Abstrak : Insentif perpajakan adalah bentuk dukungan dari pemerintah kepada para pengusaha untuk
mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Insentif perpajakan dapat berupa pemotongan pajak,
keringanan pajak, atau penundaan pembayaran pajak. Transformasi perekonomian adalah perubahan dari pola
perekonomian yang terfokus pada sumber daya alam menjadi pola perekonomian yang lebih terdiversifikasi
dan berbasis pada inovasi dan teknologi. Transformasi perekonomian di Indonesia bertujuan untuk
meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tujuan dari insentif perpajakan
adalah untuk memberikan rangsangan pada pengusaha untuk meningkatkan investasi dan menciptakan
lapangan kerja. sedangkan Transformasi ekonomi adalah titik kunci untuk meningkatkan produktivitas
dengan mengubah struktur perekonomian dari lower productivity ke higher productivity atau dengan
meningkatkan produktivitas di dalam sektor tersebut. Transformasi perekonomian Indonesia telah mengalami
perkembangan yang signifikan sejak reformasi ekonomi pada tahun 1998. Namun, upaya untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu
faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan perpajakan. Dalam karya
tulis ilmiah ini, kami mengeksplorasi pengaruh perpajakan terhadap transformasi perekonomian di Indonesia.
Kami mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat membantu mengatasi tantangan ini dan
meningkatkan efektivitas kebijakan di Indonesia. Hasil analisis kami menunjukkan bahwa kebijakan yang
tepat dapat menjadi instrumen yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan transformasi
perekonomian di Indonesia, Pada tahun 2016, tercatat bahwa penerimaan dari tax amnesty sendiri sebesar
109,05T dalam waktu 3 bulan. Sehingga mampu membantu pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3% ditahun
2016 dan 5,1% ditahun 2017. Namun, implementasi kebijakan yang baik dan pengelolaan perpajakan yang
efektif perlu menjadi prioritas bagi pemerintah Indonesia dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
mencapai tujuan transformasi perekonomian yang inklusif dan berkelanjutan.
Abstract: Tax incentives are a form of support from the government to entrepreneurs to encourage investment and economic
growth. Tax incentives can be in the form of tax cuts, tax breaks, or delays in paying taxes. Economic Transformation is a change
from an economic pattern that is directed at natural resources to an economic pattern that is more diversified and based on
innovation and technology. Economic Transformation in Indonesia aims to increase competitiveness and sustainable economic
growth. The purpose of tax taxes is to provide incentives for entrepreneurs to increase investment and create jobs. while Economic
transformation is the key point to increase productivity by changing the structure of the economy from lower productivity to higher
productivity or by increasing productivity within the sector. Indonesia's Economic Transformation has experienced significant
progress since economic reform in 1998. However, efforts to achieve sustainable and inclusive economic growth still face various
challenges. One important factor that can affect economic growth is tax policy. In this scientific paper, we examine the effect of
taxation on economic transformation in Indonesia. We propose several policy recommendations that can help address this
challenge and enhance policy effectiveness in Indonesia. The results of our analysis show that the right policy can be an effective
instrument in increasing economic growth and economic transformation in Indonesia. In 2016 it was recorded that revenue from
the tax amnesty alone amounted to 109.05T within 3 months. Thus helping economic growth to reach 5.3% in 2016 and 5.1% in 2017.
However, capable policy implementation and effective tax management need to be a priority for the Indonesian government in
accelerating economic growth and achieving the goal of an inclusive and sustainable economic transformation.
Transformasi perekonomian Indonesia saat ini juga menjadi isu yang penting untuk
dibahas. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
mendorong transformasi ekonomi, termasuk dalam hal pemanfaatan teknologi digital dan
pengembangan sektor industri. Namun, masih banyak kendala yang dihadapi, seperti
kurangnya infrastruktur, ketergantungan pada sektor ekspor komoditas, dan kesenjangan
regional (Mohammad et al., 2021).
Namun, insentif perpajakan juga dapat berdampak negatif jika tidak dikelola dengan baik.
Jika insentif perpajakan hanya diberikan kepada sektor tertentu, hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan dalam perekonomian dan mengabaikan sektor lain yang juga memiliki
potensi untuk tumbuh dan berkembang (Palupi Lindiasari Samputra et al., 2022.).
Dalam karya tulis ilmiah ini, akan dibahas bagaimana perpajakan dapat berperan dalam
mendorong transformasi perekonomian Indonesia. Di antara topik yang akan dibahas adalah
strategi perpajakan yang tepat untuk mendukung transformasi ekonomi, pengelolaan pajak
yang efektif untuk membiayai program pembangunan, serta tantangan dan peluang dalam
mengelola sistem perpajakan di Indonesia.
Selain itu, karya tulis ilmiah ini juga akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi
transformasi perekonomian Indonesia, termasuk kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi
global, serta peran sektor swasta dan masyarakat dalam mendorong transformasi ekonomi.
Dengan demikian, diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat memberikan wawasan dan
pemahaman yang lebih baik tentang perpajakan dan transformasi perekonomian di Indonesia.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa insentif perpajakan
memiliki pengaruh positif terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut
Faisal dan Mutaqin (2017), insentif perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
investasi di sektor manufaktur di Indonesia. Dalam penelitian mereka, mereka menemukan
bahwa insentif perpajakan memberikan insentif bagi investor untuk melakukan investasi dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rachmawati (2019) menunjukkan bahwa
insentif perpajakan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan investasi di Indonesia.
Dalam penelitian tersebut, insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia untuk
sektor pariwisata dan industri kreatif berhasil meningkatkan jumlah investasi di sektor
tersebut.
Namun, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa insentif perpajakan tidak selalu
memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Kurniawan (2018),
insentif perpajakan yang diberikan kepada sektor tertentu dapat menyebabkan terjadinya
distorsi pada pasar. Distorsi pasar ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan
menyebabkan terjadinya kesenjangan antara sektor yang menerima insentif dan sektor yang
tidak menerima insentif.
Salah satu faktor yang memengaruhi ekonomi Indonesia adalah dampak dari pandemi
Covid-19, sehingga banyak negara yang telah menerapkan beberapa upaya pemulihan ekonomi.
Insentif pajak memiliki peran yang cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan
ekonomi nasional. Menurut Endang Larasati (2022), pada tahun 2021, ekonomi Indonesia
berhasil kembali tumbuh positif dan bahkan telah mencapai tingkat 1,6 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi. Hal ini sejalan dengan pandangan Sri Mulyani
Indrawati (2021) yang mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II
tahun 2021 berhasil meningkat sebesar 7,07%, yang menunjukkan bahwa arah dan strategi
pemulihan ekonomi sudah tepat.
Pada tahun 2016, penerimaan dari tax amnesty mencapai 109,05 triliun dalam waktu 3
bulan, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% pada tahun 2016 dan 5,1%
pada tahun 2017, seperti yang dijelaskan oleh Yuwita Ariessa Pravasanti (2018). Menurut Siti
Resmi (2013), pajak memiliki dua fungsi penting dalam perekonomian suatu negara. Pertama,
pajak digunakan sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan baik di
tingkat pusat maupun daerah. Kedua, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur
kebijakan sosial-ekonomi pemerintah.
3. METODE PENELITIAN
Pada penulisan Karya ilmiah ini, penulis menggunakan pengujian studi literatur Jenis
penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Metode studi literatur adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat,
serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008:3). Berikut adalah struktur yang digunakan dalam
metode studi literatur ini :
1. Identifikasi Masalah: Tentukan masalah yang ingin dipecahkan dalam karya tulis ilmiah.
Dalam hal ini, masalah yang ingin dipecahkan adalah bagaimana insentif perpajakan
mempengaruhi transformasi perekonomian di Indonesia.
2. Identifikasi Kata Kunci: Tentukan kata kunci yang berkaitan dengan masalah yang ingin
dipecahkan. Contoh kata kunci yang dapat digunakan adalah insentif perpajakan,
transformasi perekonomian, dan Indonesia.
3. Identifikasi Sumber Informasi: Identifikasi sumber informasi yang akan digunakan dalam
karya tulis ilmiah. Sumber informasi dapat berupa jurnal ilmiah, buku, laporan
pemerintah, atau situs web terpercaya.
4. Seleksi Sumber Informasi: Pilih sumber informasi yang relevan dengan masalah yang ingin
dipecahkan. Seleksi sumber informasi dapat dilakukan dengan membaca abstrak atau
ringkasan dari sumber informasi tersebut.
6. Analisis Sumber Informasi: Analisis sumber informasi dengan melakukan sintesis data
yang ditemukan dari sumber informasi. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tabel
atau diagram untuk membantu mengorganisir informasi.
7. Penulisan Karya Tulis Ilmiah: Tulis karya tulis ilmiah dengan mengikuti struktur yang
sesuai, yaitu judul, abstrak, pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi, hasil penelitian,
pembahasan, kesimpulan, dan daftar pustaka. Pastikan karya tulis ilmiah yang dihasilkan
sesuai dengan format dan gaya penulisan yang ditentukan.
8. Referensi: Sertakan daftar pustaka atau referensi yang digunakan dalam karya tulis ilmiah.
Daftar pustaka harus mencantumkan semua sumber informasi yang digunakan dalam
karya tulis ilmiah dan mengikuti aturan format yang telah ditetapkan.
% Penerimaan
Penerimaan Dalam
Penerimaan Pajak Pajak /
Tahun Negeri
(dalam miliar rupiah) Penerimaan
(dalam miliar rupiah)
Dalam Negeri
1989/1990 16.084,1 31.504,2 51,1%
1990/1991 22.010,9 42.193,0 52,2%
1991/1992 24.919,3 42.582,0 58,5%
1992/1993 30.091,5 48.862,6 61,6%
1993/1994 36.665,1 56.113,1 65,3%
1994/1995 44.442,1 66.418,0 66,9%
1995/1996 48.686,3 73.013,9 66,7%
1996/1997 57.339,9 87.630,3 65,4%
1997/1998 700.934,2 112.275,4 63,2%
1998/1999 102.381,1 158.029,1 64,8%
1999/2000 125.900 187.700,0 67,0%
2000 115.900 205.300,0 56,5%
2001 185.500 300.600,0 61,7%
2002 210.200 299.800,0 70,1%
2003 242.000 340.900,0 71,0%
2004 280.900 407.600,0 68,9%
2005 347.600 509.000,0 68,3%
2006 402.100 534.700,0 75,2%
Tercantum, dalam 10 tahun terakhir yang paling banyak dalam melakukan investasi ke indoesia
secara global adalah Singapura.
2. Menstabilkan Anggaran
023 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 4,3 3,9 5,3 4,6 4,6 5,9 5,4 5,7 6,1 1,8 3,0 5,7 6,8 7,9 3,7
025 Kementerian Agama 2,1 2,0 1,2 1,2 1,6 2,6 2,3 2,9 2,4 2,0 2,3 1,8 4,4 4,2 4,2
024 Kementerian Kesehatan 0,3 0,2 0,4 0,4 0,4 0,3 0,4 0,5
Dalam lima tahun terakhir, kepatuhan warga Indonesia dalam melaporkan Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan membayar pajak telah meningkat. Menurut
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pada tahun 2021, sebanyak 15,9 juta laporan SPT telah
dilaporkan dari total 19 juta wajib pajak, mencapai rasio kepatuhan sebesar 84,07%.
Jika dibandingkan dengan tahun 2017, rasio kepatuhan pada tahun tersebut hanya
mencapai 72,58%. Pada tahun 2018, rasio pajak menurun menjadi 71,1%, dengan hanya
12,55 juta orang dari total 17,65 juta wajib pajak yang membayar pajak. Namun, pada
tahun 2019, rasio kepatuhan kembali meningkat menjadi 73,06%, dengan 13,39 juta dari
18,33 juta wajib pajak melaporkan SPT Tahunan. Pada tahun 2020, rasio kepatuhan
pajak meningkat kembali menjadi 78%, dan pada tahun 2021, rasio kepatuhan
mencapai 84,07%.
Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 (year on year) mencapai 5,31%,
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3,70%.
Bahkan, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 ini merupakan yang
tertinggi sejak tahun 2013 yang mencapai 5,56%. Peningkatan ini didukung oleh
persentase ekspor yang meningkat menjadi 16,28% dan impor sebesar 14,75%.
A. Manfaat
B. Interpretasi
6. Benchmark dan Belanja Perpajakan untuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
Deviasi atas seluruh poin di atas dikategorikan sebagai belanja perpajakan. Namun
terdapat pengecualian atas ketentuan tersebut apabila terdapat kondisi sebagai
berikut:
Prihal Karakteristik
Objek Pajak Ketentuan mengenai karakteristik objek PPN
menyatakan bahwa semua barang dan jasa
dapat menjadi objek PPN kecuali jika telah
dikenakan pajak daerah. Namun, pengecualian
atas transaksi yang telah dikenakan pajak
daerah tidak termasuk dalam kategori belanja
perpajakan karena hanya terjadi perpindahan
hak pemajakan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Oleh karena itu, secara
kumulatif hal ini tidak berdampak pada
hilangnya pendapatan negara. Sedangkan,
objek PPnBM adalah seluruh barang mewah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Subjek Pajak Konsumen akhirlah yang bertanggung jawab
menanggung beban PPN dan PPnBM.
Lokasi Pengenaan Pajak Prinsip konsumsi diterapkan di dalam daerah
pabean, yang berarti bahwa PPN dan PPnBM
tidak dikenakan pada barang yang diproduksi
untuk diekspor, sehingga tidak termasuk
dalam kategori belanja perpajakan. Sebagai
akibatnya, insentif pajak seperti PPN dan
PPnBM tidak dipungut pada barang-barang
yang diproduksi untuk tujuan ekspor.
Tarif Tarif PPN dikenakan pada tarif yang
ditetapkan secara standar yaitu sebesar 10
persen. Di sisi lain, tarif PPnBM dikenakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Tabel 4. Belanja Perpajakan
2. Analisis Pembahasan
Dalam upaya peningkatan perekonomian Indonesia, Terdapat berbagai upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, antara lain:
Dapat disimpulkan bahwa insentif perpajakan dapat menjadi alat yang efektif dalam
mendorong transformasi perekonomian Indonesia. Insentif perpajakan dapat
meningkatkan investasi, inovasi, dan daya saing sektor tertentu, serta memperkuat
keunggulan komparatif Indonesia di pasar global. Namun, perlu diperhatikan bahwa
pengelolaan insentif perpajakan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk
memastikan manfaatnya sebanding dengan biayanya.
Memperkuat koordinasi antara sektor publik dan swasta dalam pengelolaan insentif
perpajakan. Hal ini dapat membantu meningkatkan efektivitas insentif perpajakan dan
memastikan bahwa insentif perpajakan diarahkan pada tujuan strategis transformasi
perekonomian.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia melalui program pelatihan dan
pengembangan yang berkelanjutan. Hal ini dapat membantu memastikan bahwa sektor-
sektor yang didukung oleh insentif perpajakan memiliki tenaga kerja yang berkualitas dan
memperkuat kemampuan Indonesia dalam bersaing di pasar global.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, insentif perpajakan dapat menjadi alat yang
efektif dalam memacu transformasi perekonomian di Indonesia, memperkuat daya saing
Indonesia di pasar global, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
Pada Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) Edisi Desember 2023 yang
diadakan secara online dan diwartakan oleh Pajak.com. pada tanggal 22/12, Sri Mulyani
menyatakan bahwa insentif pajak merupakan salah satu instrumen fiskal yang digunakan
oleh pemerintah untuk memulihkan kegiatan masyarakat dan meningkatkan penerimaan
pajak secara signifikan. Sri Mulyani mengungkapkan bahwa hingga 14 Desember 2022,
pemerintah telah memberikan beberapa insentif pajak, termasuk pembebasan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk impor dan pembayaran PPh Pasal 25 yang diangsur
sebesar setengahnya, dan pembebasan PPh final program Percepatan Peningkatan Tata
Guna Air Irigasi yang akan dibebankan ke pemerintah (DTP). Ketiga insentif pajak
tersebut berhasil menghasilkan penerimaan sebesar Rp 14,6 triliun dan bermanfaat bagi
4.636 Wajib Pajak.
Ada dua hal yang diumumkan terkait dengan pajak oleh pihak berwenang.
Pertama, restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat dan telah tercapai sebesar
Rp 12,7 miliar atau 104 persen dari target sebesar Rp 12,6 miliar. Kedua, batas Penghasilan
Kena Pajak (PKP) telah diubah sesuai dengan UU HPP sehingga tarif PPh orang pribadi
sebesar 5 persen sekarang berlaku pada PKP senilai Rp 0 hingga Rp 60 juta, dibandingkan
dengan sebelumnya hanya mencakup PKP hingga Rp 50 juta. Pelebaran jangkauan tarif
PPh orang pribadi ini menyebabkan tidak terkumpulnya pajak sebesar Rp 1,64 miliar.
Dalam poin ketiga, tercatat bahwa pemerintah telah menggunakan sebesar Rp
408,35 miliar atau 24,6% dari total insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)
untuk mobil baru yang telah disediakan sebesar Rp 1,66 triliun. Sementara itu, dalam poin
keempat, insentif PPN untuk pembelian rumah telah mencapai realisasi sebesar Rp 526,28
miliar atau 30,6% dari total insentif sebesar Rp 1,72 triliun dan telah dimanfaatkan oleh
18.671 pembeli rumah. Menurut Sri Mulyani, insentif pajak yang dibayarkan oleh
pemerintah telah diverifikasi dengan beberapa kriteria untuk memastikan kesesuaian
dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
Pemerintah telah memberikan insentif pajak senilai Rp 420,26 miliar atau 17,51%
dari total pagu sebesar Rp 2,4 triliun untuk alat kesehatan. Sri Mulyani menyatakan
bahwa ini menunjukkan fokus pemerintah dalam membantu sektor kesehatan
menghadapi pandemi COVID-19. Program insentif pajak telah diberikan pada tahun 2020
dan 2021 dengan total realisasi masing-masing sebesar Rp 56 triliun dan Rp 68,32 triliun,
melebihi pagu yang telah disediakan. Namun, kebijakan insentif pajak untuk tahun 2023
masih dalam tahap pembahasan karena DJP dan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu
mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional di tengah ketidakpastian geopolitik
antara Ukraina dan Rusia serta RRT dengan Taiwan. Neil dari DJP menegaskan bahwa
kebijakan insentif pajak harus dilaksanakan dengan hati-hati dan terarah agar dapat
mendukung kegiatan perekonomian masyarakat dan dunia usaha dengan tepat.
Dalam jangka pendek, pemberian insentif pajak dapat meningkatkan penerimaan pajak
dan memperkuat posisi fiskal pemerintah. Selain itu, pemberian insentif pajak juga dapat
mendorong pertumbuhan investasi, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan daya
saing industri, dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Namun, dalam jangka panjang, dampak dari insentif pajak terhadap perekonomian
Indonesia masih menjadi perdebatan. Beberapa kritikus berpendapat bahwa pemberian
insentif pajak yang terlalu banyak dan tidak terarah dapat mengakibatkan kerugian bagi
negara, karena dapat mengurangi penerimaan pajak dan membebani defisit anggaran.
Selain itu, pemberian insentif pajak juga tidak selalu mendorong pertumbuhan investasi
dan penciptaan lapangan kerja yang signifikan. Beberapa perusahaan mungkin hanya
memanfaatkan insentif pajak untuk memperoleh keuntungan singkat dan tidak
berinvestasi dalam jangka panjang.
Penelitian lebih lanjut tentang jenis insentif perpajakan yang paling efektif
dalam meningkatkan transformasi perekonomian di Indonesia. Penentuan kriteria
dan mekanisme pemberian insentif perpajakan yang lebih ketat dan transparan
untuk menghindari risiko kehilangan pendapatan pajak bagi pemerintah dan
penyalahgunaan insentif oleh perusahaan.
7. DAFTAR PUSTAKA
Mohammad, R., Rizal, Z., & Pujanggo, G. S. (n.d.). EFEK INSENTIF PERPAJAKAN
BERDASARKAN DASAR PENGENAAN PAJAK DAN TARIF PAJAK TERHADAP
EKONOMI SECARA MAKRO : STUDI KASUS INDONESIA.
Nur, D., Direktorat, I., Pajak, J., Fitriandi, P., Keuangan, P., & Stan, N. (n.d.).
PENGARUH KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19 TERHADAP
PENERIMAAN PPN.
Palupi Lindiasari Samputra, dan, Salemba Raya No, J., & Pusat, J. (n.d.). Potensial of
Tax Declining and Tax Policy Strategy to Anticipate the Impact of the Covid-19 Pandemic: A
National Resilience Perspective. 11(2), 93–108. https://doi.org/10.22212/jekp.v11i1.1933
Vika Azkiya. (2022). Rasio Kepatuhan Pelaporan Pajak 2021. Databoks Katadat.