Anda di halaman 1dari 3

Tugas Pertemuan 5

Disusun oleh :
1. Adzkia Shakila 201914501208
2. Nilam Sukmawati 201914501213
3. Sumayyah 201914501214
Analisis Data Kemiskinan dan Ratio Gini Provinsi Papua Tahun 2014 – 2019
Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu ketidakmampuan yang dinilai dari segi ekonomi
suatu penduduk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yakni pemenuhan dalam kebutuhan
makanan dan bukan makanan yang dilihat dari segi pengeluaran.
Berikut ini diperoleh grafik tingkat kemiskinan pada provinsi Papua tahun 2014 – 2019
yang sumbernya diperoleh dari BPS Provinsi Papua, 2020 (data diolah) :

Jika kita lihat berdasarkan grafik yang ada, garis kemiskinan dari tahun pertama hingga
tahun ketiga cenderung meningkat, namun berkat adanya berbagai kebijakan pro poor and equity
(kebijakan public yang memihak orang miskin), pemerintah Papua berhasil menekan
kesenjangan P1 hingga menurun -0,41% per tahun, dan ketimpangan P2 sebesar -0,30% selama
tahun 2014-2019. Sehingga bis akita ambil makna bahwa kemiskinan di provinsi Papua tersebut
dapat dikatakan cenderung menurun.
P1 = Garis kemiskinan P2 = Ketimpangan pengeluaran
Melalui sumber Bps, sebagian besar kemiskinan yang terjadi di Papua berada di
daerah pegunungan yang sulit akses. Hal tersebut disebabkan karena minimnya sarana dan
prasarana pelayanan dasar menjadi penyebab utama kantong kemiskinan paling banyak di
daerah-daerah pegunungan, dimana tingkat kemiskinan tertinggi pada tahun 2019 di Kabupaten
Deyiai sebesar 43,65% dan Intan Jaya sebesar 42,92%.
Dari segi Proporsi Keluarga Sejahtera di Provinsi Papua tidak banyak mengalami
perubahan. Rata-rata pertambahan proporsi Keluarga Sejahtera (KS 1 dan KS 2) hanya 0,12%
per tahun selama periode 2016-2019. Di tahun 2019 terdapat 73,14% yang termasuk sejahtera,
dan 26,86% pra sejahtera dari total 188.492 keluarga.
Pada pertumbuhan dan struktur ekonomi, sector yang menjadi tulang punggung utama di
provinsi papua ini terletak pada pertambangan (sektor-sektor ekstraktif) yang mana sepertiga nya
menguasi PDRB wilayah Papua. Berikut ini grafik yang menampilkan presentasi persen yang
menunjang kegiatan ekonomi di provinsi Papua.

Kabupaten Mimika, Jayapura, Merauke dan Kota Jayapura


memiliki andil yang paling besar terhadap total PDRB
se Papua, keempatnya kurang lebih 65,33% jika dengan
sektor tambang, dan 54,37% tanpa sektor tambang.

Pada perkembangan pendapatan per kapita Papua selama tahun 2014-2019, meningkat
sebesar 0,32% (dengan sektor tambang) dan 3,61% per tahun (tanpa sektor tambang), dimana
pada tahun 2019 pendapatan per kapita Papua sebesar Rp. 39,85 juta (dengan tambang) dan Rp.
28,30 juta (tanpa sektor tambang).
Mengenai ketimpangan pendapatan antar penduduk, dapat dikatakan menurun. Berikut
data grafik yang diperoleh dari jurnal yang sumber nya berasal dari Bps mengenai hal tersebut.
Melihat grafik diatas, dapat kita lihat bahwa tergambarkan pada trend Gini Ratio tahun 2014-
2019 yang mengalami penurunan 0,049 poin per tahun, dan tercatat pada tahun 2019 angka Gini
Ratio Provinsi Papua sebesar 0,361 yang masuk dalam kategori ketimpangan sedang (moderat).
Akan tetapi disisi lain, ketimpangan antarwilayah belum optimal diturunkan. Indikasinya terlihat
pada angka Indeks Williamson (IW) yang relatif meningkat selama tahun 2015-2019, dimana
pada tahun 2019 nilai IW Papua tercatat sebesar 0,8507 (ketimpangan sangat tinggi).
Indeks gini pembagi tingkat ketimpangan pendapatan (berdasarakan buku ekonomi
pembangunan materi rasio gini hal 89)
1. Ketimpangan sangat tinggi (Rasio gini = 0,8)
2. Ketimpangan tinggi (0,6-0,79)
3. Ketimpangan sedang (0,4-0,59)
4. Ketimpangan rendah (0,2-0,39)
5. Ketimpangan sangat rendah (<0,2)
Melengkap data tingkat kemiskinan diatas, berikut ini terdapat upaya/kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan negara Indonesia yang lebih maju
(kebijakan untuk provinsi Papua) yakni upaya pembangunan infrastruktur, perbaikan birokasi
perizinan, perbaikan pelayanan Kesehatan, dsb. Melalui konsep Nawacita yang dicanangkan oleh
Presiden Joko Widodo, perhatian pemerintah direalisasikan dengan anggaran khusus dari tahun
ke tahum semakin meningkat. Berikutdata dibawah ini yang digunakan sebagai penyerapan dana
otonomi khusus provinsi Papua thaun 2013-2018.

(Sumber data diperoleh melalui jurnal/dokumen Dpr go.id


BAKN-55-fff47ff1666a28f0fe03fa87efa749a2)

Data diatas menunjukkan rata-rata penyerapan dana otonomi khusus provinsi Papua
selama enam tahun sebesar 91% dari alokasi dana yang telah diberikan oleh pemerintah pusat.
Pemberian dana terebut tentunya bertujuan agar percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan
kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua dapat terlaksana tentunya dalam rangka
kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi yang lain. Disisi lain, penyerapan dana
khusus yang tidak maksimal tentu akan menghambat percepatan pembangunan ekonomi dan
kesetaraan kemajuan provinsi Papua dengan yang lainnya. Sehingga hal tersebut benar-benr
harus bisa dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah setempat.

Anda mungkin juga menyukai