Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik yang banyak terjadi pada anak. Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala yang khas yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksismal (Yolanda, 2019). Epilepsi adalah gangguan atau kondisi medis kronis, biasanya berupa kejang berulang yang tidak dapat diprediksi, yang memengaruhi berbagai fungsi mental dan fisik (Tedyanto Hartono Eric, 2020). Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik yang bisa terjadi pada segala usia terutama pada usia anak.1 Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala yang khas yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksismal. Epilepsi ditandai dengan sedikitnya 2 kali atau lebih kejang tanpa provokasi dengan interval waktu lebih dari 24 jam.
1.2. Etiologi Epilepsi
Epilepsi disebabkan dari gangguan listrik disritmia pada sel saraf pada salah satu bagian otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang dan tidak terkontrol (Smeltzer & Bare, 2011). Menurut Arif (2008), Tarwoto (2009) dan Wong (2008) etiologi dari epilepsi adalah 1. Idiopatik : sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik 2. Faktor herediter 3. Faktor genetik : pada kejang demam dan breath holding spell 4. Kelainan kongenital otak : atrofi, poresenfali, agenesis korpus kolosum 5. Gangguan metabolik 6. Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosi 7. Trauma : kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural 8. Neoplasma otak dan selaputnya 9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen 10. Keracunan, demam, luka dikepala dan pasca cidera kepala 11. Kekurangan oksigen atau asfiksia neonatorum, terutama saat proses Kelahiran 12. Hydrocephalus atau pembesaran ukuran kepala 13. Gangguan perkembangan otak 14. Riwayat bayi dan ibu menggunakan obat antikolvusan yang digunakan sepanjang hamil. Riwayat ibu-ibu yang memiliki resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat- obatan, diabetes atau hipertensi)
1.3. Manifestasi Klinis Epilepsi
Menurut Hidayat (2009) dan Batticaca (2008) yaitu : 1. Dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan 2. Kelainan gambaran EEG 3. Tergantung lokasi dan sifat fokus Epileptogen 4. Mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau- bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya) 5. Satu atau kedua mata dan kepala bergerak menjauhi sisa focus 6. Menyadari gerakan atau hilang kesadaran 7. Bola mata membalik ke atas, bicara tertahan, mati rasa, kesemutan, perasaan ditusuk-tusuk, dan seluruh otot tubuh menjadi kaku 8. Kedua lengan dalam keadaan fleksi tungkai, kepala, dan leher dalam keadaan ekstensi, apneu, gerakan tersentak-sentak, mulut tampak berbusa, reflek menelan hilangdan saliva meningkat
1.4. Patofisiologi Epilepsi
Epilepsi berupa peroses iktogenetis atau terjadinya serangan epilepsi. Proses ini berawal dari eksibilitas satu atau dua sekelompok neuron akibat perubahan pada membran sel neuron. Perubahan pada kelompok neuron tersebut menyebabkan hipereksitabilitas. Proses timbulnya eksibilitas berbeda pada setiap epilepsi. Asal timbulnya eksibilitas dapat berasal dari: 1. Neuron individual, yaitu neuron epileptik memiliki konduktansi Ca2+ yang tinggi dan yang di sebabka oleh perubahan struktur dan fungsi pada membran post sinaptik. 2. Lingkungan mikro neuronal, perubahan kadar kation dan anion elstra seluler berupa peningkatan kadar K+ menyebabkan depolarisasi neuron dan pengeluaran yeng berlebihan. 3. Populasi sel epileptik, perubahan fisiologi neuronal secara kolektifmenyebabkan produksi eksebilitas yang progresif. 1.5. Pathway/W.O.C Epilepsi Terlampir
1.6. Pemeriksaan Penunjang Epilepsi
1. Pemeriksaan Laboratorium Pada orang dewasa, pemeriksaan elektrolit, gula darah dan kadar kalsium sangat penting untuk menyingkirkan masalah ini sebagai penyebab timbulnya kejang. Pengambilan cairan otak (fungsi lumbal) dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis infeksi sistem saraf pusat. Tingkat prolaktin darah yang tinggi pada 20 menit pertama setelah kejang merupakan tanda yang penting untuk mengkonfirmasi kejang epilepsi. Pada anak-anak pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan, misalnya biokimia urin dan tes darah untuk melihat adanya kelainan metabolik. mengkonfirmasi kejang epilepsi. Pada anak-anak pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan, misalnya biokimia urin dan tes darah untuk melihat adanya kelainan metabolik. 2. Elektroensephalography (EEG) Elektroensephalography EEG bekerja untuk mendeteksi kelainan aktifitas elektrik di otak, biasanya alat ini digunakan pada penderita epilepsi untuk mendiagnos i s dan menentukan tatalaksana pasien kejang 3. Imaging Test Imaging test yang digunakan yaitu CT scan dan MRI. MRI pada umumnya merupakan tes yang lebih baik kecuali bila dicurigai terjadi pendarahan, dimana CT scan lebih sensitif dan lebih mudah dilakukan. (Septemaya, 2020). 1.7. Diagnosa Banding Epilepsi Sinkop, gangguan jantung, gangguna sepintas peredaran darah otak, hipoglikemia, keracunan, breath holding spells, hysteria, narkolepsi, pavor nokturnus, paralysis tidur, migren.
1.8. Komplikasi Epilepsi
Menurut Elizabeth (2010) dan Pinzon (2007) komplikasi epilepsi dapat terjadi: 1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang berulang 2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas 3. Cedera kepala 4. Cedera mulut 5. Fraktur
1.9. Penatalaksanaan Epilepsi
1. Terapi Farmakologi Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Minum obat anti epilepsi (OAE) secara teratur dapat berguna untuk mengendalikan kejang, sehingga pengidapnya dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal. Pemberian obat secara tepat dapat menstabilkan aktivitas listrik dalam otak yang dapat mengendalikan kejang. Pemilihan OAE pada pasien epilepsi dapat berbeda tergantung kepada gejala dan kondisi yang dialami, OAE memiliki kontra indikasi pada ibu hamil. Penghentian OAE dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang disertai hasil EEG normal atas persetujuan pasien dan keluarga. Bila pasien mengkonsumsi lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama. Nama-nama obat Epilepsi Nama Obat Efek Samping Dominan Karbamazepin (bamgetol, Mengantuk, pusing, mual, ataxia tegretol) (gangguan keseimbangan/koordinasi) Leveracetam (keppra) Mengantuk, mudah lelah, lemas, pusing Lamotrigin (lamictal) Pusing, ataxia, diplopia (gangguan penglihatan), rhinis, mengantuk Okskarbamazepin (trileptal, Pusing, diplopia, mual, prolepsi) mengantuk, ataxia, tremor, lelah, vergo Fenobarbital (sibital, luminal) Ataxia, pusing, mengantuk, gangguan bicara , lelah, gelisah, nistagmus(gangguan pada bola mata), rasa kebas, vergo, gangguan kognif,hiperakf (pada anak -anak). Fenitoin (kutoin) Mengantuk, lelah, ataxia, gelisah, gangguan bicara, gelisah, nistagmus, pusing, rash, hepatotoksik Topiramat (topamax) Gangguan perilaku, bicara, penurunan berat badan, pusing Asam Valproat (depakene, Mual, pusing, lemas, tremor, depakote, ikalep) pusing, mengantuk, diplopia, diare, nistagmus 2. Terapi Nonfarmakologi a. Diet ketogenik Diet ketogenik (tinggi lemak, rendah karbohidrat, cukup protein) terbukti dapat mengurangi jumlah kejang hingga setengahnya pada kira-kira 30-40% pasien anak. Pada kondisi normal, tubuh akan menggunakan glukosa yang berasal dari asupan kabrohidrat sebagai energi utama. Ketika pasien epilepsi menerapkan diet ketogenik, tubuh akan kekurangan glukosa hingga akhirnya mengandalkan cadangan lemak sebagai pengganti energi, maka zat keton akan terbentuk secara alami. Pada pengidap epilepsi, zat keton justru menguntungkan karena memengaruhi aktivitas listrik di otak dan akhirnya menurunkan risiko kambuhnya epilepsi b. Olahraga dan Istirahat Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup juga dapat bermanfaat dalam mencegah terjadinya kejang. Namun, pasien epilepsi harus menghindari olahraga seperti berenang dan bersepeda karena dapat berbahaya bila terjadi kejang. c. Intervensi psikologis Kondisi psikis yang tenang, sangat bermanfaat untuk dapat mengendalikan epilepsi. Pasien dianjurkan untuk dapat melakukan relaksasi dan memiliki koping (kemampuan dalam mengatasi masalah) yang baik selama menjalani perawatan. Selain itu, dukungan keluarga dan orang terkasih sangat membantu bagi penderita epilepsi. d. Tindakan Pembedahan Pembedahan biasanya dilakukan apabila terapi obat epilepsi sudah tidak mampu mengendalikan kejang. Selain itu, prosedur ini dapat dilakukan setelah hasil tes menunjukkan bahwa kejang berasal dari area tertentu pada otak yang tidak mengganggu fungsi vital seperti bicara, bahasa, fungsi motorik, penglihatan atau pendengaran. Dengan operasi, dokter akan mengangkat area di otak yang menyebabkan kejang. (Septemaya, 2020). 1.10. Konsep Keperawatan 1.1.1. Pengkajian Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien pada keluarga. Keluarga ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. a. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajiandan diagnosa medis. b. Keluhan utama c. Riwayat penyakit sekarang Demam, suhu > 38oC, muntah, kaku , kejang-kejang, sesak nafas, kesadaran menurun, ubun-ubun cekung, bibir kering, bak lidah ada, BAB mencret d. Riwayat penyakit dahulu Umumnya penyakit ini terjadi sebagai akibat komplikasi perluasan penyakit lain. Yang sering ditemukan adalah ISPA, ionsililis, olilis nedia, gastroeniecilis, meningitis. e. Riwayat penyakit keluarga Kemungkinan ada anggota keluarga yang mengalami penyakit infeksi seperti ISPA dan meningitis.serta memiliki riwayat kejang yang sama dengan pasien f. Data tumbuh kembang Data tumbuh kembang dapat diperoleh dari hasil pengkajian dengan mengumpulkan data lumbang dan dibandingkan dengan ketentua-ketentuan perkembangan normal. Perkembangan motorik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan emosional, perkembangan kepribadian dan perkembangan sosial. g. Data fisik Pada penyakit demam kejang sederhana didapatkan data fisik : 1) Suhu meningkat 2) Frekuensi nafas naik 3) Kesadaran menurun 4) Nadi naik 5) Kejang bersifat umum dan berlangsung sebentar 6) Lemah, letih, lesu dan gelisah. 7) Susah tidur h. Pemeriksaan fisik persistem 1) System pernafasan Karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. 2) System sirkulasi gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi 3) System pencernaan Sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi. 4) Sistem persyarafan Aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra i. Riwyat jatuh/ trauma
1.1.2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran (D.0136) b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prognosis penyakit (D.0800) c. Resiko jatuh berhubungan dengan tingkat kesadaran (D.0143) d. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan neurologis (D.0032) e. Defisit pengetahuan berhubungan ketidaktahuan menemukan sumber informasi (D.0111) f. Defisit perawatan diri berhubungan motivasi/minat (D.0109) 1.1.3. Perencanaan SDKI SLKI SIKI Resiko jatuh Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Jatuh (1.14540) berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi faktor risiko dengan tingkat masalah teratasi. jatuh kesadaran (D.0143) Kriteria Hasil: 2. Identifikasi risiko jatuh 1. Jatuh dari tempat tidur setidaknya sekali setiap meningkat shift atau sesuai dengan 2. Jatuh saat berdiri cukup kebijakan institusi meningkat 3. Pasang handrall tempat 3. Jatuh saat duduk tidur meningkat 4. Tempatkan pasien Keterangan : berisiko tinggi jatuh dekat 1 = Meningkat dengan pantauan 2 = Cukup meningkat perawatan dari nurse 3 = Sedang station 4 = Cukup Menurun 5. Anjurkan memanggil 5 = Menurun perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah 6. Ajarkan menggunkan bel pemanggil untuk memanggil perawat DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator
Diagnostik Keperawatan. Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatam Indonesia. Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Septemay Debora Christina, P. P. (2020, 04). Buletin RSPON. Penanganan
epilepsi secara menyeluruh menentukan kualitas hidup, ISSN 2579-3705.
Tedyanto Hartono Eric, C. L. (2020). Gambaran Penggunaan Obat Anti Epilepsi