Anda di halaman 1dari 185

DIKTAT

ELEKTRONIKA 1

OLEH:
EDI SUPRIANA

FISIKA FMIPA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
BAB I
LISTRIK ARUS SEARAH

Arus listrik searah adalah arus listrik yang besar dan polaritasnya tidak berubah

dengan waktu, arus searah disebut juga DC (Direct Current). Besaran yang diukur

dan dihitung pada rangkaian arus listrik searah ini adalah tegangan, kuat arus yang

mengalir pada masing-masing komponen dan hambatan total komponen tersebut.

Untuk mempelajari elektronika diperlukan kemampuan awal tentang

pemahaman beberapa macam bentuk rangkaian dan hukum-hukum yang

mendasarinya. Bentuk rangkaian yang paling dasar adalah rangkaian seri, rangkaian

paralel dan rangkaian /Y. Untuk menganalisa bermacam-macam bentuk rangkaian

dipelukan hukum-hukum dasar antara lain, hukum Ohm, hukum I Kirchhoff dan

hukum II Kirchhoff.

Pengertian rangkaian setara/pengganti diperlukan, untuk menyederhanakan

bentuk rangkaian seri dan paralel yang rumit. Disamping rangkaian setara seri dan

paralel masih diperlukan pengertian rangkaian setara lain misalnya rangkaian setara

Thevenin dan Norton untuk rangkaian kutup tunggal. Dengan menggunakan

rangkaian setara Thevenin dan rangkaian setara Norton dapat dilakukan perhitungan

besar tegangan ataupun arus pada masukan dan keluaran tanpa mengetahui bentuk

rangkaian di dalamnya.

Pengertian lain yang masih berkaitan dengan rangkaian arus listrik searah ini

adalah tentang pengisian dan pengosongan muatan kapasitor, atau yang dikenal

dengan arus transien. Arus transien pada pengisian atau pengosongan kapasitor

sering digunakan untuk penentuan waktu (timer), penyaring (filter), pengubahan

bentuk gelombang dan lain-lain.

1
A. Hukum Ohm dan Hukum Kkchhoff 1.

1. Hukum Ohm

Arus listrik didefinisikan sebagai jumlah muatan listrik yang mengalir

dalam suatu penghantar per satuan waktu yang dirumuskan,

Q
I
t

dengan Q = jumlah muatan elektron yang mengalir (Coulomb)

t = waktu (sekon)

I = kuat arus (ampere)

Arus listrik searah adalah arus listrik yang besar dan polaritasnya tidak

berubah dengan waktu, arus searah disebut juga dc (direct current). Besaran

yang diukur dan dihitung pada rangkaian listrik arus searah ini adalah

tegangan, kuat arus yang mengalir pada masing-masing komponen.

Hukum Ohm menyatakan: "Kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar

besarnya berbanding lurus dengan beda potensial (tegangan) antara ujung-

ujungnya". A R B

VAB

Gambar 1.1 Humum Ohm.

VAB ~ I atau VAB = RI atau V = IR

Dengan VAB atau V adalah beda potensial (tegangan) ujung A-B penghantar

dalam Volt(V), sering ditulis VAB = VA -VB, I kuat arus dalam Ampere (A) dan R

merupakan suatu konstanta perbandingan yang disebut hambatan penghantar

dan diberi satuan Ohm (). Nilai R tidak tergantung besar tegangan dan kuat

arus pada penghantar tersebut tetapi ditentukan oleh besaran fisik penghantar,

2
yang dinyatakan sebagai berikut,

l
R
A
Dengan  adalah hambatan jenis dalam m , l panjang penghantar dalam

meter (m) dan A luas penampang peghantar m2.

2. Hukum Kirchhoff

a. Hukum I Kichhoff

Hukum I Kirchhoff disebut juga dengan KCL (Kirchhoff current Low)

dinyatakan sebagai berikut: "Jumlah aljabar kuat arus pada setiap titik

percabangan suatu rangkaian sama dengan nol".

i=0

Dengan  i adalah jumlah kuat arus dalam titik percabangan, dimana kuat

arus yang masuk titik percabangan diberi tanda positif, dan yang keluar titik

percabangan diberi tanda negatif. Perhatikan gambar 1.1, jumlah kuat arus

di titik A sama dengan nol.


R1
I1
I R2

A I2
R3
I3

Gambar 1.2 Kuat Arus Pada Titik Percabanagan A.

IA = 0

I – I1 – I2 – I3 = 0 atau I = I1 + I2 + I3

3
b. Hukum II Kirchhoff

Hukum II Kirchhoff disebut juga dengan KVL (Kirchhoff Voltage Low)

dinyatakan sebagai berikut: "Jumlah aljabar tegangan dalam suatu rangkaian

tertutup (loop) sama dengan nol".

E + IR = 0

Dengan  E adalah jumlah tegangan sumber GGL dan IR adalah jumlah

tegangan hasil kali kuat arus dan hambatan.

I E3 R3

R2
E2 R1 E1

Gambar 1.3 Jumlah Tegangan Dalam Rangkaian Tertutup

Perhatikanlah rangkaian gambar 1.2, jumlah tegangan baterei E, sebagai

penaik tegangan dan IR sebagai penurun tegangan sama dengan nol.

(-E1) + IR1 + E2 + IR2 + E3 + IR3 = 0

Contoh soal 1.1

A
E3 R3 Pada rangkaian tertutup disamping ini,

6V 300
hitunglah kuat arus dan tegangan antara
150 R2 50 R4
E2 R1 E1 titik A-B.
B
12V 100 9V

Penyelesaian: Pertama tentukan terlebih dahulu arah arus listriknya


A I E3 R3 (sembarang), kemudian ikuti untuk
6V 300
merumuskan KVL nya. Berdasarkan
R2 I 50 R4
150
E2 R1 E1 rumusan KVL tersebut dapat tentukan
B
12V 100 9V besar dan arah kuat arusnya.

4
Ikuti arah dan besar kuat arus tersebut untuk menghitung besar tegangan

yang dinginkan.

Berdasarkan arah arus yang ditentukan maka rumusan KVL nya adalah,

E3 + I R3 + I R4 – E1 + I R1 + E2 + I R2 = 0

6 + 300 I + 50 I – 9 + 100 I + 12 + 150 I = 0

600 I = -9

I = -9/600 = - 0,015 A = - 15 mA

Jadi besar kuat arus yang mengalir adalah 15 mA dengan arah berlawanan

jarum jam/ketentuan.

VAB = E3 + I R3 + I R4 = 6 – 0,015.300 – 0,015.50 = 0,75 Volt

VAB = - I R2 – E2 – I R1 + E1

= – (–0,015.150) – 12 – (0,015.100) + 9

= 12,75 – 12 = 0,75 Volt

Jadi tegangan antara titik A-B adalah 0,75 Volt.

Contoh Soal 1.2

Pada rangkaian tertutup dibawah ini, hitunglah kuat arus dan tegangan

antara titik b-d.


b

1K 3V
a 2K2 c
3V 1K

d
Penyelesaian:

Untuk menyelesaikan soal ini gunakanlah Hukum I, II Kirchhoff dan Hukum

Ohm untuk analisa loop, dimana pada loop d-a-b mengalir arus I1, loop d-c-b

mengalir I2 dan pada b-d mengalir arus I3 = I1 + I2 mengalir melalui R3.

5
I1 b I2

1K I 6V
I 3 II
a 2K2 c
3V 1K

KVL pada Loop I (a-b-d-a):

1 I1 + 2,2 I3 – 3 = 0

1 I1 + 2,2 I3 = 3 . . . . . . . . . . . . . . . (1)

KVL pada Loop II (b-d-c-b):

1 I2 – 6 + 2,2 I3 = 0

1 I2 + 2,2 I3 = 6 . . . . . . . . . . . . . . . . (2)

I1 = I3 – I2, dari persamaan (1) diperoleh,

- I2 + 3,2 I3 = 3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)

Dari persamaan (2) dan (3) diperoleh,

1 I2 + 2,2 I3 = 6

- 1 I2 + 3,2 I3 = 3
+
5,4 I3 = 9

I3 = 9/5,4 = 1,67 mA.

Jadi kuat arus pada hambatan b-d adalah I3 = 1,67mA, dan tegangan

pada hambatan b-d adalah: Vbd = 1,67 2,2 = 3,67 V.

6
B. Rangkaian Setara

1. Rangkaian setara Seri dan Paralel

a. Rangkaian Setara Seri

Rangkaian seri disebut juga dengan rangkaian berderet, tiga hambatan R1, R2

dan R3 dirangkaikan secara seri ditunjukkan oleh gambar 1.4.

A R1 R2 R3 B

Gambar 1.4 Rangkaian Hambatan Seri.

Pada rangkaian seri arus I yang mengalir pada masing-masing hambatan

besarnya sama, besar tegangannya tergantung nilai hambatannya.

VAB = VR1 + VR2 + VR3

IRAB = IR1 + IR2 + IR3

I RAB = I (R1 + R2 + R3)

RAB = R1 + R2 +R3

Hambatan RAB sama dengan hambatan setara seri (RS) dari hambatan-

hambatan yang disusun secara seri sehingga, secara umum dapat dinyatakan

sebagai berikut,

n ~
R S   In
n1

Susunan hambatan seri digunakan untuk mendapatkan hambatan yang bernilai

besar, dalam rangkaian seri yang dominan adalah hambatan yang bernilai

besar. Penggunaan lain rangkaian hambatan seri adalah untuk pembagi

tegangan.

7
R1

E
R2 VR2

Gambar 1. 5 Rangkaian Pembagi Tegangan

R2
VR 2  E
R1  R 2

Dua hambatan R1 dan R2 disusun seri ditulis dengan Rs = R1 + R2.

2. Rangkaian Setara Paralel

Rangkaian paralel disebut juga dengan rangkaian berjajar, tiga hambatan R1,

R2 dan R3 dirangkaikan secara paralel ditunjukkan oleh gambar 1.6.


R1
I1
I R2

P I2 Q
R3
I3

Gambar 1.6 Rangkaian Hambatan Paralel

Pada rangkaian paralel tegangan pada masing-hambatan besarnya sama,

VR1 = VR2 = VR3 = VPQ = V.

I = I1 + I 2 + I3

V V V V
  
R PQ R1 R 2 R 3

 1   1 1 1 
V    V    
 R PQ   R1 R 2 R 3 

1 1 1 1
  
RPQ R1 R 2 R 3

Hambatan RPQ sama dengan hambatan setara paralel (RP) dari hambatan-

8
hambatan yang disusun secara paralel, sehingga secara umum dapat

dinyatakan sebagai berikut,

1 n ~ 1

R P n1 R n

Susunan habatan paralel digunakan untuk mendapatkan hambatan yang

bernilai kecil, dalam rangkaian paralel yang dominan adalah hambatan yang

bernilai kecil. Penggunaan lain rangkaian hambatan paralel adalah untuk

pembagi arus. R1
I1
I

P R2 Q
I2

Gambar 1.7 Rangkaian Pembagi Arus


R1
IR 2  I
R1  R 2
Dua hambatan R1 dan R2 disusun paralel ditulis dengan RP = R1 // R2 yang

R1R 2
besarnya R P  .
R1  R 2

3. Jembatan Wheatstone

Untuk mengukur hambatan suatu penghantar dengan teliti digunakan

metode jembatan Wheatstone. Susunan jembatan Wheatstone adalah sebagai

berikut, B

R1 R4
I1
I A C
G
I2
R2 R3

D
E

Gambar 1.8 Rangkaian Jembatan Wheatstone.

9
Galvanometer (G) yang dipasang antara titik B dan D, menunjukkan kuat arus

yang melalui cabang itu. Bila diusahakan sama dengan nol maka beda

tegangan antara titik B dan D nol, walaupun hambatannya tidak nol, ini berarti

titik B dan D tegangannya sama. Dengan demikian dapat dinyatakan,

R2
VAB = VAD atau I1 . R1 = I2 . R2 atau I1  I2
R1
R2
VBC = VDC atau I1 . R4 = I2 . R3 atau I2R 4  I2R 3
R1
R1.R3 = R2.R4

Dalam praktek R2 dan R3 sering diganti dengan kawat pengantar (nikelin)

sehingga susunannya sebagai berikut, dimana R2 = l 1 dan R3 = l2 sehingga

persamaan diatas menjadi,

l1
R1.l2 = l1.R4 atau R1  R4
I2

4. Transformasi Rangkaian A ke Rangkaian Y


X
Rc // (Rb + Ra) = Rl + R2
R1
Rc Rb Rb // (Rc + Ra) = Rl + R3
R2 R3 Ra // (Rc + Rb) = R2 + R3
Y Z
Ra

Gambar 1.9 Transformasi Rangkaian  ke Rangkaian Y.

Dari ketiga persamaan ini diperoleh hubungan R l, R2, dan R3 dengan Ra, Rb,

dan Rc sebagai berikut.

R c R a  Rb  R aR c  RbR c
R c // R a  Rb     R1  R 2
R a  Rb  R c R a  Rb  R c

Rb R a  R c  R aRb  RbR c
Rb // R a  R c     R1  R 3
R a  Rb  R c R a  Rb  R c

10
R a Rb  R c  R aRb  R aR c
R a // Rb  R c     R2  R3
R a  Rb  R c R a  Rb  R c

Misal Z = Ra +Rb + Rc

1 / ZR aR b  RbR c   R1  R 3 1 / ZR aR c  RbR c   R1  R 2

1 / ZR aRb  R aR c   R 2  R 3 1 / ZR aR b  RbR c   R1  R 3

1 / ZRbR c  R aR c   R1  R 2 1 / ZR aR c  R aRb   R 2  R 3

1 / ZRbR c  R aR c   R1  R 2 1 / ZR aR c  R aRb   R 2  R 3

2 / ZRbR c   2 R1 2 / ZR aR c   2 R 2

R bR c R aR c
R1  R2 
R a  Rb  R c R a  Rb  R c

1 / ZR aRb  R aR c   R 2  R 3 R2
Ra  Rb
1 / ZRbR c  R aR c   R 2  R1 R1

1 / ZR aR b  R bR c   R 3  R1 Rb 
R3
Rc
R2
1 / ZR aR b  RbR c   R 3  R1
R1
2 / ZR aRb   2 R 3 Rc 
R3
Ra

R aR b
R3 
R a  Rb  R c

R1 R
Ra
Ra Ra 1
R3 R3
R2  
R R R R
Ra  1 Ra  1 Ra 1  1  1
R2 R3 R2 R3

R 2R 3  R R 
Ra  1  1  1 
R1  R2 R3 

R1R 2  R1R 3  R 2R 3
Ra 
R1

11
R2 R2
R bR b Rb
R1 R1
R3  
R2 R2 R2 R
Rb  Rb  Rb  1 2
R1 R3 R1 R3

R 3R1  R2 R 
Rb    1  2 
R2  R1 R3 

R1R 2  R1R 3  R 2R 3
Rb 
R2

R3 R3
Rc Rc Rc
R2 R2
R1  
R3 R3 R3 R3
Rc  Rc  Rc  1
R1 R2 R1 R2
R1R2  R3 R3 
Rc     1
R3  R1 R2 

R1R2  R1R3  R2 R3
Rc 
R3

C. Rangkaian Setara Thevenin dan Norton 1.

1. Rangkaian Setara Thevenin

Teori Thevenin menyatakan: "Setiap rangkaian dua ujung keluaran (port

tunggal) dapat diganti dengan sebuah sumber tegangan tetap dan sebuah

hambatan seri". Sumber tegangan tetap ini disebut tegangan Thevenin (Th),

dan hambatan seri disebut hambatan output atau hambatan Thevenin R Th.

a. Menghitung Th (Tegangan Thevenin)

Th dihitung dengan teori dasar rangkaian listrik biasa (analisa loop dengan

Hukum Kirchhoff) dari rangkaian tersebut.

12
R2
Th  VR2  E
RTh R1  R 2
R1
RTh = R1//R2
E Th Vo
R Th 
R1R 2
R2 Vo R1  R 2

Gambar 1.10 (a) Rangkaian Pembagi Tegangan.


(b) Rangkaian Setara Thevenin.

b. Menghitung RTh (Hambatan Setara Thevenin)

1) RTh ditentukan dengan melihat rangkaian setara dari arah keluaran (Vo).

2) Jika pada rangkaian terdapat sumber tegangan maka sumber tegangan

dianggap terhubung singkat.

3) Jika pada rangkaian terdapat sumber arus maka sumber arus tersebut

dianggap terbuka (open circuit).

4) RTh dihitung menggunakan rumus-rumus rangkaian setara seri maupun

rangkaian setara paralel.

5) Sebagai contoh, perhatikanlah rangkaian gambar 1.6 (a) berikut,

kemudian ikuti langkah-langkahnya.

Bila pada output dipasang beban RL (load) maka terjadi penurunan tegangan

sebesar,

Th
V = Th - I RL, dengan I 
R Th  RL

Kerugian daya sebesar: P = I V

c. Mengukur Th, dan RTh

Untuk menentukan nilai Th dan RTh, adalah menggunakan rangkaian berikut ini,

dengan mengubah nilai RL dapat diukur besar kuat arus (I) dan tegangan (Vo)

13
setiap perubahan RL.
Vo
Th = Voo
RTh
A
V
Th RL V Vo

I
 Imak

(a) (b)

Gambar 1.11 (a) Rangkaian Untuk Mengukur Th dan RTh.


(b) Lengkung Pembebanan Untuk Menghitung RTh.

Kemudian dibuat grafik hubungan Vo dan I untuk memperoleh Lengkung

Pembebanan.

Dari lengkung pembebanan diperoleh,

a. Th yaitu sama dengan Vo pada saat I = 0.


V
b. RTh yaitu sama dengan sudut kemiringan kurva R Th  lengkung
I
pembebanan. RTh disebut juga hambatan keluaran (Ro).

2. Rangkaian Setara Norton

"Setiap rangkaian port tunggal dapat diganti dengan sebuah sumber arus tetap

dan sebuah hambatan paralel".

Sumber arus tetap ini disebut arus Norton (I N), dan hambatan paralel disebut

konduktan atau hambatan Norton Go. Hubungan antara arus Norton (IN) dan

tegangan Thevenin (Th) adalah,


(a) RTh
(b)

Go
Th Vo IN

Gambar 1.12 (a) Rangkaian Setara Thevenin.


(b) Rangkaian Setara Norton.

14
Contoh soal 1.3

Perhatikanlah rangkaian di samping ini,

a) Tentukan rangkaian setara Thevenin antara c-d.


1K b 1K c
a b) Bila pada keluaran dipasang hambatan sebesar

6V 2K2 2K2 600 , tentukan besar jatuh tegangan.

c) Tentukan besar hambatan beban agar arus me-


e d
ngalir 1 mA.
Penyelesaian:

a) Membuat Rangkaian setara Thevenin antara c-d.

• Menghitung tegangan Thevenin.

2k2//3k2 1,3
Vbd  6 6  3,39 V
1k  2k2//3k2 1  1,3

2k2
Vcd  3,39  2,33 V
1k  2k2

• Menghitung Hambatan Thevenin dipandang dari c-d.

R Th  R cd  2k2// 1k  1k // 2k2  2k2//1k69  0,96 k

RTh =0,96k

Vo
Th=2,33V

0,96
Besar jatuh tegangan V adalah V  2,33  1,43 V
0,96  0,6
Besar hambatan beban (RL) agar arus mengalir 1 mA adalah,
Th 2,33 2,33
I  10 3   RL  - 0,96k  1370  .
R Th  RL 0,96k  RL 10-3

15
D. Arus Transien

Pada saat pengisian kapasitor yaitu kapasitor dihubungkan dengan sumber

tegangan searah, maka kapasitor tidak seketika terisi muatan penuh, demikian

pula saat pengosongan yaitu kapasitor dihubungkan dengan suatu beban,

kapasitor tidak seketika kosong. Pada saat pengisian dan pengosongan muatan

kapasitor terjadi arus sementara yaitu arus yang muncul sesaat atau sebentar

kemudian berkurang terhadap waktu secara eksponensial yang disebut Arus

Transien.

Arus transien dapat dipelajari dengan pengukuran tegangan/arus pada saat

pengisian atau pengosongan kapasitor terhadap waktu, kemudian dibuat grafik

hubungan antara tegangan/kuat arus terhadap waktu. Pengisian atau

pengosongan kapasitor yang dilakukan oleh rangkaian seri RC mempunyai

tetapan waktu sebesar  = RC.

Arus transien berperanan penting dalam pengaturan waktu peralatan

elektronika. Misalnya dalam pengolah denyut untuk menentukan berapa jam

televisi bekerja, menentukan berapa frekuensi yang dihasilkan oleh osilator, untuk

waktu penundaan, untuk mengatur nada (tapis) dan sebagainya.

Jika kapsitor dengan kapasitansi C dihubungkan dengan sumber tegangan V,

maka setelah beberapa saat dalam kapasitor akan terkumpul muatan Q sebesar,

Q = CV

Jika muatan sebesar Q telah tersimpan dalam kapasitor, dikatakan kapasitor telah

terisi penuh. Muatan ini akan tetap besarnya selama tidak terjadi kebocoran.

Besar kapasitansi C tidak tergantung besar muatan Q dan tegangan V pada

16
kapasitor, tetapi tergantung luas lempeng (A) penyusun kapasitor, jarak kedua

lempeng (d) dan konstanta bahan dielektrikumnya (. Dinyatakan sebagai berikut:

A
C  
d

Perhatikanlah rangkaian seri RC berikut ini,


S R
Pada saat saklar S dihubungkan kapasitor C tidak

E C langsung terisi penuh akan tetapi memerlukan waktu.

Setelah saklar S dihubungkan, arus akan mengalir

Gambar 1.13 Rangkaian Seri RC.

mengisi muatan kapasitor terus menerus sampai kapasitor penuh.

Muatan yang tersimpan kapasitor setiap saat adalah,

dQ( t)
 I(t), dQ(t)  I(t) dt
dt

Mula-mula kapasitor kosong secara kontinyu dialiri arus i(t) hingga dalam selang

waktu tertentu (0 – t) dalam kapasitor terdapat muatan sebesar,

t
Q(t)   I(t) dt
0

Beda tegangan pada kapasitor setiap saat,

t
Q(t) 1
VC (t) 
C

C  I(t) dt
0

Beda tegangan pada hambatan R setiap saat adalah,

t
1
C 0
VR (t)  E - VC (t)  E - I(t) dt  I(t) R

Jika VC(t) terus bertambah maka VR akan terus berkurang, karena nilai R tetap

maka kuat arus i (t) akan terus berkurang. Jika persamaan ini didiferensial

17
(diturunkan) terhadap waktu diperoleh,

I(t) dI(t) di(t) 1


- R  - dt
C dt I(t) RC
di(t) 1
 I(t)
-
RC
dt 

Pada saat t = 0, I(t) = Io = E/R maka ln Io = 0 – k  k = - ln Io, diperoleh,

t I(t) t
ln I(t)  -  ln Io  ln -
RC Io RC
t t
- E - RC
I(t)  Io e RC
atau I(t)  e
R

Jadi arus I(t) berkurang terhadap waktu secara eksponensial, sehingga grafik

hubungan antara arus (i) terhadap waktu (t) adalah sebagai berikut,

i Pada saat t = 0, i(t) = E/R = i o.


Pada saat t = RC, i(t) = E/R . 1/e = i o/e.
io = E/R
i(t) = E/R e -t/RC t = RC disebut tetapan waktu dinyatakan
dengan , sehingga  = RC.
i = i o/e
t
t = = RC

Gambar 1.14 Grafik hubungan kuat arus (i) dan waktu (t).

Pertambahan tegangan pada kapasitor terhadap waktu,

t t t t t
Q(t) 1 1 E - RC E -
VC (t) 
C

C 0 i(t) dt  C 0 R e dt  RC 
0
e RC
dt

t t
E
- RCe RC  K  - E e RC  K
- -

RC

Pada saat t = 0, VC(t) = 0 maka K = E, sehingga

t t
- -
VC (t)  - E e RC
E  VC (t)  E (1 - e RC
)

18
Grafik hubungan antara tegangan (V) terhadap waktu (t) adalah,
VC
Pada saat,
E
Pengisian t= RC  VC = 0,63 E.
t = 2 RC  VC = 0,86 E.
t = 3 RC  VC = 0,95 E.
Pengosongan
t = 4 RC  VC = 0,98 E.
0 5 t
= RC
t = 5 RC  VC = 0,99 E.

Gambar 1.15 Grafik Hubungan Tegangan (V) dan waktu (t).

Pada saat t = 5 RC, VC = 0,99 E, dapat dianggap kapasitor telah terisi penuh.

Pada saat pengisian kapasitor, tegangan kapasitor naik secara eksponensial,

demikian pula pada saat pengosongan kapasitor, tegangan kapasitor turun secara

eksponensial.

Contoh soal 1.4

Perhatikan rangkaian dibawah ini, a. Berapakah kuat arus pada masing-masing

hambatan?
5 R1 E2 8V
7 R2 b. Berapakah muatan yang tersimpan dalam
R3 3
6V E1
C 20F kapasitor?

Penyelesaian:

a) Arus yang mengalir pada R3 karena dicegah oleh kapasitor C.

Kuat arus yang melalui R1 dan R2 dapat ditentukan dengan merumuskan KVL

nya terlebih dahulu, sebagai berikut:

I (5 + 7) - 6 = 0 I = 6/12 = 0,5 A

Jadi pada R1 dan R2 mengalir arus sebesar 0,5 Ampere.

b) Untuk menghitung VC di rumuskan KVL nya sebagai berikut:

19
- 0,5 (7) + 8 + 0(3) + VC = 0

VC = - 4,5 V

Q = C. |VC| = 20.10-6.4,5 = 90 Coulomb.

Jadi muatan pada kapasitor adalah 90 Coulomb.

Contoh soal 1.5

Perhatikan rangkaian dibawah ini, a. Pada saat saklar S ditutup, berapakah

tegangan pada R.
S R:1M
b. Pada saat saklar S ditutup selama t = 2 dt, berapakah
E:6V C:1F
kuat arus yang mengalir dan tegangan pada R.

c. Pada saat saklar S ditutup selama t = 5RC, berapakah

kuat arus yang mengalir dan tegangan pada R.

Penyelesaian:

a) Pada saat S ditutup t = 0, sehingga:

Kuat arus yang mengalir I = E/R e-t/RC = 6/1M = 6 A.

Tegangan pada kapasitor VC(t) = E (1 - e-t/RC) = E (1 – 1) = 0 Volt.

Tegangan pada hambatan VR = E – VC(t) = E = 6 Volt

b) Pada saat S ditutup t = 2 detik dan = RC 106.10-6 = 1 detik, maka:

Kuat arus yang mengalir I = E/R e-t/RC = 6/1M. 2,72-2/1 = 0,81 A.

Tegangan pada hambatan VR = I.R = 0,81.10-6.106 = 0,81 Volt

c) Pada saat S ditutup t = 5 RC dan = RC 106.10-6 = 1 detik, maka:

Kuat arus yang mengalir I = E/R e-t/RC = 6/1M. 2,72-5 = 0,04 A.

Tegangan pada hambatan VR = I.R = 0,04.10-6.106 = 0,04 Volt

20
WORKSHEET OF DIRECT CURRENT CIRCUIT
I. Ohm Low and Kirchhoff Lows
1. Bagaimanakah hukum Ohm dinyatakan?
2. Bagaimanakah hukum Ohm dirumuskan?
3. Besaran apa saja yang mempengaruhi nilai hambatan? Dan bagaimana hubungan
besaran tersebut dirumuskan?
4. Bagaimanakah hukum I Kirchhoff dinyatakan?
5. Bagaimanakah hukum I Kirchhoff dirumuskan?
6. Bagaimanakah hukum II Kirchhoff dinyatakan?
7. Bagaimanakah hukum II Kirchhoff dirumuskan?

II. Series and Parallel Circuit


1. Gambarkanlah rangkaian tiga hambatan R1, R2 dan R3 disusun secara seri dipasang
pada sebuah sumber tegangan E!
2. Pada rangkaian seri besaran apakah yang nilainya tetap/sama dan besaran apakah
yang nilainya tergantung nilainya hambatan?
3. Turunkan rumusan nilai hambatan serinya! Pada rangkaian seri hambatan mana
yang nilainya dominan?
4. Berikan contoh minaimal 2 manfaat rangkaian seri!
5. Gambarkanlah rangkaian tiga hambatan R1, R2 dan R3 disusun secara paralel
dipasang pada sebuah sumber tegangan E!
6. Pada rangkaian paralel besaran apakah yang nilainya tetap/sama dan besaran
apakah yang nilainya tergantung nilainya hambatan?
7. Turunkan rumusan nilai hambatan paralelnya! Pada rangkaian paralel hambatan
mana yang nilainya dominan?
8. Berikan contoh minaimal 2 manfaat rangkaian paralel!
9. Dalam perhitungan, apabila rangkaian terdiri dari campuran rangkaian seri dan
paralel bagaimanakah langkah penyelesaiannya?
10. Apabila rangkaian berbentuk  diubah menjadi rangkaian berbentuk Y atau
sebaliknya bagaimanakah rumus tranformasinya?

III Thevenin and Norton Equivalent Circuit


1. Bagaimanakah teorema Thevenin dinyatakan?
2. Bagaimanakah langkah-langkah menghitung tegangan Thevenin (Th) !
3. Bagaimanakah langkah-langkah menghitung hambatan Thevenin (RTh) !
4. Bagaimanakah teorema Norton dinyatakan?
5. Bagaimanakah hubungan teorema Thevenin dan teorema Norton dinyatakan?

IV. Transient current


1. Apakah arus transien itu? dan bagaimana arus transien itu diperoleh?
2. Berikan 5 contoh penggunaan arus transien!
3. Sebuah kapasitor C diseri dengan sebuah hambatan R dan dipasang pada sebuah
sumber tegangan E. bagaimana menghitung tegangan pada kapasitor (V C) setiap
saat? Disebut apakah kejadian pada rangkaian ini?
4. Bagaimana arus transien dinyatakan? dan disebut apakah besaran RC itu?
5. Dengan gambar seperti no.4, bagaimana bentuk grafik hubungan antara tegangan
kapasitor dan waktu setiap saat? Kapan tegangan kapasitor sama dengan tegangan
sember? dan disebut apakah kejadian saat seperti ini?
6. Dengan gambar seperti no.4, saat tegangan kapasitor sama dengan tegangan
sember kemudian sumber dihubung pendek, bagaimana bentuk grafik hubungan
antara tegangan kapasitor dan waktu setiap saat? Kapan tegangan kapasitor sama
dengan nol? dan disebut apakah kejadian saat seperti ini?

21
Soal – Soal Bab I 7. Hitunglah hambatan antara A-B, C-
D, A-D dan B-D pada rangkaian
1. Hitunglah hambatan antara A-B
berikut ini,
pada rangkaian berikut ini,
 C  D

A    B
 


2. Hitunglah hambatan antara A-B,
C-D, B-C pada rangkaian berikut 8. Hitunglah hambatan antara a-b, c-d,
ini, e-f dan g-d pada rangkaian berikut

ini,
  a 0,5 c 0,5 e 0,5
C g

A B

 D    1
0,5 0,5 0,5
3. Hitunglah hambatan antara A-B b d f h
pada rangkaian berikut ini,

9. Hitunglah hambatan antara A-B

pada rangkaian berikut ini,
A  B
 

 
A B
4. Hitunglah hambatan antara A-B 
pada rangkaian berikut ini, 



A B 10. Hitunglah hambatan antara A-B

pada rangkaian berikut ini,
 
1
A
5. Hitunglah hambatan antara A-B
pada rangkaian berikut ini, 1 1
1
1

 A  1 1
 1
1
B B
1
6. Hitunglah hambatan antara A-B,
11. Hitung kuat arus pada masing-
A-C, A-D dan B-D pada rangkaian
masing hambatan dan tegangan
berikut ini,
VAB.
D  A 
 5
C A 
 
B
5 6V
B

22
12. a. Hitung kuat arus pada masing- 17. Pada rangkaian d bawah ini,
masing hambatan. hitung:
b. Hitung VAB, VCD, VDE! a. Rangkaian setara Thevenin
  antara titik a dan b.
   b. Bila pada keluaran di pasang
C
 

 E
hambatan beban 5 , tentukan
   besar jatuh tegangan.
 D  c. Tentukan besar hambatan
 beban agar arus yang mengalir
12,8V 0,2 mA.
a
13. a. Hitung kuat arus pada masing-
masing hambatan. 5 15
b. Hitung VAB dan VAC! 
10V 5V
   D
b

12V  
18. Soal seperti No.7.


  C
5  15
a
14. Hitung Vab, Vcd dan Vef.
 5V
10V
0,5 a 0,5 c 0,5 e
b

12V   1 19. Hitung kuat arus dan tegangan


0,5 0,5 0,5 pada C pada saat t = 0 s, t = 1 s
b d f dan t = 5 RTC

15. Jika Vab = 3V, berapa E ?  5


20V
5
  1F Vo
 15 5
E
a b
 5
20. Soal seperti No. 9

16. Berapa Vab dan Vcd?


4V 5  15
5 15
c b
1F
3V
 10V 5V
 7V 5
a d

23
BAB II
TAPIS PASIF RC

Rangkaian Pendeferensial

C
Vi

Vi R Vo t
Vo

t
q  CV, dq  C dV, Vo
dq dV
ii   C i
dt dt t
dVi
Vo  VR  ii R  RC
dt

Isyarat input dan output T<<RC, T>>RC

Rangkaian Pengintegral
R

Vi
Vi C Vo
t

Vo
dq
ii  , q   ii dt, t
dt
Vo
V
q  CV, ii  i t
R
1 1
Vo  VC   ii dt 
RC 
Vi dt
C

Isyarat input dan output T>>RC, T<<RC

A. Tapis Pasif Lolos Rendah (Lowpass Filter)


Tapis pasif lolos rendah dapat dibentuk dari rangkaian integrator, yaitu
rangkaian seri RC dengan output diambil dari terminal kapasitor. Tapis lolos

24
rendah dapat meneruskan isyarat frekuensi rendah, melemahkan isyarat
frekuensi tinggi.
Tanggapan amplitudo tapis pasif lolos rendah dapat dipelajari melalui
tanggapan amplitudo rangkaian integrator. Dengan pengukuran frekuensi,
tegangan input dan tegangan output pada rangkaian integrator dapat dibuat kurva
hubungan frekuensi dan pemguatan tegangan yang merupakan Tanggapan
Amplitudo. Berdasarkan kurva tanggapan amplitudo tersebut dapat ditentukan
Frekuensi Kutup tapis, isyarat dengan frekuensi dibawah frekuensi kutup
diteruskan sedangkan isyarat dengan frekuensi diatas frekuensi kutup akan
diperlemah.
Tapis fasip lolos rendah banyak berperan dalam elektronika misalnya,
digunakan sebagai pengatur frekuensi Bass pada sound sistem, pengendali
Defleksi Vertikal pada TV dan lain-lain.
Secara teoritis tanggapan amplitudo tapis fasip lolos rendah dapat dipelajari
berdasarkan rangkaian integrator seperti gambar 3.1 berikut. Pada gambar 3.1
Hambatan R dan kapasitor C membentuk pembagi tegangan kompleks dengan
tegangan keluaran kompleks,

Vo   Vi 
XC
R  XC

VS Vi C Vo

Gambar 3.1 Rangkaian Tapis Pasaif Lolos Rendah RC

Perbandingan tegangan keluaran kompleks Vo  dan tegangan masukan

kompleks Vi  disebut fungsi alih G  .

1
Vo 
1
jC
G  
XC 1 RC
   
Vi  R  XC R  1 jRC - 1 j  1
jC RC
p
G  
1
, dengan p 
j  p RC

25
Jika  = jp maka G  ~ , oleh karena itu p disebut frekuensi kutup (Pole).
Besar fungsi alih G adalah,
p
G 
(  2p )1 / 2
2

Dalam satuan dB(desiBell) fungsi aleh didefinisikan sebagai berikut,

 V  
G dB  20 log  o 
 Vi  
Dengan demikian besar fungsi alih adalah,

  

GdB  20 log 2 p2 1 / 2   20 log p - log(2  2p )1 / 2 
 (   p ) 

GdB  20log p - 10log(2  2p )

Dari persaamaan ini diperoleh,


Jika  << p  GdB  0 dB
Jika  = p  GdB  - 10 log 2  - 3 dB
Jika  >> p  GdB  20log p - log  = 20 log p – 20 log 
Dari persamaan G()(dB) = 20 log p – 20 log , dimana 20 log p
merupakan konstanta, misalkan sama dengan a, karena p = 1/RC nilainya
konstan sehingga G()(dB) merupakan suatu fungsi linier dari log , misalkan
sama dengan x dengan koefesien arah – 20, misalkan sama dengan b. Bila
sumbu horizontal menggunakan skala logaritma yang menyatakan harga (log )
maka kurva fungsi alih G ()(dB) = a + b x berupa:
 garis lurus,
 mempunyai sudut kemiringan b = – 20 dB, jika  naik 10 p atau naik 10
kali maka G ()(dB) = 20 log p -20 log 10p = - 20 dB atau berkurang 20
dB, dapat diartikan kurva mempunyai kemiringan - 20 dB/dekade.
 memotong sumbu log  pada  = p.
Grafik yang menyatakan hubungan antara penguatan G ()(dB) terhadap
frekuensi disebut Tanggapan Amplitudo. Tanggapan amplitudo dengan
menggunakan pendekatan garis lurus disebut Pendekatan Bode. Tanggapan
amplitudo berupa garis lurus hasil Pendekatan Bode disebut Bagan Bode.

26
Tanggapan amplitudo tapis pasif lolos rendah dapat digambarkan sebagai
berikut,

G( )(dB)
0,1p p 10p
0 (log)
-3
Kurva T anggapan
Amplitudo
-20dB/dekade
-20

Gambar 3.2 Tanggapan Amplitudo Tapis Pasaif Lolos Rendah RC

Dari tanggapan amplitudo diatas, secara teoritis isyarat yang melalui tapis
pasif lolos rendah tampak bahwa, untuk isyarat dengan frekuensi rendah dibawah
frekuensi kutup p diteruskan atau tidak diperlemah sedangkan untuk isyarat
dengan frekuensi diatas frekuensi kutup diperlemah.
Isyarat pada keluaeran disamping mengalami perubahan tegangannya
terhadap frekuensi juga mengalai perubahan fasa terhadap frekuensi. Grafik yang
menyatakan hubungan antara beda fasa antara isyarat keluaran dan isyarat
masukan ( = o - i) terhadap frekuensi disebut Tanggapan Fasa. Dinyatakan
sebagai berikut:
Vo   Vo  e jo dan Vi   Vi  e ji

Vo  e jo Vo  j(o  i ) Vo  j


G   e  e  Ge j
Vi  e ji
Vi  Vi 

p - j  p p (-j   p ) p  p
G     -j  Ge j
j  p - j  p  2 2
p  
2 2
p  
2 2
p

Dari hubungan ini dapat ditentukan hubungan antara beda fasa  dan frekuensi
sebagai berikut,
 - 
  arc tg 
 
 p
Im G () ()
tg  atau tg  - atau
Re G () (p )

Menggambar tanggapan fasa dengan Pendekatan Bode adalah sebagai berikut:

27
Jika  << p maka  = 0

Jika  = p maka  = - 45o
p p p Log 
0o Jika  >>p maka  = - 90o
(rad/s)
-45o -45o/dekade
-90o

Tanggapan Fasa

Gambar 3.3 Tanggapan Fasa Tapis Pasaif Lolos Rendah RC

1. Perhatikan rangkaian tapis berikut ini,


2R a. Buatlah fungsi alihnya.
R b. Lukis tanggapan amplitudonya.
V
i
Vo c. Lukis tanggapan fasanya
C

Penyelsaian,
a. Fungsi alih
1
R
jωC jωRC  1
Vo ω  Vi ω  Vi ω
1 jω3RC  1
3R 
jωC

Vo ω jωRC  1 1 jω  ω z
G()   
Vi ω jω3RC  1 3 jω  ωp

1 1
ωZ   4 8  10000 rad/dt  1592,4 Hz.
RC 10 .10
1 1
ωp    3300 rad/dt  525,5 Hz.
3RC 3.10 .10 8
4

b. Tanggapan Amplitudo
1
G()(dB)  20 log
ω 2

 ω 2z 
, p < z
3
 ω 2

 ωp2 

Jika  << p maka G()(dB) = 0 dB


Jika  >> z maka G()(dB) = -9,5 dB

G( )(dB)

p   Z 
f(l 28Hz)
-3

-10
c. Tanggapan Fasa
  

 p   Z 


0 f(log)(Hz)

-45
-45o/dek +45o/dek
-90
Tanggapan Fasa

29
B. TAPIS PASIF LOLOS TINGGI (HIGHPASS FILTER)

Tapis pasif lolos tinggi dapat dibentuk dari rangkaian diferensiator, yaitu

rangkaian seri RC dengan output diambil dari terminal resistor. Tapis lolos tinggi

dapat meneruskan isyarat frekuensi tinggi, melemahkan isyarat frekuensi rendah.

Tanggapan amplitudo tapis pasif lolos tinggi dapat dipelajari melalui

tanggapan amplitudo rangkaian diferensiator. Dengan pengukuran frekuensi,

tegangan input dan tegangan output pada rangkaian diferensiator dapat dibuat

kurva hubungan frekuensi dan pemguatan tegangan yang merupakan Tanggapan

Amplitudo. Berdasarkan kurva tanggapan amplitudo tersebut dapat ditentukan

Frekuensi Kutup tapis, isyarat dengan frekuensi dibawah frekuensi kutup

diperlemah sedangkan isyarat dengan frekuensi diatas frekuensi kutup akan

diteruskan.

Tapis fasip lolos tinggi banyak berperan dalam elektronika misalnya,

digunakan sebagai pengatur frekuensi Trebell pada sound sistem, pengendali

Defleksi Horizontal pada TV dan lain-lain.

Secara teoritis tanggapan amplitudo tapis fasip lolos tinggi dapat dipelajari

berdasarkan rangkaian diferensiator seperti gambar 3.4 berikut berikut.

VS Vi R Vo

Gambar 3.4 Rangkaian Tapis Pasaif Lolos Tinggi RC

Gambar 3.4 kapasitor C dan hambatan R membentuk pembagi tegangan

kompleks dengan tegangan keluaran kompleks,

30
Vo   Vi 
R
R  XC

Perbandingan tegangan keluaran kompleks Vo  dan tegangan masukan

kompleks Vi  disebut fungsi alih G 

Vo  jRC j  0
G  
R R
   
Vi  R  X C R - 1/jC jRC  1 j  1
RC

j  Z
G  
1
, dengan Z  0 dan p 
j  p RC

Jika  = jZ maka G   0 , oleh karena itu Z disebut frekuensi nol (Zero).

Besar fungsi alih G adalah,



G 
(  2 p )1 / 2
2

Dalam satuan dB(desiBell) fungsi aleh didefinisikan sebagai berikut,


 V  
G dB  20 log  o 
 i
V  
Dengan demikian besar fungsi alih adalah,


GdB  20 log 2
 

  20 log  - log(2  2 p )1/ 2
2 1/ 2 

 (   p ) 
GdB  20 log   10log(2  2 p )

Dari persaamaan ini diperoleh,

Jika  << p  GdB  20 log   20 log p

Jika  = p  GdB  - 10 log 2  - 3 dB

Jika  >> p  GdB  0

Dari persamaan GdB  20 log   20 log p , tampak bahwa

GdB merupakan fungsi linier dari log , karena p = 1/RC nilainya konstan.

Bila sumbu horizontal (log ) menggunakan skala logaritma maka fungsi alih G

31
() berupa garis lurus dan memotong sumbu  (log) pada  = p dan

mempunyai sudut kemiringan +20 dB/dekade.

Tanggaapan amplitudo tapis pasif lolos tinggi dapat ditunjukksn pada gambar

3.5 berikut.
G( )(dB)
0,1p p 10p
0 (log)
-3
Kurva T anggapan Amplitudo
+ 20dB/dekade
-20

Gambar 3.5 Tanggapan Amplitudo Tapis Pasaif Lolos Tinggi RC

Dari tanggapan amplitudo tersebut, secara teoritis isyarat yang melalui tapis

pasif lolos tinggi tampak bahwa, untuk isyarat dengan frekuensi rendah dibawah

frekuensi kutup p diperlemah dan untuk isyarat dengan frekuensi diatas frekuensi

kutup tidak diperlemah.

Tanggapan fasa tapis lolos tinggi dapat dinyatakan dengan:

j - j  p   jp p
2
2
G    2   j  G  e j
j  p - j  p   p
2
  p
2 2
  p
2 2

 p   
Maka tg     atau   arc tg p  , dengan pendekatan Bode dapat
  
dibuat tanggapan fasa tapis lolos tinggi sebagai berikut,
 Jika  << p maka  = 90
90o Jika  = p maka  = 45o
-45o/dek
45o
Jika  >>p maka  = 0o
Log 
0o
0,1p p (rad/s)

Tanggapan Fasa

Gambar 3.6 Tanggapan Fasa Tapis Pasaif Lolos Tinggi RC

32
LKS Tapis

I. Integrator
1. Gambarkanlah rangkaian integrator yang tersusun dari sebuah hambatan dan sebuah
kapasitor.
2. Secara matematis buktikan bahwa rangkaian tersebut merupakan integrator!
3. Pada frekuensi berapa rangkaian akan berfungsi sebagai integrator? Mengapa
demikian jelaskan secara fisik!
4. Gambarkan bentuk isyarat masukan dan isyarat keluarannya!
II. Diferensiator
1. Gambarkanlah rangkaian diferensiator yang tersusun dari sebuah hambatan dan
sebuah kapasitor.
2. Secara matematis buktikan bahwa rangkaian tersebut merupakan diferensiator!
3. Pada frekuensi berapa rangkaian akan berfungsi sebagai diferensiator? Mengapa
demikian jelaskan secara fisik!
4. Gambarkan bentuk isyarat masukan dan isyarat keluarannya!
III. Tapis Lolos Rendah
1. Apakah tapis itu? Apakah tapis lolos rendah itu? Gambarkanlah rangkaian tapis lolos
rendah yang tersusun dari sebuah hambatan dan sebuah kapasitor. Rangkaian apa
yang sama dengan rangkaian tersebut?
2. Apakah yang dimaksut dengan tanggapan amplitudo? disebut juga apa?
3. Untuk menggambar tanggapan amplitudo, terlebih dahulu perlu dirumuskan fungsi
alihnya, Apakah yang dimaksut dengan fungsi alih? Fungsi ini sering disebut juga
dengan apa?
4. Secara umum bagaimana rumusan fungsi alih! dan apa satuannya?
5. Secara kusus rumuskanlah fungsi alih tapis lolos rendah gambar no. 3.1!
6. Untuk menggambar tanggapan amplitudo dapat dengan cara eksak, bagaimanakah
caranya?
7. Untuk menggambar tanggapan amplitudo dapat juga dengan cara pendekatan, salah
satu caranya adalah dengan pendekatan Bode, apakah pendekatan bode itu?
8. Dalam pendekatan Bode dijumpai besaran yang disebut frekuensi Kutup/Pole (p),
Bagaimana menemukan pole? dan apa yang terjadi bila ada pole?
9. Gambarlah tanggapan amplitudo gambar no. 3.1, dengan pendekatan Bode!
10. Dalam tapis, disamping dinyatakan tanggapan amplitudonya perlu juga dibuat
tanggapan fasenya, apakah tanggapan fase itu dan bagaimana melukisnya? ? Lukislah
tanggapan fase rangkaian no. 3.1!
IV. Tapis Lolos Tinggi
1. Apakah tapis lolos tinggi itu? Gambarkanlah rangkaian tapis lolos tinggi yang
tersusun dari sebuah hambatan dan sebuah kapasitor. Rangkaian apa yang sama
dengan rangkaian tersebut?
2. Rumuskanlah fungsi alih tapis lolos tinggi gambar no. 3.4!
3. Dalam pendekatan Bode dijumpai besaran yang disebut frekuensi nol/Zero (Z),
Bagaimana menemukan zero? dan apa yang terjadi bila ada zero?
4. Gambarlah tanggapan amplitudo gambar no. 3.4, dengan pendekatan Bode!
5. Dalam tapis, disamping dinyatakan tanggapan amplitudonya perlu juga dibuat
tanggapan fasenya, dan bagaimana melukisnya? Lukislah tanggapan fase rangkaian
no. 3.4!

33
Soal-Soal Bab III 5.

R 2C
Pada soal berikut ini,
 Rumuskan fungsi alihnya 2R
 Buatlah tanggapan amplitudonya Vi Vo
 masing-masing R = 10K dan C
C = 0,01 F.

1.
6.
2R
2C
R
Vi Vo R
C Vi Vo
C

2.

R C
7.

R
Vi 2R Vo
C
Vi R

3. R C Vo

2R

R 8.
Vi 2R C

R C Vo
C
Vi R
2R C Vo
4.

2R 2R
Vi
2R R C Vo
2R

34
BAB III

DIODA SEMIKONDUKTOR

A. Bahan Semikonduktor

a. Semikonduktor Interinsik.

Berdasarkan sifat hantaran listriknya bahan dasar komponen elektronika

dibedakan menjadi konduktor (penghantar), semikonduktor (setengah

penghantar) dan isolator (penyekat). Konduktor adalah bahan yang mudah

menghantarkan arus listrik misalnya, logam (Tembaga, aluminium, nikelin,

perak), elektrolit (asam sulfat, asam klorida larutan garam), dan gas pada

tekanan rendah (dalam lampu neon, merkuri, helium). Dalam bahan konduktor

terdapat muatan bebas atau pembawa muatan yang berfungsi menghantarkan

energi listrik. Pada logam pembawa muatannya elektron bebas, pada elektrolit

pembawa muatannya ion positif dan ion negatif dan pada gas bertekanan

rendah pembawa muatannya elektron, ioan positif dan ion negatif. Isolator

adalah bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik misalnya, kain,

kertas, kayu, plastik, keramik, ebanit dan lain-lain. Dalam bahan isolator tidak

terdapat muatan bebas atau pembawa muatan sehingga tidak dapat

menghantarkan energi listrik.

Semkonduktor adalah bahan yang mempunyai sifat pada kondisi tertentu

berfungsi sebagai isolator pada kondisi yang lain dapat berfungsi sebagai

konduktor, kondisi yang dimaksud adalah suhu, cahaya dan keadaan

lingkungan yang lain. Bahan yang termasuk semikonduktor adalah unsur

golongan IV misalnya germanium (G e), silikon (Si), atau senyawa misalnya

GaAs, IF. Dalam bahan semikonduktor terdapat muatan bebas atau pembawa

35
muatan yang berfungsi menghantarkan energi listrik yaitu elektron sebagai

pembawa muatan negatif dan hole sebagai pembawa muatan positif.

Semikonduktor yang belum diberi bahan pengotor (dopping) disebut

semikonduktor intrinsik atau semikonduktor murni. Mengapa bahan

semikonduktor memunyai sifat demikian? Ada dua teori yang menjelaskan hal

tersebut yaitu Teori Pita Energi dan Teori Ikatan Atom.

Berdasarkan teori pita energi, menurut teori kuantum elektron yang

mengelilingi inti atom hanya dapat memiliki energi-energi tertentu sesuai

bilangan kuantumnya. Pada setiap bilangan kuantum n terdapat 2 n2 tingkat

energi yang letaknya berimpit. Adanya prinsip Pauli yang menyatakan bahwa

setiap keadaan orbital atom hanya dapat berisi dua buah elektron saja. Oleh

karena itu dalam zat yang tediri dari N atom, tingkatan-tingkatan energi itu

berkelompok dalam satuan-satuan masing-masing jumlahnya 2N, dengan N

menyatakan jumlah atom dalam zat. Kelompok tingkatan energi ini disebut pita

energi. Pita-pita energi yang bawah akan terisi penuh hingga suatu pita energi

tertentu sedangkan pita berikutnya/diatasnya akan kosong/takterisi penuh. Pita

energi teratas yang terisi penuh disebut Pita Valensi sedangkan pita energi

berikutnya yang kosong/takterisi penuh disebut Pita Konduksi. Daerah energi

antara Pita Valensi dan Pita Konduksi disebut Celah Pita (Bandgap). Untuk

bahan semikonduktor Pita Valensi akan terisi penuh, hal itu kerena setiap atom

bahan semikonduktor mempunyai empat buah elektron valensi sedangkan Pita

Konduksi akan kosong, namun celah pitanya sempit besarnya 1,2 eV (Si) dan

0,78 eV (G).

Pada suhu rendah semua elektron berada pada pita valensi tidak ada elektron

yang berada pada pita konduksi akibatnya bila diberi medan listrik maka tidak

36
akan ada aliran arus listrik atau dengan kata lain pada suhu rendah bahan

semikonduktor bertidak sebagai Isolator.

Pada suhu cukup tinggi (pada suhu kamar) ada elektron yang tereksitasi,

sehingga ada elektron yang berada pada pita konduksi akibatnya bila diberi

medan listrik maka akan ada aliran arus listrik atau dengan kata lain pada suhu

cukup tinggi bahan semikonduktor bertidak sebagai Konduktor. Secara

skematis pita energi tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Pita Konduksi Pita Konduksi Pita Konduksi

Eg
Eg
Pita Valensi
Pita Valensi
Pita Valensi

Eg = 1,2 eV (Si)
= 0,78 eV (Ge)

Konduktor Semikonduktor Isolator

Gambar 4.1 Skematis Pita Energi Bahan Dasar Komponen Elektronika

Berdasarkan teori ikatan atom, kristal semikonduktor intrinsik seperti Si

dan Ge termasuk dalam kelompok IV pada susunan berkala. Setiap atom silikon

terikat dengan empat buah atom silikon lain membentuk ikatan kovalen dimana

terdapat elektron-elektron yang dipakai bersama, sifat ikatan kovalen elektron-

elektron dalam atom terikat tidak terlalu kuat. Pada suhu rendah semua

elektron terikat pada atom. Walaupun di dalam kristal diberi medan listrik,

eletron akan tetap terikat dalam ikatan kovalen sehingga tidak ada muatan yang

bergerak atau tidak ada arus listtrik walupun diberi beda potensial. Jadi pada

suhu rendah bahan semikonduktor akan bertindak sebagai Isolator.

37
Pada suhu cukup tinggi (suhu kamar) banyak elektron valensi yang terlepas

dari ikatan kovalen oleh karena terjadinya getaran atom akibatnya terdapat

elektron bebas akibat eksitasi termal. Jika di dalam kristal diberi medan listrik

maka eletron bebas ini akan bergerak atau dengan kata lain akan ada arus

listtrik bila diberi beda potensial. Jadi pada suhu cukup tinggi (suhu kamar)

bahan semikonduktor akan bertindak sebagai Konduktor. Secara skematis

ikatan kovalen tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut,

Si Si Si Si Si Si
Elektron
Hole bebas

Si Si Si Si Si Si

Si Si Si Si Si Si Energi luar

(a) (b)

Gambar 4.2 (a) Ikatan Atom Bahan Semikonduktor intrinsik pada suhu rendah,
(b) Ikatan Atom Bahan Semikonduktor intrinsik pada suhu cukup tinggi.

Konsentrasi elektron interinsik berubah dengan suhu, dapat dinyatakan sebagai

berikut,

ni2  AT3 e -Ego/kT

Dengan ni = elektron interinsik, Ego = lebar celah pita pada 0K, T = suhu mutlak,

A = konstanta tak tergantung suhu, dan k = konstanta Boltzmann.

Dalam Semikonduktor interinsik jumlah lubang (hole/p) yang terbentuk sama

dengan jumlah elektron interinsik (bebas/n) sehingga dinyatakan,

n  p  ni

38
2. Konduksi dalam Semikonduktor.

a. Arus Hanyut (Drift Current).

Besar muatan yang mengalir (Q) dalam semikonduktor adalah:

Q  qn v  tA

Dimana kecapatan hanyut (v) adalah kecepatan rata-rata pembawa muatan,

konsentrasi muatan (n) adalah banyaknya muatan tiap satuan volume, q

adalah muatan, A adalah luas penampang, dan t adalah selang waktu.

Kuat arus (I) adalah besarnya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu,

IQ  qn vA
t

Rapat arus (J) adalah kuat arus yang mengalir tiap satuan luas,

J I  qn v
A

v    p    mobilitas muatan
 p  kuat medan listrik

  qn     konduktivi tas

J  qn  p    p

Substitusi diperoleh,

I  qn  EP A 

 I  qn  V  A   V A 
EP  V 

  1    hambatan jenis ()



1A 
I V  V   I  V  RI  H. Ohm
  A

R  R  hambatan ()
A
  panjang

39
In  nVn A q 

Arus Drift   I  In  Ip
Ip  pVp A q 

I  (nVn  pVp ) A q  (n n  p p ) A q  p .

Arus hanyut adalah arus yang disebabkan oleh kecepatan gerak muatan.

b. Arus Difusi (Diffusion Current).

Arus Difusi adalah arus yang disebabkan perbedaan konsentrasi muatan.

 dp 
Ip   qADp  .
 dx 

Dimana Dp disebut konstanta Difusi hole (m2/s); tanda minus diperlukan

karena konsentrasi menurun terhadap jarak (d p/dx  negatif).

Hubungan antara Dp dengan p.

Dp Dn
  VT ; VT  kT ; k  1,38.10  23 q / k.
p n q

Dp   p VT

dp
I  - q A p VT  q Ap p p
dx

VT dp 
p   
p dx  dp
dV  VT
dV  p
p   
dx 

Solusi:

p2
V21  V2  V1  VT / n
p1
p2
V21 / VT  / n  e V21 / VT  p 2 / p1
p1

p 2  p1 e V21 / VT

n2  n1 e  V21 / VT

p2 n2  p1 n1

40
Jika p1 n1 = ni, p2 = p dan n2 = n maka:

pn  ni2  H. Aksi - massa.

3. Semikonduktor Eksterinsik.

Semikonduktor eksterinsik adalah semikonduktor interinsik yang telah

mendapatkan atau ditambahkan bahan pengotor (Dopping) berupa atom donor

ataupun atom akseptor. Atom donor adalah atom pengotor apabila diberikan

pada semikonduktor intinsik akan memberikan sebuah elektron bebas. Atom

donor terdiri dari atom yang bervalensi 5 (pentavalen) Contoh: Antimonium,

Fosfor dan Arsenikum. Atom akseptor adalah atom pengotor apabila diberikan

pada semikonduktor intinsik akan memberikan sebuah lubang yang

mengakibatkan dapat menerima sebuah elektron bebas. Atom akseptor terdiri

dari atom yang bervalensi 3 (trivalenn), Contoh: Boron, Gallium dan Indium.

Semikonduktor murni yang telah diberi dopping atom donor menghasilkan

semikonduktor tipe n (negatif). Semikonduktor murni yang telah diberi dopping

atom akseptor menghasilkan semikonduktor tipe p (positif).

Disini tampak perbedaan semikonduktor tipe n dan tipe p, semikonduktor

tipe n memiliki pembawa muatan mayoritas elektron dan pembawa muatan

minoritas hole, atom pengotor semikonduktor tipe n adalah atom donor yang

akan berubah menjadi ion posotip, semikonduktor tipe p memiliki pembawa

muatan mayoritas hole dan pembawa muatan minoritas elektron, atom

pengotor semikonduktor tipe p adalah atom akseptor yang akan berubah

menjadi ion negatip. Secara skematis ikatan kovalen semikonduktor ekstrinsik

tipe n dan tipe p dapat ditunjukkan sebagai berikut,

Si Si Si Si Si Si
Elektron
bebas 41
Hole
Si Sb Si Si B Si
Donor Akseptor
(a) (b)

Gambar 4.3 (a) Ikatan Atom Bahan Semikonduktor tipe n,


(b) Ikatan Atom Bahan Semikonduktor tipe p.

Semikonduktor tipe n, pembawa muatan mayoritasnya elektron bebas dengan

konsentrasi n dan pembawa muatan minoritasnya hole dengan konsentrasi p.

Jika konsentrasi atom donor dinyatakan sebagai N D maka dapat dinyatakan,

n  ND p  ni2 /ND

Semikonduktor tipe p, pembawa muatan mayoritasnya hole dengan konsentrai

p dan pembawa muatan minoritasnya elektron dengan konsentrasi n. Jika

konsentrasi atom akseptor dinyatakan sebagai N A maka dapat dinyatakan,

p  NA n  ni2 / N A

42
B. Susunan dan Simbol Dioda Sambungan p – n (p – n Junction)

Dioda disusun dari sambungan dua jenis semikonduktor tipe p dan tipe n,

bagian tipe p berfungsi sebagai anoda (A) dan bagian tipe n sebagai katoda (K),

secara skematis dapat ditunjukkan seperti gambar 4.4 berikut.

p n

 
A K
 
 
 
Anoda Katoda
Junction

 Ion Akseptor,  Lubang/hole,  Ion Donor,  Elektron bebas.

Gambar 4.4 Susunan Dioda

Pada sambungan/junction terjadi peristiwa difusi yang diikuti rekombinasi

sehingga disekitar sambungan tidak terdapat pembawa muatan bebas (hole dan

elektron), daerah disekitar sambungan ini disebut daerah pengosongan (depletion

region). Difusi adalah peristiwa bergeraknya pembawa muatan karena perbedaan

konsentrasi dan rekombinasi adalah peristiwa bersatunya elektron dan hole

sehingga menjadi netral. Dalam peristiwa ini hole bergerak menuju ke bagian tipe

n dan elektron bergerak ke bagian tipe p dan bersatu menjadi netral di

sambungan. Akibat peristiwa ini pada kedua sisi sambungan terdapat ion atom

akseptor (ion negatif) dan ion atom donor (positif) sehingga di sekitar dambungan

terdapat kuat medan listrik  yang besarnya,

x

  
dx
x 0

43
Dimana  adalah rapat muatan dan dx adalah lebar daerah pengosongan di sisi

sambungan. Akibat adanya kuat medan listrik disekitar sambungan adalah

peristiwa difusi dan rekombinasi disekitar sambungan terhenti karena gerakan

pembawa muatan bebas tertahan oleh kuat medan tersebut sehingga lebar

daerah pengosongan terbatas. Disamping itu disekitar sambungan terdapat

tegangan listrik yang besarnya,

V  -   dx

Selanjutnya tegangan listrik ini diberi simbol Vho = V disebut Cut in Voltage;
tegangan awal masuk; tegangan titik belok; tegangan pengganti; tegangan
ambang; tegangan potong, tegangan barier atau tegangan penghalang, yang
besarnya 0,7V (Si), 0,4V (Ge).

Anoda (A) : Elektron positif.


A K
Katoda (K): Elektron negatif.

Gambar 4.5 Simbol Dioda

Pemberian tegangan/catu/bias dioda: jika anoda dicatu positif dan katoda dicatu

negatif disebut dioda diberi tegangan maju (Forward Bias) disebut juga dioda

menghantar (on). Jika anoda dicatu negatif dan katoda dicatu positif

disebut dioda diberi tegangan balik/mundur (Reverse Bias) disebut juga dioda mati

(off). Dioda hanya dapat menghantarkan arus dalam satu arah saja yaitu dari

anoda ke katoda pada saat dicatu maju. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 4.6.

(a) (b)

Gambar 4.6 Rangkaian Dioda Dicatu Maju (a), Dicatu Balik (b)

44
C. Persamaan Arus Dalam Dioda.

Menurut statistik Boltzmann, banyaknya elektron pada semikonduktor tipe p

yang mempunyai energi diatas Vh sebanding dengan e-qVh/kTatau:

np  nne(qVh ) /(kT )

Demikian juga banyaknya hole pada semikonduktor tipe n :

pn  ppe (qVh ) /(kT )

Arus yang disebabkan difusi pembawa muatan n p dan pn disebut arus injeksi (Ii)

Ii  Knp  pn   Knn  pp e qVh / kT

Konsentrasi pembawa muatan nn dan pp sebanding dengan konsentrasi atom

donor ND dan konsentrasi atom akseptor NA sehingga,

Ii K ND  ND e  qVh / kT  K e  qVh / kT

Tegangan ambang Vh = Vho – V, sehingga,

Ii  Ke q( Vho  V ) / kT , Ii (V  0)  Io  Ke qVho / kT , K  Io eqVho / kT

Akibatnya:

Ii  IoeqVho / kT eq( Vho  V ) / kT  IoeqV / kT

Arus total yang mengalir dalam dioda pada tegangan maju, ID  Ii  Io


ID  Io eqV / kT  1 
Dengan ID arus maju dioda, Io arus jenuh balik (saturation), yaitu arus dioda pada

saat dioda dicatu balik, V tegangan manju dioda, q muatan 1,6.10 -19 coulomb, k

konstanta Boltzmann 1,38.10-23 J/K dan T suhu mutlak dalam kelvin.

Jika jenis bahan dasar dioda diketehui persamaan arus dioda dicatu maju

dinyatakan sebagai berikut,


ID  Io e V / VT  1 

45
Dengan VT adalah tegangan ekivalen suhu yang dinyatakan sebagai,
kT T
VT   pada suhu kamar T = 300 K, VT = 26 mV,  konstanta bahan
q 11.600

dioda 1 (Ge) dan 2 (Si). Persamaan ID diarebut persamaan arus dioda dicatu maju

yang menunjukan fungsi teoritis karakteristik dioda seperti secara grafis kurva

karakteristik dioda ditunujukan oleh gambar 4.7.

ID Dibandingkan dengan kurva yang sebenarnya

Maju ada beberapa perbedaan antara lain. Pada


VZ
VD tegangan maju kurva sebenarnya lebih
V
Balik
condong dari pada kurva teoritis.

Gambar 4.7 Kurva Karakteristik Dioda

Hal ini karena adanya hambatan oleh kebocoran arus yang melalui semikondukor

dalam dioda yang dapat dianggap sebagai suatu hambatan seril (R s), besarnya

kurang lebih 10 , dan karena hambatan oleh kebocoran arus yang melalui

permukaan dioda yang dapat dianggap sebagai suatu hambatan paralel (R sh),

besarnya kurang lebih 100 . Pada tegangan balik kurva sebenarnya tampak

adanya tegangan dadal sedangkan pada kurva teoritis tidak ada, tegangan dadal

adalah tegangan maksimum dimana arus mulai naik dengan cepat. Ada dua

mekanisme kedadalan, mekanisme pertama karena medan listrik yang tinggi

dalam daerah pengosongan menyebabkan elektron pada ikatan kovalen lepas

menjadi elektron bebas sehingga menyebabkan aliran arus bertambah besar.

Pada mekanisme ini tegangan dadal berkurang dengan kenaikan suhu.

Mekanisme kedua yaitu dadal Townsend terjadi karena elektron bebas

mendapat percepatan yang cukup tinggi sehingga jika menumbuk atom akan

menghasilkan elektron bebas yang dapat menyebabkan aliran arus bertambah

46
besar. Pada mekanisme ini tegangan dadal meningkat dengan kenaikan suhu.

Pengaruh suhu pada kurva karakteristik dioda adalah berkurangnya tegangan

barier, bertambahnya arus penjenuhan dan bertambahnya kemiringan kurva,

hal ini karena kenaikan suhu menaikan eksitasi termik elektron sehingga rapat

elektron intrinsik (ni) bertambah.

Garis Beban Pada Rangkaian Dioda

Perhatikanlah rangkaian berikut ini, bagaimanakah menentukan besar

arus yang melalui dioda? Salah satu caranya adalah menggunakan kurva

karakteristik dioda berikut ini,


ID
D
VDD
Maju
RL
ID(q) q Garis
VDD RL
beban
VD
VD(q) VDD

(a) (b)

Gambar 4.8 (a) Rangkaian Dioda, (b) Lengkung Pembebanan.

Untuk membuat garis beban ditentukan terlebih dahulu KVLnya,

VDD  VD  VRL  VD  IDRL

ID 
1
VDD - VD 
RL

Dari persamaan ID tampak bahwa garis beban berupa garis lurus dengan sudut

1
kemiringan  . Titik (q) merupakan titik kerja dioda yaitu perpotongan garis
RL

beban dan kurva karakteristik , ID dan VD adalah arus dan tegangan kerja dioda

D. Rangkaian Setara Dioda

a. Rangkaian setara dc

47
Rangkaian setara dc bisanya digunakan untuk isyarat besar, yang

dinyatakan pada kurva karakteristiknya. Hambatan setara dc pada keadaan

maju (rF)

dinyatakan,

V(q)
rF 
I(q)

Dimana V(q) dan I(q) adalah tegangan dan kuat arus pada titi-titik tertentu

pada kurva karakteristik.

b. Rangkaian setara ac

Rangkaian setara ac bisanya digunakan untuk isyarat kecil, hambatan setara

ac dioda dicatu maju/forward bias (rf) dinyatakan,

1 25
rf  
40ID ( A) ID mA 

Hambatan maju rf secara umum dapat dianggap sebagai hambatan maju

dioda, sehingga rangkaian setara dioda dicatu maju/forward bias

digambarkan seperti gambar 4.9(a) dan rangkaian setara dioda dicatu

balik/reverse bias gambar 4.9(b).

V rf rr

(a) (b)

Gambar 4.9 Rangkaian Setara Dioda Dicatu Maju (a) dan Balik (b).

Dalam keadaan dioda dicatu balik hambatan dioda dapat dinyatakan sebagai

kebalikan kemiringan kurva karakteristiknya sehingga hambatan dioda dicatu

balik (rr) mempunyai nilai yang amat besar. Dalam keadaan ideal nilai

hambatan dioda rf besarnya nol dan rr besarnya tak berhingga.

48
E. Kapasitansi (C) Sambungan Pada Dioda

Besar muatan di setiap lapisan dioda: Q = qAx nND = qAxpNA dan lebar
NA  ND
sambungan W = xn + xp atau W  x p . Persamaan Poisson:
ND

d2 V ρ qN A 2 qN D 2
  = rapat muatan = qN, sehingga: Vp  x p , dan Vn  xn .
dx 2 ε 2ε 2ε
Tegangan ambang Vh = Vho - V = Vp + Vn: sehingga lebar sambungan dapat
dinyatakan:
 2εVh N A  N D  
1/2

W 
 2N A N D 
dQ
Kapasitas sambungan (C), C  dan diperoleh,
dV

NAND  2εVh NA  ND  


1/2
NAND dW 1
C  qA  qA
NA  ND  dVh NA  ND   2NAND  2Vh1/2

1/2
 qε NAND  εA
C  A  
 2Vh NA  ND   W

F. Aplikasi Dioda

a. Dioda sebagai penyearah

Prinsip penyearahan isyarat pada dioda mengikuti gambar 4.8 (a) dapat

ditunjukkan sebagai berikut,


ID ID Untuk kurva karakteristik dioda ideal, secara
Garis
Beban grafis dapat ditunjukan seperti gambar 4.10.
Vi Vo
Pada saat isyarat input negatif, dioda
0 0
menyumbat sehingga pada output tidak ada

isyarat. Pada saat isyarat input positif, pada

output terdapat isyarat yang mengikuti garis

bebannya.

Gambar 4.10 Prinsip Penyearahan Isyarat

49
b. Dioda sebagai penyearah setengah gelombang

Rangkaian penyearah setengah gelombang ditunjukkan seperti gambar 4.11(a)

dan bentuk isyarat keluaran ditunjukkan oleh gambar 4.11(b) berikut.


D Vo
a
Vp
PLN RL Vo
b t

(a) (b)
Gambar 4.11 (a) Rangkaian Penyearahan Setengah Gelombang.
(b) Bentuk Isyarat Keluaran Penyearah Setengah Geloang.

Prinsip kerja penyearah setengah gelombang gambar 4.11 adalah

sebagai berikut. Setengah gelombang pertama a positif dan b negatif, dioda D

mendapat tegangan maju sehingga dioda menghantar, pada output mengalir

arus listrik dari a, D, RL, dan b. Setengah gelombang berikutnya b positif dan a

negatif, dioda D mendapat tegangan balik sehingga dioda tidak menghantar,

pada output didak terdapat arus. Proses ini terjadi berulang dan penyearah

memberikan tegangan output selama setengah gelombang isyarat input maka

penyearah ini disebut penyearah setengah gelombang.

c. Dioda sebagai penyearah gelombang penuh balance

Rangkaian penyearah gelombang penuh balance ditunjukkan seperti gambar

4.12(a) dan bentuk isyarat keluaran ditunjukkan oleh gambar 4.12(b) berikut.
T D1
a Vo

Ct Vp
+
D2
RL t
b
_
(a) (b)

Gambar 4.12 (a) Rangkaian Penyearahan Gelombang Penuh Balance.


(b) Bentuk Isyarat Keluaran Penyearah Gelombang Penuh Balance.

50
Prinsip kerja penyearah gelombang penuh balance gambar 4.12 adalah

sebagai berikut. Setengah gelombang pertama a positif, Ct nol dan b negatif,

dioda D1 mendapat tegangan maju dan dioda D2 mendapat tegangan balik

sehingga dioda D1 menghantar (on) dan dioda D2 menyumbat (off), pada output

mengalir arus listrik dari a, D1, RL, dan Ct. Setengah gelombang berikutnya b

positif, Ct nol dan a negatif, dioda D1 mendapat tegangan balik dan dioda D2

mendapat tegangan maju sehingga dioda D1 menyumbat (off) dan dioda D2

menghantar (on), pada output mengalir arus listrik dari b, D2, RL, dan Ct.

Proses ini terjadi berulang dan penyearah memberikan tegangan output

selama satu gelombang penuh isyarat input maka penyearah ini disebut

penyearah gelombang pebuh.

d. Dioda sebagai penyearah gelombang penuh jembatan

Rangkaian penyearah gelombang penuh jembatan ditunjukkan pada gambar

4.13(a) dan bentuk isyarat keluaran ditunjukkan oleh gambar 4.13(b) berikut.

T a
D1 D2 Vo

+ Vp
D3 D4 RL
b _ t

(a) (b)

Gambar 4.13 (a) Rangkaian Penyearahan Gelombang Penuh Jembatan.


(b) Bentuk Isyarat Keluaran Penyearah Gelombang Penuh Jembatan.

Prinsip kerja penyearah gelombang penuh balance gambar 4.13 adalah

sebagai berikut. Setengah gelombang pertama a positif dan b negatif, terjadi

D2, D3 menghantar dan D1,D4 tidak menghantar pada output terdapat arus

melalui a, D2, R, D3 dan b. Setengah gelombang berikutnya b positif dan a

51
negatif, terjadi D1, D4 menghantar dan D2,D3 tidak menghantar pada output

terdapat arus melalui b, D4, R, D1 dan a. Proses ini terjadi berulang dan

penyearah memberikan tegangan output dalam satu gelombang penuh isyarat

input maka penyearah ini disebut penyearah gelombang penuh.

Rangkaian penyearah gelombang penuh jembatan dengan perata

kapasitor C ditunjukkan pada gambar 4.14(a) dan bentuk isyarat keluaran

ditunjukkan oleh gambar 4.14(b) berikut


T a
Vo
D1 D2

+ Vp Vrpp
D3 D4 C RL
t
b _ RC
T/2
(a) (b)

Gambar 4.14 (a) Rangkaian Penyearahan Gelombang Penuh Jembatan


dengan Perata. (b) Bentuk Isyarat Keluaran.

Kapasitor C berfungsi sebagai perata, pada saat tegangan kerut/ripple

naik kapasitor mengisi dan pada saat tegangan kerut turun kapasitor

mengosongkan muatan sehingga pada output tidak terdapat kerut, hasilnya

tegangan output menjadi rata. Secara gafis hubungan antara tegangan kerut

dari puncak ke puncak Vrpp dan kapasitansi C dapat di dekati sebagai berikut,

Kurva saat pengosongan kapasitor dapat digantikan dengan garis

singgung pada titik t = 0 dengan sudut kemiringan,

dv C


d Vp - Vp e  t /(RLC) - Vp
, jadi t = RLC.
dt t0 dt RLC

Dari grafik tegangan keluaran penyearah dapat dirumuskan,

Vrpp T/2 T
 atau Vrpp  Vp
Vp RLC 2R L C

52
1
Vrpp  Vp
2 f RLC

Persamaan ini digunakan untuk menghitung Vrpp (tegangan kerut dari puncak

ke puncak/peak to peak ripple voltage) untuk penyearah gelombang penuh,

dimana Vp tegangan puncak/tegangan maksimum (V m), f frekuensi tegangan

bolak-balik, dan RL hambatan beban. Untuk penyearah setengah gelombang,


1
Vp Vrpp 
f RLC
Jadi tegangan dc keluaran penyearah dengan adanya perata adalah,
Vrpp
Vdc  Vp -
2
Rangkaian penyearah gelombang penuh jembatan bipolar dengan perata

kapasitor C ditunjukkan pada gambar 4.15.

T a
D1 D2

+
D3 D4 C RL
b
0

Gambar 4.15 Rangkaian Penyearahan Jembatan Bipolar dengan Perata.

f. Pembentuk Gelombang

Perhatikanlah rangkaian pembentuk gelombang berikut ini,


R:1k R:1k R:1k a
a a Vo
E
D rf rr
Vi Vi Vi b Vo 0
b Vo b Vo
E E E

c c c

(a) (b) (c) (d)

Gambar 4.16 Rangkaian Pembentuk gelombang.

53
Jika Va > E diperoleh gambar 4.16 (b), Vi = Vs
Vs - E V -E
Vac = I rf + E, dan I  , maka Vac  s rf  E .
R  rf R  rf

Vs - E
Karena rf << R maka rf  0 dan diperoleh, Vac  Vo  E .
R  rf
Jika Va < E diperoleh gambar 4.16 (c),
Vs - E V -E
Vac = I rr + E, dan I  , maka Vac  s rr  E .
R  rr R  rr
Vs - E
Karena rr >> R maka rr  Vs - E dan diperoleh, Vac  Vs .
R  rr
Berdasarkan analisis tersebut maka keluaran rangkaian seperti gambar 4.16(d).

Perhatikanlah rangkaian pembentuk gelombang yang lain berikut ini,


E D
D Vo
Vo
Vp
Vi R Vo
Vi R Vo 0
0
E

(a) Pemotong Seri Sederhana (b) Pemotong Seri Dipanjar


R
R Vo Vo

0 D 0
Vi D Vo Vi Vo
Vp E Vp

(c) Pemotong Paralel Sederhana (d) Pemotong Paralel Dipanjar


Vi R
R Vi
VZ D
Dz Vp
Vi Vo Vi Vo E
0
Dz 0
-V Z E

(e) Pemotong Paralel Zener (f) Pemotong Paralel Dipanjar


C
C

D
Vi D Vi Vo
Vo
E

(g) Pengapit Sederhana (h) Pengapit Dipanjar

54
Pada rangkaian pengapit sederhana, pada saat dioda menghantar (on)

kapasitor mengisi muatan hingga penuh sebesar Vp dan Vo = 0. Saat dioda

menyumbat (off), Vo = Vc + Vi, dengan cepat Vo = 2Vp. Penggunaan pengapit

adalah sebagai pelipat tegangan, pelipat tiga atau pelipat empat seperti gambar

4.17 (a) dan (b).

C1 C1 C1
b a c

D1 D2 D1
Vs Vs D1 D1
D1
D3

G a C1 c G C1 b C1 d
C1

(a) (b)

Gambar 4.17 (a) Pelipat Tiga Atau, (b)Pelipat Empat.

Untuk gambar 4.17 (a), dioda D1membentuk penyearah dan menghasilkan

tegangan Va = Vp, akan bertindak sebagai panjar, Dioda D2 sebagai pengapit

dan menhasilkan Vb = Vp + |Vs |. Dioda D3 membentuk penyearah dan

menghasikan Vc = Vp + 2 Vp = 3 Vp = Vo, karena rangkaian ini menghasilka

keluaran 3Vp maka rangkaian ini disebut pelipat tiga.

Untuk gambar 4.17 (b), dioda D1membentuk pengapit dan menghasilkan

tegangan Va = |Vs|, dioda D2 membentuk penyearah akan bertindak sebagai

panjar sehingga menhasilkan Vb = 2Vp, dioda D3 membentuk pengapit dan

menhasilkan Vc = 2Vp + |Vs|, dioda D4 membentuk penyearah dan menhasilkan

Vd = 2Vp + 2 Vp = 4 Vp = Vo, karena rangkaian ini menghasilka keluaran 4Vp

maka rangkaian ini disebut pelipat empat.

g. Dioda sebagai Indikator/Display

Untuk indikator digunakan dioda yang dapat memancarkan cahaya yaitu LED

55
(Light Emitting Diode), sebagai indikator biasanya diperlukan hambatan depan,

untuk mengatur arus yang melalui dioda. Untuk menentukan besarnya

hambatan depan digunakan pendekatan sebagai berikut,


R
E - VD
I , I  40 mA,
R
LED
VD   1,5 V
E

h. Dioda sebagai Penyetabil Tegangan

Untuk penyetabil tegangan digunakan dioda yang mempunyai tegangan

dadal VZ tertentu yaitu dioda zener, sebagai penyetabil biasanya diperlukan

hambatan depan untuk membatasi arus yang melalui dioda. Untuk menentukan

besarnya hambatan depan digunakan pendekatan sebagai berikut


I
I  IZ  IL , Dalam praktek untuk beban penuh
Rs
IL
biasanya ID = 40 mA.
E
IZ VRS  I R S  E - VZ ,
DZ RL VL
E - VZ
RS 
I

V2 V2
PL  IL VL  IL2R L  , dan PS  IS VS  IS2 R S 
RL RS

Dimana RS adalah hambatan seri atau hambatan depan dan P adalah daya

Tegangan dadal/tegangan zener VZ dipilih sesuai dengan keperluan.

56
LKS Dioda

I. Bahan Semikonduktor
1.Apakah yang dimaksud,
a. Bahan semikonduktor, berikan contohnya 3 buah.
b. Semikonduktor Intrinsik, berikan 3 contoh penggunaanya!
c. Semikonduktor Ekstrinsik, berikan 3 contoh penggunaanya!
d. Semikonduktor Tipe n dan p?
e. Atom donor berikan contohnya 3 buah.
f. Atom akseptor berikan contohnya 3 buah.
g. Apakah perbedaan Semikonduktor Tipe n dan p?
2. Jelaskan sifat konduktovitas bahan semikonduktor menggunakan teori Pita
energi dan teori Ikatan atom.
3. Sebutkan pembawa muatan dalam bahan semikonduktor! bagaimana
menentukan konsentrasi elektron intrinsik dalam bahan semikonduktor?
4. Apakah yang dimaksud arus hanyut, arus difusi, mobilitas, dan konduktivitas
dalam bahan semikonduktor? Bagaimanakah mentukannya?
II. Dioda
1. a. Bagaimanakah susunan dioda sambungan? dan bagaimana simbolnya?
b. Apakah yang dimaksud daerah pengosongan dan bagaimana
terbentuknya?
c. Apakah yang dimaksud tegangan barier dan bagaimana terbentuknya?
d. Berapakah besar tegangan barier itu dan bagaimana hubungannya
dengan tegangan terpasang pada dioda?
2. a. Bagaimana sifat dioda dalam menghantarkan arus listrik?
b. Apa yang dimaksud dioda dicatu maju dan Apa yang dimaksud dioda
dicatu balik?
c. Buatlah rangkaian setara dc dioda dicatu maju dan dicatu balik!
3. a. Turunkanlah persamaan arus yang mengalir dalam dioda!
b. Berdasarkan persamaan arus tersebut gambarkanlah kurva karakteristrik
dioda, bagaimana bila dibandingkan dengan hasil percobaan?
c. Bagaimanakah menghitung besar hambatan dioda dicatu maju?
4. a. Bagaimana menentukan keadaan dioda?
b. Dioda dapat digunakan sebagai penyearah, ada berapa macam
penyearah? Jelaskan prinsip kerjanya!
c. Dioda dapat digunakan sebagai penggunting seri terpanjar, gambarkan
bentuk rangkaiannya dan jelaskan prisip kerjanya!
d. Dioda dapat digunakan sebagai penggunting paralel terpanjar, gambarkan
bentuk rangkaiannya dan jelaskan prisip kerjanya!
e. Dioda dapat digunakan sebagai pengapit, gambarkan rangkaiannya dan
jelaskan prisip kerjanya!
f. Dioda dapat digunakan sebagai pengganda tegangan, gambarkan
rangkaiannya dan jelaskan prisip kerjanya!
g. Dioda zener dapat digunakan sebagai penyetabil tegangan, gambarkan
bentuk rangkaiannya dan jelaskan prisip kerjanya!
h. LED dapat digunakan sebagai indikator, gambarkan rangkaiannya dan
jelaskan prisip kerjanya!

57
LATIHAN SOAL DIODA

1. Sebuah dioda pada suhu 300 K dipasang pada tegangan maju 0,9 Volt mengalir arus
10 mA, berapakah arus yang mengalir pada dioda bila dipasang pada suhu 50 oC.
2. Sebuah dioda pada suhu 300 K dipasang pada tegangan maju 0,9 Volt mengalir arus
10 mA, berapakah arus yang mengalir pada dioda bila dipasang pada tegangan maju
1,4 Volt.
3. Sebuah dioda pada suhu 300 K dipasang pada tegangan maju 0,9 Volt mengalir arus
10 mA, berapakah tegangan pada dioda agar arus yang mengalir pada dioda 25 mA.
4. Sebuah dari silikon dioda dipasang pada tegangan maju 0,8 Volt mengalir arus 4 mA.
Jika tegangan ekivalen temperatur (VT) 26 mV, berapakah arus yang mengalir pada
dioda bila dipasang pada tegangan maju 1 Volt.
5. Dua dioda silikon p-n pada temperatur 300 K dihubungkan secara seri. Suatu baterei
5 Volt dipasang pada susunan seri tersebut sehingga kedua dioda mendapat tegangan
balik. Hitung tegangan pada masing-masing dioda apabila masing-masing dioda
mempunyai arus penjenuhan 1A dan 2A.
6. Dua dioda silikon p-n dihubungkan secara seri bertolak belakang. Suatu baterei 5
Volt dipasang pada susunan seri tersebut. Hitung tegangan pada masing-masing
dioda pada temperatur 300 K.
7. Perhatikanlah karakteristik dioda berikut ini,
I(mA)
a. Hitung hambatan dc dioda pada arus maju 5 mA
Maju dan 25 mA.
20 b. Hitung hambatan dc dioda pada arus balik 2 A.
10 c. Hitung hambatan rata-rata dioda pada arus maju
-10
V(Volt)
antara 5 mA dan 25 mA.
0.6 0.8
2 d. Hitung hambatan ac dioda saat arus maju 50 mA.
Balik

Untuk soal-soal berikut ini gunakanlah nilai V = 0,7V (Si) dan V = 0,4V (Ge)
8. Dioda D1 (Si) dan D2 (Ge), hambatan maju D1 dan D2 adalah rd1 = 10  dan
D1 D2 rd2 = 30 , tegangan baterei 12 V hambatan R = 5,6 k.
Hitung arus dan tegangan keluaran Vo rangkaian tersebut.
E R Vo

9. Dioda D1 (Si) dan D2 (Ge), hambatan maju D1 adalah rd1= 10  dan hambatan balik
D1 D2 D2 adalah rd2 = 1M, tegangan baterei 12 V hambatan
R = 5,6 k. Hitung ID, Vo dan VD2.
ID
R Vo
E

10. Dioda D dari Silikon dan hambatan majunya dapat diabaikan, Hitung I, Vo, VR1 dan
4k6 D VR2
+10V
2k2 Vo

-5V

58
11. Apabila diketahui D1 (Si) dan D2 (Ge), hambatan maju D1 dan D2 dapat diabaikan
D1 hambatan balik D1 dan D2 takberhingga. Hitung I pada
rangkaian.,
20V 2k2 4V
D2

12. Dioda D1 dan D2 dari Silikon, hambatan maju D1 dan D2 dapat diabaikan, hambatan
D1 balik D1 dan D2 takberhingga. Hitung I pada masing-
masing cabang.
20V D2 3k3
5k6

13. Dioda D1 dan D2 dari Silikon, hambatan maju D1 dan D2 dapat diabaikan, hambatan
+10V D1 balik D1 dan D2 takberhingga. Hitung Vo.
0V D2

1k Vo

14. Dioda D1 dan D2 dari Silikon, hambatan maju D1 dan D2 dapat diabaikan, hambatan
+10V D1 balik D1 dan D2 takberhingga. Hitung Vo dan VR.

0V D2

R Vo
1k

+10V

15. Dioda D1 (Si) dan D2 (Ge), hambatan maju D1 dan D2 adalah rd1 = 10  dan
R rd2 = 30 . Hitung arus dioda apabila:
a. R = 10 k.
D1 D2 b. R = 1 k.
100V

16. Kedua dioda zener terbuat dari bahan silikon dan arus jenuh D Z1 dan DZ2 adalah1A
dan 2A. Tegangan dadal DZ1 dan DZ2 adalah sama yaitu 100 V.
DZ1 Hitung arus dan tegangan masing-masing dioda apabila V:
V a. 80 Volt.
DZ2 b. 120 Volt.
c. Ketentuan a, b jika setiap dioda diparalel oleh hambatan
8M.
17. Perhatikanlah rangkaian penyetabil berikut ini, jika E = 15 V dan R l = 6V/3W. Pada
Rs keadaan beban penuh arus dioda zener 100 mA. Hitung
besar hambatan seri Rs dan daya hambatan seri PRs.
E
Dz Rl

59
18. Dioda zener dapat diguanakan untuk mencegah beban lebih pada gerakan meter
R1 R2
sensitif tanpa mempengaruhi linieritasnya.Ditunjukan
rangkaian yang menggambarkan sebuah voltmeter dc yang
mana membaca sekala penuh 20 V. Hambatan dalam
Rd
Vi Vz meter 500 , dan R1 + R2 = 99,5 k. Jika dioda adalah
A sebuah zener 16V, hitung R1 dan R2 supaya ketika Vi > 20
Vdioda zener menghantar dan arus beban lebih
dihindarkan dari meter

19. a. Jelaskan prinsip kerja penyearah tersebut!


b. Apabila C = 1000 F/12V dan RL = 100 
A berapakah tegangan dc pada RL?
0 D1 D2

220V
6V D3 C RL
D4
B
20. Dioda D1 dan D2 dari Silikon, hambatan majunya dapat diabaikan, hambatan
baliknya takberhingga dan tegangan
D1 D2 penghalangnya dapat diabaikan. Apabila R1 = R2
= R3 = 2k, Vi berupa isyarat sinus dengan
Vi
R1 R2 tegangan maksimum 10V. Tentukan bentuk dan
R3 Vo nilai isyarat output Vo

21. Dioda D dari Silikon, hambatan majunya dapat diabaikan, hambatan baliknya
5V takberhingga dan tegangan penghalangnya dapat
D
diabaikan. Apabila R = 2k, Vi berupa isyarat
sinus dengan tegangan maksimum 10V. Tentukan
Vi R Vo bentuk dan nilai isyarat output Vo

22. Dioda D dari Silikon, hambatan majunya dapat diabaikan, hambatan baliknya
takberhingga dan tegangan penghalangnya dapat
R
diabaikan. Apabila R = 2k, Vi berupa isyarat
D sinus dengan tegangan maksimum 10V. Tentukan
Vi Vo bentuk dan nilai isyarat output Vo
3V

23. Dioda D dari Silikon, hambatan majunya dapat diabaikan, hambatan baliknya
C takberhingga dan tegangan penghalangnya dapat
diabaikan. Apabila C = 10 F, Vi berupa isyarat
D
sinus dengan tegangan maksimum 10V. Tentukan
Vi Vo
3V
bentuk dan nilai isyarat output Vo

60
BAB IV

TRANSISTOR

A. Susunan dan simbol transisstor

Transistor tersusun dari sebuah lapisan semikonduktor tipe n yang

disisipkan diantara dua lapisan semikonduktor tipe p, yang menghasilkan

transistor jenis pnp, atau sebuah lapisan semikonduktor tipe p yang disisipkan

diantara dua lapisan semikonduktor tipe n, yang menghasilkan transistor jenis

npn, seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.

E p n p C E n p n

B B

C
- - C
+ +
IC IC
+
B -
- B
IB + I
B
IE IE
+ +
E - -
E

Gambar 5.1 Susunan dan Simbol Transistor PNP dan NPN.

Transistor mempunyai tiga elektroda yaitu Emitor/Emitter/pemancar (E),

Basis/Base/landasan (B) dan Kolektor/Collector/pengumpul (C). Transistor

sebagai penguat mempunyai polaritas sepeerti gambar 5.1 sehingga,

I E  I B  IC dan VCE  VEB  VBC  0

Transistor dapat digunakan sebagai penguat, saklar, sensor cahaya, sensor

suhu, osilator dll.

61
B. Komponen arus dalam transistor

JE JC
IpE p n p IE
IE IC
E InE Ipco Ico C
Inco

VEB IB VC B

Gambar 5.2 Komponen Arus Dalam Transistor.

Dimana JE sambungan antara basis-emitor disebut sambungan emitor

(Junction Emitter), dan JC sambungan antara basis-kolektor disebut sambungan

kolektor (Junction Collector). Transistor digunakan sebagai penguat, J E dicatu

maju dan JC dicatu balik. Pada sambungan emitor dicatu maju maka pada

sambungan emitor mengalir arus emitor (I E) :

I E  I pE  I nE

Dimana IpE arus difusi hole dari emitor ke dalam basis disebut juga arus

injeksi maju dan InE arus difusi elektrom dari basis ke dalam emitor disebut juga

arus injeksi balik. InE nilainya kecil sehingga tidak dapat sampai ke kolektor,

diserap masuk ke basis. Tidak semua IpE sampai ke JC karena ada yang

mengalami rekombinasi dengan elektron dalam basis, sehingga hanya

sebagian dari IpE yang sampai ke JC yaitu sebesar IpC = IE. Disambungan

colektor dicatu balik, sehingga mengalir arus minoritas atau arus penjenuhan

kolektor (ICO)

ICO = InCO + IpCO

Dimana InCO merupakan arus penjenuhan karena elektron yang bergerak dari

kolektor ke basis, IpCO merupakan arus penjenuhan karena hole yang

62
bergerak dari basis ke kolektor. Jadi arus yang menyeberangi sambungan

kolektor JE adalah IE yaitu,

IC = IpC + ICO = IE + ICO

I C - I CO

IE

Dimana  merupakan perbandingan antara perubahan arus kolektor dan

perubahan arus emitor yang semula nol, disebut juga penguatan arus basis

ditanahkan (Common Base), besarnya mendekati 1(0,9 s/d 0,999).

IB = IE - IC = IE - IE - ICO

IB = (1 - )IE - ICO

atau

1 1
IE  IB  I
1 -  1 -  CO
Akibatnya,

 
IC  IB  I I
1 -  1 -  CO CO

Apabila   maka,
1- 

I C   I B    1 I CO

Karena ICO diusahakan kecil jauh lebih kecil dari IB maka diperoleh,

IC   I B

 disebut sebagai penguatan arus emitor ditannahkan (Common emitter).

  1
Karena   maka   dan (1 - )  , diperoleh
1-   1   1
IE = ( + 1)IB + ( + 1)ICO

63
Persamaan diatas hanya berlaku untuk JC dalam keadaan reverse, secara

umum ICO diganti dengan arus maju dioda sambungan basis-kolektor yang

arahnya berlawanan dengan ICO, jadi,

I  - I CO (e V/ VT - 1) atau I  I CO (1 - e V/ VT )

Jadi secara umum komponnen arus dalam transistor dapat dituliskan sebagai

berikut,

(1) IC = IpC + ICO = IE + ICO (1 - e V/VT )

(2) I C   I B    1 I CO (1 - e V/VT )

(3) IE = ( + 1)IB + ( + 1)ICO (1 - e V/VT )

C. Pengoperasian transistor sebagai penguat

Agar transistor bekerja sebagai penguat diusahan sambungan emitor

mendapat tegangan maju (junction of emitter forward biased) dan sambungan

kolektor mendapat tegangan balik (junction of colector reverse biased).

Terdapat tiga cara pengopersian transistor yaitu basis ditanahkan (Common

Base), emitor ditannahkan (Common emitter) dan kolektor ditanahkan

(Common collector).

a. Penguat Transistor Basis Ditanahkan (Common Base/CB)

Konfigurasi penguat basis ditanahkan (common base/sekutu basis)

ditunjukkan pada gambar 5.3 (a). Cirinya adalah masukan diambil pada

emitor, keluaran diambil pada kolektor dan basis dipakai bersama.

Rangkaian konfigurasi penguat basis ditanahkan banyak digunakan untuk

sumber arus karena mempunyai sifat, penguatan arusnya sama dengan 

besarnya kira-kira 0,9 – 0,999 hampir satu dan penguatan tegangannya

64
tergantung beban. Selain itu mempunyai impedansi masukan kecil dan

keluaran terlalu besar.

Karakteristik Masukan

Karakteristik masukan diperlihatkan pada gambar 5.3 (b). Grafik

pada gambar ini menunjukkan hubungan antara arus masukan I E dan

tegangan masukan VEB untuk harga tegangan keluaran VCB yang berbeda-

beda. Hubungan antara IE dan VEB tidak lain adalah persamaan dioda emiter-

basis untuk tegangan panjar arah maju, dengan tegangan ambang V 

sebesar kira-kira 0,6V pada silikon dan 0,2V pada germanium untuk penguat

basis ditanahkan.
IE (mA)
VCB>0
E C 30 VCB=0

20
Vi Vo
10

B 0 VBE(Volt )
1 2 3

(a) (b)

Gambar 5.3. (a) Konfigurasi Penguat Basis Ditanahkan. (b) Karakteristik

Masukan Transistor Dalam Konfigurasi CB.

Berkaitan dengan hal tersebut maka penguat basis ditanahkan

mempunyai sifat impedansi masukannya rendah, dan besarnya dipengaruhi

oleh tegangan keluarannya VCB. Pengaruh ini disebabkan oleh ketergantungan

menebalnya daerah kosong (deleption region) pada sambungan J C karena

tegangan sambungan VC yang semakin negatip kalau VCB semakin negatip.

Dengan menebalnya daerah kosong berarti tebal basis secara efektif menjadi

berkurang. Akibat berkurangnya tebal basis adalah: Pertama,  menjadi lebih

besar karena hole injeksi di daerah basis yang melakukan rekombinasi

65
jumlahnya berkurang. Akibat yang kedua adalah, karena jarak efektif antara JE

dan JC semakin kecil, menurunya konsentrasi hole minoritas injeksi di daerah

basis semakin tajam. Oleh karena sambungan kolektor mendapatkan tegangan

arah balik, konsentrasi dari hole injeksi pada sambungan ini harganya

mendekati nol. Dengan penurunan konsentrasi yang lebih tajam, harga IE

menjadi lebih besar. Jadi kesimpulannya, dengan V CB yang semakin negatip,

kalau VEB tetap harga IE semakin besar akibat sudut kemiringan semakin besar

dan impedansi masukan semakin kecil.

Karakteristik Keluaran

Gambar 5.4 memperlihatkan Karakteristik keluaran transistor dalam

penguat basis ditanahkan. Di sini dilukiskan hubungan antara arus keluaran

(kolektor) IC dan tegangan keluaran (kolektor ke basis) VCB, dengan arus

masukan IE sebagai parameter. Secara matematis hubungan ini dinyatakan

oleh persamaan diatas. Sudut kemiringan kurva sangat kecil maka penguat

basis ditanahkan mempunyai sifat impedansi keluaran tinggi.

I
C
(mA)
Jenuh Aktip
30 I =30 mA
E

20 IE=20 mA

10 I =10 mA
E
mati
0 V (Volt)
CB
0 1 2 3 4 5
vCB(q)

Gambar 5.4. Karakteristik Keluaran Transistor Dalam Konfigurasi CB

Ada tiga daerah yang perlu diperhatikan dalam mengamati karakteristik

keluaran ini, yaitu: Daerah aktif, pada daerah ini JE mempunyai tegangan maju

(IE > 0) dan VC berharga negatif. Seperti terlihat pada persamaan diatas, untuk

IE tetap, IC hanya tergantung pada  yang harganya berubah karena perubahan

66
karena perubahan VC. Untuk VCB yang semakin negatif harga  menjadi sedikit

lebih besar, karena seperti yang telah diuraikan di atas, hal ini menyebabkan

daerah basis semakin tipis sehingga makin banyak hole ijeksi yang sampai ke

sambungan JC. Jadi untuk VCB yang semakin negatif, harga IC menjadi lebih

besar (negatif). Tetapi secara pendekatan seperti yang terlihat pada gambar 5.4

pada keadaan aktif, IC =  IE, jadi sifat lain penguat basis ditanahkan adalah

mempunyai penguatan arus hampir satu dan mempunyai penguatan tegangan

tergantung hambatan beban.

Daerah jenuh, pada daerah ini IE > 0 dan VCB > V (tegangan ambang

dioda catu maju). Pada kondisi ini suku kedua dari bagian kanan persamaan

arus kolektor berubah menjadi  ICo e  VC / VT (arahnya berlawanan dengan IE)

sehingga untuk VCB yang positif, arus kolektor IC akan turun secara

eksponensial menuju nol.

Daerah mati (cutoff region), pada daerah ini IE = 0 harga IC tidak nol

melainkan sama dengan ICO, yang harganya dalam mikroamperemeter untuk

germanium dan nanoampere untuk silikon. Daerah dibawah I E = 0, kedua

sambungan mendapat tegangan panjar arah balik.

67
b. Penguat Transistor Emitor Ditanahkan (Common Emitter/CE)

Konfigurasi penguat emitor ditanahkan (common emitter/sekutu emitor)

ditunjukkan pada gambar 5.5(a). Cirinya adalah masukan diambil pada basis,

keluaran diambil pada kolektor dan emitor dipakai bersama. Rangkaian

konfigurasi penguat emitor ditanahkan banyak digunakan dalam rangkaian

elektronika karena mempunyai sifat penguatan arusnya sama dengan  yang

jauh lebih besar dari satu dan penguatan tegangannya dapat diatur. Selain itu

mempunyai impedansi masukan dan keluaran tidak terlalu besar dan dapat

diatur sehingga dapat dibuat rangkaian beberapa tingkat untuk mendapatkan

penguatan yang diinginkan tanpa kehilangan daya.

Karakteristik Masukan

Karakteristik masukan diperlihatkan pada gambar 5.5(b). Grafik pada

gambar ini menunjukkan hubungan antara arus masukan I B dan tegangan

masukan VBE untuk harga tegangan keluaran VCE yang berbeda-beda.

Hubungan antara IB dan VBE tidak lain adalah persamaan dioda emiter-basis

untuk tegangan panjar arah maju.

IB
VCE=0 VCE>0
(A)
30

C
B 20
Vo
10
Vi E
0 VBE(Volt)
1 2 3

(a) (b)

Gambar 5.5.(a) Konfigurasi Penguat Emitor Ditanahkan. (b) Karakteristik

Masukan Transistor Dalam Konfigurasi CE.

68
Tetapi oleh karena, IB = (1-) IE dan  mempunyai harga hampir satu

maka skala IB pada gambar 5.5, lebih kecil dari pada skala IE pada gambar 5.3.

Karakteristik masukan dari transistor germanium serupa dengan karakteristik

transistor dari bahan silikon seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Hanya saja

untuk germanium arus mulai naik dari harga nol, kira-kira pada tegangan 0,1

sampai 0,2V, sedang untuk silikon antara 0,5 sampai 0,7V. Sehingga pada

keadaan aktif , harga VBE pada umumnya diambil sebesar 0,2V untuk

germanium dan 0,7V untuk silikon.

Untuk VCE yang lebih besar yang berarti tegangan arah balik pada

sambungan kolektor semakin besar, lebar basis akan menjadi lebih kecil,

sehingga  menjadi labih besar. Sebagai akibatnya, dengan V BE tetap, harga IB

akan lebih kecil untuk VCE yang lebih basar.

1
Oleh karena IB  IE , maka sudut kemiringan kurva masukan
(  1)
penguat emitor ditanahkan lebih kecil dari pada penguat basis ditanahkan,

akibatnya impedansi masukan penguat emitor ditanahkan lebih besar dari pada

penguat basis ditanahkan.

Karakteristik Keluaran

Hubungan antara IC dan VCE dengan harga IB berbeda-beda yang

menunjukkan karakteristik keluaran dilukiskan pada gambar 5.6. Seperti yang

terlihat pada persamaan sebelumnya, harga IC merupakan fungsi dari VC.

Tetapi oleh karena harga VC tergantung pada VCE, maka IC juga tergantung

pada VCE. Kurva statis karakteristik keluaran masing-masing arus basis IB

mempunyai kemiringan yang cukup besar, berarti impedansi keluaran penguat

cukup kecil, makin besar arus basis makin besar sudut kemiringannya.

69
IC
(mA)
I B = 30  A
30
I B = 20  A
20
I B = 10  A
10

0 V C E (V o lt )
1 2 3

Gambar 5.6 Karakteristik Keluaran Transistor Dalam Konfigurasi CE.

Daerah aktif, transistor sebagai penguat bekerja pada daerah aktif dimana

sambungan emitor dicatu maju dan sambungan kolektor dicatu balik, harga I C

hampir tidak tergantung VCE, hanya bergantung IB. Pada keadaan IB tetap IC

hanya dipenaruhi oleh  yang harganya berubah karena perubahan .

Perubahan  yang kecil menyebabkan berubahan  yang besar, dengan alasan

ini kemiringan kurva keluaran emitor ditanahkan lebih besar dibandingkan

kemiringan kurva keluaran basis ditanahkan. Pada keadaan aktif secara

pendekatan dapat dinyatakan, IC =  IB.

Daerah jenuh, pada daerah ini sambungan emitor dan sambungan kolektor

mendapatkan catu maju, degan tegangan sedikit diatas tegangan ambangnya.

Pada daerah jenuh VC positif sehingga IC akan akan lebih kecil dari IB dan

turun secara aksponensial menuju nol. Nilai VCE sedikit tergantung IC dan IB,

namun nilainya kecil kira-kira 2 kali tegangan ambangnya.

Daerah mati, pada daerah ini sambungan emitor dan sambungan kolektor

mendapatkan catu balik. Pada kondisi ini IC = ICO = ICBO yang nilainya hampir nol

dan VCE hampir sama dengan teganan catu.

70
c. Penguat Transistor Kolektor Ditanahkan (Common Collector/CC)

Konfigurasi penguat kolektor ditanahkan (common collector/sekutu

kolektor) ditunjukkan pada gambar 5.7. Cirinya adalah masukan diambil pada

basis, keluaran diambil pada emitor dan kolektor dipakai bersama. Rangkaian

konfigurasi penguat kolektor ditanahkan banyak digunakan untuk penguat daya

karena mempunyai sifat, penguatan arusnya sama dengan  jauh dari satu dan

penguatan tegangannya hampir satu. Selain itu mempunyai impedansi

masukan besar dan impedansi keluaran kecil.

E
B
Vo
Vi C

Gambar 5.7 Konfigurasi Penguat kolektor Ditanahkan.

Kalau kita bandingkan gambar ini dengan rangkaian dalam konfigurasi CE

(gambar 5.5), perbedaan yang ada hanyalah cara pengambilan tegangan

keluarannya. Dengan perbedaan ini, menurut definisi, tegangan keluaran dari

kedua konfigurasi jadi berlawanan, yaitu VEC untuk konfigurasi CC dan VEC = -

VCE untuk konfigurasi CE. Namun sudah tentu dalam menggambar Karakteristik

transistor dalam konfigurasi CC, kita dapat menggunakan variabel V CE.

Dengan demikian bentuk Karakteristik masukan untuk konfigurasi CC

sama dengan konfigurasi CE. Karakteristik keluaran dari kedua konfigurasi ini

juga hampir sama. Hal ini terlihat dari persamaan sebelumnya dimana I C dan IE

berturut-turut menyatakan arus keluaran dari transistor dalam konfigurasi CE

dan CC. Karena  >> 1 dapat dikatakan IE = IC. Jadi kita dapat menggunakan

71
gambar 5.6 sebagai Karakteristik keluaran transistor dalam konfigurasi CC.

Perbedaan lain yang perlu dikemukakan adalah arah perubahan dari

tegangan keluaran, karena perubahan dari arus masukan I B. Kalau harga IB

naik, IE dan IC akan bertambah besar. Untuk konfigurasi CE, karena

tegangan keluaran diambil di kolektor, tegangan ini akan turun. Sedang

untuk konfigurasi CC, tegangan keluaran yang diambil di emiter akan naik.

D. Penguat Emitor Ditanahkan

Rangkaian penguat emitor ditanahkan banyak digunakan dalam rangkaian

elektronika misalnya sebagai penguat depan, penguat pada pengatur nada,

driver bahkan dapat digunakan sebagai power. Agar transistor dapat berfungsi

sebagai penguat, pada bagian basis harus ada panjar dc-nya, penentuan kuat

arus dan tegangan dc pada penguat ini disebut analisis dc, ada tiga cara

pemberian panjar dc pada basis untuk penguat emitor ditanahkan yaitu,

a. Panjar basis dengan hambatan basis R B

Vcc
 VCC - I B R B - VBE  0
RC
RB V - VBE
C1  I B  CC
C2 RB
Vo
 I C  I B
Vi  VCC - I C R C - VCE  0

Vcc  VCC - I B R B - VBE - I E R E  0


RC
I E  I B  IC 
 I E  1  I B
RB C2

C1 I C  I B 
VCC - VBE
 IB 
R B  1   R E
Vo
Vi RE
 VCC - I C R C - VCE - I E R E  0

72
b. Panjar basis dengan pembagi tegangan R B1 dan RB2
Vcc R B2
 VBB  VCC
R B1
RC
C2 R B1  R B2
R B1 R B2
C1  R B  R B1 // R B2 
R B1  R B2
Vo  VBB - I B R B - VBE - I E R E  0
Vi R B2
RE VBB - VBE
 IB 
R B  1   R E
 VCC - I C R C - VCE - I E R E  0
c. Panjar basis dengan balikan tegangan

Vcc
 VCC - I 'C R C - I B R B - VBE - I E R E  0
RC
I B RB IC' C 2  I 'C  I B  I C  1   I B  I E
IC VCC - VBE
C1  IB 
R B  1   R C  R E 
IE Vo  VCC - I C R C - VCE - I E R E  0
Vi RE

VE  I E R E , VB  VBE  I E R E , VC  VCE  I E R E  VCC  I C R C

VBE  VEC  VCB  0

Penentuan impedansi masukan (Zi), iImpedansi keluaran (Zo) dan

penguatan tegangan (Kv) penguat emitor ditanahkan, mengapa Zi, Zo dan Kv

perlu dihitung? Zi dan Zo ditentukan untuk matching dalam penggandengan

dengan penguat sebelum dan setelahnya (beban), agar terjadi pelimpahan

daya isyarat maksimum, bila Zi dan Zo tidak sesuai dengan dengan

impedansi penguat sebelum dan setelahnya (beban) akan terjadi keilangan

daya. Kv ditentukan untuk mengetahui sejauh mana penguat dapat

menguatkan isyarat masukan dan untuk menentukan besar isyarat masukan

yang sesuai agar tidak terjadi cacat pada output (noice). Isyarat masukan

maksimum pada saat isyarat keluaran akan cacat disebut kepekaan penguat.

Penentuan impedansi masukan (Zi), iImpedansi keluaran (Zo) dan

73
penguatan tegangan (Kv) disebut analisis ac. Untuk ini diperlukan rangkaian

setara, pada frekuensi tengah, rangkaian setara transistor sebagai penguat

input menggunakan rangkaian setara thevenin dan output sebagai setara

Norton yang dikenal dengan rangkaian setara parameter-h, sebagai berikut.


ib ib

hie
Vi 1/ hoe Vo Vi Vo
hfeib hie hfeib 1/ hoe

hreVo

(a) (b)

Gambar 5.9 Rangkaian Setara Parameter-h Transistor.

hie = impedansi masukan dengan keluaran terhubung singkat (V o = 0).

hre = faktor balikan dengan masukan terbuka (i i = 0).

hfe = penguatan arus dengan keluaran terhubung singkat (V o = 0).

hoe = admitansi keluaran dengan masukan terbuka (i i = 0).

Dengan pendekatan, nilai hre kecil sehingga hre Vo dapat dianggap sama

dengan nol atau dapat diabaikan, sehingga dalam analisis ac selanjutnya

rangkaian setara parameter-h transistor digunakan rangkaian 5.9b.

Impedansi masukan dengan keluaran terhubung singkat (h ie) dapat dihitung


25 25
dengan rumus sebagai berikut, hie  (  1) 
IE mA  IB (mA )

a. Panjar basis dengan hambatan basis RB tanpa RE atau dengan bypass CE.
Vcc
RC
RB
C1
C2
RC Vo
Vo Vi RB
Vi

(a) (b)
(a) Rangkaian Panjar Basis Dengan RB Tanpa RE Atau Dengan Bypass CE.
(b) Rangkaian setara ac

74
ib

Vi RB hie 1/ hoe RC Vo
hfeib

Rangkaian setara parameter-h Rangkaian Panjar Basis Dengan RB tanpa RE


atau dengan bypass CE.
Zi = RB//hie
Zo = RC//1/hoe
1
hfe (R C // )
Vo hfeib Z o hfeZ o hoe
AV    atau A V 
Vi ibhie hie hie
b. Panjar basis dengan hambatan basis R B, dipasang RE tanpa bypass CE
Vcc
RC
RB C2
C1
RC
Vo Vi RB1 RB2
Vi RE
RE

(a) (b)

(a) Rangkaian Panjar basis dengan RB, dipasang RE tanpa bypass CE. (b)
Rangkaian Setara ac
ib

hie hfeib 1/ hoe

Vi RB Rc Vo

(1+h fe)R E

Rangkaian setara parameter-h Rangkaian Panjar Basis Dengan RB dipasang


RE atau tanpa bypass CE.
25
hie  (  1) , Zi = RB//{hie + ( + 1) RE}
IE mA 

  hie  
Z o  RC // 1/hoe   RE // 
  (  1)  

75
RC  1/hoe maka Z o  RC
R C
AV 
hie  (  1) RE 
c. Panjar basis dengan pembagi tegangan R B1 dan RB2 dengan bypass CE

Vcc
RC
R B1 C2
C1
RC
Vi RB1 RB2
Vo RE
Vi R B2
RE CE

(a) (b)

(a) Rangkaian Panjar Basis Dengan RB1 dan RB2. (b) Rangkaian setara ac
ib

Vi RB hie 1/ hoe RC Vo
hfeib

Rangkaian setara parameter-h Rangkaian Panjar Basis Dengan RB1 dan RB2
tanpa RE atau dengan bypass CE
25 R B1R B2
h ie  (  1) , R B  R B1 // R B2 
I E mA  R B1  R B2
Zi = RB//hie, Z o = RC//1/hoe
1
hfe (R C // )
Vo hfeib Z o hfeZ o hoe
AV    atau A V 
Vi ibhie hie hie

d. Panjar basis dengan pembagi tegangan R B1 dan RB2 tanpa bypass CE


Vcc
RC
R B1 C2
C1

Vo RC
Vi R B2 Vi RB1 RB2
RE RE

(a) (b)
(a) Rangkaian Panjar Basis Dengan RB1 dan RB2 dipasang RE tanpa bypass
CE. (b) Rangkaian setara ac.

76
ib

hie hfeib 1/ hoe

Vi RB Rc Vo

(1+h fe)R E

Rangkaian setara parameter-h Rangkaian Panjar Basis Dengan RB1 dan RB2
dipasang RE tanpa bypass CE
25
hie  (  1)
IE mA 

RB1RB 2
RB  RB1 // RB 2 
RB1  RB 2

Zi = RB//{hie + ( + 1) RE}
  hie  
Z o  RC // 1/hoe   RE // 
  (  1)  

RC  1/hoe maka Z o  RC

hf eR C
AV 
hie  (  1) RE 
e. Panjar basis dengan balikan tegangan tanpa R E atau dengan bypass CE
Vcc
RC
RB C2

C1
ii i' RB
Vo ib
Vi hie 1/hoe RC Vo
Vi ib

(a) (b)
(a) Rangkaian Panjar basis dengan balikan tegangan tanpa R E atau dengan
bypass CE, (b) Rangkaian setara parameter-h
v o RC // 1 / hoe 
AV   
vi hie

ib  ii  i'
Vo  Vi 
ib  ii   V
RB  ib  ii  o
 RB
Vo  Vi 

77
 V  V
Vi  ib hie   ii  o hie  iihie  o hie
 RB  RB
V
A V  o  Vo  A V Vi
Vi
AV  A  iihie
Vi  iihie  hie Vi  1 - V hie  Vi  iihie ,  Vi 
RB  RB   A 
1 - V hie 
 RB 
Vi iihie hie R
Zi     hie // B
ii  AV   A  AV
ii 1 - hie  1 - V hie 
 RB   RB 

f. Panjar basis dengan balikan tegangan dipasang R E tanpa bypass CE


Vcc
ii i' RB
RC
RB C2 ib
hie 1/ hoe
C1 hf eib
RC
Vi Vo
Vo
Vi RE RE

(a) (b)

(a) Rangkaian Panjar basis dengan balikan tegangan dipasang RE tanpa


bypass CE, (b) Rangkaian setara parameter-h
vo RC // 1/ hoe  RC // 1/ hoe 
AV    
vi hie    1RE   1re    1RE
Untuk  >> 1 maka,
R // 1/ hoe 
AV   C
re  RE
Untuk RC << 1/hoe dan re << RE diperoleh,
RC
AV  -
RE
RB
AI 
R E  R C  R B /h f e

RB
Z i  hf eR E
AV

Z o  R C RB

78
Rancangan dalam praktek penguat emitor ditanahkan, titik kerja ditengah garis

beban dan pada frekuensi tengah.

a. Panjar basis dengan hambatan basis R B.

Vcc VCE = ½ VCC, RC = 5 RE


RC VCC - VCE
RB IC   IE
C1 RC  RE
C2
IC = IB
Vo
Vi
RE VCC – IBRB – VBE – IERE = 0

b. Panjar basis dengan pembagi tegangan R B1 dan RB2.

Vcc VCE = ½ VCC, RC = 5 RE


RC
VCC - VCE
R B1 C2 IC   IE
C1 RC  RE
R B2
VB  VCC  VBE  VRE
R B2
Vo R B1  R B2
Vi
RE
RB R B1R B2
S  10 , R B  R B1//R B2 
RE R B1  R B2

c. Panjar basis dengan balikan tegangan.


Vcc
RC
RB C2 VCE = ½ VCC, RC = 5 RE
VCC - VCE
C1 IC   IE
RC  RE
Vo
Vi RE IC = IB
VCE – IBRB – VBE = 0

E. Penguat emitor ditanahkan dua tingkat


Dua penguat emitor ditanahkan dihubungkan oleh kapasitor pengandeng

C1, C2 dan C3, seperti ditunjukkan oleh gambar berikut, dengan kapasitor C E

berfungsi sebagai kapasitor bypass.

79
VCC

RC1 RB21 RC2 C3


RB11
C1 C2

Q1 Q2
Vo
Vi RB12 RB21
RE1 CE1 RE2 CE2

Pada daerah frekuensi tengah kapasitansi seri seperti C 1, C2, C3 dan CE

mempunyai rektansi 1/C cukup kecil sehingga dapat dianggap terhubung

singkat sehingga rangkaian setara parameter-h untuk rangkaian di atas adalah,

ib1 ib2
hie1 1/hoe1 hie2 1/hoe2
ib1 ib2 Vo
Vi RB1 RC1 RB2 RC2 RL

Dimana RB1 = RB11//RB12 dan RB2 = RB21//RB22

Impedansi masukan rangkaian


25
Zit = hie, dengan hie  , maka Zi = Zit// RB = hie// RB
IE (mA )
Impedansi keluaran rangkaian

Zo = 1/hoe2//RC2//RL

Penguatan tegangan rangkaian

AV = AV1AV2

hfe1RL1
A V1  dengan RL1 = RC1//RB2//hie2//1/hoe1
hie1
hfe2R L2
A V2  dengan RL2 = RC2//RL//1/hoe2
hie2

80
LKS Transistor

1. Ada berapa tipe/jenis transistor bipolar (transistor), bagaimana susunan dan simbolnya
2. Transistor mempunyai tiga elektroda sebutkan! jelaskan masing-masing fungsinya!
3. Transistor sebagai penguat bagaimana jalannya arus dan tegangannnya?
4. Secara umum sebutkan minimal 5 buah penggunaan transistor?
5. Bagaimana menentukan keadaan transistor?
6. Dalam hubungannya dengan catu sanbungan emetor (Emitter junction biased, J E) dan
catu sambungan kolektor (collector junction biased, JC), agar transistor dapat berfungsi
sebagai penguat apakah syaratnya?
7. Transistor sebagai penguat gambarkanlah komponen arusnya, dan bagaimana hubungan
masing-masing komponen arus dan tegangannya?
8. Bagaimanakah hubungan antara arus kolektor dan arus basisnya?
9. Terdapat tiga pengoperasian transistor sebagai penguat yaitu Basis Bersama (Common
Base, CB), Emitor Bersama (Common Emitter, CE), Kolektor Bersama (Common
Collector, CC), gambarkan rangkaiannya dan sebutkan ciri-cirinya!
10. Dari ketiga pengoperasian transistor sebagai penguat tsb., bagaimana karanteristiknya
berkaitan dengan Impedansi masukannya, Impedansi keluarannya, penguatan arusnya
dan penguatan tegangannya? berikan contoh penggunaanya!
11. Dalam menganalisis transistor sebagai penguat digunakan rangkaian setara, untuk
frekuensi tegah digunakan rangkaian setara parameter-h, buatlah rangkaian setara
parameter-h dari ketiga pengoperasian transistor tsb.!
12. Dalam prakteknya, transistor yang dioperasikan dalam emitor besama yang banyak
digunakan. Untuk memberi catu basis pada penguat emitor bersama terdapat tiga cara
yaitu dengan memasang hambatan basis RB, dengan pembagi tegangan dan dengan
umpan balik tegangan. Gambarkan rangkaiannya!
13. Untuk menghitung arus basis terdapat dua cara yaitu cara eksak dan pendekatan. Cara
eksak biasanya digunakan untuk perhitungan secara teoritis, cara pendekatan digunakan
dalam praktek. Secara eksak tentukan arus basis (I B), rangkaian no. 12. (analisis dc)!
14. Berdasarkan IB yang diperoleh bagaimana menentukan IC dan IE, rangkaian no.12.?
15. Untuk menghitung tegangan pada masing-masing terminal digunakan VBE = 0,7 Volt
untuk transistor dari bahan silikon dan VBE = 0,2 Volt untuk transistor dari bahan
germanium. Tentukan VE, VB, VC, dan VCE untuk rangkaian no.12.
16. Disamping arus dan tegangan dc pada penguat, perluditentukan juga impedansi
masukan (Zi), impedansi keluaran (Zo) dan penguatan tegangan (Kv), untuk ini
diperlukan analisis ac menggunakan rangkaian setara parameter-h. Untuk ini hfe = 
dan hoe biasanaya diketahui nilainya, bagaimana menghitung besaran hie?
17. Bagaimanakah ketentuan membuat rangkaian setara parameter-h untuk suatu penguat?
(dalam analisis ac)
18. Buatlah rangkaian setaraparameter-h rangkaian no. 12, dan tentukan nilai Zi, Zo dan
KV?

81
Soal-Soal Transistor

Vcc
RC
RB
C1
C2

Gambar 1
Gambar 1, transistor dari silikon untuk soal no. 1 s/d 5,
1. Dengan RB = 330 K, RC = 2,7 K, VCC = 12 V dan  = 50. Hitung tegangan kolektor.
2. Dengan RB = 150 K, RC = 2,1 K, VCC = 9 V dan  = 45. Hitung tegangan kolektor-
basis.
3. Dengan RB = 240 K, RC = 1,8 K, VCC = 12 V dan  = 70. Hitung arus kolektor dan
tegangan kolektor-emitor.
4. Dengan VC = 8 V, RC = 2,4 K, VCC = 18 V dan  = 90. Hitung hambatan basis RB .
5. Dengan VCE = 6 V, RB = 510 K, VCC = 22 V dan  = 120. Hitung hambatan kolektor
RC.

Vcc
RC
RB
Gambar 2 C1
C2

RE

Gambar 2, untuk soal no. 6 s/d 12,


6. Dengan RB = 220 K, RC = 2,7 K, RE = 1,5 K, VCC = 18 V dan  = 55. Hitung arus
kolektor dan tegangan kolektor-emitor.
7. Dengan RB = 510 K, RC = 2,7 K, RE = 2,4 K, VCC = 20 V dan  = 100. Hitung arus
emitor.
8. Dengan RB = 330 K, RC = 1,8 K, RE = 1 K, VCC = 16 V dan VE = 3 V. Hitung .
9. Dengan VB = 4,4 V, RC = 2,7 K, RE = 2,2 K, VCC = 12 V dan  = 150. Hitung RB.
10. Dengan, RC = 2,4 K, RE = 820, VCC = 18 V dan  = 85. Agar trasistor saturasi,
hitung RB.

82
11. Dengan RB = 750 K, RC = 3,3 K, RE = 0,82 K, VCC = 9 V dan  = 75. Hitung
tegangan basis, tegangan emitor dan tegangan kolektor.
12. Dengan RB = 680 K, RC = 2,2 K, RE = 910 , VCC = 15 V dan  berubah dari 90
menjadi 180. Berapa persen tegangan kolektor berubah.
Vcc
RC
R B1
C1
C2

R B2
RE

Gambar 3
Gambar 3, untuk soal no. 13 s/d 20,
13. Dengan RB1 = 470 K, RB2 = 68 K, RC = 15 K, RE = 3,3 K, VCC = 18 V dan  =
120. Hitung tegangan basis.
14. Dengan RB1 = 91 K, RB2 = 11 K, RC = 4,7 K, RE = 1,2 K, VCC = 18 V dan  =
70. Hitung arus basis dan kolektor.
15. Dengan RB1 = 82 K, RB2 = 24 K, RC = 5,6 K, VCC = 16 V dan  = 150. Agar VC =
6 V, hitung RE.
16. Dengan RB1 = 100 K, RB2 = 22 K, RC = 8,2 K, RE = 2,2 K, VCC = 9 V dan  =
100. Hitung arus kolektor dan VCE .
17. Dengan RB1 = 220 K, RB2 = 51 K, RC = 3,3 K, VCC = 18 V dan  = 130. Agar IC =
0,5 IC saturasi, hitung RE.
18. Dengan RB1 = 62 K, RB2 = 9,1 K, RC = 3,9 K, RE = 0,68 K, VCC = 16 V dan  =
110. Hitung tegangan kolektor-basis (VCB).
19. Dengan RB1 = 75 K, RB2 = 24 K, RC = 2,4 K, RE = 1,2 K, VCC = 16 V dan 
berubah dari 80 menjadi 160. Berapa persen tegangan kolektor-emitor berubah.
20. Dengan RB1 = 12 K, RB2 = 2,2 K, RC = 2,7 K, RE = 1,1 K, VCC = 9 V dan  =
120. Hitung tegangan kolektor, basis dan emitor.
Vcc
RB RC

Gambar 4 C1 C2

83
Gambar 4, untuk soal no. 20 s/d 24,
21. Dengan RB = 470 K, RC = 3,6 K, VCC = 16 V dan  = 120. Hitung tegangan
kolektor.
22. Dengan RC = 3,6 K, VCC = 16V dan  = 120. Agar VC = 8 V, hitung hambatan
feedback RB.
23. Dengan RB = 470 K, RC = 9,1 K, VCC = 22 V dan  = 120. Hitung arus kolektor
dan tegangan kolektor-emitor.
24. Dengan RB = 470 K, RC = 3,6 K, VCC = 22 V dan  = 120. Hitung tegangan
kolektor, basis dan emitor.
Vcc
RB RC

C1 C2
Gambar 5

RE

Gambar 5, untuk soal no. 25 s/d 30,


25. Dengan RB = 470 K, RC = 9,1 K, RE = 9,1 K, VCC = 22 V dan  = 120. Hitung
arus kolektor dan tegangan kolektor-emitor.
26. Dengan RB = 470 K, RC = 9,1 K, RE = 9,1 K dan VCC = 22 V apabila  berubah
menjadi 60. Berapa persen perubahan tegangan kolektor.
27. Dengan RB = 680 K, RC = 6,2 K, RE = 1,5 K, VCC = 30 V dan  = 90. Hitung arus
kolektor dan tegangan kolektor.
28. Dengan RB = 680 K, RE = 1,5 K, VCC = 30 V dan  = 90. Apabila VC = 15 V,
hitung hambatan kolektor RC.
29. Dengan RB = 150 K, RE = 3,3 K, VCC = 12 V dan  = 180. Apabila RB diseri
dengan potensio 1 M, hitung arus kolektor pada saat potensio minimum dan
maksimum.
30. Dengan RB = 150 K, RE = 3,3 K, VCC = 12 V dan  = 180. Apabila RB diseri
dengan potensio 1 M, hitung tegangan basis, kolektor dan emitor pada saat
potensio di posisi tengah.
Untuk soal no. 31 s/d 35, hitung impedansi masukan, impedansi keluaran dan
penguatan,

84
31. Rangkaian gambar 1, apabila RB = 330 K, RC = 2,7 K, VCC = 12 V,  = 50, hoe =
25mho.
32. Rangkaian gambar 2, apabila RB = 220 K, RC = 2,7 K, RE = 1,5 K, VCC = 18 V 
= 55 dan hoe = 25 mho.
33. Rangkaian gambar 3, apabila RB1 = 100 K, RB2 = 22 K, RC = 8,2 K, RE = 2,2
K,
VCC = 9 V,  = 100, hoe = 20 mho dan pada RE diparalel dengan kapasitor C = 33
F/16V
34. Rangkaian gambar 3, apabila RB1 = 100 K, RB2 = 22 K, RC = 8,2 K, RE = 2,2
K,
VCC = 9 V,  = 100 dan hoe = 20 mho.
35. Rangkaian Gambar 4, apabila  = 100 dan hoe = 100 mho (Eldas 2 hal 87-88).
Vcc
RC
RB
C1
C2
Gambar 6.

RE

36. Rangkaian gambar 6, apabila transistor dari bahan silikon, Vcc = 6 V, hambatan
kolektor Rc = 2k2 dan hfe = 150. Agar titik kerja transistor ditengah garis beban
hitunglah besar RE, RB.

Vcc
RC
R B1
C1
C2
Gambar 7.
R B2
RE

37. Rangkaian gambar 7, apabila transistor dari bahan silikon,Vcc = 12 V, hambatan


kolektor Rc = 2k2 dan hfe = 100. Agar titik kerja transistor ditengah garis beban
hitunglah besar RE, RB1 dan RB2.

85
38. Berikut ini rangkaian penguat dengan bias basis RB, Dengan transistor dari silikon,
Vcc RB = 560 K, RC = 2,7 K, RE = 560 , VCC = 18 V, VBE =
RC
RB
C1 0,7 V,  = 100 dan hoe = 25 mho.
C2
a. Hitung tegangan kolektor, basis, emitor dan VCE.
RE
CE b. Hitung Zi, Zo daan AV

39. Perhatikanlah rangkaian berikut ini, Jika diketahui hfe = 100, hoe = 25  mho, titik
kerja ditengah garis beban dan pada frekuensi tengah,
RB 3k
hitung:
6V
Vo a. RE, RB,.
Vi RE
CE
b. Zi, Zo dan Kv

40. Berikut ini rangkaian penguat dengan bias basis RB, Dengan transistor dari silikon,
Vcc
RC RB = 220 K, RC = 2,7 K, RE = 1,5 K, VCC = 18 V,  = 55
RB
C1
C2
dan hoe = 25 mho.
a. Hitung tegangan kolektor, basis, emitor dan VCE.
RE
b. Hitung Zi, Zo daan KV

41. Rangkaian berikut, apabila transistor dari bahan silikon,Vcc = 12 V, VBE = 0,7 V,
Vcc
RC RC = 2k2, RE = 470 Ω hfe = 100, hoe = 25 Mho dan
R B1
C1
C2 CE = 33F. Agar titik kerja transistor ditengah garis beban
R B2 output simetri.
RE CE
Hitunglah besar RB1 dan RB2, Z1, Zo dan Av.

42. Perhatikan rangkaian berikut ini, apabila RB1 = 100 K, RB2 = 22 K, RC = 8,2K,
Vcc
RC RE = 2,2 K, VCC = 9 V, VBE = 0,7 V,  = 100 dan hoe = 20
R B1
C1
C2 mho.
R B2 Hitung impedansi masukan (Zi), impedansi keluaran
RE
(Zo)dan penguatan (Kv)!

86
43. Rangkaian berikut, apabila transistor dari bahan silikon,Vcc = 12 V,
Vcc
hambatan kolektor Rc = 2k2 dan hfe = 100, hoe = 25 Mho.
RC
R B1
C1 Agar titik kerja transistor ditengah garis beban, hitunglah
C2
besar RE, RB1 dan RB2, Z1, Zo dan Kv.
R B2
RE

44. Rangkaian berikut, apabila transistor dari bahan silikon, Vcc = 12 V,


Vcc
RB1 RB2 RC
hambatan kolektor Rc = 2k2 dan hfe = 100, hoe = 25 Mho,
C C
Vo RB1= 2RB2, C = 10 F. Agar titik kerja transistor ditengah
C
garis beban hitunglah besar RE, RB1, RB2, Z1, Zo dan Kv.
Vi
RE C

45. Rangkaian berikut ini, apabila transistor dari bahan silikon, Vcc = 12 V, hambatan
Vcc
RC
kolektor Rc = 2k2 dan hfe = 100. Agar titik kerja transistor
RB

C1 C2
ditengah garis beban hitunglah besar RE, RB.

RE

46. Perhatikanlah rangkaian berikut ini, Jika transistor diopersikan ditengah garis beban
VCC
RC1 RB21 RC2 dan pada frekuensi tengah,
RB11

C1 C2 C3 a. Buatlah rangkaian setara parameter-h rangkaian.


Q1 Q2

Vi RB12 RB22
VO b. Tentukan Zi, Zo dan Kv
RE1 CE1 RE2 CE2

87
latihan soal transistor / hal: 7
BAB V
TRANSISTOR EFEK MEDAN
(FIELD EFFECT TRANSISTOR/FET)

A. Pendahuluan

Dalam bab V telah dipelajari transistor biasa (transistor bipolar/dwi kutup),

karena kerjanya tergantung pada lairan pembawa mayoritas dan minoritas dan

transistor bipolar disebut juga piranti yang dikendalikan oleh arus karena arus

kolektor (sebagai arus output) dikendalikan oleh arus basis (seagai arus input).

Dalam bab ini akan dipelajari transistor efek medan (transistor unipolar/kutup

tunggal) karena kerjanya hanya tergantung pada lairan pembawa mayoritas saja.

dan transistor efek medan disebut juga piranti yang dikendalikan oleh tegangan

karena arus drain (sebagai arus output) dikendalikan oleh medan listrik yang

tergantung pada tegangan gate. Ada dua jenis transistor efek medan yaitu transistor

efek medan sambungan (Junction Field Effect Transistor/JFET) dan trasistor efek

medan metal-oksida-semikonduktor (Metal-Oxide-Semiconductor Field Effect

Transistor/MOSFET). Perbedaan FET dan trasistor biasa antara lain,

a) Kerjannya tergantung pada pembawa mayoritas saja, karena itu merupakan

piranti unipolar (satu jenis pembawa muatan).

b) Pembuatannya sederhana karena hanya terdiri dari dua lapis, dan memerlukan

ruang yang lebih kecil dalam rangkaian terpadu (Integrated Circuit/IC) sehingga

dapat dibuat rangkaian terpadu dengan kepadatan yang tinggi.

c) Dapat digunakan sebagai komponen yang lain seperti hambatan dan kapasitor,

sehingga dalam IC hanya terdiri dari FET saja.

d) Mempunyai hambatan masukan yang amat tinggi, sehingga memungkinkan

dibuat rangkaian percabangan keluar (fanout) yang tinggi tanpa pembebanan.

88
e) Dapat digunakan sebagai penyambung bilateral simetris.

f) Dengan pertolongan muatan tersimpan dalam kapsitansi dalam, FET dapat

berfungs sebagai alat pengingat.

g) Mempunyai derau (noice) yang kecil dibandingkan transistor biasa.

h) Tidak menunjukkan tegangan pengganti (offset) pada arus drain nol, sehingga

dapat dibuat suatu pemotong sinyal yang sangat baik.

Kelemahan utama dari FET adalah lebar pitanya kecil dan kecepatannya lebih

rendah dibandingkan dengan transistor bipolar.

B. JFET

Secara skematis, FET terdiri dari sebatang semikonduktor tipe tertentu yang

pada sisinya berlapiskan semikonduktor tipe lain. Jadi antara lapisan sisi batang

dan batang semikonduktor, membentuk sambungan p-n. Susunan dan simbol

JFET adalah sebagai berikut:

D D

D D

G G
G G
p n p n p n

S S

S S
(a) (b)

Gambar 6.1 (a) JFET Kanal-n dan Simbolnya. (b) JFET Kanal-n dan Simbolnya

Transistor efek medan mempunyai tiga terminal yaitu: S (Source/sumber)

adalah terminal pembawa mayoritas masuk kedalam batang. D (Drain/penguras)

adalah terminal pembawa mayoritas meninggalkan batang. G (Gate/pintu/

gerbang) adalah terminal pengatur lebar kanal atau pengatur arus drain. Daerah

yang dikelilingi gate disebut kanal/channel.

89
Dinamakan JFET kanal-n jika batang semikonduktornya adalah tipe-n,

dengan semikonduktor tipe-p pada sisinya. Dinamakan JFET kanal-p jika batang

semikonduktornya adalah tipe-p, dengan semikonduktor tipe-n pada sisinya. Pada

JFET kanal-n pembawa muatan mayoritas yang berperan dalam hantaran listrik

adalah elektron, sedang pada JFET kanal-p, yang berperan yang berperan adalah

hole. Pada JFET kanal-n, konsentrasi akseptor dalam semikonduktor tipe-p dibuat

jauh lebih besar dari konsentrasi donor pada batangnya. Untuk JFET kanal-p hal

ini berlaku sebaliknya.

Suatu rangkaian penguat dengan JFET source ditanahkan adalah seperti

gambar di bawah ini:

Vi = VGS = Tegangan input.


D

Vi Vo Vo = VDS = Tegangan keluaran


G
S

Gambar 6.2 Penguat dengan JFET

Dimana masukan disadap dari terminal gate-source dan keluaran disadap dari

terminal drain-source, jadi terminal source dipakai bersama sebagai referensi

(ground). Dalam pengoperasiannya sambungan gate-source selalu dicatu balik.

1. Prinsip kerja JFET


D JFET bekerja atas dasar pengaturan lebar

Madan kanal oleh medan listrik yang berada pada


Listrik Saluran
daerah pengosongan pada sambungan p-n
G p p
VDD
antara gerbang dan kanal. Daerah
VGG n
penosongan terjadi karena akibat difusi

Gambat 6.3 Tegangan Balik Antara Gate-Source Atau Gate-Drain.

90
pembawa muatan pada sambungan yang diiukuti rekombinasi sehingga pada

sambungan tidak ada pembawa muatan atau kosong maka disebut daerah

pengosongan. Di sisi-sisi sambungan terdapat ion positif akibat donor yang

kehingan elektron bebasnya dan ion negatif akibat atom akseptor yang menerima

elektron bebas sehingga pada daerah pemosongan tedapat medan listrik. Secara

umum medan listrik ini disamping dapat menimbulkan potensial penghalang juga

dapat menghentikan terjadinya difusi dan rekombinasi secara terus menerus.

Pada JFET, medan listrik di seputar kanal digunakan untuk mengatur lebar kanal,

yang digunakan untuk lewat muatan mayoritas atau mengalirnya arus listrik antara

drain dan source. Tebal medan listrik dapat diatur oleh tegangan balik antara

gerbang dan kanal (antara gate-source atau gate-drain) seperti gambat 6.3.

Medan listrik dareah gate-drain lebih tebal dari pada daerah gate-source, hal ini

karena tegangan balik antara gate-drain lebih besar dari pada gate-source.

Tegangan balik biasanya diatur oleh tegangan antara gate-source (VGS), apabila

tegangan balik VGS diperbesar terus, pada suatu saat kanal terjepit/tertutup

sehingga tidak ada arus listrik yang mengalir antara drain-source. Tegangan gate-

source dimana terjadi penjepitan disebut tegangan penjepitan (V p).

2. Karakteristik JFET

a. Karakteristik Keluaran

Karakteristik keluaran statis merupakan grafik hubungan antara tegangan

keluaran (VDS) yaitu tegangan antara drain-source dan kuat arus keluaran (ID)

yaitu kuat arus yang keluar melalui terminal drain pada tegangan gate-source

(VGS) tertentu sebagai tegangan pengendali. Vp disebut tegangan penjepitan

yaitu tegangan pada saat kanal tertutup atau ID = 0. IDSS adalah arus drain

source saturasi, merupakan arus maksimum pada saat V GS = 0 V.

91
ID
Arus penguras ID sebagai arus keluaran
IDSS VGS= 0V dipengaruhi oleh tegangan VGS pada
VGS= -1V
VGS= -2V masukan. Ini berbeda dengan transistor
VGS= -3V
biasa dimana arus kolektor sebagai arus
VDS
Vp
keluaran dipengaruhi oleh arus basis

Gambat 6.4 Kurva Karakteristik Keluaran JFET.

ada masukan. Ini menunjukkan bahwa JFET juga MOSFET merupan piranti

yang dikendalikan tegangan.

Kemiringan kurva pada VDS < Vp kemiringan kurva tergantung VGS, artinya

pada keadaan ini JFET berlaku sebagai hambatan yang dapat diatur oleh VGS.

Untuk VGS > 0 tidak dilukiskan karena pada keadaan ini tidak pernah dilakukan

untuk JFET sebagai penguat.

b. Karakteristik masukan

Karakteristik masukan statis dapat dipelajari melalui pengukuran tegangan

masukan yaitu tegangan antara gate-source (VGS) dan kuat arus masukan yaitu

kuat arus yang masuk melalui terminal gate (IG) pada tegangan keluaran (VDS)

tertentu.
IG Karakteristik statik masukan tak lain
adalah karakteristik dioda, yaitu dioda
antara gate dan kanal. Untuk JFET
karakteristik yang digunakan adalah
VGS karakteristik dioda dicatu balik.

Gambat 6.5 Kurva Karakteristik Masukan JFET.

Karena VGS di beri catu balik maka impedansi masukan amat besar. Arus

masukan amat kecil, IG < 0,1A  0

92
c. Karakteristik transfer/alir

Karakteristik transfer/alih JFET dapat dipelajari melalui pengukuran

besarnyan tegangan antra gate-source (VGS) dan besarnya arus drain ID.

ID Arus keluaran ID arus pada keluaran


IDSS
dipengaruhi oleh besarnya tegangan pada

masukan VGS. Kurva yang menyatakan

hubungan antara ID dan VGS ini disebut


VGS
Vp
kurva karakteristik transfer JFET.

Gambat 6.6 Kurva Karakteristik Transfer JFET.

VGS = 0 maka ID = IDSS dan VGS = Vp maka ID = 0. Bentuk kurva transfer adalah

parabola, sehingga dapat dirumuskan:


2
 VGS 
ID  IDSS 1 - 
 V 
 p 

d. Transkonduktansi (gm)

dID
Merupakan kemiringan kurva transfer gm  disebut transkonduktansi (gm).
dVGS

 V  2IDSS
gm  go 1  GS  go 
 Vp  Vp

go adalah transkonduktansi untuk VGS = 0 yaitu untuk ID = IDSS.

93
s3. Pemberian catu/bias agar JFET bekerja sebagai penguat.

a. Pemberian catu dengan sumber tetap (VGG).


VDD
VGG untuk memberi catu gate agar reverse
RD C2
sehingga IG = 0.
C1

RG
VGS = VG – VS = VGG – 0 = VGG
Vo
Vi 2
 VGS 
ID  IDSS 1 -  VD = VDD – ID RD
VGG
 V 
 p 

Gambat 6.7 Rangkaiam Penguat JFET Dengan Sumber Tetap

b. Pemberian catu dengan hambatan RG


VDD
Dari rangkaian ini tidak ada arus yang
RD C2

C1
melalui gate-source, maka IG = 0.

Vo
Tegangan pada gate: VG = IG RG = 0
Vi RG
RS Tegangan pada source: VS = ID RS

Gambat 6.8 Rangkaiam Penguat JFET Dengan Catu Hambatan RG

Tegangan pada gate-source:

VGS = VG – VS = 0 – ID RS = - ID RS (persamaan garis panjar)

c. Pemberian catu dengan pembagi tegangan

VDD
Gate pada reverse bias agar IG = 0.
RD
RG1 C2
Tegangan pada gate (VG):
C1
RG1 RG2 RG2
RG  VG  VDD
Vo RG1  RG2 RG1  RG2
Vi RG2
RS
VGS = VG – VS = VG – ID RD

Gambat 6.9 Rangkaiam Penguat JFET Dengan Catu Pembagi Tegangan

94
d. Rangkaian setara FET

rd hambatan output, rd = 1/yos, yos


g d

konduktansi keluaran isyarat kecil,


rd
Vgs
gmVgs biasanya nilainya cukup kecil, sehingga
s

g d sering dianggap terbuka, rd = ~, sehingga

rangkaian menjadi:
Vgs
gmVgs
s

Gambat 6.10 Rangkaian Setara FET

Untuk membuat rangkaian setara:

Sumber tegangan/baterei dianggap hubung singkat.

Pada frekuensi tengah kapasitor (C) dianggap hubung singkat.

VDD
g d
RD
RG1 C2
rd
C1
Vgs
gmVgs
s
Vi RG RD Vo
Vo
Vi RG2 RS dibaypass
RS CS

Ri = RG; Ro = rd//RD

Vi = VGS; Vo = -Id rd//RD = - gm rd//RD VGS.

AV = Vo/Vi = - gm rd//RD

VDD

RD g d
RG1 C2

C1 Vgs
gmVgs
s
Vi RG RD Vo
Vo
Vi RG2
RS
RS

95
Apabila rd tidak diperhatikan maka,

Vo = - gm VGSRD

Vgs = Vg – Vs = Vi - gmVGSRS

Vo gmRD
AV  -
Vi 1  gmR S
RD 1
AV  - , rm 
rm  R S gm

Apabila rd diperhatikan maka,


g d

rd
Vgs
gmVgs
s
Vi RG RD Vo

RS

RD
Vo  - gmrd Vgs ,
rd  R S  RD
Vgs  Vi - VS

gmrd Vi - VS ,
RD
Vo  -
rd  R S  RD

Vo
VS  IdR S  - RS
RD

RD  V 
Vo  - gmrd  Vi  o R S ,
rd  R S  R D  RD 

Vo gmRD 1
AV  - , jika rm  maka
Vi
1  gmR S 
RD  R S  gm
rd
Vo RD
AV  -
rm  R S  m RD  R S 
Vi r
rd

96
B. MOSFET
MOSFET ( Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) adalah suatu
transistor efek medan dengan gate yang diberi lapisan tipis oksida silikon yang
bersifat isolator. Dengan adanya lapisan oksida silikon ini hambatan masukan
MOSFET menjadi jauh lebih besar dari pada hambatan masukan JFET. Dengan
adanya hambatan masukan yang besar ini MOSFET mempunyai derau yang
rendah. Karena MOSFET dapat berlaku sebagi hambatan dan kapasitor maka
memungkinkan dibuat rangkaian terpadu (Integrated Circuit/IC) yang hanya terdiri
dari MOSFET saja dengan kepadatan yang lebih tinggi. Rangkaian terpadu
(Integrated Circuit/IC) seperti ini disebut LSI (Large Scale Integration).
Ada dua macam MOSFET yaitu MOSFET Diperberat (Enchancement) dan
MOSFET Pengosongan (Depletion).

1. MOSFET Diperberat (Enchancement)


S G D S G D
- + Metal - + + Metal
+++++ Isolator +++++ Isolator
- - - - - - - - - -
+- +- +- +- +- +- +- +- +- +-
-- -- -- -- -- - - - -
n n Semikonduktor n - - -n n Semikonduktor

p p
D D

Landas an Landas an
G G
B B
S S

Gambar 6.7 (a) Susunan MOSFET Diperberat, (b) Simbol MOSFET Diperberat
Kanal-n, (c) Simbol MOSFET Diperberat Kanal-p.

Jika landasan/substrat dan source dibumikan, VDS = 0 kemudian gate dibari


tegangan panjar positif terhadap sumber (VGS > 0) maka akan ada medan listrik
yang menyebabkan terjadinya induksi muatan (seperti pada kapasitor) dan
menghasilkan muatan positif dekat semikonduktor, ditunjukkan pada gambar.
Muatan positif ini akan menolak hole pada landasan jenis-p, dan akan menarik
elektron intrinsik yang berada dalam landasan ke dekat gate. Karena landasan
jenis-p maka elektron bebasnya sangat sedikit maka elektron dekat gate

97
terbesar diperoleh dari source dan drain. Akibatnya daerah substrat dekat gate
yang semula jenis-p membalik membentuk lapisan jenis-n. Lapisan ini
membentuk kanal yang disebut kanal pembalikan (Invertion Channel/kanal
inversi). Dengan adanya kanal ini, bila pada drain-source diberi tagangan positif
akan mengalir arus drain (ID) melalui kanal tersebut. Jika VGS diperbesar maka
lapisan inversinya akan diperbesar/diperberat dan semakin besar arus drain ID
yang mengalir, maka MOSFET ini disebut MOSFET Diperberat
(Enchancement). Jika VGS dijaga tetap pada nilai positif tertentu dan VDS
diperbesar maka arus drain (ID) akan membesar secara linier mengikuti
tegangan drain untuk harga VDS kecil. Untuk VDS besar, menyebabkan selisih
tegangan pada kanal membesar, sehingga tegangan ujung oksida gate dan
drain VDG = (VDS – VGS) membesar (semakin positif). Semakin positifnya
tegangan ini mengurangi kuat medan pada ujung isolator dan drain yang
berakibat semakin berkurangnya lapisan inversi pada ujung isolator dan drain,
lihat gambar. Kanal tersebut dijepit, akibatnya ID membesar jauh lebih lambat
dibanding dengan membesarnya VDS, dan arus menjadi jenuh.
Jika pada gate tidak dibari tegangan (VGS = 0) tidak ada arus drain, berapapun
tegangan VDS, karena tidak ada kanal.
ID(mA)
VGS=6V ID(mA) ID=K(V GS-VT)2
5V
4V
3V

VDS(Volt)
VGS(Volt)
VT
(a) (b)
Gambat 6.8 (a) Kurva Karakteristik Keluaran, (b) Kurva Karakteristik Transfer
MOSFET Diperberat kanal n.

Kurva karakteristik keluaran dan kurva karakteristik transfer MOSFET


diperberat ditunjukkan gambat 6.8. Pada kurva karakteristik keluaran daerah
disebelah kiri garis putus disebut daerah ohmik atau tak jenuh dan daerah
disebelah kanan garis putus disebut daerah arus konstan atau jenuh. Pada
kurva transfer,selama tegangan VGS dibawah tegangan ambang (VT) tidak ada
arus drain (ID), sehingga tidak terdapat arus IDSS pada MOSFET diperberat.

98
Arus IDSS pada VGS  0 dinamakan arus drain tertutup (ID(OFF)). Arus drain ID
mengalir bila lapisan inversi telah terbentuk yaitu V GS melampaui tegangan
ambang VT yang nilainya antara 1V hingga 6V. Hubungan arus drain ID dengan
VGS untuk MOSFET diperberat dapat dinyatakan sebagai berikut.

ID = K (VGS-VT)2

Rangkaian pemberian tegangan pada MOSFET diperberat

VDD

RD

Vo

RG D
G
Vi
S

Arus drain juga dapat diproleh dari turunnya tegangan pada R D yaitu:

VD = VDD – IDRD

Karena arus gate IG = 0, tegangan VGS = VDS sehingga dapat dinyatakan


juga,
ID = K (VDS-VT)2

Dengan VS = 0 maka nilai VDS adalah,

VDS = VD – VS = VDD – IDRD

Contoh,
Jika VDD = 12 V, RG = 10 M, RD = 2k, VT = 3V dan K = 0,3 mA/V2. Hitung ID dan
VDS.
ID = K(VDS – VT)2 = 0,3 .10-3(VDS – 3)2
VDS = VDD – IDRD = 12 - 0,3 .10-3(VDS – 3)2. 2.103 = 12 – 0,6(VDS – 3)2
VDS = 6,1 V dan ID = 2,9 mA

99
2. MOSFET Pengosongan (Depletion)

S G D S G D
- + Metal - + - + Metal
Isolator - - - - - Isolator
+++++
- - - - -
-- -- -- -- -- +
- +
- +- +
- +
-
n - - -n - - n Semikonduktor n - - -n - - n Semikonduktor

p p

D D

Landasan Landasan
G B G B
S S

Gambar 6.9 (a) Susunan MOSFET Pengosongan, (b) Simbol MOSFET


Pengosongan Kanal-n, (c) Simbol MOSFET Pengosongan Kanal-p.

Perbedaan antara MOSFET Pengosongan dan MOSFET Diperberat adalah


adanya kanal sejenis dengan drain dan source yang sengaja dibentuk saat
pembuatannya, seperti gambar, tanda minus pada kanal menunjukkan adanya
muatan bebas pada kanal. Untuk VDS positif, arus drain IDSS mengalir pada
tegangan gate-source nol (VGS = 0). Kalau pada gate diberi tegangan negatif
dalam kanal akan terinduksi muatan positif melalui isolator S iO2 dari kapasitor
gate. Muatan induksi ini menyebabkan muatan bebas dalam kanal berkurang
karena terjadi rekombinasi antara muatan induksi (muatan positif) dengan
muatan bebas dalam kanal (elektron bebas) atau terjadi pengosongan, lihat
gambar. Akibat pengosongan ini kanal kurang menghantar dan arus drain
berkurang, arus drain akan berkurang terus bila VGS semakin negatif. Oleh
karena itu MOSFET jenis ini disebut MOSFET Pengosongan (Depletion).

ID(mA)
+3V ID(mA)
Diperberat
+2V ID=IDSS(1-VGS/V p)2 IDss
VGS = 0 V
-2V Pengosongan Diperberat
-3V Pe ngos ongan
VDS(Volt) VGS
VGS(OFF)
0
(a) (b)
Gambat 6.10 (a) Kurva Karakteristik Keluaran, (b) Kurva Karakteristik Transfer
MOSFET Pengosongan kanal n.

100
MOSFET Pengosongan dapat juga bekerja dalam mode MOSFET Diperberat,
untuk ini hanya diperlukan pemberian tegangan gate positif, sehingga muatan-
muatan negatif diinduksikan ke dalam kanal. Dengan cara ini hantaran dalam
kanal naik dan arus drain membesar melampaui I DSS. Karakteristik Keluaran
dan Karakteristik Transfer ditunjukkan pada gambar 6.10.

VDD= +20V

RD 1k5
Vo
D
IDSS = 8mA
G
Vi Vp =- 4V

S
100M RG

101
LKS Transistor Efek Medan (FET)

1. Bagaimana susunan dan simbol JFET? JFET mempunyai tiga elektroda


sebutkan! jelaskan masing-masing fungsinya!
2. Ada berapa tipe/jenis Transistor Efek Medan (FET)!
3. JFET sebagai penguat bagaimana jalannya arus dan tegangannnya?
4. Secara umum sebutkan minimal 5 buah penggunaan JFET?
5. Bagaimana menentukan keadaan JFET?
6. Apakah perbedaan dan persamaan transistor biasa dengan JFET?
7. Dalam hubungannya dengan catu yang diberikan, agar JFET dapat berfungsi
sebagai penguat bagaimanakah polaritasnya?
8. Berdasarkan karateristik masukannya bagaimanakah impedansi masukan
JFET?
9. Berdasarkan karateristik keluarannya, Apakah pengaruh V GS terhadap ID dan
VDS?
10. Apa yang dimaksud arus drain source saturation I DSS dan tegangan penjepitan
Vp?
11. Apa yang dimaksut karakteristik alih? bagaimana bentuk fungsinya?
12. Apa yang dimaksud Transkonduktansi? bagaimana bentuk fungsinya?
13. Bagaimana rangkaian JFET sebagai penguat dengan memasang catu gate
tetap?
14. Bagaimana besar IG, VGS, ID dan VD rangkaian no. 6.7?
15. Bagaimana rangkaian JFET sebagai penguat dengan memasang R G pada
sumber tunggal VDD untuk catu gate?
16. Bagaimana besar IG, VG, VS, VGS, ID dan VD rangkaian no. 6.8?
17. Bagaimana menentukan VGS dan ID pada titik kerja?
18. Bagaimana rangkaian JFET sebagai penguat dengan memasang R pembagi
tegangan pada sumber tunggal VDD untuk catu gate?
19. Bagaimana besar IG, VG, VS, VGS, ID dan VD rangkaian no. 6.9?
20. Bagaimana menentukan VGS dan ID pada titik kerja?
21. Bagaimana bentuk rangkaian setara JFET?
22. Tentukanlah impedansi masukan, impedansi keluaran dan penguatan
tegangan JFET dari ketiga rangkaian tersebut!

102
gayuhh@yahoo.co.id
Soal-Soal BabVI

6. Tentukan nilai arus drain ID,


1. Tentukan nilai arus drain ID dan tegangan gate-source VGS, tegangan
tegangan drain-source VDS rangkaian drain VD, tegangan source VS dan
catu tetap berikut ini. tegangan drain-source VDS
+12V
rangkaian berikut ini.
I DSS = 12 mA 1k2 +15V
Vp = - 4V
820 I DSS = 8 mA
Vp = - 6V
D 100M
G
D
1M S G
Vi S Vo
1.5V
Vi 51M
750
10F
2. Tentukan nilai tegangan gate-source
VGS, arus drain ID dan tegangan 7. Tentukan nilai arus drain ID,
drain-source VDS rangkaian catu tetap tegangan gate-source VGS, tegangan
berikut ini drain VD, tegangan source VS dan
+24V
tegangan drain-source VDS
I DSS = 10 mA
Vp = - 4V
6k2
rangkaian berikut ini.
D +20V
G I DSS = 9 mA
Vo Vp = - 3 V 1k8
S D
Vi 1M
1k5 G

3. Tentukan nilai RD rangkaian soal no. 1k5

2, untuk memberikan catu dc antara -10V

I DSS I 8. Tentukan nilai arus drain ID,


dan DSS .
2 4 tegangan gate-source VGS, tegangan
4. Tenrukan nilai ID dan VDS untuk drain VD, tegangan source VS dan
rangkaian berikut, menggunakan tegangan drain-source VDS
kurva transfer disampingnya. rangkaian berikut ini.
-22V
+16V
I(mA) I DSS = 7,5mA 2k7
Vp = + 3,5V
2k2
10
D
G
8
D Vo
G 6 S
Vi 1M
Vo 360
S 4
Vi 1M8
2
560 9. Tentukan nilai arus drain ID,
VGS(V)
-5 -4 -3 -2 -1 tegangan gate-source VGS, tegangan
5. Tentukan nilai arus drain ID, tegangan drain VD, tegangan source VS dan
gate-source VGS, tegangan drain VD, tegangan drain-source VDS
tegangan source VS dan tegangan rangkaian berikut ini.
drain-source VDS rangkaian berikut I DSS = 10 mA +9V
ini. +16V Vp = - 4V
2k4 I DSS = 8 mA D
0,01 F G
Vp = - 4V
2M1
S 0,01 F
D
G Vi 2M2
1k8 Vo
S Vo
Vi 270k
1k5
20F

103
10. Rancang penguat menggunakan
JFET seperti rangkaian soal no.2.
Jika dari lembaran data diperoleh
VDD = 20V, IGSS = -100 nA, IDSS = 12 -30V

mA dan Vp = -4V. 2k7 I DSS = 10 mA


Vp = + 6 V
27M

11. Rancang penguat menggunakan G


D

JFET seperti rangkaian soal no.2. Vo


S
Jika dari lembaran data diperoleh Vi 10M
1k3
VDD = 22V, mengalir ID = 5 mA, IGSS
= -200 nA, IDSS = 6 mA dan Vp = -
2,5V. 16. Perhatikanlah rangkaian berikut,
jika yos = 0,05 m Moh, hitung
12. Hirung penguatan, impedansi penguatan tegangan, impedansi
masukan dan impedansi keluaran input dan output!
rangkaian berikut, VDD= +18V
+16V
RD 1k8
RG1 110M Vo
3k9
I DSS = 6 mA
Vp = -3 V
D
IDSS = 6mA
G Vi Vp =- 3V
S Vo
RG2 10M
Vi 510k RS 300
1k6
10 F

13. Hirung penguatan, impedansi 17. Perhatikanlah rangkaian berikut,


masukan dan impedansi keluaran hitung ID dan VD!
rangkaian berikut, VDD=25V

+15V RD 2k
820 I DSS = 10 mA
Vp = - 2V
100M Vo
D RG
G 10M
S Vo
Vi 51M Vi
750
10F VT= 5V
K= 0,3 mA/V2

14. Hirung penguatan, impedansi


masukan dan impedansi keluaran 18. Perhatikanlah rangkaian berikut,
rangkaian berikut, jika vi = 40 mV, hitung Vo!
VDD= +16V
+18V
RD 1k5
I DSS = 10 mA 1k5
Vp = -3 V Vo

D
G IDSS= 16mA
Vi gmo = 4mmhoV
S
Vi 1M
300 RG 1M
RS 100

120 50
15. Hirung penguatan, impedansi
masukan dan impedansi keluaran
rangkaian berikut,

104
PENGUAT GANDENGAN RC

A. Penguat gandengan RC satu tahap.


Berikut ini adalah salah satu contoh penguat gandengan RC satu tahap emitor
ditanahkan (Common Emitter/CE),

VCC

RC
RB1 CjC C2

C1
Q
RL vo
vi RB2
Ced
RE CE

Gambar 1.1 Rangkaian Penguat Gandengan RC Satu Tahap.

Kapasitor C1 berfungsi sebagai penggandeng (coupling) isyarat dengan


penguat di depannya, kapasitor C2 berfungsi sebagai penggandeng isyarat
dengan penguat di dibelakangnya (beban). Kapasitor C1 dan C2 sekaligus
berfungsi sebagai penghalang (blocking) arus dc dari dan ke penguat, sehingga
catu dc penguat tidak berubah. Kapasitor CE berfungsi sebagai kapasitor
pelalu/pintas (bypass/bebas hambatan) artinya dengan dipasang kapasitor bypass
hambatan pada emitor dianggap hubung pendek/hilang.
Kapasitor CjC adalah kapasitor sambungan basis-kolektor, karena daerah
pengosongan akibat catu balik yang dipasang pada sambungan tersebut.
Kapasitor Ced adalah kapasitor sambungan basis-emitor. Kapasitor Ced = Cje + Cd
dimana kapasitor Cje adalah kapasitor sambungan basis-emitor, karena catu maju
yang dipasang pada sambungan tersebut. Karena catu maju tersebut daerah
pengosongannya lebih sempit sehingga Cje lebih besar dari pada Cjc. Kapasitor Cd
adalah kapasitor difusi karena muatan tersimpan dalam basis. Muatan tersimpan
ini karena basis dalam tegangan maju terhadap emitor, sehingga terdapat banyak
muatan tersimpan dalam basis yang sebagian akan bergerak menuju ke kolektor.
Akibat perbedaan konsentrasi, muatan tersimpan ini menarik muatan dari catu

105
basis sehingga dalam basis terdapat dua muatan berbeda dan terbentuk
kapasitansi.
Berdasarkan isyarat masukan yang diberikan C1, C2 dan CE membentuk
kapasitor-kapasitor seri sedangkan Cjc dan Ced membentuk kapasitor-kapasitor
paralel.
Secara umum tanggapan amplitudo gambar 1.1 dapat digambarkan seperti
pada gambar 1.2.
G(w)(dB)

Kv
Kv-3

Log f (Hz)
fB fA

Gambar 1.2 Tanggapan Amplitudo Gambar 1.1 Secara Umum

Untuk menggambar tanggapan amplitudo dapat dengan pendekatan Bode


dengan menggambarkan bagan Bode nya terlebih dulu. Tanggapan amplitudo
penguat gambar 1.2, tampak seperti suatu tapis lolos pita. Frekuensi fB disebut
frekuensi potong bawah, dan fA disebut frekuensi potong atas.
Daerah frekuensi di bawah fB disebut daerah frekuensi rendah, sedang antara fB
dan fA tanggapan amplitudo tak berubah dengan frekuensi, daerah frekuensi ini
disebut daerah frekuensi tengah. Daerah frekuensi di atas fA disebut daerah
frekuensi tinggi.

a. Pada daerah frekuensi tengah


Pada daerah frekuensi tengah kapasitor C1, C2, dan CE dianggap tidak
berpengaruh, karena merupakan kapasitor-kapasitor yang terhubung seri dengan
isyarat dan mempunyai rektansi 1/ωC cukup kecil sehingga dianggap terhubung
singkat. Kapasitor Cje dan Cjc juga dianggap tidak berpengaruh, karena
merupakan kapasitor-kapasitor yang terhubung paralel dengan isyarat dan
mempunyai nilai amat kecil sehingga menghasilkan reaktansi amat tinggi dan
dapat dianggap terbuka. Akibatnya rangkaian gambar 1.1 menjadi,

106
VCC
RC
b C
RB1
ib

Q
RL
vo Vi RB hie 1/hoe RC RL Vo
vi
RB2 ib
e

Gambar 1.3 (a) Rangkaian Penguat Pada Frekuensi Tengah.


1.3 (b) Rangkaian Setara Rangkaian Penguat.

Fungsi alih penguat pada frekuensi tengah adalah,


v o (ω ) (1/ hoe // R c // R L )
G( ω ) = =
v i (ω ) hie
Pada daerah frekuensi tengah tidak ada komponen reaktif, sehingga tanggapan
amplitudo menjadi tidak tergantung pada frekuensi (datar). Tampak bahwa pada
frekuensi tengah G(ω) tidak terpengaruh oleh perubahan frekuensi.

b. Pada daerah frekuensi rendah


Pada daerah frekuensi rendah penguat berlaku sebagai tapis lolos tinggi
dengan f1 adalah kutub daripada fungsi alih G V (ω ) . Kapasitor C1, C2, dan CE

merupakan kapasitor-kapasitor yang terhubung seri pada isyarat masukan dan


mempunyai reaktansi 1/ωC cukup besar sehingga tidak dapat dianggap terhubung
singkat dan harus diperhitungkan dalam menentukan frekuensi kutup f1.
Kapasitor Ce dan Cjc merupakan kapasitor-kapasitor yang terhubung paralel
dengan isyarat masukan dan mempunyai nilai amat kecil sehingga menghasilkan
reaktansi amat tinggi dan dapat dianggap terbuka maka Ce dan Cjc dapat
dianggap tidak berpengaruh pada frekuensi rendah. Akibatnya rangkaian gambar
1.1 menjadi,
VCC = 12V
RC
RB1 C2

C1
Q

RL vo
vi RB2
CE
RE

Gambar 1.4 Rangkaian Penguat Pada Frekuensi Rendah.

107
1. Pengaruh kapasitor penggandeng C1 dan C2 pada tanggapan amplitudo
Untuk menganalisa besar f1 pengaruh C1, C2 dan CE dipisahkan, untuk
menentukan pengaruh C1 dan C2, kapasitor pintas CE dianggap hubung singkat,
sedangkan Cjc dan Ced dianggap terbuka, sehingga rangkaian gambar 1.1
menjadi, V CC
RC
RB1 C2
C1 C2
C1
Q ib

RL vo
vi RB2 vi RB hie ib 1/hoe RC RL vo

(a) (b)
Gambar 1.5 (a) Pengaruh C1 dan C2 pada Rangkaian Penguat.
1.5 (b) Rangkaian Setara Rangkaian Penguat.

Tegangan pada basis vi’ dapat ditentukan sebagai berikut,


R B1R B 2
R B = R B1 // R B 2 =
R B1 + R B 2

R B // hie C R // h jω + ω z1
v 'i ( ω ) = v i (ω ) = 1 B ie v i (ω )
1/ jω C1 + R B // hie C1R B // hie jω + ω p1

jω + ω z1
= v i (ω )
jω + ω p1
1
Dengan ω z1 = 0 dan ω p1 =
(R B // hie )C1
v 'i ( ω ) 1 jω + ω z1
ib = = v i (ω )
hie hie (
jω + ω p1 )

Tegangan keluaran vo penguat gambar 1.4 adalah,


C2
1/hoe //RC C2

ib 1/hoe RC RL vo
vo
ib(1/hoe //RC) RL

(a) (b)
Gambar 1.6 (a) Rangkaian Setara Bagian Output Penguat.
1.6 (b) Bentuk Thevenin Bagian Output Penguat.

108
RL
v o (? ) = ßib (1/ hoe // R L )
1/ hoe // R L + 1/ j?¿C2 + R L
j?+C 2R L
= ßï(1/ hoe // R c ) ib
j?¤C 2 (
(1/ hoe // R c ) + R L )+ 1
ß(1/ hoe // R c )R L j? + ? z1 j? + ? z 2
= v i (?Ó
)
hie (
(1/ hoe // R c ) + R L )j?ˆ + ?ˆp1 j?ˆ + ?ˆp 2
(1/ hoe // R c // R L ) j?é+ ?éz1 j?é+ ?éz2
ßë
= v i (?-)
hie j?b+ ?bp1 j?b+ ?bp 2

1
Dengan ω z 2 = 0 dan ω p 2 =
((1/ hoe // R c ) + RL )C2
Fungsi alih penguat akibat pengaruh C1 dan C2 adalah,
v o (ω )
G( ω ) =
v i (ω )

(1/ hoe // R c // R L ) jω + ω z1 jω + ω z2
=
hie jω + ω p1 jω + ω p 2

jω + ω z1 jω + ω z2
G( ω ) = A v
jω + ω p1 jω + ω p 2

(1/ hoe // R c // R L )
Dengan A v =
hie

Akibat pengaruh C1 dan C2 menghasilkan kutup ω p1, ω p2 dan dua nol (nol orde
dua) ω z1= ω z2 = 0 atau pada ω = 0. Dapat dimisalkan bahwa ω p2> ω p1, sehingga
bagan Bode dan tanggapan amplitudo pengaruh C1 dan C2 dapat digambarkan
sebagai berikut,

G(w)(dB)

Av
Tanggapan
Amplitudo
20dB/dek

40dB/dek

ω (log)
ω p1 ω p2

Gambar 1.7 Tanggapan Amplitudo Pengaruh C1 Dan C2.


109
2. Pengaruh kapasitor pintas CE pada tanggapan amplitudo
Untuk menganalisa besar f1 pengaruh CE dipisahkan, kapasitor C1 dan C2
dianggap hubung singkat, sehingga rangkaian gambar 1.1 menjadi,
VCC
RC
RB1 ib

hie 1/h oe
Q
ib
RL
vo
Vi RB RC RL Vo
vi RB2
CE RE CE
RE

(a) (b)
Gambar 1.8 (a) Pengaruh CE pada Rangkaian Penguat.
1.8 (b) Rangkaian Setara Rangkaian Penguat.

Pada RE//XCE mengalir arus ib + ib atau (1+ )ib, dengan kata lain menurut ib
hambatan pada emitor besarnya menjadi ( +1)(RC//XCE). Oleh karena itu
tegangan input (vi) dapat dinyatakan sebagai berikut,
v i = hieib + (R E // X CE )(1 + )ib = ib (
hie + (R E // X CE )(1 + ))

R E (1/ jω CE ) jω CE RE
(R E // X CE ) = =
R E + (1/ jω CE ) jω CE jω CER E + 1

vi  jω CER E + 1 jω CER E + 1
ib = 
 jω C R + 1  = jω C R h + h + (1 + )R v i
RE  
hie + (1 + ) E E E E ie ie E
jω CER E + 1

CER E jω + ω z3 1 jω + ω z3
ib = vi = vi
CER Ehie jω + ω p3 hie jω + ω p3
1
ω z3 =
R E CE
h + (1 + )R E 1 1
ω p3 = ie = =
CER Ehie CER Eh (1 + )R Eh CE
hie + (1 + )R E hie + (1 + )R E (1 + )

1
ω p3 =
(hie //(1 +
)R E ) E
C
(1 + )
Tegangan keluaran penguat,
1 jω + ω z1
v o (ω ) = ib (R C // R L ) = (R C // R L ) v i (ω )
hie jω + ω p3

110
Fungsi alih penguat akibat pengaruh CE adalah,
v o (ω ) (R C // R L ) jω + ω z3
G( ω ) = =
v i (ω ) hie jω + ω p3

Dapat dimisalkan bahwa ω p3> ω z, sehingga Bagan Bode dan tanggapan amplitudo
pengaruh CE dapat digambarkan sebagai berikut,
G(w)(dB)
Av
Tanggapan
Amplitudo
20dB/dek

ω (log)
ω Z3 ω p3

Gambar 1.9 Tanggapan Amplitudo Pengaruh CE.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa f1 akan dipengaruhi oleh kapasitor-
kapasitor seri yaitu penggandeng C1, C2, dan kapasitor pintas CE.

c. Pada daerah frekuensi tinggi


Pada daerah frekuensi tinggi, yaitu di atas f2, penguat berlaku sebagai suatu
tapis lolos rendah. Kapasitansi seri seperti C1, C2, dan CE mempunyai rektansi
1/ωC cukup kecil sehingga dapat dianggap terhubung singkat, sedang
kapasitansi-kapasitansi paralel seperti Ced dan Cjc mempunyai reaktansi XC =
1/(ωC) untuk kapasitansi ini mempunyai nilai yang cukup rendah sehingga harus
diperhitungkan peranannya dalam mengurangi arus isyarat yang masuk ke dalam
basis yang akan diperkuat menjadi arus kolektor, sehingga rangkaian gambar 1.1
menjadi,
VCC = 12V
RC
RB1 CjC

RL vo
vi RB2 Ced

Gambar 1.10 Rangkaian Penguat Pada Frekuensi Tinggi.

111
1. Rangkaian setara hibrit-π
Untuk menganalisis rangkaian pada frekuensi tinggi rangkaian setara
parameter-h tidak digunakan, karena kapasitor Cjc dan Ced menghubungkan
emitor dan kolektor dengan bagian tengah basis. Pada frekuensi tinggi
menggunakan rangkaian setara hibrit-π, rangkaian setara ini diturunkan dari
rangkaian setara-T. Berikut ini rangkaian setara-T, untuk penguat emitor
ditanahkan,
ib

rb rb Cjc
b' b'
b c b c
ib rc(1+α) ib

re Cjc rπ Ced ro

Ced gmVb'e

e e

(a) (b)
Gambar 1.11(a) Rangkaian Setara-T Penguat CE Pada Frekuansi Tinggi.
1.11(b) Rangkaian Setara Hibrit-π Penguat CE Pada Frekuansi Tinggi.
Pada gambar tampak bawa Cjc dan Ced terkoneksi di b’ (tengah basis), pada
gambar 1.11(a) di re mengalir arus ib + ib atau ib(1 + ) sehingga apabila arus
yang mengalir dianggap ib saja maka hambatan antara b’e harus dianggap
mempunyai nilai (1 + )re. Gambar 1.11(b) Rangkaian setara hibrit-π penguat agar
pembahasan lebih mudah dan biasa dilakukan. Dimana, gmvb’e = ib, pada
frekuensi tengah, vb’e = ib(1+ )re, sehingga diperoleh,
1
gm = , jika >> 1 maka
(1 + )re
1
gm ≅
re
dan

rπ = (
1+ )re = .
gm
Nilai rb dapat di tentukan dari,
hie = rb + rπ, sedangkan hie dapat ditentukan dari pengukuran pada lengkung
karakteristik masukan.

112
2. Frekuensi potong- dan frekuensi transisi.
Dapat ditunjukkan bahwa pada frekuensi tinggi penguatan arus tidak
konstan, frekuensi dimana mulai berkurang dengan sudut kemiringan – 20
dB/dek pada bagan bode disebut frekuensi potong- (ω ). Sedangkan frekuensi
pada bgan bode dimana = 0 dB atau = 1disebut frekuensi transisi (f ). Pada
lembar data transistor hanya memberi tahukan nilai Cjc sedangkan nilai Ced tidak,
karena Ced nilainya tergantung setelan dc nya. Untuk menentukan Ced dapat
diperoleh dari hubungan frekuensi potong- dan frekuensi transisi.
Untuk menentukan frekuensi potong- dan frekuensi transisi, keluaran
rangkaian setara hibrit-π dihubung singkatkan sehingga rangkaian menjadi,
rb Cjc rb
b' b'
b c b c
ib ib

rπ Ced atau rπ
Ced Cjc
gmVb'e gmVb'e
e e

Gambar 1.12 Rangkaian Setara hibrit-π Keluaran Dihubung Singkat.

Dari rangkaian tersebut diperoleh,


  1  
 rπ   

 1 

 
 jω (
C + C )  
jc  rπ 
v b'e = ib rπ = ib  = ib  
ed
 jω ( 
 C + C )
jc   
 1 
 
 jω (
C + C )r
jc π + 1 

+
ed ed
 π  jω (
 Ced + C jc )
r 
 
1  1 
v b ' e (ω ) =  i (ω )
(Ced + C jc )jω + ω  b
arus keluaran,
io (ω ) = gm v b'e (ω )

gm  1 
=  ib (ω )
(Ced + C jc ) jω + ω 

Fungsi terhadap frekuensi adalah,

113
i o (ω ) gm  1 
(ω ) = =  
ib (ω ) ( C ed + C jc )
 jω + ω


 ω 
(ω ) =  
o  jω + ω 
 

Dengan o adalah penguatan arus pada frekuensi rendah/tengah, rπ = o


dan
gm
1 gm
ω = =
rπ (
Ced + C jc ) o(
C ed + C jc )

Dari persamaan di atas diperoleh,

(ω )(dB) = 20 log o (
ω − 20 log ω 2 + ω 2 )
1/ 2

Jika pada frekuensi tinggi, ω >> ω diperoleh,


(ω )(dB) = 20 log o ω − 20 log ω

Karena nilai o da ω konstan maka dapat ditunjukkan persamaan ini merupakan


persamaan garis lurus dengan sudut kemiringan –20 dB/dek.
Jika ω = ω maka (ω ) = 0 dB, sehingga
0 = 20 log οω – 20 log ω atau ω = οω ,
jadi,
gm gm
ω = atau f =
(Ced + C jc ) 2π (
C ed + C jc )

3. Frekuensi potong atas (f1)


Untuk menentukan frekuensi potong atas penguat gambar 1.1 menggunakan
rangkaian setara hibrit-π yang diberi beban RL sebagai berikut,

rb Cjc
b' c
b
ib ijc

vi rπ Ced ro RC RL vo
gmVb'e
e

Gambar 1.13 Rangkaian Penguat Gambar 1.1 Dalam Rangkaian Setara Hibrit-π.

113
Efek Miller
i jc = (
v b 'e − v o )
ω C jc

v o = −gm v b'e (ro // R L // R C )

(ro // R L // R C )
= −v b'e
re

(ro // R L // R C )
= −v b'e
hie

= −v b'e A v
i jc = v b 'e (
1 + A V )ω C jc = v b'e ω (
1+ A V )
C jc

i jc = v b 'e ω C ef

Dengan Cef = (1 + Av) Cjc adalah kapasitor efektif jika kapasitor Cjc yang terpasang
antara masukan dan keluaran bila dipandang dari masukan terhadap tanah.
Dari persamaan di atas,
vo 1
v b 'e = − =− v o sehingga,
Av Av

 1   1 
i jc = v o 1
 A+ 
ω C jc = v b'e ω1
 A+ 
C jc = v o ω C' ef
 V   V 

 1 
Dengan C' ef = 
1 + A  C jc adalah kapasitor efektif jika kapasitor Cjc yang
 V 

terpasang antara masukan dan keluaran bila dipandang dari keluaran terhadap
tanah. Nilai Cef dan C’ef dapat dibuat umum dikenal dengan efek Miller, sehingga
rangkaian setara menjadi,
rb
b b' c

ib

vi rπ ro RC RL vo
Ced Cef C'ef
gmVb'e
e
rb
b b' c

ib
vi RB rπ ro RC RL vo
Cp C'ef
gmVb'e
e

Gambar 1.14 Rangkaian Setara Penguat Akibat Efek Miller.

114
Dengan Cp = C ed // C ef = C ed + C ef

Rangkaian setara tersebut dapat diubah menjadi,

b r`b b' r`o

v'i ∼ vo
gmVb'er`o C'ef
Cp

Gambar 1.15 Rangkaian Setara Penguat Pada Frekuensi Tinggi.

rπ rr
Dengan v'i = v i , r `b = rb // rπ = b π dan r' o = ro // R C // R L
rb + rπ rb + rπ

1/ jω C e jω C e 1 ω p4
v b 'e = v 'i = v 'i = v 'i
r `b +1/ jω C e jω C e jω C er `b +1 jω + ω p 4

1
dengan ω p 4 =
r `b Cp

Selanjutnya,
1 / jω C' ef jω C'ef 1
vo = gm v b'er 'o = gm v b 'er ' o
r 'o +1/ jω C'ef jω C'ef jω r ' o C' ef +1

ω p5
vo = gm v b'er 'o
jω + ω p5

1
dengan ω p 5 =
r 'o C'ef

ω p4 ω p5
v o = g mr 'o v 'i
jω + ω p 4 jω + ω p 5

g m r ' o rπ ω p4 ω p5
= vi
rb + r π jω + ω p 4 jω + ω p 5

v o (ω ) gmr ' o rπ ω p 4 ω p5 1 1
G( ω ) = =
v i (ω ) rb + rπ jω + ω p 4 jω + ω p5

v o (ω ) 1 1
G( ω ) = = AV
v i (ω ) jω + ω p 4 jω + ω p5

Dengan,

115
gmr'o rπω p 4 ω p5
AV =
rb + rπ

Apabila pada frekuensi tinggi didapatkan frekuensi kutup lebih dari satu mana titik
potong atas (f2) ditentukan oleh frekuensi kutup yang nilainya terkecil. Dapat
diperoleh bahwa ω p4 < ω p5 maka titik potong atas ditentukan oleh ωp4, sehingga
bagan Bode dan tanggapan amplitudo penguat pada frrekuensi tinggi dapat
digambarkan sebagai berikut,

G(ω )(dB)

Av

ω (log)(rad/s)
ωp4

Gambar 1.16 Tanggapan Amplitudo Pada Frekuensi Tinggi.

116
2. Penguat Dua tahap gandengan RC

VCC
RC1 RC1
C2 C3
RB11 RB21
C1
Q1 Q2

RL vo
vi RB12 RB22
RE1 CE1 RE2 CE2

a. Pada frekuensi tengah

ib1 i b2
hie1 1/hoe1 hie2 1/hoe2
ib1 ib2 Vo
Vi RB1 RC1 RB2 RC2 RL

R B11R B12 R R
R B1 = R B11 // R B12 = , R B 2 = RB 21 // RB 22 = B 21 B 22
R B11 + R B12 RB 21 + R B 22

 1 
Zi = RB1 // hie1, Z o = 
h // R C2 

 oe2 
AV = AV1 . AV2
hfe1 R L1 1
A V1 = , R L1 = ( //R C1 // R B 2 // hie 2 )
hie1 hoe1

 1 
hfe1 
h //R C1 // R B 2 // hie 2 

A V1 =  oe1 
hie1

hfe2 R L 2 1
A V2 = , R L2 = ( //R C2 //RL )
hie 2 hoe2

 1 
hfe2 
h //R C2 //RL 

A V2 =  oe2 
hie2

117
b. Pada frekuensi rendah
Pada frekuensi rendah penguat bertindak sebagai tapis lolos tinggi,
perhatikanlah rangkaian berikut ini,

G(ω )(dB)
ωp C
0 ω (log)(rad/s)

-10
Vi R Vo
-20

1
Frekuensi potong: f1 =
2πRC
Tegangan keluaran,
R 1 1 1
vo = vi = vi = vi = vi
1 1 1 1 f
R+ 1− j 1− j 1− j 1
jω C ω RC f 2πRC f
Penguatan tegangan (Av) dari penguat tunggal pada frekuensi rendah
diperoleh,
vo 1 1
A vL = = atau A vL =
vi f1 2
1− j f 
f 1+  1 
f 
1
Pada f = f1, A vL = ⇒ - 3 dB
2
Penguat bertahap banyak,
AvL = Av1L Av2L Av3L . . . AvnL
Untuk penguat bertahap banyak identik diperoleh,
Av1L = Av2L = Av3L = AvnL
AvL = (AvnL)n
n
A vL A vnL  1 A vL 1
= 
 = , atau =
A vM 
 A vM   fn 
n
A vM  2 
n

  f1  
1 + f '  
1+ 
 n   f ' 
 
  1 
 

118
1
Jika besarnya diambil maka diperoleh,
2
n n
 2   1/ 2

  f1  
2
1 1   f1    
= ⇒  1+ 
f ' 
  = 2 ⇒  
1 + f '    = 2 ⇒
 1 
n
 2  2    1   
  f1      
 1+ 
f ' 
 
  1 
 
1/ 2
 n
 
n
  f1     f1  
2 2 2
    f1 
1 + 
f '  = 2,⇒ 1 +    = 2 ⇒ 1+ 
f '  f ' 
 =2
1/ n
 

  1    
  1    1
 
Sehingga diperoleh,
f1
f '1 =
2 1/ n
−1
Dengan f’1 adalah titik potong bawah penguat bertahap banyak, f1 titik potong
bawah penguat tiap tahap dan n banyaknya tahap.

c. Pada frekuensi tinggi


Pada frekuensi rendah penguat bertindak sebagai tapis lolos rendah,
perhatikanlah rangkaian berikut ini,
G(ω )(dB)
ωp
R
ω (log)(Hz)
-3

vi C vo -10
-20 dB/dek
-20

1
Frekuensi potong: f2 =
2πRC
Tegangan keluaran,

1
jω C jω C 1 1 1
vo = vi = vi = vi = v
1 jω C jω RC + 1 1 f i
R+ jf +1 1+ j
jω C 1/(2πRC) f2

119
Penguatan tegangan (Av) dari penguat tunggal pada frekuensi tinggi
diperoleh,
vo 1 1
A vH = = atau A vH =
vi f 2
1+ j f 
f2 1+ 
f 

2
Dengan uraian yang sama dengan titik potong bawah, dapat diperoleh,

f '2 = f2 21 / n − 1
Dengan f’2 adalah titik potong atas penguat bertahap banyak, f2 titik potong
atas penguat tiap tahap dan n banyaknya tahap.

120
Penguat Gandengan dc

Pada penguat gandengan RC antara tahap yang satu dengan tahap yang
lainnya digandeng dengan kapasitor, yang disebut kapasitor penggandeng
(coupling). Sedangkan pada penguat gandengan dc antara tahap yang satu
dengan tahap yang lainnya digandeng lansung.
Kelebihan penguat gandengan RC adalah: a, catu/setelan dc antar tahap
tidak saling mempengaruhi, b. apabila terjadi kerusakan, tidak berpengaruh
pada antar tahap sehingga trouble shooting lebih sederhana, c. analisis
rangkaian lebih sederhana karena dapat di analisis per tahap secara terpisah.
Kelemahan penguat gandengan RC adalah: a. lebih banyak menggunakan
komponen sehingga rangkaian menjadi panjang dan lebih rumit, tidak ringkas.
b. kurang ekonomis. c. hanya menguatkan isyarat ac.
Kelebihan penguat gandengan DC adalah: a. tidak banyak menggunakan
komponen sehingga rangkaian menjadi sederhana dan ringkas b. titik operasi
lebih mantap dan lebih ekonomis. c. dapat menguatkan isyarat ac maupun dc.
Kelemahan penguat gandengan DC adalah: a, catu/setelan dc antar tahap
saling mempengaruhi, b. apabila terjadi kerusakan, berpengaruh pada antar
tahap sehingga trouble shooting lebih rumit, c. analisis rangkaian lebih rumit
karena tidak dapat di analisis per tahap.
Penguat gandengan dc digunakan sebagai penguat isyarat ac maupun dc,
contohnya penguat gandengan dc biasa, penguat sambungan npn-pnp atau
pnp-npn, penguat darlington, penguat diferensial dan penguat kaskoda.

1. Penguat Dua tahap Gandengan dc Biasa


Ciri dari penguat ini adalah kolektor transistor pertama disambungkan
lansung dengan basis transistor kedua/berikutnya.
Dari gambar dibawah ini diperoleh,
R B1. R B 2
R B = R B1 // R B 2 =
R B1 + R B 2

RB2
VB1 = VCC
R B1 + R B 2

121
VB1 − VBE
IB1 =
+VCC=20V R B + ( + 1)(RE1 + RE2 )
RC
RB1 2k2 IC1 = IB1
C1 100k
0,1µF I’C1 = (IC1 + IB2)
Q1 Q2
1 = 2 =
C2
RE1 0,1µF
RB2
68
Vi
8k2
RE2 RE3 VO
CE
470
µF 1k

-VCC + (IC1 + IB2)RC + VBE +( + 1)IB2RE3 = 0

Dari uraian ini dapat dihitung hie1 dan hie2


Rangkaian setara parameter-h penguat pada frekuensi tengah adalah:

ib1 ib2
hie1 1/hoe1 hie2
ib1 ib2
RB1 RC1

(1+ )
(1+ )RE1 Vo
(RE3//1/hoe2 )

Z i = R B1 //{hie1 + (1 + ßP
1 )R E1}

 1  hie 2 + R C1 
Zo = R
 E3 h 
 
 (1 + ßz)  
 oe 2   2 
vo
AV =
vi

v o = v o 2 = (R E3 // 1/ hoe 2 )(1 + )ib 2


v o1
ib 2 =
hie 2 + R E // 1/ hoe )(1 + )

  1 hie1     
v o1 = ib1 R c1  + R  hie 2 + R E3 1 ( 1+ )
 h E 3
(1 + )    hoe 2 
  oe1     
vi
ib1 =
hie1 + R E1 (
1+ )

122
 hie1     
v o1 =
vi R  
1
+ R E3  hie 2 + R E3 1 ( )
hie1 + R E1 (
1+ ) hoe1
c1  
(1 + )    h 1 +
  oe 2  

 hie1  
R c1 

1
+ R  
 h E3
( 1 + )  
 oe1 
ib 2 =
vi  
hie 2 + R E // 1/ hoe )(1 + ) hie1 + R E1 (
1+ ) 
 

 h +  R 1 
(1 + )
  ie 2  E3 hoe 2  
   
 hie1  
R c1 

1
+ R  
 h E 3
(1 + )  
(R E 3 // 1 / hoe 2 )(1 + )  oe1 
vo =
vi  
hie 2 + R E // 1/ hoe )(1 + ) hie1 + R E1 (
1 + )  

 h +  R 1 
(1+ ) 
  ie 2  E 3 hoe 2  
    

Pada penguat lebih dari satu tahap dapat terjadi osilasi karena pengaruh
tegangan isyarat pada transistor Q2 terhadap VCC masuk ke dalam rangkaian
Q1, dan karena VCC mempunyai hambatan dalam. Osilasi ini disebut osilasi
perahu motor (motorboating). Osilasi ini dapat diatasi dengan memasang
hambatan (R3) antara Q1 dan Q2 pada VCC yang diseri dengan kapasitor (CD)
dan tanah. Kapasitor CD disebut kapasitor pelepas gandengan, seperti gambar
berikut,

+VCC=20V
CD RC R3
RB1 2k2
100k
0,1µF
Q1 Q2
C1
C2
RE1 0,1µF
RB2
68
Vi
8k2
RE2 RE3 VO
CE
470
µF 1k

123
2. Hubungan Darlington
Ciri dari penguat ini adalah emitor transistor pertama disambungkan lansung
dengan basis transistor kedua/berikutnya.
Penguat darlington digunakan untuk menghsilkan arus yang besar, biasanya
digunakan pada penguat akhir atau penguat daya (Power).

VCC
RC Ic 2 = 2 b2I = 2 ( 1 + 1)Ib1
RB C2
Jika 1 dan 2 >> , maka diperoleh
Q1
C1 Q2 vo Ic 2 = 1 2 b1 I
vi

− VCC + IB1R B + VBE1 + VBE 2 = 0

VCC − ( VBE1 + VBE 2 )


IB1 =
RB

IB 2 = IE1 = ( 1 + 1)IB1, IE 2 = ( 2 + 1)IB 2 = ( 2 + 1)( 1 + 1)IB1

Dari uraian ini dapat dihitung hie1 dan hie2

ib1
hie1 1/hoe1
ib1 ib2
vi RB 1/hoe2 RC vo
ib2
hie2(1+ )

Zi = RB (
hie1 + (1 + )hie 2 )

1
Zo = RC ≈ RC
hoe 2

 1 
v o = ib 2 
R C


 h oe 2 

ib 2 = (
1+ 1 b1)i ,
vi
ib1 =
hie1 +(
1+ 1 )hie2
124
 1 
2 (1 + 1 )RC 

 h oe 2 
vo = vi
hie1 +(
1+ 1)
hie 2

 1 
(1 + 1 )RC 
hoe 2 
2
vo   RC
AV = = = 2 1
, untuk 1/hoe2 >> RC dan >>1
vi h ie1 +(
1+ 1 )hie 2 h ie1 +(
1+ 1 )hie 2
Dengan = 1 2 penguatan arus menjadi amat besar, ini berpengaruh juga
pada ICO yaitu arus penjenuhan sambungan basis-kolektor. Arus penjenuhan ini
peka terhadap perubahan suhu dan dapat memperbesar arus kolektor sehingga
tak terkendali menyebabkan transistor menjadi panas. Untuk menghindari ini
dipasang hambatan stabilitas RE. Jadi pemasangan RE untuk mengurangi ICO
yang menyeberang ke emitor Q1 dan masuk basis Q2. Penaruh RE adalah
sebagai berikut,

VCC
RC ib 2 =
RE
(1 + )i
R E + hie 2
C2 1 b1
RB

vi
Q1
ib1 =
C1 Q2 vo hie1 +(
1+ 1 )(hie2 // RE )
vi (
hie 2 + R E )
vi
RE
ib1 =
hie1 (
hie 2 + R E )+ ( 1+ 1) (hie2RE )
vi (
hie 2 + R E )
ib 2 =
RE
(1 + )
(RE + hie2 ) 1
hie1 (
hie 2 + R E )+ ( 1+ 1) (hie2R E )
=
(1 + 1 )RE v
hie1 (
hie 2 + R E )+ (
1+ 1)
(hie2RE ) i
1   1 
(1 + ßË
1)R EßË 
2 R C


R C



 h oe 2   h oe 2 
vi = ( ) R
vo = 1 + ßm ßm E
v
hie1 ( + R E )+ ( 1)
1 +ßA (hie2RE ) (hie2 + RE )hie1 +(1 +ßA1)
(hie2 // RE ) i
1 2
hie 2

 1 
R C 
 h 
AV =
vo
=(
1+ )2 RE  oe 2 

vi
1
(hie2 + RE )hie1 +(1 + 1 )(hie2 // RE )

125
ib1
hie1 1/hoe1
ib1 ib2
vi RB 1/hoe2 RC vo
ib2
RE hie2(1+ )

126
3. Hubungan npn-pnp dan pnp-npn

VCC

RB
Q2

Q1
C1

Vi
RC Vo

Zit = hie1
IC 2 IC 2 IC 2
IB 2 = = IC1 = ßÈ
1IB1 , IB1 = , IE1 = ( 1+1)IB1, IE1 = (ßÈ
1 + 1) Jika 1>>1
ß}2 ß}1ßi2 ß}1ßi2

ß`1IC 2 IC 2
maka IE1 = =
ßS1ßS2 ßi2
Vcc − VCE 2
IC 2 =
RC

v o io Z o RC
AV = = = ß¼
1ß¼
2
vi ii Z i hie1

VCC VCC

RB RB Q2

Q1 Q1
C1 Q2 C1

Vi Vi
RE Vo
RE Vo

IB 2 =
IE 2
= ß-1IB1 , IB1 =
IE 2 (ß› + 1)IE2 ,
, IE1 = ( 1+1)IB1, IE1 = 1 1>>1 maka
ß•2 +1 ß•1 (
ß•2 +1) ß•1 (
ß•2 + 1)

ßr1IE 2 I
IE1 = = E2
1(
ßXßX 2 + 1) (
ßX2 + 1)

Vcc − VCE 2
IE 2 =
RE

127
4. Penguat Diferensial
Ciri dari penguat ini adalah emitor kedua transistor dihubungkan
menjadi satu, mempunyai dua masukan dan mempunyai dua keluaran,
penguat diferensial ini disebut penguat diferensial masukan berimbang dan
keluaran berimbang, seperti ditunjukkan gambar 2.5a.
Vo1 = A1 Vi1, Vo2 = A2 Vi2.
Jika kedua transistor identik dapat dibuat A1 = A2 = Adif, sehingga
(Vo1 - Vo2) = Adif (Vi1 - Vi2) atau Vod = Adif Vid.
Dengan Vod adalah isyarat keluaran diferensial, Vid isyarat masukan
diferensial dan Adif penguatan diferensial. Untuk mempermudah pembahasan
biasanya Vi2 dibuat tetap misalnya sama dengan nol, seperti gambar 2.5b.

+VCC
+VCC
RC1 RC2
RC1 RC2
vo1
vo1
vo2
vo2
vi1 Q1 Q2
vi1 Q1 Q2
A
vi2
RE
RE
-VEE
-VEE

Gambar 2.5 Rangkaian Penguat Diferensial

Pemberian catu dc,


Dianggap bahwa tegangan pada basis VB1 = VB2 = VB = 0 dan tegangan
basis-emitor VBE = 0,7 V karena diberi tegangan maju oleh - VEE sehingga,
VE1 = VE2 = VE = VB - VBE = 0 – 0,7V = - 0,7V
VE − VEE
IE =
RE
IE
IE1 = IE 2 =
2
Dari uraian ini dapat dihitung besar hie.

128
Pengoperasian ac dari penguat diferensial
Perhatikan gambar 2.5b, apabila Vi1 diperbesar maka Ie1 akan
membesar pula. Akibatnya tegangan titik A akan naik juga, ini akan
mengurangi tegangan basis-emitor ransistor Q2, VBE2 akan berkurang hingga
Ie2 akan berkurang. Ini berarti Ie1 + Ie2 = Ie nilainya tetap.
Oleh karena VA = IeRE - VEE maka tegangan di titik A, VA nilainya tetap,
artinya titik A tidak terpengaruh oleh isyarat masukan dan dapat dianggap
sebagai tanah (ground) ac maya, sehingga RE dalam rangkaian setara tidak
diperhitungkan, dan karena kedua transistor bekerja saling berlawanan maka
rangkaian setara parameter-h penguat ditunjukkan seperti gambar 2.6.

ib

hie ib 1/hoe RC1

v id v od

hie ib 1/hoe RC2

Gambar 2.6 Rangkaian Setara Parameter-h Penguat Diferensial

Dari gambar 2.6 tampak bahwa penguat mempunyai:


Impedansi masukan, Zi = 2 hie
Impedansi keluaran, Zo = 2(1/hoe//RC), dengan RC1 = RCb2 = RC. Jika
1/hoe>>RC maka Z o = 2RC
1  1 
ib 2
h RC 
 
h RC 

Penguatan A dif =
vo
=  oe =  oe  Jika 1/h >>R
oe C
v1 2hieib hie

RC
maka A dif =
hie
a. Penguat diferensial keluaran tak berimbang
Dalam penggunaannya sering kolektor salah satu transistor
dihubungkan langsung dengan VCC sehingga berada dalam tanah ac.

129
Penguat diferensial ini mempunyai dua masukan dan mempunyai keluaran
tunggal disebut penguat diferensial keluaran tak berimbang seperti
ditunjukkan oleh gambar 2.7.
+VCC
RC ib

hie ib 1/hoe
vo
vid RC v od
vi1 Q1 Q2

hie ib 1/hoe
vi2
RE

-V CC

Gambar 2.7 Penguat Diferensial Keluaran Tak Berimbang.

Dari rangkaian setara gambar 2.7 diperoleh,


Impedansi masukan, Zi = 2 hie
Impedansi keluaran, Zo = (21/hoe//RC), dengan RC1 = RCb2 = RC. Jika
1/hoe>>RC, Zo = RC
 1   1 
ib 
2 RC 
 
2 h RC 

= o =  oe =  oe  Jika 1/h >>R ,
v h
Penguatan A dif oe C
v1 2hieib 2hie

RC
A dif =
2hie

b. Penguat diferensial dengan isyarat modus bersama


Penguat deferensial dengan kedua masukan dijadikan satu dan diberi
masukan yang sama disebut penguat diferensial dengan isyarat modus
bersama. Isyarat yang diberikan pada penguat disebut isyarat modus
bersama. Tegangan keluaran penguat ini adalah,
Vo = Adif (Vi1 – Vi2) = 0
Penguatan tegangan untuk isyarat modus bersama seperti ini disebut
penguatan modus bersama (ACM). Secara ideal ACM = 0, tetapi dalam praktek
ACM ≠ 0 tetapi lebih kecil dari pada Adif. Perbandingan antara penguatan
diferensial dengan penguatan modus bersama disebut ratio penolakan
modus bersama (Common Mode Rejection Ratio/CMRR).

130
A dif
CMRR =
A CM
CMRR sering dinyatakan dengan dB,
 A dif 
CMRR(dB) = 20 log
A   = 20 log A dif − 20 log A CM = A dif (dB) − A CM (dB)
 CM 
Penguat diferensial yang baik harus mempunyai CMRR tinggi sehingga
penguat mampu menolak isyarat modus bersama yang biasanya berupa
noice. CMRR = 100 dB termasuk tinggi, CMRR yang lebih tinggi dapat
dicapai oleh penguat diferensial hibrid.
Titik pertemuan emitor kedua transistor tidak lagi berperilaku sebagai
tanah ac, karena kedua transistor bekerja tidak saling berlawanan. Penguat
deferensial dengan isyarat modus bersama ditunjukkan oleh gambar 2.8.

+VCC
RC ib

h ie ib
voCM
v iC M RC v oCM
Q1 Q2
viCM h ie RE ib

RE

-V CC

Gambar 2.8 Penguat Deferensial Dengan Isyarat Modus Bersama

ViCM = ib (hie + 2(1 + ) RE)


Vo = ib RC
Vo ib RC RC
ACM = = =
ViCM ib (hie + 2(1 + ) RE ) (hie + 2(1 + ) RE )

RC RC
A CM = jika >> 1 maka A CM =
((1 + )re + 2(1 + )RE ) (re + 2RE )
RC
Jika RE >> re maka A CM =
2R E

A dif R C 2R E RE RE
CMRR = = = =
A CM 2hie R C hie re

131
RE
CMRR =
re

25 1
re = =
IE (mA ) 40IE ( A )

CMRR = 40IER E
VE − VEE
IE =
RE
Dari persamaan tersebut menujukkan bahwa dengan menggunakan RE tidak
dapat memperbesar CMRR, karena bila RE diperbesar IE berkurang,
sehingga CMRR tetap.
CMRR = 40( VE − VEE ) ≅ 40 VEE
Untuk memperbesar CMRR dapat dengan mengganti RE dengan sumber
arus menggunakan transistor seperti ragkaian gambar 2.9 berikut ini,
+VCC
RC

voCM

Q1 Q2
viCM

RE I1

D R1
IE
I2
R3 R2
-VCC

Gambar 2.9 Penguat Diferensial Dengan Sumber Arus Transistor

IER 3 − I2R 2 − VD + VBE = 0

IER 3 + VBE = I2R 2 + VD

I1R1 + I2R 2 + VD − VEE = 0


I1R1 + I2R 2 = VEE − VD
(I2 + IB )R1 + I2R 2 = VEE − VD

IBR1 + I2 (R1 + R 2 ) = VEE − VD


VEE − VD − IBR1
I2 =
(R1 + R 2 )

132
IBR1R 2 V − VD
(1 + )IBR 3 + = EE R 2 + VD − VBE
(R 1 + R 2 ) (R1 + R 2 )

 R1 R 2  VEE − VD
IB 
(1 + )R 3 + (R + R )  = (R + R ) R 2
 1 2  1 2

R1R 2
Karena (1 + )R 3 >> dan VEE >> VD maka,
(R1 + R 2 )

VEE
IB (1 + )R 3 = R2
(R1 + R 2 )

VEE
IB = R2
(1 + )R 3 (R1 + R 2 )
VEE R2
IE =
(R 1 + R 2 ) R 3
Tampak bahwa IE nilainya tetap, tidak tergantung oleh besar beban (RC).
Oleh karena transistor Q3 dikatakan bekerja sebagai sumber arus tetap.
Impedansi keluaran sumber arus ini adalah, Ro = 1/hoe . Jadi untuk penguat
diferensial dengan sumber arus tetap ini mempunyai CMRR besar, yang
dinyatakan,
VEE R2 1
CMRR = 40IER o = 40
(R 1 + R 2 ) R 3 hoe

133
5. Penguat Kaskoda
+VCC
RC
RB1 C3
C1
Q2

RB2
Q1 RL Vo
C2
Vi RB3
RE CE

Pemberian catu dc
IE2 = IE1 atau IC2 = IC1
Jika 1 = 2 = , maka IB2 = IB1
R B3
VB1 = VCC
R B1 + R B 2 + R B 3
VE VB1 − VBE
IE = =
RE RE

25
re =
IE (mA )
Pengoperasian isyarat ac
v o1 R r
A V1 = = − L1 , RL1 = re2 jadi A V1 = − e 2
vi re1 re1

RL 2 R
A V2 = , RL2 = RC jadi A V 2 = C
re 2 re 2

vo
A VT = = A V 1A V 2
vi

134
+V CC

RC
RB1
1µF Q2
Q1

RL Vo
Vi RB2 RB
RE CE CB

135
LATIHAN SOAL PENGUAT GANDENGAN

1. Hitung impedansi input, impedansi output 4. Hitung impedansi input, impedansi


dan penguatan tegangan rangkaian penguat output dan penguatan tegangan
dua tahap gandengan RC berikut ini, dengan rangkaian penguat dua tahap
kedua transistor memiliki = 50. gandengan RC berikut ini, dengan
20V kedua transistor memiliki = 50.
2k2 2k2
100k 1µF 100k 1µF 15V

1µF 2k2 2k2


Q1 Q2 100k 1µF 100k 1µF

5k Vo
12k 1µF
Vi 12k Q1 Q2
560 10µF 560 10µF
5k
12k 12k
Vi
560 560
2. Hitung impedansi input, impedansi output
dan penguatan tegangan rangkaian penguat
dua tahap gandengan RC berikut ini, dengan 5. Hitung impedansi input, impedansi
kedua transistor memiliki = 150. output dan penguatan tegangan
18V rangkaian penguat dua tahap
2k2 2k2
100k 1µF 100k 1µF gandengan RC berikut ini,
8V
1µF RC
Q1 Q2 RB1 2k µF RB
Vo 82k 200k
5k Q2
12k 12k 1µF
Vi Q1 2=100
560 10µF 560 1=50 µF
RB2
Vi 20k RE1 RE2 RL
1k CE 1k 1k
50µF
3. Hitung impedansi input, impedansi output
dan penguatan tegangan rangkaian penguat 6. Hitung impedansi input, impedansi
dua tahap gandengan RC berikut ini, dengan output dan penguatan tegangan
kedua transistor memiliki = 100. rangkaian penguat dua tahap
12V gandengan RC berikut ini,
2k2 2k2
100k 1µF 100k 1µF +22V
RC1 RB RC2
1µF RB1 4k7 C2 1M 10k
Q1 Q2 82k
5k C3
C1
12k 12k Q1 Q2
Vi
560 1=100 Vo
560 RL
10µF RE1 2=150 10k
Vi RB2 1k
22k
RE2 CE
2k

136
7. Hitung impedansi input, impedansi output 11. Hitung impedansi input, impedansi
dan penguatan tegangan rangkaian penguat output dan penguatan tegangan
dua tahap gandengan RC berikut ini, rangkaian penguat Darlington berikut
+24V ini,
I DSS = 10 mA RD
RC Vp = - 4V 6k2
RB1 2k +12V
82k 1µF
D RC
1µF G RB1 100
Q1
200k
=100 Vo
S 1µF
RB2 RG Q1 Q2
Vi 20k RE1 CE 1M RS
1k 1k5 1=50 2=100
Vo
Vi RB2
12k RE1 RE2
390 10
8. Hitung impedansi input, impedansi output
dan penguatan tegangan rangkaian penguat 12. Hitung impedansi input, impedansi
dua tahap gandengan DC berikut ini, output dan penguatan diferensial
+12V rangkaian penguat diferensial berikut
RC1 RC2
RB
186K
3k 0.8K berikut ini, jika 1= 2 = 120, dan hie1 =
1µF
Q1 Q2 hie2 = 10 k
1=40
2=100 Vo 12V
Vi RE1 RE2
1k2 1k1 RC1 RC2
36k 36k

9. Hitung impedansi input, impedansi output Rs1


1k2
Q1 Q2
dan penguatan tegangan rangkaian penguat Vo2
Vi1 Vo1
Darlington berikut ini, Rs2
Vi2 1k2 RE
20V 18k

RB -12V
2M
Q1 13. Hitung impedansi input, impedansi
C1 Q2
output, penguatan tegangan dan
Vi 1= 2=200
RE Vo lukislah tanggapan amplitudonya
1k
rangkaian penguat berikut ini, dengan
10. Hitung impedansi input, impedansi output VBE = 0,7 V, rb = 300Ω .
dan penguatan tegangan rangkaian penguat
12V
Darlington berikut ini, RC =100
RB1 2k2 C2 Cjc=3pF
12V 0.1µF f =1MHz
RC
C127k
RB 1k 0.1µF
2M Q
RL
C1 1k2
Q1 RB2 RE
4k7 560 CE
Vi Q2 Vo µF
1= 2=100

137
BALIKAN
(Umpan Balik/Feed Back)

Bagian dari suatu rangkaian yang mengembalikan sebagian isyarat keluaran


kepada masukan disebut rangkaian balikan (Feed Back). Prinsip kerja balikan secara
diagram blok balikan dapat ditunjukkan sebagai berikut,

a
AV,lb
Vi Vo
AV,lb vi Va Vf vo

(a)
(b)

Gambar 1(a) Penguat Tanpa Balikan. Gambar 1(b) Penguat Dengan Balikan.

Pada gambar 1(a) penguat tanpa balikan dengan penguatan lingkar buka (Av,lb),
sedangkan gambar 1(b) penguat dengan balikan memiliki faktor balikan ( v) dengan
penguatan lingkar tutup (Av,lt). Faktor balikan merupakan perbandingan antara
tegangan isayarat balikan vf dan tegangan isyarat keluaran vo, dinyatakan dengan
vf
v =
ßE .
vo
Berdasarkan tujuannya balikan dibedakan menjadi balikan negatif dan balikan
positif. Balikan yang dipasang untuk memperlemah isyarat masukan disebut balikan
negatif, sedangkan balikan yang dipasang untuk memperkuat isyarat masukan
disebut balikan positif. Balikan negatif biasanya dijumpai pada penguat audio,
sedangkan balikan positif pada osilator.
Dilihat cara pemasangannya balikan dapat digolongkan menjadi empat yaitu,
1. Balikan Tegangan Seri
2. Balikan Arus Paralel
3. Balikan Tegangan Paralel
4. Balikan Arus Seri
Secara diagram blok cara pemasangan balikan dapat ditunjukan oleh gambar 2
(a), (b), (c) dan (d), sebagai berikut,

138
Vs Vi AV,lb Vo RL Vs Vi AV,lb Vo RL

Vf V
Vf V

(a) (b)

Vs Vi AV,lb Vo RL Vs Vi AV,lb Vo RL

Vf V Vf V

(c) (d)

Gambar 2 (a) Balikan Tegangan Seri, (b) Balikan Arus Paralel, (c) Balikan Tegangan
Paralel dan (d) Balikan Arus Seri

Dari diagram blok tersebut tampak bahwa balikan yang dipasang paralel pada
keluaran disebut balikan tegangan, dan yang dipasang seri dengan keluaran disebut
balikan arus, sedangkan seri atau paralel dilihat dari masukannya. Pada bahasan ini
hanya akan dibahas balikan negatif saja sedangkan untuk balikan positif akan
dibahas pada bahasan osilator.

1. Pengaruh Balikan negatif Terhadap Penguatan


Balikan negatif dapat diperoleh bila tegangan isyarat balikan vf berlawanan fase
dengan tegangan isyarat masukan vi. Menyebabkan tegangan isyarat di titik a
vo
adalah va = vi - vf, akibatnya A v,lb = , ⇒ v o = A v,lb v a
va

v o = A v,lb (
v i - v f )= A v,lb ( vvo ) ⇒
v i - ß¼ vo (
1+ v A v,lb )= A v,lb v i

A v,lb
vo = v i = A v,lt v i
(1 + ß_A )
v v,lb

A v,lb
A v,lt =
(1 + ßdA )
v v,lb

139
Dimana Av,lt merupakan penguatan lingkar tutup yaitu penguatan dengan balikan.
Tampak bahwa bila faktor balikan v > 0, maka Av,lt < Av,lb, artinya dengan balikan
negatif menyebabkan penguat memiliki penguatan lebih kecil dari pada penguat
tanpa balikan.

2. Pengaruh Balikan Negatif Terhadap Impedansi Masukan Dan Keluaran


a. Impedansi Masukan Dengan Balikan Negatif Seri
Impedansi input dapat ditentukan sebagai berikut,
Va Vi − Vf Vi − ß V Vo Vi − ß V A V ,lb Va
Ii = = = = ⇒ Ii Z i = Vi − ßÈ
V A V ,lb Va ,
Zi Zi Zi Zi

Vi = Ii Z i − ßyV A V ,lb Va = Ii Z i + ßyV A V ,lbIi Z i

Vi Ii Z i + ßâ
Z i,lt = = V A V ,lbIi Z i
= Zi ( V A V ,lb )
1 + ßW
Ii Ii

b. Impedansi Masukan Dengan Balikan Negatif Paralel


Impedansi input dapat ditentukan sebagai berikut,
Vi Vi Vi Vi Z ,lbi
Z i,lt = = = = =
Ii Ia + If Ia + ß‚V Io Ia + ß‚V A V ,lbIa 1 + ß‚V A V ,lb

c. Impedansi Keluaran Dengan Balikan Negatif Seri


Impedansi input dapat ditentukan sebagai berikut,
Vo,lt = Vo,lb + Vf
Pengaruhnya dapat dilihat dari cara pemasangannya, apabila balikan
dipasang secara paralel akan menyebabkan impedansi masukan dan keluaran
penguat menjadi lebih kecil, yaitu dikalikan dengan faktor
1
(1 + ßAv A v,lb )
Apabila balikan dipasang secara seri akan menyebabkan impedansi
masukan dan keluaran penguat menjadi lebih besar, yaitu dikalikan dengan faktor
(1+ ßÛA )
v v,lb

Sebagai cantoh pengaruh balikan negatif tegangan seri terhadap impedansi


masukan penguat menjadi lebih besar, yaitu
Z i,lt = Z i,lb ( v A v,lb )
1 + ßé

dan pengaruh terhadap impedansi keluaran penguat menjadi lebih kecil, yaitu

140
Z o,lb
Z o,lt =
(1 + ß·v A v,lb )

3. Pengaruh Balikan Negatif Terhadap Respon Frekuensi


Dengan balikan negatif menyebabkan penguat memiliki penguatan lebih kecil
dari pada penguat tanpa balikan, mengakibatkan tanggapan amplitudo atau
respon frekuensi berubah menjadi berikut,

G(w)(dB)

Av,lb
Av,lt

ω (log)
ωB,lt ωB,lb ωA,lb ωA,lt (rad/dt)

Gambar 3 Tanggapan Amplitudo Pengaruh Balikan Negatif

Dari kurva tanggapan amplitudo tampak bahwa titik potong bawah menjadi
lebih kecil, yaitu
?rB,lb
?ìB,lt =
(1 + ßVv A v,lb )
dan titik potong atas menjadi lebih besar, yaitu
?qA,lt = ?qA,lb ( v A v,lb )
1 + ßq

Dalam hal ini dapat di simpulkan bahwa pengaruh balikan negatif lebar pita, yaitu
selisih titik potong atas dan titik potong bawah menjadi lebih besar.

141
4. Beberapa Contoh Rangkaian Balikan Negatif
a. Balikan Tegangan Seri
Perhatikanlah suatu contoh penguatan dengan balikan tegangan seri. Tampak
bahwa balikan dipasang secara
+V
C CC paralel dengan isyarat keluaran dan
R1 R3 R5 2
a seri dengan isyarat masukan yaitu
C
Q2 oleh hambatan R3 dan R2 yang
1
Q1
R6 Vo
membentuk balikan ac dan dc.
R4
Vi Hambatan R4 hanya membentuk
CE
R2 R7 balikan dc saja karena adanya CE
yang menyebabkan tanah ac.
Gambar 4 Rangkaian Penguat Dengan Balikan Tegangan Seri

Kedua balikan dc yang di pasang untuk membuat transistor bekerja lebih mantap
yaitu titik kerjanya tak mudah berubah letaknya pada garis beban.
Untuk mempermudah analisis dc rangkaian digunakan anggapan sebagai
berikut, I(R3) << IC2 , I(R4) << IE2, IB2 << IC1 dan IE = IC.
VCC − Va VCC − VCE 2
IC 2 = , jika Va = VCE2 + IC2 (R6 + R7) maka IC 2 =
R5 (R5 + R 6 + R 7 )
25( 2)
1 + ß×
sehingga hie 2 =
IC 2 (mA )
VE2 = (R6 +R7)IC2 dan VB2 = VE2 + VBE2,
VCC − VB 2 25( 1)
1 + ßñ
IC1 = , sehingga hie1 =
R1 IC1(mA )
Untuk analisis ac rangkaian pada frekuensi tengah digunakan anggapan
bahwa dengan adanya CE menyebabkan emitor Q2 berhubungan dengan tanah ac,
sehingga rangkaian setara lingkar tutup penguat adalah sebagai berikut.

R3

ib1 ib2

R4 hie1 1/hoe1 hie2 1/hoe2


Vi 1
ib1 2
ib2
R1 R5 Vo
R7 R6 R2

142
Gambar 5 Rangkaian Setara Penguat Dengan Balikan
R2 vf R2
Tegangan balikan, v f = V =
v o , jadi faktor balikan Ꮰ= .
R 2 + R3 v o R 2 + R3
Untuk membuat rangkaian setara lingkar buka dari penguat, digunakan anggapan
sebagai berikut.
Jika dilihat dari masukan tampak bahwa ujung R3 paralel dengan keluaran (sumber
tegangan) yang dapat dipandang seolah-olah terhubung singkat, maka dari
masukan ujung R3 dapat dipandang berhubungan dengan tanah.
Jika dilihat dari keluaran tampak bahwa ujung R3 seri dengan masukan dan R2
juga seri masukan maka dari keluaran ujung R3 dapat dipandang seri dengan R2.
Sehingga rangkaian setara lingkar buka penguat adalah sebagai berikut.

ib1 ib2

R4 R3
hie1 1/ hoe1 hie2 1/hoe2
Vi i
1 b1 2 ib2 Vo
R1 R5

R7 R6 R2 R3 R2

Gambar 6 Rangkaian Setara Penguat Tanpa Balikan


Penguatan tegangan tanpa balik dapat ditentukan sebagai berikut,
v o2
A v ,lb =
v i1

ß1ib1 (
R1 // hie 2 )
v o2 = ߛ2 ib2 {
(R 2 + R 3 )//R 5 }, ib 2 =
hie 2

ßí2 ßí1 ib1{


(R 2 + R 3 )//R 5 }(
R1 // hie 2 )
v o2 =
hie 2

v i1 = ib1 { 1)}
(hie1 + (R 2 //R3 )(1 + ß¼

v o 2 ß-2 ß-1 ib1{


(R 2 + R 3 )//R 5 }(R1 // hie2 )= ß-2 ß-1 {(R 2 + R3 )//R5 }(R1 // hie2 )
A v,lb = =
v i1 hie 2 ib1 {
(hie1 + (R 2 //R 3 )(1 + ß“1 )} hie 2 {(hie1 + (R 2 //R 3 )(1 + ß“1 )}

A v,lb
Penguatan tegangan dengan balik adalah, A v,lt =
(1 + ßxA )
v v,lb

Dari gambar 6 dapat diperoleh,


Impedansi masukan tanpa balikan: Zit,lb = hie1 + (R2//R3)(1 + 1)

143
Impedansi masukan dengan balikan: Zit,lt = {hie1 + (R2//R3)(1 + 1)}(1 + v Av,lb)

Impedansi masukan dengan balikan

Z i,lt = (R 4 + R 7 //R 6 )//Zit,lt = (R 4 + R 7 //R 6 )//[


{hie1 + R 2 //R3 (1 + ߆1)(1 + ߆v A v,lb )}]
Impedansi keluaran tanpa balikan: Zo,lb = (R2 + R3)//R5//1/hoe2
Z o,lb
Impedansi keluaran dengan balikan: Z o,lt =
1 + ßIv A v,lb

b. Balikan Arus Paralel


Pada rangkaian tampak bahwa balikan di
+VCC
R1 R3 C2 ambil di emitor Q2 pada R5 yang
a
terangkangkai seri dengan keluaran, dan
C1 Q2
Q1 diberikan pada basis membentuk
R6 R4 CE2 Vo
Vi rangakian percabangan pada masukan
R2 R5 atau terangkai paralel dengan masukan.
CE1
Sehingga balikan yang dipasang
merupakan rangkaian balikan arus
paralel.
Gambar 7 Rangkaian Penguat Dengan Balikan Arus Paralel

Untuk mempermudah analisis dc rangkaian digunakan anggapan sebagai


berikut, I(R6) << IE2, IB2 << IC1 dan IE = IC sehingga diperoleh hie1 dan hie2.
Untuk analisis ac rangkaian pada frekuensi tengah digunakan anggapan
bahwa dengan adanya CE1 menyebabkan emitor Q1 berhubungan dengan tanah
ac dan CE2 menyebabkan hambatan emitor R4 pada Q2 terhubung singkat,
sehingga rangkaian setara lingkar tutup penguat adalah sebagai berikut.

R6
i b1 i b2

h ie1 1/h oe1 hie2 1/ hoe2


Vi i
1 b1 2 b2
i Vo
R1 R3

R5

144
R6
ib1 ib2 1/h oe2 io

hie1 1/hoe1 hie2 (h fei b21/h oe)


Vi i
1 b1
R1 R3 Vo

R5

Gambar 8 Rangkaian Setara Penguat Dengan Balikan

hfeib 2 1 / hoe 2
io = , vo = i oR3
1 / hoe 2 + R 3 + R 5

hie1 hie1
Tegangan balikan, v f = v R5 , dan vR5 = ioR5. v f = ioR 5
hie1 + R 6 hie1 + R 6

vf hie1 ioR 5 hie1 R 5


jadi faktor balikan = = = .
v o hie1 + R 6 ioR 3 hie1 + R 6 R 3
V

Untuk menghitung penguatan tegangan lingkar buka (tanpa balikan) AV,lb dibuat
rangkaian setara lingkar buka dari penguat, dengan anggapan sebagai berikut.
Jika dilihat dari masukan tampak bahwa ujung R6 seri dengan R5 dan jika dilihat
dari keluaran tampak bahwa ujung R6 seri dengan masukan dan paralel dengan R5
karena masukan sebagai sumber tegangan maka dapat dipandang seolah-olah
terhubung singkat, maka dari keluaran dapat dipandang R6 paralel dengan R5.
Sehingga rangkaian setara lingkar buka penguat adalah sebagai berikut.

ib1 ib2

R6
h ie1 1/ hoe1 h ie2 1/hoe2
Vi i
1 b1 2 b2
i
R1 R3 Vo
R5
R5 R6

Gambar 9 Rangkaian Setara Penguat Tanpa Balikan

Dari gambar 9 dapat diperoleh,


Impedansi masukan tanpa balikan: Zi,lb = (R6 + R5)//hie1
Z i,lb
Impedansi masukan dengan balikan: Z i,lt =
(1 + v A v,lb )

145
1  h + R 1 // 1/ hoe1 
Impedansi keluaran tanpa balikan: Z o = + (
R 5 //R 6 ) ie 2 
hoe  (1 + h fe 2 ) 
Impedansi keluaran dengan balikan: Z o,lt = Z o,lb (
1+ v A v,lb )

Penguatan tegangan tanpa balik dapat ditentukan sebagai berikut,


hfeib 2 1/ hoe
io = , vo = i oR3
1 / hoe + R 3 + R 5

hfeib 2 1/ hoe
vo = R3 ,
1 / hoe + R 3 + R 5

v o1
ib 2 =
hie 2 + (1 + hfe 2 )(R 5 // R 6 )
v o1 = h fe1ib11(1 / hoe1 // R 1 // (
hie 2 + (1 + h fe 2 )(R 5 // R 6 ))

v i = hieib1

v o hfeib (1 / hoe // R 3 // R 2 ) hfe (1/ hoe // R 3 // R 2 )


Maka, A v,lb = = =
vi hieib hie
A v,lb
Penguatan tegangan dengan balikan adalah: A v,lt =
(1 + ßv A v,lb )

146
c. Balikan Tegangan Paralel
Perhatikanlah cara pemasangan balikan yang dibentuk oleh R2, yakni paralel
+VCC dengan keluaran dan membentuk
R3
R2 C2 percabangan pada bagian input sehingga

Rs C1
balikan tersebut disebut balikan Tegangan
Q Paralel.
Vo
Vs

Gambar 10 Rangkaian Penguat Dengan Tegangan Paralel


Analisis dc rangkaian, dapat dibuat KVL sebgai berikut,
Vcc VCC - I'CR C - IBRB - VBE - IERE = 0
RC
I B RB IC' C 2 Perhatikanlah bahwa,
C1 IC I'C = IB + IC = (
1 + ߨ)
IB = IE

Vo
maka,
IE
Vi RE
VCC - VBE
IB =
RB + ( )(R C + RE )
1 + ßÉ

25( )
1 + ßE
IE = (
1 + ßÎ)
IB , hie =
IE (mA )
Analisis ac rangkaian, dapat dibuat rangkaian setara parameter-h sebagai berikut,

if R 2
Rs ib
hie 1/hoe R3 Vo
Vs hfeib

Gambar 11 Rangkaian Setara Penguat Dengan Balikan

Faktor balikan V dapat ditentukan sebagai berikut,


hie // R S hie // R S
jika v f = v o maka =
R 2 + hie // R S R 2 + hie // R S
V

Untuk menentukan besar penguatan lingkar buka dapat digunakan pendekatan


sebagai berikut,
Jika balikan yang dipasang paralel dengan keluaran maka dilihat dari
masukan ujung R2 yang dihubungkan dengan keluaran dapat dianggap terhubung

147
singkat dengan tanah. Demikian juga balikan yang dipasang paralel dengan
masukan, jika dilihat dari keluaran ujung R2 yang dihubungkan dengan masukan
dapat dianggap terhubung singkat dengan tanah karena sumber tegangan (Vo atau
Vi) dapat dianggap terhubung singkat. Akibatnya rangkaian Gambar 11 menjadi,

Rs ib
R2 hie 1/hoe R3 R2 Vo
Vs hfeib

Gambar 12 Rangkaian Setara Penguat Tanpa Balikan

Dari gambar 12 dapat diperoleh,


Impedansi masukan tanpa balikan: Zi,lb = R2//hie
Z i,lb
Impedansi masukan dengan balikan: Z i,lt =
(1 + v A v,lb )
Impedansi keluaran tanpa balikan: Zo,lb = R2//R3//1/hoe
Z o,lb
Impedansi keluaran dengan balikan: Z o,lt =
(1 + v A v,lb )
Penguatan tegangan tanpa balik dapat ditentukan sebagai berikut,
v o = h fe i b (1 / h oe // R 3 // R 2 ) dan v i = h ie ib

v o hfeib (1 / hoe // R 3 // R 2 ) hfe (1/ hoe // R 3 // R 2 )


Maka, A v,lb = = =
vi hieib hie
A v,lb
Penguatan tegangan dengan balikan adalah: A v,lt =
(1 + ߧv A v,lb )
d. Balikan Arus Seri
Vcc
RC
R B1 C2
C1

Vo
Vi R B2
RE

Gambar 13 Rangkaian Penguat Dengan Balikan Arus Seri

148
Analisis dc rangkaian, dapat dibuat KVL sebgai berikut,
RB2 R B1 R B 2
VBB = VCC R B = R B1 // R B 2 =
RB1 + R B 2 R B1 + R B 2
VBB - VBE
VBB - IBRB - VBE - IER E = 0 sehingga, IB =
RB + (
1+ ) RE
25( 1 + ß)
IE = ( )IB dan hie =
1 + ßÝ
IE (mA )
Analisis ac rangkaian, dapat dibuat rangkaian setara parameter-h sebagai berikut,
ib

h ie h fei b 1/h o e

Vi RB Rc Vo

(1+h fe )R E

Gambar 14 Rangkaian Setara Penguat Dengan Balikan


ib 1/hoe

hfeib 1 / hoe
hie Io =
1 / hoe + R C + (1 + h fe )R E
(h fei b1/h oe)
Vi RB Rc Vo

(1+h fe)RE

Faktor balikan V dapat ditentukan sebagai berikut,


Vf R E
jika Vf = ioR E dan Vo = IoR C , maka V = =
Vo R C
ib

Vi RB hie 1/hoe RC Vo
hfeib

Gambar 15 Rangkaian Setara Penguat Tanpa Balikan


hfe (R C // 1 / hoe )
Penguatan tegangan tanpa balikan adalah: A V ,lb = ,
hie

A v,lb
Penguatan tegangan dengan balikan adalah: A v,lt =
(1 + ߻A )
v v,lb

149
hfe (R C // 1 / hoe ) hfe (R C // 1 / hoe )
hie hie
A V ,lt = =
R h (R // 1 / hoe ) R Chie R E hfe (R C // 1 / hoe )
1 + E fe C +
RC hie R Chie R C hie
hfe (R C // 1 / hoe ) R Chie
=
hie R Chie + R Ehfe (R C // 1 / hoe )
h feR C (R C // 1 / hoe )
=
R Chie + R Eh fe (R C // 1 / hoe )
h feR CR C
=
R Chie + R Eh feR C
h feR C
=
hie + R Eh fe

150
BAB VI PENGUAT OPERASIONAL

(OP-AMP/OPERATIONAL AMPLIFIER)

I. Pengenalan Penguat Operasional (Op-Amp/Operational Amplifier)


1. Pendahuluan
Dalam mempelajari elektronika kini kita sampai pada bentuk penguat yang
amat luas pemakaiannya, yaitu penguat operasional. Penguat operasional atau op-
amp (dari kata operational amplifier) adalah penguat diferensial dengan dua
masukan dan satu keluaran yang mempunyai penguatan tegangan yang amat
tinggi, yaitu dalam orde 105. Dengan penguatan yang amat tinggi ini, penguat
operasional dalam lingkar tertutup lebih banyak digunakan daripada dalam lingkar
terbuka yaitu dengan memasang rangkaian balikan.
Pada masa kini op-amp dibuat dalam bentuk rangkaian terpadu atau 1C
(Integrated Circuit), dimana dalam satu potong kristal silikon dengan luas kurang
dari 1 mm2 terkandung rangkaian penguat lengkap terdiri dari banyak transistor,
dioda, resistor, dan kadang-kadang kapasitor. Kini dapat dibeli suatu 1C yang
dalam satu potongan kristal mengandung empat buah op-amp sekaligus.
Pemakaian op-amp amatlah luas meliputi bidang elektronika audio, pengatur
tegangan dc, tapis aktif, penyearah presisi, pengubah analog ke digital dan
pengubah digital ke analog, pengolah isyarat seperti cuplik-tahan, penguat
pengunci, pengintegral, kendali otomatik, komputer analog, elektronika nuklir, dan
lain lain.
Tata letak termianal / Pin dan simbol dalam rangkaian LM 741.

Offset Nuul 1 8 Kompensasi

Inverting 2 7 +Vcc +VCC


IC 741

Inverting -
NonInverting 3 6 Output Output
Non Inverting +
-Vcc 4 5 Offset Nuul -VCC

(a) (b)
Gambar 4.1 a) Diagram Pin Op-Amp 741. b) Simbol Op-Amp.

151
2. Sifat-Sifat Op-Amp
Op-amp biasanya dilukiskan dengan lambang seperti pada gambar 4.1.
Tampak adanya dua masukan, yaitu masukan membalik (INV) dan masukan tak
membalik (NON-INV). Masukan membalik diberi tanda minus (-), dan masukan tak
membalik diberi tanda plus (+). Jika isyarat masukan dihubungkan dengan
masukan membalik, maka pada daerah frekuensi tengah isyarat keluaran
berlawanan fasa atau berlawanan tanda dengan isyarat masukan. Sebaliknya jika
isyarat masukan dihubungkan dengan masukan tak membalik, maka isyarat
keluaran akan sefasa atau mempunyai tanda yang sama dengan isyarat masukan.
Pada umumnya op-amp menghasilkan tegangan keluaran yang sebanding
dengan beda tegangan isyarat antara kedua masukannya. Op -amp semacam ini
kita kenal sebagai op-amp biasa.
Di samping op-amp biasa ada pula op-amp yang menghasilkan tegangan
isyarat keluaran sebanding dengan beda arus masukan. Op-amp semacam ini
dikenal sebagai op-amp Norton. Satu contoh op-amp Norton adalah 1C LM 3900
buatan National Semiconductor. Satu macam lagi adalah op-amp yang meng-
hasilkan arus keluaran yang sebanding dengan beda tegangan isyarat antara
kedua masukannya. Op-amp semacam ini disebut penguat transkonduktansi
opersional (Operational Transconductance Amplifier - OTA). Satu contoh OTA
adalah 1C CA 3080 buatan RCA. Dalam kegiatan ini pembahasan terbatas pada
op-amp biasa.
Beberapa sifat ideal op-amp adalah sebagi berikut :
(a) Penguat lingkar terbuka tak berhingga atau AV,lb = 
(b) Hambatan keluaran lingkar terbuka adalah nol, atau R o,lb = 0
(c) Hambatan masukan lingkar terbuka tak berhingga, atau Ri,lb = 
(d) Lebar pita tak berhingga, atau  f = f2 – f1 = 
(e) Nisbah penolakan modus bersama (CMRR) = 
Beberapa sifat suatu op-amp IC yang amat populer, dikenal dengan nama 741.
(a) Penguatan lingkar terbuka tak berhingga atau A V,lb = 100.000 (pada frekuensi
rendah),
(b) Hambatan keluaran lingkar terbuka adalah nol, atau R o,lb = 72 .

152
(c) Hambatan masukan lingkar terbuka tak berhingga, atau R i,lb = 2 M.
(d) Lebar pita tak berhingga, atau  f = f2 – f1 = 1 MHz pada penguatan 1 kali
(e) Nisbah penolakan modus bersama (CMRR) = 90 dB
Pada mulanya 1C 741 dibuat oleh Fairchild Semiconductor dan bernama A 741.
Akan tetapi oleh karena amat populer, hampir semua perusahaan juga
membuatnya. Pada pembahasan Op-amp sebagai penguat Inverting, penguat
Non-Inverting, penguat penyangga, pengintegral, pendiferensial, pembanding, IC
741 sementara ini dipandang sebagai suatu kotak hitam saja.
Tanggapan amplitudo Op-Amp.
Pada umumnya op-amp mempunyai beberapa tahap penguatan di dalamnya
dengan menggunakan gandengan dc. Akibatnya op-amp tak punya kutub di
daerah frekuensi rendah, dan mempunyai lebih dari dua kutub pada daerah
frekuensi tinggi. Agar op-amp dapat diberi berbagai nilai faktor balikan tanpa
mengakibatkan ketidakmantapan (osilasi), maka op-amp harus menggunakan
kompensasi frekuensi. Pada beberapa macam op-amp, seperti misalnya 741, LM
324, RC 4739, dan XR 4196 kompensasi frekuensi sudah dipasang di dalam 1C.
Op-amp tersebut dikatakan mempunyai kompensasi-dalam. Ada beberapa macam
1C yang harus ditambahkan kapasitor dan resistor luar pada kaki-kaki tertentu
untuk kompensasi frekuensi. Op-amp macam ini dikatakan mempunyai
kompensasi luar. Beberapa contoh op-amp 1C dengan kompensasi luar adalah
748, 709, LM301, LM308, dan LF357.
Tanggapan amplitudo op-amp dengan kompensasi dalam seperti pada op-amp
741 dilukiskan pada gambar 4.1a.
Av(dB)

100
TanggapanAmplitudo
Op-Amp -20dB/dek.
50

f
0
1 2 3 4 5 6 (log))
10 10 10 10 10 10

Gambar 4.1a Tanggapan Amplitudo Op-Amp 741.

153
Tampak tanggapan amplitudo lingkar terbuka sudah dibuat agar turun dengan
kemiringan -6 dB/oktaf. Jika dilihat rangkaian di dalam 1C 741, akan nyata bahwa
ini dicapai dengan kompensasi kutub dominan yang menyebabkan terjadinya
kutub pada frekuensi 10 Hz. Op-amp 748 mempuiyai rangkaian di dalam 1C tepat
sama seperti 741, hanya kompensasi kutub dominan harus ditambahkan sendiri di
luar. Dari gambar 4.1 tampak tanggapan frekuensi lingkar terbuka pada penguatan
0 dB memotong pada frekuensi antara 1 MHz dan 10 MHz. Ini adalah kutub
penguat bila tak menggunakan kompensasi kutub dominan. Tanggapan amplitudo
op-amp dengan kompensasi dalam keadaan lingkar tertutup dapat ditentukan dari
tanggapan amplitudo lingkar terbuka seperti pada gambar 4.1c.

Av(dB)
TanggapanAmplitudo
100 lingkat tertutup
TanggapanAmplitudo
Op-Amp -20dB/dek.
50
a b
c f
0
1 2 3 4 5 6 (log))
10 10 10 10 10 10

Gambar 4.1c Tanggapan Amplitudo Lingkar Tertutup Op-Amp 741.


Misalkan ingin menentukan tanggapan amplitudo penguat lingkar tertutup
sebesar Av,lt = 40 dB. Ditarik garis ab pada Av = 40 dB. Bagan Bode untuk lingkar
tertutup diberikan oleh garis patah abc, dan tanggapan frekuensinya dilukiskan
dengan garis putus-putus ( gambar 4.1c. Dari gambar 4.1c tampak bahwa jika
digunakan penyangga dengan penguatan satu (0 dB), 741 dapat mempunyai
frekuensi potong atas 1 M Hz. Dengan kata lain dapat dikatakan, lebar pita pada
penguatan satu kali adalah 1 MHz. Op-amp LM 357 misalnya mempunyai lebar
pita pada penguatan satu kali sebesar 20 MHz.
Untuk op-amp dengan kompensasi luar tanggapan amplitude lingkar terbuka
bergantung pada rangkaian kompensasi yang dipasang. Op-amp 748 mempunyai
langkaian di dalam 1C yang tepat sama dengan 741, tetapi tanpa kompensasi
kutub dominan pada transistor keluarannya. Pada 748 kapasitor untuk kompensasi
harus dipasang di luar 1C.

154
3. Prinsip penggunaan op-amp:
1. Jika kita ingin menggunakan op-amp untuk penguat dengan penguatan
tegangan yang tak terlalu besar, harus memasang balikan negatif. Ini dilakukan
dengan memasang resistor antara keluaran dengan masukan membalik.
2. Oleh karena penguatan tanpa balikan (lingkar terbuka) amat besar, maka
penguatan lingkar tertutup (dengan balikan) boleh dikata hanya bergantung
pada rangkaian balikan saja, dan tak bergantung kepada nilai komponen yang
digunakan di dalam op-amp IC itu sendiri. Anggapan ini mungkin tak berlaku
untuk daerah frekuensi tinggi. Namun demikian akan menggunakan anggapan
ini, dengan menyadari batas-batas berlakunya.
3. Oleh karena penguatan tanpa balikan Op-Amp lingkar terbuka dan hambatan
antara kedua masukan nilainya amat besar maka kedua masukan Op-

Amp dapat dianggap hubung singkat maya.


4. Oleh karena hambatan antara kedua masukan Op-Amp lingkar terbuka nilainya
amat besar maka arus isyarat yang masuk kedalam op-amp amat
kecil dapat diabaikan.
Pembahasan di dalam pasal ini bertujuan agar beberapa sifat op-amp lebih
dapat diresapi. Untuk itu akan dibahas tiga macam penguat, yaitu penguat mem-
balik, penguat tak membalik, dan penguat jumlah.
a. Penguat Inverting/Membalik.
Pada penguat membalik sumber isyarat dihubungkan dengan masukan
membalik seperti pada gambar 4.2. Penguatan lingkar tertutup (Av lt) akan dibahas
dengan menggunakan pengertian balikan. Akan tetapi di sini akan ditempuh jalan
lain yang lebih praktis berdasarkan prinsip- prnsip sebelumnya.
R2

i3
R1 i2
i1 a -

Vi b +
c
Vo

Gambar 4.2 Op-Amp Sebagai Penguat Membalik.

155
Pada gambar 4.2 perhatikan bahwa,

Vo  A V, lb Vab

atau
Vo  A V, lt Vi

Tegangan puncak-puncak isyarat keluaran tak akan melebihi 2VCC , sebab bila ini
terjadi isyarat keluaran akan tergunting. Akibatnya,
vo
Vab  0
A V, lb

Oleh karena penguatan lingkar terbuka amat besar. Tampak V ab = 0 atau Va - Vb =


0 sehingga Va = Vb, akan tetapi antara a dan b ada hambatan masukan Rab yang
amat besar. Dalam keadaan ini dikatakan titik a dan b dalam keadaan hubungan
singkat maya. Selanjutnya oleh kerena titik b dihubungkan dengan tanah, titik a
dikatakan berada pada tanah maya.
Adanya hambatan masukan R ab yang amat besar antara masukan membalik
dan tak membalik mengakibatkan arus yang mengalir ke dalam masukan memba-
lik dan masukan tak membalik amatlah kecil sehingga dapat diabaikan. Arus
isyarat pada penguat membalik ditunjukkan pada gambar 4.2.
Hambatan masukan Ri penguat membalik dapat ditentukan sebagai berikut.
Perhatikan bahwa titik a ada pada tanah maya, sehingga va = 0. Nyatalah vi - va = ii
R1, akan tetapi va = 0, sehingga vi = ii R1 dan
Vi
Ri   R1
ii
Hambatan keluaran penguat amatlah kecil, yaitu:
A 
R o,lt  R o,lb  V ,lt 
 A V ,lb 
Oleh karena titik a dan titik b ada dalam keadaan hubung singkat maya dan
b pada tanah, maka titik a ada pada tanah maya. Tegangan isyarat pada titik a
mendekati nol, akan tetapi titik a terpisah dari tanah oleh hambatan masukan R id
yang amat besar.

156
Kembali kepada penguat membalik 4.2 diperoleh:
v i  i1 R1  v a
R2
v a  0 maka v i  i1 R1
i3
i1  i 2  i3 R1 i2
i1 a -
i 2  0 maka i1  i3
Vi b +
c
v a - v c  i3 R 2 Vo
- v c  i3 R 2

v c  v o  - i3 R 2  - i1 R 2
Dari hubungan di atas diperoleh penguatan AV adalah,
Vo - i1 R 2
AV  
Vi i1 R1

R2
AV  -
R1

b. Penguat Tak Membalik/Non Inverting.


Op-amp dapat dipasang untuk membentuk penguat tak membalik seperti
pada gambar 4.3. R2

R1 +
- Vi -
R2 Vo
+ b
Vo R1
Vi

Gambar 4.3 Op-Amp Sebagai Penguat Tak Membalik.

Perhatikan bahwa pada penguat tak membalik isyarat dihubungkan dengan


masukan tak membalik (+) pada op-amp. Balikan melalui R2 dan R1 tetap dipasang
pada masukan membalik agar membentuk balikan negatif. Penguat membalik
sering dilukiskan seperti pada gambar 4.4.

157
Gambar 4.4 Cara Lain Untuk Melukiskan Penguat Tak Membalik
Untuk menentukan berapa penguatan lingkar tertutup penguat tak membalik
dengan anggapan bahwa penguatan lingkar terbuka A V,lb = . Perhatikan gambai
4.4, oleh karena masukan membalik dan tak membalik berada pada keadaan
hubung singkat maya, maka vi = vb. Akan tetapi,
+
R1  R 
vb  v o maka v o  1  2  v i Vi
R1  R 2  R1  -
R2 Vo
b
Nyatalah penguatan lingkar tertutup untuk penguat tak membalik adalah,
R1
 R 
A V  1  2 
 R1 

Hambatan masukan Ri,lt penguat tak membalik amat tinggi karena isyarat masukan
berhubungan langsung dengan masukan tak membalik. Secara teori diperoleh
A 
R i ,lt  R i ,dif  R i ,lb  v ,lb 
 A V ,lt 
yang mempunyai nilai amat besar.
Hambatan keluaran Ro,lt mempunyai nilai amat rendah.
A 
R o,lt  R o,lb  V ,lt 
 A V ,lb 
c. Penguat Penyangga/Buffer
Dapat dibuat suatu bentuk khusus penguat tak membalik dengan membuat
agar Rl =  dan R2 = 0 seperti gambar 4.5.

Vi -
Vo

Gambar 4.5 Op-Amp Sebagai Penguat Penyangga/Buffer.

158
Oleh karena Rl =  dan R2 = 0 maka penguatan lingkar tertutup sama
dengan satu dan karena kedua masukan ada dalam keadaan hubung singkat
maya maka vo = vi. Penguatan dalam bentuk ini disebut pengikut tegangan,
mengikuti nama pengikut emitor pada penguat transistor diskret. Pengikut
tegangan mempunyai penguatan sama dengan satu, impedansi masukan amat
tihggi, dan impedansi keluaran amat kecil. Jadi pengikut tegangan berfungsi
sebagai penyangga/buffer dengan penguatan sama dengan satu.
d. Penguat Jumlah.
Penguat jumlah tak lain adalah penguat membalik dengan rangkaian seperti
pada gambar 4.6
R4
R1
V1
R2
V2 -
R3
V3
+
Vo

Dari gambar 4.6 terlihat arus i 1 dari masukan vl terus menuju titik a dan tak
akan masuk R2 dan R3. Begitu juga halnya dengan arus i 2 dan v2 dan arus i3 dari
masukan v3. Jadi arus dari ketiga masukan ini tak sating mengganggu. Jumlah
ketiga arus masukan ini seolah-olah diteruskan ke R4, sehingga i 4 = i1 + i2 + i3.
v1 v v
Oleh karena i1  , i12  2 , i 3  3 dan vo = - i4 R4 maka
R1 R2 R3

v o  - i1  i 2  i 3  R 4

R R R 
v o  -  4 v1  4 v 2  4 v 3 
 R1 R2 R3 

Penguat jumlah ini sering digunakan untuk menjumlahkan atau mencampur


beberapa isyarat suara tanpa saling mengganggu. Alat semacam ini dikenal
sebagai pencampur audio, yang digunakan untuk mencampur syarat musik dari
berbagai instrumen dan suara penyanyi melalui mikrofon. Penguat jumlah juga
digunakan untuk menjumlahkan beberapa isyarat secara matematik, dan
digunakan pada komputer analog.

159
e. Pembanding / Comparator
Untuk digunakan sebagai pembanding Op-Amp digunakan dalam lingkar
terbuka atau dengan menggunakan balikan positif. Umumnya tidak berfungsi
sebagai penguat, oleh karena keluaran tidak berbanding lurus dengan
masukan. Dalam hal ini dikatakan op-amp digunakan secara tak linier.
Salah satu penggunaan tak linier daripada op-amp adalah sebagai
pembanding atau komparator tegangan. Keluaran pembanding hanya dapat
mempunyai dua nilai, misalnya 0V dan VCC saja. Pembanding mempunyai dua
masukan, yaitu masukan membalik (-) dan tak membalik (+), seperti pada
gambar 4.6(a) dan fungsi alainya pada gambar 4.6 (b).
Vo
+Vcc Vcc
+

Vi1
-
Vo
Vi2
0 Vid
Vb a Va

(a) (b)
Gambar 4.6 (a) Skema Pembanding; (b) Fungsi Alih Pembanding
dimana Vid = Vi1 – Vi2, jika.
Vid > Va, maka Vo = Vcc
Vid < Vb maka Vo = 0
Pembanding dengan histeresis
Jika rangkaian op-amp diberi balikan positif, akan peroleh suatu pemban-
ding dengan fungsi alih yang mempunyai histeresis.
Ini ditunjukkan pada gambar 4.7(a) dan(b).

+Vcc
-
Vi +
Ra Vo

Rb

Vref

Gambar 4.7 (a) Rangkaian pembanding dengan balikan positif;

160
Vo V
+V cc
a b c

0 Vi
Vb Vam Va

d e f
-V cc

Gambar 4.7 (b) fungsi alih menunjukkan histeresis.

Berdasarkan rangkaian gambar 4.7 (a) nilai tegangan ambang V am adalah,

Ra
Vam  Vref
R a  Rb

Lebar jendela V = Va – Vb adalah,


2R b
V  VCC
Ra  Rb

Pada gambar 4.7(b) jika isyarat masukan Vi membesar melampaui V a (batas


ambang atas), isyarat keluaran berubah mengikuti jalan a, b, c, e, f; akan tetapi
jika isyarat Vi turun melampaui Vb (batas ambang bawah), isyarat keluaran
berubah mengambil jalan f e d b a. Sebagai contoh, jika isyarat input berupa
sinusoida maka keluaran seperti di tujukkan oleh gambar berikut,

Vi(V)

+V
Va p
Vb
0 t

-V p

Vo(V)
+V cc

0 t

-V cc

Pembanding yang terbuat dari op-amp dapat digunakan untuk isyarat


frekuensi rendah dan apabila masalah waktu tidak terlalu peka. Untuk
161
pemakaian dimana frekuensi berubah dengan cepat digunakan 1C yang khusus
dibuat untuk pembanding. Rangkaian di dalam 1C dibuat agar menghasilkan
penundaan rambatan yang sekecil mungkin. Untuk ini penguat di dalam
pembanding dibuat agar mempunyai penguatan lingkar terbuka yang tak terlalu
besar (5000), akan tetapi lebar pita yang amat besar. Agar ini tercapai di dalam
pembanding tak dipasang kompensasi frekuensi, dan tidak disediakan kaki
khusus untuk kompensasi frekuensi. Beberapa macam 1C pembanding yang
lazim digunakan adalah A 710 dari Fairchild, LM 311 dari National
Semiconductor, dan MC 1488 dari Motorola. Yang terakhir ini juga disebut
penerima jalur (line receiver). Pembanding digunakan secara luas pada
rangkaian antar muka komputer dan penguat indera memori pada komputer.

f. Pengintegral / Integrator Op-Amp


Rangkaian integrator aktif dari Op-Amp adalah seperti ditunjukkan pada
gmbar 4.8.
C

R1
a -
Vi b +
Vo

Gambar 4.8 (a) Rangkaian Pengintegral dari Op-Amp.

Rangkaian yang digunakan adalah seperti pada gambar 4.8 (a). Pada
gambar ini titik a dan titik b ada dalam keadaan terhubung singkat maya. Oleh
karena titik b ada pada tanah, maka titik a ada pada tanah maya. Akibat-nya
arus ii dari sumber vS (t) akan mengalir melalui R. Bagian arus i i ini yang
mengalir ke dalam masukan membalik dapat diabaikan.
Vi dq V
Kapasitor C diisi dengan arus ii    dq  i dt , dengan dq adalah
R1 dt R1
muatan dalam kapasitor C, dengan demikian perubahan tegangan pada
kapasitor C dalam waktu dt adalah, C
dq V
dVC   i dt R1
C R1C -
a
sehingga, Vi b +
Vo

162
1
R1C 
Vo  VC  Vi dt

Tampak tegangan isyarat keluaran merupakan integral isyarat masukan,


sehingga rangkaian di atas disebut pengintegral. Jika  = R1C >> ½ T, keluaran
untuk isyarat masukan berbentuk segiempat akan berbentuk segitiga, yaitu
integral isyarat masukan. Bentuk isyarat masukan Vi dan keluaran Vo integrator
ditunjukkan pada gambar 4.8(b).

Vi(V)

0 t

Vo(V)

0 t

Gambar 4.8(b) Bentuk Isyarat Masukan Vi Dan Keluaran Vo Integrator.

Seperti telah diketahui bahwa bagan Bode tanggapan amplitudo


pengintegral RC atau tapis lolos rendah adalah seperti pada gambar 4.9.

G( )(dB)
0,1p p 10p
0 (log)
-3
Kurva T anggapan
Amplitudo
-20dB/dekade
-20

Gambar 4.9 Tanggapan Amplitudo Tapis Lolos Rendah.

Di atas sudah disebutkan bahwa tapis lolos rendah akan berfungsi sebagai
pengintegral asalkan t = RC> ½ T atau f >>1/(R1C), yaitu jika tanggapan
amplitude sudah turun dengan kemiringan - 6 dB/oktaf.
Dengan menggunakan op-amp dapat diperoleh daerah frekuensi operasi yang
lebih besar.
163
Bagaimana fungsi alih pengintegral mempengaruhi tanggapan amplitudo
op-amp?. Untuk isyarat sinusoida fungsi alih pengintegral adalah,
Vo ( ) 1 jC 1
G ( )   
Vi ( ) R1 jR1

1
jC 1 1 o
G ( )  
1 G ( )  
R1 jCR1 R1C (j  0) (j  0)

1
Dengan, o 
R1C
Besar penguaran AV adalah
1
AV 
 CR 1

Av(dB)
TanggapanAmplitudo
100
Integrator
TanggapanAmplitudo
50 Op-Amp

f1 f
0
1 2 3 4 5 6 (log))
10 10 10 10 10 10

Gambar 4.10 Tanggapan amplitudo pengintegral op-amp

Artinya fungsi alih ini mempunyai kutub pada  = 0, dan mempunyai penguatan
1 1
A = 0 dB jika R1C = 1 atau   atau f1  . Akibatnya bagan Bode
R 1C 2  R 1C

untuk pengintegral adalah seperti pada gambar 4.10. Tanggapan amplitudo


suatu pengintegral ideal merupakan garis lurus dengan kemiringan - 6dB/oktaf.
Pada tanggapan amplitudo ini nampak hanya berlaku untuk daerah di atas f l.
Dengan menambahi resistor R paralel dengan kapasitor C akan diperoleh tapis
lolos rendah berpenguatan (aktif), seperti ditunjukkan pada gambar 4.11(a),
dengan tanggapan amplitudo seperti gambar 4.11(b), dimana terdapat kutup
1
pada frekuensi f 2  . Tampak bahwa rangkaian ini akan meneruskan
2 R 2 C
isyarat pada frekuensi di bawah f2 dan meredam isyarat pada frekuensi

164
diatasnya. Dengan demikian rangkaian ini bekerja sebagai tapis lolos rendah
R2
dengan penguatan A V  .
R1
R2

R1
-
Vi
+
Vo

Gambar 4.11(a) Tapis Lolos Rendah Berpenguatan (Aktif).

R2 /( jC ) ( jC ) R2 1 R2 R
R2 // 1 /( jC )     2 p
R2  1 /( jC ) ( jC ) jR2C  1 R2C j  1 j   p
R2C
1
dimana p 
R 2C

R2 // 1 /( jC ) R2 R 1 R2C R p
G ( )    2  2 ,
R1 R1 ( jR2C  1) R1 j  1 R2C R1 j   p

R2 p
G ( ) 
R1  2
  p2 
R2
Jika  << p, maka G ( ) 
R1

R2  p R2 p 1 1
Jika  >> p, maka G( )   a
R1  R1  

Av(dB)
TanggapanAmplitudo
100 Tapis Lolos Rendah
TanggapanAmplitudo
Op-Amp -20dB/dek.
50

f2 f1 f
0
1 2 3 4 5 6 (log))
10 10 10 10 10 10

Gambar 4.11(b) Tanggapan Amplitudo Tapis Lolos Rendah Berpenguatan.

g. Pendiferensial/Diferensiator Op-Amp
Rangkaian pendiferensial dilukiskan seperti pada gambar 4.12(a).
165
R2

C1
-
Vi
+
Vo

Gambar 4.12(a) Rangkaian Pendiferensial Op-Amp.


Tegangan masukan Vi mula-mula mempunyai nilai nol dan tumbuh.
Misalkan dalam waktu dt telah berubah sebesar dVi maka muatan listrik
pada kapasitor akan berubah sebesar,
dq = C1 dVi
dq dV
Arus i   C1 i
dt dt
Sehingga,
dVi
Vo  - VR  - i R  - RC1
dt
Tampak bahwa bentuk isyarat keluaran adalah sebanding dengan diferensial
isyarat masukan terhadap uaktu
Bentuk isyarat masukan dan keluaran dilukiskan seperti pada gambar
gambar 4.12(b). Pada gambar 4.12(b) tampak isyarat keluaran mirip dengan
diferensial isyarat masukan jika tetapan waktu R2C1 << ½ T (T = perioda
isyarat). Seperti telah diketahui bahwa bagan Bode tanggapan amplitudo
pendiferensial RC atau tapis lolos tinggi adalah seperti pada gambar 4.13.

Vi(V)

0 t

Vo(V)

0 t

Gambar 4.12(b) Bentuk Isyarat Masukan Dan Keluaran

166
Rangkaian Pendiferensial Op-Amp.

Tapis lolos tinggi akan berfungsi sebagai pendiferensial apabila frekuensi


1 1
isyarat f  atau   atau   p . Jadi tapis lolos tinggi untuk
R 2 C1 R 2 C1

1
frekuensi di bawah p  bersifat sebagai pendiferensial dan dapat pula
R 2 C1
disimpulkan bahwa tapis lolos tinggi frekuensi sebagai pendiferensial selama
kemiringan tanggapan amplitude + 6 dB/oktaf.

A(dB)
p
0 f(log)
+6dB/Okt
Bagan Bode
TanggapanAmplitudo

Gambar 4.13 Bagan Bode Tanggapan Amplitudo Pendiferensial RC


Atau Tapis Lolos Tinggi.

fungsi alih pendiferensial mempengaruhi tanggapan amplitudo op-amp dari


gambar 4.112(a)?. Untuk isyarat sinusoida fungsi alih pendiferensial adalah,

R2

C1
-
Vi
+
Vo

Vo ()
G() 
Vi ()
R2 (j  0)
G()   jR 2 C1 , G() 
1 1
jC1

1 
Dengan, 1  , besar penguatan G()  A V   R 2C1
R 2 C1 1

Fungsi alih ini mempunyai nol pada  = 0 dan mepunyai penguatan


1 1
A = 0 dB = 1 kali bila R2C1 = 1 dan   1  atau f1 
R 2 C1 2  R 2 C1
167
Tanggapan amplitude pendiferensial gambar 4.12(a) dapat didekati dengan
bagan Bode seperti pada gambar 4.14.

A(dB)
BaganBode
100 Pendiferensial

+20dB/dek. - 20dB/dek.

f1 f
0
(log))

Gambar 4.14 Bagan Bode Tanggapan Amplitude


Pendiferensial Gambar 4.12(a) .
Bagan Bode untuk fungsi alih lingkar tertutup ini tampak memotong
tanggapan amplitude op-amp lingkar terbuka dengan beda kemiringan sebesar
12 dB/oktaf, yaitu lebih dari 6 dB/oktaf. Akibatnya rangkaian pendiferensial op-
amp pada gambar 4.12 tidak mantap atau mudah berosilasi. Masalah ini dapat
diatasi dengan memasang hambatan R1 seri dengan C1 pada masukan, seperti
ditunjukkan pada gambar 4.15.
R2

R1 C1
-
Vi
+
Vo

Gambar 4.15 Pendiferensial Op-Amp Dengan Kompensasi Frekuensi.

Dengan adanya hambatan seri R1, fungsi alih gambar 4.15 adalah,
R2 jC1 R 2 R j
G( )    2
1 jC1 R 1  1 R 1 1
R1  j 
jC1 C1 R 1
j  z
G()  A
j  p

R2 1
dimana A  , Z = 0 dan p  . Besarnya penguatan sebagai fungsi
R1 R 1C1
frekuensi sudut adalah,
R 
AV  2
R 1  2   p2

168
Bagan Bode untuk fungsi alih di atas untuk pengintegral op-amp yang
menggunakan kompensasi frekuensi dapat dilihat pada gambar 4.16. tampak
bahwa dengan adanya R1 membentuk kutup pada

A(dB)
Bagan Bode
100 Pendiferensial
TanggapanAmplitudo
Op-Amp -20dB/dek.

20 log R 2/R1
fo f1 f2 f
0
(log))
Gambar 4.16 Bagan Bode Pengintegral Op-Amp Menggunakan
Kompensasi Frekuensi.
1
frekuensi f 1  yang merupakan frekuensi kompensasi sehingga bagan
2  R 1 C1
Bode untuk fungsi alih lingkar tertutup ini memotong tanggapan amplitude op-
amp lingkar terbuka tidak pada beda kemiringan sebesar 12 dB/oktaf. Akibatnya
rangkaian pendiferensial op-amp pada gambar 4.15 lebih mantap atau tidak
mudah berosilasi. Dari gambar 4.15 tampak bahwa rangkaian dapat bekerja
sebagai pendiferensial asalkan  < p.
Jika op-amp yang digunakan menggunakan kompensasi luar, ada kemungkinan
tanggapan amplitudo lingkar tertutup memotong tanggapan amplitudo lingkar
terbuka op-amp pada beda kemiringan lebih dari 6 dB/oktaf. Agar rangkaian
pendiferensial dapat digunakan untuk semua op-amp dapatlah kita beri satu
kutub lagi pada fungsi alih, yaitu dengan memasang suatu kapasitor C2 paralel
1
dengan R2 seperti pada gambar 4.17. Dengan demikian p1  dan
R 1 C1

1
p 2  , Tanggapan amplitude pendiferensial gambar 4.17 dapat didekati
R 2C2

dengan bagan Bode seperti pada gambar 4.18.


C2

R2

R1 C1
-
Vi
+
Vo

Gambar 4.17 Rangkaian Pendiferensial Digunakan Untuk Semua Op-Amp.


169
1 1
Dengan demikian p1  dan  p 2  , Tanggapan amplitude
R 1 C1 R 2C2

pendiferensial gambar 4.17 dapat didekati dengan bagan Bode seperti pada
gambar 4.18
A(dB)
Bagan Bode
100 Pendiferensial
TanggapanAmplitudo
Op-Amp -20dB/dek.

f
0 p1 p2 (log))

Gambar 4.17 Tanggapan Amplitude Pendiferensial C 1 Dan C2

170
Osilator Harmonis

Osilator yang mempunyai keluaran berbentuk isyarat kontinyu (sinusioida)


disebut osilator harmonis, seperti: osilator jembatan Wien, osilator geser phase,
osilator colpitts, osilator Hartley.
a. Rangkaian Osilator Tipe Jembatan Wien
Prinsip dari rangkaian osilator tipe jembatan Wien ini diilustrasikan dalam
gambar 4. Dalam rangkaian ini, terjadi phase tertinggal bilamana output V out
diumpan balikkan ke Vp. Apabila phase tertinggal mencapai 360 o tepat, terjadi
umpan balik positip, menghasilkan osilasi dalam frekuensi tertentu.

Z1 R1 R3
C1
Vp -
R2
Vin
C2 R4 Vout
+
Z2

Jika prinsip osilasi dari rangkaian osilator tipe jembatan Wien ditunjukan dengan,
1 R2
Z1  R1  , Z2 
jC1 1  jC2R 2

Faktor balikanV dapat diberikan sebagai berikut,


Vin Z2 1
V   
Vout Z1  Z 2 1  Z1/Z 2
R2
1  jC 2R 2
V 
1 R2
R1  
jC1 1  jC 2R 2
1
V 
 1  1 
1   R1    jC 2 
 jC1  R 2 
1
V 
R C  1 
1  1  2  j  C 2R1 - 
R 2 C1  C1R 2 
Dalam persamaan diatas, jika bagian imajiner adalah 0, V in dan Vout akan sephase.

171
Dibawah keadaan ini dapat diperoleh frekuensi osilasi f,

1 1
C2 R1  0 
C1R2 R1R2C1C2

f
1
Hz 
2 R1R 2C1C 2

Dalam persamaan di atas, jika R1 = R2 = R dan C1 = C2 = C, maka

f
1
Hz 
2 RC
Agar terjadi osilasi maka VAV,lb = 1, sehingga

1 R C  1 
A V,lb   1  1  2  j  C2R1 - 
V R 2 C1  C1R 2 

Jika dibuat R1 = R2 = R dan C1 = C2 = C maka dalam keadaan osilasi pada


1
frekuensi sudut   , persamaan di atas menghasilkan
RC
AV,lb = 3
Akan terjadi osilasi terus-menerus bilamana penguatan sama dengan 3 dan
penguatan pada bagian umpan balik positip sama dengan penguatan pada bagian
umpan balik negatip sama dengan AV,lt = 1 + R3/R4.
Jadi AV,lb = AV,lt = 1 + R3/R4 = 3
 R3 = 2 . R4

Catatan
Set alat latihan yang digunakan dalam praktikum, menggunakan kontrol
volume berduaan (Stereo) untuk R1 = R2. Akan tetapi mungkin diantaranya ada
sedikit perbedaan nilai hambatan. Oleh karena itu sebelum penyambungan
percobaan, tentukanlah sebagai acuannya apakah menggunakan salah satunya
atau rata-rata keduanya dan pastikanlah untuk mencatat setiap hambatan.

172
Op-Amp

1. Apa kepanjangan Op-Amp dan apa kata lainnya?


2. Apa Op-Amp itu?
3. Gambarkan susunan pin dan simbol Op-Amp!
4. Apa fungsi masing-masing pin Op-Amp tersebut?
5. Bagaimana sifat ideal Op-Amp?
6. Dalam praktek sering digunakan Op-Amp tipe A 741, bagaimana sifatnya?
7. Gambarkan tanggapan amplitudo Op-Amp 741 pada lingkar terbuka.
8. Sebutkan 8 penggunaan Op-Amp! dan sebutkan dua hal yang menjadi dasar
berfikir analisis terhadap cara kerja Op-Amp.
9. Gambarkan Op-Amp sebagai penguat Inverting dan tentukan Zi, Zo dan Av,lt
penguat!
10. Gambarkan Op-Amp sbg penguat Non-Inverting dan tentukan Av,lt penguat!
11. Gambarkan Op-Amp sbg penguat Penyangga dan tentukan Av,lt penguat!
12. Sebuah penguat inverting menggunakan R1 = 1k dan R2 = 100 k, tentukan
besar penguatan Av,lt dan tanggapan Amplitudonya!
13. Gambarkan Op-Amp sbg penguat penjumlah dan tentukan tegangan output
penguat!
14. Perhatikanlah rangkaian penjumlah berikut ini,
R4 = 12k
R1 Jika V1 = V2 = V3 = 0,24 Vpp dan
V1 agar Vo = -(V1 + 2V2 + 3 V3)
R2
V2 - a. Tentukan nilai R1, R2, dan R3.
R3 b. Tentukan besar arus pada masing-masing R.
V3
+
Vo

15. Gambarkan Rangkaian Op-Amp sebegai Integrator! Buktikan secara teoritis


bahwa rangkaian tersebut integrator.
16. Berapakah penguatan integrator tersebut? Pada frekuensi berapa integrator
memiliki penguatan 1 kali?
17. Bagaimanakah bentuk fungsi alihnya? Gambarkanlah tanggapan amplitudo
integrator tersebut!
18. Apa bila kapasitor pada integrator diparalel dengan hambatan R2,
a. bagaimanakah dengan penguatan pada frekuensi rendahnya?
b. pada frekuensi berapa rangkaian mulai berfungsi sebagai integrator?
c. bagaimanakah dengan fungsi alihnya?
d. bagaimanakah dengan tanggapan amplitudonya?
e. dapat digunakan sebagai tapis apakah integrator itu?

173
19. Perhatikanlah rangkaian berikut ini,
C = 10 F a. Misalkan Vi = + 0,1 V, tentukanlah nilai Vo(t)
pada saat t = 0,2 s
R = 1k
- b. Gambarlah tanggapan amplitudonya!

+
c. Pada frekuensi berapakah Vo = Vi.
d. Pada frekuensi berapakah rangkaian
tersebut berfungsi sebagai integrator?

e. Agar rangkaian ini mempunyai titik potong 10 Hz, tentukan nilai hambatan R 2
yang harus dipasang paralel dengan kapasitor C!
20. Perhatikanlah rangkaian berikut ini,

R2 = 100k a. Tentukanlah penguatan pada frekuensi rendah!


C = 10 nF b. Gambarlah tanggapan amplitudonya!
c. Pada frekuensi berapakah rangkaian tersebut
R1 = 10k
- berfungsi sebagai integrator?

+ d. Agar integrator bekerja dibawah 100 Hz,


tentukan nilai hambatan R2 yang harus
dipasang paralel dengan kapasitor C!

21. Gambarkan Rangkaian Op-Amp sebegai Diferensiator! Buktikan secara teoritis


bahwa rangkaian tersebut diferensiator.
22. Berapakah penguatan diferensiator tersebut? Pada frekuensi berapa
diferensiator memiliki penguatan 1 kali?
23. Bagaimanakah bentuk fungsi alihnya? Gambarkanlah tanggapan amplitudo
diferensiator tersebut!
24. Apa bila kapasitor pada diferensiator diseri dengan hambatan R 1,
a. bagaimanakah dengan penguatan pada frekuensi tinggiya?
b. pada frekuensi berapa rangkaian mulai berfungsi sebagai diferensiator?
c. bagaimanakah dengan fungsi alihnya?
d. bagaimanakah dengan tanggapan amplitudonya?
e. dapat digunakan sebagai tapis apakah diferensiator itu?
25. Perhatikanlah rangkaian berikut ini,
R = 100k a. Pada frekuensi berapakah Vo = Vi.
b. Pada frekuensi 1k5 Hz berapakah penguatan
C = 10 nF
- diferensiator?
c. Agar rangkaian ini mempunyai titik potong 103
+
Hz, tentukan nilai hambatan R1 yang harus
dipasang seri dengan kapasitor C!

174
26. Perhatikanlah rangkaian berikut ini,
R2 = 100k a. Tentukanlah penguatan pada frekuensi tinggi!
b. Gambarlah tanggapan amplitudonya!
R1 = 10k C = 10 nF
- c. Pada frekuensi berapakah rangkaian tersebut
+ berfungsi sebagai deferensiator?
d. Agar diferensiator bekerja dibawah 100 Hz,
dengan nilai hambatan yang sama berapakah
nilai C yang harus dipasang?

27. Gambarkan Rangkaian Op-Amp sebegai komparator! Buktikan secara teoritis


bahwa rangkaian tersebut komparator dan apakah komparator itu?
28. Apakah yang dimaksud dengan tegangan ambang dan bagaimana rumusnya?
29. Apakah yang dimaksud lebar jendela dan bagaimana rumusnya?
30. Perhatikanlah rangkaian berikut ini,
+V cc= 12V
a. Lukislah kurva histerisisnya!
-
b. Apabila isyarat masukan berupa sinusoida
Vi + Ra= 10K dengan amplitudo 9 Volt, lukislah bentuk
Vo
Rb= 2k
isyarat keluarannya!

Vref = 6V
LKS Osilator

31. a. Apakah osilator itu?


b. Jelaskan proses terjadinya osilasi?
c. Apa perbedaan penguat dan osilator?
d. Apakah kegunaan osilator?
e. Sebutkan bagian-bagian osilator!
32. Perhatikanlah osilator jembatan Wien berikut ini
a. Sebutkan bagian-bagiannya!
Z1 R1 R3 b. Berapa nilai R4 agar terjadi osilasi dengan
C1
Vp -
R2 output snusoida sempurna?
Vin
C2 R4 Vout
+
c. Apa yang terjadi jika R3 > 2R4?
Z2
d. Apa yang terjadi jika R3 < 2R4?
e. Berapa frekuensi yang dihasilkan oleh osilator tersebut?
33. Bilamana osilator jembatan Wien dapat berosilasi terus-menerus?

175

Anda mungkin juga menyukai