memiliki putusan dan Allah telah telah mengatur hal-hal yang
dicemaskan dan diharapkan tersebut.

‫إن هللا جعل الروح والراحة يف الرضى واليقي‬


Artinya: “Rasulullah saw bersabda, ‘Allah menjadikan
kedamaian dan ketenangan jiwa terletak pada ridha dan
keyakinan” (Syekh Ahmad Zaruq, 2010 M/1431 H: 18).

Kita jangan membebani diri dengan over thinking dan


kecemasan berlebihan yang menjadi tekanan batin.

Semua itu merupakan beban pikiran dan tekanan batin yang


tidak berfaedah, aktivitas di luar domain dan wewenang, dan
hanya keletihan tanpa hasil. (Syekh Ahmad Zaruq, 2010
M/1431 H: 18).

Pikiran dan jiwa manusia memiliki keterbatasan yang


mempengaruhi kesehatan mental. Manusia tidak dapat
menanggung tekanan batin dan beban pikiran yang
berlebihan.
Pikiran dan jiwa manusia hanya dapat menerima beban
pikiran yang wajar dan proporsional.

Kalau kesehatan mental terganggu, seseorang dapat


mengalami depresi, stres, putus asa, gelisah, khawatir, cemas,
dan juga berbuat kalap atau bertindak untuk mengakhiri
hidup.

Bahkan tidak sedikit orang mengalami gejala-gejala


psikosomatik, sebuah penyakit yang berasal dari emosi yang
tidak stabil dan gangguan kesehatan mental.

Adapun beberapa tips mengatasi overthinking jika pikiran-


pikiran random itu tiba-tiba saja datang kepadamu, adalah
sebagai berikut:

Pertama, meyakini bahwa Allah menjadi penjamin penuh


atas rezeki setiap makhlukNya. Jangankan manusia, seekor
burung yang tiap pagi meninggalkan sarangnya juga akan
selalu membawa makanan saat pulang. Apalagi manusia,
makhluk Allah yang diciptakan untuk beribadah kepadaNya
(QS. Az-Zariyat ayat 56).

Justru berpikiran berlebihan dan meragukan akan apa yang


telah Allah jamin akan menjatuhkan seseorang pada level
keimanan yang lebih rendah. Sebab iman cakupannya jauh
lebih luas dari Islam. Seseorang yang telah beriman artinya ia
meyakinkannya dalam hati dan mewujudkannya dalam
tindak laku sehari-hari. Jika percaya penuh pada Allah, maka
hari-harinya akan dijalani dengan tenang dan optimis.
Kedua, meski seringkali gagal, Allah akan menggantikannya
bahkan jauh lebih baik. Kegagalan sangat diperlukan untuk
manusia agar dirinya makin merasakan sifat kehambaannya.

Sepenuh-penuhnya ia berusaha, jika memang Allah tidak


menghendaki maka itu takkan terwujud. Tapi, apakah
berusaha atau tidak akan sama hasilnya? Tentu tidak.
Bayangkan, jika kamu lapar dan ingin makan tapi kamu tak
berusaha membeli makanan atau masak, apakah tiba-tiba
kamu akan merasakan kenyang? Jawabannya kan tidak.
Usaha adalah niscaya bagi manusia.

Tapi soal kegagalan, coba kamu ingat-ingat lagi, rezeki apa


yang tak terduga datang dalam hidupmu? Adakah itu kau
lupakan?

Manusia memang nalurinya mudah melupakan kebaikan


orang lain hanya karena satu kesalahan besar yang
dilakukannya. Bahkan manusia cenderung melupakan rezeki
yang sangat berharga dan mengingat kegagalan yang ia alami
tapi penuh menyalahkan Tuhan. Padahal Allah berfiman
dalam surat at-Thalaq ayat 3:

ِ‫ه‬ ۗ ِ ِ
‫اّلل فَ ُه َو‬ ‫ى‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫ل‬‫ك‬َّ
‫و‬ ‫ت‬ ‫ي‬
َّ
ٰ َ ْ َ َ ْ َ َ ُ َْ ‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ب‬ ‫س‬ ‫ت‬ ‫َي‬
َ ‫ْل‬
َ ‫ث‬ُ ‫ي‬
ْ َ ْ ُ‫َّويَ ْرُزقْه‬
‫ح‬ ‫ن‬ ‫م‬
ٍ ِ ِ ‫ه‬
‫اّللُ ل ُك ٰل َش ْيء قَ ْد ًرا‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫د‬ ‫ق‬ ۗۗ ‫ه‬ِ
‫ر‬ ‫م‬ ِ ‫ه‬ َّ ِ
ٰ َ ََ ْ َ ٗ ْ َ ُ َ َٰ ‫َح ْسبُهٗ ۗا‬
‫ا‬ ‫غ‬ ‫ل‬ ‫َب‬ ‫اّلل‬ ‫ن‬
Artinya: dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh,
Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.

Tawakkal adalah kunci. Ibnu Katsir memaknai tawakkal


sebagai sikap berharap hanya kepada Allah. Tak ada tujuan
dan maksud bagi seorang hamba selain Allah, dan tidak
mengharapkan segala sesuatu selain kepadaNya.

Jika harapan, maksud, dan kehendak diarahkan hanya


kepada Allah maka kita akan melakukan ikhtiyar dengan
ridho dan ikhlas. Karena sikap ini mewujudkan kepasrahan
kepada Tuhan.

Ketiga, tetap berusaha semaksimal mungkin tapi disertai


keyakinan bahwa apa yang ditakdirkan untukmu akna terjadi
dan apa yang tidak ditakdirkan untukmu tidak akan terwujud
bagaimanapun kau mengupayakannya. Usaha lahiriah
diiringi keyakinan batin akan Kuasa Allah akan
mengantarkan kita pada sika husnuzon kepada Allah. Allah
tetap punya Kuasa atas hamba-Nya, termasuk rezekinya.
Termaktub dalam surat al-Isra` ayat 30:
ِ ۤ ِ‫ا‬
ِ ِ ِ َّ ِ
‫شاءُ َويَ ْقد ُر ۗانهٗ َكا َن بعبَاده‬َ َّ‫الرْز َق لِ َم ْن ي‬
ِٰ ‫ط‬ُ‫س‬ ‫ب‬
ُ َْ َ‫ي‬ ‫ك‬َ ‫ب‬
َّ‫ر‬ ‫ن‬َّ
‫ْيا‬
ًْ ‫ص‬ ِ ‫َخبِ ْْيا ب‬
ًَ
Artinya: Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa
yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia
kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat
hamba-hamba-Nya.
Rezeki tak hanya sebatas uang, tapi juga kesehatan,
kesempatan, waktu yang bermanfaat, dan orang-orang yang
mencintai kita.

Maka overthinking yang terus dibiarkan takkan mengubah


apapun kecuali hanya akan menghabiskan waktu dan
menjadikan kita manusia yang pesimis.

Kecuali itu, over thinking dan kecemasan dapat menjauhkan


seseorang dari rahmat Allah karena ia berjalan sendiri dalam
mengatasi masalahnya tanpa bantuan Allah. Ia berjalan
sendiri mengatasi masalahnya dalam kebuntuan. Wallahu
a‘lam.

Anda mungkin juga menyukai