ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze: 1) The legal strength of a loan agreement
between a debtor and a loan shark as a creditor 2) Legal protection for a debtor in a loan
agreement with a loan shark as a creditor. The research method used is qualitative with a
juridical, analytical and historical approach where data is collected through library studies,
internet, and interviews. The results of the study conclude that: First, the loan agreement
between debtors and moneylenders as creditors does not have binding legal force
because it is not in accordance with the terms and principles of the agreement. Second,
legal protection for debtors in loan agreements with moneylenders as creditors can be
carried out in a preventive and repressive manner.
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis: 1) Kekuatan hukum perjanjian pinjam
meminjam uang antara debitor dengan rentenir sebagai kreditor 2) Perlindungan hukum
bagi debitor dalam perjanjian pinjam meminjam uang dengan rentenir sebagai kreditor.
Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan pendekatan yuridis, analitis dan
historis dimana data dikumpulkan melalui studi perpustakaan, internet, dan wawancara.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pertama, perjanjian pinjam meminjam uang antara
debitor dengan rentenir sebagai kreditor tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
karena tidak sesuai dengan syarat dan asas perjanjian. Kedua, perlindungan hukum
terhadap debitor dalam perjanjian pinjam meminjam uang dengan rentenir sebagai
kreditor dapat dilakukan secara preventif dan represif.
Latar Belakang
Pinjam meminjam uang dengan rentenir dilakukan dengan cara yang cukup mudah
dan simpel.1 Rentenir biasanya menggunakan dua sistem pinjaman yaitu harian atau
bulanan, dimana dari dua sistem tersebut debitor dibebani dengan bunga yang cukup
1
Rentenir adalah lintah darat atau setiap orang yang melakukan usaha meminjam-minjamkan uang kepada
masyarakat dengan bunga yang tinggi tanpa ijin pemerintah dan jika terjadi wanprestasi upaya penagihan dan eksekusi
barang jaminan dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. UU No 2 tahun 2002
tentang Kepolisian R.I menjelaskan lintah darat merupakan penyakit masyarakat yang menjadi salah satu tugas
Kepolisian untuk memberantasnya. Penulis menggunakan istilah rentenir karena secara umum masyarakat sudah sering
mendengar tentang istilah rentenir.
2
tinggi. Persyaratan yang diminta oleh rentenir juga tidak terlalu rumit dan yang jelas
fleksibel tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Bahkan beberapa rentenir mampu
memberikan sejumlah pinjaman tanpa jaminan apapun. Jika terjadi wanprestasi, rentenir
akan berusaha untuk menekan secara psykis bahkan tidak segan-segan menggunakan
cara kekerasan agar debitor mau menjalankan kesepakatan tersebut. Kebanyakan
kesepakatan antara debitor dengan rentenir hanya dilakukan secara lisan. Namun tidak
menutup kemungkinan untuk memperkuat hubungan hukum antara debitor dengan
rentenir akan di buat secara tertulis perjanjian pinjam meminjam uang di bawah tangan
yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak.
Keberadaan rentenir sampai saat ini masih tetap eksis dalam kehidupan
masyarakat walaupun faktanya tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban semena-
mena rentenir. Bahkan debitor yang menjadi korban rentenir telah membuat laporan ke
Polisi namun laporan tersebut tidak dapat ditindak lanjuti dengan alasan belum ada
aturannya dan telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, sehingga hal ini
merupakan masalah perdata diluat kewenangan Polisi.
Berdasarkan uraian di atas maka menimbulkan beberapa legal issue diantaranya
bagaimana kekuatan hukum perjanjian pinjam meminjam dengan rentenir dan bagaimana
perlindungan hukum bagi debitor yang telah menyepakati perjanjian pinjam meminjam
tersebut. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena secara hukum pidana belum diatur
secara tegas dan secara hukum perdata membolehkan pinjam meminjam disertai dengan
bunga, tetapi di lain pihak masyarakat banyak menjadi korban dari rentenir termasuk juga
prajurit TNI AU.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mengkaji permasalahan dari
perspektif peraturan perUUan dan asas-asasnya melalui pendekatan yuridis normatif,
analistis dan historis sehingga diperoleh kesimpulan tentang tingkat keadilan yang
dirasakan oleh debitor akibat dari praktek rentenir. Analisa data dilakukan dengan cara
mempelajari data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan pencatatan dan klasifikasi
sehingga data tersebut mempunyai nilai kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Untuk menjaga validasi data dilakukan pengecekan dengan teknik pemeriksaan
triangulasi yaitu meneliti data dari berbagai sudut pandang sehingga akan lebih akurat.
a. Syarat perjanjian
Ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi dalam perjanjian pinjam meminjam
uang dengan rentenir, antara lain
1) Kesepakatan (toesteming/izin) kedua belah pihak.
Kesepakatan dalam perjanjian pinjam meminjam uang antara debitor
dengan rentenir sebagai kreditor tidak sesuai dengan ketentuan atau
mengandung cacat kehendak. Kesepakatan seharusnya terbentuk dari proses
negosiasi yang bebas sehingga terjadi persesuaian kehendak diantara para
pihak, tetapi kesepakatan yang cacat kehendak lahir dari kehendak yang tidak
murni karena ada paksaan, tekanan, tipuan bahkan pengaruh orang lain yang
menyalahgunakan posisi para pihak.
Cacat kehendak dalam perjanjian pada dasarnya merupakan bagian
dari pembahasan mengenai kata sepakat sebagaimana diatur secara tegas
dalam pasal 1320 BW, karena cacat kehendak tidak lain adalah sepakat yang
4
dinyatakan secara tidak murni dan bebas atau dapat juga disebut kehendak
yang tidak sempurna.2
Cacat kehendak yang terdapat dalam perjanjian pinjam meinjam uang
antara debitor dengan rentenir sebagai kreditor, antara lain :
a) Penipuan
Penipuan yang terdapat dalam perjanjian pinjam meminjam
uang antara debitor dengan rentenir sebagai kreditor yaitu terletak
pada fase pra kontrak. Debitor ditipu oleh rentenir dengan segala tipu
muslihat dan rangkaian kebohongan bahwa syaratnya mudah
prosesnya cepat yang seakan-akan memberi pertolongan tetapi
ujung-ujungnya mencekik dengan bunga tinggi yang menjerat debitor.
Selain itu rangkaian kebohongan dilakukan ketika terjadi wanprestasi,
penyelesaiannya tidak menggunakan jalur hukum tetapi barang
jaminan langsung dieksekusi dengan alasan untuk diamankan,
padahal setelah barang jaminan dikuasai maka secara psykologis
posisi debitor menjadi lemah. Hal ini akan memudahkan langkah
selanjutnya yang akan di lakukan oleh rentenir seperti, proses
peralihan hak dan seterusnya.
b) Pemaksaan
Pemaksaan diatur dalam pasal 1323,1324, dan 1325 KUH
Perdata. Menurut J. Satrio paksaan dapat disimpulkan tidak berarti
tindakan kekerasan saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu meliputi juga
ancaman terhadap kerugian kepentingan hukum seseorang.
Sehingga bukan hanya pemaksaan berupa kekerasan fisik tetapi
juga kekerasan secara psykis. 3
Berdasarkan ketentuan di atas maka pemaksaan terjadi
dalam penagihan yang dilakukan oleh rentenir menggunakan cara
menyebarkan info kepada masyarakat sekitar maupun lingkungan
kerjanya. Hal ini memberikan dampak psykologis bagi debitor,
sehingga menyebabkan debitor akan mengikuti kemauan dari
rentenir yaitu menyepakati perjanjian pinjam meminjam uang
dengan bunga yang tinggi.
c) Penyalahgunaan keadaan
2
Marilang, Hukum Perikatan : Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Makassar : Indonesia Prime, 2017),
hlm 223.
3
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Dikutip dari Ridwan Khairandy, Hukum
Kontrak Indonesia, (Yogyakarta: FH UII Press, 2013), hlm 221.
5
4
Salim H.S, Hukum Kontrak... op. cit., hlm 34.
6
b. Asas-asas perjanjian
Asas merupakan ruh dari sebuah perjanjian sehingga perjanjian dapat
berlaku dan mempunyai kekuatan hukum jika dalam proses pembuatannya telah
sesuai dengan asas-asas perjanjian. Perjanjian pinjam meminjam uang antara
debitor dengan rentenir tidak sesuai dengan asas perjanjian, diantaranya :
1) Asas Pacta Sunt Servanda atau kepastian hukum.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam pasal 1338
ayat( 1) KUH Perdata yang berbunyi : ”Perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai UU.”5 Perjanjian pinjam meminjam uang antara debitor
dengan rentenir sebagai kreditor tidak sesuai dengan asas Pacta Sunt
Servanda karena dalam proses pembuatannya ada beberapa ketentuan
dalam syarat perjanjian yang tidak terpenuhi yaitu kesepakatan dan causa
yang halal.
2) Asas keseimbangan
Keseimbangan menurut Pasal 1320 KUH Perdata dijelaskan bahwa
kesepakatan yang sah antara para pihak akan tercapai jika dalam keadaan
in concreto sudah ada keseimbangan dan keserasian.6
Tidak terpenuhinya asas keseimbangan dalam perjanjian pinjam
meminjam uang antara debitor dengan rentenir sebagai kreditor terletak di
ketentuan bunga yang mencapai 1% per hari. Bunga 1% per hari
menyebabkan prestasi yang harus dilakukan oleh debitor tentu sangat tidak
seimbang dibandingkan dengan prestasi kreditor dalam memberikan
pinjaman.
3) Asas kepatutan
Pasal 1339 KUH Perdata menjelaskan bahwa suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan, atau UU.7
Tidak terpenuhinya asas kepatutan dalam perjanjian pinjam
meminjam uang antara debitor dengan rentenir sebagai kreditor dapat dilihat
5
Ibid., hlm 10.
6
Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak... op. cit., hlm 97.
7
Ridwan Khairandy, Kebebasan Berkontrak dan Pacta Sunt Servanda Versus Iktikad Baik (Yogyakarta: FH
UII Press, 2015), hlm 63.
7
dari penetapan bunganya. Bunga 10% per bulan atau 1% per hari sangat
tidak patut berdasarkan ukuran moral masyarakat secara umum.
4) Asas kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian yang masih terkait
dengan penjelasan pasal 1339 KUH Perdata. Suatu perjanjian tidak hanya
mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi hal-hal yang
menurut kebiasaan lazim diikuti.8
Prosedur pembayaran angsuran yang diberlakukan oleh rentenir
biasanya dalam setiap bulannya debitor hanya disuruh bayar bunganya
saja, sedangkan pokoknya masih utuh tidak berkurang. Berdasarkan
penjelasan dari bapak Iwan Kurniawan, bagian EPK (Edukasi dan
Perlindungan Konsumen) OJK Yogyakarta bahwa sesuai ketentuan PSAK
(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) dari Ikatan Akuntan Indonesia
pembayaran angsuran kredit harus terdiri dari pokok dan bunga, sehingga
dalam setiap angsurannya akan mengurangi hutang pokoknya. 9
5) Asas perlindungan (protection)
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitor
dan kreditor harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitor, karena pihak debitor berada pada
pihak yang lemah.10 Tujuan asas untuk memberi perlindungan kepada
debitor menjadi hal yang diabaikan, debitor banyak mengalami kerugian
terutama dalam hal penetapan bunga, eksekusi jaminan dan cara
penagihan.
6) Asas iktikad baik
Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi : “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan iktikad baik. ”Asas iktikad merupakan asas bahwa
para pihak, yaitu pihak kreditor dan debitor harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan
baik dari para pihak.11
8
Salim HS, Hukum Kontrak.... op. cit., hlm 14.
9
Wawancara dengan OJK, Yogyakarta, 8 Januari 2020.
10
Salim H.S, Hukum Kontrak.... loc. cit.
11
Ibid., hlm 10.
8
12
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia.... op. cit, hlm 91.
13
Ibid., hlm 150.
9
15
Wawancara dengan Polres Gunung Kidul, Wonosari, 13 Januari 2020.
16
Eddy Soeryanto Soegoto, Enterpreneurship Menjadi Pengusaha Ulung (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2009), hlm 4.
17
Wawancara dengan OJK.... loc.cit.
11
19
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm 119.
20
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum (Jakarta: Pasca Sarjana UI, 2007), hlm 117
14
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kekuatan hukum perjanjian pinjam meminjam uang antara debitor dengan
rentenir sebagai kreditor tidak dapat mengikat para pihak. Akibatnya perjanjian
tersebut tidak dapat berlaku seperti UU bagi para pihak pembuatnya. Hal ini
disebabkan karena tidak terpenuhinya syarat dan asas perjanjian
2. Perlindungan hukum bagi debitor dalam perjanjian pinjam meminjam uang
dengan rentenir sebagai kreditor dapat dilakukan baik secara preventif maupun
secara represif.
15
DAFTAR PUSTAKA
Siku, Abdul Salam. Perlindungan Hak Asasi Saksi dan Korban Dalam Proses Peradilan
Pidana, Makassar: Indonesia Prime, 2016.
Syaifuddin, Muhammad. Hukum Kontrak, Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat,
Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2012.
Z, Wangsawidjaja. Pembiayaan Syariah, Jakarta: Kompas Gramedia, 2012.
H.S, Salim. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika,
2006.
Khairandy, Ridwan. Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Program
Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Kahirandy, Ridwan. Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan,
Yogyakarta: FH UII Press, 2013.
Khairandy, Ridwan. Kebebasan Berkontrak dan Pacta Sunt Servanda Versus Iktikad Baik,
Yogyakarta: FH UII Press, 2015.
Marilang. Hukum Perikatan : Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Makassar : Indonesia
Prime, 2017.
Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1995.
Soegoto, Eddy Soeryanto. Enterpreneurship Menjadi Pengusaha Ulung, Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2009.
Suadi, Amran. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group,
2018.
Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pasca Sarjana UI, 2007.