ADITYA SUSANTO
Analis Laboratorium
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sampah organik adalah sampah yang berasal dari sisa mahkluk hidup yang
mudah terurai secara alami tanpa proses campur tangan manusia untuk dapat
terurai. Sampah organik bisa dikatakan sebagai sampah ramah lingkungan bahkan
sampah bisa diolah kembali menjadi suatu yang bermanfaat bila dikelola dengan
tepat. Tetapi sampah bila tidak dikelola dengan benar akan menimbulkan penyakit
dan bau yang kurang sedap hasil dari pembusukan sampah organik yang cepat
(Chandra, 2006).
Sampah anorganik adalah sampah yang sudah tidak dipakai lagi dan sulit
terurai. Sampah anorganik yang tertimbun di tanah dapat menyebabkan
pencemaran tanah karena sampah anorganik tergolong zat yang sulit terurai dan
sampah itu akan tertimbun dalam tanah dalam waktu lama, ini menyebabkan
rusaknya lapisan tanah. Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu
menghasilkan bahan buangan, karena tidak ada proses konversi yang memiliki
efisiensi 100%. Sebagian besar bahan buangan yang dihasilkan oleh organisme
yang ada di alam ini bersifat organik [memiliki ikatan CHO, bagian tubuh makhluk
hidup]. Sampah yang berasal dari aktivitas manusia yang dapat bersifat organik
maupun anorganik. Contoh sampah organik adalah: sisa-sisa bahan makanan,
kertas, kayu dan bambu. Sedangkan sampah anorganik misalnya: plastik, logam,
gelas, dan karet (Apriliani, 2015).
Salah satu bentuk permasalahan lingkungan yang sering terjadi adalah
masalah sampah. Indonesia diperkirakan menghasilkan 64 juta ton sampah setiap
tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK), komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, yakni mencapai 60%
dari total sampah. Sampah plastik menempati posisi kedua dengan 14%,
kemudian sampah kertas 9% dan karet 5,5%. Sampah lainnya terdiri atas logam,
kain, kaca, dan jenis sampah lainnya. kesadaran masyarakat di Indonesia untuk
mendaur ulang sampah tergolong rendah. Berdasarkan Statistik Lingkungan Hidup
Indonesia 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2018), hanya 1,2%
rumah tangga yang mendaur ulang sampahnya. Sementara sekitar 66,8% rumah
tangga menangani sampah dengan cara dibakar. Padahal, asap yang ditimbulkan
dari hasil pembakaran bisa meanorganiknimbulkan polusi udara dan mengganggu
kesehatan. Sebanyak 32% rumah tangga memilih cara lain untuk menangani
sampah. (Widowati, 2019).
Mengacu pada Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah dalam pasal 14 serta PP No. 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan
sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga mengamanatkan bahwa
pengelola kawasan permukiman, kawasan perkantoran, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan lainnya
wajib melakukan pemilahan, menyediakan fasilitas pemilahan sampah, Tempat
Penampungan Sementara (TPS); Tempat Pengolahan Sampah terpadu 3R (reuse,
reduce, recycle); dan/atau alat pengumpul untuk sampah terpilah.
I. KESIMPULAN
Pengelolaan sampah organik dan non organik SPAM cabang Bantar selama
ini ditumpuk dan di bakar di pinggir sungai progo. Dalam jangka panjang sampah
tersebut dapat mencemari sungai progo sekaligus masuk lagi ke unit intake
bantar. Mengingat lahan hijau di SPAM cabang Bantar luas sehingga sampah
organik yang dihasilkan cukup banyak. Dalam inovasi ini, Upaya mengurangi
pencemaran lingkungan air sungai progo yaitu dengan ditempatkannya sampah
non organik ke bangunan tempat penampungan sementara kemudian diangkut
ke TPA dan sampah organik di olah menjadi kompos.
II. SARAN
Sebaiknya pengomposan di dukung dengan alat pencacah sampah organik, agar
proses pengomposan lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
2m 3m
3m 3m
Keterangan :
A : PINTU
B : SALURAN AIR (SISA SAMPAH) Sistem ventilasi silang (selatan-utara)
C : DINDING Bangunan semi permanen/permanen
Lokasi mudah diakses
Jauh dari unit produksi
Lokasi utara washout
Skala 1:50 cm