Anda di halaman 1dari 10

DRAMAAAAAAAAAAA

Pada waktu itu rakyat Indonesia tidak bisa pergi ke sekolah. Mereka
dipaksa bekerja dan pendapatan mereka diambil oleh Tentara
Belanda atau yang sering disebut dengan Komunis. Rakyat jelata yang
menentang aturan komunis, akan disiksa, dibunuh, bahkan dibakar
rumahnya. Penderitaan masyarakat Indonesia benar-benar tragis saat
itu. Para Komunis terlalu kejam.
(suasana rakyat jelata sedang bekerja disawah…)
Sesekali mereka istirahat pun dengan sembunyi-sembunyi dari
pengawasan komunis. (narator)

Falih : “haduhh.. pegal sekali, panaass… hauss..”


Ian : (melihat Falih lalu mengajak rekannya Naufal beristirahat pula)
“Naufal, lita istirahat sebentar yuk, kita sudah seharian bekerja tanpa
istirahat”
Lita : Aku benar benar capek
Naufal : “tapi nanti kalau komunis tau kita istirahat, kita akan
dipukul dan disiksa”
Ian : ”mereka tidak terlihat kok. Kemarilah, oiya panji sini juga lah,
makan dulu
Naufal : “Baiklah
Panji : Sebenarnya aku malas makan tapi yasudah lah
Mereka berlima beristirahat sambil memakan makanan yang sudah
disiapkan dari rumah. Di saat mereka sedang menikmati makanan,
tiba tiba..
Komunis 1 (Fahrezi): “WOI KALIAN, SEDANG APA KALIAN
DISANA?!!!!!!!
Komunis 2 (Akmal): “HAH ada apa pak?! Kaget saya
Komunis 1: “Lihat para rakyat jelata itu, siapa yang mengijinkan
mereka makan?!
Komunis 3 (Agit): (berjalan menuju 3 rakyat jelata)
“Mana uang kalian?! Kalian ini punya hak apa buat makan? Jika kalian
ingin makan, kalian serahkan semua harta kalian!!
Komunis 1: Tumben gerak cepet, biasanya lemot
Komunis 3: diam atau saya turunkan dan menyiksa anda disini
Panji: “Saya tidak mau pak! Buat apa saya memberikan anda uang?
Komunis 3: Kau melawan saya? Sudah seberani apa kau? Mau mati?
(memukul panji sesekali)
Ian: “Sudah pak, ini harta kami, tolong jangan siksa dia
Komunis 2: Rakyat jelata ini memang sebodoh ini ya

Sesaat mereka hampir gaduh, Ian berusaha untuk melerai agar panji
tidak disiksa oleh komunis.
Beberapa waktu kemudian sekelompok ini mulai muak dengan
tindakan komunis, mereka menginginkan kemerdekaan dan
menentang penjajah. Namun apa boleh buat, mereka tidak punya
pemimpin yang bisa menuntun mereka untuk melawan penjajah.
Tetapi mereka tetap berjuang mempertahankan kemerdekaan
termasuk anak muda bernama Panji

Naufal: “saya ingin kabur secara diam diam dari neraka ini
Lita : “Saya juga ingin kabur, tapi bagaimana?
Ian: “kalian yakin untuk kabur? Jika ketahuan oleh komunis?
Bagaimana nasib kita? Lebih buruk karena kita disiksa
Naufal: “Kamu tinggal ikuti kita saja, saya sudah ada ide untuk kabur
dari neraka ini
Lita: “saya ingin kabur karena saya ingin belajar, saya lelah disebut
rakyat jelata yang bodoh, mengapa saya ditakdirkan untuk bekerja
Ian: “yasudah, saya mengikuti kalian saja
Falih: “kalau ketauan tinggal menentang saja
Lita: “menentang? Apa kalian sudah cukup berani menentang
komunis?
Naufal: “Kenapa tidak?
Panji: (Diam mendengarkan omongan mereka)

Keesokan harinya mereka berusaha keluar diam diam, tapi soalnya


saat mereka berusaha keluar diam diam, Falih justru bersin, hingga...

Komunis 2: Siapa disana?!


Komunis 1: (berjalan menuju sumber suara)

Di saat mereka berjalan ke sumber suara, sekumpulan pemuda


tersebut sangat panik (narator)

Komunis 2: SE BERANI APA KALIAN INGIN KELUAR DARI KAMPUNG


INI? INGIN MATI?!
Komunis 3: Wah wah, dasar rakyat jelataang bodoh, memang ingin
mati sepertinya
Disaat ketiga komunis yang berjaga di kampung tersebut ribut
dengan sekumpulan pemuda itu, dengan pintarnya panji kabur secara
bebas karena tidak ada yang melihatnya.
Tetapi sedihnya, sekumpulan pemuda yang diketahui oleh komunis
tadi, mati karena disiksa komunis. (narator)

Raden Ajeng Karitni adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas
bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati
Jepara, Jawa Tengah. Beliau hanya bisa melihat penderitaan
masyarakat ini setiap harinya. Hati beliau tersentuh. Kartini ingin
wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini
dilarang ayahnya untuk sekolah, sebagaimana adat Jawa pada waktu
itu yang masih membedakan antara kaum perempuan dengan kaum
laki-laki. Tetapi tekad Kartini untuk memajukan orang Indonesia
sangat kuat waktu itu. Karena tekadnya yang sudah bulat untuk
memajukan bangsa Indonesia, Kartini pun memutuskan untuk
mengajar orang-orang desa tersebut.
Suasana kartini sedang mengajari murid2 perempuan berhitung,
menjahit,bahkan membuat pola pakaian. Setelah murid2nya pulang,
ayah Kartini memarahinya karena tidak suka dengan ulah Kartini yang
mengajari anak2 desa dengan ilmu pengetahuannya.

Ayah Kartini : “Kartini! Ayah tidak suka kamu mengajari anak-


anak desa dengan ilmu pengetahuan yang sudah kamu pelajari di
bangku sekolah!”

Kartini : “Tapi kenapa ayah? Kenapa ayahanda tidak


memperbolehkan ?
Ayah Kartini : “Karena mereka masyarakat kalangan bawah!
Kamu tau sendiri kan? Yang boleh mengenyam pendidikan hanyalah
kaum bangsawan dan Belanda! Mengerti kamu?!

Kartini : “tapi mereka perempuan tidak harus dirumah terus


mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, ayah! Mereka juga
butuh pendidikan yang layak”

Ayah Kartini : “tidak perduli! Selesaikan dulu sekolahmu! Dan


berhenti mengajari anak2 desa itu! Mengerti?!

Kartini : “Mengerti ayah.” (lesu)

Ibu Kartini : “ibu ngerti maksud kamu cah ayu, tetapi adat istiadat itu
tidak bisa dilanggar”

Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku


pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian
dibacanya. Usia 12 tahun Kartini sudah dipingit. Dalam masa
pingitannya ini Kartini banyak menghabiskan waktunya untuk
membaca. (Narator)

Setelah Kartini menyelesaikan pendidikannya di EUROPASE LEGERE


SCHOOL, Kartini bertekad menantang colonial Belanda yang bernama
Van Den Burg agar tekadnya untuk memberikan hak yang layak untuk
rakyat Indonesia, termasuk kaum wanita dalam hal pendidikan.
(Terlihat Van Den Burg sedang menikmati suasana pagi dan tiba-tiba
salah satu prajuritnya menghampiri dan memberikan surat dari
kartini) narator

Van Den Burg (fandya) :”Indah sekali Negeri jajahan ini. Tidak
salah bila para pendahulu menyebut negeri ini negeri surganya
rempah-rempah. Tapi sayang, orang-orangnya katrok dan bodoh
semua!”

Akmal : “Maaf mengganggu, komandan. Tapi ini ada kiriman surat


dari Raden Ajeng Kartini, putri dari Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat, bupati Jepara”

Van Den Burg : “Surat apa ini? Oh, anak Bupati Jepara yang cantik
itu? Ya sudah pergi sana”

Akmal : “Siap Komandan!”

Terlihat Van Den Burg sedang membaca suratnya..


“Wahai penjajah yang sombong, saya tantang kau beradu ilmu
denganku. Apabila saya menang maka kau harus berjanji bahwa
kaum wanita di negeri ini berhak mendapatkan ilmu pendidikan yang
layak serta bebaskan semua tawananmu. Apabila saya kalah, maka
saya rela menjadi istrimu. Saya tunggu kau di balai desa. Kartini.
Saat bertemu di Balai Desa, Van Den Burg dan Kartini saling menatap
penuh benci.

Van Den Burg :”Mau menantang aku rupanya kau?!

Kartini : “Iya saya menantangmu, saya akan mengajukan sebuah


permainan dari situ akan mengetahui diantara kita berdua, siapa
yang menang.”

Van Den Burg : “Baik. Mulailah!”

Kartini : “Oke, lebih baik mana merah putih dengan merah putih
biru?”

Van Den Burg :”Ahahahha, itu mudah sekali ya merah putihlah!


(dengan mudahnya)”

Kartini :”Sebenarnya Anda ini Belanda atau bukan

Van Den Burg :”Ya iyalah saya orang belanda, saya jendral kompeni
disini.

Kartini :”ah, masa? “

Van Den Burg :”Lalu? Kenapa?”


Kartini : “hah, tadi Anda menjawab bahwa merah putih itu lebih
baik. Anda tahu tidak? Merah putih adalah bendera kebangsaan
Negara Indonesia

Karena Belanda ternyata kalah dengan Kartini, akhirnya seluruh


kaum wanita di Indonesia dapat mengeyam ilmu pendidikan sebagai
konsekuensi terhadap tantangan yang telah disetujui.

Pada 12 November 1903 saat usianya 24 tahun kartini kemudian


dinikahkan dengan bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat. Keinginan Kartini terus memperjuangkan pendidikan
untuk kaum wanita tidak berhenti sampai disitu. Kartini meminta izin
pada suaminya untuk membuka sekolah bagi kaum wanita. Dan
suaminyapun mendukung.(Narator)

Panji : (Duduk Membaca Koran)

Tata : (Berdiri Disamping Suami)

“Kalo aku buat sekolah wanita disini, menurut kang mas


bagaimana?.”

Panji : ( Masih Membaca Buku)


“Yok wis, ra opo – opo. Itu keinginan yang bagus. Aku setuju – setuju
saja.”

Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang


waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk
memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga
harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-
teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu
pengetahuan lainnya.

Tata : (Memegang buku, mengajar dalam ruang kelas)


“Bagaimana, sudah mengerti?.”

Murid 1 (terserah si mw sp) : ( Mencoba memahami) “Sudah,


Terima Kasih ya mba yu.”

Murid 2 (sm terserah jg h3h3) : ( Bangkit Berdiri) “Wis ,aku pulang


dulu sudah sore.”

Tata : “Iya Benar, Murid 3 Pimpin doa yo.”


Akhirnya berkat kegigihan dan dukungan dari suaminya Kartini
mendirikan sekolah wanita pada tahun 1912 di Semarang kemudian
Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.

Anda mungkin juga menyukai