Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

CIDERA KEPALA TIDAK SPESIFIK


( CIDERA KEPALA SEDANG DAN CIDERA KEPALA BERAT )

Definisi
Cedera Kepala Tidak Spesifik (Cedera Kepala Sedang dan Cedera Kepala Berat) adalah
cedera otak yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesadaran yang diukur dengan
menggunakan skala GCS (Glasgow Coma Scake), GCS 9-12 untuk Cedera Kepala Sedang
dan GCS<8 Cedera Kepala Berat
Anamnesis

- Identifikasi Pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat
- Keluhan Utama
- Mekanisme trauma
- Waktu dan perjalanan trauma
- Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
- Amnesia retrograde atau anterograde
- Keluhan: nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang, vertigo
- Riwayat mabuk, alcohol, narkotika, pasca operasi kepala
- Penyakit penyerta: epilepsy, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan
diabetes mellitus serta gangguan faal pembekuan darah
Pemeriksaan Fisik
Perhatikan, catat, dan
Pemeriksaan Evaluasi perbaiki
Patensi saluran napas? Suara
A. Airway tambahan? Obstruksi?
B. Breathing Apakah oksigenasi? Efektif? Rate dan depth gerakan
dada air entry Sianosis

C. Apakah perfusi Adekuat? Pulse rate dan volume


Circulation Warna kulit
Capillery return
Perdarahan tekanan darah
Darah
D. Disability Apakah ada keatatan neurologis? Tingkat kesadaran
(Status menggunakan sistem GCS
neurologis) atau AVPU, Pupil ( besar,
bentuk, reflek, cahaya
bandingkan kanan-kiri)
E. Exposure Cedera organ lain? Jejas, deformitas, dan
gerakan ekstremitas.
Evaluasi respon terhadap
perintah atau rangsang
nyeri.

Secondary Survey
Pemeriksaan Status Generalis
Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta pemeriksaan khusus
untuk menentukan kelainan patologis, dengan metode:

- Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki atau,


- Per organ B1-B6 (Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone)

Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera otak adalah:


1. Pemeriksaan kepala mencari tanda:
a. Jejas di kepala meliputi: hematoma subkutan, sub galeal, luka terbuka, luka
tembus, dan benda asing
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbital (brill hematoma
ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe dan otorhoe serta perdarahan di
membrane timpani atau laserasi kanalis auditorius
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima orbita
dan mandibular.
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan kongjungtiva, perdarahan bilik
mata deoan, kerusakan pupil dan jejas lain dimata.
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang berhubungan
dengan diseksi karotis.
2. Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang
Mencari tanda adanya cedera pada tulang servikal dan tulagn belakang dan cedera
pada medulla spinalis. Pmeriksaan meliputi jejas, deformitas, status motoric, sensorik
dan autonomik.

Pemeriksaan Status Neurologis


Pemeriksaan status neurologis terdiri dari:
a. Tingkat kesadaran: berdasarkan skala Glascow Coma Scale (GCS). Cedera kepala
berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC diklasifikasikan cedera kepala
ringan GCS 13-15, GCS 9-13 Cedera kepala sedang, GCS <8 Cedera Kepala
Berat
b. Saraf kranial, terutama:
Saraf II-III yaitu pemeriksaan pupil: besar dan bentuk, reflek cahaya, reflek
konsensuil bandingkan kanan-kiri. Tanda-tanda lesi sasraf VII perifer.
c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan preretina, retinal
detachment.
d. Motorik dan sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda
lateralisasi
Autonomis: bulbocavernous reflek, cremaster reflek, spingter reflek, reflek tendon,
reflek patologis, dan tonus spingter ani.
Kriteria Diagnosis
1. Anmnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan imaging
Dari Pemeriksaan fisik, penilaian GCS dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
jenis cedera kelapa berdasarkan tingkat keparahannya. GCS dengan jumlah total nilai
13-15 dapat dikategorikan sebagai cedera kepala ringan, GCS dengan 9-12
dikategorikan sebagai cedera kepala sedang, dan GCS dengan total nilai kurang dari
sama dengan 8 dikategorikan sebagai cedera kepala berat.
Untuk cedera kepala sedang dan cedera otak berat, menurut ICD 10 dapat
dikelompokkan menjadi cedera kepala tidak spesifik. Pada pasien dengan cedera
kepala sedang dan cedera kepala sedang, setelah dilakukan pemeriksaan fisik,
pemasangan selang infus dan pengambilan sampel darah untuk laboratoium dan
kemungkinan persiapan operasi, dapat dilakukan diagnostic berupa foto Rongent dan
CT-Scan.
Diagnosis Kerja
Cedera Kepala tidak spesifik (Cedera kepala sedang dan cedera kepala berat)
Diagnosis Banding

- Intoksikasi alcohol
- Stroke
- AVM

Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray Servical
X-ray servical dikerjakan pada pasien CKS dan CKB untuk menyingkirkan adanya
kemungkinan cedera servical. Sensitivitas X-ray servical 70-80%.
2. X-Ray thorax
X-ray thorax dilakukan pada pasien trauma yang tidak membutuhkan CT-Scan. X-ray
dikerjakan berdasarkan mekanisme cedera dan temuan klinis. X-ray thorax dikerjakan
pada pasien trauma tembus dada, punggung atau perut yang tidak membutuhkan CT-
Scan
3. CT-scan adlah modalitas yang dipilih pada fase akut pada trauma kepala dan
sebaiknya dikerjakan secepatnya. CT Scan kepala direkomendasikan dikerjakan pada
semua pasien cedera otak dengan GCS 13 atau kurang. CT Scan evaluasi dapat
dikerjakan bila didapatkan deficit neurologis.
4. CT-Scan Whole Body
Whole Body CT digunakan pad akasus multitrauma untuk mengurangi waktu
diagnosis, dapat digunakan pasien dengan hemodinamik tidak stabil

Tatalaksana
1. Operasi
Indikasi untuk tindakan bedah segera pada Cedera Kepala Sedang atau Cedera Kepala
Berat berdasarkan status neurologis, biasanya GCS dan temuan CT Scan yang sesuai
kriteria seperti volume perdarahan yang besar atau ketebalan dan bukti adanya efek
massa termasuk midline shift.
- Tindakan bedah direkomendasikan untuk evakuasi EDH dengan volume >30 ml
berapapun GCS pasien juga pada EDH akut dengan GCS <8 dengan pupil anisokor.
- Tindakan bedah direkomendasikan untuk SDH akut dengan tebal >10 mm atau MLS
>5 mm berapapun GCS pasien.
Tindakan bedah juga direkomendasikan pada pasien dengan GCS <8 atau turun 2 poin
dibandingkan saat pasien datang dana tau pasien dengan pupil asimetris dan dilatasi
dana tau TIK >20 MMhG.
- Indikasi tindakan bedah pada ICH belum terlalu jelas. Beberapa sumber menyebutkan
evakuasi ICH pada volume >50 ml atau GCD 6-8 pada pasien dengan ICH di
temporal atau frontal volume >20 ml dengan MLS >5 mm dan atau kompresi sisterna
pada CT Scan.
- Pemasangan ICP monitor dilakukan pada pasien Cedera Kepala Berat (GCS 3-8
setelah proses resusitasi) dengan CT Scan kepala abnormal (hematoma, contusion,
edema serebri atau penyempitan sisterna basalis). ICP monitor juga dipasang pada
pasien Cedera Kepala Berat dengan CT Scan kepala normal jika didapatkan 2 atau
lebih dari hal berikut :
Usia >40 tahun
TDS < 90 mmHg
Postural bilateral atau unilateral .

2. Konservatif

Penatalaksanaan Cedera Kepala Sedang (GCS 9-12)


- Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik.
- Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi
memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera
kepala berat.

Penatalaksanaan Cedera Kepala Berat (GCS <=8)


- Pastikan jalan napas pasien clear, berikan oksigenasi 100% dan jangan banyak
memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan, bila perlu
intubasi
- Head Up 30 derajat
- Berikan cairan secukupnya (normal saline) untuk resusitasi korban agar tetap
normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfuse darah jika Hb kurang
dari 10 gr/Dl.
- Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan
pemeriksaan batang otak secara periodik.
- Berikan obat-obatan analgetik (misal : acetaminophen, ibuprofen untuk nyeri ringan
dan sedang) bila didapatkan keluhan nyeri pada penderita.
- Berikan obat-obatan anti muntah (misal : metoclopramide atau ondansenron) dan anti
ulkus gastritis H2 bloeker (missal : ranitidine atau omeprazole) jika penderita muntah
- Berikan cairan hipertonik (mannitol 20%) bila tampak edema atau cedera yang tidak
operable pada CT Scan. Manitol dapat diberikan sebagai bolus 0,5-1 g/kg BB pada
keadaan tertentu, atau dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100 cc mannitol 20%
dalam 24 jam. Penghentian secara gradual.
- Berikan Phenytoin profilaksis pada pasien dengan reiko tinggi kejang dengan dosis
300 mg/hari atau 5-10 mg kgBB / hari selama 10 hari. Bila telah terjadi kejang PHT
diberikan sebagai terapi.
- Operasi cito pada perkembangan kke arah indikasi operasi.

Edukasi
Penjelasan kepada pasien dan keluarganya :

- Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi


- Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
- Tata cara perawatan dan dokter yang merawat .

Prognosis
Ad Vitam (Hidup ) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh ) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi :

- Usia
- Status neurologis awal
- Jarak antara trauma dan tindakan bedah
- Edema cerebri
- Kelainan intracranial dan seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hematom
epidural
- Factor ekstrakranial

Kepustakaan
1. Teasdale G, Jennst B. Assessrnent of coma a&d impeired consciousness. A practical
scale. Lancet 1974;2:,81
2. Rosenfeld JV, Maas Al, Bragge P, et al. Early management of severe tratrnatic brain
injury . Lurcet Nl 2; 3 8 0: I 088
3. Brain Trauma Foundation, American Association of Neurological Surgeons, Congress
of Neurological Surgeons, et.al Guidelines for the management of severe traurnatic
brain iniury. Introduction. J Neurotrauma 2007;24 Suppl 1:514.
4. tvfaas A1, Demden M Teasdale GM et al. EBIC guidelines for management of severe
head injury in adults. Ewopean Brain Injury Consortium. Acta Neurochir (Wien)
1997; 139:286
5. Newcombe R, Merry G, The management of acute neurotrauma in nrral and remote
locations: A set of guidelines for the care of head and spinal i4iuries. J ClinNeurosci
1999;6:85
6. Adelson PD, Bratton Sl Camey NA" et al- Guidelines for the acute medical
management of severe traumatic brain injtrry in infants, children and adolescents.
Chapter 1: Introduction Pediatr Crit Care Nled2003;4:52
7. Patel HC, Bouamra O, Woodford M, et al. Trends in head inj"ry outcome from 1989
to 2003 and the effect of observatitrnal study- kreet 2ffi5; 366: 1538
8. Vrelas PN, Conti MM, Sparuki MV, et al. The impact of a nemointe,nsivist-led tran
on a smielosed neurosciences intensive care rmit Crit Care Med 2ffi4; 32:2191.
9. VisB Ae F'fficmi G Massaro F, et al. Clinical and neuroimaging featrres of severely
brain injured patients treated in a neurosurgical unit compared with patients treated in
peripheral non neurosurgical hospitals. Br J Neurosurg 2006; 20:82.
10. Pineda JA, Leonard JR, Mazotas IG, et al. Effect of implementation of a paediatric
neurocritical care programme on outcomes after severe traumatic brain injury: a
retrospective cohort study. Lancet Neurol 2013; 12-45.
11. Marmarou, A, Anderson, L, Ward, J. et al. Impact of ICP instability and hypotension
on outcome in patients with severe head trauma, J Neurosurg 1991; 75:159.
12. Schreiber MA, Aoki N, Scott BG, Beck JR. Determinants of mortality in patients with
severe blunt head injury. Arch Surg 20021; 137:285.
13. Badri S, Chen J, Barber J, et al. Mortality and longterm functional outcome associated
with intracranial pressure after traumatic brain injury. Intensive Care Med 2012; 38: 1800.
14. MacDonald RL, Schwartz ML, Mirich D, et al. Diagnosis of cervical spine injury in motor
vehicle crash victims: how many Xrays are enough? J Trauma 1997; 43: 952.
15. Zabel DD, Tinkoff G, Wittenborn W, et al. Adequacy and efficacy of lateral cervical spine
radiography in alert, highrisk blunt trauma patient. J Trauma 1997; 43: 952.
16. Fisher A, Young WF. Is the lateral cervical spine xray obsolete during the initial evaluation of
patients with acute trauma? Surg Neurol 2008; 70:53
17. Duene TM, Dechert T, Wolfe LG, et al. Clinical examination is superior to plain films to
diagnose pelvic fractures compared to CT. Am Surg 2008; 74: 476.
18. Duene TM Dechert T, Wolfe LG, et al. Clinical examination is superior to plain films to
diagnose pelvic fractures compared to CT. Am Surg 2008; 74:476.
19. Servadei F, Murray GD, Penny K, et al. The value of the “worst” computed tomographic scan
in clinical studies of moderate and severe head injury. European Brain Injury Consortium
Neurosurgery 2000; 46: 70.
20. Chang EF, Meeker M, Holland MC. Acute traumatic intraparenchymal hemorrhage: risk
factors for progression in the early postinjury period. Neurosurgery 2006; 58: 647.
21. Oertel M, Kelly DF, Mc Arthur D, et al. Progressive hemorrhage after head trauma: predictors
and consequences of the evolving injury. J Neurosurg 2002; 96: 109
22. Narayan RK, Mass Al, Servadei F, et al. Progression of traumatic intracerebral hemorrhage: a
prosprective observational study. J Neurotrauma 2008; 25: 629.
23. Thomas BW, Mejia VA, Maxwell RA, et al. Scheduled repeat CT scanning for traumatic brin
injury remains important in assessing head injury progression. J Am Coll Surg 2010; 21:824.
24. Bullock MR. Chesnut R, Ghajar J, et al, Surgical Management of acute subdural hematomas.
Neurosurgery 2006; 58:S25.
25. Hinson HE, Stein D, Sheth KN. Hypertonic saline and mannitol therapy in critical care
neurology. J Intensive Care Med 2013; 28:3.
26. Bullock MR, Chestnut R, Ghajar J, et al. Surgical Management of acute epidural hematomas.
Neurosurgery 2006; 58:S7.
27. Bullock MR, Chestnut R, Ghajar J, et al. Surgical Management of traumatic
parenchymal lesion. Neurosurgery 2006; 58:S25.
28. James HE, Methodology for the control of intracranial pressure with hypertonic
mannitol. Acta Neurochir (Wien) 1980; 51:161.
29. McGraw CP, Howard G. Effect of mannitol on increased intracranial pressure.
Neurosurgery 1983; 13:269.
30. Sakowitz OW, Stover JF, Sarrafzadeh AS, et al. Effect of mannitol bolus
administration on intracranial pressure, cerebral extracelluar metabolites and tissue
oxygenation in seerely head injured patients. J Trauma 2007; 62: 292.
31. Vandromme MJ, Melton SM, Griffin R, et al. Intubation patterns and outcomes in
patients with computed tomography verified traumatic brain injury. J Trauma 2011;
71: 1615.
32. Diringer MN, Yundt K, Videen TO, et al. No reduction in cerebral metabolism as a
result of eraly moderate hyperventilation following severe trauma brain injury. J
Neurosurg 2000; 92:7.
33. Temkin NR, Risk factors for posttraumatic seizures in adults. Epilepsia 2003; 44
Suppl 10: 11.
34. Frey LC. Epidemiology of posttraumatic epilepsy: a critical review. Epilepsia 2003;
44 Suppl 10:11.
35. Vespa PM, Nuwer MR, Nenov V, et al. Increased incidence and impact of
nonconvulsive and convulsive seizures after traumatic brain injury as detected by
continuous.
36. Jiang L, Ma Y, Jiang S, Ye L, Zheng Z, Xu Y, et al. Comparison of whole body
computed tomography vs selective radiological imaging on outcomes in major trauma
patients; a meta analysis Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and
Emergency Medicine 2014; 22: 54.

Anda mungkin juga menyukai