Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN KOMUNIKASI SBAR PADA SAAT HANDOVER DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM

MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RS. CIPUTRA HOSPITAL

BAB 1

1. PENDAHULUAN

Kebutuhan masyarakat akan pelayanan rumah sakit menyebabkan masyarakat semakin


selektif untuk memilih rumah sakit yang mampu menyediakan kualitas pelayanan yang
terbaik. Begitu pula tuntutan pelayanan kesehatan terus meningkat baik dalam aspek mutu
maupun keterjangkauan serta cakupan pelayanan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal serta dapat meningkatkan mutu pelayanan sesuai
dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Mutu Pelayanan kesehatan
menurut Institite of medicine (IOM) merupakan suatu langkah menuju peningkatan
pelayanan kesehatan yang baik untuk individu maupun populasi sesuai keluaran kesehatan
yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan professional terkini. (Devita, 2017)

Peningkatan Kualitas Pelayanan keperawatan perlu dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan sehingga pelayanan rumah sakit akan meningkat juga seiring dengan
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan (Kumajas, Warouw, & Bawotong, 2009).
Profesionalisme pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat ditingkatkan melalui
pengoptimalan peran dan fungsi perawat khususnya pelayanan keperawatan mandiri (K &
Mayasari, 2011). Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang efektif antar
perawat maupun dengan tim kesehatan yang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang harus
ditingkatkan efektivitasnya adalah saat pergantian shift pada timbang terima (handover)
pasien (Koesmiati, Sutriningsih, & Rosdiana, 2017

Menurut Yani (2009), Perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di rumah sakit
karena selain jumlahnya yang dominan (55-65 %) juga merupakan profesi yang memberikan
pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien setiap hari. Salah satu
bentuk pelayanan perawat yang menentukan kualitas rumah sakit yaitu dengan
menggunakan komunikasi yang efektif. Dalam penelitian Ovari 2017 bahwa komunikasi yang
efektif yang digunakan adalah komunikasi SBAR. Menurut yani (2017

Menurut Ovari (2019), kurang lebih 53,4 % perawat tidak melaksanakan metode komunikasi
SBAR saat timbang terima tugas keperawatan dan penelitian dari Rezkiki (2017), didapatkan
bahwa 66,7 % tidak menerapkan
SBAR sesuai SOAP. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sudresti (2015)
dalam Rizki (2017), mendapatkan pelaksanaan komunikasi
SBAR masih kurang, antara lain perawat dalam menyebutkan Situation hanya 39,53 %,
dalam menyebutkan Background hanya 10,47 %, dalam menyebutkan assessment hanya
22,09 % dan menyebutkan recommendation hanya 27,91 %.
Selain itu, dalam penelitiannya di RSUD Kota Mataram didapatkan hasil bahwa komunikasi
SBAR belum sepenuhnya efektif yaitu pada perawat dalam menyebutkan Situationdalam
kategori cukup baik 40,0 %, komponen Background 50,0 %, dalam menyebutkan assessment
dalam kategori kurang baik 60,0 % dan menyebutkan recommendation 40,5% dalam
kategori baik. Supinganto (2019)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti pada bulan Agustus 2017 di RSUD Banjarmasin
yang menggunakan metode observasi dan wawancara didapatkan bahwa metode handover
yang saat ini dilakukan di RSUD Banjarmasin sudah 40% menggunakan komunikasi SBAR,
namun
penerapannya belum maksimal karena masih ada unit perawatan lainnya yang belum
melaksanakan handovermenggunakan metode komunikasi SBAR.

Kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap (attitude) yangdimiliki oleh
perawat. Bersadarkan Hasil penelitian kepuasan kerja oleh Isna Ovari (2017) di RSUD Solo di
rawat inap adalah 57 orang perawat pelaksana yang melaksanakan metode komunikasi
SBAR dengan baik, mendapatkan kepuasaan dalam bekerja sebanyak 43 responden (85,2%)
dan 11 responden (14,8 %) menyatakan kurang puas.

Pemberian asuhan keperawatan yang aman kepada pasien dapat mencegah terjadinya
Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD). Dari data Institute of Medicine Amerika, bahwa di
Utah dan Colorado ditemukan 14 kejadian tidak diharapkan sebesar 2,9% dan 6,6% di
antaranya meninggal dunia, padahal 53% dari jumlah KTD dalam kasus tersebut dapat
dicegah (Preventable adverse events) (Budiharjo, 2008). Data kejadian KTD (Kejadian tidak
diharapkan )tertinggi terjadi pada pasien dirawat inap, sebagaimana dilaporkan Institute of
Medicine (IOM) bahwa angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh
Amerika berjumlah 33,6 juta per tahun. Salah satu KTD adalah pelaksanaan serah terima
pasien di ruangan yang kurang optimal (Cohendan Hilligoss, 2009). Pada kondisi tersebut
akan berefek dalam pemberian asuhan keperawatan yang tidak memuaskan kepada pasien
dan terjadi komplen .Data Indonesia menurut Utarini (2011) menyatakan bahwa dari 15
rumah sakit dengan 4.500 rekam medis menunjukkan angka kejadian tidak diharapkan yaitu
8,0-98,2 untuk diagnostic error dan 4,1-91,6% untuk medication error. Laporan insiden
keselamatan pasien di Indonesia diketahui Kejadian tidak Diharapkan (KTD) 46%. Kesalahan
dalam proses pelayanan disebabkan oleh berbagai hal, yaitu proses pelayanan disebabkan
oleh petugas (85%) dan peralatan (15%). Hal ini menggambarkan bahwa petugas memiliki
peran penting dalam pelayanan kepada pasien. Tingginya angka Kejadian tidak diharapkan
(KTD) tersebut, salah satu penyebabnya adalah kesalahan komunikasi baik secara verbal
atau tertulis antar multidisiplin dan antar shift, selain itu juga diakibatkan karena masalah
sumber daya manusia diantaranya adalah tidak mengikuti kebijakan yang telah disepakati
berupa standard operating procedure (SOP), pengetahun yang tidak adekuat, identifikasi
pasien yang kurang tepat, pengkajian pasien yang tidak lengkap, sumber daya manusia yang
tidak memadai serta fungsi keperawatan yang tidak adekuat (Wallis, 2010)

Di rumah sakit saat melakukan observasi handover sif pagi dan siang perawat tidak
melakukan komunikasi di SBAR yaitu pada rekomendasi dimana perawat saat komunikasi
SBAR Perawat saat handover pasien tidak lengkap dan tindak lanjut tidak terdokumentasi
dalam catatan handover. Salah satu yang menjadi aspek penting dan mendasar dalam
peningkatan mutu pelayanan adalah komunikasi efektif perawat yang tepat waktu, akurat,
lengkap, dan jelas dan dipahami oleh penerima pesan. Keluhan dan berkomunikasi dengan
efektif sangat penting dalam proses terjalinnya suatu hubungan (Pohan, 2008). Komunikasi
efektif dasar bagi terciptanya hubungan interpersonal antara perawat dan klien yang
menjadi metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan (Wa
Pengambilan data awal yang dilakukan di RS. Ciputra Hospital dengan observasi dan
wawancara saat sif pagi dan siang 20 perawat yang terkadang tidak menerapkan handover
catatan keperawatan dan tidak menerapkan edukasi yang lengkap kepada pasien dan
komunikasi terputus tidak lengkap karena perawat yang baru bergabung 50% yaitu perawat
orientasi tidak mengetahui arti komunikasi metode SBAR sehingga tidak diterapkan dan dari
data dokumentasi operasi rata rata 30 pasien perbulan hanya 20 perawat yang
menggunakan form edukasi serahterima 10 perawat tidak menggunakan domunetasi saat
handover persiaan operasi sehingga menimbulkan miskomunikasi

Dalam Kasus diatas maka Penulis Tertarik untuk membuat judul “HUBUNGAN KOMUNIKASI
SBAR PADA SAAT HANDOVER DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN
KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RS. CIPUTRA HOSPITAL

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumusakan pertanyaan sebagai berikut:
“Bagaimana hubungan penerapan komunikasi SBAR saat handover dengan kepuasan kerja
perawat di ruang rawat inap RS CIPUTRA HOSPITAL?”

3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan penelitian ini adalah
untuk mengetahuihubungan penerapan komunikasi SBAR saat
handover dengan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD
Labuang Baji Makassar

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penerapan komunikasi SBAR saat handover di
ruang rawat inap RS Ciputra Hospital
2. Untuk mengetahuikepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RS
Ciputra Hospital

Untuk mengetahuihubungan penerapan komunikasi SBAR saat


handover dengan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RS
Ciputra hospital

4. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
a. Memberikan informasi tentang hubungan penerapan
komunikasi
SBAR saat handover dengan kepuasan kerja perawat
b. Menjadi bahan acuan evaluasi penggunaan teknik komunikasi SBAR
dan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menetukan
kebijakan penggunaan teknik komunikasi SBAR
c. Menjadi bahan masukan bagi para perawat untuk lebih
memperbaiki pelaksanaan SBAR di rumah sakit
2. Bagi peneliti
a. Menambah wawasan peneliti dalam melaksanakan

penulisan penelitian khususnya proposal tentang pelaksanaan

SBAR di rumah sakit

3. Bagi institusi pendidikan b.

a. Menambah referensi dan informasi dalam bidang

komunikasi antar mahasiswa

b. Sebagai referensi tambahan untuk perpustakaan dalam

pengembangan penulisan penelitian selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai