Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan pelayanan rumah sakit menyebabkan

masyarakat semakin selektif untuk memilih rumah sakit yang mampu

menyediakan kualitas pelayanan yang terbaik. Begitu pula tuntutan pelayanan

kesehatan terus meningkat baik dalam aspek mutu maupun keterjangkauan

serta cakupan pelayanan (Devita, 2017).

Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

optimal serta dapat meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan

perkembangan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Mutu Pelayanan kesehatan

menurut Institite of medicine (IOM) merupakan suatu langkah menuju

peningkatan pelayanan kesehatan yang baik untuk individu maupun populasi

sesuai keluaran kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan

professional terkini (Sudariani, 2020).

Mutu pelayanan keperawatan menjadi salah satu indikator citra institusi

pelayanan kesehatan dimata masyarakat. Kualitas rumah sakit (RS) sebagai

sebuah institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa kesehatan akan

bergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan

yang diberikan kepada pasien. Institusi pelayanan kesehatan khususnya RS

dikatakan bermutu jika memenuhi 6 indikator utama kualitas pelayanan di RS

yaitu: keselamatan pasien (patient safety), pengelolaan nyeri dan kenyamanan,

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan, perawatan diri, kecemasan pasien,


dan perilaku pasien. Mutu pelayanan yang baik tersebut dapat dicapai salah

satunya dengan keterampilan berkomunikasi yang baik dan efektif antar tenaga

medis (Nursalam, 2016).

Perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di Rumah sakit

karena selain jumlahnya yang dominan (55-65 %) juga merupakan profesi yang

memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien

setiap hari. Salah satu bentuk pelayanan perawat yang menentukan kualitas

rumah sakit yaitu dengan menggunakan komunikasi yang efektif (Suhartini,

2017).

Komunikasi efektif dalam lingkup lingkungan perawatan kesehatan

membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan empati. Hal tersebut termasuk

mengetahui kapan seorang harus berbicara, apa yang perlu dikatakan,

bagaimanakah cara mengatakannya dan mempunyai rasa percaya diri serta

mampu untuk mengetahui bahwa pesan telah diterima dengan benar.

Walaupun digunakan setiap saat dalam situasi klinis, keterampilan

berkomunikasi harus dipelajari, dipraktekkan dan disempurnakan oleh semua

perawat sehingga perawat dapat berkomunikasi dengan jelas, singkat dan tepat

dalam lingkungan yang serba cepat dan tepat. Pendekatan sistematik

dibutuhkan untuk memperbaiki cara berkomunikasi salah satunya dengan

menggunakan teknik SBAR (Safitri, 2016).

Komunikasi SBAR terdiri dari S (Situation): sebuah pernyataan singkat

dari masalah yang terjadi pada saat itu, B (Background): pernyataan dari

informasi yang melatar belakangi situasi yang terjadi, A (Assessment):

pernyataan penilaian terhadap sebuah masalah, R (Recommendation):


pernyataan tentang tindakan meminta saran untuk melakukan tindakan

mengatasi masalah (Hikman, 2017).

Menurut Rezkiki (2017), mewajibkan perawat memperbaiki pola

komunikasi khususnya pada saat melakukan operan jaga atau handover yaitu

dengan menggunakan komunikasi SBAR. Adapun komunikasi SBAR itu

dimana S (situation) mengandung komponen tentang identitas pasien dan

masalah saat ini serta hasil diagnose medis. B (Background) menggambarkan

riwayat penyakit atau situasi yang mendukung masalah saat ini. A (Assesment)

merupakan kesimpulan masalah yang sedang terjadi. R (Recommendation)

adalah rencana ataupun usulan yang akan dilakukan untuk mengatasi

permasalahan yang ada.

Rekomendasi dari WHO tentang komuniasi SBAR merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan kualitas keperawatan rumah sakit. Selain itu,

cara lain untuk memenuhi kualitas kepawatan yaitu perawat membutuhkan

kepuasan kerja agar ada rasa senang dalam diri perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan. Apabila kepuasan kerja perawat dapat terpenuhi, maka

secara sendirinya kepuasan layanan keperawatan juga dapat ditingkatkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Supinganto (2015) dalam penelitiannya

di RSUD Kota Mataram didapatkan hasil bahwa komunikasi SBAR belum

sepenuhnya efektif yaitu pada perawat dalam menyebutkan Situationdalam

kategori cukup baik 40,0 %, komponen Background 50,0 %, dalam

menyebutkan assessment dalam kategori kurang baik 60,0 % dan menyebutkan

recommendation 40,5 % dalam kategori baik.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ovari (2017), kurang lebih

53,4 % perawat tidak melaksanakan metode komunikasi SBAR saat timbang

terima tugas keperawatan dan penelitian dari Rezkiki (2017), didapatkan

bahwa 66,7 % tidak menerapkan SBAR sesuai SOAP. Sedangkan berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Sudresti (2015) dalam Rizki (2017),

mendapatkan pelaksanaan komunikasi SBAR masih kurang, antara lain

perawat dalam menyebutkan Situation hanya 39,53 %, dalam menyebutkan

Background hanya 10,47 %, dalam menyebutkan assessment hanya 22,09 %

dan menyebutkan recommendation hanya 27,91 %.

Kepuasan kerja yaitu suatu respon emosional seorang terhadap berbagai

segi pekerjaannya. Seorang dapat merasakan kepuasan dengan salah satu

pekerjaannya dan merasakan ketidakpuasan dengan pekerjaannya yang lain,

tergantung dari kondisi tempat kerja dan hasil pekerjaan yang sesuai dengan

yang diharapkan. Kepuasan kerja tidak tampak secara nyata tetapi dapat

diwujudkan dalam suatu hasil dari pekerjaan (Safitri,

2016).

Berdasarkan hasil penelitian Sayuni (2018) ada tujuh faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja yaitu 1, komunikasi yang baik dengan sesama

perawat 2, pemberian insentif yang sesuai dengan harapan 3, lingkungan kerja

yang nyaman 4, dukungan manajemen yang baik 5. sifat kerja yang tidak

monoton 6, pekerjaan yang sesuai dengan keahlian 7, adanya peluang promosi.

Kepuasaan kerja seorang perawat harus mendapat perhatian yang lebih dari

pihak manajemen RS, karena perawat merupakan karyawan terbanyak dalam

melaksanakan pelayanan keperawatan. Tingkat kepuasan kerja dapat terukur


berdasarkan beberapa indikator yaitu dari pekerjaan itu sendiri, penghasilan,

kesempatan untuk promosi, pengawasan, dan rekan kerja atau atasan.

Kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap (attitude)

yangdimiliki oleh perawat. Bersadarkan Hasil penelitian kepuasan kerja oleh

Isna Ovari (2017) di RSUD Solo di rawat inap adalah 57 orang perawat

pelaksana yang melaksanakan metode komunikasi SBAR dengan baik,

mendapatkan kepuasaan dalam bekerja sebanyak 43 responden (85,2%) dan

11 responden (14,8 %) menyatakan kurang puas. Penerapan komunikasi SBAR

dalam strategi kolaborasi kerja akan memiliki efek positif pada lingkungan

kerja sehingga akan meningkatkan kerja sama tim, kepuasan dan keselamatan

pasien (Beckett, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 5

Juni 2022 di ruang melati RSUD Adnan Wd Payuakumbuh didapatkan 17

perawat yang bertugas diruang tersebut didapatkan 30% perawat

menggunakan metode handover di ruang melati RSUD Adnan Wd

Payukumbuh sudah menggunakan komunikasi SBAR, namun penerapannya

belum maksimal karena masih ada unit perawatan lainnya yang belum

melaksanakan handover menggunakan metode komunikasi SBAR.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik ingin melakukan

penelitian yang berjudul “hubungan penerapan komunikasi SBAR saat

handover dengan kepuasan kerja perawat di ruang melati RSUD Adnan Wd

payakumbuh tahun 2022”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan penerapan


komunikasi SBAR saat handover dengan kepuasan kerja perawat di ruang

melati RSUD Adnan Wd payakumbuh tahun 2022.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penerapan komunikasi SBAR saat

handover dengan kepuasan kerja perawat di ruang melati RSUD Adnan

Wd payakumbuh tahun 2022

2. Tujuan Khusus :

a. Megetahui distribusi frekuensi penerapan komunikasi SBAR saat

handover di ruang melati RSUD Adnan Wd payakumbuh tahun 2022.

b. Mengetahui distribusi frekuensi kepuasan kerja perawat di ruang

melati RSUD Adnan Wd payakumbuh tahun 2022

c. Mengetahui hubungan penerapan komunikasi SBAR saat

handover dengan kepuasan kerja perawat di ruang melati RSUD

Adnan Wd payakumbuh tahun 2022

D. Manfaat
1. RSUD Adnan WD Payakumbuh
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

perawat dalam penerapan komunikasi SBAR saat handover dengan

kepuasan kerja perawat di ruang melati RSUD Adnan Wd payakumbuh

tahun 2022Bagi responden

2. Bagi penelitian selanjutnya


Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dalam

melakukan perbandingan hubungan penerapan komunikasi SBAR saat

handover dengan kepuasan kerja perawat atau dengan variabel lain yang

lebih dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai