Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

KULIAH LAPANGAN
PENGANTAR REKAYASA LINGKUNGAN
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

KELOMPOK 3B

1. KARIN DWI RAHMAYANTI D1051181041


2. KHAIRUL ABSHAR D1051181045
3. EZZWAR DWIPUTRA D1051181049
4. AGRA RAFLESIA P.M D1051181051
5. NABILAH SYEBAN D1051181055
6. NABILAH NUR SYIFA D1051181059
7. RAHMAD AGUNG W D1051181065
8. INDAH RAKHMAYANI D1051181071
9. U.ARDHINIS EMWARD D1051181075
10. HARYOTO PRAYOGO D1051181077

DOSEN PENGAMPU :

1. Hendri sutrisno ST, MT


2. Herda Desmaiani S.Si., M. Sc
3. Ochih Saziati S. Si., M.Sc

PRODI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang pasti menghasilkan sampah baik itu sampah organik atau
anorganik. Banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab membuang
sampah tidak pada tempatnya. Kini telah ada peraturan pemenrintah untuk
membuang sampah dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi. Maka dari itu perlu
kesadaran dari semua manusia untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Kebanyakan sampah yang dibuang sembarangan adalah sampah organik seperti
plastik permen,botol plastik, gelas aqua, dll. Sampah anorganik ini
membutuhkan waktu lama untuk terurai serta memerlukan teknologi yang
canggih untuk membantu proses penguraian tersebut.
Ada solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan 3R yaitu reduce,
reuse, recyle. Reduce artinya mengurani. Semakin banyak penduduk semakin
banyak pula sampah yang dihasilkan. Kita dapat mengurangi sampah dengan
hanya membeli barang sesuai kebutuhan dan kurangi sifat konsumtif.
Semaksimal mungkin kita harus mengurangi sampah plastik (anorganik). Reuse
artinya pemakaian kembali. Plastik bekas belanja dapat digunakan beberapa kali
hingga plastik itu tidak dapat digunakan lagi. Recyle artinya mendaur ulang,
Plastik seperti bungkus sunlihgt bisa dibuat tas, dengan begitu dapat mengurangi
sampah anorganik. Diperlukan kesadaran dari semua pihak untuk memisah
sampahnya. Buanglah sampah yang benar-benar sudah tidak bisa digunakan
lagi,kemudian terapkan 3R, serta berlakukan pola hidup sehat. Dalam makalah
ini kami membahas mengenai pengolahan sampah dan limbah tinja di TPA Batu
Layang.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan karya makalah ini adalah mengkaji mengenai:
1.Mengetahui sistem penelolaan sampah Kota Pontianak
2.Mengetahui proses pengelolaan sampah di TPA Batu Layang.
3.Mengetahui proses pengolahan limbah tinja di IPLT (Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja) yang ada di lokasi TPA Batu Layang.

1.3 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
proses pengolahan sampah serta limbah tinja Kota Pontianak di TPA Batu
Layang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Sampah
Sampah adalah semua buangan padat yang dihasilkan dari seluruh kegiatan manusia
dan hewan yang tidak berguna atau tidak diinginkan (Tchobanoglous, Theissen
dan Eliassen, 1993). Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan
zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola supaya tidak
membahayakan bagi lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Budi
Utomo dan Sulastoro,1999).

B.Sumber Sampah
Menurut Budi Utomo dan Sulastoro (1999). Sumber/asal sampah dapat
dipilahkan menjadi 7 macam, yaitu:
1.Daerah pemukiman/rumah tangga, umumnya merupakan sampah basah/organik.
2.Daerah komersial, meliputi sampah yang berasal dari pasar, pertokoan, restoran.
3.Daerah institusional, terdiri atas sampah yang berasal dari perkantoran, sekolah,
tempat ibadah dan lain-lain. Umumnya merupakan sampah kering.
4.Daerah terbuka, antara lain sampah yang berasal dari pembersihan jalan,
trotoar, taman dan lain-lain. Umumnya merupakan sampah organik dan debu.
5.Daerah industry, yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa kegiatan industri,
sangat tergantung kepada jenis industrinya.
6.Daerah pembangunan, pemugaran dan pembongkaran, semua bahan yang berasal dari
kegiatan tersebut, dapat berupa pecahan bata, kayu, besi, dan lain-lain.
7.Rumah sakit/poliklinik, sampah di lokasi ini dapat berasal dari sampah kantor,
sampah bekas operasi, pembalut, dan lain-lain.

C.Tempat Pembuangan Akhir (TPA)


Menurut Budi Utomo dan Sulastoro (1999), pemilihan lokasi TPA harus
mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :
1.Kebutuhan lokasi
a.Luas.
b.Volume tampungan, dipengaruhi oleh jumlah penduduk, jenis penghasil
timbulan, tingkat pemadatan.
2.Pertimbangan hidrologi dan klimatologi
a.Curah hujan.
b.Karakteristik aliran air.
c.Evaporasi/ penguapan.
d.Gerakan air tanah.
e.Karakteristik angin.
3.Pertimbangan geologi
a.Bentang alam.
b.Jenis tanah dan batuan, mempengaruhi pemanfaatan sebagai tanah penutup.
4.Pertimbangan lingkungan
Suatu TPA berdampak terhadap lingkungan sekitar, baik dampak positif
maupun dampak negatif. Yang harus diupayakan adalah mengurangi dampak negatif
dan meningkatkan dampak positif. Untuk keperluan perlindungan lingkungan, maka
TPA dengan volume tampungan tertentu wajib dilengkapi dengan studi AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Wajib AMDAL harus dilakukan untuk
penyesuaian terhadap luas kawasan TPA dengan daya tampung TPA dan
perubahan paradigma dari tempat pembuangan/penampungan akhir menjadi
tempat pengolahan akhir. Pengelolaan sampah di mana konsep 3R menjadi bagian
dri kegiatan AMDAL TPA. Untuk incinerator biasanya untuk kapasitas yang kecil
(<100 ton/hari) dan control dan sanitary landfill
lebih besar sama dengan 10 ha.
5.Pertimbangan reklamasi
Rencana pemanfaatan kembali TPA setelah habis masa pakainya,
misalnya sebagai taman, lapangan hijau, hutan kota, dan lain sebagainya.
6.Pertimbangan umum lokasi yang ideal
a.Jarak lokasi TPA terhadap lokasi pemukiman dan sarananya harus cukup
aman untuk mencegah dampak negatif yaitu pencemaran udara dan air.
Jarak umum dari pemukiman sekitar 10 km.
b.Jarak TPA terhadap sumber timbunan sampah tidak jauh untuk
menghemat biaya transportasi.
c.Lokasi TPA pada daerah yang kondisi lapisannya kedap air.
d.Lokasi TPA harus terletak pada daerah yang bebas banjir.
e.Pemilihan TPA harus mempertimbangkan tata ruang kota pada masa
yang akan datang.
f.Volume yang ditampung sebaiknya mampu menampung sampai 5-10
tahu
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI KEGIATAN

3.1 Waktu dan Lokasi Kegiatan


Waktu : 07.30-11.30 25 Oktober 2018
Lokasi : TPA Batu Layang

3.2 Profil Instansi


TPA Batu Layang mulai beroperasi pada tahun 1996 dan terletak 15 Km
dari Kota Pontianak dengan luas keseluruhan 26,6 ha, yang terdiri dari 16 ha
untuk TPA, 1,5 ha untuk IPLT dan 9,1 ha untuk zona lingkungan. TPA Batu
Layang juga berbatasan langsung dengan parit Madura sejauh 300 m. Di TPA
Batu Layang ini sendiri menggunakan sistem operasi Controlled Landfill, yaitu
penimbunan sampah dengan jangka waktu 3 hari sekali, hanya saja karena
terkendala aspek pembiayaan yang kurang menyebabkan penimbunan ini hanya
dilakukan satu tahun sekali. TPA ini diperkirakan memiliki masa guna 20 tahun
untuk menampung sampah yang dibuang dari masyarakat. Daerah cakupan
pelayanan dari TPA Batu Layang ini adalah Kota Pontianak dengan persentase
pelayanan sekitar 83% dari penududuk Kota Pontianak.
Volume sampah yang masuk ke TPA 300-350 ton/hari. Semua sarana
sudah tersedia, hanya saja belum maksimal untuk penggunaanya. Contohnya
saja timbangan (terdiri dari timbangan digital dan manual) yang sebenarnya
berfungsi untuk menimbang sampah yang masuk, sekarang tidak dapat berfungsi
lagi. Dikarenakan biaya yang tinggi tadi, timbangan tersebut juga tidak
diperbaiki.
Pengoprasian truk sampah dijalankan dalam 24 jam, dengan 3 alat berat
yang digunakan dengan 4 petugas yang berjaga dalam 4 shift. Jika ada alat berat
yang rusak, maka sampah tidak bisa masuk. Pengoprasian alat berat tidak
berjalan dengan baik karena kendala mesin yang rusak, biaya perbaikan yang
tinggi menyebabkan alat berat tersebut tidak diperbaiki lagi. Untuk
memperbaikinya saja pihak TPA harus mendatangkan ahli dari pusat agen mesin
tersebut yang tentu saja biayanya tidak sedikit. Untuk sel di TPA ini sendiri
terdapat 12 sel yang terdiri dari 6 sel pertama yang dibangun 1996-2007 yaitu sel
pasif yang tidak ditimbun sampah. Lalu 6 sel aktif yang dibangun dari 2008-
2014 yang sampah sekarang digunakan untuk menimbun sampah.
Jumlah pekerja yang ada di TPA Batu Layang ini terdiri dari 28 orang, yang
terdiri dari 23 pekerja TPA dan 5 orang pekerja di IPLT.
Untuk masalah kendaraan atau transportasi (truk) yang berjumlah 37, dilakukan
perawatan dengan pembersihan kendaraan yang dilakukan setiap hari ketika
tidak mengangkut sampah lagi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Pontianak


Di Kota Pontianak sistem pengelolaan sampahnya masih menggunakan
paradigma lama yaitu kumpul-> angkut-> buang.
a. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah ini dilakukan dirumah masing-masing. Sampah rumah
tangga yang dihasilkan dibuang di tong sampah rumah.
b. Pengangkutan
Sampah yang ada di rumah warga diangkut oleh tukang sampah menggunakan
gerobak sampah ke TPS terdekat. Dari TPS sampah diangkut dengan
menggunakan truk ke TPA Batu Layang
c. Pembuangan
Di TPA Batu Layang menggunakan proses pengolahan controlled landfill yaitu
dengan menimbun sampah yang didapat dari TPS dengan tanah. Penimbunan
tanah oleh TPA Batu Layang dilakukan setahun sekali.

4.2 Proses Pengolahan Sampah


Menurut Sopandie (2009) ada beberapa metode atau cara penimbunan sampah:
a. Metode Open Dumping
Cara ini cukup sederhana yaitu dengan membuang sampah pada suatu legokan
atau cekungan tanpa menggunakan tanah sebagai penutup sampah, cara ini sudah
tidak direkomendasi lagi oleh Pemerintah RI karena tidak memenuhi syarat teknis
suatu TPA Sampah, Open Dumping sangat potensial dalam mencemari
lingkungan, baik itu dari pencemaran air tanah oleh Leachate (air sampah yang
dapat menyerap kedalam tanah), lalat, bau serta binatang seperti tikus, kecoa,
nyamuk dll.
b. Metode Controlled Landfill
Controlled Landfill adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan
dengan cara sampah ditimbun dalam suatu TPA Sampah yang sebelumnya telah
dipersiapkan secara teratur, dibuat barisan dan lapisan (SEL) setiap harinya dan
dalam kurun waktu tertenu timbunan sampah tersebut diratakan dipadatkan oleh
alat berat seperti Buldozer maupun Track Loadder dan setelah rata dan padat
timbunan sampah lalu ditutup oleh tanah, pada controlled landfill timbunan
sampah tidak ditutup setiap hari, biasanya 3 hari sekali atau seminggu sekali.
Secara umum controlled landfill akan lebih baik bila dibandingkan dengan open
dumping dan sudah mulai dipakai diberbagai kota Indonesia.
c. Metode Sanitary Landfill
Sanitary Landfill adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dengan cara
sampah ditimbun di TPA sampah yang sudah disiapkan sebelumnya dan telah
memenuhi syarat teknis, setelah ditimbun lalu dipadatkan dengan menggunakan
alat berat seperti buldozer maupun track loader, kemudian ditutup dengan tanah
sebagai lapisan penutup setiap hari pada setiap akhir kegiatan. Hal ini dilakukan
terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana yang telah ditetapkan.
d. Metode ImprovedSanitary Landfill
Improved Sanitary Landfill merupakan pengembangan dari sistem sanitray
landfill, dilengkapi dengan instalasi perpipaan sehingga air sampah atau Leachate
(dibaca : licit) dapat alirkan dan ditampung untuk diolah sehingga tidak
mencemari lingkungan, bila air sampah yang telah diolah tersebut akan dibuang
keperairan umum, maka harus memenuhi peraturan yang telah ditentukan oleh
Pemerintah RI, mengenai buangan air limbah. Pada Improved Sanitary Landfill
juga dilengkapi dengan fasilitas penegelolaan Gas yang di hasilkan oleh proses
dekomposisi sampah di landfill.
e. Metode Semi Aerobic Landfill
Sistem ini merupakan pengembangan dari teknik Improved Sanitary Landfill,
dimana usaha untuk mempercepat proses penguraian sampah oleh bakteri
(dekomposisi sampah) dengan memompakan udara (oksigen) kedalam timbunan
sampah. Teknologi ini sangat mahal tetapi sangat aman terhadap lingkungan.

4.3 Proses Pengolahan Sampah di TPA Batu Layang Kota Pontianak


Metode pembuangan yang diterapkan adalah controlled landfill. Penimbunan
tanah yang seharusnya dilakukan 3 hari sekali menjadi setahun sekali dikarenakan
biaya yang sangat besar dalam penimbunanan sampah ini. Pengelolaan sampah
dengan sistem ini memerlukan dana cukup besar, yaitu Rp. 9 milyar / tahun
dengan rincian untuk penyapuan Rp. 2 milyar, perwadahan Rp. 1 milyar,
pengangkutan Rp. 4 milyar dan pengelolaan TPA Rp. 2 milyar. Pengelolaan TPA
dengan sistem ini kurang efektif selain memerlukan dana yang besar, dapat
menimbulkan lama-kelamaan karena menimbulkan gas karbondioksida (CO2) dan
metahan (CH4) sebagai proses dekomposisi sampah secara anaerobik.
Melihat berbagai permasalahan di TPA Batu Layang akibat sistem dan
pengelolaan sampah yang kurang efektif serta menalan dana cukup besar, maka
Pemko Pontianak merasa perlu melakukan perubahan metode pengelolaan TPA
Batu Layang. Kemudian Pemko Pontianak berinisiatif untuk merubaha paradigma
bahwa sampah yang semula menimbulkan masalah terhadap lingkungan harus
menjadi sampah yang dapat menghasilkan uang. Kota Pontianak kemudian
menjajaki bermacam kemungkinan model pengelolaan sampah, dan akhirnya
memtutuskan untuk memanfaatkan tumpukan sampah lama dan baru melalui
program Clean DevelopmentMechanism (CDM) atau Mekanisme Pembuangan
Bersih (MPB). CDM merupakan mekanisme dibawah Protokol Kyoto, yang
menawarkan kerjasam antara negara maju dan negara berkembang dalam rangka
pengurangan emisi gas rumah kaca dan membantu negara untuk mencapai tujuan
pembangunan berekelanjutan. Negara maju menanamkan modalnya di negara
berkembang dalam proyek-proyek yang menghasilkan pengurangan emisi gas
rumah kaca. Latar belakang mekanisme ini adalah komitmen negara-negara maju /
negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang telah menyebabkan
pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim. Berdasarkan Protokol
Kyoto, negara maju / negara industri berkewajiban mengurangi gas rumah kaca,
yang dapat dilakukan di negaranya sendiri atau negara lain melalui mekanisme
CDM. Prosesnya adalah melalui pembakaran gas metan yang akan disertifikasi
dan dapat dijual dengan harga bervariasi tergantung pada reduksi metana. Akan
tetapi alat penangkap gas metan ini sudah tidak beroperasi dikarenakan kurang
efisien bila digunakan di TPA Batu Layang. Sampah di TPA Batu Layang telah
bercampur dengan air maka dari itu gas metan yang ditangkap hanya sedikit.

4.4.1 Air Lindi


Tumpukan sampah akan mengeluarkan air lindi yang menimbulkan bau tak sedap.
Pengumpulan air lindi dilakukan menggunakan saluran atau parit disekeliling sel
sampah. Apabila sistem drainase ini kurang dikelola dan dikontrol dengan baik,
maka beberapa bagian drainase akan tersebumbat / terhalang oleh sampah
terutama pada musim hujan. Air lindi akan tumpah dan masuk ke dalam parit
buatan yang ada di dekat TPA dan pada akhirya masuk dan mencemari sungai.
Masalah lain akibat kurang baiknya pengelolaan TPA adalah muncul berbagai
penyakit menular karena bersarangnya vektor penyebab penyakit seperti lalat,
kecoa, nyamuk, tikus dan sebagainya.

4.4.2 Proses Pengolahan Air Lindi


Leachate yang timbul akan dialirakan secara graduiasi melalui saluran pengumpul
leachate yang dibuat sekeliling lahan (parit keliling) dilengkapi dengan sumur
pengumpul. Selain sumur pengumpul juga dibuatkan Kolam Maturasi dan
Biofilter. Setelah diolah air lndi ini dapat digunakan untuk mencuci truk sampah.

4.5 Proses Pengolahan Limbah Tinja oleh IPLT yang ada di lokasi TPA Batu
Layang Kota Pontianak
Di TPA Batu Layang ada IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Tugas
instalasi ini ialah menyedot tinja warga Kota Pontianak. Tidak semua rumah
warga Kota Pontianak ini memiliki septic tank. Contohnya warga yang tinggal di
pinggir sungai. Warga yang tinggal di pinggir sungai kebanyakan membuang air
besar langsung ke sungai. Setelah itu mandi dan mencuci juga di sungai. Mereka
lebih memilih menggunakan sungai sehari-hari dibandingkan membuat WC serta
septic tank. Pola hidup seperti inilah yang harus diubah. Salah satunya dengan
memberikan sosialisai kepada warga disekitar sungai. Mengurangi pemukiman di
sekitar sungai agar sungai tersebut tidak tercermar. Dengan pola hidup sehat kita
juga dapat jauh dari penyakit pencernaan, bukan hanya itu sungai juga tidak
tercermar. Apabila sungai bebas dari pencemaran maka ekosistem di sungai tidak
akan punah dan warga dapat menggunakan air sungai tanpa takut sakit pada
pencernaannya.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak dalam melayani kebutuhan


masyarakat selain melayani pengelolaan sampah juga melayani pengurasan tinja
masyarakat yang berlangsung sejak tahun 2001 hingga sekarang. Instalasi
Pengolaha Lumpur Tinja (IPLT) dibangun sejak tahun 1997 melalui program
KUDP (Kalimantan Urban Development Project) yang letaknya berdampingan
dengan TPA dengan dilengkapi sarana dan prasarana dan sistem pengolahan
anaerobik. Sasaran dari kegiatan penyedotan limbah tinja ini yaitu : wilayah
perumahan, perkantoran, hotel, mall, rumah sakit, restoran, pasar, dan lain-lain.
Dasar pelaksanaan operasional Perda No : 82 Tahun 2008 tentang Pembentukan
struktur organisasi UPTD Pengelolaan TPA Sampah dan Limbah serta Perda No.
4 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.
1 unit kendaraan penyedotan limbah Vaccum Truck kapasitasnya 2000 liter (2
m3). Jangkauan selang 35 m. 1 unit Instalasi Pengolaha Lumpur Tinja (IPLT)
Batu Layang Kapasitas 98 m3 / hari, luas 1,5 ha dengan sistem pengolahan
anaerobik (gravitasi) manual, terdiri dari:

 Bak Imhof
 Bak Sludge Drying Bed
 Bak Fakultatif
 Biofilter
 Raam Jalan Tanjakan
 Bangunan Laboratorium IPLT
 Mesin Penggelontor

Besarnya tarif retribusi penyedotan kakus berdasarkan Peraturan Daerah


Retribusi Jasa Umum No : 4 Tahun 2011 pasal 76 adalah :

1. Setiap kali sedot dengan jarak sedot maksimal 30 m dikarenakan tarif


sebesar Rp. 300.000,- / sedot.
2. Kelebihan jarak sedot diatas 20 m untuk setiap kelipatan 10 m dikenakan
tambahan biaya sebesar Rp. 100.000,-
3. Pembuangan limbah tinja ke tempat pembuangan air buangan yang
dilakukan dengan kendaraan sendiri / swasta ke lokasi pengelolaan air
buang (LPAB) yang dikelola oleh Pemda dikarenakan tarif sebesar Rp.
12.500,- / sedot.
4. Pengangkutan dan pembuangan melalu WC Mobil Umum :

a. Penggunaan tempat buangan air kecil sebesar Rp. 500.- / orang.


b. Penggunaan tempat buagan air sebesar Rp. 1000,- / orang.
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan adalah :

1. TPA Batu Layang memiliki luas keseluruhan 26,6 Ha, yang terdiri dari 16
ha untuk TPA 1,5 ha untuk IPLT dan 9,1 ha untuk zona lingkungan.
2. Sistem pengelolaan sampah di Kota Pontianak masih menggunakan
paradigma lama yaitu kumpul, angkut, buang.
3. Pengolahan sampah di TPA Batu Layang menggunakan controlled
landfill. Pengolahan dengan cara controlled landfill yaitu menimbun
sampah dengan tanah tiga kali sekali, akan tetapi dalam pengelohannya
belum maksimal dikarenakan dana yang dibutuhkan sangatlah besar.
Dalam pelaksanaanya TPA Batu Layang menimbun sampah dengan tanah
setahun sekali.
4. Pengolahan limbah tinja dengna sistem pengolahan anaerobik (gravitasi)
manual yang terdiri dari bak imhpf, bak sludge drying bed, bak fakultatif,
biofilter, raam jalan tanjakan, bangunan laboratorium IPLT, mesin
penggelontor. Apabila lumpur yang sudah diproses melalu bak-bak
tersebut lumpur ini bisa digunakan untuk kompos.

4.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan melalui laporan ini adalah kesadaran dari
semua pihak untuk membuang sampah pada waktu yang sudah ditentukan yaitu
dari jam 6 sore sampe jam 6 pagi. Sampah yang dihasilkan sebaiknya dipisah
sesuai kelompoknya yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Menerapkan
3R (Reduce, Reuse, Recyle) serta pola hidup sehat dengna membuat septic tank
yang kedap air. Buang air besar sembarang harus dihilangkan guna menjaga
kebersihan lingkungan terutama sungai.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Pengertian Sampah dan Sejenisya,


http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-sampah-dan-jenis-
sampah.html

Juniarti, 2010, Danpak TPA Bagi Lingkungan,


http://www.scribd.com/doc/31104822/Dampak-TPA-Bagi-Lingkungan-sekitar.

Sanitiara,https://www.scribd.com/doc/293313002/Laporan-kunjungan-TPA-
MUARA-FAJAR

Achamd, 2016, Laporan Kegiatan


https://www.academia.edu/26271029/Laporan_Kegiatan_Fieldtrip_Pengelolaan_S
ampah_Di_TPA_Banyuurip_Magelang

Anda mungkin juga menyukai