Anda di halaman 1dari 3

Trauma Kepala dan Medula Spinalis

Oleh: Putu Ayuwidia Ekaputri Pemicu Pasien laki-laki 17 tahun, jatuh dari ketinggian 3 m. Pasien mengalami perdarahan dari telinga dan hidung. Tidak ada riwayat kejang dan sakit sebelumnya. Pasien dibawa ke IGD dalam kondisi tidak sadar, dipanggil tidak ada respon, dan mengerang. Data Tambahan Anamnesis Kapan pasien jatuh dari ketinggian? Satu jam sebelum masuk rumah sakit Kapan pasien terakhir makan? Tiga jam yang lalu Bagaimana karakteristik perdarahan yang terjadi? Cairan berwarna merah muda Bagaimana posisi pasien ketika jatuh? Jatuh kepala mengenai alas terlebih dahulu Apakah ada nyeri kepala sebelumnya? Bagaimana karakteristik nyeri kepala yang dirasakan? Sebelumnya ada nyeri kepala dengan karakteristik seperti vertigo Apakah terdapat faktor risiko stroke (hipertensi, DM, riwayat sakit jantung, riwayat merokok)? Tidak terdapat faktor risiko stroke Apakah ada riwayat keluarga mengalami gangguan vaskuler (hipertensi, DM, sakit jantung, stroke)? Tidak ada riwayat keluarga Apakah ada demam? Tidak ada Apakah ada riwayat konsumsi alkohol dan obat-obatan? Tidak ada Pemeriksaan Neurologis Glasgow Coma Scale. Pasien diberikan rangsang nyeri, terjadi hiperekstensi tetapi sisi kanan pasien tidak bergerak. E1, pasien dalam kondisi tidak sadar dan tidak membuka mata meskipun diberikan rangsang nyeri M2, ketika diberikan rangsang nyeri terjadi hiperekstensi (deserebrasi) V2, pasien hanya dapat mengerang Pupil anisokor, diameter 6 mm / 3 mm, RCL - / +, RCTL - / + Refleks cahaya mata kanan baik langsung maupun tidak langsung yang negatif, serta diameter pupil kanan yang lebih besar dapat disebabkan karena terjadi lesi pada nervus III otonom Tanda Rangsang Meningeal tidak dilakukan karena pasien dalam keadaan trauma, curiga adanya fraktur cervical Pemeriksaan Penunjang CT Scan: contusio serebri Rencana Rencana Diagnostik Laboratorium: darah perifer lengkap, elektrolit, ureum, dan kreatinin. Pemeriksaan laboratorium bertujuan menyingkirkan diagnosis banding penyebab penurunan kesadaran pada pasien Foto polos setinggi cervical medulla spinalis untuk mengetahui apakah terjadi fraktur pada cervical Rencana Tata Laksana Medikamentosa Berikan mannitol apabila ada kecurigaan peningkatan tekanan intracranial. Sebelumnya evaluasi dulu osmolaritas. Jika pasien hiperosmolar, jangan berikan mannitol. Lanjutkan rencana tata laksana tirah baring dengan elevasi kepala 30 Apabila ada hiperglikemia reaktif, turunkan dengan insulin

Rencana Tata Laksana Non-Medikamentosa Pasang neck collar dan immobilisasi daerah dengan trauma Pasang intubasi Pasang NGT Pasang IV line Restriksi cairan apabila didapatkan gejala peningkatan tekanan intracranial Tirah baring dan elevasi kepala 30, miring kiri dan miring kanan setiap 2 jam sekali Evaluasi kesadaran setiap 15 menit Diskusi Prinsip penting kedua hal ini adalah: manajemen yang cepat dan tepat Trauma kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat menyebabkan gangguan fungsi neurologis, bisa berupa gangguan fisik, kognitif, maupun fungsi psikososial. Sifatnya bisa temporer dan permanen. Pelajari dengan baik klasifikasi trauma kepala, ada minimal, ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi dapat dilihat dari GCSnya, gambaran klinis berupa pingsan berapa lama, defisit neurologis, dan CT Scan menunjukkan hasil yang normal atau tidak. Kalo cedera kepala ringan GCS berkisar 13-15, 9-12 cedera kepala sedang, di bawah 8 itu cedera kepala berat. Observasi pula apakah terdapat PTA (coba buka tentir lainnya :p) terus amnesianya itu berapa lama. Saat anamnesis perlu ditanyakan Bagaimana kronologis trauma? Waktunya kapan, jatuh dari mana, yang kena dasar duluan bagian tubuh yang mana, sadar atau tidak setelah jatuh, ada pusing atau sakit kepala. Anamnesis dilakukan kepada keluarga atau orang yang berada di sekitar pasien apabila pasien tidak sadar. Apakah terdapat gejala neurologis sebelum kejadian? (karena bisa saja defisit neurologis yang menyebabkan pasien jatuh, misalnya kejang) Apakah pasien mengalami amnesia? Pada pasien trauma kepala disertai dengan adanya darah keluar dari hidung dan telinga, pasien dicurigai mengalami fraktur basis crania, cairan yang keluar kemungkinan merupakan cairan serebrospinal yang bocor. Untuk mengonfirmasi adanya kebocoran tersebut, dapat dilakukan tes dengan cara menempelkan kertas lakmus. Jika ada cairan serebrospinal, akan tampak gambaran hallo pada lakmus. Tanda-tanda fraktur basis crania lainnya yaitu battle sign dan raccoon eye. Pada pasien dengan trauma medulla spinalis, pikirkan bagian yang kira-kira terkena trauma. Hal ini dapat terlihat dari defisit neurologis pada pasien, ingat-ingat lagi letak jaras-jaras seperti otonom, motorik, dan sensorik pada potongan medulla spinalis. Jangan lupa pelajari dermatomnya. Misalnya trauma terjadi pada posterior berarti proprioseptif dapat terganggu (ada grasilis dan kuneatus kan). Kalo tau dermatom yang mana yang mengalami kelainan, kita bisa tau kira-kira segmen medulla spinalis mana yang terkena. Pemeriksaan yang dibutuhkan yaitu CT Scan dan foto polos, terutama untuk melihat apabila ada trauma servikal. Pemeriksaan neurologi tetap harus dilakukan, namun waspadai apabila adanya trauma servikal atau segmen medulla spinalis lainnya. Pemeriksaan laboratorium seperti PT, APTT untuk melihat bagaimana pembekuan darah pada pasien, elektrolit, dan GDS. Manajemen trauma secara umum yaitu Survey kondisi primer dengan menilai airway, breathing, circulation, dan ada atau tidaknya disability

Survey sekunder dilakukan dengan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan manajemen terapi (ada atau tidaknya indikasi operasi) Pasien dapat diberikan obat simtomatik sesuai dengan tanda dan gejala yang dialaminya, misalnya nyeri, sakit kepala, atau pusing

Anda mungkin juga menyukai