https://teknikelektronika.com/pengertian-rumus-bunyi-hukum-ohm/
1. HUKUM OHM
Dalam Ilmu Elektronika, Hukum dasar Elektronika yang wajib dipelajari dan dimengerti adalah
Hukum Ohm, yang merupakan hukum dasar yang menyatakan hubungan antara Arus Listrik (I),
Tegangan (V) dan Hambatan (R).
Hukum Ohm dalam bahasa Inggris disebut dengan “Ohm’s Laws”. Hukum Ohm pertama kali
diperkenalkan oleh seorang fisikawan Jerman yang bernama George Simon Ohm (1789-1854) pada
tahun 1825. George Simon Ohm mempublikasikan Hukum Ohm tersebut pada Paper (makalah) yang
berjudul “The Galvanic Circuit Investigated Mathematically” pada tahun 1827.
Dalam aplikasinya, Kita dapat menggunakan Teori Hukum Ohm dalam Rangkaian Elektronika untuk
memperkecil Arus listrik, Memperkecil Tegangan dan juga dapat memperoleh Nilai Hambatan
(Resistansi) yang kita inginkan.
Hal yang perlu diingat dalam perhitungan rumus Hukum Ohm, satuan unit yang dipakai adalah Volt,
Ampere dan Ohm. Jika kita menggunakan unit lainnya seperti milivolt, kilovolt, miliampere, megaohm
ataupun kiloohm, maka kita perlu melakukan konversi ke unit Volt, Ampere dan Ohm terlebih dahulu
untuk mempermudahkan perhitungan dan juga untuk mendapatkan hasil yang benar.
1
Contoh Kasus dalam Hukum Ohm
Dari Rangkaian Elektronika yang sederhana diatas kita dapat menghitung Arus Listrik (I), Tegangan
(V) dan Resistansi/Hambatan (R).
Menghitung Arus Listrik (I)
Rumus yang dapat kita gunakan untuk menghitung Arus Listrik adalah I = V / R
Contoh Kasus 1 :
Power Supply menghasilkan Output Tegangan 10V, kemudian Nilai Resistor adalah 10 Ohm.
Berapakah nilai Arus Listrik (I) ?
Penyelesaiannya:
Masukkan nilai Tegangan yaitu 10V dan Nilai Resistansi yaitu 10 Ohm ke dalam Rumus Hukum Ohm
seperti dibawah ini :
I=V/R
I = 10 / 10
I = 1 Ampere
Maka hasilnya adalah 1 Ampere.
Contoh Kasus 2 :
Power Supply menghasilkan Output Tegangan 10V, kemudian nilai Resistor adalah 1 kiloOhm.
Berapakah nilai Arus Listrik (I)?
Penyelesaiannya:
Konversi (ubah) dulu nilai resistansi 1 kiloOhm ke satuan unit Ohm. 1 kiloOhm = 1000 Ohm. Masukan
nilai Tegangan 10V dan nilai Resistansi 1000 Ohm ke dalam Rumus Hukum Ohm seperti dibawah ini :
I=V/R
I = 10 / 1000
I = 0.01 Ampere atau 10 miliAmpere
Maka hasilnya adalah 10mA
2
Menghitung Tegangan (V)
Rumus yang akan kita gunakan untuk menghitung Tegangan atau Beda Potensial adalah
V = I x R.
Contoh Kasus 1:
Nilai resistansi atau hambatan (R) adalah 50 Ohm, sedangkan Arus Listrik (I) yang
mengalir adalah 0,2 A. Berapakah Tegangannya (V) ?
Penyelesaiannya:
Masukan nilai Resistansi 50 Ohm dan nilai Arus Listrik 0,2 Ampere ke Rumus Hukum
Ohm seperti dibawah ini :
V=IxR
V = 0,2 x 50
V = 10 Volt
Maka nilainya adalah 10 Volt.
Contoh Kasus 2:
Nilai resistansi atau hambatan (R) adalah 500 Ohm, sedangkan Arus Listrik (I) yang
mengalir adalah 10 mA. Berapakah Tegangannya (V) ?
Penyelesaiannya:
Konversikan dulu unit Arus Listrik (I) yang masih satu miliAmpere menjadi satuan unit
Ampere yaitu : 10mA = 0.01 Ampere. Masukan nilai Resistansi 500 Ohm dan nilai Arus
Listrik 0.01 Ampere ke Rumus Hukum Ohm seperti dibawah ini :
V=IxR
V = 0.01 x 500
V = 5 Volt
Maka nilainya adalah 5Volt.
Contoh Kasus 1:
Jika di nilai Tegangan (V) adalah 12V dan nilai Arus Listrik (I) adalah 0.5A. Berapakah
nilai Resistansi pada Resistor ?
Penyelesaiannya:
3
Masukan nilai Tegangan 12V dan Arus Listrik 0.5A ke dalam Rumus Ohm seperti
dibawah ini :
R=V/I
R = 12 /0.5
R = 24 Ohm
Maka nilai Resistansinya adalah 24 Ohm
Contoh Kasus 2:
Jika di nilai Tegangan (V) adalah 12V dan nilai Arus Listrik (I) adalah 200 mA.
Berapakah nilai Resistansi pada Resistor ?
Penyelesaiannya:
Konversikan dulu unit Arus Listrik (I) yang masih 200 miliAmpere menjadi satuan unit
Ampere yaitu : 200mA = 0.2 Ampere. Masukan nilai Tegangan 12 V dan Arus Listrik
0.2 A ke dalam Rumus Ohm seperti dibawah ini :
R=V/I
R = 12 /0.2
R = 60 Ohm
Maka nilai Resistansinya adalah 60 Ohm
4
5
HUKUM KIRCHOFF
a. Hukum Kirchoff I
Hukum Kirchoff I merupakan Hukum Kirchoff yang berkaitan dengan dengan
arah arus dalam menghadapi titik percabangan.
Hukum Kirchoff I berbunyi :
“Jumlah aljabar dari arus listrik pada suatu titik percabangan selalu sama
dengan nol”
Atau dengankalimat lain :
“Arus Total yang masuk melalui suatu titik percabangan dalam suatu
rangkaian listrik sama dengan arus total yang keluar dari titik
percabangan tersebut.”
I1 I2
A
I3
I5
I4
6
b. Hukum Kirchoff II
Hukum Kirchoff II ini berhubungan dengan rangkaian listrik tertutup yang menyatakan :
“Di dalam rangkaian tertutup, jumlah aljabar antara gaya gerak listrik (ggl) dengan
kerugian-kerugian tegangan selalu sama dengan nol”.
Atau dengan kalimat lain :
“Total Tegangan (beda potensial) pada suatu rangkaian tertutup adalah nol”.
Hukum Kirchhoff II yang digunakan untuk menganalisis tegangan (beda potensial) komponen-
komponen elektronika pada suatu rangkaian tertutup.
Hukum ini secara umum dapat ditulis dengan rumus : E I x R
Dalam gambar 4.2 dengan tidak memperhatikan kerugian tegangan di dalam baterai (tahanan baterai
dianggap kecil) maka : E – I.R = 0 atau E = I. R
Ini sesuai dengan Hukum Ohm.
R
E
a b
I1
I R1
I2
f c
R2
R4 II R3
I3
e d
7
a. Apabila arah arus mengalir ke salah satu aliran dianggap positif, maka arus yang berlawanan diberi
tanda negatif.
b. Apabila arah arus pada jaring listrik belum diketahui maka dapatlah diambil sembarang, dan
apabila dalam penyelesaian menghasilkan negatif berarti arah arus yang sebenarnya berlawanan.
c. Arah arus listrik yang mengalir di dalam suatu rangkaian listrik perlu diperhatikan yaitu kenaikkan
tegangan selalui diberi tanda positif (+), dan turunnya tegangan selalui diberi tanda negatif (–).
Sebagai contoh misalnya seperti pada gambar 4.4.
R1
A B
II I
E1 E2
R2
D C
Menurut rangkaian I yaitu dari D-A-B-C dan kembali ke D, maka dari D ke A tegangan E1 diberi tanda
positif (+). Dari A ke B kerugian tegangan (I.R1) diberi tanda negatif (–). Dari B ke C tegangan E2
mengurangi tegangan E1 diberi tanda negatif (–). Dan seterusnya, sehingga berdasarkan gambar 4.4
dapat ditulis persamaan berikut :
Rangkaian I : E1 – I.R1 – E2 – I.R2 = 0 atau E1 = E2 + I.R1 + I.R2
Rangkaian II : + I.R1 + E2 + I.R2 – E1 = 0 atau E1 = E2 + I.R1 + I.R2
8
HUBUNGAN RANGKAIAN LISTRIK
Dalam hubungan rangkaian listrik, dikenal ada beberapa macam jenis hubungan
yaitu hubungan seri (deret), hubungan paralel (jajar), dan hubungan campuran (seri dan
paralel).
R1 R2 R3
A B C D
Dalam gambar besar resistansi (tahanan) antara titik A-D sama dengan jumlah resistansi
(tahanan) antara titik A-B, titik B-C dan titik C-D atau sama dengan jumlah R1, R2 dan R3.
Jadi besarnya resistansi (tahanan) pengganti antara titik A dan D adalah :
RS = R1 + R2 + R3
Contoh:
9
Sebuah rangkaian listrik terdiri dari tiga buah resistor (tahanan)
dihubung secara seri dengan nilai masing-masing resistor adalah R1 =
10 ohm; R2 = 20 ohm dan R3 = 30 ohm.
Hitunglah nilai resistansi total (Rs) rangkaian tersebut!
Bila rangkaian tersebut diberi tegangan sumber 12 volt, hitunglah besar
arus listrik yang mengalir pada rangkaian tersebut!
Hitunglah besarnya VR1 , VR2 , dan VR3 !
R1
I1
A I2 R2 B
Ij
I3 R3
V
Dari gambar di atas, besar tegangan antara titik A dan B sama besar, sehingga :
Ij – I1 – I2 – I3 = 0 atau Ij = I1 + I2 + I3
10
Karena tegangan antara titik A dan B tetap, maka :
Vs = I1 x R1 = I2 x R2 = I3 x R3
atau dapat ditulis menurut Hukum Ohm :
Vs Vs Vs
I1 I2 dan I3
R1 R2 R3
Contoh:
Sebuah rangkaian listrik terdiri dari tiga buah resistor (tahanan) dihubung secara paralel
dengan nilai masing-masing resistor adalah R1 = 10 ohm; R2 = 20 ohm dan R3 = 30
ohm.
Hitunglah nilai resistansi total (Rp) rangkaian tersebut!
Bila rangkaian tersebut diberi tegangan sumber 12 volt, hitunglah besar arus total yang
mengalir pada rangkaian tersebut!
Hitunglah besarnya I1 , I2 , dan I3!
11
c. Hubungan Campuran (Seri dan Paralel)
Contoh hubungan campuran (seri dan paralel) dapat diperlihatkan dalam
gambar berikut:
R2
I2
R1 R3
A B I3 C
Ij
I4 R4
I1
V1 V2
Gambar : Hubungan campuran (seri dan paralel )
Untuk menghitung besar tahanan pengganti antara titik A dan C, terlebih dahulu
harus dicari besar tahanan pengganti antara titik B dan C. Tahanan pengganti
antara titik B dan C dihubungkan seri dengan tahanan antara titik A dan B.
Apabila tahanan pengganti antara titik B dan C sama dengan R B-C, maka tahanan
pengganti antara titik A dan C adalah : Rp = RA + RB-C
Contoh 4.3
Berdasarkan gambar 4.8 apabila R1 = 5 , R2 = 8 , R3 = 6 , R4 = 3 .
Berapakah besar tahanan pengganti antara B dan C ?
Jawab :
1 1 1 1 3 4 8 15 24 8
; sehingga RB C 1,6
RB C 8 6 3 24 24 15 5
12