Anda di halaman 1dari 11

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Sintesis Surfaktan Dietanolamida dari


Minyak Sawit Secara Esterifikasi dan Amidasi
Proses

Harsa Pawignya(B), Nur Fanila, dan Ananda Putri Mellinia

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas


Pembangunan Nasional “Veteran”, Yogyakarta 55283, Indonesia
harsaprawignya@upnyk.ac.id

Abstrak.Minyak kelapa sebagai surfaktan dapat diperoleh dari sumber daya


terbarukan, lebih bersih, dan murni dibandingkan bahan baku berbasis petrokimia.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kriteria yang dibutuhkan
dalam pembentukan surfaktan seperti dietanolamid. Selama analisis, dihasilkan
surfaktan dietanolamid, dengan prosedur dipisahkan menjadi transesterifikasi dan
tengahasi. Proses transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak sawit dan
metanol dengan asam sulfat sehingga membentuk metil ester. Proses tengahasi
mengikuti proses ini dengan mereaksikan metil ester dan dietanolamina dengan katalis
NaOH untuk membentuk surfaktan dietanolamid. Selanjutnya kondisi terbaik pada
proses midasi diperoleh ketika perbandingan mol metil ester terhadap dietanolamina 1
berbanding 5, dan kadar NaOH 5% diubah menjadi 68,95%, dengan kualifikasi surfaktan
dietanolamida dan nilai CMC 5 g/mL. Nilai HLB sebesar 5,940 berarti surfaktan ini dapat
diaplikasikan pada pengemulsi W/O atau Water in Oil.

Kata kunci:Surfaktan·metil ester·tengahasi·dietanolamida

1. Perkenalan

Syarat untuk menerima surfaktan di negara maju adalah bahwa produk baru tidak
boleh merusak lingkungan atau melakukan tindakan apa pun yang berkontribusi
terhadap degradasi lingkungan. Kemajuan modern di Indonesia mencakup ekspansi
besar-besaran pada sektor kosmetik, deterjen, perawatan pribadi, dan pestisida.
Meningkatnya perkembangan industri mengakibatkan kebutuhan akan bahan aktif
seperti surfaktan (Adisalamun et al.2012, Adiputra dan Rian2020).
Secara umum surfaktan yang berasal dari minyak bumi dan gas alam dapat meninggalkan limbah
yang sulit terurai sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Terlebih lagi minyak bumi yang
digunakan merupakan sumber yang tidak terbarukan, dan permasalahan ini menyebabkan banyak pihak
mencari alternatif surfaktan dari bahan baku terbarukan (El-Sukkary et al.2008, Cheah, dkk.2016).

© Penulis 2023
TP Syawitri dkk. (Eds.): MEST 2022, AER 222, hlm.88–98, 2023.
https://doi.org/10.2991/978-94-6463-134-0_9
Sintesis Surfaktan Dietanolamida dari Minyak Sawit 89

1.1 Jenis Surfaktan

Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya terbagi menjadi empat jenis, yaitu:

1.Surfaktan anionikadalah gugus polar dengan muatan negatif. Sifat hidrolik berasal
dari kepala ionik, yaitu gugus sulfat atau sulfonat. Dalam hal ini, gugus hidrofobik
terikat pada gugus hidrofilik melalui ikatan COS yang labil, dan mudah
terhidrolisis. Beberapa contoh surfaktan anionik adalah alkilbenzena sulfonat linier
(LAS), alkohol sulfat (AS), alfa olefin sulfonat (AOS), dan parafin atau alkana sulfonat
sekunder (SAS), natrium dodesil sulfonat: C12H23CH2SO3-Na+, dan natrium
dodesil benzenasulfonat: C12H25ArSO3-Na+.
2.Surfaktan kationikadalah gugus polar yang bermuatan positif, termasuk garam
alkil trimetil amonium, garam dialkil-dimetil amonium, dan garam alkil dimetil
benzil amonium (Duman, et al.2020).
3.Surfaktan nonionikadalah kelompok polar yang tidak bermuatan. Surfaktan ini tidak
berdisosiasi dalam air tetapi bergantung pada struktur untuk mengubah hidrofilisitasnya,
sehingga membuatnya larut dalam air. Surfaktan nonionik digunakan dengan surfaktan
anionik. Jenis ini merupakan turunan dari poliglikol, alkilamida, atau ester polihidroksi alkohol,
termasuk ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak,
polietilen alkil amina, glukamin, alkil poliglukosida, dll.
4.Surfaktan amfoteradalah gugus polar bermuatan positif dan negatif,
mengandung betaine, fosfobetain, dan asam amino. Surfaktan disintesis dari
turunan minyak bumi, seperti linear alkilbenzena sulfonat (LAS), alkil sulfonat
(AS), alkil etoksilat (AE), dan alkil etoksilat sulfat (AES) (Holmberg et al. 2003).

Surfaktan anionik yang tidak akan mengionisasi seluruh ion dalam larutan akan dibuat. Gugus
yang mengandung oksigen membentuk hidrofilik, larut, dengan adanya ikatan hidrogen dengan
air (Paria et al.2015). Salah satu contoh surfaktan nonionik yang dikomersialkan adalah
dietanolamida (DEA), dan proses produksinya menggunakan asam lemak dari minyak inti sawit
dilakukan melalui reaksi tengahasi.
Perbandingan mol antara asam laurat dan dietanolamina adalah 1:1, dan kondisi reaksi
tengahasi menggunakan suhu pemanasan 140–160 °C, kecepatan pengadukan 150–200
rpm, dan waktu reaksi 3–4 jam. Reaksinya menggunakan natrium metilat sebagai katalis
dengan konsentrasi 0,3–0,5%. Karakteristik surfaktan DEA adalah kandungan asam lemak
bebas 0,38–0,51%, dan pH 9,28–9,87, serta mampu menurunkan tegangan permukaan air,
menurunkan tegangan antarmuka, meningkatkan stabilitas emulsi sebesar 51,5–60,6%, 88,3
–99,3%, dan 78,61–76,83% (Suryani, dkk.2020).
DEA (Dietanolamida)/Alkanolamida (EtanolN-alkilamida) merupakan surfaktan nonionik yang
diproses dengan metode tengahasi, yang merupakan hasil reaksi antara alkanolamin dengan
minyak nabati asam lemak/metil ester. Selanjutnya, midasia merupakan reaksi pembentukan
senyawa amino. Surfaktan alkanolamida telah banyak dikembangkan dalam industri pembuatan
surfaktan karena ikatan Amida stabil secara kimia dalam media basa. DEA dapat digunakan untuk
formula pada produk makanan, kosmetik, dan obat-obatan (Zhang et al.2016). Sebagai surfaktan
nonionik, surfaktan ini tidak beracun, tidak menyebabkan iritasi, dan ramah terhadap lingkungan.
Permintaan dunia terhadap DEA cukup tinggi, seperti yang ditunjukkan
90 H. Pawignya dkk.

dengan jumlah impor surfaktan nonionik pada tahun 2009 yang mencapai 18,176 juta ton,
dan pertumbuhan permintaan rata-rata 3% per tahun (Almeida et al.2022).
DEA digunakan untuk memproduksi sabun transparan yang bermanfaat bagi kulit (Hambali et
al.2012). Pembentukannya melalui mekanisme reaksi tengahasi metil ester dengan dietanolamida
menggunakan katalis NaOH.

RCOOCH3+ NaOH→RCOONa + CH3OH (1)

RCOONa + NH(C2H4OH)2→RCON(C2H4OH)2+ NaOH (2)

RCOOCH3+ NH(C2H4OH)2→RCON(C2H4OH)2+ CH3OH (3)

(metilester) (dietanolamin) (dietanolamida) (metanol)


Minyak sawit dan inti sawit terdapat pada bagian daging buah dan bijinya dengan komposisi
asam lemak berbeda. Minyak sawit mengandung 50% lemak jenuh dan 50% lemak tak jenuh
dengan kandungan asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat sebesar 44%, 5%, 39%, dan 10%.
Kandungan miristat dan asam laurat dapat diabaikan (Saxena. et al.2017, Nor dkk.2022, Oliveira
dkk.2017).
Metil ester dibuat dengan mentransesterifikasi asam lemak dengan metanol. Ada empat
jenis prosedur pembuatannya, yaitu pencampuran dan penggunaan langsung, mikroemulsi,
pirolisis, dan transesterifikasi. Pada penelitian ini pembuatan metil ester menggunakan
reaksi transesterifikasi antara trigliserida dengan metanol sehingga menghasilkan metil
ester dan gliserol. Metil ester merupakan bahan baku pembuatan surfaktan, biodiesel, dan
emollen pada produk kosmetik. Sedangkan gliserol dapat digunakan dalam berbagai
aplikasi industri seperti kosmetik, sabun, dan obat-obatan. (Makalalag dan Ardi,2018,
Tongnuanchan, dkk.2016).

1.2 Proses Pembentukan Surfaktan Dietanolamida

Transesterifikasi adalah tahap konversi trigliserida (minyak nabati/hewani) menjadi


alkilester melalui reaksi alkohol menghasilkan gliserol. Di antara alkohol monohidrat yang
merupakan kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol paling umum digunakan karena
murah dan memiliki reaktivitas paling tinggi. Transesterifikasi juga menggunakan katalis
dalam reaksinya, dan tanpa katalis maka konversi yang dihasilkan akan maksimal, namun
reaksi berjalan lambat. (Makalalag dan Ardi2018, Saxena dkk.2017).
Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol menjadi metil ester pada
Gambar.1.
Amidasi merupakan reaksi pembentukan senyawa dari asam lemak atau metil ester dengan
senyawa amina. Salah satu proses yang digunakan untuk menghasilkan surfaktan adalah proses
tengahasi yaitu mereaksikan asam lemak (fatty acid) atau metil ester dengan dietanolamina.
Penggunaan katalis berfungsi untuk mempercepat waktu reaksi. Dengan suhu yang sama, reaksi
dapat berlangsung lebih cepat.
Katalis memegang peranan penting dalam meningkatkan efisiensi proses dan produk yang
dihasilkan, seperti NaOH, KOH, dan NaOCH3 (Hasibuan et al.2009, Fernanda dkk.2022). Pada
penelitian ini proses midasi menggunakan katalis NaOH dan pada penelitian sebelumnya
menggunakan natrium metilat.
Sintesis Surfaktan Dietanolamida dari Minyak Sawit 91

Gambar 1.Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol menjadi metil ester

2 Metodologi

2.1 Pembuatan Metil Ester (Proses Transesterifikasi)

Minyak sawit diambil sebanyak 200 ml, kemudian metanol sebanyak 100 ml dicampur dengan H2JADI4
dalam reaktor batch (labu leher tiga dilengkapi pengaduk dengan kecepatan
pengadukan 150 rpm dan penangas air). Suhu dipertahankan pada 60°C selama 2 jam.
Setelah proses transesterifikasi selesai, metil ester dipisahkan dari gliserol
menggunakan corong pisah. Metil ester dinetralkan dengan menambahkan NaOH dan
menambahkan air hangat ke metil ester. Oleh karena itu, sisa metanol, gliserol, dan
pengotor lainnya dipisahkan dari metil. anhidrat H2JADI4ditambahkan ke metil ester
untuk menyerap sisa air sebelum memisahkan H2JADI4.

2.2 Proses Pembuatan Surfaktan Dietanolamida (Amidasi)

Metil ester direaksikan dengan dietanolamina, dan perbandingan mol jumlah reaktan
divariasikan. Reaksi berlangsung dalam labu leher tiga yang dilengkapi penangas air.
Metil ester dan dietanolamina (1:5) direaksikan dengan konsentrasi katalis NaOH yang
bervariasi. Suhu dipertahankan pada 160 °C selama 3 jam, dan campuran diaduk
dengan pengaduk magnet pada kecepatan 150 rpm.

2.3 Uji Surfaktan Dietanolamid

Uji FTIR.Dalam Spektroskopi Inframerah Fourier Transformer (FTIR), radiasi IR (Infra Merah)
melewati sampel, yang menyerap energi radiasi yang ditangkap oleh detektor. Selain itu,
setiap sampel memiliki nilai serapan yang berbeda-beda, dan FTIR merupakan teknik
pengukuran untuk mengumpulkan spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada
berbagai frekuensi cahaya inframerah dicatat dan ditransmisikan ke interferometer. Sinar
pengukuran sampel diubah menjadi interferogram. Perhitungan matematis untuk sinyal
tersebut akan menghasilkan spektrum yang identik dalam spektroskopi inframerah. Analisis
FTIR pada metil ester dilakukan untuk mengetahui gugus pada surfaktan yang dihasilkan
(Griffin1949, Gradzielski2022).

Uji Ketegangan Permukaan.Ketidakseimbangan gaya terjadi ketika dua fase gas-cair, gas-
padat, cair-padat, dan cair-cair, bersentuhan, sehingga menyebabkan akumulasi energi
bebas pada antarmuka. Kelebihan antarmuka atau energi bebas permukaan dapat
92 H. Pawignya dkk.

Tabel 1.Spesifikasi Surfaktan Berdasarkan Nilai HLB

Nilai HLB Aplikasi


3–6 Tanpa Emulsif ier

7–9 Membasahi

agen
8–14 Pengemulsi O/W

9–13 Deterjen
10–13 Pelarut
12–14 Dispersan
Sumber: Holmberg dkk (2003)

dihitung dengan mengukur rasio energi dibagi luas permukaan untuk menambah jumlah unit.
Selain itu, kelebihan energi terdapat pada semua jenis antarmuka, dan untuk fase gas dalam
cairan, pengukurannya disebut tegangan permukaan. Tegangan antar muka disebut tegangan
antar muka jika permukaannya merupakan antarmuka dua cairan yang tidak dapat bercampur
(Griffin 1949).

Tes HLB.Sistem mikroemulsi yang stabil memerlukan surfaktan dengan nilai keseimbangan
hidrofilik-lipofilik (HLB) yang sesuai. Surfaktan HLB merupakan skala empiris yang
didasarkan pada persentase relatif gugus fungsi hidrofilik dan lipofilik, berkisar antara 1
sampai 20, dimana angka yang lebih rendah dan lebih tinggi menunjukkan kelarutan dalam
minyak (lipofilik) dan air (hidrofilik). Kombinasi beberapa surfaktan akan menambah
kesempurnaan sifat fisik dan kimia emulsi. Selain memiliki gugus polar dan non-polar dalam
satu molekul, juga dapat menurunkan tegangan antar muka dan permukaan (Griffin1949).
Nilai HLB dapat menentukan penerapan surfaktan, dan Tabel1menunjukkan aplikasi.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengaruh Variasi Perbandingan Mol Reaktan terhadap Konversi


pada Proses Amidasi

Proses tengahasi reaktan dietanolamina dan metil ester dilakukan dengan menggunakan
perbandingan mol dan katalis NaOH yang berbeda pada suhu 160 °C selama 3 jam. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, hasil proses tengahasi disajikan pada Tabel2.
Dari Tabel2, jumlah mol dietanolamina berbanding lurus dengan konversi. Hal ini
dikarenakan semakin banyak mol dietanolamina akan mempengaruhi pergeseran produk
reaksi. Reaksi bergeser ke kanan, meningkatkan konversi karena kelebihan mol. Setelah
perbandingan 1:5, konversi akan cenderung konstan karena harga keseimbangan konstanta
reaksi (C) akan menurun. Oleh karena itu, reaksi akan bergeser ke kiri, menurunkan produk
dan konversi.
Sintesis Surfaktan Dietanolamida dari Minyak Sawit 93

Meja 2.Hasil Proses Amidasi dengan Katalis NaOH 5%.

Metil ester: Amidasi Konversi (%)


dietanolamin Hasil (tahi lalat)
rasio mol
1:1 0,125 50.40
1:2 0,145 58.46
1:3 0,158 63.70
1:4 0,168 67.74
1:5 0,171 68,95
1:6 0,170 68.54

Tabel 3.Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap konversi

Variasi dari Hasil tengahasi Konversi (%)


Katalis NaOH (tikus tanah)

konsentrasi
(%)
1 0,138 55.69
2 0,144 58.06
3 0,164 66.12
4 0,169 68.14
5 0,171 68,95
6 0,170 68.54

Hubungan konsentrasi katalis NaOH dengan konversi surfaktan dapat dilihat pada Tabel
3. Meja3menunjukkan bahwa dari konsentrasi 1% sampai 5%, persentase katalis berbanding
lurus dengan konversi. Selain itu, konsentrasi katalis yang tinggi dapat dengan mudah
memutus ikatan metil ester yang terbentuk. Karena NaOH merupakan basa kuat dan cepat
terionisasi, peningkatan jumlah katalis yang digunakan menyebabkan konversi menurun
melebihi 5%. Proses tengahasi metil ester dengan katalis dietanolamina adalah sebagai
berikut:

RCOOCH3+ NaOH→RCOONa + CH3OH (4)

(1)RCOONa + NH(C2H4OH)2→RCON(C2H4OH)2+ NaOH (5)

(2)RCOOCH3+ NH(C2H4OH)2→RCON(C2H4OH)2+ CH3OH (6)


(metilester) (dietanolamin) (dietanolamida) (metanol)
Pada langkah pertama, katalis NaOH terionisasi memutus ikatan metil ester. Na+
dan oh-ion akan berikatan dengan gugus ester dan metil membentuk RCOONa dan metanol.
94 H. Pawignya dkk.

Gambar 2.Grafik Hasil Uji FTIR Pada Dietanolamida

Gambar 3.Formula Struktur Dietanolamida

Pembentukan dietanolamid terjadi pada reaksi kedua, dimana RCO+ion bereaksi dengan
N(C2H4OH)2-ion untuk membentuk dietanolamid.

RCO++N(C2H4OH)2−→RCON(C2H4OH)2 (7)
RCO ini+merupakan hasil pemutusan ikatan metil ester oleh katalis NaOH. Fungsi katalis
NaOH adalah untuk memutus ikatan pada metil ester sehingga memperlancar reaksi.
Dietanolamid yang dihasilkan juga lebih banyak dibandingkan proses reaksi tanpa katalis.
Kemungkinan berlangsungnya reaksi juga menjadi lebih lambat karena kemampuan
memutus ikatan metil ester untuk bereaksi dengan dietanolamina juga berkurang.

3.2 Analisis Gugus Fungsional Menggunakan Uji FTIR

Analisis FTIR menunjukkan adanya ikatan rantai CN, C=O, CO, OH, dan CH yang terbentuk
pada produk. Hasil produk surfaktan ditunjukkan pada Tabel4dengan gugus ikatan rantai
CN, C=O, CO, OH, dan CH, seperti ditunjukkan pada Gambar.1(Gambar.2Dan 3).

Berdasarkan uji FTIR di atas, pembacaan spektrum gugus fungsi disajikan pada
Tabel4.
Berdasarkan pembacaan spektrum gugus fungsi, hasil uji FTIR surfaktan
dietanolamid yang terbentuk mengandung gugus CN, C=O, COH, dan CH yang
menunjukkan adanya ester dan Amida pada produk. Oleh karena itu, proses tengahasi
telah membentuk surfaktan dengan adanya gugus fungsi tersebut.
Sintesis Surfaktan Dietanolamida dari Minyak Sawit 95

Tabel 4.Pembacaan Hasil Uji FTIR Pada Dietanolamid

TIDAK Menjalin kedekatan Daerah frekuensi (cm−1) (sumber: Luas frekuensi hasil uji FTIR pada
Prinsip Analisis Instrumental, Dietanolamida (cm−1)
Skoog, Holler, Nieman, 1998)
1 OH 3200–3600 3292.32
2 CH 2850–2970 2939.06
1340–1470 1455.83
1366.05
3 C=O 1650–1760 1650.27
(ester)
4 CN 1180–1360 1239.49
(amida)
5 BERSAMA 1050–1300 1121.33

Tabel 5.Data Hasil Uji Tegangan Permukaan Surfaktan

Konsentrasi (%) Nilai (N/m)


1 54.7
2 54.3
3 51.6
4 51.3
5 51
6 51

3.3 Analisis Uji Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan adalah gaya yang ada di sepanjang permukaan zat cair. Surfaktan
mempunyai fungsi menurunkan tegangan antar muka antara dua cairan yang berbeda.
Berdasarkan penelitian, hasil uji tegangan permukaan disajikan pada Tabel5.
Berdasarkan hasil analisa tegangan permukaan pada Tabel5, hubungan antara konsentrasi
surfaktan dietanolamid dengan nilai tegangan permukaan (N/m) dapat digambarkan pada Tabel5.
Semakin besar konsentrasi surfaktan maka nilai tegangan mukanya akan semakin rendah hingga
diperoleh titik CMC. Hal ini menunjukkan bahwa surfaktan yang dihasilkan mempunyai sifat
menurunkan tegangan permukaan suatu fluida.
96 H. Pawignya dkk.

3.4 Analisis HLB

HLB menunjukkan skala keseimbangan gugus hidrofobik dan hidrofilik suatu surfaktan untuk
menentukan aplikasinya. Perhitungan dilakukan dengan nilai CMC pada face stress test, dan grafik
menunjukkan bahwa surfaktan adalah 5 g/ml. Oleh karena itu, HLB dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:

dalam 100 - CMC


HLB = 7 − 0.36 (8)
cmc
HLBnya adalah 5,940, dan pengemulsinya berkisar antara 1–20. Peningkatan nilai tersebut
menunjukkan bahwa surfaktan mempunyai sifat hidrofilik dan termasuk dalam pengemulsi W/O
atau Water in Oil. Emulsi W/O (air dalam minyak) dilakukan dengan air dan minyak sebagai fase
pendispersi dan pendispersi (Winarno 1997, Fernandes et al.2013).

4. Kesimpulan

Surfaktan anionik, dietanolamid, dapat dibuat dari metil ester. Pengaruh terbaik pada
variabel perbandingan mol adalah metil ester:dietanolamin dengan perbandingan 1:5.
Variabel konsentrasi katalis berbanding lurus dengan konversi. Konversi terbaik terjadi pada
konsentrasi katalis NaOH 5% dari reaksi pembentukan dietanolamid yang melibatkan ion
RCO+. Pada uji FTIR terdapat gugus ikatan C=C dan C=O dengan nilai spektrum 1644,97 dan
ikatan tunggal CO sebesar 1120,50. Oleh karena itu, proses tengahasi membentuk surfaktan
dengan adanya gugus fungsi tersebut. Berdasarkan uji tegangan permukaan diperoleh nilai
CMC dan HLB pada konsentrasi 5 g/mL dan 5,940 yang dapat diterapkan pada pengemulsi
W/O atau Water in Oil.

Referensi

Adiputra, dan Riyan. “Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Dari Metil Ester Berbasis CPO
Sebagai Bahan Baku Dengan Variasi Katalis”. Dis. Politeknik Negeri Sriwijaya (2020)
Adisalamun, Mangunwidjaya D., Suryani A., Sunarti TC, dan Arkeman A., “Proses Optimasi-
Produksi Surfaktan Nonionik Alkil Poliglikosida Menggunakan Metodologi Permukaan
Respons”, Jurnal Teknologi Industri Pertanian 22(1), 51-57 (2012).
Akbar, Fath Ali, Daniel Daniel, And Chairul Saleh., “Sintesis Etilendiamida dari Metil Ester
Minyak Biji Bintaro (Cerbera Manghas L.) Melalui Reaksi AmidasiDengan Katalis NaOCH”.
Prosiding Seminar Kimia (2017).
Almeida F, Correa M, Zaera AM, Garrigues T., Issaac V, “Pengaruh surfaktan yang berbeda pada
pengembangan nanoemulsi yang mengandung minyak tetap dari spesies palem Amazon”, Colloids
and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 643, 128721 (2022).
Arita, Susila, Rina Dessi Ariani, dan Siti Fatimah,”Pengaruh waktu esterifikasiterhadap proses
pembentukan metil ester (biodiesel) dari minyak biji karet(minyak biji karet).” Jurnal Teknik
Kimia, 16.1 (2009).
CheahK.W., Yusup S., ChuahL.F., Bokhari A.,” Studi Fisio-kimia dari Sumber Lokal Non-
Minyak Goreng: Bahan Baku Calon Produksi Diesel Terbarukan di Malaysia”, Procedia
Engineering, 148, 451-458 (2016).
Sintesis Surfaktan Dietanolamida dari Minyak Sawit 97

Duman YA, Tufan G, Kaya U. “Imobilisasi selulase pada vermikulit dan pengaruhnya terhadap
kinetika enzimatik dan termodinamika”, Applied Clay Science, 197, 105792 (2020). El-
Sukkary, MMA, Syed, NA, Aiad, I., dan El-Azab, WIM “Sintesis dan karakterisasi
dari beberapa surfaktan alkil poliglikosida”. Jurnal Surfaktan dan Deterjen, 11(2), 129-137
(2008)
Fernanda, A, Marcos Corrˆ, M, Zaera, AM, Garrigues, T., Isaa, V., “Pengaruh permukaan yang berbeda
tants pada pengembangan nanoemulsi yang mengandung minyak tetap dari spesies palem
Amazon”, Koloid dan Permukaan A: Aspek Fisikokimia dan Teknik. 643, 128721 (2022).
Fernandes C., Manuela PM, Fiorella MZ, Barbara GL, Rafael, Leandro, Deborah., “Nilai HLB,
parameter penting untuk pengembangan fitofarmaka minyak atsiri”, Revista
Brasileira de Farmacognosia, 23, 108-114 (2013).
Furi, Trievita Anna, dan Pamilia Coniwanti, “Pengaruh perbedaan ukuran partikel dari ampas tebu
dan konsentrasi natrium bisulfit (NaHSO3) pada prosespembuatansurfaktan.”Jurnal Teknik
Kimia 18.4 (2012).
Gradzielski M.,”Interaksi Polimer-Surfaktan untuk Mengontrol Sifat Reologi
Larutan Surfaktan Berair”, Opini Terkini dalam Ilmu Koloid & Antarmuka, 26, 101662
(2022).
Griffin, WC, “Klasifikasi Agen Aktif Permukaan oleh HLB”. Jurnal Ilmu Kosmetik,
1, 311-326 (1949)
Hambali, E., Permadi, P., Astuti, Y., Suryani, A., Rivai, M., Padil dan Prihartono, C., “Pemilihan
Konsentrasi Katalis PTSA untuk Sintesis Surfaktan Alkilpoliglikosida dari Palm Fatty Alcohol
(C16) dan Glukosa Cair 85% dari Singkong untuk Aplikasi EOR”, IPB, Bogor (2012) Hasibuan, AH,
D. Siahaan, M. Rivani, dan F. Panjaitan., “Minyak Sawitdan Minyak Inti Sawit
Sebagai Bahan Baku Formulasi Lemak Plastik dan Lemak Khusus”. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa
Sawit. Jakarta. 28-30 (2009).
Holmberg K, Jönsson B, Kronberg B, Lindman B. “Surfaktan dan Polimer dalam Air
Larutan”. Ed ke-2. Chichester: J Wiley (2003)
Kurniasih, Eka. “Pemanfaatan Asam Lemak Sawit Distilat sebagai Bahan Baku Dietanolamida
Menggunakan Lipase (Rhizomucormeihei). (2008).
Makalalag, Ardi. “Pembuatanmetil ester dari minyak kelapa.” Jurnal Penelitian Teknologi Industri
10, 2, 67-74 (2018).
Nor NM, Nadia Salih N, Salimon J, “Sifat optimasi dan pelumasan minyak mentah Malaysia
biopelumas hijau neopentil glikol diester berbasis asam lemak minyak sawit”, Renewable Energy, 200,
942-956 (2022).
Oliveira, PD, Rodrigues, AMC, Bezerra, CV, Silva, LHM, “ Interesterifikasi kimia dari
dicampur dengan stearin sawit dan minyak patawa”, Food Chemistry, 2015, 369-376 (2017).
Paria, RG Chandhuri, NR Biswal, “Ketegangan permukaan, Perilaku Adsorpsi dan Pembasahan
Surfaktan Alami pada permukaan PTFE”, Jurnal AIChE, 61, 2, 655-663 (2015)
Pontoh, Julius, dan Lita Makasoe. “Perbandingan beberapa metode pembuatan metilester dalam
penganalisis asam lemak dari minyak kelapa murni (VCO).” Jurnal Ilmiah Sains 11.2, 241-247 (2011)
Tongnuanchan, P., Benjakul, S., Prodpran, T., Pisuchpen, S., Osako, K., “Mekanikal, termal dan
sifat penyegelan panas film gelatin kulit ikan yang mengandung minyak sawit dan minyak atsiri kemangi
dengan Surfaktan berbeda” Food Hydrocolloids, 56, 93-107 (2016).
Permadi, P., Fitria, R. dan Hambali. E., “Produk surfaktan berbahan dasar minyak sawit untuk industri perminyakan
Seri Konferensi IOP: Ilmu Bumi dan Lingkungan”, Volume 65, Konferensi Internasional
Biomassa: Teknologi, Aplikasi, dan Pembangunan Berkelanjutan 10–11 Oktober, Bogor,
Indonesia Conf. Ser.: Lingkungan Bumi. Sains.65 012034 (2016)
98 H. Pawignya dkk.

Saxena, N., Pal, N., Dey, S., Mandal, A “Karakterisasi surfaktan yang disintesis dari kelapa sawit
minyak dan penerapannya dalam peningkatan perolehan minyak” Jurnal Institut Insinyur Kimia
Taiwan 81, 343–355 (2017)
Suryani, Ani, Hambali, Erliza, “Proses Produksi Surfaktan Dietanolamida (Surfaktan DEA) dari
Asam Lemak minyak Inti Sawit”, Paten 146 (2020)
Zhang, X., Zhou, Y., & Yang, X., Sifat Fisikokimia Alkohol Polioksietilen Eter
Campuran Surfaktan Poliglikosida Asetat/Alkil Etoksi,Jurnal Sains dan Teknologi
Dispersi, 38, 9, 1252-1257 (2016)

Akses terbukaBab ini dilisensikan berdasarkan ketentuan Lisensi Internasional Creative Commons
Atribusi-NonKomersial 4.0 (http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/), yang mengizinkan
penggunaan, pembagian, adaptasi, distribusi, dan reproduksi nonkomersial apa pun dalam media atau
format apa pun, selama Anda memberikan kredit yang sesuai kepada penulis asli dan sumbernya,
memberikan tautan ke lisensi Creative Commons dan menunjukkan jika perubahan dilakukan.
Gambar atau materi pihak ketiga lainnya dalam bab ini disertakan dalam lisensi Creative Commons bab
tersebut, kecuali dinyatakan lain dalam batas kredit pada materi tersebut. Jika materi tidak termasuk dalam
lisensi Creative Commons bab tersebut dan tujuan penggunaan Anda tidak diizinkan oleh peraturan perundang-
undangan atau melebihi penggunaan yang diizinkan, Anda harus mendapatkan izin langsung dari pemegang hak
cipta.

Anda mungkin juga menyukai