Anda di halaman 1dari 126

EVALUASI KEBIJAKAN LOKET TERPADU SEBAGAI PELAYANAN SATU

PINTU DALAM MELAYANI PENGAMBILAN SERTIFIKAT DI


DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

TESIS

Disampaikan untuk memenuhi persyaratan


Memperoleh gelar Magister Manajemen

Oleh

HILDA FATONAH
NIM 1809027041

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2020
ABSTRAK

Hilda Fatonah, “Evaluasi Kebijakan Loket Terpadu Sebagai Pelayanan Satu Pintu
Dalam Melayani PENGAMBILAN SERTIFIKAT Di Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia”. Tesis. Program Studi
Manajemen, Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
Desember 2020.

Tesis ini bertujuan untuk mengungkapkan peran pemimpin dalam pelayanan


PENGAMBILAN SERTIFIKAT di Loket Terpadu Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif yaitu dengan
mendapatkan data secara alamiah, meliputi pengumpulan data menggunakan observasi,
wawancara berstruktur dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada para pimpinan
DJKI yang terbagi menjadi Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat,
Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Persuratan), dan Pegawai Persuratan di Direktorat
Jenderal Kekayan Intelektual.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran pimpinan dalam pelayanan DJKI
dikaji berdasarkan struktur dan budaya organisasi yaitu tercipta PASTI : Profesional,
Akuntabel, Sinergi, Transparan, dan Integritas yang diterapkan oleh Menteri, Pimpinan,
dan Pegawai untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokasi
Bersih Melayani (WBBM). Pimpinan turut serta dalam hal-hal yang detail sehingga
pimpinan selalu mengetahui perkembangan yang ada di wilayah Loket Terpadu, tidak
ada penghargaan terhadap prestasi Pimpinan tersebut begitu juga bagi para Pegawai
yang berprestasi. Koordinasi antar sesama rekan pimpinan yang lain sehingga terlihat
kebersamaan dan kekompakan dalam memimpin.

Kata kunci : Pelayanan, Loket, Budaya Organisasi

ii
ABSTRACT

Hilda Fatonah, "Evaluation of Integrated Counter Policy as One Stop Service in Serving
Certificate Submission at the Directorate General of Intellectual Property, Ministry of
Law and Human Rights". Thesis. Management Study Program, Graduate School, Prof.
Muhammadiyah University. DR. HAMKA. December 2020.

This thesis aims to reveal the role of the leader in certificate delivery services at
the Integrated Counter of the Directorate General of Intellectual Property (DGIP) of the
Ministry of Law and Human Rights.
The method used is descriptive qualitative method, namely by obtaining data
naturally, including data collection using observation, structured interviews and
documentation. Interviews were conducted with DGIP leaders who were divided into
Head of Administration and Public Relations, Head of Sub Division of Administration
(Correspondence), and Correspondence Officer at the Directorate General of
Intellectual Property.
It can be concluded from this research that the role of the leadership in DGIP
services is assessed based on the structure and culture of the organization, namely the
creation of PASTI: Professional, Accountable, Synergy, Transparent, and Integrity
which is applied by the Minister, Leaders, and Employees to realize Corruption Free
Areas (CFA) and Bureaucratic Areas Clean Serving (BACS). The leadership
participates in detailed matters so that the leadership is always aware of developments
in the Integrated Counter area, there is no appreciation for the leadership's
achievements as well as for outstanding employees. Coordination between other fellow
leaders so that togetherness and solidity are visible in leading.

Keywords: Services, Counters, Organizational Culture

iii
Tesis ini kupersembahkan kepada anakku
Tercinta Elvano Gavin Kalandra, Suamiku
Adhitya Chandra Darmawan, dan rekan kerjaku
Se-DJKI.

Manusia memerlukan pengorbanan dan tidak ada


Pengorbanan yang sia-sia.

iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

EVALUASI KEBIJAKAN LOKET TERPADU SEBAGAI PELAYANAN SATU


PINTU DALAM MELAYANI PENGAMBILAN SERTIFIKAT DI DIREKTORAT
JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA

TESIS

Oleh

HILDA FATONAH
NIM 1809027041

Disetujui untuk disidangkan

Pembimbing Tanda tangan Tanggal

Dr. H. Bambang Dwi Hartono, M.Si. …………………… ……………………

Dr. Budi Permana Yusuf, M.M. …………………… ……………………

Jakarta, Desember 2020


Ketua Program Studi Manajemen
Sekolah Pascasarjana Prof. DR. HAMKA

Dr. H. Bambang Dwi Hartono, M.Si

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah sehingga penulis dapat menyusun proposal tesis yang berjudul “Evaluasi
Kebijakan Loket Terpadu Sebagai Pelayanan Satu Pintu Dalam Melayani
PENGAMBILAN SERTIFIKAT Di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia”.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
yang telah membawa risalah islamiah sehingga kita berada pada zaman yang tercerahkan
dan berkeadaban.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama proses penyusunan tesis
ini.
1. Prof. Dr. H. Gunawan Suryoputro, M.Hum., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
2. Prof. Dr. H. Ade Hikmat, M.Pd., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
3. Dr. H. Bambang Dwi Hartono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister
Manajemen Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA., sekaligus Dosen
Pembimbing I.
4. Dr. Budi Permana, M.M., selaku Dosen Pembimbing II.
5. Seluruh dosen Program Studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah
Prof. DR. HAMKA.
6. Mahasiswa/i Angkatan 41 Program Studi Magister Manajemen Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
7. Seluruh akademis Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
8. Irma Mariana, selaku Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat di
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
9. Tria Mulya Choirunisa., selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Persuratan) di
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi

vi
Manusia.
10. Suami dan Keluarga yang telah mendukung saya untuk melanjutkan S2.
11. Rekan kerja di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia yang telah membantu saya untuk memberikan waktu luang
mengerjakan tugas dan mencari jawaban untuk soal-soal yang telah saya lalui.

Semoga jasa dan kebaikan Bapak/Ibu tercatat sebagai amal baik yang akan
mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga tesis ini memberi manfaat baik bagi penulis,
pembaca, dan pengembangan ilmu.

Jakarta, Desember 2020


Penulis,

Hilda Fatonah

vii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................i
ABSTRAK .................................................................................................................ii
ABSTRACT ...............................................................................................................iii
HALAMAN DEDIKASI ...........................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................v
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................................vi
KATA PENGANTAR ...............................................................................................vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Masalah Penelitian ..................................................................................5
1. Fokus Penelitian ..................................................................................5
2. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................5
3. Perumusan Masalah.............................................................................6
C. Kegunaan Hasil Penelitian ......................................................................7

BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................8


A. Kajian Teori ............................................................................................8
1. Pengertian pelayanan...........................................................................8
2. Pengertian pelayanan terpadu satu pintu .............................................10
3. Sejarah Perkembangan Perlindungan Kekayaan Intelektual ...............11
4. Mengenal Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual ..........................14
B. Penelitian Yang Relevan .........................................................................15
C. Rumusan Masalah ...................................................................................19
D. Sinopsis ...................................................................................................27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................................39


A. Tujuan Penelitian ....................................................................................39
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................39
C. Desain Penelitian .....................................................................................40
D. Teknik dan Instrumen Penelitian ............................................................55
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .....................................................57
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data .....................................................58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...........................................72


A. Latar Penelitian .......................................................................................72

viii
B. Temuan Penelitian ...................................................................................74
C. Pembahasan .............................................................................................76

BAB V KESIMPULAN .............................................................................................94


A. Kesimpulan .............................................................................................94
B. Implikasi ..................................................................................................94
C. Saran ........................................................................................................95

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Panduan/Protokol Proses Observasi
2. Panduan/Protokol Proses Wawancara
3. Hasil Observasi
4. Hasil Wawancara
5. Hasil Analisis Data
6. Riwayat Hidup Mahasiswa

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Pedoman penyusunan survey kepuasan masyarakat ................................4

Tabel 2.1 : Indikator dan subindikator pedoman evaluasi kebijakan kinerja


pelayanan publik .....................................................................................25

Tabel 3.1 : Waktu Peneliti..........................................................................................37

Tabel 3.2 : Langkah MSC (Most Significant Change) ..............................................46

Tabel 3.2 : Protokol Wawancara ................................................................................48

Tabel 3.3 : Tabel Borang Wawancara ........................................................................49

Tabel 3.4 : Tabel Observasi .......................................................................................50

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Bagan alur penelitian kualitatif ............................................................25

Gambar 2.2 : Proses analisis data di lapangan model Miles dan Huberman ............32

Gambar 2.3 : Proses dan kategori dalam alur penelitian Grounded Theory ..............34

Gambar 2.4 : Bagan alur penelitian............................................................................35

Gambar 3.1 : Bagan desain penelitian kualitatif ........................................................38

Gambar 3.2 : Bagan fokus penelitian .........................................................................39

Gambar 3.3 : Bagan proses dan kategori dalam alur penelitian Grounded Theory ...40

Gambar 3.4 : Bagan data analisis ...............................................................................45

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lanpiran 1 : Panduan/Protokol Proses Observasi

Lampiran 2 : Panduan/Protokol Proses Wawancara

Lanpiran 3 : Hasil Observasi

Lampiran 4 : Hasil Wawancara

Lampiran 5 : Hasil Analisis Data

Lampiran 6 : Riwayat Hidup Mahasiswa

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pelayanan merupakan hal penting untuk mendapatkan nilai kepuasan publik.

Adapun pelayanan terbaik merupakan pelayanan yang memberikan solusi, mampu

mendengarkan masalah dengan baik, memahami dan mengerti keinginan publik.

Tidak hanya itu saja, suasana dan kemudahan yang diberikan untuk mampu

mengakses pelayanan juga harus jadi pertimbangan.

Banyaknya pelayanan yang mengabaikan untuk memberikan pelayanan yang

terbaik bagi publiknya, tidak menempatkan layanan publik pada posisi atas dan ini

merupakan masalah besar. Adapun pelayanan yang buruk dapat menghambat

kelancaran bisnis Perusahaan, karena pelayanan terhadap publik tidak hanya penting

namun begitu vital bagi bisnis. Berikut alasan pentingnya pelayanan publik,

diantaranya akan diingat oleh konsumen, menunjukan kepedulian kepada konsumen,

berdampak pada seluruh bisnis, strategi marketing yang baik, dan mampu menarik

konsumen baru.

Diantara tugas utama seorang pemimpin, pejabat atau pegawai pemerintah

yang diberi tanggung jawab menangani urusan publik adalah memberikan pelayanan

yang baik. Dalam hadist, Nabi SAW pernah berdoa, “Ya Allah, barangsiapa yang

diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka,

maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk

mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah

hidupnya.” (HR Muslim).

1
2

Adapun mempersulit urusan publik termasuk bentuk tindakan zalim dan

membuka pintu-pintu perbuatan buruk lainnya, misalnya korupsi, suap-menyuap,

kongkalikong dan seterusnya. Jadi, suatu urusan akan dipermudah jika ada bayaran

tertentu. Dan orang yang membayar sejumlah uang akan diistimewakan dan

dipercepat prosesnya sampai beres. Tindakan ini jelas tidak adil dan merupakan

bentuk kezaliman.

Disahkan Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

menjadi dasar hukum yang lex specialis bagi penyelenggaraan pelayan publik di

Indonesia. Dalam Undang-Undang ini menjelaskan secara kongkret makna

pelayanan, dimana pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan

dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau

pelayanan administrative yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan masyarakat.

Dalam Undang-Undang ini mewajibkan kepada para penyelenggara pelayanan untuk

Menyusun dan menetapkan standar pelayanan.

Dalam pasal 21 dijelaskan bahwa komponen standar pelayanan sekurang-

kurangnya meliputi : (1) dasar hukum; (2) persyaratan; (3) system, mekanisme, dan

prosedur; (4) jangka waktu penyelesaian; (5) biaya/tarif; (6) produk pelayanan; (7)

sarana, prasarana dan/atau fasilitas; (8) kompetensi pelaksana; (9) pengawasan

internal; (10) penanganan pengaduan, saran, dan masukan; (11) jumlah pelaksana;

(12) jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai

dengan standar pelayanan; (13) jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam
3

bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko

keragu-raguan; (14) evaluasi kinerja pelaksana.

Dikutip dari antaranews.com, Amin Ma’ruf mengatakan “Digital Governance

merupakan sebuah solusi dan keniscayaan dalam mengoptimalkan pelayanan

publik”. Pemanfaatan teknologi informasi secara intensif dan masif harus dilakukan

untuk terwujudnya reformasi birokrasi di Indonesia. Seluruh program kerja dan

kegiatan yang dilakukan secara rutin harus dievaluasi dan ditinjau Kembali urgensi,

relevansi dan dampaknya terhadap kualitas pelayanan publik.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui unit Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual menyampaikan laporan mengenai indeks kepuasan masyarakat

terhadap layanan kekayaan intelektual di Indonesia yang mulai dilaksanakan sejak

tahun 2017. Pada tahun 2015 dan 2016 DJKI belum melaksanaan secara mandiri

pelaksanaan survei dimaksud. Tahun 2015 untuk melaksanakan pengukuran

indikator kepuasan masyarakat terhadap layanan DJKI maka telah dilaksanakan

dengan menyerahkannya kepada pihak ketiga yang dipilih melalui metode

pelelangan seleksi umum. Namun, penyedia yang telah ditetapkan sebagai pemenang

lelang, menyatakan mengundurkan diri, dengan alasan jangka waktu pelaksanaan

pekerjaan tidak memadai untuk dilakukan survey sebagaimana output yang

diharapkan. Sehingga untuk tahun 2015, DJKI belum melakukan pengukuran

kepuasan pelanggan atas layanan kekayaan intelektual.

Sedangkan pada tahun 2016 Tim Balitbangkumham Kementerian Hukum dan

HAM mengadakan kajian atas survey internal yang dilakukan oleh DJKI, dimana

hasil kajiannya melaporkan bahwa Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas Layanan
4

KI “Belum optimal”, adapun hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor

pelaksanaan survei yang dilakukan belum secara spesifik pada tiap jenis layanan,

sedangkan layanan yang diukur masih secara umum. Adapun pada tahun 2017 IKM

atas layanan KI mendapat 3,05 (Kategori Baik), tahun 2018 mendapat raihan 3,15

(Kategori Baik) dan tahun 2019 terjadi peningkatan Indeks yaitu mendapat 3,26

(Kategori Baik). Survei yang dilaksanakan pada tahun 2019 sudah menggunakan

pihak Konsultan Jasa Survei independen yang diakui kredibilitasnya secara nasional.

Data-data yang didapatkan dari hasil survei tersebut kemudian di-entry pada

kertas kerja untuk kemudian dilakukan rekapitulasi/klasifikasi, analisa serta evaluasi

sehingga didapatkan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), yaitu nilai yang

menunjukkan tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang telah diberikan. Sedangkan

metode analisa data dilakukan berdasarkan Permenpan Nomor 14 Tahun 2017

tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara

Pelayanan Publik.

Pengolahan Data akan Menghasilkan Output sebagai berikut :

Tabel 1 : Pedoman penyusunan survey kepuasan masyarakat


Sumber : Website DJKI
Nilai Nilai Interval Nilai Interval Mutu Kinerja Unit
Persepsi IKM Konversi IKM Pelayanan Pelayanan
1 1,00-2,5996 25,00-64,99 D TIDAK BAIK

2 2,60-3,064 65,00-76,60 C KURANG BAIK

3 3,0644-3,532 76,61-88,30 B BAIK

4 3,5324-4,00 88,31-100,00 A SANGAT BAIK


5

Hasil dari pelaksanaan survei kepuasan masyarakat atas layanan Kekayaan

Intelektual dijadikan sebagai gambaran sekaligus masukan bidang perbaikan bagi

DJKI guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang Kekayaan Intelektual.

B. MASALAH PENELITIAN

Proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan,

serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal

dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini.

1. Fokus Penelitian

Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasikan

permasalahannya sebagai berikut :

a. Evaluasi kebijakan Loket terpadu

b. Bentuk pelayanan satu pintu

c. Proses pengambilan sertifikat di DJKI

d. Manajemen pegawai di Loket terpadu

2. Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna dan mendalam

maka peneliti memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi

ruang lingkupnya. Oleh sebab itu, peneliti membatasi diri hanya berkaitan dengan

“Evaluasi Kebijakan Loket Terpadu Sebagai Pelayanan Satu Pintu Dalam

Melayani Pengambilan sertifikat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Evaluasi kebijakan dipilih sebagai
6

peningkatan wawasan kepemimpinan untuk dijadikan pedoman bagi pemimpin

lainnya.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan Batasan masalah yang telah peneliti pilih maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

a. Implementasi Kebijakan publik

b. Hambatan implementasi kebijakan publik

c. Faktor keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan publik

d. Kapan evaluasi kebijakan diterapkan

e. Bagaimana evaluasi kebijakan yang diterapkan oleh pimpinan di Loket terpadu

C. KEGUNAAN HASIL PENELITIAN

Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan memberikan manfaat secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat secara teoritis adalah diharapkan para pemimpin baik di

Pemerintahan, BUMN, maupun Perusahaan Swasta mampu menambah wawasan

dan memperkaya teori yang berkaitan dengan evaluasi kebijakan loket terpadu

sebagai pelayanan satu pintu sehingga bisa memiliki pelayanan yang baik.
7

2. Manfaat Praktis

a. Pemimpin, yaitu sebagai acuan dalam memanajemen pegawai melalui

pelayanan loket terpadu.

b. Mahasiswa/Dosen, yaitu sebagai penambah wawasan terkait evaluasi kebijakan

loket terpadu sebagai pelayanan satu pintu dalam melayani pengambilan

sertifikat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KAJIAN TEORI

Kajian teori bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji teori, pendapat

para pakar, dan hasil penelitian lain yang ada kaitannya dengan variabel yang diteliti.

1. Pengertian pelayanan

Pelayanan adalah setiap aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan dari pihak lain. Pelayanan terhadap pelanggan sangat

penting dilakukan perusahaan karena tanpa pelayanan yang bagus dan berkualitas

maka pelanggan tidak akan mau membeli produk yang akan diperjualbelikan.

Berikut pengertian pelayanan menurut para ahli :

Menurut Kotler1 definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan

yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya

tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat

dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan

perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen

demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan

bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya

transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan

kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas

mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan

mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita

1
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta.

8
9

jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja

biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut:

a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan.

b. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan

c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.

Menurut Tjiptiono2 Pelayanan yang berkualitas merupakan suatu kondisi

dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan

yang memenuhi atau melebihi harapan. Sehingga definisi kualitas pelayanan

Tjiptiono3 dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan

konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan

konsumen. Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka

terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan /

inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang

diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan,

maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang

diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan

sangat baik dan berkualitas.Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah

daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.

Maka berdasarkan pengertian pelayanan diatas maka peneliti menyimpulkan

bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk orang lain yang

sesuai dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen. Dalam hal ini,

2
Tjiptono, Fandy. 2001. Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Andi Ofset.Yogyakarta.
3
______. 2007. Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Andi Ofset. Yogyakarta.
10

kesimpulan lainnya bahwa pelayanan pada Pemerintahan adalah memenuhi

kebutuhan pemohon untuk keselarasan negara.

2. Pengertian pelayanan terpadu satu pintu

Menurut Suhartoyo4 dengan berlandaskan pemikiran terhadap permasalahan

yang dihadapi oleh masyarakat sebagai pengguna layanan. Dalam upaya untuk

memperbaiki berbagai kelemahan dan mengantisipasi kekurangan terhadap

kualitas layanan publik khususnya bidang perizinan, pemerintah membentuk

lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang bertujuan untuk memperbaiki iklim

investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan perhatian

terhadap usaha mikro, kecil dan menengah. Sehubungan dengan hal tersebut.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan satu atap sendiri mempunyai tujuan untuk

memperpendek proses pelayanan, mewujudkan proses pelayanan yang cepat,

mudah, murah, transparan, pasti dan terjangkau serta mendekatkan dan

memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat.

Menurut Ismayanti5, Dalam pelaksanaannya tentu diperlukan strategi yang

tepat agar investasi dapat meningkat, salah satunya dengan perbaikan pelayanan

publik di bidang perizinan. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

merupakan salah satu upaya agar pelayanan publik bidang perizinan semakin

efektif. Sebuah pelayanan publik bisa dikatakan efektif jika sesuai dengan sasaran

dan tujuan penyelenggaraan pelayanan publik tersebut yaitu kepuasan masyarakat.

4
Suhartoyo. 2019. Implementasi Fungsi Pelayanan Publik dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Semarang – Adminitrative Law & Governance Journal Universitas Diponegoro.
5
Ismayanti, L. (2015) „Efektivitas Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten
Malang‟, JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4(2), pp. 290–300.
11

Dengan tujuan dan sasaran yang tepat, penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu dapat tercapai efektivitasnya.

Menurut Drucker6 dalam bukunya Moenir arti efisiensi dan efektivitas

adalah“... that is, the ability to get things done correctly – is an “input output

concept. An efficient manager is one who achieves outputs or result, that measure

up to the inputs (labor, materias and time) used to achieve. Managers who are

able to minimalize the cost of the resources they use to atteain their goals are

afficiently” Dan pengertian efektivitas, dia mengatakan”Effectiveness, on the other

hand, is the ability to choose appropriate objectives. An effective manager is one

who selects the right things to get done.

Dari teori di atas disimpulkan bahwa efektivitas Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu dapat tercapai apabila telah sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi

dengan melaksanakan pekerjaan dengan benar. Namun dalam pencapaiannya ada

beberapa hal yang dapat menyebabkan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu kurang efektif.

3. Sejarah Perkembangan Perlindungan Kekayaan Intelektual

Melalui websitenya7 DJKI membagikan sejarah perkembangan

perlindungan kekayaan intelektual. Secara historis, peraturan perundang-

undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah

Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai

perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda


6
Drucker, Peter, 1987, Pengantar Manajemen, alih bahasa: Rochmulyati Hamzah, Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo.
7
https://dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki
12

mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912).

Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah

menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak

tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and

Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942

s.d. 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap

berlaku.

Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan

pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk

mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan

salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-

undangan, Departemen Kehakiman.

Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU

tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU

Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989

mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri

perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya

bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten

1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan

perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan

penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional

secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat

penting. Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi


13

asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian,

ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem KI, termasuk paten,

di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga

karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI

yang efektif.

Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19

tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April

1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April

1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the

Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement

on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).

Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat

peraturan perundang-undangan di bidang KI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU

No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992.

Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang KI, yaitu UU

No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang

Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

Terpadu.

Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di

bidang KI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia

mengesahkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001

tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait.


14

Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang

lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.

4. Mengenal Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual adalah unsur pelaksana yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dalam menyelenggarakan tugas, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual mempunyai fungsi:

• perumusan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan intelektual,

penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan,

penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual, kerja

sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi informasi di bidang

kekayaan intelektual;

• pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan intelektual,

penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan,

penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual, kerja

sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi informasi di bidang

kekayaan intelektual;
15

• pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan hukum

kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan

intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran

kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi

informasi di bidang kekayaan intelektual;

• pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perlindungan

hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan

intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran

kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi

informasi di bidang kekayaan intelektual;

• pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual; dan

• pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

5. Teori SWOT

Gambar 2.1 Teori SWOT


Sumber : Rangkuti, 2006

Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :


16

a. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan

pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk

merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.

b. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan

yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan

pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang

ada.

d. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang

bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta

menghindari ancaman.

6. Teori perencanaan strategis John M Bryson

Bryson (2007) menjelaskan perencanaan strategis adalah sebagai upaya

yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang

membentuk dan mengarahkan bagaimana suatu organisasi atau entitas lainnya dan

mengapa organisasi (entitas lainnya) mengerjakan seperti itu. Perencanaan

strategis dalam sektor publik diterapkan untuk tujuan militer dan praktik

penyelenggaraan negara dalam skala yang besar. Menurut Bryson (2007) proses

perencanaan strategis adalah kebijakan umum dan setting arah, penilaian situasi,

identifikasi isu stretegis, pengembangan strategi, pembuatan keputusan, tindakan

dan evaluasi. Dalam kacamata ilmu sosial, isu dianggap sebagai suatu reaksi

informasi berlebihan (hyperbola atau hyper reality) yang mengakibatkan sebuah


17

isu mampu memberi pengaruh besar terhadap penciptaan opini publik yang

mengguncangkan masyarakat yang dilanda isu tersebut (Suryono, 2004) Quin dan

Bracker dalam Bryson (2007), secara khusus perencanaan strategis dapat

diterapkan kepada:

a. Lembaga Publik, Departemen, atau Divisi penting dalam organisasi;

b. Pemerintahan Umum, seperti Pemerintahan Kota, Negara, atau Negara

Bagian;

c. Organisasi nirlaba yang pada dasarnya memberikan pelayanan;

d. Fungsi khusus yang menjembatani batasan-batasan organisasi dan Pemerintah,

seperti transportasi, kesehatan, atau pendidikan;

e. Seluruh komunitas, kawasan Perkotaan atau Metropolitan, Daerah, atau Negara

Bagian memperbaiki kinerja organisasi dan sebagainya.

Bryson (2007) mengemukakandelapan tahapan strategic planning for public

and nonprofit organizations yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Strategi planning John M Bryson


Sumber : Brysonm J.M, 2007
18

a. Memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis. Tujuan langkah

pertama adalah menegosiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting

(decision makers) atau pembentuk opini (opinion leaders) internal (dan mungkin

eksternal) tentang seluruh upaya perencanaan strategis dan langkah perencanaan

yang terpenting. Salah satu tugas pemrakarsa adalah menetapkan secara tepat

siapa saja yang tergolong orang-orang penting pembuat keputusan. Tugas

berikutnya adalah menetapkan orang kelompok, unit, atau organisasi manakah

yang harus dilibatkan dalam perencanaan.

b. Memperjelas mandat organisasi. Mandat formal dan informal yang ditempatkan

pada organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi.

c. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. Bagi perusahaan atau lembaga

pemerintah, atau bagi organisasi nirlaba, hal ini berarti organisasi harus berusaha

memenuhi kebutuhan sosial dan politik yang dapat diidentifikasi. Namun

menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi.

Memperjelas maksud dapat mengurangi banyak sekali konflik yang tidak perlu

dalam suatu organisasi dan dapat membantu menyalurkan diskusi dan aktivitas

secara produktif.

d. Menilai lingkungan eksternal. Tim perencanaan harus mengeksplorasi lingkungan

diluar organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi

organisasi. Sebenarnya, faktor “didalam” merupakan faktor yang dikontrol oleh

organisasi dan faktor “diluar” adalah faktor yang tidak terkontrol oleh organisasi

(Preffer dan Salancik, 1978).


19

e. Menilai lingkungan internal. Agar dapat mengenali kekuatan dan kelemahan

internal, organisasi harus memantau sumber daya (inputs), strategi sekarang

(process) dan kinerja (outputs).

f. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. Secara khas, perencanaan

itu merupakan masalah yang sangat penting bahwa isu-isu strategis dihadapi

dengan cara terbaik dan efektif jika organisasi ingin mempertahankan

kelangsungan hidup dan berhasil baik. Organisasi yang tidak menanggapi isu

strategis dapat menghadapi akibat yang tak diingini dari ancaman, peluang yang

lenyap, atau keduanya.

g. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi didefinisikan sebagai pola

tujuan, kebijakan, program, bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organisasi,

mengapa organisasi harus mengerjakan hal itu. Strategi dapat berbeda-beda

karena tingkat, fungsi dan kerangka waktu.

h. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan. Langkah terakhir

dalam proses perencanaan, organisasi mengembangkan deskripsi mengenai

bagaimana seharusnya organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan

strateginya dan mencapai seluruh potensinya.

7. Matriks BCG adalah sebuah matriks (diagram) yang diciptakan oleh Bruce D.

Henderson untuk membantu perusahaan dalam menganalisis serta mengelola unit

usaha dan lini produknya. BCG adalah kepanjangan dari Boston Consulting Group,

merupakan perusahaan konsultan manajemen yang didirikan pada tahun 1963 dan

memiliki 87 kantor di 45 negara termasuk Indonesia.


20

Kegunaan dari matriks BCG pada manajemen perusahaan adalah sebagai acuan

dalam mengalokasikan dana, memproduksi dan menjual produknya. Matriks BCG ini

berkaitan erat dengan siklus hidup produk (Products life cycle) sehingga sering

disebut juga dengan Product Portfolio Matrix (Matriks Portofolio Produk). Beberapa

nama lain Matriks BCG diantaranya adalah BCG Growth-Share Matrix (Matriks

Pertumbuhan dan Pangsa Pasar BCG), Boston Box dan Portfolio Diagram (Diagram

Portofolio).

Matriks BCG terdiri dari 4 sel-kuadran (2 baris, 2 kolom). 4 sel-kuadran tersebut

mewakili 4 kategori portofolio produk (yang akan dihitung) perusahaan dari 2

dimensi klasifikasi bisnis unit yaitu Relative Market Share (pangsa pasar relatif) dan

Market Growth Rate (tingkat pertumbuhan pasar). Kategori-kategori tersebut

masing-masing diwakili oleh Bintang (Star), Sapi Perah (Cash Cows), Anjing (Dogs)

dan Tanda Tanya (Question Marks).

Tahap Perkenalan (Introduction)


21

Tahapan Perkenalan adalah tahapan pertama dalam siklus hidup produk dimana

produsen memperkenalkan produk barunya kepada pasar atau masyarakat umum.

Beberapa ciri-ciri pada Tahap Perkenalan ini diantaranya adalah :

a. Produk baru diluncurkan ke Pasar (Market)

b. Omset penjualan yang masih rendah

c. Kapasitas produksi masih rendah

d. Biaya per unit yang masih tinggi

e. Cash Flow Negatif

f. Distributor berkemungkinan enggan untuk mengambil produk yang masih belum

terbukti Kualitasnya.

g. Diperlukannya promosi secara besar-besaran dalam rangka memperkenalkan

produknya (biaya promosi yang tinggi)

h. Strategi yang sering digunakan dalamTahap Perkenalan (Introduction) :

i. Mendorong Adopsi pelanggan

j. Mengeluarkan Biaya yang besar dalam promosi untuk menciptakan kesadaran

pada produk dan juga untuk memberitahukan produk barunya kepada masyarakat

k. Menggunakan strategi Harga Peluncuran (skimming) atau Harga Penetrasi

(Penetration)

l. Distribusi yang terfokus (pada wilayah yang terbatas)

Tahap Perkembangan (Growth)

Tahap Perkembangan (Growth) adalah tahap dimana produk yang diperkenalkan

tersebut sudah dikenal dan diterima oleh konsumen. Beberapa ciri-ciri pada tahap

Perkembangan ini adalah :


22

a. Memperluas pasar

b. Omset penjualan yang naik signifikan

c. Meningkatnya kapasitas produksi

d. Produk mulai diterima oleh pasar

e. Cash Flow mulai berubah menjadi Positif

f. Pasar semakin berkembang, laba juga akan meningkat, namun pesaing-pesaing

baru akan mulai bermunculan

g. Biaya per unit akan turun ke skala yang ekonomis

h. Strategi yang sering dilakukan dalam Tahap Perkembangan

i. Membuat iklan yang menciptakan kesadaran akan pemilihan produk dan

memperkuat merek (branding)

j. Memperbanyak saluran distribusi dan memperluas cakupan distribusi.

k. Meningkatkan kualitas produk, menambahkan fitur-fitur baru dan gaya serta

memperbanyak model atau varian.

l. Menurunkan harga produk untuk menarik pembeli dan memperluas segmen pasar

m. Masih mengeluarkan biaya yang besar dalam mempromosikan produk dan

mereknya.

Tahap Kedewasaan (Maturity)

Peningkatan Omset penjualan yang mulai melambat, bersaing dengan ketat dan

berjuang dalam merebut pangsa pasar dengan pesaing-pesaingnya.

a. Kapasitas produksi yang tinggi

b. Memiliki laba yang besar bagi mereka yang dapat memimpin pasar
23

c. Cash Flow akan berada dalam kondisi Positif yang kuat

d. Pesaing yang lemah dan kalah bersaing akan mulai keluar dari pasar

e. Harga Produk mulai turun

f. Strategi yang sering dilakukan dalam Tahap Kedewasaan

g. Memperbaiki dan memodifikasi Produk dan memperbanyak pilihan (model,

warna, bau, rasa, estetika)

h. Meninggalkan varian produk yang tidak kuat di pasar.

i. Kapasitas Produksi pada kondisi yang rasional

j. Menerapkan harga yang lebih bersaing

k. Menggunakan Iklan yang persuasif, mempengaruhi konsumen untuk

menggunakan produknya.

l. Menarik pengguna-pengguna baru

m. Distribusi yang intensif

n. Memasuki Segmen pasar yang baru

o. Repositioning

Tahap Penurunan (Decline)

Padatahap penurunan, penjualan dan keuntungan akan semakin menurun dan

jika tidak melakukan strategi yang tepat, produk yang ditawarkan mungkin akan

hilang dari pasar (market). Ciri-ciri Tahap Penurunan adalah sebagai berikut :

a. Laba menurun secara signifikan dan Cash flow akan melemah

b. Pasar menjadi Jenuh

c. Akan banyak Pesaing-pesaing yang keluar dari pasar


24

d. Kapasitas produksi akan menurun

e. Strategi yang sering digunakan pada tahap penurunan adalah sebagai berikut :

f. Melakukan promosi untuk mempertahankan Pelanggan yang setia

g. Mempersempit saluran distribusi

h. Menurunkan harga uang menjaga daya saingnya

8. Teori Joe Hari Window

Teori Johari window merupakan sebuah teori yang digunakan untuk membantu

orang dalam memahami hubungan antara dirinya dan orang lain. Teori ini digagas

oleh psikolog Amerika, Joseph Luft dan Harrington Ingham pada tahun 1955.

Teori Johari window sering disebut juga dengan teori kesadaran diri. Yaitu

mengenai perilaku maupun pikiran yang ada di dalam diri sendiri maupun di dalam

diri orang lain. Teori Johari window berkaitan juga dengan Emotional Intelligence

Theory yang berhubungan dengan kesadaran dan perasaan manusia.

Konsep teori Johari window digunakan untuk menciptakan

hubungan intrapersonal dan interpersonal, atau hubungan pada diri sendiri dan

hubungan antara diri sendiri dan orang lain.

Konsep teori Johari window memiliki empat ruang atau empat perspektif yang

masing-masing memiliki istilah dan makna yang berbeda. Setiap makna mengandung

pemahaman-pemahaman yang mempengaruhi pandangan seseorang.

Apakah perilaku, perasaan, dan kesadaran yang dimiliki hanya dapat dipahami

oleh dirinya sendiri, hanya dipahami oleh orang lain, atau keduanya dapat

memahaminya. Empat bagian konsep teori Johari window adalah sebagai berikut :
25

1. Open self

Open self atau wilayah terbuka merupakan suatu keadaan dimana seseorang

saling terbuka terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

Pada wilayah terbuka ini, seseorang akan terbuka mengenai perasaan, sifat,

kesadaran, perilaku, dan motivasi.

Orang yang berada pada wilayah terbuka lebih mudah menjalin komunikasi

dengan siapapun. Hal ini berpengaruh terhadap interaksi antara individu atau

kelompok untuk menciptakan komunikasi yang efektif.

Seseorang yang berada dalam wilayah contoh mudahnya ia lebih cenderung

melemparkan senyum, menyapa lebih awal, menjabat tangan, dan lebih banyak

bercerita mengenai dirinya sendiri.

Komunikasi tergantung pada tingkat keterbukaan di mana Anda membuka

diri kepada orang lain dan kepada diri Anda sendiri. Jika Anda tidak mengizinkan

orang lain mengetahui tentang diri Anda, komunikasi antara Anda dan orang lain

tersebut akan mengalami hambatan.

2. Blind self

Blind self atau wilayah buta merupakan kondisi dimana orang lain dapat

memahami sifat, perasaan, pikiran, dan motivasi seseorang, tetapi orang tersebut

tidak dapat memahami dirinya sendiri.

Wilayah buta sering terjadi dalam interaksi dan dapat menimbulkan

kesalahpahaman atau permasalahan lainnya. Dalam diri Anda terdapat daerah


26

yang disebut daerah buta (blind). Self adalah segala hal tentang diri Anda yang

diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri Anda sendiri.

Seseorang yang berada dalam blind self cenderung tidak dapat menciptakan

komunikasi efektif, sehingga timbul berbagai permasalahan. Contohnya, orang

yang bersikap sok asik ketika bertemu dengan orang baru, padahal dirinya sendiri

merupakan seorang yang pendiam. Ia tidak dapat menilai dirinya sendiri

sebagaimana sifat, perilaku, dan pikiran yang ia miliki, tetapi orang lain dapat

menilainya.

3. Hidden self

Hidden self atau wilayah tersembunyi adalah keadaan dimana seseorang

memiliki kemampuan untuk menyembunyikan atau merahasiakan sebagian hal

yang dianggap tidak perlu untuk dipublikasikan kepada orang lain.

Bisa berupa sifat, perilaku, motivasi, atau pemikiran. Contohnya, seseorang

yang sudah berteman lama belum tentu dapat terbuka sepenuhnya ketika

menceritakan kisah hidupnya seperti masalah traumatic, keluarga dan masalah

cinta karena ada beberapa orang yang merasa takut menceritakan hal-hal tersebut

kepada orang lain.

Dalam konsep ini terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Over disclosed : Seseorang terlalu banyak menceritakan rahasianya, sehingga

kemungkinan hidden self lebih kecil. Hal ini membuat seseorang berada di

wilayah terbuka.
27

2. Under disclosed : Seseorang sedikit menceritakan rahasianya, tetapi hanya

pada bagian-bagian tertentu, sehingga seseorang cenderung berada di wilayah

rahasia.

4. Unknown Self

Unknown self atau wilayah tak dikenal merupakan kondisi seseorang

yang tidak dapat memahami dirinya sendiri bahkan orang lain pun tidak dapat

mengenalinya. Wilayah ini merupakan wilayah yang tidak dapat menciptakan

interaksi dan komunikasi yang efektif karena keduanya sama-sama merasa

tidak ada pemahaman.

Dalam diri kita terdapat wilayah yang tidak dikenal (unknown).

Daerah unknown self adalah aspek dari diri Anda yang tidak diketahui baik oleh

diri Anda sendiri maupun orang lain. Anda mungkin akan mengetahui aspek dari

diri yang tidak dikenal ini melalui kondisi kondisi tertentu, misalnya melalui

hipnotis.

B. PENELITIAN YANG RELEVAN

Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain :

1. Jurnal Administrasi Publik oleh Achmad Nur Haida berjudul “Pelayanan

Terpadu Satu pintu sebagai upaya peningkatan pelayanan perizinan (studi pada

kantor pelayanan perizinan kota kediri)” Penelitian ini dilakukan atas dasar

keluhan masyarakat umun dan kalangan dunia usaha mengenai proses pelayanan

perizinan oleh pemerintah daerah yang terkesan berbelit-belit, tidak transparan

dan perlu biaya ekstra. Masyarakat sering bolak-balik dari satu kantor ke kantor

lainnya hanya untuk mengurus suatu perizinan. Ketidak jelasan prosedur, biaya
28

dan waktu pemrosesan suatu izin yang tidak pasti selesainya yang menyebabkan

biaya yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. Melihat permasalahan tersebut

perlu adanya upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan

publik terutama dalam hal pelayanan perizinan. Penelitian ini bertujuan untuk

mendiskripsikan upaya, pelaksanaan dan faktor pendukung dan penghambat dari

pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kantor Pelayanan Perizinan Kota

Kediri. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Fokus permasalahannya adalah (1) Upaya KPP dalam meningkatkan pelayanan

perizinan (2) Pelaksanaan pelayanan perizinan di KPP (3) Faktor pendukung dan

penghambat dalam pelaksanaan perizinan di KPP. Hasil dari penelitian ini

adalah upaya yang dilakukan KPP untuk meningkatkan kualitas pelayanan

perizinan dengan PTSP sudah cukup baik, meskipun ada beberapa faktor

penghambat dari pelaksanaan, tetapi kendala tersebut masih bisa diminimalisir

oleh pegawai KPP.

2. Jurnal Ilmu Pemerintahan oleh Ayu Amrina Rosyada berjudul “Analisis

Penerapan Prinsip Good Governance Dalam Rangka Pelayanan Publik Di

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Di Kota Samarinda” Penelitian

ini menggambarkan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota

Samarinda. Latar belakang penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip

good governance dalam pelayanan publik dilaksanakan dan apa yang menjadi

hambatan dalam penerapan penerapan prinsip good governance tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di

Kota Samarinda. Pengumplan data dilakukan dengan wawancara, observasi,


29

dokumentasi. Narasumber dalam penelitian ini tidak hanya pegawai Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Samarinda, Kepala Bidang

Pendataan & Penetapan tetapi juga masyarakat yang ikut serta dalam pelayanan

perizinan tersebut. Data-data dikumpulkan, dibandingkan dan dianalisis dengan

analisis kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan

Prinsip Good Governance di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di

Kota Samarinda sudah berjalan cukup baik terutama dalam hal partisipasi,

akuntabilitas, aturan hukum, transparansi, efektivitas dan efisiensi serta

responsivitas.

3. Tesis Magister Manajemen dan Kebijakan Publik oleh Heri Kurniawansyah

berjudul “Implementasi Inovasi Pelayanan Publik Di Daerah 3 T (Studi Inovasi

"Si Cantik" Di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Sumbawa)” Penelitian ini menunjukan bahwa kegagalan difusi tidak

mempengaruhi implementasi inovasi dengan maksud bahwa seorang pimpinan

harus memiliki alternatif lain untuk mencapai tujuan inovasi tersebut, yaitu

merubah orientasi awal bagi publik yang bersifat directly menjadi indirectly.

Beberapa masalah tersebut dipengaruhi oleh faktor Sumber Daya Anggaran,

infrastruktur, dan budaya masyarakat. Rekomendasi untuk pemerintah adalah

agar pemerintah menerapkan prinsip collaborative dengan menggandeng pihak-

pihak non government, terutama Perguruan Tinggi dalam hal penguatan difusi.

Pemerintah harus memperkuat infrastruktur seperti komputer, mobil operasional,

mobil keliling dengan fasilitas lengkap untuk memudahkan pelayanan perizinan.

Pemerintah mestinya melakukan pemberdayan aparatur desa dalam


30

implementasi Si Cantik. Hal yang paling penting juga adalah komitmen

pemerintah memberlakukan pelayanan satu atap dengan mengintegrasikan

DMPTSP, Dinas PU, LH, dan Pol PP sehingga pelayanan menjadi cepat.

Sementara rekomendasi kepada peneliti kedepannya agar lebih mengkaji tentang

difusi secara khusus, apakah akan melibatkan pihak non government

kedepannya untuk penguatan difusi.

4. Journal of Financial Economics by Kenneth A. Froot and Jeremy C. Stein with

tittle of “Risk Management, capital budgeting, and capital structure policy for

financial institutions: An integrated approach” this journal develop a

framework for analyzing the capital allocation and capital structure decisions

facing financial institutions. Our model incorporates two key features: (i) value-

maximizing banks have a well-founded concern with risk management; and (ii)

not all the risks they face can be frictionlessly hedged in the capital market. This

approach allows us to show how bank-level risk management considerations

should factor into the pricing of those risks that cannot be easily hedged. We

examine several applications, including: the evaluation of proprietary trading

operations, and the pricing of unhedgeable derivatives positions. We also

compare our approach to the RAROC methodology that has been adopted by a

number of banks.

5. Journal of Socio Economic Planning Sciences by Michelle L Bell, Benjamin F

Hobbs, Hugh Ellis with tittle of “The use multi-criteria decision making methods

in the integrated assessment of climate change: implication for IA

practitioners.” This paper explores potential roles for MCDM in IA identified


31

during the workshop, along with implications for IA design and implementation.

We summarize the workshops’ results regarding intertemporal discounting (a

type of MCDM weighting judgment), visualization of impacts, how MCDM

methods can help users to incorporate their background knowledge, and how

MCDM can improve understanding of tradeoffs and the importance of value

judgments. A key result is that the interest rates IA experts recommend for

discounting future impacts depend strongly on what type of impact is being

discounted, as well as upon the exact phrasing of questions used to elicit rates

from the experts.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan perumusan masalah yang ada berdasarkan Bab 1 maka dapat

disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Implementasi kebijakan publik

Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 2001:68) arti

implementasi kebijakan adalah pelaksana keputusan kebijakan dasar, biasanya

dalam bentuk undang-undang. Namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya, keputusan

tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara

tegas tujuan atau sasaran yang ingin di capai dengan berbagai cara untuk

menstruktur atau mengatur proses implementasinya.


32

Sedangkan menurut teori Van Meter dan Van Horn8 mendefinisikan

implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau

swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan

dalam keputusan kebijakan. Adapun implementasi kebijakan menyangkut tiga hal,

yaitu sebagai berikut :

a. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan

b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan

c. Adanya hasil kegiatan

Dalam beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan

bahwa konsep implementasi kebijakan mengarah pada suatu aktivitas atau suatu

kegiatan yang dinamis dan bertanggung jawab dalam melaksanakan program serta

menetapkan tujuan dari kebijakan tersebut sehingga pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu

sendiri.

8
Teori Van Meter dan Van Horn yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Agostino pada tahun
2003
33

2. Hambatan implementasi kebijakan publik

Dalam implementasi kebijakan terdapat berbagai hambatan-hambatan yang

dapat menghambat. Gow dan Morss9 mengungkapkan bahwa hambatan dalam

implementasi kebijakan adalah antara lain sebagai berikut:

a. Hambatan politik, ekonomi dan lingkungan

b. Kelemahan institusi

c. Ketidakmampuan sumber daya manusia (SDM) dibidang teknis dan

administrative

d. Kekurangan dalam bantuan teknis

e. Kurangnya desentralisasi dan partisipasi

f. Pengaturan waktu (timing)

g. System informasi kurang mendukung

h. Perbedaan agenda tujuan dan actor

i. Dukungan yang berksinambungan

Semua hambatan dapat dengan mudah dibedakan atas hambatan dari luar

dan dalam. Hambatan dari dalam dapat dilihat dari ketersediaan dan kualitas input

yang digunakan seperti sumber daya manusia, system dan prosedur yang harus

digunakan sedangkan hambatan dari luar dapat dibedakan atas semua kekuatan

yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung kepada proses implementasi

itu sendiri seperti :

a. Peraturan atau kebijakan pemerintah

b. Kelompok sasaran

9
Teori Gow dan Morss yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Pasolong pada tahun 2007
34

c. Kecenderungan ekonomi

d. Kecendrungan politik

e. Kondisi sosial budaya dan sebagainya.

3. Faktor keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan publik

Keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan menurut Weimer dan

Vining10 ada tiga faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan yakni sebagai

berikut :

1. Logika yang digunakan oleh suatu kebijakan

Maksudnya adalah sampai berapa benar teori yang menjadi landasan kebijakan

atau seberapa jauh hubungan logis antara kegiatan-kegiatan yang dilakukan

dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan

2. Hakekat kerjasama yang dibutuhkan

Maksudnya adalah apakah semua pihak yang terlibat dalam kerjasama telah

merupakan suatu assembling produktif

3. Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen

untuk mengelola pelaksanaanya.

Menurut M. Irfan Islami11 beberapa kebijakan bersifat self-executing artinya

dengan dirumuskan kebijakan itu sekaligus (dengan sendirinya) kebijakan

implementasikan. Contohnya adalah :

10
Teori Weimer dan Vining yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Pasolong pada tahun
2007
35

a. Kebijakan suatu Negara yang mengakui secara formal kemerdekaan Negara

baru

b. Pergantian atau perubahan lambang Negara, lagu Negara, bendera Negara

Sementara itu menurut Edward12 implementasi kebijakan adalah tahap

pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-

konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu

kebijakan tidak tepat atau tidak mengurangi masalah yang merupakan sasaran

kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun

kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika

kebijakan tersebut kurang di implementasikan dengan baik oleh para pelaksana

kebijakan.

Imlementasi merupakan sebuah tahap yang paling krusial dalam proses

kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus di implementasikan agar supaya

mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan. Menurut Wiliam. N. Dun13

menganjurkan bahwa disetiap tahapan proses kebijakan publik, termasuk tahapan

implementasi kebijakan penting dilakukan analisa. Analisa yang dimaksud tidak

identik dengan evaluasi karena dari tahapan penyusunan agenda hingga evaluasi

kebijakan (policy evaluation) sudah harus dilakukan analisis.

11
Teori pada buku yang di terbitkan oleh M. Irfan Islami pada tahun 2003
12
Teori Edward yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Winarno pada tahun 2002
13
Wiliam N. Dunn. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press
36

4. Waktu yang tepat melaksanakan evaluasi kebijakan publik

Secara mudah dapat dikatakan kebijakan publik adalah usaha pemerintah

untuk mengatasi permasalahan-permasalahan publik. Penyelesaian permasalahan-

permasalahan publik oleh negara yang dalam hal ini diwakili pemerintah

diwujudkan dalam bentuk fungsi pelayanan. Fungsi pelayanan kepada masyarakat

oleh pemerintah dilakukan melalui alokasi kebijakan publik di mana alokasi

kebijakan publik dirumuskan bersama antar pelaku yang terlibat di dalam sistem

pemerintahan.

Pada pelaksanaannya proses kebijakan publik dalam setiap tahapnya

merupakan kegiatan yang begitu kompleks didalamnya yang melibatkan pihak-

pihak dengan berbagai kepentingan mereka masing-masing dan kerumitan bisa

bertambah ketika kebijakan tidak dirumuskan secara jelas sebagai akibat

kompromi-kompromi politik yang mewarnai proses perumusan kebijakan

tersebut. Kondisi yang demikian akan melahirkan konsekuensi terjadinya deviasi

atas tujuan kebijakan atau program yang telah ditetapkan seperti dikatakan

Hogwood14 kebijakan publik lebih banyak gagal atau paling tidak kebijakan

publik tidak terwujud secara sempurna ketika diimplementasikan.

Penyelenggaraan pelayanan publik sampai saat ini belum memenuhi

harapan masyarakat. Berbagai upaya perbaikan terhadap penyelenggaraan

pelayanan publik telah dilakukan oleh pemerintah, namun hasilnya belum

maksimal. Sementara itu, masyarakat menuntut hak-hak mereka ketika

14
Purwanto, Dyah.2012. Implementasi Kebijakan Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gava Media.
37

berhubungan dengan penyelenggara pelayanan publik agar memberikan pelayanan

yang prima.

Dalam rangka memaksimalkan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik

tersebut, diperlukan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara

periodik. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 ayat (3) huruf c Undang Undang Nomor

25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik yang mengamanatkan evaluasi kinerja

penyelenggaraan pelayanan publik.

Evaluasi kinerja penyelenggara pelayanan publik mengacu kepada Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1

Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pelayanan Publik.

Pedoman Evaluasi Kinerja Pelayanan Publik tersebut menjadi acuan bagi

Pembina/Penanggungjawab penyelenggara pelayanan publik guna memperbaiki,

dan menyempurnakan layanan yang sesuai dengan aspek-aspek penyelenggaraan

pelayanan publik.

Dalam pedoman evaluasi kinerja pelayanan publik, untuk mengukur kualitas

pelayanan publik menggunakan indikator dan subindikator serta bukti, dan

metodologi sebagaimana rincian di bawah ini:


38

Tabel 2.1 Indikator dan Subindikator pedoman evaluasi kebijakan kinerja pelayanan
publik

No. INDIKATOR SUB-INDIKATOR BUKTI METODOLOGI

Dasar Hukum
(Perda, Permen, SE,
Standar Standar Pelayanan SK), Standar Desk Evaluation,
1
Pelayanan sudah di tetapkan Operasional Wawancara
Prosedur (SOP)
bagi pelaksana

Integrasi,
Pelaksanaan Standar Wawancara,
Internalisasi,
Pelayanan Observasi
Diseminasi, Diklat

Kesinambungan Penurunan keluhan, Wawancara,


perbaikan Perbaikan proses Observasi

Dasar Hukum
Maklumat Adanya pernyataan (Perda, Permen), Desk evaluation,
2
Pelayanan maklumat Bukti pulikasi Wawancara
(banner, website)

Sesuai janji/hak,
Aplikasi pelaksanaan Observasi,
Tingkat keluhan
maklumat Wawancara
pengaduan

Pelaksanaan survei
Hasil Survei
(pernah dilaksanakan Surat Tugas, SK,
Kepuasan
3 atau tidak. Secara Laporan Hasil Desk Evaluation
Masyarakat
tahunan atau Survei
(SKM)
periodik)

Keberadaan petugas Dasar Hukum


Pengelolaan
4 pengelolaan (Perda, Permen, SE, Desk evaluation
Pengaduan
pengaduan SK)
39

No. INDIKATOR SUB-INDIKATOR BUKTI METODOLOGI

Mekanisme
Desk Evaluation,
pengelolaan Juklak/Juknis, SOP
Wawancara
pengaduan

Pembaharuan
Penyelesaian (updating data dan
aktualisasi informasi informasi) Observasi
pelayanan publik penanganan
pengaduan

Dasar Hukum
Sistem
(Perda, Permen, SE,
Informasi Keberadaan sistem
5 SK), Sosial Media Desk evaluation
Pelayanan dan mekanisme SIPP
(Facebook,
Publik
Twiteer)

Survei, Observasi,
Mekanisme SIPP SOP, Website
Wawancara

Akurasi dan Pembaharuan


aktualisasi informasi (Updating data dan Survei,Observasi
pelayanan publik informasi

5. Proses evaluasi kebijakan publik yang diterapkan oleh pimpinan di Loket terpadu

Proses kebijakan publik merupakan proses yang begitu kompleks,

melibatkan banyak pihak dan banyak kepentingan. Kompleksitas proses tersebut

memiliki konsekuensi terjadinya masalah dan distorsi dalam perencanaan

pembangunan daerah, serta berpotensi tidak sempurna dan bahkan gagal ketika

diimplementasikan. Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi adalah karena

adanya hambatan eksternal, sumber daya tidak memadai, tidak didasarkan pada
40

landasan pemikiran (teoritis), pelaksana bergantung pada aktor yang lain, tidak

terbangun kesepakatan yang baik, dan kurang komunikasi dan koordinasi.

Evaluasi kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan pada

1 (satu) atau beberapa jenis layanan sekaligus dengan tujuan untuk memperoleh

gambaran tentang kondisi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik, kemudian

melakukan perbaikan peningkatan kualitas pelayanan publik.

D. SINOPSIS

Dalam penelitian kualitatif yang berjudul “Evaluasi Kebijakan Loket Terpadu

Sebagai Pelayanan Satu Pintu Dalam Melayani Pengambilan sertifikat di Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual”. Ringkasan teori yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

Menentukan Melakukan studi


Penatapan lokasi
permasalahan literatur

Penetapan metode
Analisa data selama pengumpulan data,
Studi pendahuluan
penelitian observasi, wawancara,
dokumen, diskusi terarah

Hasil cerita, personal,


Analisa data setelah
deskriptif tebal, naratif,
validasi dan
dapat dibantu table
reliabilitas
frekuensi

Gambar 1 : Bagan alur penelitian kualitatif


Sumber : Suryana, Asep. 2007.
41

1. Menentukan permasalahan

Banyaknya pelayanan yang mengabaikan untuk memberikan pelayanan

yang terbaik bagi publiknya, tidak menempatkan layanan publik pada posisi atas

dan ini merupakan masalah besar. Adapun pelayanan yang buruk dapat

menghambat kelancaran bisnis Perusahaan, karena pelayanan terhadap publik

tidak hanya penting namun begitu vital bagi bisnis. Berikut alasan pentingnya

pelayanan publik, diantaranya akan diingat oleh konsumen, menunjukan

kepedulian kepada konsumen, berdampak pada seluruh bisnis, strategi marketing

yang baik, dan mampu menarik konsumen baru.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui unit Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual menyampaikan laporan mengenai indeks kepuasan

masyarakat terhadap layanan kekayaan intelektual di Indonesia yang mulai

dilaksanakan sejak tahun 2017. Pada tahun 2015 dan 2016 DJKI belum

melaksanaan secara mandiri pelaksanaan survei dimaksud. Tahun 2015 untuk

melaksanakan pengukuran indikator kepuasan masyarakat terhadap layanan DJKI

maka telah dilaksanakan dengan menyerahkannya kepada pihak ketiga yang

dipilih melalui metode pelelangan seleksi umum. Namun, penyedia yang telah

ditetapkan sebagai pemenang lelang, menyatakan mengundurkan diri, dengan

alasan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan tidak memadai untuk dilakukan

survey sebagaimana output yang diharapkan. Sehingga untuk tahun 2015, DJKI

belum melakukan pengukuran kepuasan pelanggan atas layanan kekayaan

intelektual.
42

Sedangkan pada tahun 2016 Tim Balitbangkumham Kementerian Hukum

dan HAM mengadakan kajian atas survey internal yang dilakukan oleh DJKI,

dimana hasil kajiannya melaporkan bahwa Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

atas Layanan KI “Belum optimal”, adapun hal ini salah satunya disebabkan oleh

faktor pelaksanaan survei yang dilakukan belum secara spesifik pada tiap jenis

layanan, sedangkan layanan yang diukur masih secara umum. Adapun pada tahun

2017 IKM atas layanan KI mendapat 3,05 (Kategori Baik), tahun 2018 mendapat

raihan 3,15 (Kategori Baik) dan tahun 2019 terjadi peningkatan Indeks yaitu

mendapat 3,26 (Kategori Baik). Survei yang dilaksanakan pada tahun 2019 sudah

menggunakan pihak Konsultan Jasa Survei independen yang diakui

kredibilitasnya secara nasional.

Hasil dari pelaksana survei kepuasan masyarakat atas layanan Kekayaan

Intelektual dijadikan sebagai gambaran sekaligus masukan bidang perbaikan bagi

DJKI guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang Kekayaan

Intelektual.

2. Melakukan studi literatur

Dalam penelitian ini penulis memaparkan 5 (lima) penelitian terdahulu yang

relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang “Evaluasi Kebijakan

Loket Terpadu Sebagai Pelayanan Satu Pintu Dalam Melayani Pengambilan

sertifikat Di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual”.

a. Jurnal Administrasi Publik oleh Achmad Nur Haida berjudul “Pelayanan

Terpadu Satu pintu sebagai upaya peningkatan pelayanan perizinan (studi


43

pada kantor pelayanan perizinan kota kediri)” Penelitian ini dilakukan atas

dasar keluhan masyarakat umun dan kalangan dunia usaha mengenai proses

pelayanan perizinan oleh pemerintah daerah yang terkesan berbelit-belit, tidak

transparan dan perlu biaya ekstra. Masyarakat sering bolak-balik dari satu

kantor ke kantor lainnya hanya untuk mengurus suatu perizinan. Ketidak

jelasan prosedur, biaya dan waktu pemrosesan suatu izin yang tidak pasti

selesainya yang menyebabkan biaya yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi.

Melihat permasalahan tersebut perlu adanya upaya dari pemerintah daerah

untuk meningkatkan pelayanan publik terutama dalam hal pelayanan perizinan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan upaya, pelaksanaan dan faktor

pendukung dan penghambat dari pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di

Kantor Pelayanan Perizinan Kota Kediri. Penelitian menggunakan metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Fokus permasalahannya adalah (1)

Upaya KPP dalam meningkatkan pelayanan perizinan (2) Pelaksanaan

pelayanan perizinan di KPP (3) Faktor pendukung dan penghambat dalam

pelaksanaan perizinan di KPP. Hasil dari penelitian ini adalah upaya yang

dilakukan KPP untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dengan PTSP

sudah cukup baik, meskipun ada beberapa faktor penghambat dari pelaksanaan,

tetapi kendala tersebut masih bisa diminimalisir oleh pegawai KPP.

b. Jurnal Ilmu Pemerintahan oleh Ayu Amrina Rosyada berjudul “Analisis

Penerapan Prinsip Good Governance Dalam Rangka Pelayanan Publik Di

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Di Kota Samarinda”

Penelitian ini menggambarkan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu


44

Pintu di Kota Samarinda. Latar belakang penelitian ini adalah bagaimana

penerapan prinsip good governance dalam pelayanan publik dilaksanakan dan

apa yang menjadi hambatan dalam penerapan penerapan prinsip good

governance tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu di Kota Samarinda. Pengumplan data dilakukan dengan

wawancara, observasi, dokumentasi. Narasumber dalam penelitian ini tidak

hanya pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota

Samarinda, Kepala Bidang Pendataan & Penetapan tetapi juga masyarakat

yang ikut serta dalam pelayanan perizinan tersebut. Data-data dikumpulkan,

dibandingkan dan dianalisis dengan analisis kualitatif deskriptif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Penerapan Prinsip Good Governance di Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Samarinda sudah berjalan

cukup baik terutama dalam hal partisipasi, akuntabilitas, aturan hukum,

transparansi, efektivitas dan efisiensi serta responsivitas.

c. Tesis Magister Manajemen dan Kebijakan Publik oleh Heri Kurniawansyah

berjudul “Implementasi Inovasi Pelayanan Publik Di Daerah 3 T (Studi

Inovasi "Si Cantik" Di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten Sumbawa)” Penelitian ini menunjukan bahwa kegagalan

difusi tidak mempengaruhi implementasi inovasi dengan maksud bahwa

seorang pimpinan harus memiliki alternatif lain untuk mencapai tujuan inovasi

tersebut, yaitu merubah orientasi awal bagi publik yang bersifat directly

menjadi indirectly. Beberapa masalah tersebut dipengaruhi oleh faktor Sumber

Daya Anggaran, infrastruktur, dan budaya masyarakat. Rekomendasi untuk


45

pemerintah adalah agar pemerintah menerapkan prinsip collaborative dengan

menggandeng pihak-pihak non government, terutama Perguruan Tinggi dalam

hal penguatan difusi. Pemerintah harus memperkuat infrastruktur seperti

komputer, mobil operasional, mobil keliling dengan fasilitas lengkap untuk

memudahkan pelayanan perizinan. Pemerintah mestinya melakukan

pemberdayan aparatur desa dalam implementasi Si Cantik. Hal yang paling

penting juga adalah komitmen pemerintah memberlakukan pelayanan satu atap

dengan mengintegrasikan DMPTSP, Dinas PU, LH, dan Pol PP sehingga

pelayanan menjadi cepat. Sementara rekomendasi kepada peneliti kedepannya

agar lebih mengkaji tentang difusi secara khusus, apakah akan melibatkan

pihak non government kedepannya untuk penguatan difusi.

d. Journal of Financial Economics by Kenneth A. Froot and Jeremy C. Stein with

tittle of “Risk Management, capital budgeting, and capital structure policy for

financial institutions: An integrated approach” this journal develop a

framework for analyzing the capital allocation and capital structure decisions

facing financial institutions. Our model incorporates two key features: (i)

value-maximizing banks have a well-founded concern with risk management;

and (ii) not all the risks they face can be frictionlessly hedged in the capital

market. This approach allows us to show how bank-level risk management

considerations should factor into the pricing of those risks that cannot be

easily hedged. We examine several applications, including: the evaluation of

proprietary trading operations, and the pricing of unhedgeable derivatives


46

positions. We also compare our approach to the RAROC methodology that has

been adopted by a number of banks.

e. Journal of Socio Economic Planning Sciences by Michelle L Bell, Benjamin F

Hobbs, Hugh Ellis with tittle of “The use multi-criteria decision making

methods in the integrated assessment of climate change: implication for IA

practitioners.” This paper explores potential roles for MCDM in IA identified

during the workshop, along with implications for IA design and

implementation. We summarize the workshops’ results regarding intertemporal

discounting (a type of MCDM weighting judgment), visualization of impacts,

how MCDM methods can help users to incorporate their background

knowledge, and how MCDM can improve understanding of tradeoffs and the

importance of value judgments. A key result is that the interest rates IA experts

recommend for discounting future impacts depend strongly on what type of

impact is being discounted, as well as upon the exact phrasing of questions

used to elicit rates from the experts.

3. Penatapan lokasi

Penelitian ini dilakukan pada unit Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual

di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang beralamat di Jl. H. R.

Rasuna Said No.kav 8-9, RT.16, Kuningan, Kuningan Tim., Jakarta, Kota Jakarta

Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12940.


47

4. Studi pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan tahap awal dalam melakukan penelitian dan

pengembangan model. Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi dan

mengumpulkan data-data terkait dengan penerapan model evaluasi kebijakan di

Loket terpadu satu pintu DJKI.

5. Penetapan metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data diproses secara kualitatif, adapun diantaranya

wawancara mendalam, observasi, focus group discussion (FGD) dan studi

dokumen dalam meneliti permasalahan yang mendalam. Dalam hal ini tujuan

peneliti adalah untuk mengevaluasi kebijakan pada loket terpadu satu pintu di

DJKI.

6. Analisa data selama penelitian

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Analisis data ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas hingga datanya sudah jenuh.

Analisis data dilakukan melalui 3 tahap, yaitu :

reduksi penyajian
verifikasi
data data

Gambar 2 : Proses analisis data di lapangan model Miles dan Huberman


Sumber : Sugiyono, 2005
48

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan

pada hal yang penting, dicari pola dan temanya.

Misal pada bidang pendidikan, setelah peneliti memasuki setting sekolah

sebagai tempat penelitian, maka dalam meraduksi data peneliti akan

memfokuskan pada murid yang memiliki kecerdasan tinggi dengan

mengkatagorikan pada aspek gaya belajar, perilaku social, interaksi dengan

keluarga dan lingkungan, dan prilaku didalam maupun luar kelas.

b. Data Display (penyajian data)

Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, dsb. Dalam hal ini Miles and

Huberman (1984) menyatakan ”the most frequent form of display data for

qualitative research datain the past has been narrative tex”. Yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang

terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.

c. Conclusion Drawing / Verification

Langkah terakhir dari model ini menurut Miles and Huberman adalah

penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga

tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih

bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti ada di lapangan.

Kesimpulan penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya


49

belum ada yang berupa deskripsi atau gambaran yang sebelumnya belum jelas

menjadi jelas dapat berupa hubungan kausal / interaktif dan hipotesis / teori.

7. Analisa data setelah validasi dan reliabilitas

Cresswell (2007:4) dalam buku tentang penelitian kualitatif menjelaskan

untuk menekankan proses yang mencakup tahapam-tahapan kegiatan, Tindakan,

dan interaksi yang dilakukan partisipan penelitian. Ketiga cakupan tersebut dapat

dipahami seorang peneliti grounded theory melalui pengembangan kategori data

penelitian, menghubungkan kategori yang satu dengan kategori yang lain; dan

pada akhirnya mengembangkan teori baru yang menjelaskan proses itu sendiri.

Alur penelitian grounded theory yang menjelaskan proses dan kategori tersebut

dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Masalah penelitian
mengarah pada

Studi tentang fenomena utama yang diteliti


dengan karakteristik pertanyaan penelitian
grounded theory
• Terdiri atas :
• serangkaian
Dengan menjelaskan suatu proses kegiatan
• tindakan-tindakan
• interaksi manusia

Proses tersebut mulai dipahami • kategori-kategori


peneliti grounded theory melalui • menghubungkan kategori
pengembangan • mengembangkan teori
yang menjelaskan

Gambar 3 : Proses dan Kategori dalam alur penelitian Grounded Theory


Sumber : Agustinus Bandur
50

8. Hasil cerita, personal, deskriptif tebal, naratif, dapat dibantu table frekuensi

Hasil penelitian akan disampaikan pada bab V, dalam penelitian ini peneliti

memilih metode kualitatif deskriptif dengan judul penelitian “Evaluasi Kebijakan

Loket Terpadu Sebagai Pelayanan Satu Pintu Dalam Melayani Pengambilan

sertifikat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual”. Adapun began alur

pemikiran peneliti adalah sebagai berikut :

TEORI & KONSEP

RISET TUJUAN METODE


PROBLEM PENELITIAN PENELITIAN

FAKTA AWAL
INSTRUMEN RISET DESAIN

LAPORAN
SURVEY
KESIMPULAN

ANALISIS DATA

Gambar 4 : Bagan alur penelitian


Sumber : Agustinus Bandur
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian dalam penelitian ini adalah untuk menambah

pengetahuan dan wawasan mengenai evaluasi kebijakan loket terpadu sebagai

pelayanan satu pintu dalam menangani pengambilan sertifikat di Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual. Sedangkan, tujuan khusus penelitian dalam karya tulis ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peran pemimpin dalam evaluasi kebijakan loket terpadu.

2. Untuk mengetahui pelayanan pengambilan sertifikat pada loket terpadu satu pintu

di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada unit Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual

di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang beralamat di Jl. H. R.

Rasuna Said No.kav 8-9, RT.16, Kuningan, Kuningan Tim., Jakarta, Kota Jakarta

Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12940.

2. Waktu penelitian

Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan sejak

tanggal dikeluarkannya izin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih 3 (tiga)

51
52

bulan, 2 bulan pengumpulan data, 1 bulan pengolahan data, dan 1 bulan untuk

proses uji tesis yang meliputi penyajian dalam bentuk tesis dan proses bimbingan

berlangsung.

Tabel 3.1 : Waktu Penelitian


Sumber : Uhamka
Waktu Tahun 2020
No Aktivitas
Oktober November Desember

1 Penelitian pendahuluan

2 Menyusun proposal

3 Seminar proposal

4 Penyusunan instrumen

5 Uji coba instrumen

6 Menjaring data

7 Tabulasi dan analisis data

8 Menyusun naskah tesis

9 Ujian tesis

C. DESAIN PENELITIAN

Creswell dan Clark (2007 : 4) dalam buku Metodologi, Desain dan Metode

Penelitian menjelaskan desain penelitian sebagai “the plan of action that links the

philosophical assumptions to specific methods”.


53

Desain penelitian mengacu pada rancangan/rencana tindakan penelitian yang

menghubungkan kerangka filosofis penelitian dengan metode metode penelitian.

Desain penelitian dapat termasuk rancangan penelitian eksperimental, quasy-

eksperimental, penelitian survey, studi etnografi, studi fenomenologis, grownded

theory, penelitian tindakan, discourse analysis, dan desain kualitatif.

Desain Penelitian Kualitatif

Eksplorasi
pengalaman individu Eksplorasi cerita
untuk pengembangan individu untuk
terbaru menceritakan orang

Eksplorasi budaya
komunitas

Grounded Theory
Naratif Etnografi
T-D-B

Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian Kualitatif


Sumber : Sugiyono, 2009

Desain yang dapat dilukiskan peneliti, diantaranya:

1. Fokus Penelitian
54

Fokus penelitian ini berfokus pada teori evaluasi kebijakan loket terpadu

sebagai pelayanan satu pintu dalam melayani pengambilan sertifikat Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dalam konteks ini peneliti ingin mengacu pada bagan desain penelitian

kualitatif. Fokus penelitian bukan untuk menguji hipotesis melainkan untuk

mengembangkan suatu teori baru berdasarkan data yang dikumpulkan dan

dianalisis secara sistematis. Desain penelitian Grounded Theory digunakan

peneliti untuk menganalisis suatu proses dan menjelaskan proses tersebut untuk

membuat tahapan-tahapan pola tindakan informan dalam kondisi tertentu dan

perubahan resiprokal yang terjadi dalam tindakan atau interaksi yang terjadi

dalam setting penelitian.

TEORI &
KONSEP
RISET TUJUAN METODE
PROBLEM PENELITIAN PENELITIAN
FAKTA
AWAL
INSTRUMEN RISET
DESAIN
LAPORAN
SURVEY
KESIMPULAN

ANALISIS DATA

Gambar 3.2 Bagan Fokus Penelitian


Sumber : Sugiyono, 2009
55

2. Proses Pengumpulan Data

Creswell (2007 : h.404) menekankan proses yang mencakup tahapan-

tahapan kegiatan, tindakan, dan interaksi yang dilakukan partisipan penelitian.

Ketiga cakupan proses tersebut dapat dipahami seorang peneliti grounded theory

melalui pengembangan kategori yang lain dan pada akhirnya mengembangkan

teori baru yang menjelaskan proses itu sendiri. Alur penelitian grounded theory

yang menjelaskan proses dan kategori tersebut dapat dilihat pada bagan berikut :

Dengan menjelaskan
suatu proses yang
terdiri atas
• Serangkaian kegiatan
Masalah penelitian • Tindakan-tindakan dan
mengarah pada • Interaksi manusia

Studi tentang Proses interaksi


fenomena utama mulai dipahami
yang diteliti dengan peneliti grounded
karakteristik theory melalui
pertanyaan pengembangan
penelitian grounded • Kategori-gategori
theory • Menghubungkan
kategori-kategori
• Mengembangkan teori
yang menjelaskan

Gambar 3.3 Bagan proses dan kategori dalam alur penelitian Grounded Theory
Sumber : Sugiyono, 2009

Seperti penelitian kualitatif lainnya, data dalam studi grounded theory

bersumber dari wawancara, observasi, dan semua jenis dokumen, refleksi

peneliti/jurnal, surat kabar elektronik atau website daring.


56

Dalam konteks pembelajaran terdapat istilah evaluasi dan penelitian

evaluasi. Kata evaluasi (penilaian) merupakan suatu program biasanya dilakukan

pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu dengan membandingkan

keadaan yang nyata dengan keadaan yang diharapkan dalam program tersebut.

Menurut Borg and Gall (2003) evaluasi merupakan proses membuat penilaian

tentang manfaat, nilai, atau keseimbangan program pendidikan. Kegiatan evaluasi

biasanya dimulai dengan kebutuhan seseorang untuk mengambil keputusan

mengenai kebijakan, manajemen, atau strategi politik.

Sementara itu Arikunto (2006) mengatakan bahwa penelitian evaluatif harus

mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

a. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku

bagi penelitian ilmiah pada umumnya.

b. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti berpikir sistemik yaitu memandang

program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dan beberapa

komponen atau unsur yang saling berkaitan antara satu sama lain dalam

menunjang keberhasilan kinerja dan objek yang dievaluasi.

c. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dan objek yang dievaluasi, perlu

adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai factor penentu bagi

keberhasilan program.

d. Menggunakan standar, kriteria, dan tolok ukur yang jelas untuk setiap indikator

yang dievaluasi agar dapat diketahui dengan cermat keunggulan dan

kelemahan program.
57

e. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara

rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, perlu

ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi sub komponen,

dan sampai pada indikator dan program yang dievaluasi.

f. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan

akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.

g. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan/rekomendasi

bagi kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain,

dalam melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada

tujuan program kegiatan sebagai standar, criteria, atau tolak ukur.

P. Sigsgaard1 mengembangkan suatu pendekatan yang disebutnya the

Most Significant Change (MSC) sebagai suatu pendekatan kualitatif untuk

mengukur kinerja suatu program tanpa menggunakan indikator yang terukur

secara numerik. Model ini pertama kali dipakai pada program bantuan luar

negeri negara Denmark untuk pembangunan di negara berkembang.

Langkah-langkah dalama MSC dapat diurutkan sebagai berikut: 1)

Mewawancarai stakeholder yang terlibat dalam program (umumnya penerima

manfaat dari program itu); 2) Wawancara terutama untuk menemukan

bagaimana penerima program menilai perubahanperubahan yang mereka alami

sebagai akibat dari program tersebut dalam kurun waktu tertentu. Terutama

1
Sigsgaards P., 2002, “MSC Approach: Monitoring Without Indicators”. Evaluation Journal of Australasia,
(1), hal: 8-15.
58

digali perubahan ke arah positif atau negatif; 3) Mengidentifikasi perubahan itu

terjadi pada domain apa, misalnya perawatan kesehatan, pelayanan pendidikan

atau lainnya; 4) Kemudian tanyakan pada orang yang sama, perubahan yang

mana yang dirasakan paling signifikan dan mengapa?; 5) Seluruh informasi

tentang perubahan signifikan yang dirasakan partisipan program itu kemudian

dipetakan dan dilakukan verivikasi lewat investigasi tambahan; 6) Hasil dari

proses di atas kemudian dirumuskan dalam bentuk pedoman perubahan bagi

program yang ada. Agar lebih sistematis, langkahlangkah dalam the Most

Significant Change (MSC)2 di atas dapat disusun dalam tabel sebagai berikut,

di mana dimulai dengan sasaran, kemudian metode, data-data yang dibutuhkan,

bentuk-bentuk verifikasi informasi, serta hasil akhir. Walaupun hasil model

MSC bisa saja tidak sejalan dengan tujuan program, namun paling tidak model

ini menyajikan pandangan otentik tentang bagaimana partisipan memandang

program atau projek itu, menilai projek itu. Oleh karena keberhasilan suatu

program/projek sangat terkait dengan pandangan partisipan, maka mengetahui

pandangn partisipan akan sangat membantu keberhasilan projek tersebut.

Untuk itu peneliti perlu mempersiapkan dengan baik agar hasil penelitian

mencerminkan satu kesimpulan yang benar-benar menggambarkan. Adapun

sebagai langkah MSC sebagai berikut :

2
Jurnal ETNOHISTORI, Vol. 1, No. 1, Tahun 2014. Safrudin Amin – Memperkenalkan Evaluasi Program
Secara Kualitatif
59

Tabel 3.2 langkah MSC (Most Significant Change)


Sumber : Henwood & Pidgeon, 2009
SASARAN METODE DATA VERIFIKASI HASIL
1. Stakeholders Wawancara 1. Perubahan Verifikasi data 1. RKTL
2. Recipent/ kualitatif signifikan dalam lewat observasi (Rencana
beneficeries periode waktu / penelitian kerja tingkat
tertentu tambahan. lanjut).
2. Perubahan bersifat 2. Pedoman
positif atau negatif perubahan
3. Perubahan pada bagi
bidang pelayanan. perbaikan
4. Alasan perubahan. program.

Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam perkembangan ilmu-ilmu dewasa

ini pengembangan teori-teori baru dapat dilakukan dengan pendasaran pada

wawancara semi-terstruktur (semin-structured interviews), observasi lapangan

(fieldwork observations), catatan-catatan studi kasus (case studies notes) atau

dokumen-dokumen tekstual lainnya (Henwood & Pidgeon, 2009). Mereka

kemudian menjelaskan prosedur melakukan penelitian grounded theory sebagai

berikut :

a. Open coding/substantive coding, yakni peneliti mengidentifikasi variasi-

variasi, hal-hal yang spesifik, dan kompleksitas isi dari wawancara, observasi

atau catatan-catatan deskriptif peneliti.

b. Method of constant comparison, yakni peneliti membandingkan informasi-

informasi yang diperoleh (contoh-contoh, kasus-kasus) untuk selanjutnya

melihat persamaan dan perbedaan dari semua informasi yang diperoleh.

c. Sampling new data, peneliti mengklasifikasi data-data dan kasus-kasus baru

yang belum pernah terungkap dalam teori-teori yang sudah ada.


60

d. Writing a theoretical draft, yakni peneliti mengeksplorasi konsep-konsep baru

seperti menghubungkannya dengan konsep dan teori-teori yang sudah ada.

e. More focused coding, yakni peneliti melakukan koding secara terfokus lalu

membandingkannya dengan teori-teori yang sudah ada sampai terbentuk

konsep baru.

f. Moving analysis from descriptive to theorectical level, yakni peneliti membuat

konsep-konsep baru, menghubungkan konsep-konsep baru tersebut dengan

konsep-konsep yang ada dalam literatur serta membuat definisi-definisi.

Dari hasil Grounded Theory yang dijelaskan diatas, peneliti melakukan

penelitian sesuai dengan prosedur dimana berisi diantaranya studi literature,

wawancara dan observasi. Berikut kumpulan data yang peneliti telaah

sebelumnya:

a. Studi Literatur

Studi Literatur adalah penelitian yang persiapannya sama dengan

penelitian lainnya akan tetapi sumber dan metode pengumpulan data dengan

mengambil data di pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah bahan

penelitian. Studi literature yang peneliti gunakan diantaranya buku,

berita/media masa baik cetak maupun daring, bahan bacaan yang peneliti

peroleh dari hasil observasi.

b. Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan

berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Dalam melakukan


61

wawancara diperlukan antara lain protocol wawancara dan borang atau

formulir wawancara. Berikut terlampir table protokol wawancara :

Tabel 3.3: Protokol wawancara


Sumber : Pribadi
Tanggal &
Informasi yang Media yang
Tempat Pewawancara Narasumber
dijaring diperlukan
Wawancara
25 Hilda Kasub Pembahasan Internet,
Desember Persuratan mengenai alur Handphone
2020, DJKI pengambilan dan PC
sertifikat
25 Hilda Kabag Pembahasan Internet,
Desember Persuratan mengenai aturan Handphone
2020, DJKI kebijakan pada dan PC
loket terpadu
satu pintu

Tabel 3.4 Tabel Borang Wawancara


Sumber : Pribadi
Nama Narasumber :
Jabatan :
Tanggal Wawancara :
No Pertanyaan
1 Bagaimana proses mekanisme dalam pelayanan pengambilan
sertifikat di DJKI ?
2 Apa saja prosedur yang perlu diperhatikan pemohon dalam proses
pengambilan sertifikat ?
3 Apa saja persyaratan untuk mengambil sertifikat ?
4 Berapa lama jangka waktu yang diperlukan dari proses pengambilan
sertifikat ?
5 Berapa biaya yang diperlukan untuk pengambilan sertifikat ?
6 Bagaimana bila ada hambatan atau masalah yang dihadapi pemohon
dalam proses pengambilan sertifikat ?
Tanggapan Pewawancara :

Narasumber :
Nama
Jabatan
62

c. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah mengamati (melihat, mendengar, merasakan) secara

langsung proses terjadinya fenomena ilmu pengetahuan. Untuk melaksanakan

obeservasi peneliti melakukan sebagai berikut :

1) Menyusun protocol observasi. Yaitu rencara observasi yang antara lain

berisi : a) Tempat, Tanggal dan waktu, b) Objek yang diobservasi, c) Data

yang dijaring, d) Observer, e) Peralatan yang digunakan. Protokol observasi

akan mudah dibaca dalam bentuk table. Berikut table protokol observasi

yang disusun peneliti:

Tabel 3.5 Tabel Observasi


Sumber : Pribadi
Tempat,
Peralatan
Tanggal Objek
Data yang dijaring Observer yang
dan Observasi
digunakan
Waktu
23 Evaluasi proses Penelitian yang Agnes Internet
Desember perizinan memiliki tema yang Anindita dan PC
2020 terpadu sama namun Krisilvana
pelayanan satu pembahasan yang
pintu (PTSP) berbeda
dalam rangka
perwujudan
good
governance
Youtube, promosi Proses pelayanan 2359 Internet
18 program satu pintu yang di pictures dan PC
agustus terbaru programkan oleh
2016 pemerintah pemprov DKI
DKI Jakarta
yaitu Badan
Pelayan
Terpadu Satu
Pintu.
63

2) Hasil observasi

Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi

atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan

untuk memperoleh gambaran nyata suatu peristiwa atau kejadian untuk

menjawab pertanyaan penelitian.

Bungin (2007: 115-117) mengemukakan beberapa bentuk observasi,

yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3).

observasi kelompok. Berikut penjelasannya:

a) Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian

melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam

keseharian informan.

b) Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa

menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan

pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.

c) Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh

sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi

objek penelitian.

Setelah melewati proses wawancara, studi literature dan observasi

maka akan ditemukan hasil. Observasi yang digunakan peneliti adalah

observasi tidak terstruktur dimana peneliti mengamati proses melalui

daring yang sudah ada dan bisa di akses kapanpun. Hasil penelitian yang

peneliti sudah amati akan dirangkum di Bab IV.


64

3. Analisis Data

Gambar 3.4 Bagan Data Analisis


Sumber : Sugiyono

Peneliti menggunakan menganalisis data sebelum dan sesudah melakukan

pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan

literature, wawancara dan mengkaji data yang ada. Selanjutnya, peneliti

melakukan reduksi data dimana, peneliti membuang data yang tidak perlu atau

kuantifikasi data agar data yang dikumpulkan menjadi lebih kompleks. Terakhir,

peneliti membuat kesimpulan atau verifikasi yang dibuat untuk mengambil

tindakan yaitu membuat tesis ini.

4. Triangulasi

Norman K. Denkin dikutip oleh Mudjia Rahardjo (2012) mendefinisikan

triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk

mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang

berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi


65

metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan

kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori.

a) Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau

data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti

menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh

kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai

informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara dan

obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti

juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran

informasi tersebut. Triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi

yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya.

b) Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu

orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini untuk memperkaya

khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian.

Namun orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki

pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru

merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.

c) Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui

berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui

wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat

(participant obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan

resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara

itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan
66

memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena

yang diteliti.

d) Triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan

informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan

dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual

peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi

teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu

menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang

telah diperoleh.

Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi sumber

data dan triangulasi teori. Data dikumpulkan sampai lengkap, kemudian

divalidasi dari berbagai sumber sehingga dapat menjadi dasar untuk penarikan

kesimpulan. Dengan demikian, diharapkan data yang dikumpulkan layak untuk

dimanfaatkan.

5. Pembahasan

Pembahasan dibutuhkan peneliti untuk menguraikan serta menerangkan data

dan hasil penelitian tentang permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab I.

Penelitian ini berfokus pada evaluasi kebijakan loket terpadu sebagai pelayanan

satu pintu dalam pengambilan sertifikat di Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual.

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang

diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan dilakukan setelah


67

proses verifikasi yang dikumpulkan dalam bentuk narasi. Penarikan kesimpulan

merupakan tahap akhir dari pengolahan data.

D. TEKNIK DAN INSTRUMEN PENELITIAN

1. Teknik Penelitian

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai

sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan

pada setting alamiah, misalnya; di lingkungan tertentu dengan berbagai

responden, seminar, diskusi, dll. Bila dilihat dari sumber datanya, pengumpulan

data dapat menggunakan sumber primer (sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data) dan sumber sekunder (sumber yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya; lewat orang

lain atau lewat dokumen). Bila dilihat dari cara atau teknik pengumpulan data,

teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,

kuesioner, dokumentasi dan gabungan keempatnya.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang

alamiah, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada

observasi berperanserta dan wawancara mendalam.3

2. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus “divalidasi”. Validasi terhadap

3
Sugiono.2009.Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfa Beta .
68

peneliti, meliputi; pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan

terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian -

baik secara akademik maupun logiknya- (Sugiono,2009:305).

Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan

atas temuannya (Sugiono,2009:306).

Peneliti sebagai instrumen atau alat penelitian karena mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

1. peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus

dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi

penelitian,

2. peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus,

3. tiap situasi merupakan keseluruhan artinya tidak ada suatu instrumen

berupa test atau angket yng dapat menangkap keseluruhan situasi

kecuali manusia,

4. suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata dan untuk memahaminya, kita perlu sering

merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita,

5. peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang

diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera


69

untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang

timbul seketika,

6. hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan

segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan,

perbaikan atau perlakuan.4

E. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Teknik Pengolahan

Teknik pengolahan data yang dibuat peneliti, diantaranya adalah :

a. Mengumpulkan data yang perlu diolah dahulu

b. Menyederhanakan seluruh data yang terkumpul

c. Menyajikan dalam susunan yang baik dan rapi

d. Menganalisis data yang telah dibuat

2. Analisis Data

Teknik analisa data merupakan suatu langkah untuk menyimpulkan hasil

penelitian. Analisa data yang diteliti oleh peneliti diantaranya :

a. Tahap Penelitian

1) Perencanaan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

4
Sugiono.2009.Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfa Beta .
70

a) Peneliti menentukan pembelajaran yang ingin dipelajari

b) Peneliti membuat instrumen- interumen penelitian yang ingin digunakan

untuk penelitian.

2) Pelaksanaan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Peneliti melaksanakan pembelajaran pada sampel penelitian.

b) Peneliti menganalisis dan menetapkan instrumen penelitian.

3) Evaluasi dan Penyusunan Laporan

Pada tahap ini, peneliti menganalisis dan mengolah data yang telah

dikumpulkan dengan metode yang telah ditentukan. Lalu, menyusun dan

melaporkan hasil-hasil penelitian.

F. TEKNIK PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Selama pelaksanaan penelitian, suatu kesalahan dimungkinkan dapat timbul.

Entah itu berasal dari diri peneliti atau dari pihak informan. Untuk mengurangi dan

meniadakan kesalahan data tersebut, peneliti perlu mengadakan pengecekan kembali

data tersebut sebelum diproses dalam bentuk laporan dengan harapan laporan yang

disajikan nanti tidak mengalami kesalahan.

Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan yaitu teknik

triangulasi. Peneliti memilih teknik ini untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data dan memanfaatkan penggunaan sumber yaitu


71

membandingkan dan mengecek terhadap data yang diperoleh. Triangulasi ini

dilakukan dengan cara :

1. Membandingkan apa yang dipelajari dari e-learning dengan kajian pustaka yang

ada.

2. Membandingkan penelitian dengan hasil peneliti lain.

3. Mengadakan perbincangan dengan banyak pihak untuk mencapai pemahaman

tentang suatu atau berbagai hal.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. LATAR PENELITIAN

Lokasi penelitian ini dilakukan di Unit Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual,

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berlokasi di Jalan H.R.Rasuna Said

No. kav 8-9 RT.16, Kuningan, Jakarta Selatan. Fokus penelitian dilakukan pada Bagian

Tata Usaha (Persuratan) dan Hubungan Masyarakat yang melayani pengambilan

sertifikat melalui loket terpadu satu pintu.

Pelayanan pengambilan sertifikat tidak akan berjalan tanpa didukung oleh

kebijakan Pimpinan atau pegawai yang ada. Pimpinan merupakan komponen penting

dalam memberikan kebijakan. Untuk memperoleh kebijakan yang bermutu, dibutuhkan

Pimpinan yang professional dalam pengambilan sertifikat tersebut. Adapun dalam tujuan

penelitian pada Bab 3, dituliskan tujuan penelitian diantaranya untuk mengetahui peran

pemimpin dalam evaluasi kebijakan loket terpadu dan mengetahui pelayanan sertifikat

pada loket terpadu satu pintu DJKI. Adapun peran Pimpinan yang memberikan

kebijakan dalam proses pengambilan sertifikat, dapat dilihat pada data berikut :

72
73

kepala bagian tata usaha dan


hubungan masyarakat
Irma Mariana

Kepala sub bagian tata usaha


(persuratan)
Tria Mulya Choirunnisa

Sekretaris
Ika Widya P

Arsiparis Persuratan Perjalanan Dinas

Ari Nurhayati Pipin Ari Sutejo Sarudin

Sertifikat Kembali Sertifikat Masuk Sertifikat Keluar Sumaker

Hilda Vani dan Wina Abi dan Dudi Pebri

Gambar 4.1 Bagan Struktur Tim Persuratan


Sumber : Pribadi

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tim persuratan sudah cukup.

Hal ini terlihat dari setiap bagian yang sudah terisi dengan total jumlah pegawai pada

tim persuratan adalah 12 orang. Namun, jumlah diatas tidak menjadi patokan untuk

memungkinkan penambahan pegawai baru agar setiap tusi dapat saling terkoordinsi bila

tidak hadir.

Pengambilan sertifikat dilakukan apabila pemohon sudah memenuhi syarat untuk

mendapatkan sertifikat. Adapun syarat pengambilan sertifikat adalah dengan

menunjukan bukti kuasa dan identitas diri yang sebelumnya sudah didaftarkan. Adapun
74

untuk keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada standar pelayanan Kekayaan

Intelektual pada website DJKI.1

Adapun kebijakan loket terpadu sebagai pelayanan satu pintu dalam melayani

pengambilan sertifikat di DJKI, dapat dilihat pada tabel Standar Operasional Prosedur

(SOP) sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Nomor

HKI-01.OT.02.02 Tahun 2017 Tentang Penetapan Standar Pelayanan Kekayaan

Intelektual.

Gambar 4.2 Sistem mekanisme dan prosedur


Sumber : Website DJKI

1
Website DJKI. Standar Pelayanan DJKI. HKI-01.OT.02.02 TAHUN 2017. https://en.dgip.go.id/standar-
pelayanan-djki
75

Dalam pengambilan sertifikat memiliki persyaratan berbeda bagi pemohon

perorangan dan konsultan. Adapun persyaratannya yang berbeda diantaranya adalah

untuk perorangan menunjukan bukti identitas, surat kuasa bermaterai sedangkan

konsultan untuk datanya sudah terpilah pada buku pengambilan konsultan. Namun,

disayangkan karena data konsultan masih ditulis secara manual, sehingga data konsultan

pun belum terinput secara otomatis pada sistem.

Pada wawancara kepada Plh. Kasubag Persuratan, Ari Nurhayati, jangka waktu

penyelesaian proses layanan sertifikat memakan waktu 10 sampai dengan 15 menit

untuk validasi proses data permohonan untuk dipastikan kembali data pemohon di loket

pengambilan. Sedangkan untuk biaya, disesuaikan dengan aturan tarif yang berlaku

sesuai arahan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual.

Gambar 4.3 Jangka waktu penyelesaian dan biaya/tarif pengambilan sertifikat


Sumber : Website DJKI
76

B. TEMUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian evaluatif adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang

terjadi dalam proses kebijakan. Proses evaluasi memiliki 3 hal penting yaitu input,

transformasi dan output. Input adalah pegawai yang telah dinilai kemampuannya dan

siap menjalani proses kegiatan pengambilan sertifikat. Transformasi adalah segala unsur

yang terkait dengan proses pengambilan sertifikat, yaitu : pimpinan, pegawai, sertifikat

dan proses penyerahan, metode pengambilan sertifikat, sarana penunjang dan sistem

administrasi. Sedangkan, output adalah capaian yang dihasilkan dari proses penyerahan.

Alur perencanaan strategis menurut John M Bryson ada 8 langkah. Data temuan

penelitian yang didapat oleh peneliti akan dibagi ke dalam 8 langkah tersebut, yaitu :

Gambar 4.3 Alur perencanaan strategis


Sumber : Bryson, 2007

1. Memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis. Tujuan langkah

pertama adalah menegosiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting (decision

makers) atau pembentuk opini (opinion leaders) internal (dan mungkin eksternal)

tentang seluruh upaya perencanaan strategis dan langkah perencanaan yang


77

terpenting. Salah satu tugas pemrakarsa adalah menetapkan secara tepat siapa saja

yang tergolong orang-orang penting pembuat keputusan. Tugas berikutnya adalah

menetapkan orang kelompok, unit, atau organisasi manakah yang harus dilibatkan

dalam perencanaan.

2. Memperjelas mandat organisasi. Mandat formal dan informal yang ditempatkan pada

organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi.

3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. Bagi perusahaan atau lembaga

pemerintah, atau bagi organisasi nirlaba, hal ini berarti organisasi harus berusaha

memenuhi kebutuhan sosial dan politik yang dapat diidentifikasi. Namun menetapkan

misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi. Memperjelas maksud

dapat mengurangi banyak sekali konflik yang tidak perlu dalam suatu organisasi dan

dapat membantu menyalurkan diskusi dan aktivitas secara produktif.

4. Menilai lingkungan eksternal. Tim perencanaan harus mengeksplorasi lingkungan

diluar organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi

organisasi. Sebenarnya, faktor “didalam” merupakan faktor yang dikontrol oleh

organisasi dan faktor “diluar” adalah faktor yang tidak terkontrol oleh organisasi

(Preffer dan Salancik, 1978).

5. Menilai lingkungan internal. Agar dapat mengenali kekuatan dan kelemahan internal,

organisasi harus memantau sumber daya (inputs), strategi sekarang (process) dan

kinerja (outputs).
78

6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. Secara khas, perencanaan itu

merupakan masalah yang sangat penting bahwa isu-isu strategis dihadapi dengan cara

terbaik dan efektif jika organisasi ingin mempertahankan kelangsungan hidup dan

berhasil baik. Organisasi yang tidak menanggapi isu strategis dapat menghadapi

akibat yang tak diingini dari ancaman, peluang yang lenyap, atau keduanya.

7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi didefinisikan sebagai pola

tujuan, kebijakan, program, bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organisasi,

mengapa organisasi harus mengerjakan hal itu. Strategi dapat berbeda-beda karena

tingkat, fungsi dan kerangka waktu.

8. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan. Langkah terakhir dalam

proses perencanaan, organisasi mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana

seharusnya organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan

mencapai seluruh potensinya.

C. PEMBAHASAN

Alur perencanaan strategis menurut John M Bryson ada 8 langkah. Data temuan

penelitian yang didapat oleh peneliti akan dibagi ke dalam 8 langkah tersebut, yaitu :

1. Memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis

Dalam tim persuratan telah tercantum tujuan yang ingin dicapai atau ada hal

yang ingin disepakati dan disetujui bersama. Hal ini terlihat dari adanya kesepatan

bersama dalam penyusunan rencana kerja dan pembagian tugas masing-masing


79

pegawai. Berdasarkan wawancara dengan kepala sub bagian persuratan, Tria Mulya

Choirunnisa diperoleh bahwa setiap kegiatan yang di rencanakan oleh tim persuratan

dibentuk pada setiap awal tahun menyesuaikan dengan RKAKL (Rencana Kerja &

Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang di sepakati terlebih dahulu oleh unit

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Pada langkah ini, dilakukan beberapa hal seperti menegosiasi kesepakatan

untuk menyelenggarakan sistem kerja dengan membuat keputusan terkait dengan

peningkatan mutu pelayanan publik. Membuat kelompok tim, hal ini dilakukan

dengan menetapkan orang-orang yang terlibat dalam penyusunan rencana kerja

terkait peningkatan mutu pelayanan publik dan proses pengambilan sertifikat yang

termasuk di dalamnya kepala sub bagian. Kemudian menyepakati upaya-upaya

perencanaan, langkah-langkah yang dilakukan, bentuk dan jadwal laporan,

menetapkan peran, fungsi tim. Hal ini dilakukan sebelum pergantian tahun agar

mendapatkan laporan tahunan dengan peningkatan yang tercapai.

2. Memperjelas mandate organisasi

Latar belakang dibentuknya tim persuratan yaitu: “mengelola setiap proses

administrasi yang tugasnya antara lain mengirim, menerima, mencatat dan

membukukan, menyampaikan sesuai Klasifikasi Surat dan Sertifikat dari Sub Bagian

teknis kepada yang berwenang untuk menindaklanjuti surat tersebut sesuai disposisi

dan menyelesaikan setiap kegiatan yang sudah disusun sesuai RKAKL (Rencana

Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga”.


80

Pada langkah ini peneliti melakukan beberapa langkah penting, yaitu :

mengidentifikasi mandat formal maupun nonformal tim persuratan dengan mengkaji

berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan pelayanan publik (tercantum

dalam Bab I), menafsirkan mengenai kewajiban dari orang-orang yang terlibat untuk

melakukan tanggung jawabnya, kemudian mengidentifikasi tentang aktivitas yang

tidak dibatasi terkait dengan peningkatan mutu pelayanan publik.

Mandat tim persuratan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pelayanan

publik juga berisi tentang sasaran, harapan, dan tekanan yang dihadapi tim

persuratan. Sasaran tim persuratan adalah tantangan utama yang akan dicapai dalam

waktu 1 tahun ke depan dan telah disesuaikan dengan faktor kesiapan tim persuratan.

Sementara harapan dalam tim persuratan terkait peningkatan mutu pelayanan publik

meliputi: semua pegawai berpendidikan minimal SMA/D3, semua pegawai mampu

memberikan pelayanan sesuai dengan kualifikasi standar pelayanan, dan adanya

peningkatan kompetensi pegawai di berbagai bidang.

3. Menilai lingkungan eksternal

Analisis SWOT merupakan rangkuman evaluasi diri DJKI yang dilakukan

secara holistic. Analisis SWOT memuat tentang identifikasi tentang kekuataan dan

kelemahan yang dimiliki oleh DJKI, serta identifikasi peluangn dan ancaman yang

ada diluar DJKI, terkait dengan proses pelayanan publik.

Menurut Kepala Bagian Tata Usaha Dan Hubungan Masyarakat, Irma Mariana,

sebelum menyusun rencana kerja, dilakukan analisis dibantu beberapa rekan. Analisis
81

ini didasarkan pada identifikasi terhadap kelebihan dan kelemahan DJKI. Hal ini

dilakukan sesuai dengan tingkat pelayanan yang paling diutamakan (urgent).

Sehingga dapat diperoleh analisis yang benar benar sesuai untuk dilanjutkan dalam

menentukan program dan kegiatan.

Terkait dengan peningkatan mutu pelayanan publik, analisis SWOT yang

dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Analisis SWOT Kebijakan Pelayanan Publik dalam Pengambilan sertifikat
di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Sumber : Pribadi
Komponen Strength Weakness Opportunity Threat
Pelayanan 1. Memiliki 1. Kurangnya 1. Adanya 1. Ancaman dari
publik dalam standar pendidikan kesempatan pemohon
pengambilan prosedur yang untuk dinas untuk untuk
sertifikat mudah mencapai mengasah memberikan
dipahami dan standar pengalaman sertifikat
mudah untuk pelayanan pegawai untuk diluar waktu
dilaksanakan publik yang mengenal penyerahan
2. Memiliki sesuai lingkungan atau minta
fasilitas yang 2. Kurangnya diluar DJKI untuk
dibutuhkan dan pengalaman pusat. dipercepat
dapat dipenuhi pegawai 2. Adanya diklat 2. Adanya
dengan dalam pegawai kepentingan
penyesuaian melayani dan 3. Adanya yang urgent
yang tepat berhadapan konsultan sehingga
3. Memiliki langsung meminta
keamanan yang dengan kepada
ketat sehingga pemohon pemohon yang
tertib sudah
mengantri
untuk kembali
bersabar.

Sebagai tambahan analisis SWOT terhadap pelayanan loket terpadu dalam

pengambilan sertifikat di DJKI yang lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
82

Tabel 4.2 Analisis SWOT Pelayanan loket terpadu dalam pengambilan


sertifikat di DJKI
Sumber : Pribadi

OPPORTUNITY STRENGTH - WEAKNESS-


OPPORTUNITY OPPORTUNITY
1. Adanya kesempatan dinas 1. Menyertakan pegawai pada 1. Menata kembali kesesuaian
untuk mengasah pelatihan yang diadakan spesialisasi pegawai
pengalaman pegawai untuk oleh Bagian Kepegawaian dengan tugas yang
mengenal lingkungan diluar 2. Melibatkan tenaga diberikan.
DJKI pusat. professional dari sebagian 2. Mewujudkan program
2. Adanya diklat pegawai tim persuratan dalam peningkatan mutu
3. Adanya konsultan pelayanan loket terpadu pelayanan publik
3. Mewujudkan program
dinas guna fasih dalam
berhadapan dengan banyak
orang
THREAT STRENGTH - THREAT WEAKNESS - THREAT
1. Ancaman dari pemohon 1. Mengikuti standar
untuk memberikan sertifikat pelayanan operasional
diluar waktu penyerahan dalam pengambilan
atau minta untuk dipercepat sertifikat untuk diketahui
2. Adanya kepentingan yang pemohon agar mengikuti
urgent sehingga meminta peraturan yang berlaku
kepada pemohon yang 2. Peningkatan tingkat mutu
sudah mengantri untuk pelayanan publik
kembali bersabar.

4. Menilai lingkungan internal

Pada langkah ini, mengidentifikasi hal-hal yang penting untuk penyelesaian

persoalan kritis. Kepala Sub Bagian Persuratan melakukan identifikasi isu strategis

ini dengan melihat pada hasil analisis SWOT yaitu dengan melihat ancaman dan

kelemahan Loket Pelayanan Terpadu DJKI yang menjadi tantangan untuk diperbaiki.

Isu strategi pada Loket terpadu terkait peningkatan mutu pegawai adalah
83

memperbaiki keterampilan pegawai dalam berhadapan langsung dengan pemohon

dan mengikuti standar pelayanan operasional DJKI.

5. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi

Pada langkah ini, Kepala Sub Bagian Persuratan merumuskan strategi

berdasarkan isu strategis yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Dengan

melihat isu strategis, maka dicari penyelesaian untuk menangani isu tersebut dengan

berbagai program terkait. Dalam tim persuratan, cara-cara pengembangan strategi

menata kembali kesesuaian spesialisasi pegawai, mewujudkan program peningkatan

pelayanan publik, dan melakukan dinas luar agar terbiasa berhadapan dengan

berbagai karakter dan memperhatikan pelayanan publik di departemen lain agar

menjadi patokan standar pelayanan yang berkualitas.

6. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu

Dapat dilihat bahwa tim persuratan berusaha mengimplementasikan rencana

strategis yang telah disiapkan sebelumnya untuk melakukan review atau evaluasi hal-

hal yang perlu mengalami perbaikan. Rencana yang telah diperbaiki sebagai hasil

proses review atau evaluasi kemudian diadopsi sebagai rencana yang dilakukan

selanjutnya. Pada tahap ini tim persuratan melakukan evaluasi terhadap program

berjalan dibagi setiap tahun berjalan. Secara keseluruhan tim persuratan dievaluasi

setiap tahunnya.

Berdasarkan perbincangan dengan Kepala Sub bagian persuratan bahwa isu

strategis yang dihadapi loket terpadu dalam pengambilan sertifikat adalah penguasaan

terhadap komunikasi. Hal ini dikarenakan kebutuhan dalam berkomunikasi semakin


84

mendesak dikarenakan keterampilan komunikasi adalah kunci utama dalam

pelayanan publik. Untuk selanjutnya, adalah penampilan. Dimana, penampilan

merupakan kunci utama terciptanya kesan terhadap pencitraan DJKI. Sehingga

diperlukan pelatihan yang khusus mengenai penampilan diri dan komunikasi.

Langkah ini dirasa Kepala Sub Bagian Persuratan paling tepat untuk menangani isu

strategis tersebut.

7. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan dan Memperjelas misi

serta nilai-nilai organisasi

Visi dan misi tim persuratan, mengikuti dengan anjuran Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual, yaitu :

a. Visi : Menjadi institusi kekayaan intelektual yang menjamin kepastian hukum dan

menjadi pendorong inovasi, kreatifitas, dan pertumbuhan nasional.

b. Misi : Mewujudkan pelayanan dan penegakan kekayaan intelektual yang

berkualitas.

Pada tahap ini, peneliti tidak melakukan penelitian terhadap proses penetapan

visi, misi dan nilai-nilai tujuan. Hal ini dikarenakan proses penetapan sudah

dilaksanakan sebelum peneliti melakukan penelitian.Oleh karena itu, peneliti hanya

melakukan analisis terhadap Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang telah

didokumentasikan oleh peneliti.

Berdasarkan wawancara dengan kepala sub bagian persuratan, program yang

terdapat dalam tim persuratan disusun berdasarkan visi dan misi DJKI. Terlebih lagi,

harus diingatkan kepada seluruh pegawai tetap terpaku pada visi dan misi DJKI
85

dengan niat yang benar. Dengan melihat visi dan misi DJKI, arah tujuan program

tidak akan melenceng dari niat yang dibangun di DJKI. Ini juga bisa menjadi cara

untuk menghidupkan budaya terkait visi dan misi harus tetap dijaga dalam kehidupan

di dalam DJKI maupun Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan tahapan perencanaan strategis tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa perencanaan strategis memiliki delapan tahapan yang disusun secara sistematis

yaitu dimulai dari tahap memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis

hingga tahap menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan. Melalui

berbagai tahapan yang dilakukan secara sistematis tersebut maka diharapkan nantinya

perencanaan strategis dapat membantu sebuah organisasi dalam pencapaian tujuan

organisasi.

Pada tahap analisis SWOT terdapat beberapa langkah yang harus dipenuhi

yaitu :

Langkah 1 : Identifikasi kelebihan dan kelemahan yang paling

mempengaruhi pelayanan publik di Loket Terpadu Satu Pintu Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual. Berdasarkan kesepakatan yang di dokumentasikan oleh

peneliti, maka dapat dilihat bahwa analisis SWOT belum mencantumkan Standar
86

Pelayanan Publik, menurut Ridwan dan Sudrajat2 yang diantaranya sebagai

berikut:

1. Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan

termasuk pegaduan.

2. Waktu peyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai

dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

3. Biaya pelayanan

Biaya atau tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses

pemberian pelayanan.

4. Produk pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan.

5. Sarana dan prasarana

Penyedian sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh

penyelenggaraan pelayanan publik.

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan

2
Ridwan, Juniarso dan Sodik Sudrajat, achmad. 2009. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa.
87

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat

berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang

dibutuhkan.

Langkah 2: Mengidentifiksi peluang dan ancaman yang mempengaruhi

DJKI dari lingkungan eksternal. Berdasarkan analisis peneliti yang

didokumentasikan, terdapat identifikasi terhadap peluang dan ancaman yang

mempengaruhi madrasah.

Langkah 3: masukan butir-butir hasil identifiksi (langkah 1 dan langkah 2)

ke dalam pola analisis SWOT. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan,

atau jika terlalu banyak, dapat dibagi menjadi analisis SWOT dengan komponen

masukan, proses, dan keluaran. Hal-hal yang termasuk masukan adalah pegawai,

pimpinan, dan konsultan, pengambilan sertifikat, sarana dan prasarana, serta

pembiayaan. Hal-hal yang termasuk proses adalah pengelolaan kebijakan, proses

penerapan, lingkungan kerja, dan sistem pelayanan publik yang bermutu.

Sedangkan termasuk keluaran adalan pemohon.

Langkah 4: rumusan strategi yang direkomendasikan untuk menangani

kelemehan dan ancaman, termasuk pemecahan masalah, perbaikan, dan

pengembangan lebih lanjut. Strategi yang perlu dirumuskan untuk memperoleh

peluang adalah dengan menggunakan (strategi S-O), strategi untuk mengatasi

acaman dengan menggunakan kekuatan (strategi S-T), strategi untuk mengatasi

ancaman dengan memperbaiki kelemahan (strategi W-O). Dalam langkah ini Tim

persuratan bisa memperoleh peluang dengan menggunakan kekuatan, mengatasi


88

ancaman dengan menggunakan kekuatan, dan mengatasi ancaman dengan

memperbaiki kelemahan.

Langkah 5: tentukan prioritas penanganan kelemahan dan ancaman, dan

susun suatu rencana tindakan untuk melaksanakan program penanganan. Pada

langkah ini penentuan proses penanganan kelemahan dan ancaman sudah

dilakukan. Adapun sebagai contoh adanya contact center sebagai layanan aduan

ataupun pertanyaan terkait permohonan dan pengambilan sertifikat.

a. Mengidentifikasi Isu Strategis Yang Dihadapi Organisasi

Identifikasi isu strategis adalah jantung dalam proses perencanaan strategis,

yang sekaligus merupakan pilihan kebijakan pokok yang mempengaruhi mandat,

misi, nilai organisasi, tingkat dan perpaduan produk atau jasa, klien atau pemakai

biaya keuangan, organisasi atau manajemen. Tujuan dari identifikasi isu strategis

adalah untuk mengidentifikasi pilihan kebijakan pokok yang akan dilakukan

organisasi.

Isu strategi pada Tim Persuratan DJKI terkait peningkatan mutu layanan

Loket terpadu satu pintu dalam pengambilan sertifikat, mahalnya biaya

pendaftaran, sebagian pegawai memiliki tanggung jawab diluar pekerjaan kantor,

perkembangan teknologi yang semakin cepat, dan tuntutan pemohon terhadap

kualitas pelayanan.

Setelah melihat isu strategis yang terdapat di dalam Tim Persuratan, maka

dapat dilihat bahwa penentuan isu strategis ini kurang tepat. Jika dilihat pada
89

tuntutan kebutuhan yang sangat urgent yaitu penguasaan teknologi, maka sudah

sudah seharusnya isu strategis yang paling utama adalah penguasaan teknologi.

Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan teknologi seperti penyampaian sertifikat

melalui digital, pemberitahuan terkait sertifikat yang telah selesai dicetak,

pemberitahuan sertifikat yang gagal kirim dan administrasi lainnya.

Padahal mengidentifikasi isu-isu strategis dalam suatu instansi merupakan

pertanyaan mendasar kebijakan atau tantangan yang mempengaruhi kebijakan. Hal

ini penting karena langkah ini merupakan langkah penting guna mengetahui

persoalan krisis yang sesungguhnya dihadapi DJKI. Dengan mempertimbangkan

mandat, misi dan nilai, kekuatan dan kelemahan internal, peluang dan ancaman

eksternal akan dapat kita identifikasi persoalan kritisi organisasi.

b. Merumuskan Strategi Untuk Mengelola Isu-Isu

Dalam menentukan cara pengembangan strategi menata kembali kesesuaian

spesialisasi pelayanan publik dengan bidang yang dikerjakan, mewujudkan

program peningkatan mutu pelayanan publik, melakukan studi banding ke instansi

lain sebagai pembanding dalam melayani publik dengan kualitas pelayanan yang

baik dan sesuai dengan standar pelayanan publik.

Rumusan strategi yang efektif serta implementasinya merupakan proses

untuk menghubungkan keinginan, pilihan tindakan dan konsekuensi tindakan itu.

Strategi yang efektif memiliki hubungan yang efektif dengan lingkungan DJKI,
90

bahkan ketika tujuan mereka adalah mengubah konteks itu. Strategi juga bisa

sangat bingkai tingkat dan waktu.

Strategi yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria: pertama, secara

teknis strategi harus dapat bekerja (dilaksanakan) untuk menghadapi isu strategi;

kedua, secara politis dapat diterima oleh para stakeholders; dan ketiga, strategi

harus menjadi etika, moral dan hukum organisasi.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, strategi yang dilakukan DJKI secara

keseluruhan sudah tepat. Tetapi secara tingkat prioritas masih kurang. Hal ini

dapat dilihat ketika isu strategis yang paling utama adalah penguasaan teknologi,

akan tetapi strategi yang dilakukan yaitu mengadakan pelatihan terhadap

penguasaan teknologi tidak diletakkan menjadi skala prioritas. Meskipun isu

strategi ini dapat bekerja dan diterima oleh para stakeholders, tetapi secara tingkat

prioritas masih belum diunggulkan.

c. Mengkaji Dan Mengadopsi Strategi Dan Rencana Strategi

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual berusaha mengimplementasikan

rencana strategis yang telah disiapkan sebelumnya dan melakukan review atau

evaluasi hal-hal yang perlu mengalami perbaikan. Rencana yang telah diperbaiki

sebagai hasil proses review atau evaluasi kemudian diadopsi sebagai rencana yang

dilakukan selanjutnya.

Pada langkah ini telah ditentukan strategi yang akan dilakukan organisasi

dalam menghadapi permasalahan strategi. Adapun seperti sudah dijelaskan pada


91

poin sebelumnya, bahwa strategi yang diperlukan dalam menghadapi isu strategi

tersebut dapat diterima dan dilaksanakan. Namun, perlu diadakan review dengan

kesesuaian agar dapat ditingkatkan menjadi skala prioritas mengingat isu

penguasaan teknologi. Artinya perlu diadakan review strategi kembali oleh seluruh

pihak terkait.

1. Mengembangkan Proses Implementasi (Pelaksanaan)

Pada tahap implementasi, semua sudah dilaksanakan sesuai dengan 8 tahapan

yang ada menurut John M Bryson, yaitu :

a. Peranan implementasi dan tanggungjawab anggota organisasi

b. Sasaran khusus, hasil dan kejadian penting yang diharapkan

c. Langkah penanganan yang relevan

d. Penyusunan jadwal

e. Sumberdaya yang diperlukan dan darimana memperolehnya

f. Proses komunikasi

g. Proses review, monitoring dan prosedur korekasi pada pekerjaan yang berjalan

h. Prosedur pertanggungjawaban.

Sasaran selanjutnya menjadi acuan dalam menyusun program yang memiliki

karakteristik yang saling mendukung, tergantung dan saling berkaitan. Setelah itu

diturunkan lagi menjadi kegiatan. Kegiatan ini perlu dirumuskan dari setiap program
92

dengan mengacu pada indicator keberhasilan yang telah ditetapkan sehingga program

tercapai.

Setelah sasaran, program, dan kegiatan disusun, maka dibuat jadwal

pelaksanaan kegiatan. Tujuan penyusunan jadwal program dan kegiatan ini adalah

untuk mempermudah pelaksana dalam menentukan urutan kegiatan dan mengatur

penggunaan sumberdaya dan dana yang dimiliki Tim Persuratan DJKI. Dengan

demikian alur kegiatan dan keuangan DJKI dapat dikontrol dengan lebih efektif.

Kemudian setelah semua ditentukan, barulah menentukan penanggung jawab

program dan kegiatan. Sehingga program dan kegiatan dapat dilaksanakan dengan

penuh tanggung jawab dan terlaksana dengan baik.

Pada langkah ini merupakan langkah yang sulit, hal ini disebabkan, antara lain

karena :

a. Adanya masalah pembagian sumber daya manusia yang belum mampu

mengerjakan tugasnya dikarenakan kurangnya pengalaman

b. Kebijakan-kebijakan umum untuk implementasi rencana belum diformulasikan

dengan sistematis.

c. Dukungan dari masyarakat terkait pengetahuan standar prosedur pelayanan loket

terpadu satu pintu DJKI belum terpenuhi meskipun sosialisasi sudah dilakukan.

Rencana yang diimplementasikan memerlukan komitmen dan motivasi dari

seluruh komponen DJKI. Komitmen ini hanya mungkin ada jika ada pada tingkat
93

kepemilikan rencana. Rencana yang disusun tertuang dalam hasil penelitian terkait

dengan peningkatan mutu pelayanan publik sudah cukup baik.

2. Menilai Kembali Strategi Dan Proses Perencanaan Strategi (Evaluasi)

Pemantauan dan evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam

perencanaan strategi. Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat

pencapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dengan hasil yang

dicapai berdasarkan kebijakan yang dilaksanakan melakui program atau kegiatan

yang telah ditetapkan.

Evaluasi perlu dilakukan untuk memperoleh umpan balik agar dapat dikenali

atau diketahui secara dini penyimpangan pelaksanaan dari rencana sehingga dapat

dirumuskan atau diupayakan langkah perbaikan yang diperlukan dengan sasaran dan

waktu tertentu. Evaluasi dilakukan untuk melakukan penilaian dalam rangka

pengambilan keputusan suatu program melalui penetapan indikator kerja.

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai

berikut :

a. Kejelasan tujuan dan hasil yang diperoleh oleh masyarakat dalam kerangka kerja

yang telah ditetapkan.

b. Pelaksanaan dilakukan secara objektif dan partisipatif

Pada poin satu dan dua ini berdasarkan interview dengan kepala bagian tata

usaha dan hubungan masyarakat, evaluasi penting dalam semua ini, maka

diadakan evaluasi berkala yaitu setiap awal dan akhir tahun. Jadwal ini disesuaikan
94

dengan tingkat kepentingan. Jika ada hal-hal penting yang perlu segera dievaluasi,

maka akan segera dilakukan evaluasi. Pada saat melakukan evaluasi, dibahas

indikator pencapaian yang ditetapkan dan sejauh mana indikator tersebut sudah

dicapai.

c. Dilakukan oleh petugas khusus yang memahami konsep, teori dan proses serta

berpengalaman dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi agar hasilnya sahih

dan terandal.

d. Pelaksanaan dilakukan secara terbuka (transparan), sehingga pihak yang

berkepentingan dapat mengetahui dan hasilnya dapat dilaporkan kepada pemangku

kepentingan (stakeholders) melalui berbagai cara.

e. Melibatkan berbagai pihak yang dipandang perlu dan berkepentingan secara

proaktif (partisipatif)

Pada poin 3,4, dan 5 ini, evaluasi dilakukan bersama seluruh warga DJKI

dan pihak yang terkait seperti Sekretariat dan Bagian Teknis. Hal ini bertujuan

agar evaluasi dapat dinilai dengan sahih dan dapat diandalkan. Selain itu agar

ditemukan perbaikan yang lebih baik.

Selain itu berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian TU dan Humas,

evaluasi berkala perlu diadakan yaitu setiap awal dan akhir tahun. Bahkan kadang

dilakukan pada pertengahan tahun. Jadwal ini disesuaikan dengan tingkat

kepentingan. Jika ada hal-hal penting, maka perlu diadakan evaluasi.

Kepala Bagian TU dan Humas selalu melakukan monitoring terhadap

program dan kegiatan yang dilakukan di DJKI. Dalam hal ini Kepala Bagian harus
95

selalu mengeevaluasi pelaksanaan secara strategis. Pengendalian strategis

merupaan pengendalian terhadap pelaksanaan rencana strategis. Setelah

diimplementasikan, hasil dari strategi perlu diukur dan dievaluasi, dengan

perubahan yang dibuat seperti yang diperlukan untuk tetap pada jalur rencana.

Sistem kontrol harus dikembangkan dan dilaksanakan untuk memfasilitasi

pemantauan ini. Standar pelayanan publik dan kinerja yang ditetapkan, performa

yang diukur, dan tindakan yang diambil dengan tepat untuk memastikan

keberhasilan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa

kebijakan loket terpadu satu pintu dalam melayani pengambilan sertifikat di

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia telah berjalan dengan sangat baik. Hasil tersebut diperoleh dari hasil

evaluasi, sebagai berikut :

1. Jangka Waktu Pelayanan

Pelaksanaan kebijakan pelayanan loket terpadu satu pintu dalam melayani

pengambilan sertifikat di DJKI dilihat dari aspek waktu pelayanan masih belum

maksimal karena adanya penumpukan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai

dengan menunggu berkas sertifikat yang diambil dari tempat pemberkasan.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa pelaksanaan kebijakan pelayanan pengambilan

sertifikat di DJKI dari indikator waktu pelayanan tidak efektif dan efisien.

2. Biaya Pelayanan

Pelaksanaan pelayanan pengambilan sertifikat dilihat dari segi biaya

pelayanan dapat disimpulkan sudah menunjukan pelayanan yang baik dan tidak

mahal sehingga dikatakan sudah efisien sesuai dengan arahan Direktur KI.

3. Sistem Mekanisme dan Prosedur

Terbatasnya sumber daya pendukung pelaksanaan pelayanan pengambilan

sertifikat di DJKI yaitu kurangnya teknologi yang canggih untuk mendapatkan

96
97

data dengan waktu yang singkat sehingga memakan waktu antrian yang lama

yaitu 10 – 15 menit, termasuk dalam waktu validasi.

4. Persyaratan

Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses pengambilan sertifikat masih

menggunakan berkas manual. Namun, untuk saat ini baik konsultan dan

peorangan hanya menyebutkan nomor permohonan saja dikarenakan data yang

sudah diinput ke sistem sudah dibuat secanggih mungkin agar mempermudah

mencari data pemohon.

5. Pengaduan dalam menanggapi masalah

Layanan informasi public (PPID) dan Contact center yang dimiliki oleh

DJKI sudah mumpuni, baik dalam penggunaan sosial media ataupun layanan

pengaduan Lapor!. Sehingga, untuk layanan pengaduan sudah cukup efisien dan

efektif.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas,

implikasi dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : tujuan efektifitas kebijakan

loket terpadu dalam melayani pengambilan sertifikat di DJKI adalah untuk

meningkatkan kualitas pelayanan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tujuan kebijakan tersebut belum sepenuhnya

efektif. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh DJKI untuk mencapai tujuan

efisiensi belum tercapai secara maksimal dikarenakan beberapa kendala, diantaranya


98

sistem pemberkasan yang memakan waktu dalam proses pengambilan dan berkas

manual sebagai persyaratan tetap diwajibkan.

C. Saran

1. Waktu Pelayanan

Pelaksanaan pelayanan pengambilan dari aspek lamanya waktu pelayanan

agar menjadi lebih baik, sebaiknya di dalam pengkajian teknis lapangan

melakukan kerjasama dengan pemberkasan agar lebih cepat selesai dalam

menyelesaikan pengambilan sertifikat.

2. Persyaratan

Adapun dalam persyaratan dimudahkan dalam proses pengambilan

sertifikat, yaitu dengan menyebutkan nama pemohon dan mencocokan data sesuai

data permohonan. Namun, untuk pemberkasan manual agar lebih dimudahkan

dengan sistem agar tidak perlu membawa kertas yang bercecer, terkecuali untuk

surat kuasa.
DAFTAR PUSTAKA

Andini dan Aditiya. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Prima Media.

Bell, Michael L dan Benjamin F Hobbs. 2018. The use multi-criteria decision making

methods in the integrated assessment of climate change: implication for IA

practitioners.

Drucker, Peter, 1987, Pengantar Manajemen, alih bahasa: Rochmulyati Hamzah,

Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang. YA3

Froot, Kenneth A. dan Jeremy C. 2019. Risk Management, capital budgeting, and capital

structure policy for financial institutions: An integrated approach. Elvesier.

Ismayanti, L. (2015) „Efektivitas Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di

Kabupaten Malang‟, JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4(2), pp. 290–300.

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan,

Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta.

Kristi Poerwandari, 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku

Manusia.Fakultas Psikologi UI. Jakarta

Kurniawansyah, Heri. 2019. Implementasi Inovasi Pelayanan Publik Di Daerah 3 T

(Studi Inovasi "Si Cantik" Di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kabupaten Sumbawa). Sumbawa

Miles, Matthew B dan huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta.

Universitas Indonesia Press


Moleong, j. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2002.

Nur Haida, Achmad. 2018. Pelayanan Terpadu Satu pintu sebagai upaya peningkatan

pelayanan perizinan (studi pada kantor pelayanan perizinan kota kediri). Kediri.

Osterwalder, A. and Y. Pigneur. 2010. Business Model Generation. Hobokers, NJ: John

Wiley & Sons.

Purwanto, Dyah.2012. Implementasi Kebijakan Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gava

Media.

Rohidi, 1992. Analisis Data Kualitatif. UI. Press, Jakarta

Rosyada, Ayu Amrina. 2019. Analisis Penerapan Prinsip Good Governance Dalam

Rangka Pelayanan Publik Di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Di

Kota Samarinda. Samarinda.

Safrudin Amin – Memperkenalkan Evaluasi Program Secara Kualitatif. Jurnal

ETNOHISTORI, Vol. 1, No. 1, Tahun 2014.

Sigsgaards P., 2002, “MSC Approach: Monitoring Without Indicators”. Evaluation

Journal of Australasia, (1), hal: 8-15.

Sugiono.2009.Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfa Beta .

Suhartoyo. 2019. Implementasi Fungsi Pelayanan Publik dalam Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (PTSP). Semarang – Adminitrative Law & Governance Journal Universitas

Diponegoro.

Teori Edward yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Winarno pada tahun 2002
Teori Gow dan Morss yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Pasolong pada tahun

2007

Teori pada buku yang di terbitkan oleh M. Irfan Islami pada tahun 2003

Teori Van Meter dan Van Horn yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Agostino

pada tahun 2003

Teori Weimer dan Vining yang di kutip pada buku yang di terbitkan oleh Pasolong pada

tahun 2007

Tjiptiono, Fandy. 2007. Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Andi Ofset. Yogyakarta.

Tjiptono, Fandy. 2001. Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Andi Ofset.Yogyakarta.

Wiliam N. Dunn. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta; Gadjah Mada University

Press

Website

https://dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki
LAMPIRAN
A. Panduan/Protokol Proses Observasi

Observasi atau pengamatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yakni

melakukan pengamatan tentang gambaran dan kegiatan Tim Persuratan Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual dalam melayani pengambilan sertifikat di Loket

terpadu satu pintu, meliput :

1. Mengamati lokasi dan keadaan ruang lingkup loket terpadu satu pintu

2. Mengamati kegiatan pelayanan publik

a. Persiapan yang dilakukan sebelum memulai kegiatan pelayanan

b. Pelaksanan proses pelayanan di Loket terpadu

c. Keaktifan pemohon dalam mengikuti proses prosedur pelayanan di loket

terpadu.

3. Mengamati proses prosedur pelayanan yang dimiliki DJKI

a. Sarana dan prasarana DJKI

b. Gedung DJKI

4. Mengamati interaksi seluruh warga DJKI

a. Interaksi Pimpinan dengan pegawai

b. Interaksi pegawai dengan pemohon


B. Panduan/Protokol Proses Wawancara

NO NAMA/NIP JABATAN
Irma Mariana Kepala Bagian Tata Usaha dan
1
NIP. 198006292006042002 Hubungan Masyarakat
Tria Mulya Khoirunnisa
2 Kepala Sub Bagian Tata Usaha
NIP. 197505101999032001
Ari Nurhayati Staff Tata Usaha dan Hubungan
3
NIP. 197908122002122001 Masyarakat (Arsiparis)

Pedoman Wawancara untuk Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan

Masyarakat

1. Apa saja persiapan dalam menerapkan kebijakan di Loket terpadu dalam

melayani pengambilan sertifikat?

2. Apa saja yang menjadi kekuataan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang

menjadi dasar loket terpadu?

3. Bagaimana penerapan evaluasi kebijakan di loket terpadu DJKI?

4. Kapan saja perlu diadakan evaluasi?

5. Apa saja peran pemimpin dalam menerapkan evaluasi kebijakan di loket terpadu?

Pedoman Wawancara untuk Kepala Sub Bagian Tata Usaha

1. Bagaimana rencana kerja atau strategi yang diterapkan oleh Sub Bagian Tata

Usaha?

2. Bagaiman proses penilaian lingkungan internal dijalankan?

3. Apakah visi dan misi DJKI di terapkan dalam proses pelayanan DJKI?
C. Hasil Observasi

Foto Hasil Observasi

Pimpinan Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Persuratan) sedang memberikan arahan dan

pembinaan kepada pegawai tentang kebijakan prosedur pelayanan loket terpadu dalam

melayani pengambilan sertifikat.

Pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sedang memberikan arahan terkait

prosedur pengambilan sertifikat kepada pemohon.


D. Hasil Wawancara

TRANSKRIP WAWANCARA

1. Transkrip wawancara peneliti dengan Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan

Masyarakat

Nama : Irma Mariana


Jabatan : Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat
Hari/Tanggal : 28 Desember 2020
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : Ruang Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat

Peneliti : Apa saja persiapan dalam menerapkan kebijakan di Loket


terpadu dalam melayani pengambilan sertifikat?
Kabag : Biasanya kita mengutamakan yang urgent atau permintaan
pimpinan langsung, setelahnya diurutkan juga sesuai dengan
prosedur.
Peneliti : Bagaimana penerapan evaluasi kebijakan di loket terpadu
DJKI? dan kapan saja perlu diadakan evaluasi ?
Kabag : Evaluasi diadakan berkala setiap awal dan akhir tahun
sebagai acuan kerja dan pedoman dalam penerapan prosedur
pelayanan, namun tetap sesuai dengan UU No.25 Tahun
2009 dan arahan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual.
Peneliti : Apa saja peran pemimpin dalam menerapkan kebijakan di
loket terpadu ?
Kabag : Mengevaluasi pelaksanaan secara strategis, melaksanakan
perencanaan, mengevaluasi setiap kendala dan melakukan
perubahan agar menjadi The best IP in the world dan mampu
menerapkan WBK dan WBBM.
2. Transkrip wawancara peneliti dengan plh. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

(Persuratan)

Peneliti : Bagaimana rencana kerja atau strategi yang diterapkan oleh


Sub Bagian Tata Usaha?
Kasub : Kalau rencana kerja kita sudah disesuaikan dengan RKAKL
agar sesuai dengan perintah dan anggaran yang diberikan
Peneliti : Bagaiman proses penilaian lingkungan internal dijalankan?
Kasub : Proses penilaian lingkungan internal dijalankan sesuai
dengan kendala dan hambatan yang dihadapi. Biasanya kita
adakan rapat internal untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Peneliti : Apakah visi dan misi DJKI di terapkan dalam proses
pelayanan DJKI?
Kasub : Tentu saja, karna itu sudah ditanamkan dan diterapkan
langsung dalam kehidupan sehari-hari warga DJKI.
Foto Hasil Wawancara

Dokumentasi bersama Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat. Hari

Senin, 28 Desember 2020. Pukul: 10.00 WIB. Tempat: Ruang Kepala Bagian Tata

Usaha dan Hubungan Masyarakat.

Dokumentasi bersama plh. Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Persuratan). Hari Selasa, 29

Desember 2020. Pukul 10.00 WIB. Tempat: Kantor HKI Tangerang melalui video call.
E. Hasil Analisis Data

Sejarah Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang di informasikan melalui website

DJKI dalam keyword tentang DJKI.

Struktur organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang di bagikan melalui

website DJKI dalam keyword tentang DJKI.


Visi dan misi DJKI yang dijadikan sebagai pedoman dalam bekerja oleh setiap pimpinan

dan pegawai DJKI.

Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual tentang penetapan standar pelayanan

kekayaan intelektual tertuang pada Surat perintah Nomor: HKI-01.OT.02.02 Tahun 2017.
F. Riwayat Hidup Mahasiswa

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hilda Fatonah dilahirkan pada tanggal 17 September 1994 di

Jakarta. Penulis lahir dari orang tua (Alm) H. Undang Wahyudin dan (Alm) Hj.

Emiliawati sebagai anak ke-11 dari 12 bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dimulai

dari SDN Batu Ampar 03 (lulus tahun 2006), melanjutkan SMPN 35 Jakarta (lulus tahun

2009), lalu SMKN 37 Jakarta (lulus tahun 2012) dan Universitas Indraprasta PGRI (lulus

tahun 2017), hingga akhirnya menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Univ. Dr.

Hamka dengan jurusan Manajemen.

Penulis juga aktif sebagai Staff Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat pada unit

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Penulis aktif bekerja dari tahun 2018 sampai dengan saat ini.

Dengan ketekunan dan motivasi yang tinggi, penulis telah berhasil menyelesaikan

pengerjaan tugas akhir tesis ini dengan judul “Evaluasi Kebijakan Loket Terpadu

dalam Melayani Pengambilan Sertifikat Di Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Akhir kata penulis

mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas terselesaikannya tesis ini.


Dr. H. Bambang Dwi Hartono, M.Si

Anda mungkin juga menyukai