Anda di halaman 1dari 170

PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA BERBASIS

MULTIKULTURAL Di SMA NEGERI 1 CANGKRINGAN

Oleh:
TENNI OKTAVIANA SIPAYUNG
17705251025

Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan


gelar Magister Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020

1
ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana
atas rahmat dan kemurahanNya dalam menyelesaikan tesis ini, dan tesis ini saya
persembahkan untuk:

1. Kedua orangtua terkasih, Bapak (J. Sipayung) dan Mamak (A.T. br


Sihombing), yang telah mendoakan serta memberikan dukungan baik
berupa moril dan materi kepada penulis sehingga tesis ini dapat
terselesaikan dengan baik.
2. Almamater, Universitas Negeri Yogyakarta.

v
ABSTRAK

TENNI OKTAVIANA SIPAYUNG: Pendidikan Mitigasi Bencana berbasis


Multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan. Tesis, Yogyakarta: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2020.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) penerapan pendidikan
mitigasi bencana di SMA Negeri 1 Cangkringan, dan (2) pendidikan mitigasi
bencana diterapkan berbasis multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif


dengan strategi penelitian studi kasus yang bertujuan untuk dapat memahami dan
menafsirkan makna dalam suatu peristiwa atau fenomena interaksi tingkah laku
manusia sehingga dapat memberikan gambaran yang sistematis. Penelitian ini
dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan dengan sumber data dari wakil kepala
sekolah, guru dan siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) penerapan pendidikan mitigasi bencana


dilakukan, yakni: a) adanya kerjasama sekolah dengan pemerintah dalam
mengurangi resiko bencana, b) adanya sosialisasi mitigasi bencana kepada siswa,
c) mitigasi bencana diintegrasikan dalam pembelajaran, dan d) kegiatan mitigasi
nonstruktural seperti ekstrakurikuler pramuka. (2) pendidikan mitigasi bencana
diterapkan berbasis multikultural dikaitkan dengan aspek multikultural seperti a)
kerjasama melibatkan seluruh warga sekolah tanpa membeda-bedakan
latarbelakang siswa, b) sosialisasi pengetahuan dan pendidikan mitigasi bencana
mewujudkan sikap terbuka dalam berpikir dan meningkatkan kepedulian terhadap
orang lain, c) mitigasi bencana yang diintegrasikan melalui pembelajaran
menumbuhkan sikap saling menghargai pada diri siswa, dan d) esktrakurikuler
pramuka sebagai bagian dari mitigasi nonstruktural menumbuhkan sikap belajar
hidup dalam perbedaan.

Kata Kunci: Pendidikan, Mitigasi Bencana, Multikultural

vi
ABSTRACK

TENNI OKTAVIANA SIPAYUNG: Disaster Mitigation Education based


Multicultural in SMA Negeri 1 Cangkringan. Thesis, Yogyakarta: Graduate
School, Yogyakarta State University, 2020.
This study aims to describe: (1) the implementation of disaster mitigation
education at SMA Negeri 1 Cangkringan, and (2) disaster mitigation education
implemented on a multicultural basis at SMA Negeri 1 Cangkringan.

This research was conduted using qualitative methods whit case study
research strategies that aim to be able to understand and interpret the meaning in
event or phenomenon of human behaviour interaction so as to provide a
systematic picture with data sources from deputy headmaster, teachers and
students. The data collection is through observation, interviews and
documentation. The data validity was measured using triangulation. The data were
analysed using an interactive model through data collection, data reduction, data
presentation and conclusion drawing.

The results are as follows: (1) The implementation of disaster mitigation


education is carried out through a) the school cooperation with the government in
reducing disaster risk, b) socialization to students about disaster mitigation, c)
disaster mitigation integrated in learning, and d) non-structural mitigation
activities in scout extracurricular activities. (2) The disaster mitigation education
implemented on a multicultural basis is associated with multicultural aspects
including a) cooperation with the government involving all school members
without any distinction students, b) socialization of knowledge and disaster
mitigation education that embodies an open attitude in thinking and raising
concern for others, c) disaster mitigation integrated with learning fosters mutual
respect for students, and d) scout extracurricular activities as part of non-structural
mitigation foster attitudes towards life learning in diversity.

Keywords:disaster mitigation, education, multicultural

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana
atas kasih dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pendidikan Mitigasi Bencana berbasis Multikultural di SMA Negeri 1
Cangkringan” dengan baik.

Tesis ini dapat selesai tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan
beberapa pihak lain. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Siti
Irene Astuti Dwiningrum, M.Si sebagai dosen pembimbing tesis yang telah
memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. Selain
itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd, Rektor Universitas Negeri


Yogyakarta yang membantu dalam aspek kebijakan sehingga tesis ini
terwujud dengan baik.
2. Prof. Dr. Marsigit, M.A, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Negeri Yogyakarta yang membantu memfasilitasi kegiatan akademik
dan administratif sehingga tesis ini terwujud dengan baik.
3. Dosen dan Staff Pengajar prodi Pendidikan IPS Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan
motivasi sehingga tesis ini dapat terwujud dengan baik.
4. Bapak dan Mamak terhebat beserta Kakak, Abang, Adik serta
Keponakan yang tiada henti-hentinya mendoakan, memberikan
semangat serta mencukupi setiap kebutuhan sehingga tesis ini dapat
terwujud dengan baik.
5. SMA Negeri 1 Cangkringan yang sudah memberikan kesempatan
untuk melakukan penelitian.
6. Teman-teman Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta angkatan 2017 yang telah mendukung penulisan tesis ini,
tetap semangat buat teman-teman yang lagi berjuang.

viii
7. Semua pihak yang terlibat, secara langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut serta mendoakan
dan memotivasi penyelesaian tesis ini dengan baik.

Penulisan tesis ini merupakan usaha maksimal dan penulis mohon maaf
apabila terdapat kekurangan. Semoga segala bantuan yang telah diberikan semua
pihak diatas mendapatkan balasan dari Tuhan dengan keberkahan. Akhir kata,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca maupun pihak lain yang membutuhkan.

Yogyakarta, 10 Januari 2020

Penulis

Tenni Oktaviana Sipayung

ix
DAFTAR ISI
Hal
SAMPUL DALAM......................................................................................... .....i
LEMBAR PERSETUJUAN....... .............................................................. ..........ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... .......iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 8
C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 9
D. Rumusan Masalah .................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
F. Manfaat Penelitian.................................................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ........................................................................................... 12
1. Kajian Pendidikan .............................................................................. 12
2. Kajian Pendidikan Mitigasi Bencana .................................................. 16
a. Pendidikan Mitigasi Bencana ........................................................ 16
b. Tujuan Mitigasi Bencana ............................................................... 23
c. Pedoman Umum Mitigasi Bencana ................................................ 25
d. Langkah-langkah Mitigasi Bencana ............................................... 27
e. Strategi Mitigasi Bencana .............................................................. 29
3. Kajian Multikultural........................................................................... 32
B. Kajian Penelitian Yang Relevan ............................................................. 39
C. Kerangka Pikir ....................................................................................... 46
D. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 49
BAB III METODE PENELETIAN
A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 50
B. Lokasi dan waktu Penelitian ................................................................... 51
C. Sumber Data........................................................................................... 52
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 54

x
E. Keabsahan Data...................................................................................... 57
F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian....................................................................... 61
1. Deskripsi Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 61
2. Penerapan Pelaksanaan Pendidikan Mitigasi Bencana ...................... 70
3. Pendidikan Mitigasi Bencana diterapkan berbasis Multikultural....... 81
B. Pembahasan ........................................................................................... 90
1. Penerapan Pelaksanaan Pendidikan Mitigasi Bencana ...................... 90
2. Pendidikan Mitigasi Bencana diterapkan berbasis Multikultural..... 101
C. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 106
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .............................................................................................. 108
B. Implikasi .............................................................................................. 110
C. Saran .................................................................................................... 111
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 112
LAMPIRAN ................................................................................................... 119

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pikir .................................................................................. 48


Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif .......................................................... 58
Gambar 3. Mitigasi Struktural ............................................................................ 80
Gambar 4. Keterlibatan warga sekolah ............................................................... 84
Gambar 5. Mitigasi Nonstruktural ...................................................................... 88

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Observasi ...................................................................... 120


Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ................................................................. 121
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ................................................................... 122
Lampiran 4. Profil Sekolah .............................................................................. 125
Lampiran 5. Reduksi Data ................................................................................ 125
Lampiran 6. Dokumentasi ................................................................................ 158

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara multikultural yang ditunjukkan

oleh diferensiasi sosial dalam bentuk perbedaan etnis sosial budaya,

agama dan sebagainya. Tilaar (2004: 30) menjelaskan bahwa

setidaknya terdapat 20 suku bangsa besar di Indonesia. Agama di

Indonesia sendiri ada 6 yang diakui keyakinannya yaitu Islam,

Kristen, Katholik, Buddha, Hindu dan Konghucu. Indonesia dikenal

sebagai Negara multikultural, selain itu Indonesia juga dikenal sebagai

daerah rawan bencana. Hal ini diperkuat dengan letak dan kondisi

fisik Indonesia yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya bencana

yang disebabkan karena secara geologis terletak pada pertemuan

Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan lempeng pasifik (United

Nations International Stategy for Disaster Reduction; UNISDR).

Indonesia sebagai daerah rawan bencana perlu meningkatkan

kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan risiko

terjadinya bencana. Usaha peningkatan kemampuan masyarakat

tersebut secara jelas telah disebutkan dalam salah satu sasaran

penanggulangan bencana pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah ke III (2015-2019), yaitu mengurangi risiko korban jiwa,

potensi kerusakan dan kerugian melalui peningkatan dan pemahaman

kesadaran masyarakat serta terbangunnya budaya kesadaran dan

1
keselamatan di masyarkat dalam menghadapi bencana (Bappenas,

2014).

Dwiningrum dan Sudaryono (2010:3) juga menjelaskan bahwa

sekolah adalah tempat untuk peserta didik belajar. Peserta didik

merupakan pihak yang harus dilindungi sekaligus pihak yang perlu

ditingkatkan pengetahuannya terkait pendidikan mitigasi bencana.

Pembelajaran pendidikan mitigasi bencana pada peserta didik menjadi

sangat strategis untuk dilaksanakan. Pengetahuan tentang pendidikan

mitigasi bencana hendaknya diajarkan sejak awal untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk waspada terhadap tindakan yang

dilakukan seperti sebelum bencana, penyelamatan diri pada saat

bencana terjadi, dan langkah yang dapat dilakukan setelah bencana

terjadi.

Dewi dan Sukmanasa (2016:5) mengatakan bahwa

pembentukan budaya sadar dan selamat terhadap bencana dapat

diterapkan melalui pendidikan kebencanaan, yaitu dengan

pembelajaran pendidikan mitigasi bencana. Kesadaran dan

pembelajaran tentang risiko bencana dan bahaya yang dapat

mengancam harus dimulai dalam pendidikan sejak dini sehingga dapat

dilakukan secara berkelanjutan. Sadar terhadap bencana memiliki arti

bahwa peserta didik mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang

bencana. Kesiapsiagaan berarti harus peduli terhadap kondisi

lingkungan sekitarnya yang berpotensi terhadap bencana. Kesadaran

2
dan kesiapsiagaan tersebut diharapkan agar siswa mampu mengurangi

ancaman atau menghindari bencana. Demi mencapai tujuan

pembelajaran pendidikan mitigasi bencana maka sekolah diharapkan

dapat mengembangkan aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotorik

siswa.

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian yang mengancam

dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat, yang

disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor

manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psikologis

(Desfandi 2014:5). Pengertian bencana tersebut menunjukkan bahwa

tinggi rendahnya resiko dampak bencana bergantung pada kerentanan

setiap komponen yang terkena dampak. Pernyataan tersebut

diungkapkan Hyogo Framework for Action 2005-2015, bahwa resiko

bencana akan meningkat dengan adanya kerentanan fisik, sosial

ekonomi dan lingkungan. Bencana tidak terjadi dengan sendirinya,

melainkan disebabkan oleh faktor alam maupun non alam. Priambodo

(2009:22) juga menjelaskan bahwa bencana merupakan suatu kejadian

alam, buatan manusia, atau perpaduan keduanya yang secara tiba-tiba

sehingga menimbulkan dampak negatif yang dahsyat bagi

kelangsungan kehidupan.

Dampak dari bencana sangatlah besar. Sofyatiningrum

(2009:10) mengemukakan bahwa bencana dapat menghancurkan

3
bangunan, menewaskan atau melukai orang-orang dalam waktu sesaat

saja, serta menggoyahkan pemerintah, perekonomian, dan struktur

suatu Negara. Kerusakan akibat dari bencana merupakan salah satu

kewajiban pemerintah untuk mengatasinya, seperti yang dijelaskan

permendagri No. 33 tahun 2006 bahwa penanganan bencana

merupakan salah satu perwujudan fungsi pemerintah dalam

perlindungan rakyat, dan oleh karenanya rakyat mengharapkan

pemerintah untuk melaksanakan penanganan bencana sepenuhnya.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana merupakan landasan hukum

penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia. Peraturan

tersebut disusun sebagai respon dari perubahan paradigma

penanggulangan bencana dilakukan mulai dari pencegahan, mitigasi,

tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan tersebut

diharapkan mampu menekan jumlah korban akibat bencana alam, serta

meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengatasi ancaman yang

menimpanya.

Penanggulangan bencana tidak hanya ranah Negara melainkan

telah menjadi urusan bersama. Setiap warga negara berhak

mendapatkan perlindungan dan hak-hak dasar, termasuk perlindungan

dan hak untuk bebas dari rasa takut, ancaman, resiko dan dampak

bencana. Pembukaan UUD 1945 telah diamanatkan bahwa Negara

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

4
Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Dalam Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2007 dan turunannya telah menjadi landasan

kokoh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Pengelolaan bencana merupakan ilmu pengetahuan yang terkait

dengan upaya untuk mengurangi resiko, yang meliputi tindakan

persiapan, dukungan dan membangun kembali masyarakat saat

bencana terjadi. Secara umum, pengelolaan bencana merupakan proses

menerus yang dilakukan oleh individu, kelompok dan komunitas

dalam mengelola bahaya sebagai upaya untuk menghindari atau

mengurangi dampak akibat bencana. Penanganan terhadap resiko

bencana belum dilakukan secara optimal. Indonesia sebagai daerah

rawan bencana masih memiliki dua masalah utama yaitu masih

rendahnya kinerja penanganan bencana; dan masih rendahnya

perhatian perlunya pengurangan resiko bencana (Dwiningrum dan

Sudaryono, 2010:3)

Pendidikan juga menjadi salah satu sarana yang efektif untuk

mengurangi risiko bencana misalnya dengan memasukkan materi

pelajaran tentang bencana alam sebagai pelajaran wajib bagi setiap

siswa di semua tingkatan, terutama di sekolah-sekolah yang berada di

wilayah risiko bencana (Desfandi, 2014:6). Pendidikan mitigasi

bencana penting diterapkan di sekolah-sekolah sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap

waspada sebelum bencana, saat bencana terjadi serta setelah terjadi

5
bencana. Pendidikan mitigasi bencana di sekolah dapat diharapkan

sebagai usaha pembangunan masyarakat yang lebih peduli terhadap

lingkungan.

Banks (1994:13) mendefinisikan multikultural sebagai suatu

rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui

dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam bentuk

gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan

pendidikan dari individu maupun kelompokyang tujuan utamanya

untuk mengubah struktur lembaga pendidikan agar siswa laki-laki dan

perempuan, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan

anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam

memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis

disekolah.

Tujuan utama multikultural menurut Mahfud (2008:177) adalah

mengubah pendekatan pelajaran dan pembelajaran ke arah

memberikan peluang yang sama pada setiap anak. Siswa ditanamkan

pemikiran lateral, keanekaragaman dan keunikan untuk saling

menghargai. Pendapat tersebut berarti harus ada perubahan sikap,

perilaku dan nilai-nilai khususnya civitas akademika sekolah. Siswa

yang berada diantara sesamanya yang memiliki latar belakang berbeda,

mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi dan berkomunikasi

sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka sebagai sesuatu

yang memperkaya mereka. Perbedaan pada diri siswa yang harus

6
diakui dalam multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas

etnis dan ras, kelompok pemeluk agama, jenis kelamin, kondisi

ekonomi, daerah/asal-usul, ketidakmampuan fisik dan mental,

kelompok umur, dan lain-lain (Baker, 1994:11).

Kurangnya kepedulian atau diskriminasi terhadap proses

mitigasi bencana masih terjadi. Pengamatan tersebut dilihat dari masih

kurangnya kepedulian terhadap orang lain. Kebanyakan siswa masih

acuh tidak acuh terhadap apa yang sedang dialami oleh orang lain.

Diskriminasi terjadi karena multikultural belum sepenuhnya dipahami

dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu

menerapkan multikultural sangat dibutuhkan dalam pendidikan

mitigasi bencana. Diskriminasi terhadap mitigasi bencana diharapkan

dapat dihapuskan melalui multikultural sehingga nantinya tidak ada

lagi pengecualian pada saat bencana terjadi. Siswa juga diharapkan

dapat menolong satu sama lain tanpa memandang latar belakang, suku,

ras, agama ketika bencana terjadi.

SMA Negeri 1 Cangkringan merupakan salah satu sekolah

yang berada pada kawasan rawan bencana dan menerapkan nilai-nilai

multikultural. Hal tersebut dibuktikan dengan keberagaman peserta

didik seperti perbedaan yang terletak pada agama, etnis, budaya, suku,

jenis kelamin, asal-usul serta latar belakang ekonomi peserta didik

yang berbeda dan mencerminkan nilai-nilai multikultural. Berdasarkan

latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diambil judul

7
penelitian tesis yang berjudul “Pendidikan mitigasi bencana berbasis

multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

dapat diambil sebagai identifikasi suatu masalah sebagai berikut:

1. Bencana memberikan dampak yang sangat besar terhadap

kehidupan masyarakat.

2. Pembentukan budaya sadar dan selamat terhadap bencana

penting diterapkan disekolah yang berada dikawasan rawan

bencana seperti SMA Negeri 1 Cangkringan.

3. Rendahnya pengetahuan siswa akan budaya siaga terhadap

bencana masih harus ditingkatkan melalui pendidikan

mitigasi bencana.

4. Upaya penanganan terhadap risiko bencana belum

dilakukan secara optimal.

5. Diskriminasi terhadap proses mitigasi bencana masih

terjadi salah satunya kurangnya tingkat kepedulian siswa

terhadap orang lain.

6. Penerapan multikultural dapat menjadi kunci utama dalam

menangani diskriminasi mitigasi bencana.

C. Pembatasan Masalah

8
Untuk menghindari terlalu luasnya masalah yang akan diteliti,

maka perlu dilakukan pembatasan masalah agar penelitian lebih

terfokus dan terarah. Penelitian ini dibatasi dengan:

1. Pembentukan budaya sadar dan selamat terhadap bencana

penting diterapkan disekolah yang berada dikawasan

rawan bencana seperti SMA Negeri 1 Cangkringan.

2. Diskriminasi terhadap proses mitigasi bencana masih

terjadi salah satunya kurangnya tingkat kepedulian siswa

terhadap orang lain dan penerapan multikultural dapat

menjadi kunci utama dalam menangani diskriminasi

mitigasi bencana.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat diambil

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan pendidikan mitigasi bencana di SMA

Negeri 1 Cangkringan?

2. Bagaimana pendidikan mitigasi bencana diterapkan

berbasis multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

9
1. Untuk mengetahui penerapan pendidikan mitigasi bencana

di SMA Negeri 1 Cangkringan.

2. Untuk mengetahui pendidikan mitigasi bencana yang

diterapkan berbasis multikultural di SMA Negeri 1

Cangkringan.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam menambah wawasan tentang

pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural terutama dalam

bidang pendidikan.

2. Manfaat Praktis.

a. Bagi civitas akademik, hasil penelitian diharapkan dapat

menambah perbendaharaan tulisan dalam kajian pendidikan

mitigasi bencana dan memberikan kontribusi dalam

mengembangkan keterampilan penulisan artikel atau jurnal

yang berkaitan dengan tema penelitian.

b. Bagi Siswa, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan wawasan bagi siswa dalam menerapkan

pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural serta

dapat menjadi motivasi sekaligus meningkatkan kesadaran

siswa akan pentingnya mitigasi bencana.

10
c. Bagi Guru, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan

acuan dalam pembelajaran yang mengintegrasikan

pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural.

d. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan

sekolah terkait mitigasi bencana.

11
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kajian Pendidikan

Sejarah pertumbuhan manusia dapat dilihat bahwa ada satu hal

sejarah yang diwarnai dengan pertentangan antara pendidikan yang

dijalankan secara demokratis dengan sebaliknya yang dijalankan

secara otoriter. Kenyatannya pendidikan demokrasi lebih banyak

berkembang pada kelompok masyarakat bagian barat sedangkan untuk

yang otoriter lebih banyak berkembang pada kelompok masyarakat

bagian timur meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa praktik

pendidikan otoriter juga terjadi pada kelompok masyarakat bagian

barat maupun sebaliknya.

Aliran progresivisme merupakan sebuah aliran filsafat

pendidikan yang menekankan pada pentingnya pendidikan demokratis

yang dipelopori oleh John Dewey dan berkembang pada masyarakat

barat (Barnadib, 2004:11). Aliran ini menunjukkan bentuk konfrontasi

atas sistem pendidikan yang mengedepankan sistem otoriter dalam

penerapannya. John Dewey merupakan seorang tokoh yang

mencetuskan sistem pendidikan demokratis serta juga merupakan

12
tokoh yang bertanggungjawab dalam perancangan pendidikan orang

amerika sekaligus bertanggungjawab atas kehidupan moral bangsa ini.

Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh pengembangan

progresivisme Pierce dari metode menjadi kebenaran, agama, serta

filsafat yang secara umum oleh William James dengan

pragmatismenya. Filsafat pragmatisme dengan pandangannya terhadap

ilmu (science) yang merupakan kemajuan (progress) selama sains itu

sendiri selalu memperbaiki kesalahannya. John Dewey telah

dipengaruhi pemikirannya tentang pendidikan oleh karena hal tersebut.

Pendidikan merupakan kunci utama dalam

menumbuhkembangkan demokrasi (Zamroni, 2011:39). John Dewey,

yang merupakan bapak pendidikan modern menyatakan bahwa

democracy has to born a new in each generation and education is its

midwife. John Dewey berpendapat bahwa kehidupan masyarakat yang

berdemokratis dapat terwujud apabila dalam dunia pendidikan hal itu

sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. John Dewey juga

mengatakan bahwa ide pokok demokratis merupakan pandangan hidup

yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang

sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup

bersama. John Dewey juga menekankan bahwa demokrasi merupakan

suatu keyakinan suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan

dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk aturan sosial politik.

13
John Dewey mengatakan bahwa pendidikan sangatlah penting

dalam mengubah dan memperbahurui suatu masyarakat. Dewey begitu

percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk

meningkatkan keberanian dan pembentukan kemampuan intelegensi.

Pendidikan juga dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya

penghormatan akan hak dan kewajiban yang paling fundamental dari

setiap orang. Ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat, yang

berarti maksud dan tujuan dari sekolah adalah untuk membangkitkan

sikap hidup yang demokratis dan untuk mengembangkannya.

Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk

menghancurkan kebiasaan yang lama dan membangun kembali yang

baru.

Pendidikan adalah upaya untuk memajukan tumbuhnya budi

pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran serta jasmani anak, agar

dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan

anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Ki Hajar

Dewantara, 1977:14). Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang

sisdiknas menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

14
Undang-Undang tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan

agar peserta didik tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual

akantetapi dibutuhkan juga kecerdasan emosional dan juga kecerdasan

spritualnya. Prinsip-prinsip pendidikan dapat diselenggarakan dengan:

a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai

kultural, serta kemajemukan bangsa. Pendidikan harus

diselenggarakan dengan memperhatikan nilai-nilai

multikultural yang ada, memanusiakan manusia,

menempatkan peserta didik sebagai sumber belajar dan

memperhatikan hak dan kewajiban yang timbul sebagai

akibat dari terselenggaranya pendidikan.

b. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang

sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna.

Pendidikan sebagai sebuah sistem harus diselenggarakan

dengan melibatkan semua pihak terkait.

c. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan merupakan sebuah

proses yang panjang dan akan terus berlangsung selama

manusia hidup di dunia.

d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas

15
peserta didik dalam proses pembelajaran. Peserta didik

merupakan sebagai pusat pendidikan, tenaga pendidik hanya

sebagai fasilitator dan dinamisator yang nantinya akan

tercipta kreativitas peserta didik dan timbulnya motivasi

yang tinggi untuk berprestasi.

e. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan

budaya membaca, menulis serta berhitung bagi setiap warga

masyarakat.

f. Pendididkan diselenggarakan dengan memberdayakan

semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan

pendidikan.

Nuryadi (2019:45) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan

salah satu proses yang dirancang sebagai usaha dalam mendewasakan

peserta didik melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah,

perguruan tinggi atau lembaga-lembaga lainnya yang dengan sengaja

mentranformasikan warisan budaya yang berupa pengetahuan, nilai-

nilai dan keterampilan yang berlangsung dari generasi ke generasi. Hal

yang sama juga diungkapkan Warnoto (2005:11) bahwa pendidikan

merupakan sarana strategis dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa.

Kemajuan suatu bangsa dapat terukur jika dilihat dari kemajuan

pendidikannya seperti kemajuan beberapa Negara di dunia yang tidak

terlepas dari kemajuan yang dimulai dari pendidikannya.

16
2. Kajian Pendidikan Mitigasi Bencana

a. Pendidikan Mitigasi Bencana

Mitigasi secara etimologis berasal dari kata mitigationem dalam

bahasa latin, yang berasal dari kata kerja mitigare. Mitigare berasal

dari gabungan akar kata mitis yang berarti lembut, lunak jinak

sedangkan kata agare berarti melakukan, mengerjakan serta membuat.

Mitigasi berdasarkan telaah tersebut dapat diartikan sebagai

penjinakan yaitu membuat sesuatu yang liar menjadi jinak atau

sesuatu yang keras menjadi lunak dan lembut. Bencana pada

umumnya bersifat liar, dengan upaya mitigasi diharapkan dijinkkan

atau dilemahkan kekuatannya (Sunarto, 2011:2).

Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi

dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi

memfokuskan pada tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko

bencana. Implementasi strategi mitigasi dapat dipandang sebagai

bagian dari proses pemulihan jika tindakan mitigasi dilakukan setelah

terjadinya bencana. Tindakan pelaksanaan mitigasi merupakan upaya

pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau

mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan sebagai

tindakan mitigasi (Pribadi, 2008: 52).

17
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara

(http://www.bpn.go.id). Pendidikan memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Perkembangan

potensi ini ditunjukkan kearah positif dan bermanfaat bagi orang lain

dan lingkungan sekitar. Pendidikan mitigasi bencana secara singkat

dapat diartikan sebagai bentuk positif untuk mengembangkan potensi

individu dalam menyikapi bencana.

Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana mendeskripsikan

pendidikan mitigasi bencana merupakan serangkaian program

pendidikan yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman

masyarakat terhadap penanggulangan bencana dan siap siaga dalam

menghadapi bencana (http://www.bpn.go.id). Kegiatan pendidikan

mitigasi bencana yaitu meliputi:

1. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana.

2. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana

3. Pengembangan budaya sadar bencana

18
4. Penerapan upaya fisik, nonfisik dan pengaturan

penanggulangan bencana

5. Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau

ancaman bencana.

Kegiatan pendidikan mitigasi bencana merupakan tingkatan

sadar untuk mengantisipasi lebih dini. Pendidikan mitigasi bencana

adalah tindakan-tindakan seseorang atau kelompok untuk mengurangi

pengaruh-pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya itu sendiri

terjadi. Pendidikan mitigasi bencana muncul dikarenakan berbagai

permasalahan bencana yang sering terjadi dan tak kunjung selesai

(Budi, 2009:133). Permasalahan bencana di Indonesia saat ini adalah

masih tingginya angka kematian akibat bencana. Salah satu bencana

yang memakan banyak korban jiwa dan materi adalah bencana gempa

bumi.

Puturuh (2014:21) menjelaskan ada tiga (3) permasalahan utama

yang menyebabkan bencana menimbulkan banyak korban, yaitu:

1. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap karakterisitik

bahaya dari bencana

2. Sumber daya alam atau faktor alam, dan

3. Kurangnya informasi atau peringatan dini.

Permasalahan dari antara ketiga tersebut diatas, dua diantaranya

adalah berasal dari faktor manusia bukan faktor alam. Banyaknya

19
korban jiwa dan materi akibat bencana mengindikasikan bahwa

pendidikan mitigasi bencana masih belum terlaksana secara maksimal.

Kusumasari (2014:23) mengemukakan pendidikan mitigasi

bencana merupakan kebutuhan yang mendesak bagi pemerintah dan

lembaga-lembaga pendidikan saat ini, hal ini dikarenakan bencana

selalu memberi dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian

baik jiwa maupun materi. Kerugian itu terjadi karena kurangnya

kewaspadaan serta kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya

bencana. Mitigasi merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil

sebelum bencana terjadi dengan tujuan untuk mengurangi atau

menghilangkan dampak bencana terhadap masyarakat dan lingkungan,

sehingga dapat meminimalkan korban jiwa akibat bencana yang

terjadi.

Sofyatiningrum (2009:28-38) juga mengemukakan bahwa

mitigasi dapat diterapkan di dunia pendidikan untuk meminimalisir

dampak negatif dari bencana adalah sebagai berikut:

1. Tindakan sebelum terjadi bencana

Bencana sangat sulit diprediksi kapan tepatnya terjadi, oleh

sebab itu mitigasi bencana harus dioptimalkan

pelaksanaannya. Mitigasi bencana yang dapat dilakukan

sebelum bencana terjadi adalah menata perlengkapan

sekolah yang diatur menempel pada dinding untuk

20
menghindari jatuh ataupun bergeser saat terjadi gempa.

Mitigasi bencana berikutnya adalah mengatur benda yang

berat sebisa mungkin berada pada bagian paling bawah dan

menyimpan bahan yang mudah terbakar atau

menempatkannya pada tempat yang paling aman. Tindakan

selanjutnya adalah memilih bahan bagunan yang baik.

2. Tindakan saat bencana terjadi

Modal utama saat bencana terjadi adalah mempersiapkan

mental. Selain mental, mitigasi yang dapat dilakukan adalah

bilamana berada di dalam ruangan, da nada kesempetan

segera menuju tempat terbuka. Sofyatiningrum (2009:34)

menjelaskan bahwa saat terjadi bencana seperti gempa bumi

tektonik maka gunakan bangku, meja atau perlengkapan

yang kuat sebagai perlindungan dan menjauh dari jendela

kaca, perapian, kompor atau peralatan rumah tangga yang

mungkin akan jatuh. Terakhir jika malam hari dan sedang

berada di tempat tidur, cari tempat aman dibawah tempat

tidur atau meja yang kuat.

3. Tindakan sesudah bencana terjadi.

a. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan upaya yang dilakukan setelah

kejadian bencana untuk membantu masyarakat

memperbaiki rumah, fasilitas umum, fasilitas sosial serta

21
menghidupkan kembali perekonomian. Sofyatiningrum

(2009:36) juga menjelaskan rehabilitasi dilakukan

melalui pemulihan semua aspek pelayanan publik atau

masyarakat di wilayah bencana dengan sasaran utama

normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek

pemerintah dan masyarakat.

b. Rekonstruksi

Rekonstruksi merupakan program menengah dan jangka

panjang guna memperbaiki kondisi fisik, sosial serta

ekonomi untuk mengembalikan kondisi masyarakat

seperti semula. Hal yang sama juga diungkapkan oleh

Sofyatiningrum (2009:36-37) yang mengemukakan

bahwa kegiatan rekonstruksi yang efektif memerlukan

lima hal, diantaranya pertama adanya pengakuan

pemerintah terhadap kerugian proses pembangunan

nasional akibat bencana, kedua adanya penanggung

jawab, alokasi dana serta koordinasi antar instansi

terkait, ketiga pembangunan sarana prasarana yang lebih

aman, keempat penerapan rancangan bangunan yang

tepat serta tahan terhadap bencana, kelima pembangunan

sarana prasarana peredam bencana dimasa mendatang.

c. Pemulihan

22
Sofyatiningrum (2009:37) menjelaskan pemulihan

merupakan proses pengembalian kondisi masyarakat

yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali

sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan

melakukan upaya memperbaiki pelayanan dasar seperti

jalan, listrik, air bersih, puskesmas, pasar dan lain

sebagainya.

Mitigasi dilakukan melalui upaya pengenalan dan pemantauan

resiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana,

pengembangan budaya sadar akan bencana. Upaya fisik, nonfisik dan

identifikasi terhadap sumber bencana dan sumber daya alam

lingkungan sekitar, pemantauan penggunaan teknologi tinggi, tata

ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.

b. Tujuan Mitigasi Bencana

Tujuan mitigasi bencana berdasarkan Undang-Undang No 24

Tahun 2007 adalah untuk mengurangi resiko bencana baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

masyarakat untuk menghadapi bencana. Resiko bencana adalah

potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana resiko bencana

adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu

wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,

sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau

kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Mitigasi

23
hendaknya dilakukan secara rutin dan berkelanjutan, artinya kegiatan

tercakup dalam mitigasi sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari

sebelumnya. Bencana tidak dapat diperkirakan dengan tepat, kapan

waktu terjadinya dan seberapa besar tingkat kerusakan yang akan

diakibatkan bencana tersebut. Prinsip mitigasi dilakukan untuk segala

jenis bencana, baik bencana alam maupun bencana yang timbul akibat

perbuatan manusia (Sunarto, 2011:6).

Aspek penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Rohman, A

(2015:78) Renstra BNPB 2015-2019):

1. Tahap Prabencana.

Pada tahap prabencana, BNBP melakukan empat kegiatan

utama, yaitu pencegahan, mitigasi kesiapsiagaan, peringatan

dini dan pemberdayaan masyarakat.

2. Tahap Saat Tanggap Darurat.

Tahap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani

dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan

penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,

pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, penanganan

pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan

prasarana. Tanggap darurat merupakan tahapan dari status

keadaan darurat ke pemulihan

3. Tanggap Pascabencana.

24
Tersedianya perangkat pelaksanaan rehabilitasi dan

rekonstruksi, tersusunnya perancanaan pemulihan

pascabencana, tersalurkannya bantuan pascabencana,

tersusunnya indeks pemulihan bencana Indonesia,

pemulihan sosial ekonomi pascabencana.

Tindakan mitigasi terdiri dari mitigasi struktural dan mitigasi

non struktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi

atau menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik.

Tindakan mitigasi bencana struktural sebagai contohnya adalah

pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan infrastruktur,

pembangunan tanggul di bantaran sungai dan lain sebagainya.

Mitigasi bencana non struktural adalah tindakan terkait kebijakan,

pembangunan kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen

publik, serta pelaksanaan metode dan operasional, termasuk

mekanisme partisipatif dan penyebarluasan informasi yang dilakukan

untuk mengurangi resiko terkait dampak bencana (Dwiningrum et all,

2010:4).

c. Pedoman Umum Mitigasi Bencana

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang

Pedoman Umum Mitigasi Bencana disebutkan bahwa mitigasi

didefenisikan sebagai upaya yang diajukan untuk mengurangi dampak

dari bencana baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia

maupun gabungan dari manajemen penanggulangan bencana menjadi

25
salah satu tugas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam

rangka pemberian rasa aman dan perlindungan dari ancaman bencana

yang mungkin dapat terjadi. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana juga

disebutkan bahwa terdapat 4 hal penting terkait mitigasi bencana

yaitu:

1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk

setiap jenis bencana.

2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran

masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim

di daerah rawan bencana.

3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta

mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul.

4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk

mengurangi ancaman bencana.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang

Pedoman Umum Mitigasi Bencana juga dijelaskan bahwa terdapat

berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi bencana

diantaranya adalah:

1. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu

terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah

dan masyarakat.

26
2. Usaha preventif harus diutamakan agar kerusakan dan

korban jiwa dapat diminimalisir.

3. Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua

pihak.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15

Tahun 2011 tentang Pedoman Mitigasi Bencana Gunungapi, Gerakan

Tanah, Gempa Bumi dan Tsunami Keputusan Menteri menyebutkan

bahwa dalam melakukan mitigasi bencana, Kepala Badan

Penanggulangan Bencana dapat bekerjasama atau menjalin kemitraan

dengan pihak lain yang memiliki pengalaman dibidang bencana. Pihak

lain yang dimaksud yaitu:

1. Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

Daerah/Institusi.

2. Perguruan Tinggi.

3. Lembaga Usaha.

4. Lembaga Internasional.

d. Langkah-Langkah Mitigasi Bencana

Coburn et all (1994: 35-43) menjelaskan bahwa mitigasi

bencana mencakup perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan

untuk mengurangi resiko. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya:

1. Tindakan-tindakan konstuksi dan teknik sipil.

27
Tindakan-tindakan yang menghasilkan struktur konstruksi

yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap bencana.

Tindakan-tindakan yang menciptakan struktur yang

berfungsi untuk perlindungan terhadap bencana.

2. Tindakan-tindakan perencanaan fisik.

Prinsip yang paling penting dari tindakan perencanaan fisik

adalah dekonsentrasi dari elemen-elemen yang beresiko

yaitu pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh satu fasilitas

pusat selalu beresiko dibanding dengan pelayanan yang

diberikan fasilitas-fasilitas yang lebih kecil.

3. Tindakan-tindakan ekonomi.

Pembangunan ekonomi yang adil adalah kunci untuk

mitigasi bencana. Tindakan-tindakan mitigasi yang

membantu masyarakat mengurangi kerugian-kerugian

ekonomi dimasa mendatang, membantu para anggota

menahan kerugian-kerugian dan memperbaiki kemampuan

mereka untuk pulih kembali setelah mengalami kerugian

akibat bencana.

4. Tindakan-tindakan institusional dan manajemen.

Mitigasi bencana juga memerlukan tindakan-tindakan

prosedural dan organisasi tertentu. Pendidikan Pelatihan dan

Kompetensi Profesional dan Kemauan Politik merupakan

28
aspek-aspek yang perlu dari upaya melembagakan mitigasi

bencana.

5. Tindakan-tindakan masyarakat.

Mitigasi bencana hanya akan berhasil jika ada satu

konsensus bahwa hal tersebut memang dikehendaki, masuk

akal dan dapat diupayakan. Perencanaan mitigasi harus

bertujuan untuk mengembangkan “kultur keamanan”

bencana dimana orang-orang sadar secara penuh akan

bahaya-bahaya yang mereka hadapi, melindungi diri mereka

sendiri sejauh yang mereka dapat lakukan dan mendukung

penuh upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi

mereka.

e. Strategi Mitigasi Bencana

Kebijakan pendidikan mitigasi bencana akan berjalan dengan

baik apabila memilih strategi yang tepat. Strategi yang dapat

dilaksanakan dalam pembelajaran pendidikan mitigasi bencana adalah

dengan strategi integrasi (integration) dan terpisah. Strategi integrasi

membutuhkan penggabungan materi pelajaran dengan materi tertentu

kedalam silabus. Strategi terpisah dilakukan dengan mengajarakan

pendidikan mitigasi bencana sebagai sebuah mata pelajaran terpisah

(Nomura & Hendarti, 2005:9).

Strategi integratif yang dilaksanakan kurikulum sekolah harus

memuat gabungan dari materi setiap pelajaran dengan konsep dan

29
gagasan pendidikan mitigasi bencana. Sofyatiningrum (2009:44) juga

menjelaskan ada beberapa tahapan strategi integrasi materi mitigasi

bencana terhadap mata pelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Identifikasi mata pelajaran tentang pengurangan risiko

bencana

Pendidikan mitigasi bencana dapat diintegrasikan pada mata

pelajaran seperti IPA, IPS, Bahasa Indonesia, serta

Pendidikan Jasmani.

2. Menganalisis Kompetensi Dasar (KD)

Kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum dapat

diintegrasikan pada materi mitigasi dalam bentuk model

KTSP daerah bencana. Model tersebut disusun berdasarkan

kondisi, kebutuhan, potensi serta karakteristik satuan

pendidikan dan peserta didik di daerah bencana yang dapat

digunakan sebagai acuan. Komponen selanjutnya adalah

bahan ajar. Bahan ajar tersebut disusun pada pembelajaran

tematik serta pada setiap mata pelajaran dapat diintegrasikan

tentang jenis-jenis bencana serta penyebabnya, usaha-usaha

yang dapat dilakukan dalam menghindari terjadinya

bencana.

3. Menyusun silabus

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan

kompetensi dasar kedalam materi pokok, kegiatan

30
pembelajaran serta indikator pencapaian kompetensi untuk

penilaian. Silabus mitigasi bencana dapat dikembangkan

sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah dan jenis

ancaman bencana yang rentan di wilayah masing-masing.

4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan salah

satu langkah awal dari manajemen pembelajaran. Rencana

pembelajaran selalu terdapat komponen yang saling

berkaitan dengan tujuan, bahan ajar, metode, teknik, media,

alat evaluasi, serta jadwal. Hal yang sama juga dikemukakan

oleh Sofyatiningrum (2009:44) bahwa komponen-komponen

tersebut saling melengkapi dan diintegrasikan dengan nilai-

nilai usaha pengurangan risiko bencana yang berupa mitigasi

bencana.

Coburn et all (1994:47) juga mengatakan bahwa tujuan dari

strategi mitigasi juga dapat untuk mengurangi kerugian-kerugian pada

saat terjadinya bahaya dimasa yang akan datang. Tujuan utamanya

adalah untuk mengurangi resiko kematian dan cedera terhadap

penduduk. Tujuan-tujuan sekunder mencakup pengurangan kerusakan

dan kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap faktor

infrastruktur sektor publik dan mengurangi kerugian-kerugian sektor

swasta sejauh hal-hal itu mungkin mempengaruhi masyarakat secara

keseluruhan. Tujuan-tujuan ini mungkin mencakup dorongan bagi

31
orang-orang untuk melindungi diri mereka sejaih mungkin. Strategi ini

harus mempertimbangkan ekonomi mitigasi, kegunaan mitigasi,

peluang-peluang untuk mitigasi seperti implementasi pasca bencana,

pembelajaran dan mitigasi berbasis masyarakat.

3. Kajian Multikultural

Multikultural secara etimologi berasal dari kata dua (2) kata

yaitu multi yang berarti banyak, kulturyang berarti budaya.

Multikultural secara umum adalah kebudayaan. Gibson (1984:47)

mendefenisikan multikultural merupakan suatu proses yang membantu

individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi serta masuk

ke sistem budaya yang berbeda dari yang dimilikinya. Mahfud

(2013:20) juga mengemukakan bahwa multikultural merupakan

sebuah konsep yang mengakui keberagaman, perbedaan,

kemajemukan budaya, agama, etnik, ras, suku dan sebagainya.

Konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang

plural serta majemuk merupakan bangsa yang dipenuhi dengan

budaya-budaya yang beragam (multikultural).

Konsep multikultural lebih menekankan pentingnya memandang

dunia dari bingkai referensi budaya yang berbeda, mengenali serta

menghargai kekayaan ragam di dalam Negara dan di dalam komunitas

global. Multikultural menegaskan perlunya menciptakan sekolah

dimana berbagai perbedaan yang berkaitan dengan ras, etnis, gender,

orientasi seksual, keterbatasan dan kelas sosial yang diakui seluruh

32
siswa dipandang dari berbagai sumber yang berharga untuk

memperkaya proses belajar mengajar.

Multikultural meliputi tiga (3) hal, yaitu budaya, keragaman

yang ada serta tindakan spesifik dalam merespon keberagaman.

Parekh (2008:35) juga mengatakan bahwa multikultural dapat

diartikan sebagai sebuah pemahaman, penghargaan serta penilaian,

penghormatan serta keingintahuan tentang budaya orang lain. Tilaar

(2004:35) menjelaskan bahwa dalam nilai-nilai multikultural

setidaknya terdapat sembilan (9) indikator-indikator dalam nilai-nilai

multikultural itu sendiri yaitu:

(1) Belajar hidup dalam perbedaan,


(2) Membangun saling percaya (mutual trust),
(3) Memelihara saling pengertian (mutual understanding),
(4) Menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect),
(5) Terbuka dalam berpikir,
(6) Apresiasi,
(7) Interdepedensi,
(8) Resolusi konflik, dan
(9) Rekonsiliasi nir kekerasan.

Multikultural mempunyai nilai-nilai yang dapat ditanamkan oleh

guru dalam melatih dan membangun karakter peserta didik. Parekh

(2008:35) menyebutkan bahwa istilah nilai-nilai tersebut merupakan

sebagai nilai-nilai publik yang berlaku (operative). Nilai-nilai tersebut

berhubungan dengan kehidupan yang dimiliki bersama, memberikan

kebebasan bagi setiap orang untuk memilih cita-cita sendiri. Nilai-

33
nilai multikultural di Indonesia yang dapat ditanamkan pada peserta

didik tercermin dalam “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-

beda tetapi tetap satu.

Inti dari nilai-nilai multikultural ada tiga (3) menurut Hanum &

Raharja, (2011:115) yaitu:

1. Nilai Demokratis

Nilai demokratis atau keadilan merupakan sebuah istilah

yang menyeluruh dalam segala bentuk, baik keadilan

budaya, politik, maupun sosial. Keadilan merupakan bentuk

bahwa setiap insan mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan,

bukan yang diinginkan.

2. Nilai Humanisme

Nilai humanisme atau kemanusiaan pada dasarnya

merupakan pengakuan akan pluralits, heterogenitas, dan

keragaman manusia. Keragaman itu dapat berupa ideologi,

agama, paradigma, suku bangsa, pola pikir, kebutuhan,

tingkat ekonomi dan sebagainya.

3. Nilai Pluralisme

Nilai pluralisme bangsa merupakan pandangan yang

mengakui adanya keberagaman dalam suatu bangsa, seperti

yang ada di Indonesia. Istilah plural memiliki arti berjenis-

jenis, akan tetapi pluralisme bukan berarti sekedar

pengakuan terhadap hal tersebut, melainkan memiliki

34
implikasi-implikasi politis, sosial dan ekonomi. Pluralisme

berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi, tetapi tidak

mengakui adanya pluralisme dalam kehidupannya sehingga

terjadi berbagai jenis segregasi. Pluralisme berkenaan

dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat yang

ada dalam suatu komunitas.

Negara Indonesia yang beragam (pluralism) disebut juga dengan

Bhinneka Tunggal Ika yang juga sebagai motto Negara Indonesia

sendiri yang diambil dari kitab Sutasoma karya besar Mpu Tantular

pada zaman Kerajaan Majapahit abad ke-14 yang diartikan sebagai

berbeda-beda tetapi tetap satu jua (bercerai berai tetapi satu). Motto

tersebut digunakan sebagai ilustrasi jati diri bangsa Indonesia yang

secara natural dan sosial kultural dibangun atas keanekaragaman.

Konteks pendidikan, kemajemukan bangsa serta

multikulturalisme masyarakat Indonesia merupakan potensi yang

hebat apabila dikelola dengan benar, akan tetapi sebaliknya, apabila

kemajemukan bangsa dan multikultural masyarakat Indonesia akan

menjadi potensi yang jahat apabila tidak dikelola dengan benar. Setiap

komunitas pada umumnya dengan latar belakang budaya tertentu pasti

memiliki “local genius” yang berupa nilai-nilai positif dan negatif.

Nilai positif serta negatif tersebut bila dibagikan kepada komunitas

lain, secara mutualistik akan menghasilkan daya yang jauh lebih

produktif dari semula. Nilai tersebut merupakan potensi masyarakat

35
multikultural yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan peran

pendidikan.

Nuryadi (2019:72) juga mengemukakan bahwa perbedaan lebih

dilihat sebagai sumber perpecahan, bukan potensi untuk berprestasi.

Terbukti secara empiris bahwa lokal genius yang dimiliki kelompok-

kelompok masyarakat telah memberhasilkan fungsi dan peran

pendidikan; misalnya dengan mengambil nilai-nilai positif yang

diyakini kelompok masyarakat akan memudahkan pengajar dalam

menanamkan sikap positif pada peserta didik. Nilai-nilai filosofis

yang diambil demikian juga halnya yang diyakini kelompok

masyarakat tertentu dapat memperlancar tugas pengajar dalam

mengembangkan akhlak peserta didiknya.

Hardiman (2012:7-36) juga menjelaskan tentang nilai-nilai

humanisme sebagai berikut:

a. Menghargai pendapat orang lain (kebebasan mengeluarkan

pendapat)

b. Kerjasama merupakan sebuah perbuatan yang diperlukan

untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarakat

c. Rela berkorban adalah merelakan waktu, tenaga dan pikiran

dalam bentuk apapun demi kebaikan (Sunarso, 2009:15)

36
d. Peduli terhadap orang lain merupakan sebuah nilai dasar

dan sikap memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap

kondisi atau keadaan disekitar kita.

e. Tolong-menolong merupakan mau membantu atau

menolong baik dalam bentuk material maupun dalam

bentuk tenaga atau moral tanpa memandang latar belakang

yang ditolong (Salam, 2000:78)

f. Solidaritas adalah kesediaan untuk memperhatikan

kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain.

Pendidikan harusnya mentransformasi diri, keluarga serta

masyarakat menjadi lebih baik dengan mengedepankan nilai-nilai

multikultural. Pandangan yang sinis serta merendahkan

akanpentingnya nilai-nilai multikultural membuat banyak kalangan

menjadi pesimis tentang implementasi nilai-nilai multikultural dan

hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pendidikan secara umum.

Pendidikan yang memperhatikan nilai-nilai multikultural tidak boleh

membedakan setiap peserta didik berdasarkan etnik, ras, agama,

ekonomi, gender dan sebagainya.

Pendekatan pembelajaran multikultural menurut Zamroni (2011:

153-155) ada lima (5) dimensi yang dikutip dari pendapat Banks yang

dinilai dapat membantu dalam mengimplementasikan nilai-nilai

multikultural sebagai program yang mampu merespon terhadap

perbedaan subyek belajar, yakni antara lain:

37
1. Dimensi Integrasi (content integration)

Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk

mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori

dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu. Guru memberikan

contoh dengan mengintegrasikan berbagai kebudayaan dan

kelompok untuk mengilustrasikan konsep, generalisasi dan

teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu secara logis.

2. Dimensi Konstruksi Pengetahuan (knowledge contruction)

Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke

dalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Guru membantu

peserta didik untuk memahami, menyelidiki dan

membangun asumsi budaya secara implisit dalam pelajaran.

3. Dimensi Pengurangan Prasangka (predujice reduction)

Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan

metode pengajaran mereka. Pelajaran dan aktivitas yang

dilakukan oleh guru untuk membantu siswa

menumbuhkembangkan sikap positif terhadap kelompok

etnis, ras serta budaya yang berbeda dengan dirinya.

4. Dimensi Pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy)

Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar

peserta didik dalam rangka meningkatkan prestasi akademik

peserta didik yang memiliki latar belakang yang berbeda

baik dari segi ras, budaya (culture) ataupun sosial (social).

38
5. Dimensi Pemberdayaan Budaya Sekolah dan Struktur Sosial

(empowering school culture and social structure).

Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah

raga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang

berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya

akademik yang toleran dan inklusif. Guru mengajarkan

siswa akan sikap menjunjung tinggi kesetaraan gender, ras

serta kelas sosial.

Konseptualisasi nilai-nilai multikultural tersebut diatas, diharapkan

agar setiap peserta didik dapat menghargai perbedaan antara satu

siswa dengan siswa lainnya.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penulisan tesis ini merupakan

sebagai bahan perbandingan yang dilakukan peneliti. Penelitian yang

relevan dengan penulisan tesis ini diantaranya:

Penelitian yang dilakukan Dwiningrum, Siasah, Respati dan

Sujoko (2010). Judul penelitian sosialisasi pendidikan mitigasi pada

lingkungan rawan bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemahaman guru tentang bencana relatif cukup baik dinilai dari aspek

sensitivitas dalam merespon bencana, cara merefleksi bencana, kesadaran

untuk mengurangi bencana dan tindakan menghindari yang dilakukan saat

terjadi bencana serta modul pendidikan mitigasi bencana relatif dinilai

39
baik sebagai sumber untuk melaksanakan sosialisasi pendidikan mitigasi

bencana.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwiningrum (2017). Judul

penelitian developing school resilience for disaster mitigation: a

confimatory factor analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah

di daerah rawan bencana perlu meningkatkan pengetahuan mitigasi

bencana. Reformasi aspek ketahanan sekolah terdiri atas aspek dalam

meningkatkan antara sekolah masyarakat, aspek dalam membangun aturan

yang jelas dan menjalankan secara konsisten, aspek dalam mengajar

keterampilan hidup bagi siswa, peduli dan memberikan kesempatan dalam

berpartisipasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Chumairoh (2016). Judul penelitian

kesiapsiagaan siswa SMA negeri 1 cangkringan terhadap bencana erupsi

gunung merapi di kabupaten sleman yogyakarta. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa siswa di SMA negeri 1 cangkringan memiliki

pengalaman terhadap bencana erupsi gunung merapi. Menyadari adanya

upaya pengurangan risiko bencana. Mengikuti kegiatan penyuluhan dan

pelatihan kebencanaan yang dilakukan oleh BPBD dan PMI dan siswa

juga memiliki pengetahuan tentang mitigasi bencana.

Penelitian yang dilakukan oleh Mujiatun (2017). Judul penelitian

mitigasi bencana di kota yogyakarta provinsi daerah istimewa yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tujuh bencana yang

mengancam kota yogyakarta yaitu banjir lahar dingin, tanah longsor dan

40
erosi, banjir, epidemic wabah penyakit, kegagalan teknologi dan cuaca

esktrim. Kota yogyakarta telah memiliki seperangkat peraturan yang

memadai mengenai pelaksanaan mitigasi bencana. Salah satu bentuk

upaya mitigasi bencana yang dilakukan kota yogyakarta adalah dengan

membentuk dan mengembangkan kampung tangguh bencana.

Penelitian yang dilakukan oleh Afra Tien dan Rumsari

Hadisumarto (2013). Judul penelitian pembelajaran tematik tanggap

darurat dan mitigasi bencana alam merapi di sekolah dasar rawan

bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak diminta untuk

membuat daftar pertanyaan tentang apa saja yang diketahui mereka

tentang letusan gunung merapi. Siswa juga dibagi kedalam kelompok-

kelompok dimana nantinya para siswa melakukan diskusi dengan tema

yang sudah ditentukan tentang mitigasi bencana.

Penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2019). Judul penelitian

implementasi program mitigasi bencana melalui sekolah siaga bencana di

SD negeri baluwarti kotagede, yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa implementasi program mitigasi bencana melalui sekolah siaga

bencana dilakukan melalui parameter sikap dan tindakan, parameter

kebencanaan dan kesiapsiagaan, parameter kebijakan sekolah dan

parameter mobilisasi sumber daya yang menjalin kerjasama dengan

lembaga-lembaga seperti PMI, BPBD, Puskesmas, TNI dan Polri.

Penelitian yang dilakukan oleh Suparmini, Sriadi dan Dyah Respati

(2014). Judul penelitian mitigasi bencana berbasis kearifan lokal

41
masyarakat baduy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat

baduy tetap memegang kuat kepercayaan dan adat istiadatnya serta meniti

hari demi hari dengan penuh kearifan. Kepercayaan dan adat istiadat itu

menjadi pikukuh (aturan) yang senantiasa menjadi falsafah hidup dan

keseharian masyarakat baduy. Kearifan lokal yang berkaitan dengan

mitigasi bencana seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan kebakaran

tercermin dalam tradisi perladangan dan pikukuh (aturan).

Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2017). Judul penelitian

program penanaman nilai-nilai toleransi peserta didik melalui pendidikan

multikultural di sanggar anak alam nitiprayan, bantul yogyakarta. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penanaman nilai toleransi melalui

pendidikan multikultural merupakan program yang terintegrasi dengan

sekolah. Penanaman nilai toleransi dilakukan di dalam kelas melalui

kegiatan-kegiatan dan kesepakatan kelas, berdoa secara serentak dengan

lisan yang sama, dan kegiatan bercerita.

Penelitian yang dilakukan oleh Nuryadi (2019). Judul penelitian

pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural (studi kasus pada

perguruan tinggi di kota surakarta). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pola pembelajaran PKn yang berbasis multikultural di perguruan tinggi di

kota surakarta memiliki pola implementasi pembelajaran yang hampir

sama, yaitu “pola pembelajaran bermedia” dan selalu dilaksanakan dengan

memperhatikan dimensi integrasi isi/materi, dimensi konstruksi

pengetahuan, dimensi pengurangan prasangka, dimensi pendidikan yang

42
sama/adil, dan dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial

mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Apriliani (2017). Judul

penelitianpendidikan mitigasi bencana di kabupaten klaten jawa tengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan mitigasi bencana di

kabupaten klaten dipahami sebagai upaya pengurangan resiko bencana

secara non struktural dengan pelatihan dan pendidikan melalui sekolah

sungai klaten. Peran sekolah sungai klaten sebagai wadah atau alat untuk

melaksanakan pendidikan mitigasi bencana berbasis masyarakat di

kabupaten klaten. Faktor yang mendukung: peraturan tentang sungai, dana,

kerjasama semua pihak dan lokasi praktik sekolah sungai klaten. Faktor

yang menghambat: legalitas, waktu, kesadaran masyarakat dan populasi

penduduk.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhardjo (2011). Judul penelitian

arti penting pendidikan mitigasi bencana dalam mengurangi resiko

bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mitigasi bencana adalah

bagian terpenting untuk pengurangan risiko bencana (RPB). Pemerintah

hendaknya menyediakan para inisiator dewasa dalam manajemen bencana.

Kurikulum juga harus dirancang untuk pembelajaran dan pelatihan untuk

mengimplementasikan program dari pemerintah yang harus mencakup

kearifan lokal.

Penelitian yang dilakukan oleh Desfandi (2014). Judul penelitian

urgensi kurikulum pendidikan kebencanaan berbasis kearifan lokal di

43
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurikulum kebencanaan

penting untuk diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia khususnya di

sekolah yang berada dikawasan rawan bencana. Kegiatan mitigasi bencana

di sekolah juga hendaknya dilakukan secara rutin dan terprogram.

Pembentukan budaya sadar dan selamat bencana dapat dilakukan melalui

pendidikan kebencanaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2015). Judul penelitian

implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di sekolah siaga

bencana MIN jejeran wonokromo pleret bantul. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perencanaan sistem pembelajaran mitigasi bencana

dilakukan dengan merancang tujuan program siaga bencana melalui visi,

misi dan tujuan sekolah, merancang RPP mitigasi sekolah pada seluruh

mata pelajaran serta fasilitas pendukung pelaksanaan pembelajaran

mitigasi bencana, serta pembiasaan siaga. Pelaksanaan sistem

pembelajaran tercermin dalam pembelajaran yang mengintegrasikan

pembelajaran mitigasi bencana pada seluruh mata pelajaran yang

didalamnya ada pembiasaan budaya siaga dengan memanfaatkan fasilitas

pendukung mitigasi bencana.

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2017). Judul penelitian

implementasi pendidikan karakter berbasis multikultural di SMKN 2

mataram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pendidikan

karakter berbasis multikultural dilaksanakan melalui program-program

komitmen manajemen sekolah. Kepala sekolah dan guru memiliki peran

44
dalam membangun sikap disiplin melalui tata tertib yang berlandaskan

kesetaraan. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pengintegrasian pada

program intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang mengakomodir seluruh

perbedaan siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwiningrum dan Sudaryono (2010)

tentang Peran Sekolah dalam Pembelajaran Mitigasi Bencana

menyimpulkan bahwa pendekatan ORID (Objektif, Reflektif, Interpretif,

dan Keputusan) pengetahuan siswa tentang PRB belum optimal sehingga

pendidikan mitigasi yang perlu dirancang oleh sekolah untuk membangun

kesadaran bencana dikalangan masyarakat sekolah. Oleh pemahaman

siswa, mitigasi bencana model pembelajaran pendidikan telah dirancang

melalui kegiatan outbond yang difasilitasi oleh modul. Pembelajaran

mitigasi bencana melalui kegiatan outbond dapat memberikan obyektif,

kritis, dan kesadaran dalam merespon bencana selain itu pendekatan

pembelajaran berdasarkan percobaan membuat proses belajar menjadi

menyenangkan dan hasilnya dapat membangun kesadaran betapa

pentingnya dalam membangun mitigasi pribadi pada setiap orang.

Peneliti menulis dengan judul “Pendidikan mitigasi bencana

berbasis multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan”. Peneliti

mengangkat judul ini karena belakangan ini negara Indonesia sering

mengalami bencana, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang lebih memfokuskan kepada pendidikan mitigasi bencana

berbasis multikultural. Peneliti ingin mengkaji lebih dalam bagaimana

45
penerapan pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural

di sekolah.

C. Kerangka Pikir

Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan negara

multikultural yang dibuktikan dengan keberagaman seperti agama, suku,

ras, budaya, etnis dan sebagainya. Indonesia juga dikenal sebagai daerah

rawan banana yang disebabkan karena secara geologis terletak pada

pertemuan Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik.

Indonesia sebagai daerah rawan bencana alam perlu untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam mengelola dan menekan risiko terjadinya

bencana. Usaha peningkatan kemampuan masyarakat dapat diperoleh

melalui pendidikan mitigasi bencana pada peserta didik sejak dini di

lingkungan sekolah. Pembentukan budaya sadar dan selamat akan bencana

dapat dimulai dari sejak awal dan dilakukan secara berkelanjutan.

Pengelolaan bencana merupakan ilmu pengetahuan yang terkait

dengan upaya untuk mengurangi resiko, yang meliputi tindakan persiapan,

dukungan dan membangun kembali masyarakat saat bencana terjadi.

Pengelolaan bencana secara umum diartikan sebagai sebuah proses

menerus yang dilakukan oleh individu, kelompok dan komunitas dalam

mengelola bahaya sebagai upaya terhadap resiko bencana belum dilakukan

secara optimal. Indonesia sebagai daerah rawan bencana dalam hal ini

menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki permasalahan utama yaitu

46
masih rendahnya kinerja penanganan bencana dan juga masih rendahnya

perhatian perlunya pengurangan resiko bencana.

Pendidikan menjadi salah satu sarana yang efektif untuk

mengurangi resiko bencana. pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan

melalui mitigasi bencana berbasis multikultural. Pendidikan melalui

mitigasi bencana yang dilakukan disekolah dapat sebagai usaha

pembangunan masyarakat yang lebih peduli terhadap lingkungan.

Keberagaman yang ada di lingkungan masyarakat tidak menutup

kemungkinan akan terjadinya diskriminasi dikalangan peserta didik.

Diskriminasi terjadi karena kurangnya pemahaman multikultural di tengah

masyarakat. Mitigasi bencana berbasis multikultural diperlukan sebagai

upaya untuk penghapusan diskriminasi ketika bencana terjadi.

Pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural di SMA Negeri

1 Cangkringan dapat digambarkan konsep kerangka pikirnya sebagai

berikut:

47
SMA Negeri 1 Cangkringan
sekolah rawan bencana

1. Pendidikan
2. Mitigasi 1. Sosialisasi
Pendidikan Mitigasi Bencana
Bencana 2. Aktivitas
3. Struktural
4. Nonstruktural

1. Upaya
Pemerintah
dengan sekolah
Pendidikan Mitigasi
2. Sosialisasi
Bencana berbasis
3. Pembelajaran
Multikultural
geografi
4. Kegiatan
Ekstrakurikuler
Pramuka

Gambar 1. Kerangka pikir pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural.

48
D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana penerapan pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana di SMA

Negeri 1 Cangkringan?

a. Apa yang dimaksud dengan mitigasi bencana?

b. Seperti apa sosialisasi mitigasi bencana yang sudah dilaksanakan?

c. Bagaimana bentuk kegiatan mitigasi bencana yang sudah

dilaksanakan?

2. Bagaimana pendidikan mitigasi bencana diterapkan berbasis multikultural

di SMA Negeri 1 Cangkringan?

a. Apa yang dimaksud dengan multikultural?

b. Bagaimana pendidikan mitigasi bencana diterapkan berbasis

multikultural?

c. Bagaimana bentuk kegiatan mitigasi bencana berbasis multikultural

yang sudah diterapkan disekolah?

49
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif dengan strategi penelitian studi kasus atau disebut

dengan CSR (Case Study Research) yang bertujuan untuk dapat

melakukan penggalian informasi secara lebih dalam dan mendapatkan

gambaran yang lebih detail dan komperhensif mengenai Pendidikan

Mitigasi Bencana berbasis Multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan.

Studi kasus adalah memahami suatu kasus, orang-orang tertentu atau

situasi secara mendalam (Creswell, 2015:156). Tujuan studi kasus adalah

berusaha menemukan makna, menyelidiki proses serta memperoleh

pengertian dan pemahaman yang mendalam serta utuh dari individu,

kelompok atau situasi tertentu. Data studi kasus diperoleh dengan

wawancara, observasi dan mempelajari berbagai dokumen yang terkait

dengan topik yang diteliti.

Pendekatan kualitatif ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

dalam menjelaskan pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural di

SMA Negeri 1 Cangkringan melibatkan berbagai aspek yang perlu digali

secara berkelanjutan dan komprehensif, sehingga diharapkan dari data

deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang

diamati mampu memberikan informasi tentang pendidikan mitigasi

bencana berbasis multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan.

50
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cangkringan, yang

terletak di Jalan Merapi Golf, Bedoyo, Wukirsari, Cangkringan,

Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. Akses dari Kota Yogyakarta

berjarak ± 18 km dan membutuhkan waktu perjalanan ± 45 menit.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan terhitung dari penyususnan proposal,

pengumpulan data, analisis serta penulisan tesis dilaksanakan dari

bulan Februari 2019 sampai September 2019. Rincian kegiatan dan

waktu pelaksanaan penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

Pada bulan Februari 2019, peneliti melakukan observasi yang

berbentuk pengamatan ke sekolah SMA Negeri 1 Cangkringan

sekaligus untuk melakukan izin penelitian di sekolah tersebut. Lalu

dilanjutkan dengan penulisan proposal penelitian pada bulan Februari

sampai Maret 2019 dan seminar proposal pada bulan April 2019.

Setelahnya peneliti kembali ke sekolah untuk melakukan penelitian

akan tetapi tertunda karena sekolah sedang mengadakan ujian nasional

dan ujian sekolah. Lalu setelahnya peneliti disuruh kembali untuk

melakukan penelitian pada tahun ajaran baru.

Proses penelitian diawali bulan Juli 2019 pada minggu ketiga

dengan pengurusan izin kampus, dilanjutkan dengan perizinan Dikpora

kemudian mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan

51
Keolahragaan D.I. Yogyakarta, dan terakhir menyerahkan surat

tersebut ke SMA Negeri 1 Cangkringan. Setelah surat diterima dan

diijinkan untuk melakukan penelitian di lingkungan SMA Negeri 1

Cangkringan, kemudian peneliti baru memulai untuk melakukan

penelitian.

Setelah proses perizinan selesai, peneliti kemudian melakukan

penelitian pada awal bulan Agustus 2019 hingga minggu ke empat

September 2019 untuk mendapatkan data yang dibutuhkan oleh

peneliti. Data-data yang diperoleh peneliti kemudian dianalisa pada

bulan September hingga bulan Oktober 2019. Data yang diperoleh

dianalisa hingga peneliti mendapatkan data yang mendukung

penelitian ini. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah penulisan

laporan penelitian yang dilakukan mulai dari bulan November 2019

hingga Januari 2020.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat digolongkan menjadi

dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer menurut

Sarwono (2011:209) merupakan data yang berupa teks hasil wawancara

dan diperoleh melalui wawancara dengan informan yang dijadikan sampel

penelitiannya. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dan

dapat diperoleh peneliti dengan cara membaca, observasi ataupun

mendengarkan. Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wakil kepala sekolah.

52
Wakil kepala sekolah dalam sumber data ini merupakan wakil

kepala sekolah bidang kurikulum dan wakil kepala sekolah

bidang humas. Wakil kepala sekolah memiliki pengalaman dan

pengetahuan tentang penerapan pendidikan mitigasi bencana

yang sudah dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cangkringan.

2. Guru

Guru dalam sumber data ini merupakan guru bidang studi

geografi dan guru bidang studi sosiologi. Guru tersebut

dipilihkan oleh sekolah karena dianggap sebagai guru yang ahli

dalam memberikan pengetahuan mitigasi bencana kepada siswa

dan juga sudah memiliki pengalaman terkait penerapan

pendidikan mitigasi bencana di SMA Negeri 1 Cangkringan.

3. Siswa

Siswa dalam sumber data ini merupakan perwakilan dari kelas

X, XI dan XII. Siswa dipilih sekolah dari tiap angkatan karena

siswa memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-

beda tentang penerapan pendidikan mitigasi bencana yang

dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan.

4. Buku, Jurnal, maupun dokumen yang relevan dengan

penelitian.

Buku, jurnal maupun dokumen yang relevan dengan penelitian

merupakan data sekunder untuk memperoleh data tentang

pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural di SMA

53
Negeri 1 Cangkringan yang juga sebagai penunjang data

primer.

Data yang didapatkan peneliti akan dilakukan triangulasi.

Triangulasi sumber dilakukan untuk menguji krediabilitas data yang

dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui

beberapa sumber. Untuk menguji krediabilitas data penelitian tentang

pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural yang disampaikan oleh

wakil kepala sekolah, maka pengumpulan dan pengujian data yang

diperoleh dilakukan kepada guru. Data yang diperoleh dari guru terkait

penerapan pendidikan mitigasi bencana di SMA Negeri 1 Cangkringan

dilakukan pengujian kebenarannya kepada siswa. Data yang diperoleh

dideskripsikan dan dianalisis peneliti sehingga menghasilkan suatu

kesimpulan yang dimasukkan dalam hasil penelitian ini.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sering

dilakukan melalui kondisi alamiah (natural setting), sumber data primer,

dan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan

dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen kunci dalam penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan

untuk menghimpun data penelitian melaui pengamatan dan

pengindraan (Bungin, 2010:115). Observasi dilakukan untuk

54
mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu

kesimpulan atau diagnosis. Dalam penelitian ini peneliti

melakukan pengamatan dengan cara nonpartisipan yaitu

peneliti menjadi pihak luar dari kelompok yang sedang diteliti

dengan menyaksikan aktivitas dilingkungan sekolah. Proses

pengamatan dimulai dari peneliti tiba dilokasi penelitian pukul

07.00 hingga peneliti meninggalkan lokasi penelitian pukul

15.00. Adapun subjek yang diobservasi adalah tentang

keadaaan lokasi dan sekitar sekolah, aktivitas guru di sekolah,

hubungan antar warga sekolah dan kegiatan-kegiatan yang

dilakukan di sekolah SMA Negeri 1 Cangkringan.

2. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang

dilakukan oleh setidaknya dua (2) orang, atas dasar

ketersediaan dan dalam setting alamiah, dimana arah

pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan

dengan mengedepankan kepercayaan (trust) sebagai landasan

utama dalam proses memahami. Wawancara dilakukan dengan

menentukan pertanyaan penelitian yang akan dijawab pada saat

wawancara. Pertanyaan bersifat umum, terbuka dan bertujuan

untuk memahami fenomena sentral dalam penelitian. Peneliti

melakukan wawancara dengan siswa, guru dan wakil kepala

sekolah di SMA Negeri 1 Cangkringan. Wawancara yang

55
dilakukan peneliti adalah tentang bagaimana penerapan

pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana dan bagaimana

pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural di terapkan

di sekolah itu sendiri.

3. Dokumentasi

Dokumentai merupakan alat bantu lain yang digunakan

dalam pengumpulan data seperti kamera untuk mengambil

gambar (foto) yang berkaitan dengan penelitian, tape recorder

untuk perekam suara saat melakukan wawancara serta

interview guide (pedoman wawancara) yang telah dirancang

agar penelitian lebih terarah dengan baik. Dokumen yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi semua dokumen yang

berhubungan dengan mitigasi bencana yang ada di SMA

Negeri 1 Cangkringan seperti profil sekolah, foto-foto kegiatan

mitigasi bencana, dan berita di media massa dan lain-lain yang

relevan dengan penelitian ini.

E. Keabsahan Data

Penelitian kualitatif, data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada

perbedaan antara yang dilaporkan oleh peneliti dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Keabsahan data merupakan

hal penting dalam penelitian. Untuk menjamin kebenaran dari informasi

yang diperoleh, usaha yang dilakukan untuk meningkatkan derajat

keabsahan data dapat dilakukan melalui cara triangulasi.

56
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu. Dalam hal ini peneliti memeriksa data-data yang diperoleh
dari subjek peneliti, kemudian data tersebut oleh peneliti
dibandingkan dengan data dari luar yaitu sumber lain, sehingga
keabsahan data tersebut dapat dipertanggungjawabkan
(Cresswell, 2015:249).

Tingkat keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

triangulasi teknik dengan cara pemeriksaan data dengan manfaat data

dibandingkan dengan data yang diperoleh yaitu hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data juga dilakukan dengan cara

kroscek data yaitu memeriksa hasil data wawancara dengan guru dan

siswa (Cresswell, 2015:249).

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan agar data yang diperoleh lebih

bermakna. Penelitian kualitatif, analisis data merupakan proses

penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca

(Cresswell, 2015: 250). Penelitian kualitatif memandang data sebagai

produk dari proses memberikan interpretasi peneliti yang di dalamnya

sudah terkandung makna yang mempunyai referensi pada nilai.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis data Huberman & Miles (Cresswell,

2015:252) dimana analisis data yang dibutuhkan adalah analisis data yang

menyediakan langkah detail dalam prosesnya. Berikut ini merupakan

adaptasi teknik analisis data Huberman & Miles (Cresswell, 2015:252):

57
Pengumpulan Data Penyajian Data

Penarikan
Reduksi Data
Kesimpulan

Gambar 2. Model Analisis Data Interaktif Milles dan Huberman.

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai cara yaitu

observasi, wawancara, studi pustaka dan dokumentasi yang

hasilnya dicatat dalam catatan lapangan yang berisi tentang apa

yang dilihat, didengar, dirasakan, dan juga temuan apa yang

didapat selama penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data

mengenai pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural

di SMA Negeri 1 Cangkringan.

2. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada langkah-langkah penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dalam

penelitian ini dipusatkan dengan melakukan seleksi,

58
penyederhanaan atau mempertegas, transformasi data kasar

yang muncul dari informasi yang didapat di lapangan, dan

mengatur data untuk ditarik kesimpulan. Data yang direduksi

juga akan memberikan gambaran yang dapat mempermudah

peneliti untuk mencari kembali data yang diperlukan nantinya.

3. Penyajian Data

Data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumen

disajikan dalam bentuk deskriptif melalui proses analisis berisi

uraian seluruh masalah yang dikaji. Penyajian data merupakan

langkah dalam menyusun sejumlah informasi yang telah

didapat dan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk

dapat ditarik kesimpulan. Penyajian data dilakukan oleh

peneliti untuk mempermudah peneliti dalam memahami hasil

penelitian.

4. Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah

penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan merupakan usaha

untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola

penjelasan, alur sebab akibat. Peneliti berupaya mencari makna

dibalik data yang dihasilkan dalam penelitian serta

menganalisis data yang dilanjutkan membuat kesimpulan.

Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasikan dengan cara

59
melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan

lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat.

60
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Lokasi Sekolah dan Sejarah Singkat.

SMA Negeri 1 Cangkringan terletak di Jalan Merapi Golf,

Bedoyo, Wukirsari, Cangkringan, Kabupaten Sleman, D.I

Yogyakarta. SMA Negeri 1 Cangkringan merupakan salah satu

sekolah yang berada di bawah kaki Gunung Merapi dengan jarak

± 13 km. Sekolah tersebut berdiri pada tanggal 29 Januari 1998

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan RI Nomor 13a/O/1998. Keberadaan SMA Negeri 1

Cangkringan dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat

Cangrkingan untuk memiliki sebuah Sekolah Menengah Atas

Negeri dengan maksud supaya putra/putri daerah lulusan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) tidak terlalu jauh untuk melanjutkan

ke jenjang berikutnya yaitu SMA. Keinginan tersebut direspon

oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sleman

dengan mengalokasikan pendirian sebuah SMA Cangkringan di

Dusun Bedoyo, Wukirsari, Cangkringan, Sleman diatas tanah

milik Kasultanan Ngayogjokarto (Sultan Grond) atau tanah milik

Negara (RVO) seluas 8.000 m² dan 2.500 m² tanah milik

pemerintah daerah kabupaten sleman berdasar.

61
Awal berdirinya SMA Negeri 1 Cangkringan baik guru

maupun karyawan diampu oleh SMA Negeri 1 Pakem sampai

pada tahun kedua hingga terpenuhinya akan kebutuhan guru dan

karyawan. Sejak tahun ajaran 1998/1999, SMA Negeri 1

Cangkringan sudah mampu untuk mengelola administrasinya

sendiri. Dalam perjalanannya, SMA Negeri 1 Cangkringan telah

mengalami pergantian kepemimpinan (Kepala Sekolah) dan

sampai sekarang ini berada dibawah kepemimpinan Dra. Anies

Rahmania, SS, M.Pd.

b. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah SMA Negeri 1 Cangkringan.

1. Visi

Sekolah Unggul Dinamis Berdisiplin Tinggi Berakhlak Mulia

Berbudaya dan Berwawasan Lingkungan.

2. Misi

1) Membangun dan mengembangkan budaya belajar yang

dinamis, berdisiplin dan bertanggung jawab.

2) Meningkatkan prestasi akademis lulusan dengan

memperoleh nilai Ujian Nasional yang tinggi dan dapat

melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

3) Meningkatkan dan menumbuhkan semangat kreatifitas

serta mendorong peserta didik berprestasi dalam bidang

olahraga, seni dan budaya.

62
4) Membantu dan mendorong peserta didik untuk

mengenali potensi dirinya sehingga dapat

mempersiapkan diri agar mampu hidup mandiri di tengah

masyarakat.

5) Menumbuhkan penghayatan terhadap nilai-nilai budaya

bangsa dan ajaran agama yang dianut sehingga menjadi

sumber kearifan dalam bertindak.

6) Menumbuhkan semangat keunggulan, keteladanan, serta

prestasi dalam penguasaan ilmu pengetahuan.

7) Menumbuhkembangkan mental dan perilaku yang

mencerminkan pribadi yang bertanggungjawab terhadap

kelestarian lingkungan hidup.

8) Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan

lingkungan;

3. Tujuan Sekolah.

1) Mempersiapkan peserta didik yang bertaqwa kepada

Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

2) Meningkatkan mutu pendidikan bidang akademik

melalui pencapaian nilai akhir semester, nilai ujian

sekolah, serta nilai ujian nasional.

3) Meningkatkan prestasi peserta didik bidang non

akademik melalui berbagai macam ekstrakurikuler.

63
4) Mewujudkan lulusan 100% bagi peserta didik dalam

ujian akhir, baik ujian sekolah maupun ujian nasional.

5) Meningkatkan jumlah peserta didik yang diterima di

PTN melalui jalur SNMPTN, SBMPtn, SM ataupun jalur

lainnya.

6) Menanamkan jiwa wirausaha dengan membekali

keterampilan hidup budaya lokal (batik).

7) Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia

yang cerdas, berkualitas dan berkarakter.

8) Menyelenggarakan usaha yang mengarah pada

pelestarian fungsi lingkungan dengan cara merawat dan

menanam kembali tanaman dan pepohonan.

9) Membuat dranaise, saluran air hujan dan pengelolaan

sampah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup.

c. Sarana dan Prasarana

SMA Negeri 1 Cangkringan memiliki sarana dan prasarana

yang mendukung pembelajaran sebagai berikut:

1) Ruang Kelas

Secara keseluruhan, ruang kelas di SMA Negeri 1

Cangkringan terdiri dari 12 ruang kelas yaitu dari ruang kelas

X-XII. Masing-masing kelas telah memiliki kelengkapan

64
fasilitas yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar

seperti meja, kursi, papan tulis, serta LCD.

2) Perpustakaan

SMA Negeri 1 Cangkringan memiliki 1 unit ruang

perpustakaan. Ruangan ini mempunyai koleksi buku ± 12.000

buku dengan kategori buku pelajaran, majalah, novel, dan

lain sebagainya.

3) Ruang Tata Usaha (TU)

Ruang Tata Usaha SMA Negeri 1 Cangkringan memiliki 1

unit ruang dan bersebelahan dengan ruang kepala sekolah.

Semua urusan administrasi yang meliputi kesiswaan,

kepegawaian, tata laksana kantor dan perlengkapan sekolah

merupakan tugas dan tanggung jawab dari pegawai tata usaha

dibawah pengawasan kepala sekolah serta wakil kepala

sekolah.

4) Ruang Bimbingan Konseling (BK)

Ruang Bimbingan Konseling (BK) SMA Negeri 1

Cangkringan memiliki 1 unit ruang.

5) Ruang Kepala Sekolah

Ruang kepala sekolah SMA Negeri 1 Cangkringan terdiri

dari dua bagian yaitu ruang tamu dan ruang kerja.

6) Ruang Guru

65
Ruang guru di SMA Negeri 1 Cangkringan hanya 1 ruang

yang dilengkapi dengan meja, kursi, lemari, dan papan tulis.

7) Ruang OSIS

Ruang OSIS SMA Negeri 1 Cangkringan bersebelahan

dengan ruang perpustakaan.

8) Ruang UKS

Ruang UKS SMA Negeri 1 Cangkringan telah dilengkapi

dengan alat penunjang kesehatan beserta obat-obatan bagi

siswa atau guru yang sakit.

9) Laboratorium Komputer

Laboratorium komputer SMA Negeri 1 Cangkringan terdapat

35 unit komputer sesuai dengan jumlah siswa setiap kelasnya.

10) Laboratorium Fisika dan Biologi

SMA Negeri 1 Cangkringan memiliki laboratorium Fisika

dan Biologi yang cukup memadai. Laboratorium ini terletal

di ujung timur dari gedung sekolah. Di depan laboratorium

fisika terdapat laboratorium biologi.

11) Laboratorium Kimia

Laboratorium kimia di SMA Negeri 1 Cangkringan memiliki

fasilitas yang cukup memadai dalam mendukung praktikum

siswa.

12) Koperasi Siswa

66
Koperasi siswa SMA Negeri 1 Cangkringan mempunyai 1

unit koperasi yang diberi nama Koperasi widya Dharma.

13) Pusat Informasi & Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja

(PIK KRR)

Pusat Informasi & Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja

(PIK KRR) SMA Negeri 1 Cangkringan terletak di wilayah

Sleman Timur dengan tujuan untuk memfasilitasi siswa

dalam bimbingan konseling serta untuk mendapatkan

informasi masalah reproduksi remaja.

14) Mushola

Mushola SMA Negeri 1 Cangkringan terletak di bagian

selatan gedung sekolah.

15) Lapangan Volly

Lapangan Volly SMA Negeri 1 Cangkringan terletak di

sebelah timur laboratorium fisika dan laboratorium biologi.

16) Kantin

Kantin SMA Negeri 1 Cangkringan mempunyai 2 unit kantin

sekolah yang terletak di bagian barat dan timur gedung

sekolah.

17) Tempat Parkir

Tempat parker di SMA Negeri 1 Cangkringan dibuat terpisah

antara guru dan siswa. Untuk guru dibagian utara sedangkan

untuk siswa dibagian selatan.

67
18) Toilet

SMA Negeri 1 Cangkringan memiliki 3 toilet siswa dan 2

toilet guru.

d. Potensi Siswa, Guru dan Karyawan.

1) Potensi Siswa

Secara keseluruhan siswa/siswi SMA Negeri 1 Cangkringan

baik. Kondisi siswa di lingkungan sekolah juga baik, hal ini

terbukti dengan siswa yang sopan, ramah, serta berkelakuan

baik. Siswa/siswi SMA Negeri 1 Cangkringan juga sangat

disiplin, hal ini dilihat dari cara berpakaian siswa, tepat waktu

masuk sekolah hingga untuk parker kendaraan bermotor

siswa yang tertib dan rapi.

2) Potensi Guru

Tenaga pendidik di SMA Negeri 1 Cangkringan merupakan

lulusan pendidikan Strata Satu (S1) dengan berlatar belakang

pendidikan sesuai dengan bidang studi mata pelajaran.

Jumlah keseluruhan tenaga pendidik adalah 38 orang,

diantaranya 31 guru sudah PNS dan 7 lainnya adalah honorer.

3) Potensi Karyawan

Karyawan di SMA Negeri 1 Cangkringan berjumlah 17

orang, dimana diantaranya 10 orang untuk pegawai Tata

Usaha, 1 orang Laboran, 9 orang pustakawan dan 2 orang

penjaga sekolah.

68
4) Ekstrakurikuler

Potensi siswa ditampung dalam OSIS yang memiliki

beberapa program kerja antara lain adalah ekstrakurikuler

baris-berbaris yaitu tonti (peleton inti), ekstrakurikuler

olahraga seperti aerobic, volley, KIR dan pramuka. Kegiatan

OSIS secara umum berjalan baik, organisasi OSIS di sekolah

cukup aktif dalam berbagai kegiatan seperti MOS, perekrutan

anggota baru, baksos, tonti. Meskipun terdapat fasilitas ruang

OSIS disekolah, namun penggunaannya tidak optimal.

Adanya ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Cangkringan cukup

berperan dalam peningkatan potensi siswa-siswi SMA Negeri

1 Cangkringan.

2. Penerapan pendidikan mitigasi bencana di SMA Negeri 1

Cangkringan

Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk

mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, nonfisik

maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi

bencana (Triutomo, Widjaja dan Amri, 2007:5). Berkaitan dengan hal

tersebut, maka pendidikan mitigasi bencana dapat diartikan sebagai

salah satu tindakan sadar dalam mengantisipasi lebih dini atau yang

biasa disebut dengan usaha yang dilakukan untuk mencegah sebelum

bencana itu sendiri terjadi.

69
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa mitigasi bencana

merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik

melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

kemampuan menghadapi bencana bagi masyarakat yang berada pada

kawasan rawan bencana. Penjelasan yang sama dari salah seorang

informan, yang mengungkapkan bahwa:

Mitigasi bencana adalah cara atau langkah yang


dilakukan untuk mengurangi risiko atau dampak
dari terjadinya bencana mba (FZ, 27 Agustus 2019)

Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh seorang informan yang

mengatakan bahwa:

Mitigasi bencana itu tindakan yang dilakukan untuk


mengurangi dampak yang disebabkan oleh
terjadinya bencana mba. (DL, 27 Agustus 2019)
Ungkapan diatas diperkuat dengan penjelasan Pribadi (2008:52)

yang menjelaskan bahwa mitigasi bencana adalah tindakan yang

dilakukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh terjadinya

bencana. Konteks pengurangan risiko bencana, mitigasi bencana

dipahami sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat yang

berada dikawasan rawan bencana untuk mengurangi maupun

menghilangkan akibat yang ditimbulkan dari bencana. Sekolah sebagai

sektor pendidikan dapat menjadi penentu dalam pengurangan risiko

bencana.

Dwiningrum dan Sudaryono (2010:3) dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa sekolah adalah tempat bagi anak-anak dalam

70
memperoleh ilmu pengetahuan. Peserta didik merupakan pihak yang

harus dilindungi dan juga harus ditingkatkan pengetahuannya terkait

mitigasi bencana. Pembelajaran pendidikan mitigasi bencana pada

peserta didik di sekolah merupakan salah satu tindakan yang sangat

tepat untuk dilaksanakan. Ini disebabkan karena pengetahuan

akanpendidikan mitigasi bencana masih belum sepenuhnya dipahami

oleh peserta didik sehingga perlu diajarkan sejak dini untuk dapat

meningkatkan kemampuan peserta didik agar selalu waspada sebelum

bencana, penyelamatan diri pada saat bencana terjadi serta untuk

mengetahui kegiatan yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi.

Pendidikan mitigasi bencana penting diterapkan di sekolah-

sekolah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

peserta didik terhadap waspada sebelum bencana, saat bencana terjadi

serta setelah terjadi bencana.SMA Negeri 1 Cangkringan merupakan

salah satu sekolah yang sudah pernah melaksanakan kegiatan simulasi

bencana meskipun pada pelaksanaannya masih belum maksimal. Hal

tersebut dibenarkan oleh salah satu informan, yang mengungkapkan

bahwa:

penerapan pendidikan mitigasi bencana yang udah


dilakukan di sekolah ini, kalau bisa dibilang masih
tahap yang sederhana saja mba. Selain itu sekolah
ini juga pernah mendapat julukan sebagai sekolah
siaga bencana mba (RT, 26 Agustus 2019)

Ungkapan tersebut diatas diperkuat dengan penjelasan salah

satu informan yang mengatakan bahwa:

71
petugas piket membunyikan sirine, terus waka
membunyikan megapon (pengeras suara) mba.
Para peserta didik yang berada di dalam ruangan
kelas, disuruh untuk menuju lapangan sebagai titik
kumpul dengan tenang dan tidak panik mba. Jadi
siswa terlebih dahulu kita kumpulkan di lapangan
terus habis itu kita tenangkan dulu, setelah mereka
tenang baru kita memberikan arahan selanjutnya
mba yaitu menyuruh siswa agar segera menuju
parkiran barat untuk mengambil motor masing-
masing lalu segera keluar sekolah dan menuju
barak pengungsian yang sudah kita sediakan mba
( YN, 26 Agustus 2019)

Ungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan

pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana di SMA Negeri 1

Cangkringan sudah pernah dilakukan. Kegiatan penyuluhan dan

pelatihan tentang kebencanaan juga didapatkan oleh peserta didik dari

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman yang

memiliki kerjasama dengan sekolah dimana pelaksanannya dilakukan

setahun sekali. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Desfandi

(2014:4) yang mengatakan bahwa kegiatan mitigasi bencana

hendaknya bersifat rutin dan berkelanjutan. Kegiatan mitigasi juga

seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum

kejadian bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu yang

diperkirakan dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari

yang diperkirakan semula.

Penerapan pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana yang

dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan dilaksanakan dengan

72
kerjasama pihak sekolah dan dinas Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Sleman. Ungkapan tersebut diperkuat dengan hasil

wawancara dengan salah satu informan yang mengungkapkan bahwa:

Sekolah juga pernah bekerja sama dengan BPBD


Sleman mba dalam mensosialisasikan kegiatan
mitigasi bencana mba. yah walaupun itu tidak
dilakukan secara rutin, tapi paling tidak melalui
kegiatan itukan sudah dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman para peserta didik
dalam menghadapi bencana. (SJ, 3 September
2019)

Ungkapan tersebut juga dibenarkan oleh salah seorang informan yang

mengungkapkan bahwa:

Oh iya mba, selain dari sekolah kita juga pernah


mendapatkan sosialisasi tentang penyuluhan
kegiatan kebencanaan dari dinas BPBD Sleman
mba. (FZ, 3 September 2019)

Sosialisasi mitigasi bencana diperlukan agar siswa dapat

merespon dengan cepat dan proaktif terhadap peristiwa bencana.

Sosialisasi mitigasi bencana dapat dilakukan dengan memberikan

pengetahuan yang bersifat kognitif kepada siswa yang berada di

sekolah rawan bencana. Sekolah dalam hal ini mempunyai peran

penting dalam memberikan kesadaran akan pentingnya memahami

mitigasi bencana yaitu dengan melakukan kerjasama dengan Badan

Penanggulangan Bencana Daerah untuk meningkatkan

pengetahuan peserta didik tentang mitigasi bencana. Penjelasan

73
seorang informan tentang pelaksanaan sosialisasi dari Badan

Penanggulangan Bencana Daerah seperti berikut

Kegiatan simulasi bencana yang dilakukan


bersama Badan Penanggulangan Bencana lebih
efektif mba daripada yang dilakukan sekolah.
pelaksanaan simulasi bencana bersama Badan
Penanggulangan Bencana Daerah dilaksanakan
setahun sekali mba. kegiatannya yang dilakukan
waktu itu digabungkan dengan kegiatan pramuka
mba. (YM, 6 September 2019)

Ungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mitigasi

bencana yang dilakukan sekolah dengan dinas BPBD Sleman telah

menambah wawasan peserta didik tentang pendidikan mitigasi

bencana. Simulasi bencana yang dilakukan oleh dinas BPBD Sleman

dilaksanakan dalam sekali setahun. Chumairoh (2016:4) dalam

penelitiannya juga menjelaskan bahwa peserta didik di SMA Negeri 1

Cangkringan mendapatkan kegiatan penyuluhan dan pelatihan

kebencanaan yang dilakukan oleh BPBD yang dapat menambah

pengetahuan peserta didik tentang mitigasi bencana.

Pelaksanaan simulasi bencana yang dilaksanakan bersama

dengan dinas BPBD Sleman melibatkan seluruh warga sekolah.

Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pembuatan tandu serta pendirian

tenda pengungsian yang dilakukan oleh peserta didik. Tandu berfungsi

sebagai alat yang digunakan dalam mengevakuasi korban pada saat

simulasi bencana berlangsung. Tenda pengungsian berfungsi sebagai

tempat evakuasi dari para korban bencana.

74
Penanggulangan bencana bukan hanya ranah Negara saja, akan

tetapi telah menjadi urusan bersama. Pada pembukaan UUD 1945 juga

telah dicantumkan bahwa Negara melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan

kesejahteraan umum yang berarti bahwa setiap warga Negara berhak

mendapatkan perlindungan dan hak-hak dasar, termasuk perlindungan

dan hak untuk bebas dari rasa takut, ancaman, risiko dan dampak

bencana. Penjelasan tersebut memiliki arti bahwa setiap orang

memiliki hak dalam mendapatkan perlindungan dan keselamatan diri.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan dalam Undang-Undang

No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang

menekankan bahwa Penanggulangan Bencana tidak hanya terpaku

pada tahap tanggap darurat atau respon saja, akan tetapi juga

mencakup tahap prabencana (kesiapsiagaan) dan pasca bencana

(pemulihan), dimana UU tersebut secara jelas menyatakan bahwa

setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan

dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,

baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat

potensi bencana.

Aliyu dan Halim (2017:5) dalam penelitiannya juga menjelaskan

bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam menanggulangi

bencana. keikutsertaan pemerintah dalam menangani bencana dapat

diterapkan dengan mencantumkan kurikulum kebencanaan dalam

75
pembelajaran di sekolah. Penjelasan yang sama dari salah seorang

informan seperti dibawah ini yang mengungkapkan bahwa:

Sebenarnya mba untuk upaya pemerintah dalam


menanggulangi bencana sudah optimal khususnya
didunia pendidikan mba. Mitigasi bencana sendiri
sudah dimasukkan dalam kurikulum pendidikan
nasional mba, walaupun pelaksanaannya belum
maksimal mba. (YN, 6 September 2019)

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa kurikulum kebencanaan

penting diterapkan di sekolah. Desfandi (2014:6) juga mengatakan

bahwa kurikulum bencana penting di Negara rawan bencana seperti

Indonesia, agar sejak dini peserta didik diberi pengetahuan soal

kebencanaan, kurikulum bencana lebih efektif diingat dalam

kurikulum pendidikan sekolah dasar dan menengah bila dibandingkan

dengan praktik yang justru lebih mudah dilupakan.

Ungkapan yang sama juga disebutkan oleh salah satu informan

yang mengungkapkan bahwa:

Untuk sekolah ini sendiri, kalau secara tertulis


belum ada mba pendidikan mitigasi bencana itu
dalam kurikulum, akan tetapi kalau untuk mata
pelajaran ada yaitu untuk mata pelajaran geografi
dan materinya juga gak banyak mba. Kemarin
saya mengajarkannya pake teori saja mba, trus
disertai sama video dan gambar, kalau untuk
prakteknya sendiri belum mba (SJ, 30 Agustus
2019)

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa kurikulum kebencanaan

di sekolah diintegrasikan dalam pembelajaran seperti yang dilakukan

di SMA Negeri 1 Cangkringan yaitu untuk pembelajaran geografi dan

76
kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Materi pembelajaran

tentang mitigasi bencana disampaikan kepada peserta didik melalui

media pembelajaran seperti video, gambar, dan sebagainya.

Materi mitigasi bencana yang diintegrasikan dalam

pembelajaran, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah

sosialisasi. Sosialisasi dan kegiatan simulasi tanggap bencana

merupakan salah satu bentuk dari sikap dan tindakan kegiatan mitigasi

bencana. Sosialisasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan

terkait mitigasi bencana dilaksanakan dengan berbentuk pelatihan

yang dipraktikkan secara langsung. Tindakan sosialisasi yang

dilaksanakan melibatkan semua warga sekolah mulai dari peserta

didik hingga guru-guru serta karyawan sekolah. Hal tersebut sesuai

dengan salah satu ungkapan informan yang mengatakan bahwa

Sekolah ini sudah pernah melakukan kegiatan


mitigasi bencana mba. Sosialisasi juga sudah
pernah, tapi ya itu mba menurut saya sendiri sih
masih kurang jelas dan belum sepenuhnya ku
pahami mba (DL, 23 Agustus 2019)

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa sosialisasi yang

dilakukan masih kurang efektif karena pelaksanaannya yang masih

belum rutin dilakukan dan tidak terprogram. Peserta didik juga masih

banyak yang kurang efektif ketika mengikuti kegiatan sosialisasi

tersebut. Peserta didik menganggap bahwa kegiatan sosialisasi

tersebut hanya sebatas formalitas saja, sehingga pada waktu kegiatan

77
berlangsung banyak diantara peserta didik yang masih tidak serius dan

sungguh-sungguh dalam mengikuti dan melakukannya.

Ungkapan tersebut diperkuat dengan ungkapan salah satu

informan yang menyebutkan bahwa:

Gimana ya mba, waktu sosialisasi kemarin itu,


masih banyak teman-teman yang tidak serius dan
sungguh-sungguh mengikutinya mba. Jadi
banyak main-mainnya pas kemarin itu, padahal
sebelumnya sudah diingatkan sama bapak/ibu
guru untuk mengikuti kegiatan mitigasi bencana
serius dan beranggapan kalau situasinya emang
benar-benar seperti dalam situasi bencana mba
(IL, 20 Agustus 2019)

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa sosialisasi pendidikan

mitigasi bencana bertujuan sebagai konsep utama kesiapsiagaan

bencana dalam upaya pencegahan, pengurangan serta untuk

mendorong terwujudnya partisipasi dari peserta didik. Ramadhan,

Sukma dan Indryani (2019:6) juga dalam penelitiannya mengatakan

bahwa kurangnya pemahaman peserta didik dalam memelihara

lingkungan terkadang dapat menjadikan peserta didik lalai akan

ancaman risiko bencana yang sewaktu-waktu dapat menghampiri.

Pemahaman peserta didik akan hal ini dapat dibangun dengan

pendidikan mitigasi bencana, dimana peserta didik menganggap

penting dengan adanya pendidikan mitigasi bencana tidak hanya

sebagai upaya pengurangan risiko bencana akan tetapi juga untuk

memberikan pemahaman kepada peserta didik yang belum paham cara

pengurangan serta penanganan bencana.

78
Triutomo, Widjaja dan Amri (2007:5) juga menjelaskan bahwa

model pendidikan mitigasi bencana dapat dilakukan secara fisik

maupun nonfisik. Mitigasi struktural dilakukan secara fisik sedangkan

nonfisik disebut sebagai mitigasi struktural. SMA Negeri 1

Cangkringan merupakan sekolah yang sudah pernah menerapkan

model mitigasi bencana tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan

oleh Dwiningrum dan Sudaryono (2010:3) dalam penelitiannya

menjelaskan mitigasi struktural merupakan salah satu model yang

diterapkan dalam pendidikan mitigasi bencana. Mitigasi struktural

merupakan usaha penguruangan risiko yang dilakukan melalui

pembangunan atau perubahan lingkungan fisik melalui penerapan

solusi yang dirancang. Mitigasi struktural disekolah dapat

dilaksanakan dengan membuat jalur evakuasi, titik berkumpul serta

rekonstruksi bangunan yang tahan akan bencana. Hal tersebut sesuai

dengan penjelasan salah satu informan yang mengatakan bahwa

Untuk mitigasi bencana yang struktural disekolah


ini dilaksanakan dengan membuat titik
berkumpul, jalur evakuasi mba (RS, 17 September
2019)

79
Ungkapan tersebut diperkuat dengan dokumentasi yang mendukung

dari pernyataan salah satu informan seperti berikut

(Gambar 3. mitigasi struktural yang ada di sekolah)

Mitigasi nonstruktural yang dilaksanakan di SMA Negeri 1

Cangkringan dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi mitigasi

bencana dalam pembelajaran tertentu seperti geografi, pendidikan

jasmani olahraga dan kesehatan serta pada saat kegiatan

ekstrakurikuler pramuka berlangsung. Ungkapan tersebut juga sesuai

dengan pernyataan salah satu informan yang mengatakan bahwa

Mitigasi nonstruktural yang dilaksanakan


disekolah dengan mengintegrasikan materi
mitigasi bencana pada pembelajaran tertentu mba,
juga pada saat kegiatan ekstrakurikuler pramuka
berlangsung (GL, 17 September 2019)

Paparan diatas menunjukkan bahwa mitigasi nonstruktural yang

dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cangkringan dilakukan melalui

sosialisasi dan simulasi bencana baik yang dilakukan sekolah maupun

yang dilakukan oleh dinas BPBD Sleman. Sosialisasi yang

dilaksanakan dengan memberikan teori tentang mitigasi bencana yang

didukung dengan gambar, video, dan sebagainya.

80
3. Pendidikan mitigasi bencana diterapkan berbasis multikultural di

SMA Negeri 1 Cangkringan

Dunia sekolah merupakan salah satu langkah bagi seseorang

dalam menentukan perjalanan hidup serta jenjang karier yang akan

dicapai kedepannya (Nuryadi, 2019:74). Dilingkungan sekolah, setiap

peserta didik akan menemukan individu-individu yang berbeda

dengan dirinya sendiri. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat

dari agama, budaya, suku, daerah asal-usul dan lain sebagainya.

Sekolah juga memiliki peranan penting dalam menanamkan

nilai-nilai multikulturalisme lewat pembelajaran pendidikan

multikultural yang diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan di

sekolah. Mahfud (2013:103) menyatakan bahwa guna untuk

mewujudkan masyarakat multikultural yang dapat hidup

berdampingan, toleran dan saling menghargai terdapat pada prinsip-

prinsip dasar demokrasi yang patut dikembangkan di Indonesia yaitu

kesetaraan derajat individu, toleransi terhadap perbedaan, konflik dan

konsensus, hukum yang adil dan beradab dan perikemanusiaan.

Penjelasan diatas diperkuat oleh hasil wawancara dengan salah

satu informan yang menjelaskan bahwa:

Secara umum, untuk sekolah SMA Negeri 1


Cangkringan sudah menerapkan nilai-nilai
multikultural ya mba. Kenapa saya katakan begitu
karena melihat latarbelakang para peserta didik
yang berbeda-beda mba, seperti halnya agama
yang berbeda, budaya, ekonomi juga bahkan

81
daerah asalnya juga berbeda-beda mba (YN, 3
September 2019)

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa penerapan nilai

multikultural yang dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan sudah

sesuai dengan pernyataan Banks (1994:114) yang mengungkapkan

bahwa konsep nilai-nilai multikultural yang diterapkan di sekolah

merupakan perwujudan keadilan dalam melaksanakan kewajiban serta

mendapatkan haknya di sekolah tanpa adanya pembeda-bedaan

diantara peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan pada

diri setiap peserta didik yang harus diakui seperti yang terwujud dalam

nilai-nilai multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas

etnis dan ras, kelompok pemeluk agama, jenis kelamin, kondisi

ekonomi, daerah atau asal-usul, ketidakmampuan fisik dan mental,

kelompok umur, dan lain sebagainya.

Kehidupan bermasyarakat dan keberagaman merupakan isu

yang paling sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Maharani et

all (2018:4) dalam penelitiannya mengatakan bahwa keberagaman

dapat dilihat dari berbagai latar belakang yang berbeda seperti jenis

kelamin, agama, budaya, ras, suku, asul-usul daerah dan sebagainya.

Kehidupan masyarakat yang beragam sudah selayaknya hidup rukun

dan damai yang dapat diterapkan dengan menanamkan nilai-nilai

multikultural dikalangan peserta didik. Menanamkan nilai-nilai

multikultural pada setiap peserta didik dapat menumbuhkan suasana

82
yang kondusif sehingga dapat menghilangkan kecemasan dan

ketakutan akan adanya tindakan disintegrasi pada saat bencana terjadi.

SMA Negeri 1 Cangkringan melakukan kerja sama dengan

pemerintah yang diwakilkan oleh dinas BPBD (Badan

Penanggulangan Bencana Daerah) Sleman yang pelaksanaannya

dilakukan setahun sekali dengan memberikan pelatihan tentang

kebencanaan kepada peserta didik. Kerja sama yang tercipta antara

sekolah dengan pemerintah dalam mengurangi risiko bencana

dilakukan dengan melibatkan seluruh warga sekolah tanpa membeda-

bedakan jenis kelamin, suku, agama maupun asal-usul dari setiap

peserta didik dilingkungan sekolah.

Ungkapan tersebut didukung dengan paparan hasil wawancara

yang telah dilakukan dengan salah satu informan seperti berikut:

Oh kalau untuk kerjasamanya mba kita


melibatkan seluruh warga sekolah tanpa adanya
pembedaan misalkan seperti agama, suku atau
yang lainnya. Kita menganggap semua warga
sekolah sama mba (YM, 20 Agustus 2019)
Ungkapan diatas diperkuat dengan adanya dokumentasi yang

melibatkan seluruh warga sekolah dalam mengikuti kegiatan mitigasi

bencana seperti halnya gambar dibawah ini:

83
(Gambar 4. seluruh warga sekolah saat mengikuti kegiatan
mitigasi bencana di sekolah)

Ungkapan dan dokumentasi tersebut telah menunjukkan bahwa

terwujudnya nilai multikultural yang bersifat demokratis dimana

seluruh warga sekolah mendapatkan apa yang mereka butuhkan yaitu

tentang pelatihan tentang kebencanaan yang dapat menambah

wawasan peserta didik dalam mengurangi resiko bencana. Hal

tersebut juga diungkapkan Hanum & Raharja (2011:115) yang

mengatakan bahwa dengan nilai demokratis setiap peserta didik

mendapatkan keadilan akan apa yang mereka butuhkan.

Apabila dilihat dari deskripsi kegiatan mitigasi bencana yang

dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan. Warga sekolah juga

mendapatkan sosialisasi pengetahuan pendidikan mitigasi bencana

yang diperoleh dari dinas BPBD Sleman. Ungkapan tersebut sesuai

dengan pernyataan salah satu informan yang dipaparkan sebagai

berikut

Sosialisasi dari dinas BPBD Sleman itu tentang


pengetahuan pendidikan mitigasi bencana yang
disampaikan kepada warga sekolah mba, yang
paling diutamakan itu kita mba peserta didik (CT,
5 September 2019)

Ungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi yang

didapatkan dari dinas BPBD Sleman telah menambah pengetahuan

dan pendidikan mitigasi bencana bagi peserta didik yang

memunculkan sikap terbuka dalam berpikir dan belajar hidup dalam

84
perbedaan. Pengamatan Tilaar (2004:35) menjelaskan bahwa dalam

nilai-nilai multikultural setidaknya terdapat 9 indikator dalam nilai

multikultural dua diantaranya adalah memunculkan sikap terbuka

dalam berpikir dan belajar hidup dalam perbedaan. Kegiatan

sosialisasi juga peserta didik diajarkan untuk saling menolong orang

lain ketika bencana terjadi.

Pengetahuan peserta didik tentang pendidikan mitigasi bencana

juga diperoleh dari pengintegrasian pembelajaran dalam ruang kelas

yang diajarkan oleh guru kepada peserta didik melalui video, gambar

ataupun poster yang berkaitan dengan mitigasi bencana. Ungkapan

tersebut diperkuat dengan pernyataan salah satu informan sebagai

berikut

Mitigasi bencana diintegrasikan dalam


pembelajaran mba. Kan materi mitigasi bencana
itu tidak terlalu banyak sih sebenarnya, jadi
disampaikan melalui teori terus didukung dengan
video, gambar ataupun poster yang terkait dengan
mitigasi bencana (FB, 26 Agustus 2019)

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa pengintegrasian mitigasi

bencana dalam pembelajaran dapat membangun saling percaya

(mutual trust) dan menjunjung sikap saling menghargai satu dengan

yang lainnya. Hal tersebut telah sesuai dengan pernyataan Tilaar

(2004:35) yang mengatakan bahwa membangun saling percaya

(mutual trust) dan menjunjung sikap saling menghargai merupakan

bagian dari indikator nilai-nilai multikultural.

85
Kerjasama yang sudah dilakukan pemerintah dengan sekolah,

lalu diikuti dengan kegiatan sosialisasi dan pengintegrasian dalam

pembelajaran maka langkah terakhir yang dilakukan sekolah adalah

dengan melakukan kegiatan mitigasi nonstruktural yaitu kegiatan

ekstrakurikuler pramuka. Widodo (2017:114) menjelaskan bahwa

kegiatan ekstrakurikuler pramuka merupakan salah satu bagian dari

kegiatan mitigasi nonstruktural. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka

dilakukan dengan melibatkan semua peserta didik dalam kegiatan-

kegiatan mitigasi seperti mendirikan tenda, membuat tandu dan

membantu proses evakuasi pada saat mitigasi bencana berlangsung.

Ungkapan ini didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan

bersama dengan salah satu informan sebagai berikut

Jadi kegiatan mitigasinya dilakukan bersamaan


dengan ekstrakurikuler pramuka mba. Terus kita
kan disuruh membuat tandu, mendirikan tenda
sama itu mba jadi petugas kesehatan membantu
teman-teman yang terluka pada saat mitigasi itu
berlangsung mba (MD, 23 Agustus 2019)

Penjelasan tersebut juga dibenarkan oleh salah seorang informan yang

mengatakan bahwa:

Oh iya mba, kegiatannya memang dilakukan


bersamaan saat pramuka mba. Waktu itu kita
disuruh membuat tenda pengungsian, sebagian
membuat tandu dan juga membantu korban pada
saat kegiatan berlangsung mba. Ada dokumentasi
nya juga mba (IL, 23 Agustus 2019).

86
(Gambar 5. pembuatan tenda pengungsian dan proses evakuasi saat mitigasi
berlangsung)

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa keterlibatan warga

sekolah dalam penguataan pengetahuan mitigasi nonstruktural lebih

kepada menjunjung sikap saling menghargai, membangun saling

percaya dan belajar hidup dalam perbedaan. Tilaar (2004:35) juga

mengatakan bahwa indikator nilai-nilai multikultural dapat dilihat dari

menjunjung sikap saling menghargai, membangun saling percaya dan

belajar hidup dalam perbedaan. Indikator tersebut telah dilakukan

dalam penguatan pengetahuan mitigasi nonstruktural.

Langkah yang dapat dilakukan pada saat kegiatan mitigasi

bencana dapat dilihat juga dari kepedulian yang ada pada peserta didik.

Hardiman (2012:7-36) juga menjelaskan bahwa kepedulian peserta

didik terhadap sesama dapat dibuktikan ketika orang lain

membutuhkan pertolongan dari diri peserta didik itu sendiri.

Kepedulian merupakan sebuah proaktif terhadap kondisi atau

lingkungan sekitar. Kepedulian juga dapat dilakukan dengan

87
melibatkan diri dalam persoalan atau kondisi yang terjadi pada orang

lain.

Banks (1994:114) mengatakan bahwa setiap warga sekolah

diharapkan mampu untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap orang

lain yaitu dengan menolong orang yang lebih membutuhkan tanpa

harus memandang apa itu agama, etnis, suku, jenis kelamin, maupun

asal-usul dari orang yang memang membutuhkan pertolongan. Tingkat

pemahaman peserta didik yang berkenaan dengan masalah

keberagaman dapat dikembangkan melalui penerapan berbagai

kegiatan yang mengajarkan bahwa semua orang adalah sama,

mempunyai hak yang sama dan patut untuk dihormati.Pelaksanaannya,

setiap siswa sudah memiliki dan menerapkan sikap nilai demokratis,

toleransi, kepedulian, dan mengakui dan menghargai adanya

perbedaan, tidak hanya sekedar pengakuan akan tetapi juga sikap

kepedulian dan penghargaan terhadap implikasi dari perbedaan-

perbedaan dalam berbagai bidang kehidupan khususnya dilingkungan

sekolah.

B. Pembahasan

1. Penerapan pendidikan mitigasi bencana di SMA Negeri 1

Cangkringan

Berdasarkan temuan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

dapat dijabarkan bahwa penerapan pelaksanaan pendidikan mitigasi

bencana di SMA Negeri 1 Cangkringan sebagai berikut :

88
a. Kerjasama sekolah dengan pemerintah dalam mengurangi

resiko bencana.

Usaha penanggulangan bencana tidak hanya ranah

Negara saja, akan tetapi telah menjadi urusan bersama.

Ungkapan tersebut tercantum dalam pembukaan UUD 1945

yang mengatakan bahwa Negara melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta

memajukan kesejahteraan umum. Artinya, setiap warga Negara

berhak mendapatkan perlindungan dan hak-hak dasar, termasuk

perlindungan untuk bebas dari rasa takut, ancaman, risiko dan

dampak bencana.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan dalam Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana yang menekankan bahwa Penanggulangan Bencana

tidak hanya terpaku pada tanggap darurat atau respon saja, akan

tetapi mencakup tahap prabencana (kesiapsiagaan) dan

pascabencana (pemulihan), dimana Undang-Undang tersebut

secara jelas menyatakan bahwa setiap orang berhak

mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluan dan

keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,

baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat

potensi bencana.

89
Aspek penyelenggaraan penanggulangan bencana juga

telah dijelaskan dalam rencana dan strategi Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (Renstra BNPB, 2015-2019) sebagai

berikut:

1. Tahap Prabencana

Tahap prabencana, BNPB melakukan empat (4)

kegiatan utama yaitu pencegahan, mitigasi

kesiapsiagaan, peringatan dini dan pemberdayaan

masyarakat.

2. Tahap Saat Tanggap Darurat

Tahap darurat adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana

untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,

yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi

korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,

perlindungan, penanganan pengungsi, penyelamatan

serta pemulihan sarana dan prasarana. Tanggap darurat

merupakan tahapan dari status keadaan darurat ke

pemulihan.

3. Tahap Pascabencana

Tersedianya perangkat pelaksanaan rehabilitasi dan

rekonstruksi, tersusunnya perencanaan dan pemulihan

pascabencana, tersalurkannya bantuan pascabencana,

90
tersusunnya indeks pemulihan bencana Indonesia,

pemulihan sosial ekonomi pascabencana.

Aliyu dan Halim (2017:5) menjelaskan dalam

penelitiannya bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam

menanggulangi bencana. Keikutsertaan pemerintah dalam

menangani bencana dapat diterapkan dengan mencantumkan

kurikulum kebencanaan dalam pembelajaran dilingkungan

sekolah. Penerapan yang dilakukan di sekolah SMA Negeri 1

Cangkringan masih dalam tahap prabencana yaitu mitigasi

kesiapsiagaan dan peringatan dini. Sesuai dengan ungkapan

dari informan yang mengatakan bahwa kerjasama yang

dilakukan sekolah dengan pemerintah mengajarkan peserta

didik tentang pelatihan kebencanaan. Pendidikan mitigasi

bencana penting untuk diajarkan dan diterapkan pada peserta

didik mengingat lokasi sekolah berada pada kawasan rawan

bencana seperti di SMA Negeri 1 Cangkringan.

b. Sosialisasi yang dilakukan sekolah dengan dinas BPBD

Sosialisasi dan kegiatan simulasi tanggap bencana

merupakan salah satu bentuk dari sikap dan tindakan kegiatan

mitigasi bencana. Sosialisasi yang dilakukan di SMA Negeri 1

Cangkringan terkait mitigasi bencana dilaksanakan dengan

berbentuk pelatihan yang dipraktikkan secara langsung.

91
Tindakan sosialisasi yang dilaksanakan melibatkan semua

warga sekolah mulai dari peserta didik hingga guru-guru serta

karyawan sekolah.

Sosialisasi yang dilakukan di SMA Negeri 1

Cangkringan dilaksakan oleh pihak sekolah dengan dinas

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman.

Sosialisasi dilaksanakan setahun sekali. Sosialisasi dari sekolah

diintegrasikan dalam materi pembelajaran sedangkan sosialisasi

dari dinas BPBD Sleman dilaksanakan pada saat kegiatan

ekstrakurikuler.Keikutsertaan pemerintah dalam menangani

bencana dapat diterapkan dengan mensosialisasikan pentingnya

pendidikan mitigasi bencana kepada peserta didik.

BPBD Sleman sebagai perwakilan pemerintah turun

langsung ke sekolah-sekolah seperti yang telah dilaksanakan di

SMA Negeri 1 Cangkringan untuk mensosialisasikan dan

menerapkan secara langsung pendidikan mitigasi bencana.

Chumairoh (2016) dalam penelitiannya juga mengatakan

bahwa peserta didik di SMA Negeri 1 Cangkringan

mendapatkan sosialisasi dari Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Sleman yang memberikan kegiatan

penyuluhan dan pelatihan kebencanaan kepada peserta didik.

Dwiningrum et all (2010:5) juga dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa sosialisasi mitigasi bencana diperlukan

92
agar warga sekolah dapat merespon dengan cepat dan proaktif

terhadap peristiwa bencana. Sosialisasi mitigasi bencana dapat

dilakukan dengan memberikan pengetahuan yang bersifat

kognitif kepada masyarakat rawan bencana. Sekolah dan

pemerintah mempunyai peranan penting dalam memberikan

kesadaran akan pentingnya memahami mitigasi bencana.

Sosialisasi yang dilakukan di SMA Negeri 1

Cangkringan masih kurang efektif karena dalam

pelaksanaannya masih belum rutin dilakukan dan tidak

berkelanjutan. Selain itu, masih banyak diantara peserta didik

yang kurang kondusif ketika mengikuti kegiatan sosialisasi

tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Desfandi

(2014:4) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kegiatan

mitigasi bencana hendaknya bersifat rutin dan berkelanjutan.

c. Mitigasi bencana diintegrasikan kedalam pembelajaran.

Strategi integratif yang dilaksanakan kurikulum sekolah

memuat gabungan dari materi setiap pelajaran dengan konsep

dan gagasan pendidikan mitigasi bencana. Pelaksanaannya

SMA Negeri 1 Cangkringan belum memiliki kurikulum tentang

pendidikan mitigasi bencana akan tetapi dalam mata pelajaran

tertentu terdapat materi tentang mitigasi bencana. Desfandi

(2014:6) juga mengatakan bahwa kurikulum bencana penting

di Negara rawan bencana seperti Indonesia, agar sejak dini

93
peserta didik diberi pengetahuan soal kebencanaan, kurikulum

bencana lebih efektif diingat dalam kurikulum pendidikan

sekolah dasar dan menengah bila dibandingkan dengan praktik

yang justru lebih mudah dilupakan.

Penerapan pendidikan mitigasi bencana yang ada di

SMA Negeri 1 Cangkringan diintegrasikan kedalam materi

pembelajaran geografi dan penjas. Materi mitigasi bencana

dalam pembelajaran geografi disampaikan kepada peserta didik

dengan memberikan pengetahuan teori tentang mitigasi

bencana yang dibantu dengan media pembelajaran dan

memberikan contoh melalui video, gambar yang mendukung

untuk menambah wawasan peserta didik tentang mitigasi

bencana.

Sofyatiningum (2009:44) juga menjelaskan bahwa ada

beberapa tahapan strategi integrasi materi mitigasi bencana

terhadap mata pelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Identifikasi mata pelajaran tentang pengurangan

risiko bencana dapat diintegrasikan pada mata

pelajaran seperti IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan

Pendidikan Jasmani untuk tingkat sekolah menengah

pertama.

2. Menganalisis Kompetensi Dasar (KD)

94
Kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum

dapat diintegrasikan pada materi mitigasi dalam

bentuk model KTSP daerah bencana. model tersebut

disusun berdasarkan kondisi, kebutuhan, potensi dan

karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik di

daerah bencana yang dapat digunakan sebagai acuan.

Komponen selanjutnya adalah bahan ajar. Melalui

bahan ajar yang disusun pada pembelajaran tematik

serta pada setiap mata pelajaran dapat diintegrasikan

tentang jenis-jenis bencana serta penyebabnya,

usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam

menghindari terjadinya bencana.

3. Menyusun Silabus

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi

dan kompetensi dasar kedalam materi pokok,

kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian

kompetensi untuk penilaian. Silabus mitigasi bencana

dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

masing-masing sekolah dan jenis ancaman bencana

yang rentan di wilayah masing-masing.

4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

merupakan salah satu langkah awal dari manajemen

95
pembelajaran. Rencana pembelajaran selalu terdapat

komponen yang saling berkaitan dengan tujuan,

bahan ajar, metode, teknik, media, alat evaluasi, dan

jadwal.

Sofyatiningrum (2009:44) menjelaskan bahwa

komponen-komponen tersebut saling melengkapi dan

diintegrasikan dengan nilai-nilai usaha pengurangan risiko

bencana yang berupa mitigasi. Pelaksanaannya mitigasi

bencana yang diintegrasikan dalam pembelajaran di SMA

Negeri 1 Cangkringan masih perlu untuk dikembangkan.

Pendidikan mitigasi bencana penting untuk diterapkan pada

peserta didik mengingat lokasi sekolah berada pada kawasan

rawan bencana. pendidikan mitigasi bencana dapat

diintegrasikan dalam kurikulum dengan menambahkan materi

tentang mitigasi bencana dalam pembelajaran diruang kelas

ataupun diluar kelas.

d. Kegiatan mitigasi bencana dilaksanakan pada saat kegiatan

ekstrakurikuler pramuka.

Widodo (2017:114) dalam penelitiannya menjelaskan

bahwa ekstrakurikuler merupakan salah satu media

pengintegrasian dari pendidikan mitigasi bencana. Kegiatan

ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Cangkringan yang

mengintegrasikan pendidikan mitigasi bencana terdapat pada

96
kegiatan pramuka dan pada saat simulasi tanggap bencana yang

diadakan sekolah dengan BPBD Sleman.

Kegiatan ekstrakurikuler pramuka terkait mitigasi

bencana dilakukan dengan memberikan materi pemahaman

mitigasi bencana melalui pembelajaran di dalam ruangan

maupun di luar ruangan kepada peserta didik. Penerapan

pelaksanaan mitigasi bencana di dalam ruangan dengan

memberikan materi mitigasi bencana kepada para peserta didik.

Untuk kegiatan di luar ruangan yaitu dengan berbentuk

pelatihan tentang bagaimana tindakan yang harus dilakukan

sebelum bencana, saat terjadi bencana, bagaimana menolong

orang lain dan sesudah bencana terjadi.

Widodo (2017:114) juga menjelaskan bahwa

ekstrakurikuler pramuka juga merupakan bentuk dari

pengembangan diri bagi peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler

pramuka mengajarkan siswa tentang bagaimana menggunakan

sarana dan prasarana mitigasi bencana seperti kompas,

mendidikan tenda, cara menggunakan tandu dan kegiatan

lainnya disamping cara mengajarkan tentang bagaimana

bertahan diri saat bencana dan sesudah bencana terjadi melalui

materi yang telah dijelaskan saat kegiatan ekstrakurikuler

berlangsung.

97
Penerapan pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana yang

dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan dilaksanakan dengan model

mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural.

1. Mitigasi Struktural

Dwiningrum dan Sudaryono (2010:3) dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa mitigasi struktural

merupakan modal utama dalam membentuk budaya siaga.

Mitigasi struktural adalah usaha pengurangan risiko yang

dilakukan dengan pembangunan lingkungan fisik melalui

penerapan solusi yang dirancang. Mitigasi struktural di SMA

Negeri 1 Cangkringan dilaksanakan dengan membuat titik

berkumpul dan jalur evakuasi. Titik kumpul merupakan

salah satu bentuk mitigasi struktural yang ada di SMA

Negeri 1 Cangkringan. Titik kumpul berada tidak jauh dari

tiap-tiap ruangan yang sekaligus digunakan menjadi zona

evakuasi. Sedangkan untuk jalur evakuasi telah dirancang

dengan baik sehingga warga sekolah dapat memahami

dengan mudah.

2. Mitigasi Nonstruktural

Mitigasi nonstruktural di SMA Negeri 1 Cangkringan

dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi mitigasi

bencana pada mata pelajaran tertentu seperti geografi dan

juga melalui kegiatan ekstrakurikuler pramuka.

98
Pada konteks pengurangan risiko bencana, mitigasi bencana

dipahami sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat yang

berada dikawasan rawan bencana untuk mengurangi maupun

menghilangkan akibat yang ditimbulkan dari bencana. Dwiningrum

dan Sudaryono (2010:4) menjelaskan bahwa sekolah sebagai sektor

pendidikan dapat menjadi penentu dalam pengurangan risiko bencana.

Pendidikan mitigasi bencana muncul dikarenakan berbagai

permasalahan bencana yang sering terjadi akan tetapi tidak kunjung

berakhir.

Desfandi (2014:3) juga menjelaskan bahwa penerapan

pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana seharusnya menjadi prioritas

bagi sekolah-sekolah yang berada pada kawasan rawan bencana.

Kegiatan pendidikan mitigasi bencana dapat dilakukan dengan cara

penataan ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan

infrastruktur, tata bangunan serta penyelenggaraan pendidikan,

penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

Pendidikan diharapkan agar upaya mitigasi bencana dapat

mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih

dini kepada seluruh peserta didik yaitu dengan mengintegrasikan

pendidikan mitigasi bencana ke dalam kurikulum sekolah dan

kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka dan sebagainya. Kemudian

upaya untuk memastikan bahwa lingkungan pendidikan, sekolah dan

fasilitas pendidikan yang aman dan bukan merupakan tempat yang

99
dapat membahayakan kehidupan peserta didik, guru dan tenaga

kependidikan.

2. Pendidikan mitigasi bencana diterapkan berbasis multikultural di

SMA Negeri 1 Cangkringan

Penerapan pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana yang telah

dianalisis dari perspektif multikultural dapat disimpulkan bahwa untuk

menganalisis kegiatan mitigasi bencana dari perspektif mitigasi

dilakukan dengan penguatan observasi dan wawancara yang lebih

mendalam tentang praktik pendidikan mitigasi bencana sebagai

berikut:

a. Kerjasama dengan pemerintah dalam pelatihan tentang

kebencanaan.

SMA Negeri 1 Cangkringan melakukan kerja sama dengan

pemerintah yang diwakilkan oleh dinas BPBD (Badan

Penanggulangan Bencana Daerah) Sleman dimana

pelaksanaannya dilakukan setahun sekali dengan memberikan

pelatihan tentang kebencanaan kepada peserta didik. Penjelasan

tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Chumairoh

(2016:4) yang mengatakan bahwa kerja sama yang tercipta

antara sekolah dengan pemerintah dalam mengurangi risiko

bencana dilakukan dengan melibatkan seluruh warga sekolah

tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, suku, agama maupun

asal-usul dari setiap peserta didik dilingkungan sekolah.

100
Kerjasama dan upaya yang dilakukan sekolah dengan

pemerintah mewujudkan nilai multikultural yang bersifat

demokratis dimana seluruh warga sekolah mendapatkan apa

yang mereka butuhkan yaitu tentang pelatihan tentang

kebencanaan yang dapat menambah wawasan peserta didik

dalam mengurangi resiko bencana. Hal tersebut juga disebutkan

Hanum dan Raharja (2011:115) yang menjelaskan bahwa nilai

demokratis diartikan sebagai sebuah keadilan, dimana semua

peserta didik mendapatkan kebutuhan yang sama seperti

pelatihan tentang kebencanaan.

b. Sosialisasi pengetahuan dan pendekatan mitigasi bencana.

Warga sekolah juga mendapatkan sosialisasi pengetahuan

pendidikan mitigasi bencana yang diperoleh dari dinas BPBD

Sleman. Sosialisasi yang didapatkan dari dinas BPBD Sleman

menambah pengetahuan dan pendidikan mitigasi bencana bagi

siswa SMA Negeri 1 Cangkringan. Sosialisasi yang dilakukan

dengan dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sleman,

siswa memiliki nilai-nilai multikultural seperti sikap terbuka

dalam berpikir dan belajar hidup dalam perbedaan. Tilaar

(2004:35) sikap terbuka dalam berpikir dan belajar hidup dalam

perbedaan merupakan bagian dari indikator nilai-nilai

multikultural.

101
Dwiningrum et all (2010:4) juga dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa sosialisasi mitigasi bencana diperlukan agar

warga sekolah dapat merespon dengan cepat dan proaktif

terhadap peristiwa bencana. Sosialisasi mitigasi bencana dapat

dilakukan dengan memberikan pengetahuan yang bersifat

kognitif kepada masyarakat rawan bencana. Sekolah dan

pemerintah mempunyai peranan penting dalam memberikan

kesadaran akan pentingnya memahami mitigasi bencana.

Kegiatan sosialisasi yang disampaikan pada peserta didik

telah memunculkan sikap untuk saling menolong orang lain

ketika bencana terjadi sehingga menumbuhkan nilai humanisme

dan nilai kepedulian bagi peserta didik itu sendiri. Hardiman

(2012:7-36) juga mengatakan bahwa kepedulian peserta didik

terhadap sesama dapat dibuktikan ketika orang lain

membutuhkan pertolongan dari diri peserta didik itu sendiri.

Kepedulian merupakan sebuah proaktif terhadap kondisi atau

lingkungan sekitar.

c. Pengintegrasian pengetahuan mitigasi bencana pada

pembelajaran.

Pengetahuan peserta didik tentang pendidikan mitigasi

bencana juga diperoleh dari pengintegrasian pembelajaran

dalam ruang kelas yang diajarkan oleh guru kepada peserta didik

melalui video, gambar ataupun poster yang berkaitan dengan

102
mitigasi bencana. Tilaar (2004:35) juga menjelaskan bahwa

pengintegrasian mitigasi bencana dalam pembelajaran dapat

membangun saling percaya (mutual trust) dan menjunjung sikap

saling menghargai satu dengan yang lainnya.

Desfandi (2014:5) juga menjelaskan bahwa salah satu

wujud dari mitigasi bencana dapat dilakukan melalui upaya

pengurangan risiko bencana dengan memasukkan materi

mitigasi bencana yang berbasis komunitas, dan pendidikan

sebagai salah satu sarana yang efektif untuk mengurangi risiko

bencana dengan memasukkan materi pelajaran tentang bencana

sebagai pelajaran wajib bagi setiap peserta didik disemua

tingkatan.

d. Penguatan pengetahuan mitigasi nonstruktural melalui

ekstrakurikuler pramuka.

Kegiatan ekstrakurikuler pramuka merupakan salah satu

bagian dari kegiatan mitigasi nonstruktural (Widodo, 2017:114).

Kegiatan ekstrakurikuler pramuka dilakukan dengan melibatkan

semua peserta didik dalam kegiatan-kegiatan mitigasi seperti

mendirikan tenda, membuat tandu dan membantu proses

evakuasi pada saat mitigasi bencana berlangsung. keterlibatan

warga sekolah dalam penguataan pengetahuan mitigasi

nonstruktural lebih kepada menjunjung sikap saling menghargai,

membangun saling percaya dan belajar hidup dalam perbedaan

103
sehingga menumbuhkan nilai pluralitas bagi semua warga

sekolah. Nilai-nilai tersebut diperkuat dengan penjelasan dari

Hanum dan Raharja (2011:115) yang menjelaskan bahwa nilai

pluralitas merupakan pandangan yang mengakui adanya

keberagaman dalam suatu bangsa, seperti yang ada di Indonesia.

Pluralisme berkenaan dengan hak hidup kelompok-kelompok

peserta didik disekolah.

Zamroni (2011:39) mengatakan bahwa dunia pendidikan selalu

menekankan adanya persamaan dan kesetaraan dalam mendapatkan

hak tanpa melihat perbedaan latar belakang seperti agama, etnis antara

minoritas dengan mayoritas. Sikap saling menghormati antar sesama

dapat terbangun dengan baik. Multikultural yang diintegrasikan ke

dalam mata pelajaran disekolah secara tidak langsung telah

mewujudkan warga Negara menjadi satu kesatuan dan menuju

pandangan baru yang menekankan keberagaman manusia,

pemberdayaan dan kesetaraan di dunia yang saling terkait secara

global.

Pernyataan tersebut sudah menunjukkan adanya kecenderungan

di dalam kegiatan mitigasi bencana yang menggambarkan adanya

aspek-aspek multikultural yang dimasukkan di dalam proses mitigasi

bencana. Setiap siswa sudah memiliki dan menerapkan sikap nilai

demokratis, toleransi, kepedulian, dan mengakui dan menghargai

adanya perbedaan, tidak hanya sekedar pengakuan akan tetapi juga

104
sikap kepedulian dan penghargaan terhadap implikasi dari perbedaan-

perbedaan dalam berbagai bidang kehidupan khususnya dilingkungan

sekolah.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerapan pendidikan

mitigasi bencana dan pendidikan mitigasi bencana diterapkan berbasis

multikultural yang dilakukan di SMA Negeri 1 Cangkringan. Peneliti

memahami bahwa selama proses penelitian berjalan selama 3 bulan dari

bulan Juli sampai bulan September 2019, penulis memiliki keterbatasan

yang membuat penelitian ini perlu lebih didalami. Oleh karena itu

keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kesungguhan atau antusiasme para informan dalam menjawab

pertanyaan wawancara yang disiapkan oleh peneliti masih kurang,

sehingga hal tersebut menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.

2. Informan sudah ditentukan dengan beberapa siswa, wakil kepala

sekolah dan guru. Akan tetapi karena keterbatasan waktu, tenaga

dan kemampuan untuk menginterpretasikan data, maka

dimungkinkan adanya informasi yang belum terungkap.

Keterbatasan tersebut memiliki pengaruh pada makna yang

diperoleh dan disampaikan dalam penelitian.

3. Peneliti tidak ikut terlibat secara langsung dalam proses simulasi

tanggap bencana yang dilakukan dikarenakan waktu

pelaksanaannya tidak sesuai dengan jadwal penelitian.

105
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang sudah dilakukan,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan pendidikan mitigasi bencana yang dilakukan di

SMA Negeri 1 Cangkringan dilakukan dengan adanya

kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan sekolah dalam

mengurangi risiko bencana, Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) sebagai perwakilan pemerintah melakukan

kegiatan sosialisasi kepada siswa dengan melakukan kegiatan

penyuluhan tentang kegiatan kebencanaan yang dilakukan

dalam setahun sekali, sekolah mempunyai peran dalam

menerapkan pendidikan mitigasi bencana kepada siswa yaitu

dengan mengintegrasikan mitigasi bencana pada pembelajaran

yang dilakukan melalui video, gambar ataupun poster yang

mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan mitigasi

bencana dilakukan pada saat ekstrakurikuler pramuka yaitu

melatih siswa untuk membuat tenda pengungsian, membuat

tandu dan mengajarkan cara mengevakuasi korban ketika

kegiatan mitigasi berlangsung.

106
2. Pendidikan mitigasi bencana yang diterapkan berbasis

multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan ditunjukkan

melalui kegiatan mitigasi bencana yang dikaitkan dengan aspek

multikultural, yaitu Kerjasama yang dilakukan pihak sekolah

bersama dengan pemerintah melibatkan seluruh warga sekolah

tanpa membeda-bedakan agama, jenis kelamin, suku maupun

asal usul sehingga mewujudkan nilai demokrasi diantara

peserta didik, sosialisasi pengetahuan mitigasi bencana yang

disampaikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Sleman kepada siswa memunculkan sikap terbuka

dalam berpikir dan juga belajar hidup dalam perbedaan yang

mewujudkan nilai kepedulian, melalui pengintegrasian

pengetahuan mitigasi bencana dalam pembelajaran disekolah

telah membangun sikap saling percaya juga sikap saling

menghargai diantara siswa yang mewujudkan nilai demokrasi

dan keterlibatan warga sekolah dalam penguatan pengetahuan

mitigasi nonstruktural lebih kepada menjunjung sikap saling

menghargai, membangun saling percaya dan belajar hidup

dalam perbedaan yang mewujudkan nilai pluralisme.

107
B. IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat

dikemukakan implikasi secara teoritis maupun secara praktis sebagai

berikut:

1. Implikasi Teoritis

a. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pendidikan

mitigasi bencana berbasis multikultural pada siswa

memiliki peran strategis untuk mewujudkan indahnya

keberagaman. Implikasi selanjutnya adalah terbukanya

wawasan tentang keberagaman di Indonesia khususnya

dikalangan siswa yang dapat membangun dan

meningkatkan sikap toleransi, kepedulian terhadap

orang lain.

b. Pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural

bagi siswa untuk kedepan hendaknya disiapkan tidak

hanya menekankan pada aspek pengetahuan saja akan

tetapi juga harus menekankan pada aspek sikap dan

kepedulian peserta didik terhadap lingkungan

sekitarnya.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pembelajaran dalam menambah wawasan tentang pendidikan

mitigasi bencana berbasis multikultural yang diperuntukkan

108
untuk sekolah, civitas akademik maupun Badan

Penanggulangan Bencana Daerah.

C. SARAN

Adapun yang menjadi saran yang dapat disampaikan dalam

penelitian ini, yaitu meliputi:

1. Bagi siswa khususnya di SMA Negeri 1 Cangkringan

diharapkan untuk lebih antusias dalam belajar dan memahami

pendidikan mitigasi bencana. Sebaiknya ketika dilaksanakan

kegiatan pendidikan mitigasi bencana siswa harus lebih aktif

dalam berperan serta turut serta berpartisipasi sehingga siswa

dapat lebih maksimal dalam membentuk dan menciptakan

budaya siaga bencana .

2. Bagi guru, diharapkan untuk lebih serius dalam

mengintegrasikan pendidikan mitigasi bencana dalam materi-

materi pembelajaran serta juga untuk lebih variatif dalam

mengembangkan materi pembelajaran tentang mitigasi

bencana.

3. Bagi sekolah, hendaknya lebih rutin dalam memprogramkan

pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana pada peserta didik.

Selain itu sekolah juga dapat menyiapkan sarana dan prasarana

yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan mitigasi

bencana.

109
4. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya lebih mendalami terkait

dengan pendidikan mitigasi bencana berbasis multikultural di

sekolah-sekolah sehingga nantinya dapat mengembangkannya

lebih mendalam terkait dengan penelitian yang relevan dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti selanjutnya.

110
Daftar Referensi

Aliyu, K. A., & Halim, N. H. (2017). Disaster mitigation and response of


government. Journal government and policy. volume 8 issue 2.
Retrieved from
https://pdfs.semanticsholar.org/c09e/612450f885ea11f6e28903a61 5f4
49784923.pdf

Apriyanti, W. (2019). Implementasi program mitigasi bencana melalui sekolah


siaga bencana di SD negeri baluwarti, kotagede, yogyakarta. Jurnal
kebijakan pendidikan Vol. 8 No 2. Retrieved from http://e-
journalstudent.uny.ac.id

Apriliani, D. (2017). Pendidikan mitigasi bencana di kabupaten klaten, jawa


tengah. Jurnal spektrum analisis kebijakan pendidikan vol 5 no 4.
Retrieved from http://e-journalstudent.uny.ac.id

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta. Rencana


penanggulangan bencana daerah istimewa yogyakarta tahun
2013- 2017. BPBD

Baidhawy, Z. (2005). Pendidikan agama berwawasan multikultural.


Jakarta: Erlangga.

Baker, G.C. (1994). Planning and organizing for multicultural instruction.


(2nd). California: Addison-Elsey Publishing Company.

Barnadib, I. (2004). Sebuah pengantar dalam pendidikan partisipatif,


menimbang konsep fitrah progresivisme john dewey, muis sad iman.
Yogyakarta: Safitria Insani Press.

Banks, J. (1994). A. an introduction to multicultural education. Boston:


Pearson.

Brian, J. H., Schraedley, M.K., Worley, M. E., Reed, K., & Saidi, J. (2018).
Disaster journalism: fostering citizen and community disaster
mitigation, preparedness, response, recovery, and resilience across

111
the disaster cycle. Journal overseas development volume 43,
issue 3. Retrieved from
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/disa.12352

Budi, T. P. (2009). Mengenal sains sejarah bumi dan bencana alam.


Yogyakarta: Tugu Publisher.

Bungin. (2010). Penelitian kualitatif. Jakarta: Kencana.

Chumairoh, F. (2016). Kesiapsiagaan siswa SMA Negeri 1 Cangkringan


terhadap bencana erupsi gunung merapi di kabupaten sleman
yogyarta. Jurnal geo educasia vol 1 no 6. Retrieved from
http://journal.uny.ac.id

Coburn, A.W. et al. (1994). Mitigasi bencana. Inggris: UNDP

Creswell, J.W. (2015). Penelitian kualitatif & desain riset memilih diantara
lima pendekatan (edisi 3). Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Darmadi, H. (2009). Dasar konsep pendidikan moral: landasan konsep dan


implementasi. Bandung: Alfabeta.

Desfandi, M. (2014). Urgensi kurikulum pendidikan kebencanaan berbasis


kearifan lokal di indonesia. Jurnal sosio didaktika. vol.1,
No.2. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/295101285

Dewi, I. K. & Sukmanasa. (2016). Mitigasi bencana sebagai bahan pembelajaran


IPA dan IPS pada kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan dasar kelas 5. Jurnal
Pedagogia. Vol. 8. No. 1. 322-329

Dwiningrum, S. I. A., & Sudaryono. (2010). Peran sekolah dalam pembelajaran


mitigasi bencana. Jurnal dialog penanggulangan bencana vol.1
No.1. Retrieved from https://journal.uny.ac.id

112
Dwiningrum, S. I. A., Siasah, M., Respati, D., & Sujoko. (2010). Sosialisasi
pendidikan mitigasi pada lingkungan rawan bencana. Jurnal
kependidikan. Retrieved from
http://eprints.uny.ac.id/504/1/7_Muhsinatun_Siasah_%28WIL%29.
do c

Dwiningrum, S. I. A. (2017). Developing school resilience for disaster


mitigation: a confimatory factor analysis. Journal disaster prevention
and management. volume 26 issue 4. Retrieved from
https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/DPM-02- 2017-
0042/full/html

Handayani, N. (2017). Implementasi pendidikan karakter berbasis multikultural


di SMKN 2 mataram. Yogyakarta: UNY.

Hanum, F., & Raharja, S. (2011). Pengembangan model pembelajaran


multikultural menggunakan modul sebagai suplemen pelajaran IPS
di sekolah dasar. Jurnal penelitian ilmu pendidikan, Vol.4,
No2. Retrieved from https://eprints.uny.ac.id/310/1/Farida_Hanum1.pdf

Hardiman, F. B. (2012). Humanisme dan sesudahnya. meninjau ulang


gagasan besar tentang manusia. Jakarta: Kepustakaan populer
gramedia (KPG).

Hernandez, H. (1990). Multicultural education: a teacher guide to linking


context, process and content. New Jersey & Ohio:
Prentic hall.

Kaneda, Y., Takahashi, N., Hori, T., Kawaguchi, K,. Isouchi, C., &Fujisawa,
K. (2017). Disaster mitigation science for earthquakes and
tsunami for resilience society against natural disasters.
Journal disaster mitigation educasia. volume 17 issue
4. Retrieved from
https://ui.adsabs.harvard.edu/abs/2017AGUFMED31D0304K/abstr act

Khoirunnisak, M. (2015). Nilai-nilai pendidikan multikultural dalam


berbagai kegiatan sekolah di SMA N 2 sleman.
Yogyakarta: UIN

113
Kusumasari, B. (2014). Manajemen bencana dan kapabilitas pemerintah
lokal. Yogyakarta: Gaya media.

Lickona, T. (1992). Educating for character how our school can teach respect
and responsibility. New York: Bantam books.

Lubis, M. (2008). Evaluasi pendidikan nilai: perkembangan moral


keagamaan mahasiswa PTAIN. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Maharani, D., Afifuddin. M., Putri, D. A., Setiawan, K., & Ansari, S. A. (2018)
Braille monopoly game as a tool of disaster mitigation education for
visual disabilities. Journal earth and enviromental science volume
2. Retrieved from https://iopscience.iop.org/article/10/1088/1755-
1315/273/1/012042/meta

Mahfud. C. (2008). Pendidikan multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_________. (2013). Pendidikan multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Milles, B. M., & Huberman, A. M. (1992). Analisis data kualitatif.


Jakarta: UI Press.

Monthly.,& Trauma. (2017). Assessment of disaster mitigation and


preparedness. Journal disaster and environmental volume 22, issue
2. Retrieved from http://eprints.rums.ac.ir/4399/

Mujiatun. (2017). Mitigasi bencana di kota yogyakarta provinsi daerah


istimewa yogyakarta. Jurnal geo educasia. Vol 2, No 2. Retrieved from
https://e-journalstudent.uny.ac.id

Naim, A., & Sauqi, A. (2010). Pendidikan multikultural: konsep dan


aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

114
Newport, Moller, Jawahar (2017). Community participation in contingency
plan preparation to-wards disaster mitigation. Journal of earth and
environmental sciences. issue 05. Retrieved from
https://gavinpublishers.com/admin/assets/articles_pdf/1510816844 arti
cle_pdf1578105389.pdf

Nomura.,& Hendarti, L (ed). (2005). Education and NGOS in Indonesia.


Jakarta: Yayasan obor.

Nuryadi, M. H. (2019). Pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural


(studi kasus pada perguruan tinggi di kota surakarta). Yogyakarta:
UNY.

Parekh, B. (2008). Rethinking multiculturalism: keragaman budaya dan teori


politik. Yogyakarta: PT Kanisius.

Pelling, M. (2003). The vulnarebility of cities: natural disasters and social


resilience. London: Earthscan Publication Ltd.

Presiden Republik Indonesia. (2006). Peraturan menteri dalam negeri nomor


33 Tahun 2006 tentang pedoman umum mitigasi bencana.

Presiden Republik Indonesia. (2008). Peraturan pemerintah RI Nomor 21 Tahun


2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Presiden Republik Indonesia. (2011). Peraturan menteri energi dan sumber


daya mineral nomor 15 tahun 2011 tentang pedoman mitigasi
bencana gunungapi, gerakan tanah, gempa bumi dan tsunami.

Priambodo, S. A. (2009). Panduan praktis menghadapi bencana. Yogyakarta:


Kanisius.

Pribadi, K. S. (2008). Penyusunan masterplan (rencana induk)


penanggulangan bencana di propinsi jawa barat.
Bandung: Pusat mitigasi bencana ITB.

115
Purnomo, P. (2017). Program penanaman nilai-nilai toleransi peserta didik
melalui pendidikan multikultural sanggar anak alam nitiprayan,
bantul, yogyakarta. Yogyakarta: UNY

Puturuh, F. (2014). Mitigasi bencana dan pengindraan jauh. Jakarta: Graha


Ilmu.

Ramadhan, S., Sukma, E., & Indryani, V. (2019) Environmental education


and disaster mitigation through language learning. Journal earth
and environmental science, volume 314. Retrieved from
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-
1315/314/1/012054/meta

Republik Indonesia. (2015). Badan nasional penanggulangan bencana tentang


aspek penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Rohman, A. (2015). Rencana strategis badan nasional penanggulangan


bencana tahun 2015-2019. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.

Salam, B. (2000). Etika individu pola dasar filsafat moral. Jakarta: Rineka
Cipta.

Sarwono, J. (2011). Metodelogi penelitian kuantitatif dan kualitatif.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sofyatiningrum, A. T., & Hadisumarto, R. (2013). Pembelajaran tematik


tanggap darurat dan mitigasi bencana alam merapi di sekolah dasar
rawan bencana alam. Jurnal inotek. Vol 17 No 1. Retrieved
from https://journal.uny.ac.id

Sofyatiningrum, E. (2009). Modul ajar pengintegrasian pengurangan resiko


gempa bumi. Jakarta: SCDRR.

116
Suhardjo, D. (2011). Arti penting pendidikan mitigasi bencana dalam
mengurangi resiko bencana. Jurnal cakrawala pendidikan. Juni
2011, th. XXX No. 2 Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/86940-ID-arti-penting
pendidikan-mitigasi-bencana.pdf

Sunarto. (2011). Standard operating procedure mitigasi bencana. Yogyakarta:


UGM

Suparmini., Sriadi., Respati, D. K. (2014). Mitigasi bencana berbasis


kearifan lokal masyarakat baduy. Jurnal penelitian humaniora, Vol.
19 No. 1. Retrieved from
https://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora/article/view/3511

Suryana, Y., & Rusdiana, H. A. (2015). Pendidikan multikultural suatu upaya


penguatan jati diri bangsa konsep, prinsip, dan implementasi.
Bandung: CV Pustaka Setia.

Susanti., Indah., & Saliman. (2018). Pelaksanaan nilai karakter peduli


lingkungan dalam pembelajaran pendidikan lingkungan hidup di SMP
muhammadiyah 1 yogyakarta. Jurnal social studies. Vol 8, No 1
Retrieved from https://e-journalstudent.uny.ac.id

Tilaar, H.A.R. (2004). Multikulturalisme, tantangan-tantangan global masa


depan dalam transformasi pendidikan nasional. Jakarta: Grasindo.

Triutomo S., Widjaja, B. W., & Amri, M. R.(eds). (2007). Pengenalan


karakteristik bencanadan upaya mitigasinya di indonesia. edisi II.
Jakarta: Pelaksana harian badan koordinasi nasional penanganan
bencana.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem


pendidikan nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang


penanggulangan bencana.

117
Warnoto. (2005). Ilmu pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Widodo, G. (2017). Pendidikan mitigasi bencana gempa bumi di SMP Negeri


2 Wonogiri. Jurnal geoeducasia, vol 2. Retrieved from:
https://journal.eprints.uny.ac.id

Wulandari, N. P. (2015) Implementasi sistem pembelajaran mitigasi


bencana di sekolah siaga bencana MIN jejeran wonokromo pleret
bantul. Yogyakarta: UNY

Yaqin, A. M. (2005). Pendidikan multikultural: cross-cultural understanding


untuk demokrasi dan multikulturalisme; sebuah keniscayaan
peradaban. Malang: Madani Media.

Yen, A., & Cheng, C. F. (2018). Cultural mapping as a tool for disaster
mitigation. Journal cultural heritage and democracy. volume 20
issue 2. Retrieved from http://openarchive.icomos.org/1959/

Zack, N. (2009). Etict for disaster. USA: Rowman & Littlefield Publisher,
Inc.

Zamroni. (2011). Pendidikan demokrasi pada masyarakat multikultural.


Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.

118
LAMPIRAN

119
Pedoman Observasi

Observasi dilakukan untuk mendukung penelitian pendidikan mitigasi bencana


berbasis multikultural di SMA Negeri 1 Cangkringan meliputi:

1. Mengamati lokasi dan keadaan sekitar SMA Negeri 1 Cangkringan :


a. Alamat sekolah
b. Lingkungan sekolah
c. Bangunan
2. Mengamati kegiatan peserta didik pada saat di dalam sekolah maupun di
luar sekolah :
a. Proses kegiatan belajar akademik maupun non akademik.
b. Kegiatan ekstrakurikuler
3. Mengamati kondisi-kondisi dan fasilitas-fasilitas yang ada di SMA Negeri
1 Cangkringan
a. Sarana Prasarana
b. Gedung-gedung
c. Ruangan kelas
d. Laboratorium
e. Alat penunjang kegiatan belajar mengajar
4. Mengamati interaksi seluruh warga sekolah
a. Interaksi peserta didik dengan Kepala Sekolah
b. Interaksi peserta didik dengan Tenaga Pendidik
c. Interaksi peserta didik dengan peserta didik
d. Interaksi peserta didik dengan karyawan sekolah

120
Pedoman Dokumentasi

1. Arsip tertulis
a. Sejarah berdirinya SMA Negeri 1 Cangkringan
b. Visi, misi dan tujuan SMA Negeri 1 Cangkringan
c. Profil Sekolah
d. Data Tenaga Kependidikan dan Karyawan
2. Foto
a. Gedung sekolah SMA Negeri 1 Cangkringan
b. Sarana dan prasarana SMA Negeri 1 Cangkringan
c. Kegiatan Akademik
d. Kegiatan Ekstrakurikuler

121
Pedoman Wawancara

1. Wakil Kepala Sekolah


a. Sebelumnya, sudah berapa lama bapak mengajar disekolah ini?
b. Sekolah inikan dekat dengan merapi ya pak. sebelumnya sekolah ini
sudah pernah melakukan kegiatan mitigasi bencana belum pak?
c. bagaimana penerapan pelaksanaan mitigasi bencana yang dilakukan
pak?
d. seperti apa bentuk kegiatan mitigasi bencana yang sudah dilakukan
sekolah pak?
e. Bagaimana cara sekolah dalam menerapkan pendidikan mitigasi
bencana pak?
f. pernah tidak sekolah melakukan sosialisasi mitigasi bencana kepada
siswa?
g. selain dari sekolah, ada tidak dari luar sekolah yang pernah melakukan
sosialisasi atau tanggap bencana kepada para siswa pak? Seperti apa
sosialisasinya pak?
h. siapa-siapa saja yang dilibatkan dalam kegiatan simulasi tanggap
bencana itu pak?ada kendala tidak pak saat melakukan simulasi
mitigasi bencana? apa itu?
i. apakah ada kebijakan khusus dari sekolah tentang mitigasi bencana
mengingat sekolah ini begitu dekat dengan merapi pak?
j. Bagaimana kesiapan sekolah dalam menangani mitigasi bencana?
k. seperti apa bentuk kegiatan mitigasi bencana yang sudah dilakukan
sekolah pak?

122
2. Guru
a. sudah berapa lama ibu mengajar disekolah ini bu?
b. sebagai guru bidang studi geografi, sudah pasti banyak tahu tentang
mitigasi bencana. Apa yang ibu pahami tentang mitigasi bencana?
c. apakah sekolah ini sudah pernah memberikan latihan tanggap bencana
kepada mengingat sekolah ini dekat rawan bencana yaitu gunung
merapi ya bu?
d. kalau memang sudah pernah bagaimana pelaksanaannya bu? Apakah
sudah maksimal atau belum?
e. apakah ada dalam kurikulum sekolah tentang mitigasi bencana?
f. ketika materi mitigasi bencana berlangsung, bagaimana
penyampaiannya kepada siswa? Apakah hanya sekedar teori atau ada
praktiknya juga?
g. selama mengajarkan materi mitigasi bencana, apakah ada kendala yang
ibu hadapin? Kalau memang ada seperti apa kendalanya bu?
h. apakah sekolah sendiri sudah menerapkan mitigasi bencana yang
selama ini diajarkan kepada siswa?
i. apakah ada program khusus dari sekolah untuk mensosialisasikan
tentang mitigasi bencana?
j. bagaimana tanggapan ibu tentang pendidikan mitigasi bencana yang
diterapkan berbasis multikultural? apakah ibu setuju dengan hal
tersebut?
k. bagaimana cara menerapkan nya kepada siswa?

123
3. Siswa
a. sebelumnya sudah pernah dengar kata mitigasi bencana tidak? Apa
yang kamu ketahui tentang mitigasi bencana?
b. selama kamu sekolah disini, sudah pernah tidak sekolah melaksanakan
kegiatan mitigasi bencana? seperti apa pelaksanaannya?
c. sebelum melaksanakan kegiatan mitigasi bencana, ada tidak sosialisasi
yang disampaikan kepada kalian? Siapa yang mengadakan
sosialisasinya itu?
d. ada tidak sosialisasi dari luar yang kalian dapatkan? selain dari sekolah
misalnya.
e. seperti apa sosialisasi yang dilakukan mereka?
f. ada tidak perbedaan yang kamu dapatkan antara sosialisasi yang
disampaikan sekolah dengan yang disampaikan oleh BPBD Sleman?
g. apakah ada kendala yang kamu alami ketika kegiatan mitigasi bencana
dilaksanakan?
h. pernah tidak kamu mendengar kata multikultural? Apa yang kamu
pahami dari kata multikultural?
i. menurut kamu, disekolah ini sendiri sudah menerapkan multikultural
tidak?
j. kalau dikaitkan dengan mitigasi bencana, ketika bencana terjadi
bagaimana tanggapan kamu? Siapa yang pertama sekali kamu tolong?
k. bagaimana sikap kamu ketika menolong orang lain? Apakah
mengutamakan orang-orang terdekat kamu? Atau lebih memilih untuk
tidak menolong?

124
Profil Sekolah
I. Identitas Sekolah
a. Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Cangkringan
Status : Negeri
b. Alamat Sekolah : Bedoyo, Wukirsari, Cangkringan, Sleman
Propinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta
Kabupaten/Kota : Sleman
Kecamatan : Cangkringan
Desa : Bedoyo
Jalan : Merapi Golf
Kode Pos : 55583
Telepon/Fax : 0274-896273/0274-896361
E-mail/Website : sman1cangkringan@gmail.id,
http//smacangkringan
c. Nama Kepala Sekolah : Dra. AniesRachmania S S, M.Pd
No. Telpon/HP : 081 3288 44822

III. Tenaga Pendidikan dan Kependidikan


JUMLAH
TENAGA KEPENDIDIKAN
PNS HONORER
Guru Mata Pelajaran 31 7
Pegawai Tata Usaha 3 7
Laboran - 1
Pustakawan 4 5
Penjaga Sekolah - 2

IV. Data Lahan dan Bangunan Sekolah


a. Luas lahan sekolah seluruhnya = 10.500 m2
b. Luas bangunan = 4.156 m2
c. Luas lahan belum terbangun = 6.344 m2
d. Status Lahan Sekolah : Sertifikat/Kekancingan hak guna/pakai dari
Keraton Ngayogyakarto ( SG), dengan luas = 10.500 m2

125
V. Keadaan Sarana
JML KONDISI RUANG *)
JENIS SARANA KET.
RUANG B RR RS RB
Ruang Kelas 12 √
Lab. IPA
Fisika 1 √
Kimia 1 √
Biologi 1 √
Ruang Adiwiyata 1 v
Lab. Komputer 1 √
Lab. Multimedia 1 √
Perpustakaan 1 √
Ruang Guru 1 √
Ruang Kepala 1

Sekolah
Ruang UKS 1 √
Ruang OSIS 1 √
Ruang BP/BK 1 √
Ruang Ibadah 1 √
(mushala)
Catatan : *) B: Baik, RR: Rusak Ringan, RS: Rusak Sedang, RB: Rusak Berat

Cangkringan, 12 September 2019


Kepala Sekolah

Dra. Anies Rachmania S S, M.Pd


Pembina, IV/a
NIP 19611112 198903 2 003

126
REDUKSI DATA

1. RT

No Pertanyaan Jawaban
1 Sebelumnya, sudah berapa lama Saya mengajar disekolah ini kurang
bapak mengajar disekolah ini? lebih sudah hampir 11 tahun mba.

2 Sekolah inikan dekat dengan Kalau pernah nya sih sudah mba, ya tapi
merapi ya pak. sebelumnya begitulah mba. Masih jauh dari kata
sekolah ini sudah pernah sempurna mba.
melakukan kegiatan mitigasi
bencana belum pak?
3 bagaimana penerapan Penerapan pelaksanaan mitigasi
pelaksanaan mitigasi bencana bencana disekolah ini kalau bisa
yang dilakukan pak? dibilang belum optimal ya mba. Kenapa
saya bilang begitu karena
pelaksanaannya belum rutin dan tidak
berkelanjutan mba.

4 seperti apa bentuk kegiatan Bentuknya seperti apa yaa, seperti yang
mitigasi bencana yang sudah biasa dilakukan aja mba. Jadi siswa itu
dilakukan sekolah pak? kita beri pemahaman materi terlebih
dahulu, lalu setelah itu kita suruh
kumpul dilapangan sebagai titik
kumpul, setelahnya kita suruh menuju
parkiran siswa untuk mengambil motor
masing-masing lalu langkah terakhir
menuju ke barak pengungsian yang
sudah disediakan oleh sekolah mba.
5 Bagaimana cara sekolah dalam cara sekolah dalam menerapkan
menerapkan pendidikan mitigasi pendidikan mitigasi bencana dengan
bencana pak? mensosialisasikan kepada siswa
pengetahuan mitigasi bencana serta
diintegrasikan kedalam materi
pembelajaran mba.
6 pernah tidak sekolah melakukan kalau dari sekolah pernah mba,
sosialisasi mitigasi bencana disamping itu juga kana da materi
kepada siswa ? pembelajaran tentang mitigasi bencana

127
ya walaupun yang dapat hanya dikelas
ips saja akan tetapi dari sosialisasi yang
dilakukan sekolah melibatkan seluruh
siswa kok mba baik itu kelas mipa
maupun ips.
7 selain dari sekolah, ada tidak ada mba, dari pihak BPBD Sleman. Jadi
dari luar sekolah yang pernah teman-teman yang dari BPBD Sleman
melakukan sosialisasi atau terlebih dahulu menjadwalkan untuk
tanggap bencana kepada para dilakukan sosialisasi atau yang biasa
siswa pak? Seperti apa disebut simulasi tanggap bencana mba.
sosialisasinya pak? Lalu setelahnya diadakan kegiatan
simulasi tanggap bencana mba.
8 siapa-siapa saja yang dilibatkan yang dilibatkan seluruh warga sekolah
dalam kegiatan simulasi tanggap mba baik itu siswa, guru, beserta
bencana itu pak? dengan karyawan sekolah.
9 ada kendala tidak pak saat kalau untuk kendala mungkin menurut
melakukan simulasi mitigasi saya pada bagian sarana dan prasarana
bencana? apa itu? ya mba, jadi sekolah belum memiliki
sarana maupun prasarana yang
mendukung mitigasi bencana. seperti
simbol-simbol sebagai petunjuk yang
dilakukan ketika bencana terjadi.

10 apakah ada kebijakan khusus kalau untuk kebijakan khusus dari


dari sekolah tentang mitigasi sekolah sendiri masih belum mba.
bencana mengingat sekolah ini
begitu dekat dengan merapi pak?
11 Bagaimana kesiapan sekolah sejauh ini untuk kesiapan sekolah dalam
dalam menangani mitigasi melakukan mitigasi bencana masih
bencana? belum optimal dan masih perlu untuk
dibuatkan pelatihan secara rutin dan
terprogram mba. akan tetapi secara
kebetulan sekolah sudah pernah
mendapat julukan sebagai sekolah siaga
bencana mba, ya tapi itu tidak berlaku
untuk seterusnya. Itu kan kita dapatkan
dari pihak BPBD Sleman dan mereka
mengatakan bahwa julukan sebagai
sekolah siaga bencana itu diberikan
kepada sekolah-sekolah yang berada

128
pada kawasan rawan bencana.
12 seperti apa bentuk kegiatan kalau untuk kegiatan mitigasi bencana
mitigasi bencana yang sudah yang sudah dilakukan saya rasa belum
dilakukan sekolah pak? ya mba. Seperti membuat bangunan
tahan gempa misalnya kita belum
sampai tahap kesana mba. Hanya saja
kita memberikan sosialisasi kepada
siswa seperti yang saya sebutkan tadi itu
mba.

129
2. YN

No Pertanyaan Jawaban
1 Sebelumnya, sudah berapa lama saya mengajar disekolah ini sudah
bapak mengajar disekolah ini? sekitar 8 tahunan lah mba.

2 Sekolah inikan dekat dengan secara umum sih sudah mba, tetapi
merapi ya pak. sebelumnya sekolah kalau untuk kegiatan mitigasi bencana
ini sudah pernah melakukan yang dilakukan masih belum optimal
kegiatan mitigasi bencana belum mba.
pak?
3 bagaimana penerapan pelaksanaan penerapan pelaksanaan mitigasi
mitigasi bencana yang dilakukan bencana yang sudah dilakukan sekolah
pak? masih harus lebih dimaksimalkan mba
mengingat sekolah kita inikan begitu
dekat dengan merapi yang kapan saja
bisa menimbulkan terjadinya bencana
mba.
4 Bagaimana cara sekolah dalam cara sekolah menerapkan pendidikan
menerapkan pendidikan mitigasi mitigasi bencana ya dengan
bencana pak? mensosialisasikan apa itu pendidikan
mitigasi bencana khususnya kepada
siswa mba. Setelah disosialisasikan baru
dipraktekkan mba.
5 selain dari sekolah, ada tidak dari dari luar sekolah ada mba dari Badan
luar sekolah yang pernah Penanggulangan Bencana Daerah
melakukan sosialisasi atau tanggap Sleman (BPBD) Sleman mba.
bencana kepada para siswa pak?
7 siapa-siapa saja yang dilibatkan waktu simulasi tanggap bencana yang
dalam kegiatan simulasi tanggap dilakukan saat itu melibatkan seluruh
bencana itu pak? warga sekolah mba ya meskipun yang
lebih diutamakan untuk ikut kan para
siswa akan tetapi harus disertai dengan
pengawasan dari bapak/ibu guru juga
mba.
8 ada kendala tidak pak saat kendala yang dihadapi pada saat
melakukan kegiatan mitigasi melakukan simulasi tanggap bencana ya
bencana? apa itu? paling itu mba, siswa-siswa masih
banyak yang tidak serius ketika
dilakukan simulasi mba.

130
9 apakah ada kebijakan khusus dari kalau kebijakan khusus dari sekolah
sekolah tentang mitigasi bencana tidak ada mba, paling nanti kita dapat
mengingat sekolah ini begitu dekat informasi dari pihak BPBD Sleman
dengan merapi pak? kalau memang ada tanda-tanda akan
terjadi bencana misalnya letusan
gunung.
10 Bagaimana kesiapan sekolah dalam kesiapan sekolah dalam menangani
menangani mitigasi bencana? mitigasi bencana belum maksimal mba
dan masih perlu untuk dikembangkan.
11 seperti apa bentuk kegiatan mitigasi jadi gini mba nanti guru piket
bencana yang sudah dilakukan membunyikan sirine menandakan
sekolah pak? bahwa ada bencana iyakan terus waka
membunyikan pengeras suara
(megapon) yang tujuannya untuk
menyuruh siswa berkumpul dilapangan,
lalu siswa kita berikan arahan dan
menangkan siswa supaya tidak panik
setelah kita rasa siswa tenang mereka
kita suruh untuk menuju parkiran siswa
dan mengambil motornya masing-
masing lalu kita arahkan ke barak
pengungsian yang sudah kita sediakan
dibelakang gedung sekolah ini mba.

12 apakah pendidikan mitigasi kalau untuk secara tertulis sih belum


bencana sudah masuk dalam mba, cuma untuk materi pembelajaran
kurikulum pak? sudah ada dan sebisa mungkin di
integrasikan kedalam materi
pembelajaran geografi dan kegiatan
ekstrakurikuler pramuka mba.

131
3. SJ
No Pertanyaan Jawaban

1 sudah berapa lama ibu mengajar saya sudah mengajar selama 6 tahun
disekolah ini bu? mba.

2 sebagai guru bidang studi geografi, pendidikan mitigasi bencana itu cara
sudah pasti banyak tahu tentang atau upaya yang dapat kita lakukan
mitigasi bencana. Apa yang ibu dalam mengurangi risiko bencana mba.
pahami tentang mitigasi bencana? Langkah-langkah yang bisa ditempuh
seperti sebelum bencana, saat bencana
terjadi dan setelah bencana terjadi.
3 apakah sekolah ini sudah pernah kalau latihan tanggap bencana sih sudah
memberikan latihan tanggap mba walaupun dalam prakteknya masih
bencana kepada mengingat sekolah belum maksimal.
ini dekat rawan bencana yaitu
gunung merapi ya bu?
4 kalau memang sudah pernah untuk pelaksanaannya sih masih
bagaimana pelaksanaannya bu? sederhana saja mba, jadi guru piket
Apakah sudah maksimal atau membunyikan sirine pertanda bahwa
belum? ada bencana lalu setelahnya waka nanti
menyuruh siswa untuk berkumpul
dilapangan sebagai titik kumpul dan
menertibkan siswa supaya tetap tenang
dan tidak panik setelahnya kita suruh
siswa untuk menuju parkiran siswa lalu
mengambil motor masing-masing dan
keluar gerbang sekolah lalu menuju
barak pengungsian yang sudah kita
sediakan mba.
5 apakah ada dalam kurikulum kalau untuk kurikulum tidak ada ya
sekolah tentang mitigasi bencana? mba, tetapi untuk mata pelajaran
tertentu ada materi mitigasi bencana
mba.
6 ketika materi mitigasi bencana kalau untuk penyampaiannya seperti
berlangsung, bagaimana biasa mba saya berikan teori terlebih
penyampaiannya kepada siswa? dahulu lalu dilengkapi dengan media
Apakah hanya sekedar teori atau pembelajaran seperti video, gambar dan
ada praktiknya juga? sebagainya. Untuk prakteknya sih
belum mba, yang ada prakteknya dari

132
sekolah saja mba.
7 selama mengajarkan materi kendala yang saya hadapin ya itu mba
mitigasi bencana, apakah ada beberapa siswa masih kesulitan untuk
kendala yang ibu hadapin? Kalau memahami apa yang saya sampaikan
memang ada seperti apa kendalanya jadi saya harus terus mengulangnya
bu? sementara kalau dalam RPP kan materi
pembelajaran harus berjalan sesuai
dengan waktu yang sudah ditetapkan
mba.
8 apakah sekolah sendiri sudah kalau untuk penerapannya sih yang saya
menerapkan mitigasi bencana yang lihat sebagian ada yang sudah
selama ini diajarkan kepada siswa? menerapkan mba bagi yang memahami
tapi masih sebagian saja.
9 apakah ada program khusus dari kalau program khusus dari sekolah saya
sekolah untuk mensosialisasikan rasa tidak ada mba. Pelaksanaannya saja
tentang mitigasi bencana? sejauh saya disekolah ini dilakukan
hanya setahun sekali saja mba.

133
4. YM
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah berapa lama oh ini tahun ke 5 saya mengajar disekolah


ibu mengajar disekolah ini? ini mba.
2 sekolah ini sudah pernah sudah pernah mba. Walaupun dalam
melaksanakan kegiatan pelaksanaannya masih kurang maksimal
pendidikan mitigasi bencana ya paling tidak sudah pernahlah
tidak bu? dilaksanakan mba.
3 seperti apa penerapan yang saya lihat sih mba waktu itu guru
pelaksanaan pendidikan mitigasi piket membunyikan sirine lalu waka
bencana yang sudah dilakukan menyuruh siswa untuk berkumpul
sekolah bu? dilapangan melalui pengeras suara
setelahnya siswa diberikan arahan untuk
tetap tenang dan lalu disuruh untuk
menuju parkiran supaya mengambil
motor masing-masing setelah nya disuruh
menuju barak pengungsian yang sudah
disediakan sekolah begitu saja mba.
4 bagaimana tanggapan ibu saya rasa sangat bagus ya mba,
tentang pendidikan mitigasi kehidupan kita yang beragam ini tentu
bencana yang diterapkan tidak lepas dari adanya konflik. Contoh
berbasis multikultural? sederhananya saja ketika kita mau
menolong orang yang sedang
membutuhkan pertolongan saja kita mikir
mau memberikan pertolongan atau tidak
mba. Jadi saya rasa untuk pendidikan
mitigasi bencana berbasis nilai-nilai
multikultural ini sangat baik untuk
diterapkan khususnya kepada siswa agar
terlatih sejak dini kepedulian siswa
terhadap lingkungan sekitarnya mba.
5 apakah ibu setuju dengan hal tentu saya setuju mba, biar
tersebut? bagaimanapunkan kita hidup di negara
yang beragam jadi sudah sepantasnya
untuk kita menghapuskan diskriminasi
yang terjadi.
6 bagaimana cara menerapkan nya cara penerapannya kepada siswa saya
kepada siswa? rasa dengan mengintegrasikan pada
materi-materi pembelajaran ya mba.

134
Selain itu juga bisa kita tunjukkan
melalui sikap dan perbuatan kita kepada
sesama mba.
7 apakah ada program khusus dari kalau untuk program khusus dari sekolah
sekolah untuk mensosialisasikan belum ada mba. Untuk pelaksanaannya
tentang mitigasi bencana? kita lakukan dari sekolah dan dari dinas
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) mba.
8 apakah sekolah ini sudah pernah kalau latihan tanggap bencana kita sudah
memberikan latihan tanggap pernah melakukannya mba, dari dinas
bencana kepada mengingat BPBD Sleman juga ada mba selain yang
sekolah ini dekat rawan bencana dari sekolah itu.
yaitu gunung merapi ya bu?
9 apakah ada dalam kurikulum kalau untuk kurikulum tidak ada ya mba,
sekolah tentang mitigasi tetapi untuk mata pelajaran tertentu ada
bencana? materi mitigasi bencana mba.

135
5. FZ
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah sudah pernah dengar sih mba. Mitigasi


dengar kata mitigasi bencana bencana itu menurut saya adalah
tidak? Apa yang kamu ketahui upaya untuk mencegah terjadinya
tentang mitigasi bencana? bencana.
2 selama kamu sekolah disini, sudah pernah sih mba. Seperti apa ya,
sudah pernah tidak sekolah oh pas kemarin itu kita disuruh
melaksanakan kegiatan mitigasi kumpul di lapangan mba, terus habis
bencana? seperti apa itu ditenangkan dulu dilapangan dan
pelaksanaannya? setelahnya kita disuruh keluar menuju
parkiran yang disebelah barat buat
ngambil motor masing-masing, lalu
setelahnya kita menuju barak
pengungsian yang sudah disediakan
sekolah di belakang gedung ini mba,
gitu aja sih mba.

3 sebelum melaksanakan kegiatan kalau sosialisasinya ada sih mba, tapi


mitigasi bencana, ada tidak ya menurut saya masih kuranglah.
sosialisasi yang disampaikan Maksud saya itu untuk pemahaman
kepada kalian? Siapa yang yang saya dapat dari sosialisasinya
mengadakan sosialisasinya itu? masih tidak sepenuhnya saya pahami
mba. Soalnya kan sosialisasinya cuma
sebentar aja habis itu kita langsung
dikumpulkan dilapangan seperti yang
tadi saya sampaikan mba. Dan itu
pihak sekolah yang menyampaikan
mba.
4 ada tidak sosialisasi dari luar oh, ada mba kemarin itu dari BPBD
yang kalian dapatkan? selain (Badan Penanggulangan Bencana
dari sekolah misalnya. Daerah) Sleman.
5 seperti apa sosialisasi yang jadi wakti itu bapak-bapak dan ibu-ibu
dilakukan mereka? dari dinas itu ya mba datang
kesekolah. Terus kita dikumpulkan
dilapangan dan diberikan penjelasan
tentang apa itu mitigasi bencana mba.
6 ada tidak perbedaan yang kamu ada mba. Menurut saya itu sosilisasi
dapatkan antara sosialisasi yang yang disampaikan oleh BPBD Sleman

136
disampaikan sekolah dengan itu lebih efektif dibandingkan dengan
yang disampaikan oleh BPBD yang diadakan sekolah. Pihak BPBD
Sleman? sendiri menyampaikan langsung
dengan praktek mba. Sedangkan yang
dilakukan sekolah kan hanya sekedar
saja menurutku mba.

7 apakah ada kendala yang kamu kendalanya ya itu mba, pas yang
alami ketika kegiatan mitigasi dilakukan oleh pihak sekolah itu
bencana dilaksanakan? kurang tertib menurutku mba jadi pas
kita keluar yang ada malah dorong-
dorongan dengan yang lain itu sih
menurutku mba.

8 pernah tidak kamu mendengar mendengarnya pernah mba, tapi kalau


kata multikultural? Apa yang untuk memahami secara lebih jelas
kamu pahami dari kata apa multikultural saya masih tidak
multikultural? begitu tahu mba. Tetapi yang saya
tahu multikultural itu keberagaman
budaya, agama, suku itu saja yang
saya tahu mba.
9 menurut kamu, disekolah ini sudah mba, siswa-siswinya beragam
sendiri sudah menerapkan semua, baik itu dari segi agama, suku,
multikultural tidak? dan budaya.
10 kalau dikaitkan dengan mitigasi yang pertama saya tolong itu ya orang
bencana, ketika bencana terjadi yang membutuhkan pertolongan mba.
bagaimana tanggapan kamu?
Siapa yang pertama sekali kamu
tolong?
11 bagaimana sikap kamu ketika kalau saya pribadi sih mba tidak
menolong orang lain? Apakah mengutamakan orang-orang terdekat
mengutamakan orang-orang dalam artian kalau mau menolong
terdekat kamu? Atau lebih orang ya langsung ditolong saja tanpa
memilih untuk tidak menolong? harus membeda-bedakannya.

137
6. MD
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah sudah pernah dengar sih mba. Mitigasi


dengar kata mitigasi bencana bencana itu menurut saya adalah
tidak? Apa yang kamu ketahui tindakan yang kita lakukan untuk
tentang mitigasi bencana? menghadapi terjadinya bencana.
2 selama kamu sekolah disini, sudah pernah mba dan untuk
sudah pernah tidak sekolah pelaksanannya apa ya mba? Lupa aku.
melaksanakan kegiatan mitigasi Oh iya kita disuruh kumpul dilapangan
bencana? seperti apa mba terus ngambil motor ke parkiran,
pelaksanaannya? keluar menuju gerbang dan tujuan
terakhir ke barak pengungsian sekolah.
Udah gitu tok mba.
3 sebelum melaksanakan kegiatan kalau sosialisasinya ada sih mba, tapi
mitigasi bencana, ada tidak ya menurutku masih kuranglah. Ya
sosialisasi yang disampaikan kalau perlu diadakan sesering
kepada kalian? Siapa yang mungkin mba.
mengadakan sosialisasinya itu?
4 ada tidak sosialisasi dari luar oh, ada mba kemarin itu dari BPBD
yang kalian dapatkan? selain (Badan Penanggulangan Bencana
dari sekolah misalnya. Daerah) Sleman.
5 seperti apa sosialisasi yang jadi waktu itu dari dinas datang mba
dilakukan mereka? terus kita dikumpulkan dilapangan
diberikan pengarahan tentang maksud
dan tujuan dari mitigasi bencana mba.
6 ada tidak perbedaan yang kamu ada mba. Dari segi latihan tanggap
dapatkan antara sosialisasi yang bencananya mba. Menurutku yang dari
disampaikan sekolah dengan sekolah terlalu simpel kalo
yang disampaikan oleh BPBD dibandingkan sama yang diberikan
Sleman? BPBD Sleman mba.
7 apakah ada kendala yang kamu kendalanya ya itu mba waktu udah
alami ketika kegiatan mitigasi keluar gerbang kan aturannya kita
bencana dilaksanakan? menuju ke selatan ya mba tapi pas
kemarin simulasi itu saya malah
bingung apalagi waktu itu terjadi aksi
desak-desakan digerbang gitu mba.
8 pernah tidak kamu mendengar mendengarnya pernah mba, tapi kalau
kata multikultural? Apa yang untuk memahami secara lebih jelas
kamu pahami dari kata apa multikultural saya masih tidak

138
multikultural? begitu tahu mba. Tetapi yang saya
tahu multikultural itu banyak lebih
dari satu mba.
9 menurut kamu, disekolah ini sudah mba, siswa-siswinya beragam
sendiri sudah menerapkan semua, baik itu dari segi agama, suku,
multikultural tidak? dan budaya.
10 kalau dikaitkan dengan mitigasi yang pertama saya tolong itu ya orang
bencana, ketika bencana terjadi yang membutuhkan mba seperti
bagaimana tanggapan kamu? teman-teman yang mengalami
Siapa yang pertama sekali kamu gangguan fisik mungkin kan perlu
tolong? banget itu mba kita tolong duluan.
11 bagaimana sikap kamu ketika kalau saya secara pribadi sih mikirnya
menolong orang lain? Apakah mba ya siapapun yang membutuhkan
mengutamakan orang-orang pertolongan ya wajib kita tolong mba,
terdekat kamu? Atau lebih masa mau menolong aja mesti pakai
memilih untuk tidak menolong? drama dulu mba. hehe

139
7. GL
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah dengar cara yang dilakukan untuk mengurangi


kata mitigasi bencana tidak? Apa dampak bencana mba.
yang kamu ketahui tentang
mitigasi bencana?
2 selama kamu sekolah disini, sudah sudah pernah mba dan sekolah yang
pernah tidak sekolah mengadakan. Jadi kita disuruh kumpul
melaksanakan kegiatan mitigasi dilapangan terus diarahin menuju
bencana? seperti apa parkiran siswa buat ngambil motor mba
pelaksanaannya? habis itu langsung menuju barak
pengungsian yang sudah dilakukan
sekolah.
3 sebelum melaksanakan kegiatan sosialisasi yang dilakukan sekolah
mitigasi bencana, ada tidak hanya sebentar aja mba, jadi sebelum
sosialisasi yang disampaikan melakukan latihan tanggap bencana itu
kepada kalian? Siapa yang kita diberi tahu apa itu mitigasi bencana
mengadakan sosialisasinya itu? baru langsung prakteknya mba.
4 ada tidak sosialisasi dari luar yang dari luar ya yang dari BPBD Sleman aja
kalian dapatkan? selain dari mba.
sekolah misalnya.
5 seperti apa sosialisasi yang sosialisasinya itu kemarin sekalian
dilakukan mereka? langsung sama prakteknya mba. Jadi
pertama sekali kita diberikan arahan apa
itu mitigasi bencana lalu setelahnya
langsung mempraktekkan apa saja yang
dijelaskan sebelumnya mba.
6 ada tidak perbedaan yang kamu perbedaannnya lebih kepada cara
dapatkan antara sosialisasi yang penyampaian dan prakteknya kalo
disampaikan sekolah dengan yang menurut saya mba.
disampaikan oleh BPBD Sleman?
7 apakah ada kendala yang kamu tidak ada kendala mba.
alami ketika kegiatan mitigasi
bencana dilaksanakan?
8 pernah tidak kamu mendengar mendengarnya pernah cuma untuk
kata multikultural? Apa yang pengertiannya masih kurang mengerti
kamu pahami dari kata mba. Yang ku tahu ya multikultural itu
multikultural? banyak budaya mba.

140
9 menurut kamu, disekolah ini sudah mba, budaya yang ada disekolah
sendiri sudah menerapkan kan berbeda-beda mba.
multikultural tidak?
10 kalau dikaitkan dengan mitigasi yang pertama ditolong itu
bencana, ketika bencana terjadi menyelematkan diri sendiri dulu mba
bagaimana tanggapan kamu? baru setelahnya menolong orang lain
Siapa yang pertama sekali kamu mungkin.
tolong?
11 bagaimana sikap kamu ketika tergantung mba, kalau misalnya diberi
menolong orang lain? Apakah pilihan seperti ini dan orang terdekat
mengutamakan orang-orang saya ada disitu kemungkinan saya
terdekat kamu? Atau lebih memilih orang terdekat saya dulu mba.
memilih untuk tidak menolong?

141
8. FB
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah tindakan yang dilakukan untuk


dengar kata mitigasi bencana mengurangi dampak dari bencana
tidak? Apa yang kamu ketahui mba.
tentang mitigasi bencana?
2 selama kamu sekolah disini, sudah pernah dan ikut serta juga mba.
sudah pernah tidak sekolah Untuk pelaksanaannya seperti itu mba
melaksanakan kegiatan mitigasi kita disuruh kumpul di lapangan terus
bencana? seperti apa dikasi arahan sama bapak wakil kepala
pelaksanaannya? sekolah terus disuruh ngambil motor
di parkiran siswa setelahnya disuruh
ke barak pengungsian gitu mba.
3 sebelum melaksanakan kegiatan kalau untuk sosialisasinya sih ya itu
mitigasi bencana, ada tidak mba yang pas sebelum dimulai latihan
sosialisasi yang disampaikan tanggap bencana nya itu aja mba
kepada kalian? Siapa yang selain dari materi pembelajaran yang
mengadakan sosialisasinya itu? kita dapatkan di kelas mba.
4 ada tidak sosialisasi dari luar ada mba waktu itu dari BPBD Sleman
yang kalian dapatkan? selain mba.
dari sekolah misalnya.
5 seperti apa sosialisasi yang sosialisasinya ya kita diberikan
dilakukan mereka? pemahaman apa itu mitigasi bencana
beserta dengan simbol-simbol sebagai
petunjuk mba terus tidak lama
setelahnya kita mengadakan latihan
tanggap bencana saat itu pas
ekstrakurikuler pramuka mba jadi kita
disuruh membuat sendiri tandunya,
terus mendirikan tenda pengungsian
dan menolong orang-orang yang jadi
korban dari bencana.
6 ada tidak perbedaan yang kamu tentu ada mba, untuk yang dari
dapatkan antara sosialisasi yang sekolah hanya sekedar saja tapi kalau
disampaikan sekolah dengan dari BPBD Sleman latihannya lebih
yang disampaikan oleh BPBD baik dan prakteknya juga mudah
Sleman? dimengerti mba.
7 apakah ada kendala yang kamu untuk kendala sih mungkin karena pas
alami ketika kegiatan mitigasi keluar dari gerbang sekolah itu loh

142
bencana dilaksanakan? mba jadi ada aksi kayak dorong-
dorongan gitu aja mba.
8 pernah tidak kamu mendengar multikultural itu banyak budaya gak
kata multikultural? Apa yang sih mba.
kamu pahami dari kata
multikultural?
9 menurut kamu, disekolah ini sudah mba, kalau dilihat dari latar
sendiri sudah menerapkan belakang siswa-siswa yang beragam
multikultural tidak? sih sudah menurutku mba.
10 kalau dikaitkan dengan mitigasi yang pertama ditolong sih temen lah
bencana, ketika bencana terjadi mba, kan ini lokasinya disekolah ya,
bagaimana tanggapan kamu? menurutku temen-temenlah yang
Siapa yang pertama sekali kamu ditolong temen dekat maksudnya mba.
tolong?
11 bagaimana sikap kamu ketika kalau aku tergantung sih mba, kalau
menolong orang lain? Apakah orang yang ku kenal ya tak tolong
mengutamakan orang-orang mba, tapi kalo gak kenal kayaknya
terdekat kamu? Atau lebih mikir-mikir dulu deh mba.
memilih untuk tidak menolong?

143
9. CT
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah sudah pernah mba, dan sepemahamanku


dengar kata mitigasi bencana mitigasi bencana itu adalah tindakan yang
tidak? Apa yang kamu ketahui kita lakukan untuk mengurangi dampak
tentang mitigasi bencana? bencana mba.
2 selama kamu sekolah disini, sudah pernah mba waktu itu ya cuma
sudah pernah tidak sekolah simpel banget mba. Waktu itu kita
melaksanakan kegiatan mitigasi dikumpulkan dilapangan, trus dikasih
bencana? seperti apa arahan sedikit lalu menuju parkiran siswa
pelaksanaannya? buat ambil motor dan tujuan akhir barak
pengungsian yang sudah disediakan
sekolah mba gitu aja.
3 sebelum melaksanakan kegiatan sosialisasi yang disampaikan hanya
mitigasi bencana, ada tidak sekilas aja mba. Dan yang ngadain
sosialisasi yang disampaikan sekolah mba.
kepada kalian? Siapa yang
mengadakan sosialisasinya itu?
4 ada tidak sosialisasi dari luar ada mba, dari BPBD Sleman e pernah
yang kalian dapatkan? selain mereka mba.
dari sekolah misalnya.
5 seperti apa sosialisasi yang jadi kita diberikan pengarahan terlebih
dilakukan mereka? dahulu mba, setelahnya keluar ruangan
kelas lalu berlari ke lapangan. Oh iya
sebelumnya itukan pelaksanaannya pas
waktu pramuka juga ya mba jadi kita
disuruh buat tandu, mendirikan tenda
pengungsian juga mba. Lalu sebagian
siswa berperan sebagai tenaga medis
untuk mengobati korban-korban dari
bencana itu mba.
6 ada tidak perbedaan yang kamu perbedaannya jelas ada mba, aku lebih
dapatkan antara sosialisasi yang mudah mengeti sama yang disampaikan
disampaikan sekolah dengan oleh BPBD Sleman ketimbang yang
yang disampaikan oleh BPBD disampaikan oleh sekolah.
Sleman?
7 apakah ada kendala yang kamu kendalanya ya itu mba, kebanyakan dari
alami ketika kegiatan mitigasi kita pas waktu keluar dari gerbang

144
bencana dilaksanakan? sekolah itu pada dorong-dorongan mba,
jadi sedikit sulit untuk keluar dengan
tenang mba.
8 pernah tidak kamu mendengar multikultural ya mba, multi itukan
kata multikultural? Apa yang banyak ya mba dan kultural itu budaya,
kamu pahami dari kata berarti multikultural itu banyak budaya
multikultural? iya ga sih mbaa.
9 menurut kamu, disekolah ini kalau diterapkan apa belumnya
sendiri sudah menerapkan sepemahaman saya sih sudah mba,
multikultural tidak? soalnya kita siswa-siwa inikan datang
dari latar belakang yang berbeda-beda
mba.
10 kalau dikaitkan dengan mitigasi menurut ku itu mba kalau terjadi bencana
bencana, ketika bencana terjadi yang pertama sekali saya tolong itu
bagaimana tanggapan kamu? perempuan mba. Kenapa tak bilang
Siapa yang pertama sekali kamu begitu karena menurutku perempuan
tolong? itukan lemah ya mba dibandingkan kita
yang laki-laki jadi saya memilih
perempuan deh mba.
11 bagaimana sikap kamu ketika tergantung juga sih mba, kalau ada yang
menolong orang lain? Apakah memang bener-bener membutuhkan
mengutamakan orang-orang pertolongan kenapa tidak gitu? Jadi
terdekat kamu? Atau lebih siapapun berhak kok mendapatkan
memilih untuk tidak menolong? pertolongan mba.

145
10. RS
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah dengar sudah pernah dengar mba dan


kata mitigasi bencana tidak? Apa pemahaman saya tentang mitigasi
yang kamu ketahui tentang bencana ya itu cara yang dilakukan
mitigasi bencana? untuk mengurangi dampak negatif dari
bencana itu sendiri mba.
2 selama kamu sekolah disini, sudah sudah pernah mba, dan dilakukan
pernah tidak sekolah sama sekolah dengan pelaksanaannya
melaksanakan kegiatan mitigasi guru piket membunyikan sirine
bencana? seperti apa sebagai pertanda ada bencana mba,
pelaksanaannya? lalu waka menyuruh kami melalui
pengeras suara untuk berkumpul
dilapangan sebagai titik kumpul
setelah semuanya terkumpul kita
diberikan pengarahan lalu disuruh
mengambil motor diparkiran siswa
setelahnya dengan menaiki motor kita
langsung menuju titik akhir yaitu
barak pengungsian yang sudah
disediakan sekolah mba.
3 sebelum melaksanakan kegiatan sosialisasinya tidak ada mba, kecuali
mitigasi bencana, ada tidak yang kita dapatkan dari materi
sosialisasi yang disampaikan pembelajaran. Sebelum dilaksanaan
kepada kalian? Siapa yang kegiatan mitigasi bencana sih ada
mengadakan sosialisasinya itu? diberikan pengarahan mba tapi ya gitu
mba hanya sekilas saja mba.
4 ada tidak sosialisasi dari luar yang untuk sosialisasi dari luar sekolah
kalian dapatkan? selain dari yang ada dari dinas Badan
sekolah misalnya. Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Sleman mba.
5 seperti apa sosialisasi yang sosialisasi yang diberikan sama dnas
dilakukan mereka? BPBD Sleman kita diberikan petunjuk
atau simbol seperti jalur evakuasi mba.
Langkah apa yang kita lakukan ketika
bencana terjadi terus para siswa laki-
laki disuruh membuat tandu mba
dengan tujuan untuk mempermudah
evakuasi korban bencana mba, lalu

146
sebagian siswa dibagi untuk membuat
tenda pengungsian mba, juga ada yang
berperan sebagai tenaga medis dan
sebagian menjadi korban bencana
seperti itu mba.
6 ada tidak perbedaan yang kamu jelas ada mba, aku lebih paham dan
dapatkan antara sosialisasi yang mengerti yang disampaikan oleh
disampaikan sekolah dengan yang BPBD Sleman ketimbang yang dari
disampaikan oleh BPBD Sleman? sekolah mba.

7 apakah ada kendala yang kamu kendalanya sih tidak ada mba, waktu
alami ketika kegiatan mitigasi pelaksanannya kemarin itu pas
bencana dilaksanakan? kegiatan ekstrakurikuler juga mba jadi
seru menurutku mba.
8 pernah tidak kamu mendengar multikultural itu keberagaman seperti
kata multikultural? Apa yang ragam agama, suku, budaya, jenis
kamu pahami dari kata kelamin, asal-usul gitu mba.
multikultural?
9 menurut kamu, disekolah ini sudah mba, kan siswa beserta guru-
sendiri sudah menerapkan guru disini juga beragam latar
multikultural tidak? belakangnya mba.
10 kalau dikaitkan dengan mitigasi yang pertama ditolong itu orang yang
bencana, ketika bencana terjadi benar-benar membutuhkan
bagaimana tanggapan kamu? pertolongan lah mba.
Siapa yang pertama sekali kamu
tolong?
11 bagaimana sikap kamu ketika tidak mengutamakan orang-orang
menolong orang lain? Apakah terdekat atau dengan kata lain
mengutamakan orang-orang siapapun yang membutuhkan
terdekat kamu? Atau lebih pertolongan ya wajib ditolong mba,
memilih untuk tidak menolong? masa mau menolong orang lain mesti
dipilih-pilih dulu mba, ya kalau mau
nolong mah nolong aja mba gak usah
dipilih-pilih.

147
11. IL
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah mitigasi bencana sesuai sama yang


dengar kata mitigasi bencana kupahami itu tindakan yang dilakukan
tidak? Apa yang kamu ketahui saat terjadi bencana mba.
tentang mitigasi bencana?
2 selama kamu sekolah disini, sudah pernah mba. Untuk
sudah pernah tidak sekolah pelaksanaanya ya kita disuruh ngumpul
melaksanakan kegiatan mitigasi dilapangan mba, terus dikasih
bencana? seperti apa pengarahan sedikit lalu disuruh
pelaksanaannya? mengambil motor bagi siswa yang
menaiki kendaraan ke sekolah lalu
setelahnya menuju barak pengungsian
mba.
3 sebelum melaksanakan kegiatan sosialisasinya ya hanya itu saja mba
mitigasi bencana, ada tidak sesaat sebelum dilaksanakan latihan
sosialisasi yang disampaikan tanggap bencana itu saja jadi untuk
kepada kalian? Siapa yang pemahaman tentang mitigasi bencana
mengadakan sosialisasinya itu? sih menurutku buat kami masih kurang
mba.
4 ada tidak sosialisasi dari luar untuk sosialisasi dari luar sekolah yang
yang kalian dapatkan? selain ada dari dinas Badan Penanggulangan
dari sekolah misalnya. Bencana Daerah (BPBD) Sleman mba.
5 seperti apa sosialisasi yang untuk sosialisasinya kita diberikan
dilakukan mereka? pengarahan dan setelahnya melakukan
prakteknya mba dimana kita siswa
dibagi beberapa bagian yaitu membuat
tandu, mendirikan tenda pengungsian,
sebagai tenaga medis, korban bencana
dan sebagai peserta mba.
6 ada tidak perbedaan yang kamu tentunya ada mba, yang dari dinas
dapatkan antara sosialisasi yang BPBD Sleman lebih jelas ketimbang
disampaikan sekolah dengan yang diadain sama sekolah.
yang disampaikan oleh BPBD
Sleman?
7 apakah ada kendala yang kamu untuk kendala sih sejauh
alami ketika kegiatan mitigasi keikutsertaanku dalam latihannya masih
bencana dilaksanakan? banyak siswa-siswa yang kurang serius
mba jadi kesannya kayak tidak

148
sungguhan gitu loh mba.
8 pernah tidak kamu mendengar multikultural itu keberagaman seperti
kata multikultural? Apa yang ragam agama, suku, budaya, jenis
kamu pahami dari kata kelamin, asal-usul gitu mba.
multikultural?
9 menurut kamu, disekolah ini kalau dilihat dari latarbelakang siswa-
sendiri sudah menerapkan siswa yang berbeda sih sudah
multikultural tidak? menurutku mba.
10 kalau dikaitkan dengan mitigasi yang pertama ditolong itu mba yang
bencana, ketika bencana terjadi perempuan-perempuan ini, soalnya kan
bagaimana tanggapan kamu? fisik perempuan lebih lemah dari pada
Siapa yang pertama sekali kamu yang laki-laki jadi menurutku itu
tolong? perempuan itu pantas untuk ditolong
pertama kali.
11 bagaimana sikap kamu ketika yang perlu dilakukan ketika menolong
menolong orang lain? Apakah orang lain adalah orang yang memang
mengutamakan orang-orang benar-benar membutuhkan pertolongan
terdekat kamu? Atau lebih kita mba. Tidak perlu untuk
memilih untuk tidak menolong? membedakannya sekalipun itu berbeda
dengan kita.

149
12. DL
No Pertanyaan Jawaban

1 sebelumnya sudah pernah mitigasi bencana itu cara yang


dengar kata mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak
tidak? Apa yang kamu ketahui yang disebabkan oleh bencana mba.
tentang mitigasi bencana?
2 selama kamu sekolah disini, sudah mba, pelaksanaannya itu kita
sudah pernah tidak sekolah disuruh untuk berkumpul di lapangan
melaksanakan kegiatan setelahnya diberikan pengarahan lalu
mitigasi bencana? seperti apa menuju keparkiran untuk mengambil
pelaksanaannya? motor dan untuk langkah terakhirnya
kita menuju barak pengungsian yang
sudah disediakan sekolah mba.
3 sebelum melaksanakan sosialisasi diberikan oleh sekolah mba
kegiatan mitigasi bencana, ada ya itu sebelum latihan mitigasinya
tidak sosialisasi yang dilaksanakan mba.
disampaikan kepada kalian?
Siapa yang mengadakan
sosialisasinya itu?
4 ada tidak sosialisasi dari luar untuk sosialisasi dari luar sekolah
yang kalian dapatkan? selain yang ada dari dinas Badan
dari sekolah misalnya. Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Sleman mba.
5 seperti apa sosialisasi yang sosialisasi yang dilakukan itu pertama
dilakukan mereka? kita diberikan penjelasan mengenai
maksud dan tujuan dilakukannya
mitigasi bencana mba lalu setelahnya
diberikan juga petunjuk atau simbol
dalam mitigasi bencana. oh ya pas
pelaksanaannya itukan berbarengan
dengan kegiatan ekstrakurikuler
pramuka ya mba jadi kita sekalian
dilatih untuk membuat tandu,
mendirikan tenda mba. Jadi waktu itu
beberapa siswa sudah terlebih dahulu
diberikan kayak obat merah pada
pelipis siswa dimana nantinya mereka
itu sebagai korban dari bencana mba
lalu tandu digunakan untuk

150
mengangkat korbannya itu lalu ada
sebagian siswa berperan sebagai
tenaga medis mengobati yang luka tadi
mba.
6 ada tidak perbedaan yang kamu tentunya ada ya mba, lebih seru pas
dapatkan antara sosialisasi yang dilaksanakan bersama BPBD
yang disampaikan sekolah Sleman dibandingkan dengan sekolah
dengan yang disampaikan oleh mba.
BPBD Sleman?
7 apakah ada kendala yang kamu untuk kendala mungkin waktu
alami ketika kegiatan mitigasi pelaksanaannya kurang lama ya mba
bencana dilaksanakan? jadi sedikit mempengaruhi
pemahaman kami lah mba.
8 pernah tidak kamu mendengar multikultural itu perbedaan-
kata multikultural? Apa yang perbedaaan yang terletak pada diri
kamu pahami dari kata yang satu dengan yang lain mba
multikultural? seperti agama, budaya, jenis kelamin,
suku.
9 menurut kamu, disekolah ini sudah mba sudah diterapkan
sendiri sudah menerapkan mengingat kita punya latar belakang
multikultural tidak? yang berbeda mba.
10 kalau dikaitkan dengan yang pertama ditolong itu orang yang
mitigasi bencana, ketika benar-benar membutuhkan
bencana terjadi bagaimana pertolongan lah mba.
tanggapan kamu? Siapa yang
pertama sekali kamu tolong?
11 bagaimana sikap kamu ketika kalau untuk menolong orang itu
menolong orang lain? Apakah menurutku gak usah dibeda-bedakan
mengutamakan orang-orang mba, kalau memang berniat untuk
terdekat kamu? Atau lebih menolong ya sebaiknya langsung
memilih untuk tidak ditolong saja tidak perlu ada embel-
menolong? embel aduh gak kenal, bukan temanku
atau apalah mba.

151
DOKUMENTASI

Dokumentasi Keterangan
Lokasi
sekolah yang
berada di
jalan

Struktur
organisasi
sekolah SMA
Negeri 1
Cangkringan.

152
Bangunan
gedung SMA
Negeri 1
Cangkringan.

Suasana
lapangan
sekolah SMA
Negeri 1
Cangkringan.

153
Titik kumpul
yang
digunakan
oleh peserta
didik ketika
dilakukan
mitigasi
bencana.

Jalur
evakuasi
sebagai
bentuk dari
mitigasi
struktural di
SMA Negeri
1
Cangkringan.

154
Peserta didik
dilatih
mendirikan
tenda
pengungsian
bersama
BPBD
Sleman.

Peserta didik
dilatih
mendirikan
tenda
pengungsian
bersama
BPBD
Sleman.

155
Rekayasa
korban
bencana yang
dilakukan
pada saat
mitgasi
bencana.

Rekayasa
korban
bencana yang
dilakukan
pada saat
mitgasi
bencana.

156
Suasana
pembelajaran
di ruang
kelas.

Kondisi
suasana
ketika
peserta didik
mengikuti
pembelajaran
mitigasi
bencana.

157

Anda mungkin juga menyukai