Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Epilepsi


Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik yang banyak
terjadi pada anak. Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak
dengan gejala yang khas yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksismal (Yolanda, 2019).
Epilepsi adalah gangguan atau kondisi medis kronis, biasanya berupa
kejang berulang yang tidak dapat diprediksi, yang memengaruhi berbagai
fungsi mental dan fisik (Tedyanto Hartono Eric, 2020).
Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik yang bisa
terjadi pada segala usia terutama pada usia anak.1 Epilepsi merupakan
manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala yang khas yaitu kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksismal. Epilepsi ditandai dengan sedikitnya 2 kali atau lebih kejang
tanpa provokasi dengan interval waktu lebih dari 24 jam.

1.2. Etiologi Epilepsi


Epilepsi disebabkan dari gangguan listrik disritmia pada sel saraf pada
salah satu bagian otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan
listrik abnormal, berulang dan tidak terkontrol (Smeltzer & Bare, 2011).
Menurut Arif (2008), Tarwoto (2009) dan Wong (2008) etiologi dari
epilepsi adalah
1. Idiopatik : sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik
2. Faktor herediter
3. Faktor genetik : pada kejang demam dan breath holding spell
4. Kelainan kongenital otak : atrofi, poresenfali, agenesis korpus
kolosum
5. Gangguan metabolik
6. Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya, toksoplasmosi
7. Trauma : kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma
subdural
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10. Keracunan, demam, luka dikepala dan pasca cidera kepala
11. Kekurangan oksigen atau asfiksia neonatorum, terutama saat proses
Kelahiran
12. Hydrocephalus atau pembesaran ukuran kepala
13. Gangguan perkembangan otak
14. Riwayat bayi dan ibu menggunakan obat antikolvusan yang digunakan
sepanjang hamil. Riwayat ibu-ibu yang memiliki resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-
obatan, diabetes atau hipertensi)

1.3. Manifestasi Klinis Epilepsi


Menurut Hidayat (2009) dan Batticaca (2008) yaitu :
1. Dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat fokus Epileptogen
4. Mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium
bau- bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu,
sakit kepala dan sebagainya)
5. Satu atau kedua mata dan kepala bergerak menjauhi sisa focus
6. Menyadari gerakan atau hilang kesadaran
7. Bola mata membalik ke atas, bicara tertahan, mati rasa, kesemutan,
perasaan ditusuk-tusuk, dan seluruh otot tubuh menjadi kaku
8. Kedua lengan dalam keadaan fleksi tungkai, kepala, dan leher dalam
keadaan ekstensi, apneu, gerakan tersentak-sentak, mulut tampak
berbusa, reflek menelan hilangdan saliva meningkat

1.4. Patofisiologi Epilepsi


Epilepsi berupa peroses iktogenetis atau terjadinya serangan epilepsi.
Proses ini berawal dari eksibilitas satu atau dua sekelompok neuron akibat
perubahan pada membran sel neuron. Perubahan pada kelompok neuron tersebut
menyebabkan hipereksitabilitas.
Proses timbulnya eksibilitas berbeda pada setiap epilepsi. Asal timbulnya
eksibilitas dapat berasal dari:
1. Neuron individual, yaitu neuron epileptik memiliki konduktansi Ca2+ yang
tinggi dan yang di sebabka oleh perubahan struktur dan fungsi pada membran post
sinaptik.
2. Lingkungan mikro neuronal, perubahan kadar kation dan anion elstra seluler
berupa peningkatan kadar K+ menyebabkan depolarisasi neuron dan pengeluaran
yeng berlebihan.
3. Populasi sel epileptik, perubahan fisiologi neuronal secara
kolektifmenyebabkan produksi eksebilitas yang progresif.
1.5. Pathway/W.O.C Epilepsi
Terlampir

1.6. Pemeriksaan Penunjang Epilepsi


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada orang dewasa, pemeriksaan elektrolit, gula darah dan
kadar kalsium sangat penting untuk menyingkirkan masalah ini
sebagai penyebab timbulnya kejang. Pengambilan cairan otak (fungsi
lumbal) dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis infeksi sistem saraf
pusat. Tingkat prolaktin darah yang tinggi pada 20 menit pertama
setelah kejang merupakan tanda yang penting untuk mengkonfirmasi
kejang epilepsi.
Pada anak-anak pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan,
misalnya biokimia urin dan tes darah untuk melihat adanya kelainan
metabolik. mengkonfirmasi kejang epilepsi. Pada anak-anak
pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan, misalnya biokimia urin
dan tes darah untuk melihat adanya kelainan metabolik.
2. Elektroensephalography (EEG)
Elektroensephalography EEG bekerja untuk mendeteksi
kelainan aktifitas elektrik di otak, biasanya alat ini digunakan pada
penderita epilepsi untuk mendiagnos i s dan menentukan tatalaksana
pasien kejang
3. Imaging Test
Imaging test yang digunakan yaitu CT scan dan MRI. MRI pada
umumnya merupakan tes yang lebih baik kecuali bila dicurigai terjadi
pendarahan, dimana CT scan lebih sensitif dan lebih mudah
dilakukan.
(Septemaya, 2020).
1.7. Diagnosa Banding Epilepsi
Sinkop, gangguan jantung, gangguna sepintas peredaran darah otak,
hipoglikemia, keracunan, breath holding spells, hysteria, narkolepsi, pavor
nokturnus, paralysis tidur, migren.

1.8. Komplikasi Epilepsi


Menurut Elizabeth (2010) dan Pinzon (2007) komplikasi epilepsi dapat
terjadi:
1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang yang berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
3. Cedera kepala
4. Cedera mulut
5. Fraktur

1.9. Penatalaksanaan Epilepsi


1. Terapi Farmakologi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara
bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping.
Minum obat anti epilepsi (OAE) secara teratur dapat berguna untuk
mengendalikan kejang, sehingga pengidapnya dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dengan normal. Pemberian obat secara tepat dapat
menstabilkan aktivitas listrik dalam otak yang dapat mengendalikan
kejang. Pemilihan OAE pada pasien epilepsi dapat berbeda tergantung
kepada gejala dan kondisi yang dialami, OAE memiliki kontra
indikasi pada ibu hamil. Penghentian OAE dilakukan secara bertahap
setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang disertai hasil EEG normal atas
persetujuan pasien dan keluarga. Bila pasien mengkonsumsi lebih dari
1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
Nama-nama obat Epilepsi
Nama Obat Efek Samping Dominan
Karbamazepin (bamgetol, Mengantuk, pusing, mual, ataxia
tegretol) (gangguan
keseimbangan/koordinasi)
Leveracetam (keppra) Mengantuk, mudah lelah, lemas,
pusing
Lamotrigin (lamictal) Pusing, ataxia, diplopia
(gangguan penglihatan), rhinis,
mengantuk
Okskarbamazepin (trileptal, Pusing, diplopia, mual,
prolepsi) mengantuk, ataxia, tremor, lelah,
vergo
Fenobarbital (sibital, luminal) Ataxia, pusing, mengantuk,
gangguan bicara , lelah, gelisah,
nistagmus(gangguan pada bola
mata), rasa kebas, vergo,
gangguan kognif,hiperakf (pada
anak -anak).
Fenitoin (kutoin) Mengantuk, lelah, ataxia, gelisah,
gangguan bicara, gelisah,
nistagmus, pusing, rash,
hepatotoksik
Topiramat (topamax) Gangguan perilaku, bicara,
penurunan berat badan, pusing
Asam Valproat (depakene, Mual, pusing, lemas, tremor,
depakote, ikalep) pusing, mengantuk, diplopia,
diare, nistagmus
2. Terapi Nonfarmakologi
a. Diet ketogenik
Diet ketogenik (tinggi lemak, rendah karbohidrat, cukup
protein) terbukti dapat mengurangi jumlah kejang hingga
setengahnya pada kira-kira 30-40% pasien anak. Pada kondisi
normal, tubuh akan menggunakan glukosa yang berasal dari
asupan kabrohidrat sebagai energi utama. Ketika pasien epilepsi
menerapkan diet ketogenik, tubuh akan kekurangan glukosa
hingga akhirnya mengandalkan cadangan lemak sebagai pengganti
energi, maka zat keton akan terbentuk secara alami. Pada pengidap
epilepsi, zat keton justru menguntungkan karena memengaruhi
aktivitas listrik di otak dan akhirnya menurunkan risiko
kambuhnya epilepsi
b. Olahraga dan Istirahat
Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup juga dapat
bermanfaat dalam mencegah terjadinya kejang. Namun, pasien
epilepsi harus menghindari olahraga seperti berenang dan
bersepeda karena dapat berbahaya bila terjadi kejang.
c. Intervensi psikologis
Kondisi psikis yang tenang, sangat bermanfaat untuk dapat
mengendalikan epilepsi. Pasien dianjurkan untuk dapat melakukan
relaksasi dan memiliki koping (kemampuan dalam mengatasi
masalah) yang baik selama menjalani perawatan. Selain itu,
dukungan keluarga dan orang terkasih sangat membantu bagi
penderita epilepsi.
d. Tindakan Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan apabila terapi obat epilepsi
sudah tidak mampu mengendalikan kejang. Selain itu, prosedur ini
dapat dilakukan setelah hasil tes menunjukkan bahwa kejang
berasal dari area tertentu pada otak yang tidak mengganggu fungsi
vital seperti bicara, bahasa, fungsi motorik, penglihatan atau
pendengaran. Dengan operasi, dokter akan mengangkat area di
otak yang menyebabkan kejang.
(Septemaya, 2020).
1.10. Konsep Keperawatan
1.1.1. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien
pada keluarga. Keluarga ditanyakan tentang faktor atau kejadian
yang dapat menimbulkan kejang.
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajiandan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
Demam, suhu > 38oC, muntah, kaku , kejang-kejang, sesak
nafas, kesadaran menurun, ubun-ubun cekung, bibir kering, bak
lidah ada, BAB mencret
d. Riwayat penyakit dahulu
Umumnya penyakit ini terjadi sebagai akibat komplikasi
perluasan penyakit lain. Yang sering ditemukan adalah ISPA,
ionsililis, olilis nedia, gastroeniecilis, meningitis.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit infeksi seperti ISPA dan meningitis.serta memiliki
riwayat kejang yang sama dengan pasien
f. Data tumbuh kembang
Data tumbuh kembang dapat diperoleh dari hasil pengkajian
dengan mengumpulkan data lumbang dan dibandingkan dengan
ketentua-ketentuan perkembangan normal. Perkembangan
motorik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif,
perkembangan emosional, perkembangan kepribadian dan
perkembangan sosial.
g. Data fisik
Pada penyakit demam kejang sederhana didapatkan data fisik :
1) Suhu meningkat
2) Frekuensi nafas naik
3) Kesadaran menurun
4) Nadi naik
5) Kejang bersifat umum dan berlangsung sebentar
6) Lemah, letih, lesu dan gelisah.
7) Susah tidur
h. Pemeriksaan fisik persistem
1) System pernafasan
Karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih
15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan
O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya
asidosis.
2) System sirkulasi
gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
diotak hingga terjadi epilepsi
3) System pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan
lunak / gigi.
4) Sistem persyarafan
Aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi
serebra
i. Riwyat jatuh/ trauma

1.1.2. Diagnosa Keperawatan


a. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
(D.0136)
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
prognosis penyakit (D.0800)
c. Resiko jatuh berhubungan dengan tingkat kesadaran (D.0143)
d. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan neurologis
(D.0032)
e. Defisit pengetahuan berhubungan ketidaktahuan menemukan
sumber informasi (D.0111)
f. Defisit perawatan diri berhubungan motivasi/minat (D.0109)
1.1.3. Perencanaan
SDKI SLKI SIKI
Resiko jatuh Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Jatuh (1.14540)
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi faktor risiko
dengan tingkat masalah teratasi. jatuh
kesadaran (D.0143) Kriteria Hasil: 2. Identifikasi risiko jatuh
1. Jatuh dari tempat tidur setidaknya sekali setiap
meningkat shift atau sesuai dengan
2. Jatuh saat berdiri cukup kebijakan institusi
meningkat 3. Pasang handrall tempat
3. Jatuh saat duduk tidur
meningkat 4. Tempatkan pasien
Keterangan : berisiko tinggi jatuh dekat
1 = Meningkat dengan pantauan
2 = Cukup meningkat perawatan dari nurse
3 = Sedang station
4 = Cukup Menurun 5. Anjurkan memanggil
5 = Menurun perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
6. Ajarkan menggunkan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik Keperawatan. Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatam Indonesia. Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Septemay Debora Christina, P. P. (2020, 04). Buletin RSPON. Penanganan


epilepsi secara menyeluruh menentukan kualitas hidup, ISSN 2579-3705.

Tedyanto Hartono Eric, C. L. (2020). Gambaran Penggunaan Obat Anti Epilepsi


(OAE) pada Penderita Epilepsi. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya
Kusuma, ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online) .

Yolanda, T. P. (2019). FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA


KEJADIAN. JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO, Volume 8,
Nomor 1, ISSN Online : 2540-8844,
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico.

Anda mungkin juga menyukai