Anda di halaman 1dari 21

MKVJ\KE VOEDKHUMUKE

” Diklotos Nomitus (DN)


Jmoh7

EKNK 7 MOYTK\A EAEBYAH

EAN 7 <<<<;632

V\JB\KN V\JCOYA EO\Y

AEYTATUTO AMNU @OYOHKTKE DKE

TO@EJMJBA
NUHKNNKDAQKH VKMONLKEB
<6<;
A. Pengertian
American Diabetes Association (2016) menyatakan bahwa Diabetes
Melitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes

Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah) atau ketika
tubuh tidak dapat secara aktif menggunakan insulin yang dihasilkan (World
Health Organization, 2016. Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan kronis yang
terjadi ketika adanya peningkatan kadar glukosa darah karena tubuh yang
tidak dapat mengunakan insulin secara efektif atau tidak menghasilkan cukup
hormon insulin (International Diabetes Federation, 2017).

B. Etiologi
Menurut Padila (2012), etiologi diabetes melitus adalah :
1. Diabetes Tipe 1
a. Faktor genetik
Pasien diabetes sendiri tidak mewarisi diabetes tipe 1 dengan
sendirinya, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kerentanan genetik
dari diabetes tipe 1, dan kerentanan genetik ini ada pada individu
dengan antigen tipe HLA.
b. Faktor-fakror imunologi

Terdapat reaksi autoimun yang merupakan reaksi abnormal di mana


antibodi secara langsung terarah pada jaringan manusia normal dengan
bereaksi terhadap jaringan yang dianggap sebagai benda asing yaitu
autoantibodi terhadap sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Toksin atau virus tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe
2
Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum jelas. Faktor genetik berperan
dalam perkembangan resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

C. Manifestasi klinis
Menurut Febrinasari et al (2020), manifestasi klinis diabetes melitus adalah:
1. Poliuria (sering kencing)
2. Polidipsia (sering merasa haus)
3. Polifagia (sering merasa lapar)
4. Penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya. Selain hal-hal tersebut, gejala lain adalah:
1. Mengeluh lemah dan kurang energi
2. Kesemutan di tangan atau kaki
3. Mudah terkena infeksi bakteri atau jamur
4. Gatal
5. Mata kabur

6. Penyembuhan luka yang lama.

Manifestasi klinis diabetes melitus menurut (Riyadi, 2011) adalah :


1. Tipe IDDM seperti :
a. Poliuria, polipagia, polidipsia, BB menurun, lemah, dan somnolen
berlangsung beberapa hari atau minggu.
b. Ketoasidosis dan dapat meninggal jika tidak segera ditangani.
c. Biasanya memerlukan terapi insulin untuk mengontrol karbohidrat.
2. Tipe NIIDM seperti :
a. Jarang menunjukkan gejala klinis
b. Diagnosis didasarkan pada tes darah laboratorium dan tes toleransi
glukosa.

c. Hiperglikemia berat, poliuria, poliuria, kelemahan dan kelesuan.


d. Jarang menderita ketoasidosis.

D. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus sangat mungkin terjadi dan bisa menyerang
seluruh organ tubuh. Apabila kadar gula darah tidak dikendalikan maka akan
terjadi komplikasi baik jangka pendek (akut) maupun jangka panjang (kronis).
Menurut Febrinasari et al (2020) komplikasi diabetes melitus ada 2 (dua) yaitu
1. Komplikasi diabetes melitus akut
Komplikasi diabetes akut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu naik
turunnya kadar gula darah secara drastis. Keadaan ini membutuhkan
perhatian medis segera, karena jika terlambat dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran, kejang dan kematian. Terdapat 3 macam komplikasi
diabetes melitus akut:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi dimana turunnya kadar
gula darah secara drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh,
terlalu banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat
makan.

Gejala berupa penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala,


gemetar, berkeringat dingin dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu
rendah dapat menyebabkan pingsan, kejang, bahkan koma.
b. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik merupakan keadaan darurat medis yang
disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Ini merupakan
komplikasi penyakit diabetes yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar,
sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan keton sebagai
sumber energi.
Jika tidak segera mencari pertolongan medis, kondisi ini dapat
menyebabkan penumpukan asam yang berbahaya di dalam darah,
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan
kematian.

c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)


Situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat, dan
tingkat situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat dimana
angka kematian mencapai 20%. Terjadinya HHS disebabkan oleh
peningkatan mortalitas sebesar 20%. HHS terjadi karena lonjakan
kadar glukosa darah yang sangat tinggi selama periode waktu tertentu.
Gejala HHS ditandai dengan rasa haus, kejang, kelemahan dan
gangguan kesadaran yang menyebabkan koma. Selain itu, penyakit
diabetes yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan komplikasi
serius lainnya yaitu hiperglikemia non ketosis dan sindrom
hiperglikemia. Komplikasi akut diabetes adalah kondisi medis serius
yang memerlukan perawatan dan pemantauan oleh dokter di rumah
sakit.
2. Komplikasi diabetes melitus kronis
Seringkali komplikasi jangka panjang secara bertahap terjadi saat
diabetes tidak terkontrol dengan baik. Tinggi kadar gula darah yang tidak
terkontrol dari waktu ke waktu akan menyebabkan kerusakan serius pada
semua organ tubuh Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit

diabetes melitus menurut Febrinasari et al., 2020 yaitu:


a. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)
Tingginya kadar gula darah bisa membahayakan pembuluh darah di
retina yang berpotensial menyebabkan kebutaan. Kerusakan pembuluh
darah di mata juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, seperti
katarak dan glaukoma. Deteksi dini dan pengobatan retinopati dapat
dicegah atau ditunda secepat mungkin kebutaan. Dorong penderita
diabetes menjalani pemeriksaan mata secara teratur.
b. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh DM disebut dengan nefropati
diabetik. Situasi ini bisa menyebabkan gagal ginjal dan bahkan bisa
mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat terjadi

gagal ginjal, pasien harus melakukan dialisis rutin atau transplantasi


ginjal. Dikatakan bahwa diabetes adalah silent killer, karena biasanya
tidak menimbulkan gejala khas pada tahap awal. Namun, pada
stadium lanjut, gejala seperti anemia, kelelahan, pembengkakan pada
kaki, dan gangguan elektrolit dapat terjadi. Diagnosis dini, kontrol
gula darah dan tekanan darah, manajemen pengobatan pada tahap
awal kerusakan ginjal, dan membatasi asupan protein adalah cara yang
bisa dilakukan dalam menghambat perkembangan diabetes yang
menyebabkan gagal ginjal.
c. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf, terutama
saraf di kaki. Kondisi ini disebut neuropati diabetes, ini karena saraf
mengalami kerusakan baik secara langsung akibat tingginya gula
darah, maupun karena penurunan aliran darah menuju saraf.
Rusaknya saraf dapat menyebabkan gangguan sensorik dengan gelaja
berupa mati rasa, kesemutan, dan nyeri. Kerusakan saraf juga bisa
mempengaruhi saluran pencernaan (gastroparesis). Gejalanya berupa
mual, muntah dan cepat

merasa kenyang saat makan. Pada pria, komplikasi diabetes bisa


menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Komplikasi ini dapat
dicegah dan penundaan hanya bila diabetes terdeteksi sejak dini agar
kadar gula darah bisa terkontrol melalui pola makan dan gaya hidup
sehat dan minum obat yang sesuai rekomendasi dokter.
d. Masalah kaki dan kulit
Komplikasi yang juga sangat umum adalah masalah kulit dan luka
pada kaki yang sulit sembuh. Ini karena kerusakan pembuluh darah
dan saraf serta aliran darah kaki yang sangat terbatas. Gula darah yang
tinggi bisa
mempermudah bakteri dan jamur berkembang biak. Selain itu, akibat
diabetes, kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri
juga berkurang. Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes
berisiko mengalami cedera dan infeksi, yang dapat menyebabkan

gangren dan ulkus diabetes. Perawatan luka di kaki penderita diabetes


adalah dengan memberi antibiotik, perawatan luka yang baik, hingga
dapat diamputasi jika jaringan rusak ini sudah parah.
e. Penyakit kardiovaskular
Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan rusaknya pembuluh
darah sehingga seluruh sirkulasi darah tersumbat termasuk jantung.
Komplikasi yang menyerang jantung dan pembuluh darah yaitu
penyakit jantung, stroke, serangan jantung dan penyempitan arteri
(aterosklerosis).

E. Penatalaksanaan
Menurut Putra, I. W. A., & Berawi (2015) penatalaksanaan diabetes melitus
dikenal dengan 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit dan
komplikasi. Empat pilar tersebut adalah:
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pahami perjalanan penyakitnya,
pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi dan resikonya, pentingnya

intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, bagaimana menangani


hipoglikemia, kebutuhan latihan fisik teratur, dan metode menggunakan
fasilitas kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien bisa mengontrol
gula darah dan kurangi komplikasi serta meningkatkan keterampilan
perawatan diri sendirian. Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada saat gaya
hidup dan perilaku terbentuk kuat. Petugas kesehatan mendampingi
pasien dan memberikan pendidikan dalam upaya meningkatkan motivasi
dan perubahan perilaku.
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan
edukasi antara lain: Penderita diabetes bisa hidup lebih lama dalam
kebahagiaan karena kualitas hidup sudah menjadi kebutuhan seseorang,
membantu penderita diabetes bisa merawat diri sendiri sehingga

kemungkinan komplikasi dapat dikurangi, kselain itu jumlah hari sakit bisa
ditekan, meningkatkan perkembangan penderita diabetes, sehingga bisa
berfungsi normal dan manfaatkan sebaik-baiknya.
2. Terapi nutrisi
Perencanaan makan yang bagus merupakan bagian penting dari
manajemen diabetes yang komprehensif. Diet keseimbangan akan
mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin
dalam mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan
dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya. Intervensi
nutrisi bertujuan untuk menurunkan berat badan dan memperbaiki gula
darah dan lipid darah pada pasien diabetes yang kegemukan dan menderita
morbiditas. Penderita diabetes dan kegemukan akan memiliki resiko yang
lebih tinggi daripada mereka yang hanya kegemukan.
3. Aktifitas fisik
Kegiatan fisik setiap hari latihan fisik teratur (3-4 kali seminggu
sekitar 30 menit), adalah salah satu pilar pengelolaan DMT2. Aktivitas
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, naik turun tangga, dan berkebun

tetap harus dilakukan untuk menjaga kesehatan, menurunkan berat badan,


dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan fisik dianjurkan yaitu berupa
senam aerobik seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, dan berenang,
sebaiknya latihan fisik disesuaikan dengan umur dan status kesegaran. Bagi
mereka yang relatif sehat, dapat meningkatkan intensitas latihan fisik, dan
mereka yang mengalami komplikasi diabetes dapat dikurangi.
4. Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan diet dan latihan
fisik (gaya hidup sehat). Pengobatan termasuk dari obat-obatan oral dan
suntikan.
Obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5
golongan: Memicu sekresi insulin sulfonylurea dan glinid, peningkatan
metformin insulin dan thiazolidinone, penghambat glukoneogenesis,
penghambat penyerapan glukosa: penghambat glukosidase, penghambat

alfa.DPP-IV inhibitor pertumbuhan dan status gizi, usia, stres akut dan
latihan fisik untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang ideal.
Total kalori yang dibutuhkan dihitung berdasarkan berat tubuh ideal
dikalikan dengan kebutuhan kalori dasar (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki
dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Lalu tambahkan kalori yang dibutuhkan
untuk aktivitas (10-30% atlet dan pekerja berat bisa lebih banyak lagi,
sesuai dengan kalori yang dikeluarkan). Makanan berkalori berisi tiga
makanan utama pagi (20%), sore (30%) dan malam (25%) dan 2-3 porsi
(makanan
ringan 10-15%).

F. Patofisiologi dan pathway


Pada diabetes tipe 2 tedapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu: resistensi dan gangguan sekresi insulin. Kedua masalah
inilah yang menyebabkan GLUT dalam darah aktif (Brunner & Suddarth, 2015).
Glukose Transporter (GLUT) yang merupakan senyawa asam amino yang
terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme
glukosa. Insulin mempunyai tugas yang sangat penting pada berbagai proses
metabolisme

dalam tubuh terutama pada metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat


berperan dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh,
terutama pada otot, lemak dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot
dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate)
yang terdapat pada membrane sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor
akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses metabolisme
glukosa di dalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang
sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksinya berperan
dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (Manaf A, 2010).
Proses sintesis dan transaksi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan
glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme.
Untuk menghasilkan suatu proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula
aksi insulin

yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi


jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya
diabetes, khususnya diabetes melitus tipe 2 (Manaf A, 2010).
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena sebetulnya insulin tersedia, tetapi
tidak bekerja dengan baik dimana insulin yang ada tidak mampu memasukkan
glukosa dari peredaran darah untuk ke dalam sel-sel tubuh yang
memerlukannya sehingga glukosa dalam darah tetap tinggi yang menyebabkan
terjadinya hiperglikemia (Soegondo, 2010). Hiperglikemia terjadi bukan hanya
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat
bersamaan juga terjadi rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin
(resistensi insulin). Defisiensi dan resistensi insulin ini akan memicu sekresi
hormon glukagon dan epinefrin. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon
mula-mula meningkatkan glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen menjadi
glukosa dan kemudian meningkatkan glukoneogenesis yaitu pembentukan
karbohidrat oleh protein dan beberapa zat lainnya oleh hati. Epinefrin selain
meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan
lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol,
hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku
glukoneogenesis hati.
Faktor atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan
mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa
akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses
kerusakan berbagai jaringan tubuh (Manaf A, 2010).
Pathway

Diabetes melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus gestasional

Genetik O be i t s
tid ak se h a t, Pengeluaran hormone
estrogen, progesterone dan
Kerusakan sel beta hormone kehamilan
pankreas g a y h id u p
k u ran g g e ra
Resiko ketidakstabilan
k Retensi insulin kadar glukosa darah

Hiperglikemia

Menyerang kulit dan


infeksi jaringan subkutan

Men eran secara sistemik

Mekanisme radan

Akselerasi Edema Kurang informasi Luka


deakselerasi saraf kemerahan tentang penyakit dan terkontaminasi
jaringan sekitas penatalaksanaannya mikroorganisme
Nyeri
Nyeri tekan Mikroorganisme System imun
otot menginfeksi dermis berespons dgn
dan subkutis menaikan
Gangguan rasa antibody
nyaman dan nyeri
Proses fagositosis Reaksi Ag-Ab

Nyeri akut
Erpitaedma ak

uloliktal

Kerusakan kulit Lesi

Trauma jaringan Kerusakan


lunak integritas
jaringan

Resiko infeksi

Sumber : Fatimah (2015).


B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status

perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.


2) Keluhan utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan badannya
lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul keluhan berat
badan turun dan mudah merasakan haus. Pada pasien diabetes dengan
ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak kunjung sembuh.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada
pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa kontrol
rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat
4) Riwayat kesehatan dahulu
Dalam hal ini yang perlu dikaji yaitu tentang penyakit apa saja yang
pernah diderita. Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang
sama sebelumnya seperti penyakit payudara jinak, hyperplasia tipikal.
5) Riwayat penyakit keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.
6) Pola sehari-hari
1) Persepsi, persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada
pemikiran negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh
berobat dan perawatan.
2) Nutrisi, akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang
insulin maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga
menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak
minum, BB menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat
menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
mempengaruhi status kesehatan.
3) Eliminasi, adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan

pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi


relatif tidak ada gangguan.
4) Tidur/istirahat, Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada
kaki diabetik, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
5) Aktivitas dan latihan kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram
otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada
waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma.
Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
6) Kognitif persepsi, pasien dengan gangren cenderung mengalami
neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap
adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan
penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri, adanya perubahan fungsi dan struktur
tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem).
8) Peran hubungan, luka gangren yang susah sembuh dan berbau
menjadikan penderita kurang percaya diri dan menghindar dari
keramaian.
9) Seksualitas, menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan
potensi seks, adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena

kanker prostat berhubungan dengan nefropati.


10) Koping toleransi, waktu perawatan yang lama, perjalanan
penyakit kronik, tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif seperti marah,
cemas,mudah tersinggung, dapat mengakibatkan penderita
kurang mampu menggunakan

mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.


11) Nilai kepercayaan Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi
tubuh dan luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melakukan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadahnya
7) Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
1) Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah).
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah (TD): biasanya mengalami hipertensi dan juga
ada yang mengalami hipotensi.
b) Nadi (N): biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
c) Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
d) Suhu (S): biasanya suhu tubuh pasien mengalami
peeningkatan jika terindikasi adanya infeksi.
e) Berat badan: pasien DM biasanya akan mengalami penuruan
BB secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan
terapi dan terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin
serta pola makan yang terkontrol.
4) Kepala dan leher
a) Wajah, inspeksi lihat apakah kulit kepala dan wajah terdapat
lesi, edema atau tidak. Pada rambut terlihat kotor, kusam dan

kering. Lihat apakah wajah simetris atau tidak. Palpasi raba dan
tentukan ada benjolan atau tidak di kepala, tekstur kulit
kasar/halus, ada nyeri tekan atau tidak dan raba juga apakah
rambut halus/kasar maupun adanya kerontokan.
b) Mata, inspeksi lihat bentuk mata simetris, ada lesi dikelopak

mata, amati reaksi pupil terhadap cahaya isokor/anisokor dan


amati sklera ikterus/tidak. Palpasi raba apakah ada tekanan
intra okuler, kaji apakah ada nyeri tekan pada mata.
c) Hidung, inspeksi lihat apakah hidung simetris/tidak, terdapat
secret, lesi, adanya polip, adanya pernafasan cuping hidung,
kaji adanya nyeri tekan pada sinus.
d) Telinga, inspeksi cek apakah telinga simetris, lesi,
serumen/tidak. Palpasi adanya nyeri tekan pada telinga,
apakah telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
e) Mulut, inspeksi mengamati bibir apakah ada kelainan
kongenital (bibir sumbing), mukosa bibir pucat kering, jika
dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis osmosis dan kurang
bersih, gusi mudah terjadi pendarahan. Palpasi Apakah ada
nyeri tekan pada daerah sekitar mulut.
f) Leher, inspeksi mengamati adanya bekas luka, kesimetrisan,
ataupun massa yang abnormal. Palpasi Mengkaji adakah
pembesaran vena jugularis, kelenjar getah bening dan kelenjar
tiroid.
5) Thorax dan paru-paru
Inspeksi bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan,
nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau adanya
kelainan suara nafas, tambahan atau adanya penggunaan otot
bantu pernapasan. Palpasi lihat adnya nyeri tekan atau adanya
massa. Perkusi rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
Auskultasi,

dengarkan suara paru vesikuler atau bronkovesikuler.


Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda: frekuensi pernapasan meningkat dan batuk.
6) Abdomen

Inspeksi, amati kesimetrisan perut, bentuk, warna dan ada


tidaknya lesi. Auskultasi dengarkan peristaltic usus selama satu
menit (normalnya 5-35 x/menit). Perkusi Suara perut biasanya
timpani (normal). Palpasi Tidak ada distensi abdomen, dan tidak
terdapat nyeri tekan pada area abdomen.
7) Integument
Kulit biasanya kulit kering atau bersisik, tampak warna kehitaman
disekitar luka karena adanya gangren, daerah yang sering terpapar
yaitu ekstremitas bagian bawah. Turgor menurun karena adanya
dehidrasi, kuku sianosis, kuku biasanya berwarna pucat, rambut
sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
8) Sirkulasi, gejalanya adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas,
dan kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan
penyembuhan lama. Tandanya adanya takikardia, perubahan
tekanan darah postural, hipertensi, disritmia.
9) Genetalia, adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasanyeri seperti terbakar pada bagian organ genetalia,
kesulitan berkemih (infeksi).
10) Neurosensori, terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas
pada otot. Tandanya disorientasi seperti mengantuk, letargi,
stupor/koma (tahap lanjut).
2. Diagnosis keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: infeksi, iskemia,
neplasma
b) Resiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis (mis, diabetes melitus)

c) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan status metablik


neurpati perifer ditandai dengan gangrene pada extremitas
d) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
3. Nursing care plan (NCP)

No. Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri :
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, 1. Monitor TTV
dengan agen Tingkat nyeri pasien dapat 2. Lakukan pengkajian
cedera biologis: diamati dan dilaporkan . Dengan nyeri secara
(mis : infeksi, kriteria hasil: komprehensif
iskemia, No. Kriteria A T P,Q,R,S,T
neplasma) 1. Nyeri yang 2 5 3. Kontrol lingkungan
dilaporkan yang dapat
2. Panjangnya 2 5 mempengaruhi nyeri
episode nyeri 4. Ajarkan tentang
3. Ketegangan 3 5 teknik non
otot farmakologi:
napas dalam,
4. Ekspresi nyeri 3 5
relaksasi, distraksi.
5. Tidak bisa 3 5
beristirahat 5. Lakukan
Keterangan: Pengkajian nyeri
komprehensif
1: Berat
yang meliputi
2: Cukup berat
lokasi,karakteristik,on
3: Sedang
set atau durasi
4: Ringan
frekuensi kuliatas
5: Tidak ada
intensitas atau
beratnya nyeri dan
faktor pencetus
6. Berikan
informasi
mengenai
nyeri,seperti
penyebab
nyeri,berapa lama
nyeri akan
dirasakan,dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
7. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai
indikasi
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan asuhan Perlindungan infeksi
dibuktikan keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor adanya tanda
dengan penyakit resiko infeksi menurun. Dengan dan gejala infeksi
kronis (mis, kriteria hasil: sistemik dan lokal
diabetes No Kriteria A T 2. Periksa kondisi setiap
mellitus) 1. Mengindentifikasi 3 5 sayatan bedah atau
faktor resiko luka
infeksi 3. Periksa kulit dan
2. Mengidentifikasi 3 5 selaput lendir untuk
tanda dan gejala adanya kemerahan
infeksi atau drainase
3. Mengklarifikasi 2 5 4. Anjurkan asupan
resiko infeksi cairan dengan tepat
yang di 5. Ajarkan pasien dan
dapat keluarga mengenai
4. Memonitor Faktor 2 5 tanda dan gejala
lingkungan yang infeksi dan kapan
berhubungan harus melapor kepada
dengan pemberi pelayanan
resiko infeksi kesehatan
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menujukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Luka :
integritas keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor
jaringan diharapkan integritas kulit dan karakteristik luka.
berhubungan jaringan meningkat. Dengan 2. Monitor tanda-tanda
dengan kriteria hasil: infeksi
perubahan No Kriteria A T 3. Bersihkan jaringan
status metablik 1. Elastisitas 2 5 nekrotik dengan
neurpati perifer meningkat cairan NaCl atau
ditandai dengan 2. Hidrasi 2 5 pembersih nontoksik
gangrene pada meningkat sesuai kebutuhan.
extremitas 3. Perfusi 3 5 4. Berikan salep yang
jaringan sesuai ke kulit/lesi,
meningkat jika perlu.
4. Kerusakan 3 5 5. Pasang balutan
jaringan sesuai jenis luka.
menurun 6. Pertahankan teknik
5. Kerusakan 3 5 steril saat
lapisan kulit melakukan

menurun 7. pJaedrawaalkt
Keterangan:
an luka.
1: Berat
perubahan posisi
2: Cukup berat
setiap 2 jam
3: Sedang
atau sesuai
4: Ringan
kondisi pasien
5: Tidak ada
8. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
9. Kolaborasi prosedur
debridement, jika
perlu.
10. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu.

4. Resiko Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen


ketidakstabilan keperawatan selama 2x24 jam Hiperglikemia:
kadar glukosa diharapkan kadar glukosa 1. Pantau tanda dan
darah menurun. Dengan kriteria hasil: gejala poliuria,
No Kriteria A T polidipsia, dan
1. Glukosa 2 5 polifagia
darah 2. Memantau keton urine
2. Hemoglobin 3 5 3. Memantau tekanan
glukosilat darah dan denyut
3. Fruktosamin 2 5 nadi
4. Mengelola insulin
4. Urin glukosa 3 5 5. Mendorong asupan
5. Urin keton 3 5 cairan oral
Keterangan : 6. Memberi cairan IV
1. Deviasi berat dari sesuai kebutuhan
kisaran normal 7. Mengelola kalium
2. Deviasi yang cukup besar 8. Mengidentifikasi
dari kisaran normal kemungkinan
3. Deviasi sedang dari kisaran penyebab
normal hiperglikemia
4. Deviasi ringan dari kisaran 9. Mengantisipasi
normal dimana kebutuhan
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (20l6). Definition of Diabetes Melllitus.

www.diabetes.org. diakses tanggal 10 November 2020


Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N., Maret,
U. S., Putra, S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes melitus untuk
awam. Noνember. diakses tanggal 20 November 2020

IDF. (2020. Prevalensi of Diabetes Mellitus. https://idf.org/aboutdiabetes/what-is-


diabetes.html. diakses tanggal 20 November 2020

Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2015). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2. Majority, 4(9), 8’12.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1401. diakses
tanggal 20 November 2020

WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes Mellitus.


diakses pada tanggal 20 Januari 202l di http://www.who.int/health-
topics/diabetes

Anda mungkin juga menyukai